Sebuah Material Safety Data Sheet (MSDS) atau di Indonesia disebut Lembar Data Keselamatan
Bahan (LDKB) adalah dokumen yang berisi informasi mengenai potensi bahaya (kesehatan,
kebakaran, reaktifitas dan lingkungan) dan cara bekerja yang aman dengan produk kimia. Ini adalah
titik awal yang penting untuk pengembangan program keselamatan dan kesehatan yang lengkap.
MSDS juga berisi informasi tentang penggunaan, penyimpanan, penanganan dan prosedur darurat
semua yang terkait dengan material. MSDS berisi lebih banyak informasi tentang materi daripada
label. MSDS dipersiapkan oleh pemasok atau produsen bahan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi
tahu apa bahaya dari produk, cara menggunakan produk dengan aman, apa yang akan terjadi jika
rekomendasi tidak diikuti, apa yang harus dilakukan jika terjadi kecelakaan, bagaimana mengenali
gejala overexposure, dan apa yang harus dilakukan jika insiden terjadi.
MSDS dimaksudkan untuk dibaca oleh hygienists dan profesional K3. Sekarang MSDS dibaca juga
oleh pengusaha, pekerja, supervisor, perawat, dokter, petugas darurat. Untuk memastikan bahwa
pengguna MSDS dapat dengan cepat menemukan informasi yang mereka butuhkan, informasi dalam
MSDS harus mudah dibaca dan ditulis dalam format yang jelas, tepat dan dapat dimengerti.
Bagi kebanyakan orang yang bekerja dengan produk dikendalikan, ada beberapa bagian dalam MSDS
yang lebih penting daripada yang lain. Anda harus selalu membaca nama kimia, tahu bahayanya,
memahami penanganan dan penyimpanan yang aman petunjuk, serta memahami apa yang harus
dilakukan dalam keadaan darurat.
Berdasarkan peraturan pemerintah no.74 tahun 2001 tentang pengelolaan B3 pasal 11 yang berbunyi
setiap orang yang memproduksi B3 wajib menyediakan MSDS. Pada pasal 12 menyatakan setiap
penanggung jawab pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3 wajib menyertakan Lembar Data
Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet).
Selalu ketahui bahaya dari suatu produk sebelum anda mulai menggunakannya. Anda harus melihat
pada MSDS, cocokkan nama kimia pada wadah dengan nama bahan yang ada di MSDS, ketahui
bahayanya, pahami petunjuk penanganan dan penyimpanan yang aman, serta memahami apa yang
harus dilakukan dalam keadaan darurat.
Isi dari sebuah MSDS menurut Kepmenaker No.187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kimia
berbahaya di tempat kerja yaitu ;
A. Sistem MSDS
Setiap kegiatan kerja selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat terjadinya kecelakaan,
walaupun demikian terjadinya kecelakaan seharusnya dapat dicegah dan diminimalisasikan karena kecelakaan
tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan pada umumnya ditimbulkan oleh beberapa
faktor penyebab, oleh karena itu harus diteliti faktorfaktor penyebabnya dengan tujuan untuk menentukan
usaha-usaha pembinaan dan pengawasan keselamatan yang tepat, efektif dan efisien sehingga terjadinya
kecelakaan dapat dicegah.
Dalam melaksanakan eksperimen, kontak terhadap bahan kimia akan terjadi baik langsung maupun tidak
langsung. Pengetahuan sifat dan karakter bahan kimia perlu dimiliki mengingat bahan kimia memiliki potensi
untuk menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun bahaya kecelakaan. Hal ini dapat dipahami
karena bahan kimia dapat memiliki tipe reaktivitas kimia tertentu dan juga dapat memiliki sifat mudah
terbakar. Oleh karena itu aktivitas kerja yang selalu memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja
perlu dibudayakan dalam bekerja di laboratorium.
Untuk dapat mendukung jaminan kesehatan dan keselamatan kerja maka para peneliti maupun laboran yang
bekerja di laboratorium harus mengetahui dan memiliki pengetahuan serta keterampilan untuk menangani
bahan kimia khususnya dari segi potensi bahaya yang mungkin ditimbulkan. Informasi atau pengetahuan
yang harus diketahui pelaksana di laboratorium kimia dimuat dalam Material Safety Data Sheet (MSDS).
Bahan kimia dalam unsur dan senyawa tertentu memang bukan lah barang mainan. Ada kalanya senyawa kimia
dapat beracun juga bagi kesehatan tubuh manusia. Dalam tingkat kebahayaannya, setiap senyawa ataupun
unsur kimia di tunjukkan dalam MSDS atau disebut (Material Safety Data Sheet). MSDS ini merupakan hal yang
wajib dipelajari sebelum laboran berkutat dengan senyawa- senyawa di laboratorium.
Menjelaskan berbagai cara bahan kimia bisa memapar tubuh pengguna dengan beberapa cara
misalnya penyerapan melalui kulit, pernafasan dan lainnya. Informasi tentang gejala dan akibat
terhadap kesehatan apabila tubuh terjadi kontak dengan bahan tersebut seperti kejadian
setelah :
a. Efek terkena paparan yang berlebihan
b. Kontak pada mata
c. Kontak pada kulit
d. Terhirup pada pernafasan
Bahaya kebakaran :
Informasi ini menentukan bahan tersebut termasuk kategori bahan mudah terbakar, dapat
dibakar, tidak dapat dibakar atau membakar bahan lain. Kemudahan zat untuk terbakar
ditentukan oleh :
a. Titik nyala : suhu terendah dimana uap zat dapat dinyalakan.
b. Konsentrasi mudah terbakar : daerah konsentrasi uap gas yang dapat dinyalakan.
Konsentrasi uap zat terendah yang masih dapat dibakar disebut LFL (low flammable
limit) dan konsentrasi tertinggi yang masih dapat dinyalakan disebut UFL (upper
flammable limit). Sifat kemudahan membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan
oksidasinya.
c. Titik bakar : suhu dimana zat terbakar sendirinya.
Bahaya reaktivitas :
Sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan terurai, bereaksi dengan zat lain atau
terpolimerisasi yang bersifat eksotermik (menghasilkan panas) sehingga eksplosif atau
reaktivitasnya terhadap gas lain sehingga menghasilkan gas beracun.
Sifat- sifat bahaya tersebut digambarkan dalam skala bahaya seperti berikut :
a. Gambar yang berwarna biru menunjukkan skala bahaya kesehatan
(Toksisitas)
b. Gambar yang berwarna merah menunjukkan skala bahaya kebakaran
c. Gambar berwarna kuning menunjukkan skala bahaya reaktivitas
d. Gambar berwarna putih menunjukkan skala bahaya khusus lainnya
APEC sebagai organisasi regional Asia Pasifik telah menyepakati untuk menerapkan sistem GHS di seluruh
negara anggotanya termasuk salah satunya adalah Indonesia. Indonesia bahkan dipromosikan menjadi salah
satu pilot country project untuk pelaksanaan GHS di Asia Pasifik khususnya di tingkat ASEAN. Keberadaan GHS
di Indonesia tentunya akan membawa berbagai keuntungan antara lain karena dengan adopsi sistem GHS,
maka Indonesia akan memiliki standar penentuan klasifikasi bahaya bahan kimia yang selama ini ada di
Indonesia namun terdapat beberapa klasifikasi yang berbeda antar Kementerian / Departemen. Selain itu juga
Indonesia akan memiliki standar sistem penandaan / labelling bahan kimia yang seragam, dimana diharapkan
tidak akan ada perbedaan lagi dalam hal penandaan bahan kimia antar sektoral maupun instansi. Terakhir
adalah format MSDS akan diseragamkan di Indonesia yaitu menggunakan format GHS yang terdiri dari 16
sections / bagian. Diharapkan dengan adanya sistem ini, seluruh instansi dan sektoral terkait akan
menggunakan satu sistem yang sama dan tidak akan ada lagi perbedaan sistem yang digunakan.
Selain keuntungan diatas, beberapa keuntungan lain dari adopsi GHS di Indonesia adalah mempermudah arus
perdagangan bahan kimia secara global baik impor maupun ekspor, dan juga akan membantu dan
mempermudah dalam menghambat perdagangan bahan kimia terlarang yang tidak boleh diperjual belikan.
Selain itu, tujuan utama GHS adalah juga untuk melindungi pekerja, lingkungan hidup, dan umat manusia
secara umum.
Kesulitan dan tantangan serta hambatan yang ada di Indonesia antara lain disebabkan oleh beberapa hal antara
lain:
Terbatasnya tenaga ahli khususnya dalam ruang lingkup klasifikasi bahan kimia dan komunikasi bahaya
Kurangnya pengetahuan yang menyebabkan kurangnya kewaspadaan terhadap resiko dan bahaya
bahan kimia
Kurangnya pemenuhan informasi saintifik untuk mengevaluasi bahaya yang diakibatkan oleh
penggunaan berbagai bahan kimia.
Kurangnya sarana dan pra sarana dalam hal penentuan toksisitas bahan kimia khususnya untuk
campuran
Kesulitan dalam menterjemahkan beberapa istilah teknis di Buku Ungu / GHS Purple Book kedalam
bahasa lokal
Oleh karena itu dibutuhkan beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk membantu menyelesaikan kesulitan
diatas antara lain melalui:
Revisi atau amendemen peraturan pemerintah yang terkait dengan bahan kimia
Memperkuat assosiasi industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain yang terkait dengan
implementasi GHS
Memperbanyak aktifitas training dan sosialisasi GHS baik dari segi frekuensi, kuantitas maupun kualitas
Menciptakan mekanisme jaringan dengan stakeholders yang terlibat dengan implementasi GHS
Pengembangan modul training implementasi GHS untuk berbagai kelompok target yang berbeda
Menghubungkan aktifitas dan kebijakan nasional dengan program kerja pemerintahan propinsi atau
daerah
Bekerja sama dengan institusi non pemerintah dalam hal penyediaan jasa layanan pembuatan MSDS
dan Penandaan sesuai GHS khususnya untuk membantu SME agar dapat bertahan dengan
implementasi GHS
C. MSDS dan Implementasinya berdasarkan GHS
Implementasi GHS di Indonesia juga akan berdampak bagi perubahan klasifikasi bahaya, format MSDS beserta
simbol bahaya / piktogram yang digunakan dimana Indonesia akan menggunakan format MSDS GHS dalam
Bahasa Indonesia dan menggunakan Simbol Bahaya berdasarkan adopsi GHS. Sistem klasifikasi bahan kimia
dalam MSDS juga akan menggunakan standar adopsi GHS. Namun sebelum simbol bahaya, MSDS dan label
dikeluarkan, tentunya penentuan klasifikasi bahaya adalah hal pertama yang harus dilakukan yang akhirnya
akan menentukan kriteria bahaya yang sesuai dan simbol yang cocok untuk digunakan.
Sistem klasifikasi bahaya GHS sangatlah berbeda dengan beberapa sistem klasifikasi yang sudah diterapkan di
beberapa negara di dunia seperti EU / UN / Japan / dll. Penyeragaman sistem klasifikasi bahaya GHS akan
menghilangkan berbagai perbedaan mendasar yang selama ini terjadi di berbagai belahan dunia yang
mengakibatkan perbedaan pandangan dalam hal klasifikai bahaya bahan kimia. Berikut adalah contoh
perbedaan klasifikasi tersebut :
Sebelum harmonisasi ini dicanangkan, berdasarkan EU nilai cut-off toksisitas akut untuk Kategori 1 memiliki
nilai LD 50 25 mg/kg (oral), sementara di USA menggunakan 50 mg/kg. Hasilnya semua bahan kimia antara
25 dan 50 mg/kg diklasifikasikan secara berbeda. Berikut grafik perbandingan antar klasifikasi:
Grafik diatas menunjukkan perbedaan Klasifikasi Toksisitas Akut (LD50 Oral Rat)antar sistem klasifikasi yang
ada saat ini dibandingkan dengan sistem GHS.
Sementara untuk penentuan kategori flamabilitas, GHS memiliki kriteria sendiri yang berbeda dibandingkan
dengan beberapa sistem klasifikasi yang ada. Berikut adalah grafik perbandingan klasifikasi kategori untuk
flamabilitas berdasarkan GHS dan beberapa sistem klasifikasi lain.
Perubahan terhadap format MSDS sebenarnya tidak terlalu signifikan dikarenakan Indonesia sudah menerapkan
sistem format MSDS menggunakan 16 sections / bagian yang dimandatkan melalui Kepmenaker No 187 tahun
1999. Perubahan signifikan akan terjadi pada sistem klasifikasi bahaya beserta simbol / piktogram yang akan
digunakan dimana standar GHS akan diadopsi secara menyeluruh oleh berbagai instansi terkait.
Penjelasan implementasi MSDS berdasarkan GHS per sections akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Identitas Bahan dan Perusahaan
Berisikan informasi mengenai nama bahan kimia / nama lain dari bahan. Juga berisi nama perusahaan /
supplier pembuat / penyalur bahan kimia terkait, alamat perusahaan lengkap, nomor telepon beserta nomor
telepon darurat / emergensi yang dapat dihubungi pada saat terjadi kecelakaan menyangkut bahan kimia
terkait.
2. Identifikasi Bahaya
GHS menempatkan Bagian 2 yaitu Informasi mengenai Bahaya dari bahan kimia dan menempatkan
informasi komposisi bahan setelahnya dikarenakan pekerja dan perusahaan lebih membutuhkan informasi
bahaya dibandingkan dengan informasi kandungan / komposisi bahan, oleh karenanya format MSDS GHS
menempatkan informasi Identifikasi Bahaya terlebih dahulu dibandingkan informasi Komposisi Bahan. Oleh
sebab itu untuk aplikasi di Indonesia, revisi Kepmenaker
No 187/1999 dan peraturan terkait lainnya hanya memerlukan sedikit perubahan menyangkut perubahan
Format MSDS dan Simbol bahaya yang digunakan. Sections 2 juga berisikan klasifikasi bahaya dari zat
atau campuran bahan kimia. Selain itu juga sections ini menyertakan penampilan label / simbol bahaya
termasuk pernyataan kehati-hatian dari bahan tersebut. Implementasi GHS juga akan memandatkan
penggunaan simbol / piktogram sesuai standar GHS, artinya Indonesia juga akan menggunakan dan
memiliki standar dalam hal simbol bahaya. Adapun simbol yang digunakan di Indonesia umumnya
mengadopsi dari beberapa standar seperti EU. Berikut contoh simbol yang umum digunakan saat ini:
Sedangkan pada saatnya GHS diimplementasikan secara menyeluruh maka Indonesia akan mengadopsi simbol
/ piktogram GHS. Simbol / piktogram GHS sangat mudah difahami dan memiliki standar pewarnaan yang sangat
mudah dikenali. Hal ini akan membantu pekerja / konsumen dalam mengidentifikasi bahaya yang ada beserta
perlindungan apa saja yang harus digunakan pada saat bekerja dengan bahan kimia terkait.
Penjelasan klasifikasi dari masing-masing simbol bahaya GHS adalah sbb:
Kelas Simbol Keterangan
1 Eksplosif
4 Gas Pengoksidasi
5 Gas Bertekanan
10 Padatan Piroporik
13 Cairan Pengoksidasi
14 Padatan Pengoksidasi
15 Peroksida Organik
17 Toksisitas Akut
22 Karsinogenitas
26 Bahaya Aspirasi
Oleh karena itu, penterjemahan guide GHS atau yang kita kenal dengan nama Purple Book sangatlah penting
karena GHS Purple Book akan menjadi acuan dalam penentuan klasifikasi bahaya beserta kategorinya,
pembuatan MSDS, Label, dll. Diharapkan agar pemerintahan dapat segera merampungkan penterjemahan
Purple Book ke GHS ke dalam bahasa Indonesia secara penuh dan mensosialisasikannya kepada pihak
terkait. Oleh karena itu, sebaiknya hasil terjemahan purple book GHS dapat tersedia di berbagai situs
pemerintahan seperti Depnaker, Badan POM, dll untuk di download oleh pengguna lokal selain juga
disosialisasikan dalam bentuk hard cover.
Penting untuk diketahui bahwa penerapan GHS tidak akan mempengaruhi sistem penandaan transportasi yang
sudah terlebih dahulu ada yaitu UN-RTDG, IATA, IMDG, dll. Sistem penandaan transportasi sudah terlebih
dahulu diseragamkan dan distandardisasi sebelum isu GHS diangkat sehingga GHS hanya akan mempengaruhi
sistem penandaan pada produk atau kemasan dari produk tanpa mempengaruhi penandaan pada kendaraan /
alat transportasi yang akan mengirimkan atau membawa bahan kimia.
Kedua sistem ini, baik GHS maupun DG Transport Standards akan berdiri sendiri-sendiri namun tetap memiliki
keterkaitan antar satu dengan yang lainnya.
Sumber :
Dimas Satya Lesmana, "MSDS dan Implementasinya berdasarkan GHS", Chemwatch / Chemcare Asia
Anonymous, (2004) “GHS – Purple Book”, United Nations.
Anonymous, (2004) “Implementation and Maintenance of GHS ” Chapter 29, United Nations.
Anonymous, (2004) “How GHS Fits Into Chemical Safety” United Nations.
Anonymous, (2004) “Survey of Asia-Pacific Countries Regarding GHS Implementation: Draft Report”
Seventh Meeting of the UNITAR/ILO GHS Capacity Building Programme Advisory Group (PAG)
Arai, K., (2001) “The Globally Harmonized System (GHS) for Hazards Classification and Labelling”,
www.jcia-net.or.jp
Santoso, G., (2004) “Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja”, Penerbit: Prestasi Pustaka.
www.osha.gov/SLTC/hazardcommunications/global.html
http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/presentation_e.html
http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/pictograms.html
http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/implementation_e.html#Indones