Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRATIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KARET


“OKULASI KARET”
Disusun Oleh:

NAMA : SANDY MIRANDA PRANATA


NO. BP : 2110241006
KELOMPOK : 5 (LIMA)
DOSEN PENGAMPU : M. PARIKESIT WISNUBROTO, S.P, M.Sc
KOORDINATOR ASISTEN : SABILLAH (1910243005)
ASISTEN PRATIKUM` : 1. RIZKY KURNIAWAN (1910243017)
2. ROY SAPUTRA (2010241017)
3. DETRA MEIRAS MARDANI (2010241022)
4. DIAN MARDIANA GUCCI (2010241025)
5. PARULIAN SAMOSIR (2010242004)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
DHARMASRAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg ) merupakan salah satu


komoditas subsektor perkebunan yang berperan penting dalam menghasilkan
devisa. Diantara manfaat hasil akhir dari tanaman karet adalah ban mobil,
peralatan kendaraan, pembungkus kawat listrik dan telepon, sepatu, alat
kedokteran, beberapa peralatan rumah tangga dan kantor, alatalat olah raga dan
aspal. (Simanjuntak, F., 2010).

Permintaan beragam klon karet unggul dipasaran cukup tinggi dengan


semakin meningkatnya permintaan karet dunia. Usaha perkebunan karet memiliki
prospek yang cerah untuk ditingkatkan. Permintaanpun semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Kebutuhan yang semakin meningkat tersebut bila tidak diimbangi
dengan penyediaan tanaman berkualitas dalam waktu cepat akan menimbulkan
masalah. Selain itu rendahnya kemampuan menghasilkan tanaman dalam waktu
cepat akan menurunkan nilai ekonomis dari pertanian. Oleh karena itu usaha-
usaha diluar batas konvensional harus segera dilakukan untuk mengatasi hal itu.
(Simanjuntak, F., 2010).

Pengembangbiakan tanaman dalam hal ini tidak lagi bisa dilakukan secara
konvensional. Pengembangbiakan dengan cara konvensional seperti
menggunakan biji akan membutuhkan waktu yang lama dan sifat dari tanaman
baru yang dihasilkan akan berbeda dengan tanaman induk. Oleh karena itu
metode pengembangbiakan vegetatif menjadi jawaban masalah ini.
Pengembangbiakan vegetatif adalah pengembangbiakan yang dilakukan secara
tidak kawin yaitu menggunakan organ vegetative dari tanaman. (Simanjuntak, F.,
2010).
Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara
vegetative dengan menempel mata tunas dari suatu tanaman kepada tanaman lain
yang dapat bergabung (kompatibel) yang bertujuan menggabungkan sifat-sifat
yang baik dari setiap komponen sehingga di peroleh pertumbuhan dan produksi
yang baik. Prinsip okulasi adalah penggabungan batang bawah dengan batang
atas, yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang atas yang digunakan
sehingga perlu teknik tersendiri untuk mencapai keberhasilan okulasi. Kebaikan
yang diharapkan dari batang bawah secara umum adalah sifat perakaran yang
baik, sedangkan dari batang atas adalah produksi lateks yang baik (Simanjuntak,
F., 2010).

Muhaimin (2008) menambahkan bahwa perbanyakan tanaman karet skala


komersil (ditujukan untuk mendapatkan keuntungan maksimal) sebaiknya
dilakukan dengan cara mengkombinasikan dua individu batang atas yang
diperoleh secara klonal dan batang bawah menggunakan tanaman yang ditanam
dari biji (seedling).

Cara okulasi tanaman karet ada empat macam yaitu jendela okulasi buka
bawah, jendela okulasi buka atas, jendela okulasi buka atas dan bawah serta
jendela okulasi tertutup. Belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa salah
satu dari empat cara pembuatan jendela lebih baik dari yang lainnya. Berdasarkan
pemikiran diatas maka dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh cara okulasi
terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas bibit karet. (Simanjuntak,
F., 2010).

B. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk memperoleh bahan
tanam (bibit) karet dengan kombinasi perakaran dan produktivitas yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Okulasi merupakan salah satu metode penyambungan. Metode


penyambungan menurut Ashari (1995) ada dua yaitu sambungan tunas dan
sambungan mata tunas. Okulasi sering juga disebut dengan menempel atau
budding (Inggris). Cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan stek dan cangkok. Kelebihannya adalah hasil
okulasi mempunyai mutu lebih baik dari induknya. Bisa dikatakan demikian
karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakaran yang baik
dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan dengan tanaman
yang mempunyai keunggulan yang baik seperti produksi yang tinggi, tetapi
memiliki perakaran yang baik. Tanaman yang memiliki perakaran yang baik
digunakan sebagai batang bawah. Sedangkan tanaman yang mempunyai
produksi yang tinggi diambil dari mata tunasnya untuk ditempelkan pada
batang bawah yang dikenal dengan nama entres atau batang atas (Wudianto,
2002).

Pengadaan bibit karet klonal dengan cara okulasi masih merupakan


metode perbanyakan terbaik. Hal ini karena tanaman karet yang berasal dari
biji, meskipun dari jenis unggul, tidak menjamin keturunannya akan memiliki
sifat baik seperti pohon induknya akibat terjadinya segregasi dari hasil
persarian sendiri (selfing) dan atau silang luar (outcrossing) dari genotipe
heterozigot. Oleh karena itu, keturunan yang berasal dari biji akan memiliki
pertumbuhan dan produksi yang bervariasi. Untuk mendapatkan keseragaman
dan mempertahankan sifat-sifat baik dari pohon induk, tanaman karet
diperbanyak secara vegetatif dengan teknik okulasi ( Hadi dan Setiono,
2006).

Tanaman karet hasil okulasi terdiri atas dua bagian, yaitu batang
bawah (rootstock) dan batang atas (scion) (Amypalupy, 2010). Klon sebagai
batang atas diperoleh melalui proses seleksi dan kemudian diperbanyak secara
klonal melalui teknik okulasi. Sementara batang bawah merupakan tanaman
dari biji klon tertentu yang dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah.
Selama bagian ujung tanaman masih ada dominansi tersebut terus terjadi.
Fenomena ini disebut sebagai dominansi apikal. Apabila pertumbuhan batang
sudah cukup, secara alami cabang lateral akan tumbuh pada nodus bagian
bawah yang cukup jauh dari ujung batang, hal ini disebabkan karena semakin
jauh dari ujung batang, pengaruh dominansi apikal semakin berkurang
(Darmanti et al. 2008) Tujuan penyerongan ialah untuk mematahkan sifat
dominansi apikal tersebut, sehingga tunas okulasi yang akan tumbuh dari mata
entres dapat lebih cepat tumbuh (Siagian, 2006).

Pertumbuhan tunas okulasi pada tanaman karet akan terjadi setelah


batang bawah tempat menempelnya mata entres dilakukan penyerongan.
Tunas okulasi pada pembibitan tanaman karet diharapkan dapat tumbuh jagur
setelah dilaksanakannya penyerongan. Pada okulasi bibit muda (3-5 bulan) di
dalam polibeg keberhasilan tumbuh tunas okulasi diharapkan dapat lebih
tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Siagian dan Sunarwidi (1987) dilaporkan
bahwa tingginya kematian tanaman setelah tahapan penyerongan yaitu
berkisar 15% sampai 40%. Banyak peneliti berpendapat bahwa hal ini terjadi
sehubungan dengan persediaan cadangan makanan di dalam batang yang tidak
mencukupi untuk pertumbuhan tunas dari mata okulasi. Selain daripada itu,
diduga bahwa faktor hormon pertumbuhan tanaman sangat berperan.
Pertumbuhan tunas tanaman karet ditentukan juga oleh adanya interaksi zat-
zat pengatur dan penghambat tumbuh yaitu auksin dan sitokinin.

Senyawa ini dapat memobilisasi hara dan asimilat untuk pertumbuhan.


Hormon sitokinin mempunyai peran yang penting pada pembentukan cabang
lateral, karena sitokinin yang terdapat pada ujung akar akan ditransport secara
akropetal melalui bagian xilem ke bagian atas tanaman. Hal ini lebih jauh
dikemukakan oleh Tekei et al., (2001), bahwa sitokinin akan merangsang
pembelahan sel pada tanaman dan sel-sel yang membelah tersebut akan
berkembang menjadi tunas, cabang dan daun.

Jenis sitokinin biasanya digunakan untuk merangsang pertumbuhan


dan perkembangan. Yang termasuk ke dalam jenis sitokinin yang sering
digunakan adalah Benzilaminopurine (BAP) (Sato and Mori, 2001). Salah satu
golongan sitokinin yang aktif adalah BAP. 6-Benzil Amino Purine (BAP)
digunakan karena aktif pada konsentrasi rendah, relatif stabil, dan mudah
diserap. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan keberhasilan okulasi
tanaman karet dengan perlakuan tinggi penyerongan dan pemberian BAP.

Adapun Cara Okulasi pada Tanaman Karet adalah sebagai berikut.


Mempersiapkan batang bawah. Penyiapan batang bawah untuk okulasi hijau
adalah tanaman yang sudah berumur 4-6 bulan atau masih berwarna hijau,
pangkal batang telah berwarna hijau kecoklatan berdiameter 1-1,5 cm (sebesar
pensil) dan tinggi sekitar 60 cm (Siagian, 2006).

Menyiapkan batang entres. Untuk batang atas yang diambil dari kebun
entres, kebun entres tersebut dipersiapkan dengan cara memangkas atau
memotong kayu entres di atas karangan mata pada ketinggian 90 cm.
pemotongan ini dilakukan pada kayu entres yang telah berumur satu tahun
atau lebih. Tunas-tunas yang berumur 2-4 bulan setelah pemangkasan dapat
digunakan sebagai kayu entres. Membuat jendela okulasi dilakukan cara,
jendela buka bawah, jendela buka atas, mengambil perisai mata entres
(Siagian, 2006).

Pembuatan perisai mata entres dilakukan dengan cara memotong


sekeliling mata tunas menurut ukuran jendela okulasi yang telah disiapkan,
kemudian irislah mata tunas beserta perisainya dari kayu entres tadi kemudian
buka irisan tersebut jangan sampai bakal tunasnya terlepas, rusak atau kotor
(Siagian, 2006).
Menempel dan membalutkan perisai mata entres. Menempelkan perisai
mata entres dilakukan dengan cara. Dilakukan secepat mungkin untuk
menghindari kerusakan. Perisai mata entres tidak boleh bergeser agar
kambium tidak rusak. Jendela buka bawah dijepitkan ke atas dan jendela buka
atas dijepit ke bawah. Dilakukan pembalutan searah bukaan jendela dengan
tali rafia atau pita plastic sebanyak dua lilitan dan dilebihkan 2 cm dari atas
dan bawah jendela agar balutan kuat dan terhindar dari masuknya air hujan.
Dilakukan pada waktu matahari tidak terik (Siagian, 2006).

Membuka balutan. Membuka balutan dilakukan dengan cara dengan


menggunakan pisau tajam dilakukan setelah okulasi berumur 3 minggu.
Periksa apakah okulasi berhasil dan tetap hidup. Memotong bagian atas
batang bawah. Pemotongan dilakukan pada ketinggian 5- 10 cm di atas
jendela okulasi dengan sudut 45- 60 derajat. Setelah dipotong, bekas
pemotongan diolesi paraffin atau ter untuk melindungi luka (Siagian, 2006).

Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara


vegetative dengan menempel mata tunas dari suatu tanaman kepada tanaman
lain yang dapat bergabung (kompatibel) yang bertujuan menggabungkan sifat-
sifat yang baik dari setiap komponen sehingga di peroleh pertumbuhan dan
produksi yang baik. Prinsip okulasi adalah penggabungan batang bawah
dengan batang atas, yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang atas
yang digunakan sehingga perlu teknik tersendiri untuk mencapai keberhasilan
okulasi. Kebaikan yang diharapkan dari batang bawah secara umum adalah
sifat perakaran yang baik, sedangkan dari batang atas adalah produksi lateks
yang baik (Siagian, 2006).
BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu


Praktikum ini akan dilaksanakan di Labor Gedung B, Kampus III Unand
Dharmasraya. Pada tanggal 25 Desember 2023 pukul 08.30 WIB.

B. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu untuk bahan antara lain
batang bawah dan batang atas (entres) karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
serta plastik okulasi. Adapun alat yang digunakan antara lain meliputi kamera
atau handphone serta pisau okulasi.

C. Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum kali ini yaitu yang pertama dilakukan
Praktikan menuju lokasi okulasi dan telah dilakukan persiapan alat dan bahan
yang akan digunakan untuk melakukan okulasi.lalu diperhatikan petani yang
diberikan penjelasan dan praktik terkait pelaksanaan okulasi, menyerong,
hingga mengungkap bibit. Pada bagian pertama Pelaksanaan okulasi pada
tanaman karet adalah sebagai berikut: 1) ditentukan dan diberi tanda/label
untuk setiap petak, sesuai klon yang akan diokulasi. 2). Sebelum pelaksanaan
okulasi, areal bibitan harus dibebaskan rumput/gulma, agar tingkat
keberhasilan okulasi sesuai yang diharapkan. 3) dibersihkan batang bawah
yang akan diokulasi dengan kain lap. Pada ketinggian 5 cm dari tanah
dilakukan 2 torehan/irisan dari bawah ke atas dengan jarak 1/3 lingkaran
batang panjang 5 cm. 4) ditoreh/iris mendatar di bawah atau di atas kedua
torehan vertikal sehingga berbentuk jendela. 5) dibuat jendela pada kayu
entres dengan cara yang sama dengan batang bawah dan ukuran jendela entres
minimal lebih kecil daripada ukuran jendela batang bawah. 6) Kayu entres
diiris memanjang untuk mengambil perisai mata okulasi. 7) Pangkal dan ujung
irisan kayu entres dipotong sehingga perisai mata okulasi dapat dilepas dan
potongan kayu entres. 8) dibuka jendela batang bawah dengan pisau okulasi,
dibersihkan dari lateks yang telah mongering dan secara hati-hati mata okulasi
ditempelkan pada jendela batang bawah. 9) Jendela batang bawah
ditinggalkan 1/3 bagian untuk menjepit mata entres, kemudian dibalut dengan
plastik okulasi transparan sepanjang 40 cm, lebar 2 cm dan tebal 0,08-
0,10 mm. B. Menyerong Bibit 1) Sesudah 14-21 hari okulasi, plastik pembalut
okulasi dibuka untuk mengetahui apakah okulasi jadi atau tidak, dengan
melihat warna kulit perisai yang ditempelkan. Bila perisai yang ditempelkan
berwarna hijau berarti hidup sedang berwarna coklat/hitam berarti mati. 2)
Bibit yang hidup mata okulasinya diberi tanda dengan mengikatkan bekas
plastik pembalut pada cabang bibit. 3) Seminggu kemudian bibit okulasi yang
hidup ini diserong dengan memotong ujung batang pada ketinggian 1 m dari
permukaan tanah. C. Membongkar Bibit 1) Pembongkaran bibit okulasi
dilakukan 7-14 hari setelah penyerongan. 2) Bibit yang telah dibongkar
diseleksi. Bibit yang memenuhi persyaratan adalah bibit yang mempunyai
akar tunggang yang lurus dan bebas dari penyakit jamur akar putih. 3) Bibit
hasil seleksi dibawa ke suatu tempat dan dilakukan pemotongan akar lateral
sehingga tersisa 5-10 cm dan pemotongan akar tunggang 30-35 cm dari jeher
akar. Luka bekas potongan dioles kolter bebas asam. Selanjutnya dilakukan
penyerongan dengan sudut 45° pada ketinggian 5-10 cm dari jendela okulasi
dan bekas serongan dilumas paraffin/lilin. 4) Bibit okulasi/stump mata tidur
hasil seleksi, akarnya dilumuri desinfectant kemudian ditumpuk terpisah
setiap klon. 3. Hal-hal yang dijelaskan dan dipraktikkan oleh petugas
didokumentasikan (foto dan video) serta dipraktikkan secara langsung oleh
masing-masing praktikan. 4. Studi pustaka dilakukan guna melengkapi data di
lapangan jika dalam praktik di lapangan tidak disebutkan.
DAFTAR PUSTAKA

Amypalupy, Kh. 2010. Teknik okulasi. hlm. 86-96. Dalam 455 Info Padu Padan
Teknologi Merajut Asa Ketangguhan Agribisnis Karet. Balai
Penelitian Sembawa.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia press, Jakarta.

Darmanti, Sri, Nintya Setiari dan Tanti Dwi Romawati. 2008. Perlakuan defoliasi
untuk meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan cabang lateral jarak
pagar (Jatropha curcas). Fak. MIPA Universitas Diponegoro.

Hadi, Hananto dan Setiono. 2006. Mutu fisiologi bibit klonal dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan serta produksi tanaman karet. Hal 392 – 401.
Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman Karet. Medan,
4–6 September 2006.
Muhaimin. 2008. Perbenihan Tanaman Karet. Balai Penelitian Sembawa.

Siagian, N., dan Sunarwidi. 1987. Pengaruh penyerongan dan pelengkungan


batang bawah terhadap pertumbuhan tunas okulasi tanaman karet.
Bulletin Perkaretan 5(2):73-79
Simanjuntak, F. 2010. Pembiakan vegetatif. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumarsono, L. 2002. Teknik Okulasi Bibit Durian pada Stadia Entres dan Model
Mata Tempel yang Berbeda. Jurnal Teknik Pertanian, (7) 1.

Tekei, K., H. Sakakibara and T. Sugiyama. 2001. Identification of genes encoding


adenylate isopentenyltrasferase, a cytokinin biosynthesis enzyme in
Arabidopsis thaliana. Journal of Biological Chemistry. Vol 276. No. 28
Wudianto, R. 2002. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai