Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENGANTAR EKOLOGI

“KONSEP EKOLOGI DALAM PENELITIAN”

OLEH :

KELOMPOK 2

1. ALIF RAHMI 18231099


2. ANDHARA SUASTA 18231073
3. ARNI NAZIRA 18231076
4. CITRA INSANI 18231111
5. NILAM SARI 18231089
6. RATU NINCHIA LOVENA 18231058
7. SILVI WAHYU NINGSIH 18231062

DOSEN PENGAMPU : Firda Az Zahra,S.Pd,M.Si

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Ekologi
Dalam Penelitian” ini dengan seksama dan tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Pengantar Ekologi dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Firda Az


Zahra,S.Pd,M.Si sebagai dosen mata kuliah Pengantar Ekologi yang telah
membimbing kami, dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini. Kami berharap
agar makalah ini dapat diterima dan bermanfaat khususnya bagi mahasiswa dan
pembaca pada umumnya, sebagai salah satu sumber pengetahuan dan bahan
pembelajaran.

Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan


dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami meminta maaf atas
segala keterbatasan waktu dan kemampuan kami dalam menyelesaikan makalah
ini. Segala kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan, dan dosen
senantiasa kami harapkan demi peningkatan kualitas makalah kedepan.

Padang, 3 September 2019

Penulis
Daftar Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN PENELITIAN

BAB II ISI

CARA MENGAMBIL SAMPEL

SIMPLE RANDOM SAMPLING

ASESMEN TERHADAP KELIMPAHAN (ABUNDANT)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI

METODE UNTUK MENAKSIR DENSITAS

ANALISIS STATISTIKA

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kuliah lapangan atau field trip adalah suatu kegiatan kunjungan ke objek
tertentu diluar lingkungan kampus, yang bertujuan untuk mencapai tujuan
intruksional tertentu (Sumaatmadja, 1984). Mahasiswa diajak melihat langsung
objek yang akan dipelajari, mengembangkan pemikiran dan merangsang
kreatifitas karena mahasiswa menyaksikan dan membuktikan sendiri fenomena
alam yang terjadi. Melalui penggalian sumber belajar yang ada dilingkungan,
secara tidak langsung dosen telah mendekatkan mahasiswa dengan lingkungan.
Kegiatan pembelajaran seperti ini termasuk cara mencerdaskan, mendewasakan,
dan membebaskan mahasiswa dalam mengembangkan pemikiran mahasiswa
(Learning to think), menambah pengalaman mengajar (Learning by expirience),
menimbulkan rasa peduli (Learning to care), dan rasa tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya (Learning to live together) (Onah, 2008). Menurut
Hadisubroto (2001) field trip atau pembelajaran dengan pengalaman langsung
(hands on expirience) mengharuskan anak belajar menggunakan proses-proses
IPA, dimulai dari mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur,
berkomunikasi, menginterpretasikan data, menyusun defenisi operasional,
menyusun pertanyaan dan hipotesis, eksperimentasi, memformulasikan model-
model, menilai dan menyimpulkan. Jadi, kuliah lapangan (field trip) sangat cocok
untuk dipergunakan pada mata kuliah yang pembahasannya bersifat lingkungan
atau objek kajiannya berada di alam seperti mata kuliah Ekologi Hewan dan
Ekologi Tumbuhan. Tujuan perkuliahan Ekologi yang tertera pada Silabus adalah:
mahasiswa mampu memahami konsep interaksi hewan/tumbuhan dan
lingkungannya pada tingkatan individu, populasi dan komunitas melalui
pendekatan deskriptif, fungsional, dan evolusioner. Mahasiswa mampu
mengaplikasikan berbagai konsep, prinsip, dan hukum yang digunakan dalam
interaksi hewan/tumbuhan dengan lingkungannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mahasiswa memiliki kemampuan berprikir kritis dan logis dalam menghadapi
berbagai masalah dan fenomena yang menyangkut interaksi hewan/tumbuhan
dengan lingkungannya. Mahasiswa memiliki kemampuan bekerjasama,
mengobservasi, dan berkomunikasi ilmiah dalam berbagai kegiatan ilmiah melalui
pelaksanaan kuliah lapangan (field trip). Dengan melakukan kegiatan kuliah
lapangan maka mahasiswa semakin dengan pencapaian tujuan pembelajaran mata
kuliah Ekologi.
Dalam kuliah lapngan kita membutuhkan langkah-langkah apa saja yang
akan kita lakukan di dalam kuliah lapangan tersebut. Seperti pada pembelajaran
mata kuliah Pengantar Ekologi ini, yaitu Ekologi dalam Penelitian Lingkungan.
Termasuk kedalamnya adalah cara pengambilan sampel, simple random
sampling, asesmen terhadap kelimpahan, faktor yang mempengaruhi frekuensi,
metode untuk menaksir densitas, dan analisis statistika. Pembelajaran ini
bertujuan agar saat melakukan kuliah lapangan, mahasiswa IPA telah paham, apa-
apa saja yang akan di teliti di perkuliahan Ekologi ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara mengambil sampel?
2. Apa yang dimaksud dengan Simple Random Sampling?
3. Jelaskan asesmen terhadap kelimpahan(abundant)?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi frekuensi?
5. Bagaimana metode untuk menaksir densitas?
6. Jelaskan analisis statistika?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara mengambil sampel
2. Untuk mengetahui Simple Random Sampling
3. Untuk mengetahui asesmen terhadap kelimpahan (abundant)
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi frekuensi
5. Untuk mengetahui metode untuk menaksir densitas
6. Untuk mengetahui analisis statistika
Bab II

Isi

2.1 Cara Mengambil Sampel

Sampel merupakan bagian populasi penelitian yang digunakan untuk


memperkirakan hasil dari suatu penelitian. Sedangkan teknik sampling adalah
bagian dari metodologi statistika yang berkaitan dengan cara-cara pengambilan
sampel.

Adapun pengambilan sampel dengan cara :

 Populasi terlalu banyak atau jangkauan terlalu luas sehingga tidak


memungkinkan dilakukan pengambilan data pada seluruh populasi.
 Keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya.
 Adanya asumsi bahwa seluruh populasi seragam sehingga bisa diwakili
oleh sampel.

Tahapan Pengambilan Sample diantaranya :

 Mendefinisikan populasi yang akan diamati


 Menentukan kerangka sampel dan kumpulan semua peristiwa yang
mungkin
 Menentukan teknik atau metode sampling yang tepat
 Melakukan pengambilan sampel (pengumpulan data)
 Melakukan pemeriksaan ulang pada proses sampling

salamadian.com
Cara Pengambilan Sampel bermacam-macam tergantung jenis penelitian
yang akan dilakukan. Secara garis besar, metode pengambilan sampel terdiri dari
2 kelas besar yaitu :

a. Probability Sampling (Random Sample)


b. Non-Probability Sampling (Non-Random Sample)

Kedua jenis tersebut terdiri dari pengambilan secara acak dan pengambilan
sampel tidak acak. Kedua jenis ini juga memiliki sub – sub lain yang diantaranya
adalah purposive sampling, snowball samping, cluster sampling dll

a. PROBABILITY SAMPLING

Probability sampling adalah Metode pengambilan sampel secara random


atau acak. Dengan cara pengambilan sampel ini, seluruh anggota populasi
diasumsikan memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel
penelitian. Metode ini terbagi menjadi beberapa jenis yang lebih spesifik, antara
lain:

1. Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)

Pengambilan sampel acak sederhana disebut juga Simple Random


Sampling. teknik penarikan sampel menggunakan cara ini memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk menjadi sampel
penelitian. Cara pengambilannya menggunakan nomor undian.

2. Pengambilan Sampel Acak Sistematis (Systematic Random Sampling)

Metode pengambilan sampel acak sistematis menggunakan interval dalam


memilih sampel penelitian. Misalnya sebuah penelitian membutuhkan 10 sampel
dari 100 orang, maka jumlah kelompok intervalnya 100/10=10. Selanjutnya
responden dibagi ke dalam masing-masing kelompok lalu diambil secara acak tiap
kelompok.

Contoh Sampel Acak Sistematis adalah pengambilan sampel pada setiap


orang ke-10 yang datang ke puskesmas. Jadi setiap orang yang datang di urutan
10,20,30 dan seterusnya maka itulah yang dijadikan sampel penelitian.

3. Pengambilan Sampel Acak Berstrata (Stratified Random Sampling)

Metode Pengambilan sampel acak berstrata mengambil sampel berdasar


tingkatan tertentu. Misalnya penelitian mengenai motivasi kerja pada manajer
tingkat atas, manajer tingkat menengah dan manajer tingkat bawah. Proses
pengacakan diambil dari masing-masing kelompok tersebut.

4. Pengambilan Sampel Acak Berdasar Area (Cluster Random Sampling)

Cluster Sampling adalah teknik sampling secara berkelompok.


Pengambilan sampel jenis ini dilakukan berdasar kelompok / area tertentu. Tujuan
metode Cluster Random Sampling antara lain untuk meneliti tentang suatu hal
pada bagian-bagian yang berbeda di dalam suatu instansi.

Misalnya, penelitian tentang kepuasan pasien di ruang rawat inap, ruang


IGD, dan ruang poli di RS A dan lain sebagainya.

5. Teknik Pengambilan Sampel Acak Bertingkat (Multi Stage Sampling)

Proses pengambilan sampel jenis ini dilakukan secara bertingkat. Baik itu
bertingkat dua, tiga atau lebih. Misalnya -> Kecamatan -> Gugus -> Desa -> RW
– RT

b. NON- PROBABILITY SAMPLING / NON RANDOM SAMPLE

1. Purposive Sampling

Purposive Sampling adalah teknik sampling yang cukup sering digunakan.


Metode ini menggunakan kriteria yang telah dipilih oleh peneliti dalam memilih
sampel. Kriteria pemilihan sampel terbagi menjadi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi merupakan kriteria sampel yang diinginkan peneliti


berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi merupakan kriteria
khusus yang menyebabkan calon responden yang memenuhi kriteria inklusi harus
dikeluarkan dari kelompok penelitian. Misalnya, calon responden mengalami
penyakit penyerta atau gangguan psikologis yang dapat memengaruhi hasil
penelitian.

Contoh Purposive Sampling: penelitian tentang nyeri pada pasien diabetes


mellitus yang mengalami luka pada tungkai kaki. Maka kriteria inklusi yang
dipakai antara lain:

1. Penderita Diabetes Melitus dengan luka gangrene (luka pada tungkai kaki)
2. Usia 18-59 tahun
3. Bisa membaca dan menulis

Kriteria eksklusi:

1. Penderita Diabetes Melitus yang memiliki penyakit penyerta lainnya


seperti gangguan ginjal, gagal jantung, nefropati, dan lain sebagainya.
2. Penderita Diabetes Melitus yang mengalami gangguan kejiwaan.

2. Snowball Sampling

Snowball Sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan


wawancara atau korespondensi. Metode ini meminta informasi dari sampel
pertama untuk mendapatkan sampel berikutnya, demikian secara terus menerus
hingga seluruh kebutuhan sampel penelitian dapat terpenuhi.

Metode pengambilan sampel Snowball atau Bola salju ini sangat cocok
untuk penelitian mengenai hal-hal yang sensitif dan membutuhkan privasi tingkat
tinggi, misalnya penelitian tentang kaum waria, penderita HIV, dan kelompok
khusus lainnya.

3. Accidental Sampling

Pada metode penentuan sampel tanpa sengaja (accidental) ini, peneliti


mengambil sampel yang kebetulan ditemuinya pada saat itu. Penelitian ini cocok
untuk meneliti jenis kasus penyakit langka yang sampelnya sulit didapatkan.

Contoh penggunan metode ini, peneliti ingin meneliti tentang penyakit


Steven Johnson Syndrom yaitu penyakit yang merusak seluruh mukosa atau
lapisan tubuh akibat reaksi tubuh terhadap antibiotik.

Kasus Steven Johnson Syndrome ini cukup langka dan sulit sekali
menemukan kasus tersebut. Dengan demikian, peneliti mengambil sampel saat itu
juga, saat menemukan kasus tersebut. Kemudian peneliti melanjutkan pencarian
sampel hingga periode tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti.

Tehnik pengambilan sampel dengan cara ini juga cocok untuk penelitian
yang bersifat umum, misalnya seorang peneliti ingin meneliti kebersihan Kota
Bandung. Selanjutnya dia menanyakan tentang kebersihan Kota Bandung pada
warga Bandung yang dia temui saat itu.
4. Quota Sampling

Metode pengambilan sampel ini disebut juga Quota Sampling. Tehnik


sampling ini mengambil jumlah sampel sebanyak jumlah yang telah ditentukan
oleh peneliti. Kelebihan metode ini yaitu praktis karena sampel penelitian sudah
diketahui sebelumnya, sedangkan kekurangannya yaitu bias penelitian cukup
tinggi jika menggunakan metode ini.

Teknik pengambilan sampel dengan cara ini biasanya digunakan pada


penelitian yang memiliki jumlah sampel terbatas. Misalnya, penelitian pada
pasien lupus atau penderita penyakit tertentu. Dalam suatu area terdapat 10
penderita lupus, maka populasi tersebut dijadikan sampel secara keseluruhan ,
inilah yang disebut sebagai Total Quota Sampling.

5. Teknik Sampel Jenuh

Teknik Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel yang menjadikan


semua anggota populasi sebagai sampel. dengan syarat populasi yang ada kurang
dari 30 orang.

2.2 Simple Random Sampling

Pengambilan sampel acak sederhana disebut juga Simple Random


Sampling. teknik penarikan sampel menggunakan cara ini memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk menjadi sampel
penelitian. Cara pengambilannya menggunakan nomor undian.

Terdapat 2 pendapat mengenai metode pengambilan sampel acak


sederhana. Pendapat pertama menyatakan bahwa setiap nomor yang terpilih
harus dikembalikan lagi sehingga setiap sampel memiliki prosentase kesempatan
yang sama. Pendapat kedua menyatakan bahwa tidak diperlukan pengembalian
pada pengambilan sampel menggunakan metode ini. Namun, metode yang paling
sering digunakan adalah Simple Random Sampling dengan pengembalian.

Kelebihan metode ini yaitu dapat mengurangi bias dan dapat mengetahui
standard error penelitian. Sementara kekurangannya yaitu tidak adanya jaminan
bahwa sampel yang terpilih benar-benar dapat merepresentasikan populasi yang
dimaksud.

Contoh Pengambilan Sampel Metode Acak Sederhana:


Dalam suatu penelitian dibutuhkan 30 sampel, sedangkan populasi
penelitian berjumlah 100 orang. Selanjutnya peneliti membuat undian untuk
mendapatkan sampel pertama.

Setelah mendapatkan sampel pertama, maka nama yang terpilih


dikembalikan lagi agar populasi tetap utuh sehingga probabilitas responden
berikutnya tetap sama dengan responden pertama. Langkah tersebut kembali
dilakukan hingga jumlah sampel memenuhi kebutuhan penelitian.

2.3 Asesmen Terhadap Kelimpahan (Abundant)

a. Densitas (Kepadatan)

Densitas adalah jumlah individu per satuan area tertentu, sebagai contoh
adalah 300 pohon Sacharum oficinarum/ha. Cara perhitungan densitas tidak
dengan menghitung semua individu yang ada dalam suatu area. Cara yang
digunakan adalah dengan menggunakan sampling area. Luas sampling area adalah
1% dari luas area total yang diamati.

Pengamatan area sampling dilakukan secara acak dengan penggunakan


kuadrat. Kuadrat adalah sembarang bentuk yang diberi batas dalam suatu vegetasi,
sehingga penutup seperti densitas dan dominansi dapat diperkirakan ataupun
dihitung.

Ukuran kuadrat sangat tergantung pada tipe vegetasi yang diamati. Pada
tumbuhan yang anual dengan homogenitas yang tinggi maka ukuran kuadrat dapat
sangat kecil, sedangkan pada pohon dapat digunakan ukuran 10-50 m dalam satu
sisi.

Densitas dapat ditinjau dengan tanpa melihat masing-masing jenis, data


seperti ini bisa digunakan untuk menghitung jumlah rata-rata individu dari total
cuplikan. Perincian densitas per jenis, menunjukkan populasi masing-masing
jenis dan apabila dikaitkan dengan persebaran ukuran seluruh individu dari
masing-masing jenis, diperoleh informasi tentang strategi regenerasi atau untuk
upaya pengelolaan dan usaha konservasinya, namun data densitas tidak akan
berguna tanpa identitas atau informasi dari data yang lain. Densitas suatu spesies
merupakan suatu ukuran yang statis, data yang diperoleh tidak dapat mengungkap
interaksi dinamik yang terjadi pada anggota spesies tersebut.

Kerapatan populasi adalah besarnya populasi dalam hubungannya dengan


satuan ruang. Umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu per satuan area.
Keanekaragaman sifat yang besar dapat digunakan sebagai satuan-satuan biomas,
berkisar dari berat kering hingga ke kadar DNA atau RNA. Kadang-kadang perlu
dibedakan dan dipahami kerapatan kotor, kerapatan jenis atau kerapatan ekologi
(Odum, 1973: 202).

Kerapatan populasi merupakan ukuran populasi dalam hubungannya


dengan satuan ruang. Biasanya dinyatakan dengan banyaknya individu atau
biomas populasi per satuan luas atau volume. Misalnya 300 batang pohon per
hektar.

Kerapatan kotor atau crude density merupakan banyaknya individu atau


biomas yang terdapat dalam satuan ruangan keseluruhan. Misalnya jumlah species
per hektar hutan tropik basah.

Kerapatan ekologis berarti banyaknya individu atau biomas per satuan


habitat atau banyaknya individu menempati per satuan volume yang tersedia.

Batas atas kerapatan populasi ditentukan oleh arus energi dalam


ekosistem, tingkat tropik organisme, ukuran individu dan kerapatan metabolisme
individu organisme tersebut. Batas bawah kerapatan populasi lebih sulit
ditentukan, kecuali pada suatu ekosistem yang mantap, yaitu ekosistem yang
memiliki mekanisme homoeostasis yang bekerja untuk menjaga kerapatan
organisme secara umum dan organisme yang dominan. Makin rendah tingkat
tropik, makin tinggi kerapatannya dan pada tingkat tertentu makin besar individu
makin besar biomasnya (Ramli, 1989: 120-121)

Menjaga validitas dari pengamatan, kuadrat diletakan secara acak dengan


memperhatikan ordinat sumbu X dan ordinat sumbu Y, yang merupakan dimensi
luas area yang diamati. Masing masing sumbu ordinat dibagi dalam unit kecil
dengan interval tertentu, tentunya interval untuk ordinat X maupu Y sanat tidak
mungkin sama, kecuali area yang diamati mampunyai bangun bujur sangkar.

Mempertimbangkan luas area yang digunakan sampling dalam


pengamatan dan tipe vegetasi, maka diperoleh masing masing jarak interval pada
sumbu X dan Y. Contoh adalah : Luas area total adalah 10.000.000 m2, , maka
area samplingnya adalah 1% dari 10.000.000 m2 = 100.0000 m 2., jika tipe
vegetasi yang diamati memerlukan luas 4 m2, maka jumlah kuadrat yang diamati
sebanyak 100.000/4=25.000 plot. Mengetahui jarak X dan Y adalah sangat
penting karena dipergunakan sebagai pembilang dari jumlah total plot yang
diamati. Pembuatan unit pada ordinat X ataupun Y dibagi sebanyak plot.

Pengukuran densitas pada pohon yang terdapat di hutan pada umumnya


dihitung dengan metode jarak, yang dibicarakan pada metode teknik sampling.
b. Penutup (cover)

Cover atau penutupan kanopi tumbuhan dalam suatu area tertentu dapat
dihitung berdasrkan prosentase. Penutupan penuh suatu vegetasi merupakan
prosentase 100%. Bilangan penutupan dapat melebihi 100 %, disebabkan
tumbuhan penyusun suatu vegetasi terdiri dari beberapa lapisan kanopi yang
saling tumpang tindih, kuang dari 100% menunjukan adanya tanah gundul pada
suau area yang diamati..

Penggunaan alat ”moosehorn”sebagai penghitung cover suatu kanopi


pohon sangat membantu keakuratan perhitungan luasnya cover yang ditutup
kanopi. Kanopi pohon dapat juga dihitung dengan potongan melintang batang
pada setinggi dada atau disebut sebagai diameter basal area (B). Perhitungan basal
area dapat menggunakan pita pengukur yang dapat menunjukan lingkar batang
yang dapat dikonversi dalam diameter batang (Rana et al., 2002).

Cara pengukuran Cover dapat dihitung dengan mengukur diameter 1


(DI) dan diameter 2 (D2) dari luas kanopi dibagi dua ( DI + D2), bagian yang
lubang Perhitungan Cover pada semak belukar, dikelompokan dihitung total
Cover tumbuhan sejenis dalam suatu lokasi pengamatan yang disebut sebagai
dominansi. Alat bantu pengamatan Cover pada semak belukar menggunakan
Pantograf (Rana et al., 2002).

Pengamatan atas dasar kanopi Cover penutupan adalah perhitungan yang


sangat subyektif karena itu jika data kuantitatif tersedia, seperti densitas,
frekuensi, dominansi atau nilai penting, maka analisis lebih baik dibobot dengan
nilai masing-masing.

Perhitungan secara akurat untuk kelimpahan kadang kala sulit untuk


dilakukan, karena itu kelimpahan tiap-tiap life form dipakai skala rating Braun-
Blanquet, Domin Krajina ataupun Daubenmire.yang kemudian dikonversikan
menjadi rerata penutupan.

c. Frekuensi (Frequensy)

Frekuensi dapat digunakan untuk menaksir pola, dimana frekuensi adalah


jumlah kuadrat yang berisi spesies tumbuhan tertentu. Jika ada 50 kuadrat yang
ditempatkan dilapangan area pengamatan dan 25 diantaranya ditandai dengan
hadirnya spesies tertentu maka frekuensi tumbuhan tersebut adalah 50%.

Berdasarkan densitas dan frekuensi dapat juga digunakan sebagai


prediksi untuk pola spesies tumbuhan. Sebagai contoh adalah jika angka densitas
tinngi dan frekuensi rendah maka dapat diasumsikan bahwa tumbuhan tersebut
adalah mengelompok, demian juga sebaliknya. Tetapi penggunakan densitas dan
frekuensi adalah ukuran yang tidak independen karena masih ada faktor lain yaitu
luas kuadrat yang digunakan berpengaruh terhadap frekuensi yang hadir dalam
kuadrat

2.4 Faktor yang mempengaruhi Frekuensi

1) Seleksi Alam

Seleksi alam didefinisikan sebagai reproduksi diferensial individu atau


genotip pada suatu populasi. Diferensial reproduksi disebabkan oleh perbedaan
antara individu dalam ciri seperti kematian, kesuburan, fekunditas, keberhasilan
kawin, dan kelangsungan hidup keturunan. Seleksi alam didasarkan pada
ketersediaan variasi genetik di antara individu dalam karakter yang terkait dengan
keberhasilan reproduksi. Ketika populasi terdiri dari pada-dividuals yang tidak
berbeda dari satu sama lain dalam ciri-ciri seperti itu, tidak tunduk pada seleksi
alam. Seleksi dapat menyebabkan perubahan pada frekuensi alel dari waktu ke
waktu. Namun, perubahan hanya pada frekuensi alel dari generasi ke genera-tion
tidak selalu menunjukkan seleksi yang sedang bekerja. Proses lainnya, seperti arus
genetik secara acak, dapat membawa perubahan temporal dalam frekuensi alel
juga. Menariknya, perubahan frekuensi alel tidak selalu menunjukkan seleksi
yang sesuai dengan genotip.

Kesesuaian genotipe, biasanya dinyatakan sebagai w, adalah ukuran dari


kemampuan untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Namun, karena ukuran
modulasi biasanya dibatasi oleh daya dukung lingkungan di mana populasi
berada, keberhasilan evolusi dari individu adalah de-termined tidak dengan
kebugaran mutlak, tetapi dengan kebugaran relatif dibandingkan dengan genotipe
yang lain dalam populasi. Di alam, kesesuaian genotipe tidak diharapkan untuk
tetap konstan untuk semua generasi dan dalam semua keadaan lingkungan.
Namun, dengan menempatkan nilai konstan kebugaran untuk setiap genotipe, kita
dapat merumuskan teori sederhana atau model, yang berguna untuk memahami
dinamika perubahan struktur genetik suatu populasi disebabkan oleh seleksi alam.
Di kelas paling sederhana dari model, kita mengasumsikan bahwa kebugaran
organisme ditentukan semata-mata oleh genetik. Kami juga menganggap bahwa
semua lokus berkontribusi secara independen kepada nessfit dari individu (yaitu,
bahwa lokus yang berbeda tidak berinteraksi dengan satu sama lain dengan cara
yang mempengaruhi kebugaran organisme), sehingga masing-masing lokus dapat
ditangani secara terpisah.
2) Mutasi

Mutasi yang terjadi dalam fraksi gen dari genom mungkin atau mungkin
tidak mengubah fenotipe organisme. Dalam hal yang mereka lakukan, mereka
mungkin mempengruhi atau mungkin tidak mempengaruhi kebugaran organisme
yang membawa mutasi. Sebagian besar mutasi baru yang timbul dalam suatu
populasi mengurangi kebugaran pembawa mereka. mutasi seperti ini disebut
merugikan, dan mereka akan dipilih melawan dan akhirnya dihapus dari populasi.
Jenis seleksi ini disebut seleksi negatif atau memurnikan. Kadang-kadang, sebuah
mutasi baru mungkin sama cocok sebagai alel terbaik dalam populasi.

Seperti mutasi netral secara selektif, dan nasibnya tidak ditentukan oleh
seleksi. Dalam kasus sangat jarang, mutasi mungkin timbul yang meningkatkan
kebugaran pembawa tersebut. Mutasi seperti ini disebut menguntungkan, dan
akan menjadi sasaran seleksi positif atau menguntungkan.

Suatu kekuatan yang besar yang mempengaruhi frekuensi beberapa alel


dalam sauatu populsi dikenal sebagai seleksi. Secara sederhana seleksi
menyatakan apakah ciri yang ditentukan oleh suatu alel menyebabkan individu
dapat bertahan hidup dan bereprosuksi atau tidak. Jelas jika individu dapat
memproduksi keturunan, gen itu akan dipindahkan pada keturunannya.(seleksi
positip). Jika individu itu tidak beerproduksi gen tidak akan dipindahkan (seleksi
negative). Tentu saja teradapat aneka ragam derajat seleksi. Gen-gen letal
pengembangan seperti lokus Curly pada D. melanogaster dan gen T pada tikus
menyebabkan seleksi negatif sempurna terhadap homozogot-homozigot. Gen-gen
lainya seperti mutasi hemofilia pada manusia, cendrung untuk menurunkan
reproduksi pada individu-individu penderita, meskipun tidak menghalangi
partisipasi dalam reproduksi oleh pihak laki-laki. Ada digunakan untuk
memperkirakan seleksi dan dampaknya terhadapa frekuensi alel-alel tertentu dari
suatu generasi kegenarasi yang lain.

Akhirnya, gen-gen terdapat dalam berbagai bentuk sebagai alel-alel pada


lokus didalam suatu populasi dipengaruhi oleh sifat dapat bermutasi dari lokus itu.
Mutasi maju (forword mutation) mengurangi frekuensi gen-gen tipe liar; mutasi
surut (back mutation) mengingat frekuensi gen-gen tipe liar.

Selain itu gen-gen dapat mengalami mutasi maju menjadi banyak bentuk
yang berlainan, suatu fenomena yang telah diteliti terdahulu sebagai alilisma
jamak. Ada banyak alel yang berlainan bagi gen yang sama dikenal sebagai
morfisma. Pada tahun-tahun terakhir ini genetika molekuler telah meningkatkan
pengetahuan kita mengenai polimorfisme ekstensif melalui studi terstuktur
molekuler protein-protein (hemoglobin, misalnya) dan DNA.
Beberapa tahun yang lampau, dau orang ahli genetika terkemuka
memberikan komentar terhadap kehadiran polimorfisma dalam populasi sebagai
berikut:

Secara sederhana dapat dikatakan, polimorfisma sekarang telah mencapai


jumlah yang demikian banyak dan polimorfisma baru terus ditemukan dengan laju
yang pesat sehingga pemahaman artinya tidak diragukan lagi merupakan suatau
problema pokok bagi biomedika modern. Fakta mengenai jangkauan potensialnya
dan kemampuan kita untuk mereduksi menjadi manifestasi primer dari perbedaan
genetik yaitu variasi dalam protein-protein dan substansi yang berkaitan
polimorfisma yang dihasilkan dari varibilitas ini disangka merupakan ekuivalen
genetik dari sistem “penyangga” (buffer) biokimiawi yaitu bahwa frekuensi-
frekuensi gen yang mereka refleksikan tidak mudah diganggu bahwa frekuensi-
frekuensi yang mereka refelekasikan tidak mudah diganggu oleh perubahan-
perubahan dalam laju mutasi atau berbagai fluktuasi temporer pada tekanan seletif
beberapa dari fungsi polimorfisma tidak ragu-ragu lagi berkaitan dengan
perbedaan-perbedaan yang penting antara manusia dan kepekaannya terhadap
penyakit.

3) Reproduksi Seksual dan Rekombinasi

Adanya berbagai alel dalam suatu populasi menentukan variabilitas


genetik populasi itu. Organisme-organisme yang berproduksi secara seksual
cendrung memproduksi keturunan yang bervariasi secara genetik karena pilihan
acak gen dalam sel-sel benih menyusul meiosis, dan fenomena rekombinasi.
Segregasi (pemisahan) alel secara normal adalah akibat miosis yang menjamin
pemindahan (transmisi) yang sama dianggota sepasang alel. Namun diketahui ada
contoh kelainan transmisi, seperti pada kasus beberapa alel t resesif jantan yang
heterozigot (+/t)lebih sering memindahkan alel t itu daripada + oleh sebab yang
tidak diketahui.

Variabelitas genetik dalam gamet-gamet organisme yang berproduksi


secara seksual sebenarnya mungkin lebih dipengaruhi oleh rekombinasi antara
kromosom-kromosom daripada oleh berbagai mutasi, ingat bahwa rekombinasi
dapat menyebabkan kehilangan atau duflikasi material genetik.

4) Perkawinan Acak dan Perkawinan Keluarga

Sebagai tambahan pada asumsi kita mengenai pilihan acak gen-gen pada
organisme yang bereproduksi secara seksual, varibelitas meningkatkan jika
terdapat perkawinan acak. Namun perkawinan tidak berlaku pada populasi,
terutama pada populasi manusia, karena sifat-sifat fisik tertentu sering merupakan
dasar bagi pemilihan teman hidupnya. Selain dari sekeluarga yang disebabkan
oleh berbagai aturan keagamaan, seperti halnya pada masyarakat amish.
Perkawinan individual-individual yang mempunyai hubungan kenyatakan sebagai
perkawinan keluarga (inbreeding) pada manusia hal ini dinyatakan sebagai
perkawinan kongsnguinus (congsanguineous marriage) dan anda dapat mengingat
kembali akan akibat (konsekwensi) genetiknya.

Konsekuensi genetik dari perkawainan tidak acak dan perkawinan


keluarga adalah suatu penuruan variabelitas genetik dan suatu peningkatan
keadaan homozigot, tabel diatas memperlihatkan dampak bentuk perkawinan
keluarga yang paling ekstrim yaitu fertilisasi diri. Jika kita mulai dengan suatu
populasi dengan 4096 indiviual yang kesemuanya heterosozotik pada suatu lokus
tertentu, dan mereka berproduksi dengan cara perkawianan keluarga, maka dalam
beberapa generasi saja, dengan asumsi bahwa populasi itu tetap berjumlah 4096
individual setiap generasi, praktis tidak akan heterozigot-heterozogot lagi.
Sebagian besar dari mereka akan menjadi homozigot bagi satu alel yang lain.

Hal ini merupakan keterangan genetik bagi suatu fenomena yang


dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemulia (breeder) tanaman dan hewan selama
berabad-abad sebelum muendel yaitu jika organism yang mempunyai persamaan
ciri dikawinkan akan dihasilkan suatu strain “trah murni” (purebed) dimana semua
individual adalah serupa. Jadi secara buatan kehadiran gen-gen tertentu dapat
dipertahankan pada frekuensi yang sangat tinggi oleh perkawinan keluarga dan
gen-gen lain dapat tiadakan.

Pengembangan selanjutnya dari konsekuensi genetik perkawinan kelurga


adalah meningkatnya keadaan homozigot oleh sebab itu ekspresi alel-alel resesif
pada populasi galur dalam (inbred) termasuk populasi manusia.

Untuk tujuan eksprimentasi dan mempertahankan sifat-sifat tertentu pada


tanaman dan hewan ternak, perkawinan keluarga memberikan manfaat
mengekalkan sifat-sifat yang diinginkan. Dalam hal menternakan hewan-hewan
misalnya, seseorang bisa yakin bahwa jika dua anjing trah murni dikawinkan,
mereka akan memproduksi anak anak anjing dari jenis yang sama, dipihak lain
perkawinan keluarga mempunyai ketidakuntungan yaitu dapat menyebabkan
ekspresi sifat-sifat yang tidak diinginkan yang tidak diekspresikan pada individual
heterozigot (pembawa) naluri yang tajam pada beberapa strain anjing trah murni
misalnya disebabkan oleh tingginya derajat perkawinan keluarga selama beberapa
generasi, juga jika suatu starin tanaman atau hewan dikembangkan menjadi
homozigot bagi bagian besar gennya dan satu individual ternyata peka terhadap
suatu penyakit tertentu, maka seluruh golongan akan hilang dalam suatu epidemi.

Kebalikan dari perkawinan keluarga adalah perkembangbiakan acak atau


asortatif (random or assortative breeding) yang menyatakan perkawinan secara
acak antara individu-individu yang genetik berbeda. Istilah lain yang bagi
perkembangbiakan acak adalah panmiksis (panmixsis) satu ketidak untungan yang
jelas disini adalah fenotif keturunannya tidak dapat diramalkan secara tepat.
Sebaliknya pengamatan emperis menghasilkan pengetahuan tentang suatu
fenomena yang lazim dikenal dengan daya hibrida (hibrid vigor) atau heterosis
(istila yang lebih ilmiah) yang menyatakan ketegaran (fitness) umum hibrida yang
lebih baik.

Keterangan yang lebih baik pada keturunan individual-individual yang


tidak ada hubungan keluarga bersumber dari kemungkinan gen-gen resesif yang
merugikan lebih banyak ditutupi oleh gen-gen dominan tipe liar karena keadaan
heterozigot pada banyak lokus.

Seperti diutarakan diatas, perkembangbiakan tanaman telah


memperaktikan perkawinan keluarga dan perkawinan acak berabad-abad lamanya,
jauh sebelum mereka paham tentang dasar genetika. Dalam genetika modern
perkembangbiakan ternak bagi tujuan-tujuan ekperimental telah mencapai tingkat
kecanggihan sedemikian rupa sehingga terdapat strain-strain tikus galur dalam
yang digunakan dalam penelitian, misalnya yang homozigot bagi semua lokus
kecuali satu, dua, atau beberapa lokus spesifik. Kehadiran strain ini sangat
membantu para ilmuan karena mereka dilengkapai dengan sejumlah organisme
yang seragam, yang sifat gentiknya telah didokumentsikan dengan baik.

5) Migrasi

Suatu faktor yang jelas mempengaruhi frekuensi gen-gen dalam suatu


populasi adalah migrasi gen ke dalam atau luar populasi sekelompok individu
dengan fenotif tertentu dan yang berbeda-beda.suatu contoh nyata tentang hal ini
adalah pemasukan gen dari tentara kedalam populasi suatu negara asing pada
waktu perang menghasilkan banyak anakan dengan orang tua campuran dan anak-
anak ini kemudian banyak yang ditinggalkan.

6) Arus Genetik Acak (random genetic drift)

Seperti disebutkan di atas, seleksi alam bukanlah satu-satunya faktor


yang dapat menyebabkan perubahan pada frekuensi alel. perubahan frekuensi alel
juga dapat terjadi secara kebetulan, dalam hal ini perubahan tidak searah tapi
acak. Salah satu faktor penting dalam menghasilkan fluktuasi acak pada frekuensi
alel adalah random sampling gamet dalam proses reproduksi. Dalam sebagian
besar kasus di alam, jumlah gamet yang tersedia di generasi manapun jauh lebih
besar daripada jumlah individu dewasa diproduksi pada generasi berikutnya.
Dengan kata lain, hanya sebagian kecil gamet berhasil berkembang menjadi
dewasa. Dalam subjek populasi diploid untuk segregasi Mendel, sampling masih
bisa terjadi bahkan jika tidak ada kelebihan gamet, yaitu, bahkan jika setiap
individu kontribusi tepat dua gamet ke generasi berikutnya. Alasannya adalah
bahwa heterozigot dapat menghasilkan dua jenis gamet, tetapi dua gamet
melewati ke generasi berikutnya dapat secara kebetulan menjadi dari jenis yang
sama.

Untuk melihat efek sampling, mari kita mempertimbangkan situasi yang


ideal di semua individu dalam populasi memiliki kebugaran yang sama dan
seleksi tidak beroperasi. Kita selanjutnya menyederhanakan masalah dengan
mempertimbangkan populasi dengan generasi nonoverlapping (misalnya,
sekelompok individu yang bereproduksi secara bersamaan dan mati segera
setelahnya), bahwa setiap generasi dapat jelas dibedakan dari kedua generasi
sebelumnya secara berturut-turut. Akhirnya, kami menganggap bahwa ukuran
populasi tidak berubah dari generasi ke generasi.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi keseimbagan genetik adalah arus


genetik acak (random genetic drif) sebagaimana tersirat dari namanya arus ini
merupakan suatu perubahan secara acak dalam frekuensi gen dari suatu generasi
kegenerasi lain yang disebabkan oleh peluang. Kita mengetahui bahwa sepasang
alel dalam suatau heterozigot harus dipindahkan secara sama kepada keturunan.
Kita juga mengetahui bahwa oleh peluang tidak selalu demikan adanya. Jika satu
alel lebih sering dipindahkan daripada yang lain, populasi kemudain akan
mengalami suatu arus kearah frekuensi yang sama dari kedua alel itu.

7) Efek Ukuran Populasi

Sebuah parameter dasar dalam biologi populasi adalah sensus jumlah


ukuran penduduk, N, digunakan sebagai jumlah individu dalam populasi. Dari
sudut pandang genetika populasi dan evolusi, namun, jumlah yang relevan dari
individu untuk dianggap hanya terdiri dari orang-orang yang secara aktif
berpartisipasi dalam reproduksi. Karena tidak semua orang mengambil bagian
dalam reproduksi, ukuran populasi yang penting dalam proses evolusi berbeda
dari ukuran sensus. Bagian ini disebut ukuran populasi efektif dan dilambangkan
oleh Ne. Wright (1931) memperkenalkan konsep ukuran populasi efektif, yang
ketat didefinisikan sebagai ukuran populasi yang ideal yang akan memiliki efek
yang sama random sampling pada frekuensi alel dari populasi yang sebenarnya.
2.5 Metode untuk Menaksir Densitas

a) Metode Removal

Dalam penaksiran kelimpahan populasi, salah satu metode yang dapat


dilakukan adalah dengan metode removal. Pada metode ini, data hasil percobaan
dapat diperoleh dengan 3 cara, yaitu: Metode singkat (short method), Metode
grafik, Analisis regresi linier. Ketiga metode tersebut memiliki perbedaan dalam
pemakaian masing-masing. Adapun perbedaan dalam pemakaian metode tersebut
adalah:

 Metode singkat (short method)

Pada metode ini, hanya membutuhkan datahasil penangkapan dari dua


kali periode penangkapan. Bila dilakukan lebih, maka yang digunakan hanya data
penangkapan yang pertama dan yang kedua saja.

 Metode grafik

Metode ini juga digunakan untuk menaksir kelimpahan populasi suatu


hewan. Seperti namanya, metode ini disajikan dalam bentuk grafik, dimana
sumbu X merupakan jumlah individu tangkapan kumulatif dan sumbu Y
merupakan jumlah individu hasil tangkapan pada suatu periode penangkapan.
Pada metode ini, tidak dibatasi sampai berapa kali penangkapan, semakin banyak
maka akan semakin baik karena akan tampak taksiran kelimpahannya di tiap
perlakuan dan pembaca dimudahkan untuk mengetahui hasilnya karena tersaji
dalam bentuk grafik.

 Analisis regresi linier

Metode ini pada dasarnya mirip dengan metode grafik. Dibandingkan


dengan kedua metode lainnya, metode ini adalah metode yang paling akurat
karena mengolah data dari tiap penangkapan dan memasukkannya kedalam rumus
sehingga diketahui secara akurat data taksiran kelimpahan populasinya.

b) Metode CMR
Pertimbangan untuk menaksir suatu populasi hewan dengan
menggunakan metode CMR adalah karena metode ini dianggap paling tepat
digunakan khususnya bagi hewan kecil seperti kutu beras dan pada habitat yang
tidak terlalu luas (sempit), karena bila pada area yang luas, metode ini akan
menjadi susah untuk digunakan. Pada metode ini, hewan yang telah ditangkap
akan diberi penanda sehingga kita dapat mengetahui mana hewan yang telah kita
tangkap diperiode pertama dengan yang baru kita tangkap. Penandaan tersebut
dapat memudahkan kita dalam proses penaksiran kelimpahan populasi.

Ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan pada metode ini, yaitu:
1. Tanda yang digunakan harus mudah dikenali kembali dan tidak ada yang
hilang atau rusak selama periode pengamatan.
2. Tanda yang digunakan tidak mempengaruhi atau mengubah perilaku aktivitas
dan peluang hidup.
3. Setelah diberi penandaan hewan-hewan itu harus dapat berbaur dengan
individu-individu lain didalam populasi.
4. Peluang untuk ditangkap kembali harus sama bagi individu-individu yang
bertanda maupun tidak.

Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala ketikan melakukan metode


CMR adalah:

1. Adanya kemungkinan tanda yang digunakan tidak dikenali kembali, hilang


atau rusak selama periode pengamatan.
2. Tanda yang digunakan mempengaruhi atau mengubah perilaku aktivitas dan
peluang hidup hewan.
3. Setelah diberi penandaan hewan-hewan tidaks dapat berbaur kembali dengan
individu-individu lain didalam populasi karena penanda tersebut membuat
organisme itu dijauhi sesamanya.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka yang harus sangat diperhatikan


adalah proses penandaannya. Penanda yang digunakan harus dapat meminimalisir
atau bahkan meniadakan kemungkinan hal buruk yang terjadi selama proses
pengamatan. Selain itu, perlakuan pengamat terhadap hewan yang ditangkap dan
dilepaskan kembali harus benar-benar baik, hal ini menjaga agar hewan tidak stres
dan dapat bergabung kembali dengan sesamanya dihabitat aslinya.

2.6 Analisis Statiska

Analisis statistik sebagai berikut :

 Untuk data kuantitatif, iaitu data yang berupa angka atau bisa diangkakan,
analisis statistik lebih tepat digunakan
 Statistik deskriptif dan statistik inferensial
Statistika Inferensial

 Digunakan untuk mengolah data kuantitatif dengan tujuan untuk menguji


kebenaran suatu teori baru yang diajukan peneliti yang dikenal dengan
hipotesis -> penelitian inferensial
 Dalam penelitian inferensial, teknik analisis statistik yang digunakan
merujuk kepada suatu pengujian hipotesis
 Statistik deskriptif digunakan untuk membantu memaparkan
(menggambarkan) keadaan yang sebenarnya (fakta) dari satu
sampel penelitian -> penelitian deskriptif
 Penelitian deskriptif tidak untuk menguji suatu hipotesis.
Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

1. Cara mengambil sampel terdiri dari 2 cara yaitu probability sampling (random
sampling) dan non-probability sampling ( non-random smpling)
2. Asesmen terhadap kelimpahan terdiri dari 3 yaitu densitas ,penutup (cover), dan
frekuensi
3. Faktor yang mempengaruhi suatu frekuensi yaitu seleksi alam, mutasi gen,
reproduksi seksual dan rekombinasi, perkawinan acak dan perkawinan keluarga,
migrasi, arus genetik acak, dan efek ukuran populasi.
4. Untuk mengukur densitas dibutuhkan beberapa metode yaitu metode removal,
metode grafik, dan analisi regenerasi linier

3.2 Kritik dan Saran

Sebaiknya saat praktikan melakukan percobaan langsung dilapangan


harus dengan teliti saat melakukan pengambilan sampe dan mengukur densitas.
Kita juga harus mengetahui faktor yamg mempengaruhi frekuensi suatu daerah.
Percobaan yang dilakukan harus dilakukan dengan hati-hati.
Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta
Ewusle, J. Yanney. 1990. Ekologi Tropika. Bandung : ITB

Michael, P. 2000. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.


Jakarta : UI Press

Narbuko, chalid dan Abu Ahmadi. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara

Odum, Eugene P. 1973. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : UGM

Ramli, Dzaki. 1989. Ekologi. Jakarta : Depdikbud

Suin, nurdin Muhammad.1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara : Jakarta

Supangat, And. 2008. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan Noon
Parametrik. Jakarta : Kencana

Suryabrata, Sumadi. 2010. Metode penelitian. Jakarta: Rajawali Pers

Syamsurizal. 1999. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang : FMIPA UNP.

Anda mungkin juga menyukai