Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KERJA PRAKTEK

“PERBANYAKAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) KLON IRR


44 SECARA IN VITRO DI BALAI PENELITIAN SEMBAWA”

OLEH
ANNISA FATHARANI ZAHRAH
08101004055

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK

“Perbanyakan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon IRR 44 Secara
In vitro di Balai Penelitian Sembawa”

Oleh :
ANNISA FATHARANI ZAHRAH
08101004055

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir
Kerja Praktek

Indralaya, Oktober 2013

Dosen Pembimbing, Pembimbing Instansi,

Dra. Nina Tanzerina M.Si. Ari Fina Bintarti, M. Si


NIP. 196402061990032001

Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi

Dr. rer. nat Indra Yustian, M.Si.


NIP. 197307261997021001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridho dan
karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek yang berjudul”
Perbanyakan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon IRR 44 Secara In vitro
di Balai Penelitian Sembawa”. Laporan kerja praktek ini membahas tentang kegiatan
selama kerja praktek di Balai Penelitian Sembawa, dan membahas mengenai pengaruh
kadar sukrosa pada media tumbuh in vitro dalam perbanyakan bibit karet.
Dalam kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dra. Nina Tanzerina M.Si selaku dosen pembimbing , Ibu Ari Fina Bintarti, M.Si selaku
pembimbing instansi, dan semua pihak yang banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan kerja praktek ini. Penulis berharap agar laporan kerja praktek ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai perbanyakan bibit karet secara in
vitro di Balai Penelitian Sembawa. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam cara menyampaikan laporan kerja praktek ini, walau dalam penulisan dan
penyusunan telah penulis usahakan sebaik mungkin. Oleh karena itu, penulis mohon maaf
atas kekurangan tersebut dan penulis akan menerima saran serta kritik yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kerja praktek ini.

Indralaya, November 2013

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………


Lembar Pengesahan …………………………………………………… x
Kata Pengantar ………………………………………………………… xi
Daftar Isi ………………………………………………………………. xii
Abstrak xiii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah …….…………………..……………………. 3
1.3 Tujuan Penulisan …………………….………………..………… 4
1.4 Manfaat Penulisan …………………………………………….… 4
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Kultur jaringan …………………………….…………………… 5
2.2 Sterilisasi Alat …………………………….…………………… 6
2.3 Sterilisai Permukaan Eksplan …………………………………. 8
2.4 Jenis Medium ……………………….…………………………. 10
BAB III Metode Pelaksanaan
3.1 Waktu dan Tempat ……………………………………………… 12
3.2 Alat dan Bahan …………………………………………………. 12
3.3 Cara Kerja ……………………………………………………… 12
3.4 Penanaman eksplan ……………………………………………… 13

BAB IV Hasil dan Pembahasan ……………………………………… 14


BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 19
3.2 Saran …………………………………………………………..… 19

Daftar Pustaka ……………………………………………………….…. 20


Lampiran ………………………………………………………………… 22
ABSTRAK

Kerja praktek berjudul “Perbanyakan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Klon IRR 44 Secara In vitro di Balai Penelitian Sembawa” ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan kemandirian mahasiswa melalui pengalaman kerja dan mendapatkan bibit
karet dan bahan tanam yang unggul melalui perbanyakan secara in vitro. Kerja praktek
dilakukan pada tanggal 1-31 Juli 2013 bertempat di Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian
Sembawa, Banyuasin. Diperoleh hasil yaitu persentase pertumbuhan kalus sebesar 23,2%,
persentase eksplan browning 8,8%, dan persentase kalus kontaminan 68%. Kesimpulan
yang didapat yaitu persentase kalus yang tumbuh sebesar 23,2%, sehingga perbanyakan
tanaman karet secara in vitro masih belum menyelesaikan permasalahan penyediaan bahan
tanam dan bibit unggul dalam jumlah banyak dan waktu yang efisien.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerja praktek merupakan salah satu media interaksi yang dilakukan antar bidang

pendidikan dengan instansi terkait. Kerja praktek berupa partisipasi aktif mahasiswa

dalam mengamati, meneliti dan menganalisia serta melakukan keterampilan tertentu

dalam ruang lingkup pengawasan dan penelitian di dunia kerja. Tujuan kegiatan ini

adalah agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari

bangku perkuliahan, serta mengetahui pengoperasian alat-alat laboratorium sehingga

dapat menjadi bekal untuk menciptakan lulusan yang handal, berkompetensi sehingga

dapat bersaing dalam dunia kerja.

Balai penelitian sembawa merupakan lembaga penelitian yang bertugas untuk

menghasilkan teknologi karet meliputi prapanen, pasca panen, dan sosial ekonomi,

melaksanakan pelayanan dan jasa hasil penelitian serta melaksanakan kegiatan alih

teknologi. Balai Penelitian Sembawa terletak di desa Lalang Sembawa, Kecamatan

Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

Balai Penelitian Sembawa memiliki empat Laboratorium yaitu Laboratorium

Proteksi, Laboratorium Fisiologi Tanaman, Laboratorium Tanah dan Pemupukan, dan

Laboratorium Teknologi. Kerja praktek ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi

Tanaman, karena laboratorium Kultur Jaringan masih baru dan fasilitasnya belum

lengkap.
Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin khususnya Brazil,

sehingga diberi nama ilmiah Hevea brasiliensis. Sebelum dipopulerkan sebagai

tanaman budi daya yang dikebunkan secara besar-besaran, penduduk asli Amerika

Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman

penghasil getah (Setiawan dan Andoko, 2005).

Karet termasuk kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia, hal ini terkait

dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari

karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, dock fender, sepatu, dan sandal karet.

Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan

meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik lebih mudah dipenuhi

karena sumber bahan baku mudah tersedia walaupun harganya mahal, sedangkan karet

alam merupakan komoditas perkebunan yang digunakan sebagai bahan baku industri

(Anwar, 2006).

Produktivitas karet alam yang rendah merupakan permasalahan karet di negara kita.

Salah satu sebabnya adalah kurangnya informasi tentang klon unggul di kalangan petani

karet sehingga karet yang ditanam umumnya berasal dari bibit lokal yang belum teruji

produktivitasnya (Hamidah, 2009). Perkebunan rakyat umumnya belum menggunakan

bibit karet dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih sederhana, serta banyak

tanaman karet yang sudah tua dan rusak.

Selama ini masyarakat memperbanyak bibit karet dengan cara generatif, yaitu

menanam biji. Tanaman baru dari biji meskipun telah diketahui jenisnya kadang-

kadang sifatnya menyimpang dari pohon induknya, dan banyak tanaman yang tidak

menghasilkan biji atau jumlah bijinya sedikit (Suwandi, 2008). Untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada perbanyakan generatif, maka orang mulai

memindahkan perhatiannya keperbanyakan vegetatif.

Perbanyakan secara vegetatif yang dikenal adalah teknik grafting, yaitu teknik

menyambungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman berbeda sedemikian rupa

sehingga tercapai persenyawaan, kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman

baru. Namun menurut (Suwandi, 2008) teknik ini memiliki kekurangan yaitu memberi

kemungkinan jika pohon sudah besar, gampang patah jika ditiup angin kencang dan

tingkat keberhasilannya rendah jika tidak cocok antara scion (batang atas) dan rootstock

(batang bawah).

Cara lain menghindari kelemahan perbanyakan secara generatif dan vegetatif untuk

menghasilkan bibit unggul adalah dengan melakukan perbanyakan secara in vitro,

dimana teknik ini menurut (Purnawati, 2012) memiliki keunggulan dapat dapat

menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, seragam, dan sama dengan induknya secara

kontinyu dalam waktu dan tempat yang lebih efisien.

1.2 Rumusan Masalah

Optimalisasi produksi karet alam harus ditingkatkan seiring dengan meningkatnya

kebutuhan lateks. Permasalahan utama yang harus segera ditangani adalah penyediaan

bibit dan bahan tanam unggul secara cepat dalam jumlah besar. Hal ini dapat diatasi

dengan melakukan perbanyakan tanaman secara in vitro melalui teknik kultur jaringan.
1.3 Tujuan

Kerja praktek bertujuan untuk :

1. Menambah pengetahuan dan kemandirian mahasiswa melalui pengalaman kerja

praktek pada instansi yang berhubungan dengan bidang biologi.

2. Mendapatkan bibit karet dan bahan tanam yang unggul melalui perbanyakan secara

in vitro menggunakan eksplan anter bunga karet.

1.4 Manfaat

Kerja praktek ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa mengenai cara perbanyakan tanaman karet dengan teknik kultur jaringan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman

seperti protoplasma, sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkannya secara aseptik,

sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi

tanaman utuh kembali. Konsep awal dari kultur jaringan adalah diketahuinya kemampuan

totipotensi dari sel tumbuhan. Totipotensi sel (Total Genetic Potential), berarti setiap sel

memiliki potensi genetik seperti zigot untuk memperbanyak diri dan berdiferensiasi

menjadi tanaman lengkap (Sriyanti, 2002).

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak

tanaman, khususnya tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang

dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan antara lain mempunyai

sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar

sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit

dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin,

kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional

(Yuwono, 2006).

Salah satu teknik dalam kultur jaringan adalah kultur anter. Kultur anter merupakan

salah satu teknik kultur jaringan yang keberhasilannya dipengaruhi oleh jenis dan

konsentrasi auksin maupun sitokinin (Winarto et.al., 2010). kultur anter merupakan salah

satu teknik kultur jaringan yang sangat menjanjikan untuk pemuliaan tanaman serealia dan

beberapa jenis tanaman lain. Teknik ini memberi peluang mendapatkan tanaman homozigot
murni atau haploid ganda yang dapat digunakan sebagai tetua persilangan atau tanaman

donor untuk tujuan produksi benih dalam waktu yang singkat (Winarto & Rachmawati,

2007).

Pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan salah satunya adalah kontaminasi yang

dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan,

organisme kecil yang masuk ke dalam media, lingkungan kerja dan ruang kultur yang

kurang aseptik, kecerobohan dalam pelaksanaan serta botol kultur atau alat-alat tanam yang

kurang steril. Proses sterilisasi yang perlu diperhatikan meliputi sterilisasi lingkungan

kerja, sterilisasi bahan tanam dan sterilisasi alat-alat dan media.

A. Sterilisasi Alat

1. Sterilisasi kering

Sterilisasi kering digunakan untuk alat-alat yang terbuat dari logam atau bahan

lain yang tidak rusak dalam pemanasan dan temperatur tinggi. Metode ini juga

dapat digunakan untuk sterilisasi gelas dan juga botol-botol. Metode dilakukan

dengan menggunakan oven pengering. Temperatur yang digunakan pada sterilisasi

ini kira-kira 160º C selama 3-4 jam. Cara lain yaitu dengan membakar alat yang

terbuat dari logam pada api bunsen hingga berwarna merah, kemudian dicelupkan

ke dalam alkohol dan dibakar kembali sebanyak 3 kali, metode ini biasanya

dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet pada waktu penanaman eksplan.

2. Sterilisasi dengan pemanasan basah

Metode sterilisasi dengan pemanasan basah dapat dilakukan dengan alat

autoklaf. Standar teknis untuk sterilisasi ini adalah tekanan uap 17,5 psi dengan

temperatur 121ºC selama 15-20 menit. Penggunaan autoklaf lebih dari 20 menit
dapat merusak bahan-bahan kimia yang ada di dalam media. Media dan aquades

yang akan digunakan dalam kultur jaringan juga disterilisasikan dalam autoklaf.

Untuk aquades sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya tabung

erlenmeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif.

3. Sterilisasi dengan ultrafiltrasi

Terdapat beberapa komponen media yang menjadi tidak stabil bila terkena

panas yang terlalu tinggi sehingga harus disterilisasi dengan ultrafiltrasi pada suhu

ruangan. Beberapa jenis ultrafiltrasi yaitu nukleopore filter dari polyetilen sekali

pakai dan autoclavable milipore filter). Porositas dari setiap filter berbeda-beda

dari 0,45 mikron sampai 0,22 mikron.

4. Sterilisasi dengan bahan kimia

Bahan kimia yang umumnya digunakan untuk sterilisasi sederhana adalah

alkohol 70% atau 95%. Larutan ini dapat berfungsi sebagai bahan sterilisasi yang

baik. Sterilisasi ruang kerja laboratorium juga dapat dilakukan dengan melap

permukaan tersebut dengan alkohol 95%. Selain alkohol dapat digunakan

formaldehid dan Na-hipoklorit 2% yang biasa terdapat dalam bahan pembersih

lantai merk komersial seperti Bayclin dan Sunclyn.

5. Sterilisasi dengan menggunakan lampu UV (Ultraviolet)

Sterilisasi dengan menggunakan lampu UV biasanya dilakukan untuk

mensterilkan ruangan kultur jaringan dan laminar air flow. Sebelum melakukan

kegiatan kultur, lampu UV dinyalakan selama 15 menit untuk mematikan

kontaminan dipermukaan tempat kerja. Laminar air flow harus dijaga sebersih
mungkin. Setelah bekerja, permukaan tempat kerja dibersihkan dengan alkohol

70% atau dengan lampu ultra violet selama 25-30 menit.

B. Sterilisasi Permukaan Eksplan

Kontaminasi pada kultur jaringan, dapat dicegah dengan menggunakan dua

metode yaitu metode fisik dan kimiawi. Metode fisik ditujukan untuk mengatasi

kontaminasi mikroba dengan mengurangi populasi mikroba yang menempel pada

eksplan atau yang berada di dalam eksplan (endogenous). Metode sterilisasi permukaan

eksplan secara fisik antara lain:

1. Mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3-4 minggu sebelum

kultur jaringan dimulai. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi pestisida

atau fungisida bila perlu.

2. Pada saat memulai kultur jaringan, tanaman dicuci sampai bersih dan bagian yang

tidak akan dikulturkan segera dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan

merata untuk membuang semua partikel tanah dan jaringan yang mati, termasuk

membuang sebagian besar daun mengingat kebanyakan daun tidak digunakan dalam

kultur. Bahan tanaman kemudian dicuci di bawah air mengalir selama 20 menit sampai

beberapa jam, tergantung sumber bahan tanaman.

(Sjahril, 2011).

Anter yang telah ditanam akan membentuk kalus. Menurut pendapat

George & Sherington (1994), kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari

sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan kalus

pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan
kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen.

Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan

infeksi mikroorganisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga

dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat tekanan lingkungan.

Pemilihan tanaman sebagai sumber eksplan sangat tergantung pada tujuan

penelitian. Pada dasarnya hampir seluruh bagian tanaman dapat diinduksi menjadi kalus.

Untuk tanaman Gymnospermae eksplan bisa diambil dari bagian kuncup, bibit,

atau irisan floem. Eksplan tanaman rumput-rumputan dapat diambil dari embrio, mesokotil,

dan irisan akar atau dasar batang. Sedangkan untuk tanaman dikotil, sumber eksplan adalah

akar, hipokotil, batang, umbi, dan daun. Laju pembelahan kalus dari jaringan eksplan yang

ditempatkan pada medium sangat beragam. Sumber eksplan juga menentukan laju

pertumbuhan kalus. Kalus yang baik biasanya terbentuk dalam waktu satu bulan. Tekstur

kalus yang terbentuk bisa beragam, ada yang lembut dan mudah hancur disebut kalus

remah dan ada yang keras dan liat disebut kalus kompak (Wetter & Constabel, 1991).

Media yang digunakan untuk perbanyakan tanaman secara in vitro adalah media MS

(Murashige dan Skoog, 1962). Menurut Yuliarti (2010), media ini mengandung garam dan

nitrat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan media lain,dan telah berhasil

digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, Zat Pengatur tumbuh (ZPT)

2,4-D ditambahkan ke dalam media dengan konsentrasi 1-5 mg/L. Untuk multiplikasi

tunas, ZPT yang ditambahkan adalah sitokinin seperti BAP dan auksin seperti NAA pada

konsentrasi rendah. Untuk inisiasi akar, ditambahkan IBA pada konsentrasi 1-2 mg/L.
C. Jenis Medium dan Komponen Penyusun Utamanya

Medium yang digunakan mengandung lima komponen utama yaitu: senyawa

anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organik.

1. Senyawa anorganik

Unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar disebut sebagai

unsur-unsur makro. Unsur-unsur makro terdiri dari nitrogen, fosfor, kalium, kalsium,

magnesium, dan belerang harus terpenuhi di dalam medium tumbuh. Pada kultur in vitro,

nitrogen diberikan dalam jumlah terbesar dalam bentuk KNO3 atau NH4NO3. Magnesium

dan belerang dapat dipenuhi melaui pemberian MgSO4.7H2O. Fosfor dapat diberikan dalam

bentuk NaH2PO4.H2O atau KH2PO4. Kalium diberikan pada medium dalam bentuk KCl,

KNO3, atau KH2PO4. Selain unsur makro, sel-sel tanaman pun membutuhkan unsur-unsur

mikro tertentu. Unsur-unsur mikro yang dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi

meliputi besi, mangan, seng, boron, tembaga, molibdat, dan klor.

2. Sumber karbon

Sukrosa ataupun D-glukosa biasanya diberikan pada konsentrasi 20.000-30.000 mg/L,

namun konsentrasi yang lebih tinggi kadang diberikan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Mioinositol ditambahkan pada medium kultur pada konsentrasi 100 mg/L. Pilihan dan

takaran gula tergantung pada macam jaringan tanaman yang dikulturkan dan tujuan dari

pengkulturan tersebut.

3. Vitamin

Vitamin memiliki fungsi katalitik pada sistem enzim dan dibutuhkan dalam jumlah

kecil. Satu-satunya vitamin yang dianggap esensial pada kultur in vitro adalah tiamin

(Vitamin B1). Tiamin diberikan pada medium kultur dalam bentuk tiamin-HCl dengan
takaran berkisar 0,1-30,0 mg/L. Beberapa vitamin lain yang digunakan pada kultur in vitro

meliputi asam p-aminobenzoat (PABA; vitamin Bx), asam askorbat vitamin C, biotin

(vitamin H), kolin klorida, sianokobalalamin (vitamin B12).

4. Zat Pengatur tumbuh

Kombinasi ZPT yang digunakan untuk perbanyakan meliputi 2,4 dichlorophenoxy

acetic acid (2,4 D) atau 1-naphtalene acetic acid (NAA) dan sitokinin (kinetin, benzyl

adenosine, 2-isopentyll adenosine, zeatin, thidiazuron. Untuk regenerasi diperlukan

auksin, dalam konsentrasi rendah dan sitokinin dalam konsentrasi tinggi. Auksin yang

digunakan untuk regenerasi bukan dalam bentuk 2,4-D karena senyawa 2,4 D diketahui

menginduksi perbanyakan sel tetapi menekan diferensiasi pada tanaman dikotil, tetapi 2,4

D dan 2,4,5-T (2,4,5 trichlorophenoxyacetic acid) diketahui bersifat efektif untuk

menginduksi embriogenesis somatik pada tanaman serealia (monokotil)

(Sjahril, 2011).

5. Suplemen organik kompleks

Media yang digunakan dalam kultur in vitro mengandung bahan-bahan penyusun yang

telah teruji kemurniannya. Namun penggunaan ekstrak-ekstrak alami seperti jus buah,

tepung pisang, dan air kelapa kadang kala dibutuhkan karena mengandung nutrisi komplek

yang penting untuk regenerasi tanaman pada kultur in vitro. Jus buah merupakan suplemen

organik yang penting. Menurut Pareara (1997), air kelapa juga digunakan dalam kultur

jaringan tanaman karena mengandung zat tumbuh dari golongan sitokinin yakni zetein

dalam jumlah sangat kecil tapi sangat berpengaruh terhadap jumlah tunas atau perbanyakan

tunas.
BAB III
METODE KERJA PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 1 Juli-31 Juli 2013 bertempat di

Laboratorium Fisiologi Tanaman, Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian Sembawa,

Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah autoklaf, hot plate dan stirer, laminar air flow

cabinet, neraca analitik, dan pH meter. Sedangkan bahan yang dibutuhkan meliputi

larutan untuk sterilisasi ekplan, media MS 1, dan eksplan anter bunga karet.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pembuatan Media MS 1

Semua bahan untuk membuat media, terkecuali gellan gum powder

dihomogenkan, lalu diukur pH hingga 5,7. Dilarutkan gellan gum powder

dengan magnetic stirer, kemudian disterilisasi dengan autoklaf. Media

kemudian dituang ke dalam cawan petri kecil.

3.3.2 Sterilisasi Permukaan Eksplan

Eksplan dialiri dengan air mengalir/kran selama 20 menit, kemudian

ditiriskan. Direndam dengan etanol 70% sebanyak 100 ml yang ditambah

larutan tween-20 sebanyak 2 tetes selama 1 menit, dibilas dengan akuades steril

sebanyak tiga kali. Direndam fungisida 0,1% selama 20 menit, dibilas dengan

akuades steril sebanyak lima kali. Diberi HgCl 1% yang ditambah larutan

tween 20 sebanyak 2 tetes selama 8 menit. Dibilas dengan akuades steril


sebanyak 10 kali, dicelupkan dalam asam askorbat 0,1%, ditiriskan dan

ditanam.

3.3.3 Penanaman eksplan

Bunga karet dibuang bagian mahkota atau corolla nya secara hati-hati

jangan sampai anter hancur. Anter ditanam pada media MS 1 (1 cawan petri

besar berisi 10 eksplan, 1 cawan petri kecil berisi 5 eksplan). Setiap cawan petri

diberi tanda berupa tanggal penanaman eksplan. Diinkubasi dalam ruangan

dengan suhu 27ºC, kelembaban 70%, dan intensitas cahaya 1000 lux.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kerja praktek yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Jumlah cawan yang didapat : cawan besar = 2


cawan kecil = 21 +
jumlah 23 cawan

1 cawan besar @10 eksplan : 20 eksplan


1 cawan kecil @5 eksplan : 105 eksplan +
jumlah 125 eksplan

4.1 Tabel Pengamatan Kultur Anter

Tanggal Waktu ∑ anter ∑ anter ∑ anter Morfologi


Inisiasi membentuk kontaminan browning kalus
Kalus
kalus
(Hari ke-)
30/7/2013 1 - - - -
31/7/2013 2 - 10 - -
1/8/2013 3 - 10 - -
2/8/2013 4 - 10 - -
5/8/2013 7 - 5 - -
6/8/2013 8 - 15 7 -
7/8/2013 9 - 5 - -
12/8/2013 14 - - 3 -
13/8/2013 15 - 13 - -
14/8/2013 16 - 7 1 -
15/8/2013 17 - - - -
19/8/2013 21 13 - - Kompak
20/8/2013 22 13 7 - Kompak
21/8/2013 23 25 - - Kompak
22/8/2013 24 25 - - Kompak
27/8/2013 29 29 3 - Kompak

4.2 Persentase tumbuh kalus

eksplan yang tumbuh = 29 buah

Persentase tumbuh kalus = eksplan yang tumbuh x 100%


eksplan yang ditumbuhkan

= 29 x 100%
125

= 23,2 %

4.3 Persentase eksplan browning

eksplan yang browning = 11 buah

Persentase browning = eksplan yang browning x 100%


eksplan yang ditumbuhkan

= 11 x 100%
125

= 8,8 %

4.4 Persentase eksplan kontaminan

eksplan kontaminan = 85 buah

Persentase kontaminan = eksplan yang kontaminan x 100%


eksplan yang ditumbuhkan

= 85 x 100%
125

= 68 %
4.2 Pembahasan

Berdasarkan kerja praktek yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil 29 eksplan

yang tumbuh kalus, 85 eksplan kontaminan, dan 11 eksplan browning. Persentase

kalus yang tumbuh sebesar 23,2%. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan kalus

dari eksplan anter bunga karet yang masih rendah. Perlu dilakukan banyak percobaan

lanjut mengenai komposisi media dan kombinasi ZPT. Menurut pendapat

Kurniati et. al (2011), pembentukan kalus dipengaruhi beberapa faktor yaitu genotip

tanaman, jenis eksplan, jenis media dan zat pengatur tumbuh serta umur eksplan.

Stadia perkembangan eksplan kuncup bunga berpengaruh terhadap pembentukan kalus

dan banyaknya kalus yang dihasilkan.

Hasil analisis destruktif struktur kalus yang terjadi pada eksplan anter bunga karet

menunjukkan bahwa kalus yang terbentuk adalah kalus yang berstruktur kompak. Hal

ini menunjukkan bahwa kualitas kalus yang kurang baik. Menurut Lizawati (2012),

kalus yang memiliki kualitas baik ditandai dengan struktur kalus yang remah (friable).

Kalus berstruktur remah biasanya mudah dalam hal pemisahan sel-selnya menjadi sel

tunggal. menyatakan bahwa kalus yang berstruktur kompak diindikasikan sebagai

kalus yang tidak embriogenik. Kalus yang berstruktur kompak diduga akibat perbedaan

kemampuan jaringan tanaman menyerap unsur hara dan zat pengatur tumbuh dalam

media inisiasi.

Indikator perkembangan eksplan pada budidaya in vitro adalah warna kalus,

sehingga dapat diketahui bahwa kalus yang terbentuk sel-sel-nya masih aktif

membelah atau mati. Kalus yang terbentuk berwana kuning kecoklatan, sehingga dapat

dikatakan kalus bersifat non embriogenik. Hal ini sesuai dengan pendapat Peterson &
Smith (1991), bahwa kalus yang embriogenik biasanya ditandai dengan kalus yang

berwarna putih kuning, mengkilat dan, remah (mudah dipisahkan membentuk

fragmen), sedangkan kalus yang non embriogenik berwarna kuning kecoklatan, agak

pucat dan lembek berair sehingga sulit dipisahkan.

Permasalahan yang dihadapi dalam perbanyakan tanaman karet secara in vitro ini,

yaitu kontaminasi dan pencoklatan eksplan (browning). Keberhasilan dalam

perbanyakan melalui kultur jaringan ini salah satunya ditentukan oleh teknik sterilisasi

eksplan yang tepat (Purnawati, 2012). Kontaminasi dan browning ini mengganggu

jalannya kegiatan kultur jaringan serta menurunkan produksi bibit.

Terdapat 11 eksplan yang browning, dimana browning merupakan terjadinya

pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan. Hal ini menurut pendapat

Yusnita (2004) disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang

timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa

fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan

jaringan eksplan.

Masalah pencoklatan atau browning, dapat pula disebabkan oleh semakin

bertambahnya umur jaringan atau kalus dan konsentrasi ZPT (Yusnita, 2004). Menurut

pendapat Lizawati (2012), selama masa perkembangannya, kalus yang semakin lama

berada pada media tanam akan mengalami degradasi fisiologis atau penurunan tingkat

fisiologi tanaman akibat kekurangan unsur hara atau hormon tumbuhnya. konsentrasi

hormon tumbuh 2,4-D yang tinggi dan tidak adanya penambahan sitokinin dalam

media juga mampu memacu terjadinya senesensi yang dapat menghambat proses

pertumbuhan kalus.
Masalah lain dalam perbanyakan tanaman karet secara in vitro adalah kontaminasi

yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Pada hasil didapatkan 85 eksplan yang

terkontaminasi, yang menurut pendapat Sjahril (2011), kontaminasi berasal dari

eksplan, lingkungan kerja, dan kecerobohan dalam pelaksanaan serta alat-alat tanam

yang kurang steril. Keanekaragaman sumber kontaminasi menyebabkan prosedur

aseptik yang harus diperhatikan meliputi sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi bahan

tanam dan sterilisasi alat-alat dan media.

Media yang digunakan mengandung 3% sukrosa yaitu sebanyak 1,5 gr. Kadar

sukrosa yang cukup banyak akan mempengaruhi kemampuan jaringan dalam

penyerapan unsur hara dari media ke dalam kalus. Hal ini sesuai dengan pendapat

Zakaria (2010), bahwa pada media yang mengandung sukrosa tinggi akan lebih pekat.

Media yang pekat berarti banyak terdapat molekul-molekul, sehingga arah gerakan

difusi menuju tempat berkonsentrasi rendah. Keadaan tersebut menyebabkan jaringan

yang ditumbuhkan dapat lebih cepat menerima unsur hara. Namun pada kenyataannya,

kalus belum mampu tumbuh sampai tahapan organogenesis. Sehingga komposisi

media dengan kadar sukrosa cukup tinggi masih belum mampu dijadikan bahan tanam

yang unggul.
BAB V
KESIMPULAN

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dalam kerja praktek yang telah

dilaksanakan mengenai perbanyakan tanaman karet secara in vitro diperoleh beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Persentase kalus yang tumbuh, yang mengalami browning, dan terkontaminasi

pada media dengan kadar sukrosa 3% adalah sebesar 23,2%, 8,8%, dan 68%.

2. Kalus yang dihasilkan adalah kalus yang bersifat non embriogenik.

3. Perbanyakan tanaman karet secara in vitro masih belum menyelesaikan

permasalahan penyediaan bahan tanam dan bibit unggul dalam jumlah banyak dan

waktu yang efisien.

b. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi media yang cocok

untuk pertumbuhan kalus dari eksplan tanaman karet yang dilakukan secara in vitro.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. 2006. Jurnal Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan. Oleh PT.
FABA Indonesia Konsultan.

George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by Tissue Culture, Handbook
and Directory of Commercial Laboratories. Reading, UK.: Eastern Press.

Hamidah. 2009. Pengaruh Pengendalian Gulma dan Pemberian Pupuk NPK Phonska
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea braziliensis Muell.Arg) Klon PB 206.
Jurnal Hort. 153-158.

Kurniati, R., Agus, P., Wattimena, Marwoto, B., dan Supenti. 2011. Induksi Kalus Tiga
Kultivar Lili (Lilium sp.) dari Petal Bunga pada Beberapa Media. Prosiding Seminar
Nasional PERHORTI. 1244-1250.

Lizawati. 2012. Induksi Kalus Embriogenetik dari Eksplan Tunas Apikal Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Penggunaan 2,4-D dan TDZ. Jurnal Agro. 1: 75-87.

Pareara, Dj., F., 1997. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Air Kelapa Terhadap Pertumbuahan
Dan Perbanyakan Tanaman Anggrek Dendrobium Spp Melalui Teknik Kultur Jaringan.
Jurnal IPTEK. 2: 57-64.

Peterson, G., and R. Smith. l991. Effect of abscicic acid and callus size on regeneration of
American and international rice varieties. Plant Cell Rep. 10: 35-38.

Purnawati. 2012. Sterilisasi Tunas Jabon (Anthocepalus cadamba (Roxb.) Miq.) untuk
Mendapatkan Eksplan Steril Secara in vitro. Skripsi Sarjana, Fakultas Pertanian IPB
Bogor.

Setiawan, H.D., dan A. Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Penerbit
Agromedia Pustaka.

Sjahril, R. 2011. Buku Ajar Pembiakan In Vitro. Makassar: Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin.

Sriyanti, Daisy P. dan A. Wijayani. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta: Kanisius.

Wetter, L.R., dan F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman, edisi kedua.
Bandung: Penerbit ITB.
Winarto, B., Mattjik, A. Purwito, dan B. Marwoto. 2010. Aplikasi 2,4-D dan TDZ dalam
Pembentukkan dan Regenerasi Kalus pada Kultur Anther Anthurium. Jurnal Hort.
20(1): 1-9.
Winarto, B. dan F. Rachmawati. 2007. Teknik Kultur Anther pada Tanaman Anthurium.
Jurnal Hort. 17(2): 127-37.

Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily
Publisher.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan. Cara memperbanyak tanaman secara efisien. Jakarta:
Agro Media Pustaka.

Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Zakaria, D. 2010, Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan BAP (Benzil Amino Purine) dalam
Media Murashige dan Skoog (MS) Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Reserpin
Kalus Pule Pandak (Rauvolfia verticillata Lour). Skripsi Sarjana, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
LAMPIRAN

a. Komposisi medium MS 1 (Murashige dan Skoog)

Komponen Komposisi (mg/l)


MS Major
NH4NO3 1.650
KNO3 1.900
CaCl2. 2H2O 332,2
MgSO4. 7H2O 370
KH2PO4 170
MS Minor
KI 0,83
H3BO3 6, 2
MnSO4.H2O 16,9
ZnSO4. 7H2O 8,6
Na2MoO4. 2H2O 0,25
CuSO4. 5H2O 0,025
CoCl2. 6H2O 0,025
Na2EDTA 37,3
FeSO4. 7H2O 27,8
Stok Besi (Iron)
Na2EDTA 1,492
Fe2SO47H2O.7H2O 1.112
Vitamin dan asam amino
Thiamin HCL 0,1
Asam nikotinic 0,5
Pyridoxin HCL 0,5
Glycine 2,0
Myo-inositol 100

b. Komposisi larutan sterilisasi

Jenis larutan Konsentrasi (%)


akuades steril -
asam askorbat 0,1
Etanol 70
fungisida bayleton 0,1
HgCl 0,1
larutan Tween 20 -
c. Alat dan Bahan

Gambar 1. Laminar air flow cabinet

Gambar 2. Autoklaf

Gambar 4. Oven

Gambar 3. Timbangan analitik


Gambar 5. Erlenmeyer Gambar 6. Gelas beker

Gambar 7. Parafilm Gambar 8. Pipet tetes


Gambar 9. Sudip, scalpel, dan pinset

Gambar 10. Larutan stok untuk pembuatan media MS 1


d. Struktur Balai Penelitian Sembawa
DAFTAR HADIR KERJA PRAKTEK
LABORATORIUM FISIOLOGI TANAMAN
BALAI PENELITIAN SEMBAWA

Nama : Annisa Fatharani Zahrah


NIM : 08101004055
Hari Waktu (WIB) Tanda
Hari/tanggal Kegiatan
Ke- masuk pulang tangan
Perkenalan alat
1 Senin/1 Juli 2013 07.30 16.15
laboratorium
Sterilisasi permukaan &
2 Selasa/2 Juli 2013 07.30 16.15
penanaman anther
3 Rabu/3 Juli 2013 07.30 16.15 Penanaman anther
4 Kamis/4 Juli 2013 07.30 16.15 Pengamatan anther
5 Jumat/5 Juli 2013 07.30 16.15 Pengamatan anther
Konsultasi dengan
6 Senin/8 Juli 2013 07.30 16.15
pembimbing
7 Selasa/9 Juli 2013 07.30 16.15 Menghitung kadar sukrosa
Konsultasi dengan
8 Rabu/10 Juli 2013 07.30 15.30
pembimbing
Konsultasi dengan
9 Kamis/11 Juli 2013 07.30 15.30
pembimbing
10 Jumat/12 Juli 2013 07.30 15.30 Penanaman anther
Pemindahan anther
11 Senin/15 Juli 2013 07.30 15.30
kontaminan ke media baru
12 Selasa/16 Juli 2013 07.30 15.30 Mengukur kadar thiol
13 Rabu/17 Juli 2013 07.30 15.30 Mengukur kadar sukrosa
14 Kamis/18 Juli 2013 07.30 15.30 Sterilisasi alat
15 Jumat/19 Juli 2013 07.30 15.30 Sterilisasi bahan
Konsultasi dengan
16 Senin/22 Juli 2013 07.30 15.30
pembimbing
Pembuatan media & larutan
17 Selasa/23 Juli 2013 07.30 15.30
sterilisasi
Membuat pola daun untuk
18 Rabu/24 Juli 2013 07.30 15.30
menghitung berat kering
19 Kamis/25 Juli 2013 07.30 15.30 Pembuatan media MS 1
Membuat pola daun untuk
20 Jumat/26 Juli 2013 07.30 15.30
menghitung berat kering
Sterilisasi permukaan &
21 Senin/29 Juli 2013 07.30 15.30
penanaman anther
22 Selasa/30 Juli 2013 07.30 15.30 Pengamatan anther
23 Rabu/31 Juli 2013 07.30 15.30 Pengamatan anther

Anda mungkin juga menyukai