Laporan Kerja Praktek Perbanyakan Tanama
Laporan Kerja Praktek Perbanyakan Tanama
OLEH
ANNISA FATHARANI ZAHRAH
08101004055
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
“Perbanyakan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon IRR 44 Secara
In vitro di Balai Penelitian Sembawa”
Oleh :
ANNISA FATHARANI ZAHRAH
08101004055
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir
Kerja Praktek
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridho dan
karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek yang berjudul”
Perbanyakan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon IRR 44 Secara In vitro
di Balai Penelitian Sembawa”. Laporan kerja praktek ini membahas tentang kegiatan
selama kerja praktek di Balai Penelitian Sembawa, dan membahas mengenai pengaruh
kadar sukrosa pada media tumbuh in vitro dalam perbanyakan bibit karet.
Dalam kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dra. Nina Tanzerina M.Si selaku dosen pembimbing , Ibu Ari Fina Bintarti, M.Si selaku
pembimbing instansi, dan semua pihak yang banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan kerja praktek ini. Penulis berharap agar laporan kerja praktek ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai perbanyakan bibit karet secara in
vitro di Balai Penelitian Sembawa. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam cara menyampaikan laporan kerja praktek ini, walau dalam penulisan dan
penyusunan telah penulis usahakan sebaik mungkin. Oleh karena itu, penulis mohon maaf
atas kekurangan tersebut dan penulis akan menerima saran serta kritik yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kerja praktek ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kerja praktek berjudul “Perbanyakan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Klon IRR 44 Secara In vitro di Balai Penelitian Sembawa” ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan kemandirian mahasiswa melalui pengalaman kerja dan mendapatkan bibit
karet dan bahan tanam yang unggul melalui perbanyakan secara in vitro. Kerja praktek
dilakukan pada tanggal 1-31 Juli 2013 bertempat di Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian
Sembawa, Banyuasin. Diperoleh hasil yaitu persentase pertumbuhan kalus sebesar 23,2%,
persentase eksplan browning 8,8%, dan persentase kalus kontaminan 68%. Kesimpulan
yang didapat yaitu persentase kalus yang tumbuh sebesar 23,2%, sehingga perbanyakan
tanaman karet secara in vitro masih belum menyelesaikan permasalahan penyediaan bahan
tanam dan bibit unggul dalam jumlah banyak dan waktu yang efisien.
BAB I
PENDAHULUAN
Kerja praktek merupakan salah satu media interaksi yang dilakukan antar bidang
pendidikan dengan instansi terkait. Kerja praktek berupa partisipasi aktif mahasiswa
dalam ruang lingkup pengawasan dan penelitian di dunia kerja. Tujuan kegiatan ini
adalah agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
dapat menjadi bekal untuk menciptakan lulusan yang handal, berkompetensi sehingga
menghasilkan teknologi karet meliputi prapanen, pasca panen, dan sosial ekonomi,
melaksanakan pelayanan dan jasa hasil penelitian serta melaksanakan kegiatan alih
Tanaman, karena laboratorium Kultur Jaringan masih baru dan fasilitasnya belum
lengkap.
Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin khususnya Brazil,
tanaman budi daya yang dikebunkan secara besar-besaran, penduduk asli Amerika
Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman
Karet termasuk kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia, hal ini terkait
dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari
karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, dock fender, sepatu, dan sandal karet.
Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik lebih mudah dipenuhi
karena sumber bahan baku mudah tersedia walaupun harganya mahal, sedangkan karet
alam merupakan komoditas perkebunan yang digunakan sebagai bahan baku industri
(Anwar, 2006).
Produktivitas karet alam yang rendah merupakan permasalahan karet di negara kita.
Salah satu sebabnya adalah kurangnya informasi tentang klon unggul di kalangan petani
karet sehingga karet yang ditanam umumnya berasal dari bibit lokal yang belum teruji
bibit karet dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih sederhana, serta banyak
Selama ini masyarakat memperbanyak bibit karet dengan cara generatif, yaitu
menanam biji. Tanaman baru dari biji meskipun telah diketahui jenisnya kadang-
kadang sifatnya menyimpang dari pohon induknya, dan banyak tanaman yang tidak
menghasilkan biji atau jumlah bijinya sedikit (Suwandi, 2008). Untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada perbanyakan generatif, maka orang mulai
Perbanyakan secara vegetatif yang dikenal adalah teknik grafting, yaitu teknik
menyambungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman berbeda sedemikian rupa
sehingga tercapai persenyawaan, kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman
baru. Namun menurut (Suwandi, 2008) teknik ini memiliki kekurangan yaitu memberi
kemungkinan jika pohon sudah besar, gampang patah jika ditiup angin kencang dan
tingkat keberhasilannya rendah jika tidak cocok antara scion (batang atas) dan rootstock
(batang bawah).
Cara lain menghindari kelemahan perbanyakan secara generatif dan vegetatif untuk
dimana teknik ini menurut (Purnawati, 2012) memiliki keunggulan dapat dapat
menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, seragam, dan sama dengan induknya secara
kebutuhan lateks. Permasalahan utama yang harus segera ditangani adalah penyediaan
bibit dan bahan tanam unggul secara cepat dalam jumlah besar. Hal ini dapat diatasi
dengan melakukan perbanyakan tanaman secara in vitro melalui teknik kultur jaringan.
1.3 Tujuan
2. Mendapatkan bibit karet dan bahan tanam yang unggul melalui perbanyakan secara
1.4 Manfaat
mahasiswa mengenai cara perbanyakan tanaman karet dengan teknik kultur jaringan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkannya secara aseptik,
sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman utuh kembali. Konsep awal dari kultur jaringan adalah diketahuinya kemampuan
totipotensi dari sel tumbuhan. Totipotensi sel (Total Genetic Potential), berarti setiap sel
memiliki potensi genetik seperti zigot untuk memperbanyak diri dan berdiferensiasi
tanaman, khususnya tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan antara lain mempunyai
sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar
sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit
dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin,
(Yuwono, 2006).
Salah satu teknik dalam kultur jaringan adalah kultur anter. Kultur anter merupakan
salah satu teknik kultur jaringan yang keberhasilannya dipengaruhi oleh jenis dan
konsentrasi auksin maupun sitokinin (Winarto et.al., 2010). kultur anter merupakan salah
satu teknik kultur jaringan yang sangat menjanjikan untuk pemuliaan tanaman serealia dan
beberapa jenis tanaman lain. Teknik ini memberi peluang mendapatkan tanaman homozigot
murni atau haploid ganda yang dapat digunakan sebagai tetua persilangan atau tanaman
donor untuk tujuan produksi benih dalam waktu yang singkat (Winarto & Rachmawati,
2007).
Pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan salah satunya adalah kontaminasi yang
dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan,
organisme kecil yang masuk ke dalam media, lingkungan kerja dan ruang kultur yang
kurang aseptik, kecerobohan dalam pelaksanaan serta botol kultur atau alat-alat tanam yang
kurang steril. Proses sterilisasi yang perlu diperhatikan meliputi sterilisasi lingkungan
A. Sterilisasi Alat
1. Sterilisasi kering
Sterilisasi kering digunakan untuk alat-alat yang terbuat dari logam atau bahan
lain yang tidak rusak dalam pemanasan dan temperatur tinggi. Metode ini juga
dapat digunakan untuk sterilisasi gelas dan juga botol-botol. Metode dilakukan
ini kira-kira 160º C selama 3-4 jam. Cara lain yaitu dengan membakar alat yang
terbuat dari logam pada api bunsen hingga berwarna merah, kemudian dicelupkan
ke dalam alkohol dan dibakar kembali sebanyak 3 kali, metode ini biasanya
dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet pada waktu penanaman eksplan.
autoklaf. Standar teknis untuk sterilisasi ini adalah tekanan uap 17,5 psi dengan
temperatur 121ºC selama 15-20 menit. Penggunaan autoklaf lebih dari 20 menit
dapat merusak bahan-bahan kimia yang ada di dalam media. Media dan aquades
yang akan digunakan dalam kultur jaringan juga disterilisasikan dalam autoklaf.
erlenmeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif.
Terdapat beberapa komponen media yang menjadi tidak stabil bila terkena
panas yang terlalu tinggi sehingga harus disterilisasi dengan ultrafiltrasi pada suhu
ruangan. Beberapa jenis ultrafiltrasi yaitu nukleopore filter dari polyetilen sekali
pakai dan autoclavable milipore filter). Porositas dari setiap filter berbeda-beda
alkohol 70% atau 95%. Larutan ini dapat berfungsi sebagai bahan sterilisasi yang
baik. Sterilisasi ruang kerja laboratorium juga dapat dilakukan dengan melap
mensterilkan ruangan kultur jaringan dan laminar air flow. Sebelum melakukan
kontaminan dipermukaan tempat kerja. Laminar air flow harus dijaga sebersih
mungkin. Setelah bekerja, permukaan tempat kerja dibersihkan dengan alkohol
metode yaitu metode fisik dan kimiawi. Metode fisik ditujukan untuk mengatasi
eksplan atau yang berada di dalam eksplan (endogenous). Metode sterilisasi permukaan
1. Mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3-4 minggu sebelum
kultur jaringan dimulai. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi pestisida
2. Pada saat memulai kultur jaringan, tanaman dicuci sampai bersih dan bagian yang
merata untuk membuang semua partikel tanah dan jaringan yang mati, termasuk
membuang sebagian besar daun mengingat kebanyakan daun tidak digunakan dalam
kultur. Bahan tanaman kemudian dicuci di bawah air mengalir selama 20 menit sampai
(Sjahril, 2011).
George & Sherington (1994), kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari
sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan kalus
pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan
kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen.
Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan
dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat tekanan lingkungan.
penelitian. Pada dasarnya hampir seluruh bagian tanaman dapat diinduksi menjadi kalus.
Untuk tanaman Gymnospermae eksplan bisa diambil dari bagian kuncup, bibit,
atau irisan floem. Eksplan tanaman rumput-rumputan dapat diambil dari embrio, mesokotil,
dan irisan akar atau dasar batang. Sedangkan untuk tanaman dikotil, sumber eksplan adalah
akar, hipokotil, batang, umbi, dan daun. Laju pembelahan kalus dari jaringan eksplan yang
ditempatkan pada medium sangat beragam. Sumber eksplan juga menentukan laju
pertumbuhan kalus. Kalus yang baik biasanya terbentuk dalam waktu satu bulan. Tekstur
kalus yang terbentuk bisa beragam, ada yang lembut dan mudah hancur disebut kalus
remah dan ada yang keras dan liat disebut kalus kompak (Wetter & Constabel, 1991).
Media yang digunakan untuk perbanyakan tanaman secara in vitro adalah media MS
(Murashige dan Skoog, 1962). Menurut Yuliarti (2010), media ini mengandung garam dan
nitrat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan media lain,dan telah berhasil
digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, Zat Pengatur tumbuh (ZPT)
2,4-D ditambahkan ke dalam media dengan konsentrasi 1-5 mg/L. Untuk multiplikasi
tunas, ZPT yang ditambahkan adalah sitokinin seperti BAP dan auksin seperti NAA pada
konsentrasi rendah. Untuk inisiasi akar, ditambahkan IBA pada konsentrasi 1-2 mg/L.
C. Jenis Medium dan Komponen Penyusun Utamanya
anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organik.
1. Senyawa anorganik
Unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar disebut sebagai
unsur-unsur makro. Unsur-unsur makro terdiri dari nitrogen, fosfor, kalium, kalsium,
magnesium, dan belerang harus terpenuhi di dalam medium tumbuh. Pada kultur in vitro,
nitrogen diberikan dalam jumlah terbesar dalam bentuk KNO3 atau NH4NO3. Magnesium
dan belerang dapat dipenuhi melaui pemberian MgSO4.7H2O. Fosfor dapat diberikan dalam
bentuk NaH2PO4.H2O atau KH2PO4. Kalium diberikan pada medium dalam bentuk KCl,
KNO3, atau KH2PO4. Selain unsur makro, sel-sel tanaman pun membutuhkan unsur-unsur
mikro tertentu. Unsur-unsur mikro yang dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi
2. Sumber karbon
namun konsentrasi yang lebih tinggi kadang diberikan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Mioinositol ditambahkan pada medium kultur pada konsentrasi 100 mg/L. Pilihan dan
takaran gula tergantung pada macam jaringan tanaman yang dikulturkan dan tujuan dari
pengkulturan tersebut.
3. Vitamin
Vitamin memiliki fungsi katalitik pada sistem enzim dan dibutuhkan dalam jumlah
kecil. Satu-satunya vitamin yang dianggap esensial pada kultur in vitro adalah tiamin
(Vitamin B1). Tiamin diberikan pada medium kultur dalam bentuk tiamin-HCl dengan
takaran berkisar 0,1-30,0 mg/L. Beberapa vitamin lain yang digunakan pada kultur in vitro
meliputi asam p-aminobenzoat (PABA; vitamin Bx), asam askorbat vitamin C, biotin
acetic acid (2,4 D) atau 1-naphtalene acetic acid (NAA) dan sitokinin (kinetin, benzyl
auksin, dalam konsentrasi rendah dan sitokinin dalam konsentrasi tinggi. Auksin yang
digunakan untuk regenerasi bukan dalam bentuk 2,4-D karena senyawa 2,4 D diketahui
menginduksi perbanyakan sel tetapi menekan diferensiasi pada tanaman dikotil, tetapi 2,4
(Sjahril, 2011).
Media yang digunakan dalam kultur in vitro mengandung bahan-bahan penyusun yang
telah teruji kemurniannya. Namun penggunaan ekstrak-ekstrak alami seperti jus buah,
tepung pisang, dan air kelapa kadang kala dibutuhkan karena mengandung nutrisi komplek
yang penting untuk regenerasi tanaman pada kultur in vitro. Jus buah merupakan suplemen
organik yang penting. Menurut Pareara (1997), air kelapa juga digunakan dalam kultur
jaringan tanaman karena mengandung zat tumbuh dari golongan sitokinin yakni zetein
dalam jumlah sangat kecil tapi sangat berpengaruh terhadap jumlah tunas atau perbanyakan
tunas.
BAB III
METODE KERJA PRAKTEK
cabinet, neraca analitik, dan pH meter. Sedangkan bahan yang dibutuhkan meliputi
larutan untuk sterilisasi ekplan, media MS 1, dan eksplan anter bunga karet.
larutan tween-20 sebanyak 2 tetes selama 1 menit, dibilas dengan akuades steril
sebanyak tiga kali. Direndam fungisida 0,1% selama 20 menit, dibilas dengan
akuades steril sebanyak lima kali. Diberi HgCl 1% yang ditambah larutan
ditanam.
Bunga karet dibuang bagian mahkota atau corolla nya secara hati-hati
jangan sampai anter hancur. Anter ditanam pada media MS 1 (1 cawan petri
besar berisi 10 eksplan, 1 cawan petri kecil berisi 5 eksplan). Setiap cawan petri
dengan suhu 27ºC, kelembaban 70%, dan intensitas cahaya 1000 lux.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kerja praktek yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut:
= 29 x 100%
125
= 23,2 %
= 11 x 100%
125
= 8,8 %
= 85 x 100%
125
= 68 %
4.2 Pembahasan
kalus yang tumbuh sebesar 23,2%. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan kalus
dari eksplan anter bunga karet yang masih rendah. Perlu dilakukan banyak percobaan
Kurniati et. al (2011), pembentukan kalus dipengaruhi beberapa faktor yaitu genotip
tanaman, jenis eksplan, jenis media dan zat pengatur tumbuh serta umur eksplan.
Hasil analisis destruktif struktur kalus yang terjadi pada eksplan anter bunga karet
menunjukkan bahwa kalus yang terbentuk adalah kalus yang berstruktur kompak. Hal
ini menunjukkan bahwa kualitas kalus yang kurang baik. Menurut Lizawati (2012),
kalus yang memiliki kualitas baik ditandai dengan struktur kalus yang remah (friable).
Kalus berstruktur remah biasanya mudah dalam hal pemisahan sel-selnya menjadi sel
kalus yang tidak embriogenik. Kalus yang berstruktur kompak diduga akibat perbedaan
kemampuan jaringan tanaman menyerap unsur hara dan zat pengatur tumbuh dalam
media inisiasi.
sehingga dapat diketahui bahwa kalus yang terbentuk sel-sel-nya masih aktif
membelah atau mati. Kalus yang terbentuk berwana kuning kecoklatan, sehingga dapat
dikatakan kalus bersifat non embriogenik. Hal ini sesuai dengan pendapat Peterson &
Smith (1991), bahwa kalus yang embriogenik biasanya ditandai dengan kalus yang
fragmen), sedangkan kalus yang non embriogenik berwarna kuning kecoklatan, agak
Permasalahan yang dihadapi dalam perbanyakan tanaman karet secara in vitro ini,
perbanyakan melalui kultur jaringan ini salah satunya ditentukan oleh teknik sterilisasi
eksplan yang tepat (Purnawati, 2012). Kontaminasi dan browning ini mengganggu
Yusnita (2004) disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang
timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa
fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan
jaringan eksplan.
bertambahnya umur jaringan atau kalus dan konsentrasi ZPT (Yusnita, 2004). Menurut
pendapat Lizawati (2012), selama masa perkembangannya, kalus yang semakin lama
berada pada media tanam akan mengalami degradasi fisiologis atau penurunan tingkat
fisiologi tanaman akibat kekurangan unsur hara atau hormon tumbuhnya. konsentrasi
hormon tumbuh 2,4-D yang tinggi dan tidak adanya penambahan sitokinin dalam
media juga mampu memacu terjadinya senesensi yang dapat menghambat proses
pertumbuhan kalus.
Masalah lain dalam perbanyakan tanaman karet secara in vitro adalah kontaminasi
yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Pada hasil didapatkan 85 eksplan yang
eksplan, lingkungan kerja, dan kecerobohan dalam pelaksanaan serta alat-alat tanam
aseptik yang harus diperhatikan meliputi sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi bahan
Media yang digunakan mengandung 3% sukrosa yaitu sebanyak 1,5 gr. Kadar
penyerapan unsur hara dari media ke dalam kalus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Zakaria (2010), bahwa pada media yang mengandung sukrosa tinggi akan lebih pekat.
Media yang pekat berarti banyak terdapat molekul-molekul, sehingga arah gerakan
yang ditumbuhkan dapat lebih cepat menerima unsur hara. Namun pada kenyataannya,
media dengan kadar sukrosa cukup tinggi masih belum mampu dijadikan bahan tanam
yang unggul.
BAB V
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dalam kerja praktek yang telah
pada media dengan kadar sukrosa 3% adalah sebesar 23,2%, 8,8%, dan 68%.
permasalahan penyediaan bahan tanam dan bibit unggul dalam jumlah banyak dan
b. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi media yang cocok
untuk pertumbuhan kalus dari eksplan tanaman karet yang dilakukan secara in vitro.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2006. Jurnal Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan. Oleh PT.
FABA Indonesia Konsultan.
George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by Tissue Culture, Handbook
and Directory of Commercial Laboratories. Reading, UK.: Eastern Press.
Hamidah. 2009. Pengaruh Pengendalian Gulma dan Pemberian Pupuk NPK Phonska
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea braziliensis Muell.Arg) Klon PB 206.
Jurnal Hort. 153-158.
Kurniati, R., Agus, P., Wattimena, Marwoto, B., dan Supenti. 2011. Induksi Kalus Tiga
Kultivar Lili (Lilium sp.) dari Petal Bunga pada Beberapa Media. Prosiding Seminar
Nasional PERHORTI. 1244-1250.
Lizawati. 2012. Induksi Kalus Embriogenetik dari Eksplan Tunas Apikal Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Penggunaan 2,4-D dan TDZ. Jurnal Agro. 1: 75-87.
Pareara, Dj., F., 1997. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Air Kelapa Terhadap Pertumbuahan
Dan Perbanyakan Tanaman Anggrek Dendrobium Spp Melalui Teknik Kultur Jaringan.
Jurnal IPTEK. 2: 57-64.
Peterson, G., and R. Smith. l991. Effect of abscicic acid and callus size on regeneration of
American and international rice varieties. Plant Cell Rep. 10: 35-38.
Purnawati. 2012. Sterilisasi Tunas Jabon (Anthocepalus cadamba (Roxb.) Miq.) untuk
Mendapatkan Eksplan Steril Secara in vitro. Skripsi Sarjana, Fakultas Pertanian IPB
Bogor.
Setiawan, H.D., dan A. Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Penerbit
Agromedia Pustaka.
Sjahril, R. 2011. Buku Ajar Pembiakan In Vitro. Makassar: Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin.
Sriyanti, Daisy P. dan A. Wijayani. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Wetter, L.R., dan F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman, edisi kedua.
Bandung: Penerbit ITB.
Winarto, B., Mattjik, A. Purwito, dan B. Marwoto. 2010. Aplikasi 2,4-D dan TDZ dalam
Pembentukkan dan Regenerasi Kalus pada Kultur Anther Anthurium. Jurnal Hort.
20(1): 1-9.
Winarto, B. dan F. Rachmawati. 2007. Teknik Kultur Anther pada Tanaman Anthurium.
Jurnal Hort. 17(2): 127-37.
Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily
Publisher.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan. Cara memperbanyak tanaman secara efisien. Jakarta:
Agro Media Pustaka.
Zakaria, D. 2010, Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan BAP (Benzil Amino Purine) dalam
Media Murashige dan Skoog (MS) Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Reserpin
Kalus Pule Pandak (Rauvolfia verticillata Lour). Skripsi Sarjana, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
LAMPIRAN
Gambar 2. Autoklaf
Gambar 4. Oven