Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TANAMAN PERKEBUNAN (AGH1344)


“PENANAMAN BATANG BAWAH KARET”

Kelompok 5 - Paralel 2 :

Rena Nurhalimatus Sadiah A2401211017

Muthia Alya Halliza A2401211190

Aisyah Durratun Nashihah A2401211184

Alifia Cantika Nurrahmah A2401211103

Dosen Pengajar

Prof. Dr. Ir. Suwarto, M,Si.

Dr. Ir. Ahmad Junaedi M.Si.

Prof. Dr. Dwi Guntoro S.P., M.Si.

Asisten Praktikum:

Dasep Nurjaman A2401201022

Farhan Al Ghifari A2401201201

Ari Habib Mahendra A24190010

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengadaan bibit karet klonal dengan cara okulasi masih merupakan metode
perbanyakan terbaik. Hal ini karena tanaman karet yang berasal dari biji, meskipun dari jenis
unggul, tidak menjamin keturunannya akan memiliki sifat baik seperti pohon induknya akibat
terjadinya segregasi dari hasil persarian sendiri (selfing) dan atau silang luar (outcrossing)
dari genotipe heterozigot. Oleh karena itu, keturunan yang berasal dari biji akan memiliki
pertumbuhan dan produksi yang bervariasi. Untuk mendapatkan keseragaman dan
mempertahankan sifat-sifat baik dari pohon induk, tanaman karet diperbanyak secara
vegetatif dengan teknik okulasi (Hadi dan Setiono, 2006).

Tanaman karet hasil okulasi terdiri atas dua bagian, yaitu batang bawah (rootstock)
dan batang atas (scion) (Amypalupy, 2010). Klon sebagai batang atas diperoleh melalui
proses seleksi dan kemudian diperbanyak secara klonal melalui teknik okulasi. Sementara
batang bawah merupakan tanaman dari biji klon tertentu yang dianjurkan sebagai benih
untuk batang bawah. Selama bagian ujung tanaman masih ada dominansi tersebut terus
terjadi. Fenomena ini disebut sebagai dominansi apikal. Apabila pertumbuhan batang sudah
cukup, secara alami cabang lateral akan tumbuh pada nodus bagian bawah yang cukup jauh
dari ujung batang, hal ini disebabkan karena semakin jauh dari ujung batang, pengaruh
dominansi apikal semakin berkurang (Darmanti et al. 2008) Tujuan penyerongan ialah untuk
mematahkan sifat dominansi apikal tersebut, sehingga tunas okulasi yang akan tumbuh dari
mata entres dapat lebih cepat tumbuh (Siagian, 2006). Pertumbuhan tunas okulasi pada
tanaman karet akan terjadi setelah batang bawah tempat menempelnya mata entres dilakukan
penyerongan. Tunas okulasi pada pembibitan tanaman karet diharapkan dapat tumbuh jagur
setelah dilaksanakannya penyerongan. Pada okulasi bibit muda (3-5 bulan) di dalam polibag
keberhasilan tumbuh tunas okulasi diharapkan dapat lebih tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian Siagian dan Sunarwidi (1987) dilaporkan bahwa tingginya kematian tanaman
setelah tahapan penyerongan yaitu berkisar 15% sampai 40%. Banyak peneliti berpendapat
bahwa hal ini terjadi sehubungan dengan persediaan cadangan makanan di dalam batang
yang tidak mencukupi untuk pertumbuhan tunas dari mata okulasi.

Selain daripada itu, diduga bahwa faktor hormon pertumbuhan tanaman sangat
berperan. Pertumbuhan tunas tanaman karet ditentukan juga oleh adanya interaksi zat-zat
pengatur dan penghambat tumbuh yaitu auksin dan sitokinin. Senyawa ini dapat
memobilisasi hara dan asimilat untuk pertumbuhan. Hormon sitokinin mempunyai peran
yang penting pada pembentukan cabang lateral, karena sitokinin yang terdapat pada ujung
akar akan ditransport secara akropetal melalui bagian xilem ke bagian atas tanaman. Hal ini
lebih jauh dikemukakan oleh Tekei et.al (2001) bahwa sitokinin akan merangsang
pembelahan sel pada tanaman dan sel-sel yang membelah tersebut akan berkembang menjadi
tunas, cabang dan daun.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan memilih kecambah batang bawah (kongkoak), membuat


pembibitan dan menanam batang bawah, dan menghitung kebutuhan pembibitan untuk luas
lahan 1 ha.

BAB II

METODE PELAKSANAAN

Praktikum dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Atas dengan pendahuluan


oleh dosen di kelas, selanjutnya dilanjutkan di lapangan. Setiap kelompok akan mengolah
lahan pembibitan seluas 1 m × 4 m yang akan ditanam 20 kecambah karet. Jarak tanam
untuk kecambah adalah 40 cm × 40 cm × 60 cm. Setiap kelompok akan menanam sebanyak
2 baris (jarak antar baris 40 cm) dan masing – masing baris ditanam 10 kecambah (jarak
dalam baris 40 cm). Antar kelompok diberi jarak barisan 60 cm. Kecambang yang digunakan
adalah kecambah yang memiliki tinggi 30 cm dan akar lurus dan sehat. Penanaman
kecambah dilakukan dengan membuat lubang sedalam 15 cm menggunakan batang bambu,
kemudian akar kecambah dimasukan ke dalam lubang sampai pangkal akar, kemudian
lubang ditutup. Kebutuhan waktu sejak mengolah lahan sampai selesai penanaman kecambah
dihitung, kemudian dihitung HOK nya.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Penghitungan HOK

● Jumlah tenaga kerja = 5 orang


● Jumlah tanaman = 22 tanaman
● Total waktu (5 tenaga kerja) = 43 menit
● Total waktu (1 tenaga kerja) = 43 menit x 5 = 215 menit
215
● Kebutuhan waktu 1 tanaman = 22
= 9,77 menit
420
● Prestasi kerja 1 HOK (420 menit) = 9,77
= 42,9 = 43 tanaman

Hasil populasi pembibitan karet dalam 1 ha

● Jumlah tanaman dalam barisan depan


100
= (0,4+0,6) � 2 = 200

● Jumlah tanaman dalam barisan samping


100
= 0,4 = 250

● Jumlah total tanaman = 250 x 200 = 50.000 tanaman karet


Pembahasan

Persiapan batang bawah merupakan kegiatan untuk memperoleh bibit tanaman karet
yang perakarannya kuat dan memiliki daya serap hara yang baik. Pembibitan batang bawah
ini memiliki syarat teknis, diantaranya persiapan tanah pembibitan, penanganan benih,
perkecambahan, penanaman kecambah, serta pemeliharaan tanaman di pembibitan (Shara et
al. 2014). Salah satu pemupukan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan pembibitan
batang bawah karet yang baik adalah dengan pupuk kompos. Selain itu, untuk memenuhi
kebutuhan bibit batang bawah karet yang baik dapat menggunakan klon-klon anjuran batang
bawah, seperti GT 1, AVROS 2037, dan PB 260 (Fahrin et al 2017).

Kecambah karet yang baik memiliki biji yang segar dengan daya lenting yang tinggi,
berwarna putih atau kekuningan, serta dapat mempertahankan daya kecambahnya yang
optimal. Sedangkan kecambah yang tidak baik memiliki kriteria biji yang berwarna
kecoklatan hingga kehitaman yang menunjukkan bahwa biji karet tidak sehat atau telah rusak.
Daya kecambah yang tidak optimal juga dapat terlihat dalam jumlah bibit yang berkecambah
dalam jangka waktu lama, pertumbuhan batang bawah karet tidak seimbang yang dapat
dilihat dari panjang akar, jumlah daun, dan berat kering yang rendah. Selain itu ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadi dormansi pada biji karet, yaitu impermeabilitas kulit biji,
biji belum mencapai kematangan secara fisiologis, dan struktur kulit biji yang keras. Hal ini
yang menyebabkan biji karet memiliki untuk berkecambah lebih lama dibandingkan biji yang
lainnya (Shara et al. 2014).

Pemeliharaan pembibitan batang bawah karet meliputi penyiraman, pemupukan dan


pengendalian hama penyakit (Admojo et al. 2018). Upaya pemupukan dilakukan untuk
memperbaiki kualitas pembibitan tanaman karet, pupuk yang banyak digunakan pada
pembibitan tanaman karet adalah pupuk anorganik N, P, dan K (Putra dan Widyasari 2018).
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang berada disekitar
tanaman karet, sedangkan pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida Deltamethin (Marlina 2018). Pada lahan 1 ha populasi pembibitan batang bawah
tanaman karet dengan jarak tanam 40x40x60 cm dapat mencapai 50.000 tanaman. Pada
praktikum ini prestasi kerja 1 HOK dalam pembibitan karet adalah 43 tanaman.

BAB IV

SIMPULAN

Simpulan dari praktikum ini kecambah karet yang baik memiliki biji yang segar
dengan daya lenting yang tinggi, berwarna putih atau kekuningan, serta dapat
mempertahankan daya kecambahnya yang optimal. HOK dari praktikum kali ini sebesar 43
tanaman dengan 50.000 tanaman karet perhektar.
DAFTAR PUSTAKA

Admojo L, Nugrahani MO, Prasetyo NE. 2018. Perlakuan naungan dan pemberian NaCl
untuk menghambat pertumbuhan batang bawah karet (Hevea brasiliensis Muell
Arg.). Jurnal Penelitian Karet. 36(1): 25-36.

Amypalupy KH. 2010. Teknik okulasi dalam info padu padan teknologi merajut asa
ketangguhan agribisnis karet. Balai Penelitian Sembawa. 3(2): 86-96.

Darmanti, Sri, Setiari N, Romawati TD. 2008. Perlakuan defoliasi untuk meningkatkan
pembentukan dan pertumbuhan cabang lateral jarak pagar (Jatropha curcas).
Universitas Diponegoro.

Fahrin W, Mahdalena, Hamidah. 2017. Aplikasi kompos dengan aktivator effectic


microorganism 4 (EM4) dan pupuk organik cair NASA pada pertumbuhan bibit
batang bawah tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.). J. Agrifarm. 6(1): 21-
26.

Hadi H, Setiono. 2006. Mutu fisiologi bibit klonal dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
serta produksi tanaman karet. Jurnal Pertanian Tropik. 6(3): 392 – 401.

Marlina. 2018. Respon Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
Asal Stum Mata Tidur Klon PB 260 Terhadap Pemberian Beberapa Zat Pengatur
Tumbuh Alami dan Sintesis di Polibag [Skripsi]. Jambi:Universitas Jambi.

Putra RC, Widyasar T. 2018. Pemanfaatan gambut rawa pening sebagai pupuk organik briket
dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan batang bawah tanaman karet. Jurnal
Penelitian Karet. 36(1): 1-12.

Shara D, Izzati M, Prihastanti E. Perkecambahan biji dan pertumbuhan bibit batang bawah
karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dari klon dan media yang berbeda. Jurnal
Biologi. 3(3) 60-74.

Siagian, Nurhawaty. 2006. Pembibitan dan pengadaan bahan tanam karet unggul. Balai
Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Medan.

Siagian N, Sunarwidi. 1987. Pengaruh penyerongan dan pelengkungan batang bawah


terhadap pertumbuhan tunas okulasi tanaman karet. Buletin Perkaretan. 5(2): 73-79

Tekei, K., H. Sakakibara and T. Sugiyama. 2001. Identification of genes encoding


adenylate isopentenyltransferase, a cytokinin biosynthesis enzyme in Arabidopsis
thaliana.
LAMPIRAN

Gambar 1. Kelompok

Gambar 2. Hasil grafting karet

Gambar 3. Pembuatan bedengan

Anda mungkin juga menyukai