LATAR BELAKANG
Undang-Undang Praktik Kedokteran tahun 2004 mengamanatkan bahwa perlu dirumuskan suatu
standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional dalam pelayanan kesehatan.
Sebagai upaya untuk memenuhi amanat dalam UU tersebut, RS Sentra Medika Cibinong perlu
menetapkan standar alat, ruang, dan tenaga serta kompetensi pelayanan pada rumah sakit.
Harapannya, rumah sakit dapat memiliki sumber data sarana, prasarana, alat, dan sumber daya manusia
yang kompetensinya sesuai dengan kelasnya. Selain itu adanya pedoman yang jelas mengenai sumber
daya dan pengaturan pelayanan, diharapkan rumah sakit mampu membuat perencanaan yang lebih
baik dan matang dalam pengembangan dan peningkatan mutu layanan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu
pelayanan umum dan pelayanan medik. RS Sentra Medika Cibinong mengadopsi standar-standar
akreditasi nasional yang disusun dan ditetapkan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) untuk
mendukung upaya peningkatan mutu pelayanan tersebut.
Penyusunan pedoman ini merujuk pada persyaratan input minimal di berbagai standar, pedoman, serta
indikator. Diharapkan buku ini dapat dimanfaatkan oleh para pimpinan, pengambil keputusan, dan
seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit dalam penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit.
TUJUAN PEDOMAN
Tujuan pedoman ini adalah sebagai acuan bagi para pimpinan, pengambil keputusan, dan tenaga
kesehatan rumah sakit, sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan agar dapat meningkatkan
kemampuan dan mutu pelayanan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan, sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan yang terkini dan berlaku, serta
sesuai dengan harapan masyarakat.
VISI :
Menjadi rumah sakit unggulan dan pilihan yang memberikan pelayanan terbaik di Wilayah Bogor dan
sekitarnya
MISI :
Memberikan pelayanan kesehatan bermutu dengan mengutamakan keselamatan pasien dan
kepuasan pelanggan dengan biaya terjangkau.
Menyediakan fasilitas pelayanan yang lengkap terpadu, terpelihara dan siap guna.
Menyediakan tim medik profesional dan karyawan yang memiliki etos kerja dan berdedikasi tinggi,
serta dikelola oleh tim manajemen yang kapabel, kolaboratif, solid didukung sistem kelola rumah
sakit yang baik.
Ikut mempromosikan pola hidup sehat baik kepada pelanggan umum, mitra perusahaan/ asuransi
serta masyarakat pada umumnya.
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
4. SK ?? Nomor ?? tanggal ?? tentang Organisasi dan Tata Kerja RS Sentra Medika Cibinong.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tenaga di RS Sentra Medika dibagi berdasarkan kebutuhan dari setiap unit. Usulan tenaga diberikan
oleh atasan dari masing – masing unit untuk diberikan ke bagian SDM.
PENGATURAN JAGA
Pengaturan jaga diatur oleh masing – masing bagian. Untuk jam kerja setiap unit diatur dalam pedoman
SDM RS Sentra Medika Cibinong.
BAB III
STANDAR FASILITAS SARANA PRASARANA
DENAH RUANG
Sesuai dengan Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI
tahun 2012, Bangunan Rumah Sakit harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang sudah
dipersyaratkan.
RS Sentra Medika Cibinong sebagai rumah sakit tipe B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) spesialis
penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar. Dengan kapasitas tempat
tidur minimal 200 buah.
b. Komponen dinding
Dinding harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, dan tahan cuaca.
Lapisan penutup harus bersifat non porosif
Warna dinding cerah dan tidak menyilaukan mata
Hubungan/pertemuan antar lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan.
c. Komponen langit-langit
Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, tahan terhadap air, dan tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien
Lapisan penutup harus bersifat non porosif
Warna cerah dan tidak menyilaukan mata
d. Komponen pintu dan jendela
Pintu dan jendela harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, tahan cuaca
Pintu masuk dari area drop off ke ruang gawat darurat disarankan menggunakan pintu swing
dengan membuka kea rah dalam dan alat penutup pintu otomatis.
Pintu keluar/masuk utama memiliki bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui brankar pasien
dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal
90 cm.
Dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai di daerah sekitar pintu masuk.
Apabila ada jendela, maka bentuk profil kusen seminimal mungkin supaya tidak menyimpan
debu.
- Lebar minimal area tempat tidur pasien adalah 250 cm sehingga kedua sisi di samping
tempat tidur pasien memiliki lebar masing-masing 77 cm.
- Lebar pintu minimal 120 cm untuk mengakomodasi brankar pasien.
- Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk kedalam ruangan
- Alur petugas dan pengunjung dipisah
- Ruang isolasi adalah ruang yang menampung pasien yang menderita penyakit menular,
penyakit yang menimbulkan bau, dan gaduh.
b. Komponen langit-langit
Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu/kotoran.
Pelayanan ICU diselenggarakan 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dan dipimpin oleh dokter
intensivist dan dokter anestesiologi yang bekerja penuh waktu.
Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :
- Resusitasi jantung dan paru
- Pengelolaan jalan nafas termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana.
- Terapi oksigen
- Pemantauan EKG, pulsa oksimetri terus menerus.
- Pemberian nutrisi enteral dan parental
- Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
- Pelaksanaan terapi titrasi
- Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
- Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portable selama transportasi pasien
gawat.
- Kemampuan melaksanakan fisioterapi dada
ICU sebaiknya mempunyai ruangan tersendiri yang berdekatan dengan ruangan bedah, ruang
darurat dan ruang perawatan lainnya.
ICCU
Ketentuan tempat tidur: jumlah tempat tidur pada ICCU akan sama dengan ICU pada
umumnya. Open plan pada layout tempat tidur tidak dapat diterapkan, karena pasien cardiac
harus mempunyai kamar terpisah dan privasi dari penglihatan dan pendengaran, walaupun 2
tempat tidur dalam 1 kamar diperbolehkan. Minimum 50% dari pasien ICCU harus
diakomodasi dalam ruang singlebed.
b. Komponen dinding
Dinding harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, dan tahan cuaca.
Lapisan penutup harus bersifat non porosif
Warna dinding cerah dan tidak menyilaukan mata
Hubungan/pertemuan antar lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan.
Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, dan seamless
Apabila punya sambungan seperti panel dengan bahan melamin (bahan anti bakteri dan
tahan gores) atau insulated panel system maka antar sambungan harus disealent dengan
sealent anti bakteri.
Alternatif bahan dinding adalah sandwich panel galvanis yang kedua sisinya dicat anti bakteri
dan disealent anti bakteri pada antar sambungan panel
Cat epoxy mempunyai kecenderungan mengelupas dan membentuk serpihan
c. Komponen langit-langit
Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, tahan terhadap air, dan tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien
Lapisan penutup harus bersifat non porosif
Warna cerah dan tidak menyilaukan mata
Langit-langit digunakan untuk menggantung lampu bedah, pendan bedah dan bermacam
gantungan lainnya seperti difuser AC, peralatan yang digantung harus dengan sistem geser,
karena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikroorganisme setiap kali digerakkan
7. Instalasi Radiologi
Instalasi ini meliputi : pelayanan radiodiagnostik, pelayanan radioterapi, dan pelayanan kedokteran
nuklir.
8. Instalasi laboratorium
Fungsi Instalasi ini memberikan pelayanan diagnostik untuk mendukung IGD, RJ, Radiologi, dan RI.
1. Instalasi Farmasi
Instalasi ini bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.
Pelayanan farmasi meliputi penyediaan dan distribusi semua perbekalan farmasi, pelayanan farmasi
klinik serta membuat informasi dan menjamin kualitas pelayanan yang berhubungan dengan
penggunaan obat.
2 . Instalasi CSSD
Instalasi ini merupakan pusat sterilisasi alat medik, menerima, mensortir dan memproses alat-alat
medis untuk dibersihkan dan disterilisasi.
Sirkulasi ke fasilitas ini terpisah dari sirkulasi pengunjung atau medis pada umumnya.
3 . Instalasi Gizi
Instalasi ini memberikan pelayanan gizi bagi unit perawatan, ICU, IGD, dan unit kandungan.
7 . Instalasi Laundry
Menerima mensortir dan memproses linen dan laken kotor rumah sakit. Untuk menjaga kelayakan
dan kebersihan pelayanan pasien.
Limbah padat radioaktif dikemas dan diatur sesuai peraturan perundangan yang berlaku (PP
No.27 tahun 2012) dan diserahkan ke BATAN
Pemusnahan limbah infeksius dan benda tajam dilakukan dengan insinerator (>1000° C)
Khusus limbah sangat infeksius harus ditangani sedini mungkin dalam autoklaf.
Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor bila dalam
jumlah sedikit dan tidak bisa dikembalikan harus dimusnahkan dengan insinerator.
Limbah sitotoksis dianjurkan dikembalikan ke distributor, insinerasi dan degradasi kimia
Terdapat tempat sampah yang kuat, tahan karat dan kedap air dengan penutup dan kantong
plastik dan lambang sesuai pedoman minimal 1 buah tiap kamar setiap radius 10 m dan
radius 20 m pada ruang terbuka.
Penanganan limbah cair dilakukan dengan instalasi pengolahan limbah dan disalurkan
melalui saluran tertutup, kedap air, mengalir lancar serta terpisah dari saluran air hujan.
Kualitas effluent yang layak dibuang ke lingkungan harus memenuhi baku mutu (BOD =
75mg/l; COD= 100mg/l; TSS= 100mg/l; Ph= 6-9)
Pembuangan limbah toilet kamar mandi harus dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
lubang penghawaan dalam kamar mandi dan toilet harus berhubungan langsung dengan
udara luar.
STANDAR FASILITAS
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
Jenis layanan di RS Sentra Medika Cibinong disusun berdasarkan kebutuhan pasien dan masyarakat,
kapasitas sumber daya manusia, serta ketersediaan sumber daya lainnya yang sesuai untuk layanan
tingkat tersier dan kuartener. Jenis-jenis layanan yang dikembangkan di RS Sentra Medika Cibinong
ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan pasien dan masyarakat melalui pelayanan yang
bermutu dan berorientasi keselamatan pasien, menunjang proses pendidikan yang berkesinambungan,
dan pengabdian masyarakat serta penelitian yang pada ujungnya akan dilakukan untuk sepenuhnya
meningkatkan layanan di rumah sakit.
10.1.6. Hepatobilier
10.1.6.1. Rawat Jalan
10.1.6.2. Prosedur Diagnostik
- USG Abdomen
- Peritoneuscopy
- Biopsi Hati (Guided, Blind)
- Cholangiography
- Gastroscopy
- FNAB Modul/Tumor Hepar
- Endosonography
- Flicker Test
10.1.6.3. Prosedur Terapeutik
- Injeksi etanol perkutan
- Aspirasi Abses, Kista
- Radio Frequency Ablation
- Bond Ligation
- Pungsi Asites
- Percutaneous Transhepatic Biliary Drainage (PTBD)
- Percutaneous Transhepatic Gall Bladder Drainage
(PTGBD)
B. UNIT PELAYANAN
No. UNIT KERJA JENIS PELAYANAN
1 Rawat Jalan Terdapat di lantai 1, 2, 3, dan 4
2. Unit Gawat Darurat 2.1. Pelayanan emergency 24 jam
3.1.1 Tindakan medik kegawatdaruratan
3.1.2 Resusitasi
3.1.3 Kamar Operasi
3.1.4 Laboratorium
3.1.5 Radiologi
3.1.6 Farmasi
2.2. Pusat Krisis Terpadu (PKT)
2.3. Pelayanan intensive care
3.3.1 Intensive Care Unit/ICU dengan ventilator
3.3.2 High Care Unit/HCU tanpa ventilator
2.4. Pelayanan hemodialisa (cuci darah) 24 jam
3.4.1. Anak
3.4.2. Dewasa
2.5. Pelayanan kebidanan
2.5.1. Persalinan normal
2.5.2. Persalinan dengan tindakan
2.5.3. Persalinan dengan operasi (Sectio Caesaria)
2.5.4. Rooming in
2.6. Pelayanan Kamar Operasi 24 jam
Pelayanan Medis Spesialis dan Sub Spesialis
4. Rawat Inap Lantai 2 Rawat Inap untuk maternity dan anak
- Deasy (Anak kelas 1, utama dan VIP)
- Aster (Maternity BPJS kelas I,II, III dan Anak kelas I,II, III)
- Lily (Anak kelas II, III tunai dan jaminan non BPJS)
- Lavender (Maternity VIP, Utama, I, II dan III jaminan non
BPJS)
Ruang Rawat Intensif (ICU,HCU NICU, PICU, Perinatalogi)
VK
5. Rawat Inap Lantai 3 Rawat Inap untuk dewasa
- Amarylis (VIP deluxe, VIP)
- Orchid (Kelas I dan utama)
- Tulip (Kelas II dan III tunai dan jaminan non BPJS)
- Gladiol (Kelas I,II, dan III BPJS)
6. Rawat Inap lantai 4 Ruang Intensif ICCU dengan 6 TT
C. PELAYANAN PENUNJANG
UNIT PELAYANAN
No. JENIS PELAYANAN
PENUNJANG
1. Unit Rekam Medik 1.1. RM. Rawat Jalan
1.2. RM. Rawat Inap
1.3. RM. Untuk Penelitian
2. Unit Pelayanan Pasien 2.1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan 2.1.1. Kartu Jakarta Sehat (KJS)
2.1.2. Jamkesmas
2.1.3. Jampersal
2.1.4. Jamplethas
2.1.5. PJKMU
2.1.6. Askes Sosial
2.1.7. TNI/POLRI
2.1.8. Jamsostek Kesehatan
2.2. Jamkesda
2.3. Inhealth Insurance
2.4. Perusahanan/ Asuransi yg bekerja sama dengan RSSM
3. Instalasi Farmasi 3.1. Pelayanan Satelit
3.2. Aseptic Dispensing
3.3. Handrub
3.4. Pelayanan Farmasi Klinik
4. Unit Produksi Makanan 4.1. Penyediaan Makanan Pasien
4.2. Penyediaan Makanan Pegawai
4.3. Penyediaan Makanan untuk Kegiatan seminar dan lain lain di
RSSM
5. Unit Sanitasi Lingkungan 5.1. Pengolahan limbah cair & padat
5.2. Pengolahan Kebersihan Lingkungan
5.3. Pemantauan Kualitas Lingkungan
5.4. Pengelolaan & Pengendalian Serangga & Binatang
Pengganggu
6. Unit Layanan Pengadaan
7. Instalasi Seterilisasi Pusat 7.1. Proses Decontaminasi
(CSSD) 7.2. Proses Pengemasan
7.3. Proses Sterilisasi dan Labeling
7.4. Ultrasonic Cleaner
7.5. Pemeriksaan Mutu
7.6. Penyimpanan dan Pendistribusian Barang Steril
8. Instalasi PKRS 2.1. Penyuluhan Kes. Masyarakat RS
2.2. Majalah Halo Cipto
9. Instalasi Laundry 9.1. Pencucian Linen RS
9.2. Pengeringan dan Penyetrikaan
9.3. Pengemasan Linen Bersih
9.4. Penyimpanan Linen
9.5. Perndistribusian Linen Bersih
10. Instalasi Gizi 10.1. Konsultasi Pasien R.Jalan & R.Inap
10.2. Pengaturan Diet Pasien R.Inap
11. Instalasi Administrasi Logistik 11.1. Logistik Farmasi
11.2. Bahan Makanan
11.3. Teknik
11.4. Rumah Tangga & Perlengkapan
11.5. Administrasi & Keuangan
12. Bagian Diklat 12.1. Menyusun Rencana dan Program Diklat
12.2. Mengelola Kegiatan Diklat
12.3. Mengkoordinasikan kegiatan Diklat
12.4. Memantau dan evaluasi Pelaksanaan Diklat
13. Instalasi Bedah
14. Unit Manajemen Sistem
Informasi
15. Komite Mutu Keselamatan Patient Safety
dan Kinerja
16. K3RS
BAB V
LOGISTIK
I. Jaminan Keamanan Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit(Bagian Anggaran, Bagian
Perbendaharaan, dan ULP)
Pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi bersifat multidisipliner yang meliputi serangkaian
kegiatan, yaitu: pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, peresepan, penyiapan/peracikan,
pemberian, dan pemantauan. Rangkaian kegiatan tersebut harus diselenggarakan secara efektif dan
efisien dengan berorientasi pada keselamatan pasien.Mengingat kompleksnya kegiatan-kegiatan
tersebut, maka diperlukan kebijakan perbekalan farmasi di rumah sakit yang disepakati dan diterapkan
sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat memberikan keselamatan dan kepuasan bagi pasien.
Organisasi:
Direktur adalah penanggungjawab atas kebijakan yang diberlakukan di rumah sakit, termasuk
kebijakan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
Wadir Medik adalah pengendali program pengelolaan perbekalan farmasi di RS Sentra Medika
Cibinong.
Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur
Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan serta
penggunaan perbekalan farmasi di RSSM.
Bidang Pelayanan Medik adalah staf pengendali program pengelolaan perbekalan farmasi yang
bertugas melakukan pengkajian terhadap perencanaan yang diusulkan Instalasi Farmasi beserta
departemen/unit pelayanan terpadu (UPT)dan sistem pengendaliannya.
Departemen Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola kegiatan pelayanan
medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan keselamatan pasien serta
mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan, penelitian.
Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional sebagai pusat pendapatan yang berada di bawah
Direktorat Medik dan Keperawatan dan mempunyai tugas melaksanakan perencanaan perbekalan
farmasi kebutuhan semua pelayanan kesehatan di RS Sentra Medika Cibinong yang optimal,
mengatur produksi sediaan farmasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi di satelit
farmasi, serta bertanggung jawab untuk melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur
kefarmasian dan etika profesi.
Satelit Farmasi adalah bagian dari Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan farmasi di unit
pelayanan.
Depo Farmasi adalah tempat menyimpan perbekalan farmasi berupa bahan medis habis pakai
(BMHP) yang berada di bawah dan menjadi tanggung jawab unit kerja pelayanan.
Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk melakukan
pembelian melalui prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Panitia Penerimaan adalah panitia yang dibentuk oleh Direktur untuk menerima barang yang dibeli.
Instalasi Administrasi Logistik (IAL) adalah unit kerja fungsional yang mempunyai tugas melaksanakan
pemesanan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan perbekalan farmasi sesuai
prosedur.
Pengelolaan obat dan perbekalan farmasi lainnya di RS Sentra Medika Cibinongdiselenggarakan dengan
sistem satu pintu sesuai Undang Undang No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, pasal 15 ayat 3.Perbekalan
farmasi dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu perbekalan farmasi dasar, perbekalan farmasi
emergensi, dan perbekalan farmasi pelengkap. Perbekalan farmasi dasar adalah perbekalan farmasi
yang merupakan kebutuhan dasar dalam perawatan/tindakan/diagnostik di ruangan atau perbekalan
farmasi untuk pemakaian bersama (sharing) oleh pasien.Perbekalan farmasi emergensi adalah
perbekalan farmasi yang diperlukan segera untuk menyelamatkan jiwa pasien.Perbekalan farmasi
pelengkap adalah perbekalan farmasi kebutuhan individu pasien selain perbekalan farmasi dasar dan
perbekalan farmasi emergensi.Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan peraturan perbekalan
farmasi RS Sentra Medika Cibinongdilakukan secara terbuka dan akuntabel.
Dalam mengemban tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya 1
bulan sekali guna membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi,
pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi.Keputusan rapat pleno yang
menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah.Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat
dilakukan pemungutan suara.Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari
kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien.
V. PEMILIHAN
Pemilihan terhadap perbekalan farmasi yang akan digunakan di RS Sentra Medika Cibinong harus
dilakukan secara cermat dengan memertimbangkan asas cost-effectiveness. Panitia Farmasi dan Terapi
harus memilih produk obat yang menunjukkan keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari
aspek khasiat, keamanan, ketersediaannya di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
Proses pemilihan obat mengikuti Standar Prosedur Operasional Penyusunan Formularium.Penyediaan
jenis perbekalan farmasi harus dibatasi untuk efisiensi pengelolaannya dan menjaga kualitas
pelayanan.Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh pimpinan RS Sentra Medika Cibinong
untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan di RSCM tertuang dalam buku Formularium RS Sentra
Medika Cibinong.
Proses penyusunan dan revisi formularium (sistem formularium) harus dirancang agar dihasilkan
formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Revisi
formularium dilakukan setiap tahun.Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan
sebagai salah satu peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua staf medik.Departemen
mengajukan usulan obat baru untuk dimasukkan ke dalam formularium ke Panitia Farmasi dan Terapi
berdasarkan fakta bahwa obat tersebut tercantum di dalam clinical pathwayatau pedoman pelayanan
medik yang diterbitkan oleh Departemen. Oleh karena itu setiap perubahan obat atau rejimen terapi di
dalam clinical pathwayatau pedoman pelayanan medik harus diberitahukan secara tertulis dengan
mencantumkan tanggal efektif pelaksanaan penggantian kepada Panitia Farmasi dan Terapi.
Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi dengan informasi
tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan, bioavailabilitas dan farmakokinetik,
kisaran dosis, efek samping dan efek toksik, perhatian khusus, kelebihan obat baru ini dibandingkan
dengan obat lama yang sudah tercantum di dalam formularium, uji klinik, atau kajian epidemiologi yang
mendukung keunggulannya, perbandingan harga dan biaya pengobatan dengan obat atau cara
pengobatan terdahulu. kecuali yang memiliki data bioekuivalensi (BE) dan/atau rekomendasi tingkat I
evidence-based medicine (EBM). Obat yang terpilih masuk dalam formularium adalah obat yang
memerlihatkan tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan keamanannya. Bila dari
segolongan obat yang sama indikasinya memerlihatkan tingkatan bukti ilmiah khasiat dan keamanan
yang sama tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal ketersediaannya di pasaran, harga
dan biaya pengobatan yang paling murah.
Suatu obat harus dihapuskan dari formularium jika obat tersebut sudah tidak beredar lagi di pasaran,
tidak ada lagi yang meresepkan, atau sudah ada obat lain yang lebih cost-effective.Pada kasus yang
memerlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dokter dapat mengajukan
permintaan khusus dengan mengisi Formulir Permintaan Khusus Obat Non Formularium yang ditujukan
kepada PFT. Selanjutnya PFT akan memutuskan apakah penyediaan obat tersebut dapat disetujui atau
tidak. Jika dapat disetujui, maka Instalasi Farmasi akan melanjutkan proses pengadaannya. Proses
permintaan obat non formularium mengikuti Standar Prosedur Operasional Permintaan Obat Non
Formularium.Pada keadaan obat yang diperlukan tidak tersedia, maka Instalasi Farmasi akan
menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis resep dan menyarankan obat pengganti jika ada.
Sosialisasi formularium dilakukan oleh PFT melalui presentasi di hadapan staf medik.Buku Formularium
yang sedang berlaku wajib tersedia di setiap lokasi pelayanan: di ruang rawat, klinik, gawat darurat,
ruang dokter dan satelit farmasi. Setiap dokter harus memiliki buku formularium yang menjadi acuan
selama melakukan praktik di RSSM.
Pengawasan kepatuhan pemakaian obat sesuai formularium dilakukan secara berjenjang dimulai dari
divisi, secara berkala dan berdasarkan data penggunaan obat dari Instalasi Farmasi.Penyimpangan
terhadap penggunaan obat tidak sesuai dengan formularium diberikan sanksi sesuai dengan yang
tercantum dalam Peraturan Internal Staf Medis (MSBL) RS Sentra Medika Cibinong. Penghargaan
terhadap penggunaan obat sesuai dengan formularium RS Sentra Medika Cibinong akan diberikan
sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
VI. PERENCANAANDANPENGADAAN
a. Perencanaan mengacu kepada formularium serta daftar alat kesehatan dan reagensia yang telah
disepakati oleh pengguna dan ditetapkan oleh Direksi RS Sentra Medika Cibinong.
b. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia dilakukan berdasarkan perencanaan yang diajukan
oleh pengguna.
c. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formularium serta alat kesehatan dan reagensia yang
tidak tercantum dalam daftar alat kesehatan dan reagensia hanya dapat dilakukan setelah mendapat
rekomendasi dari PFT dan disetujui oleh direksi.
d. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia untuk seluruh kebutuhan RS Sentra Medika Cibinong
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku di RS Sentra Medika Cibinong.
e. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia di luar jam kerja Instalasi Administrasi Logistik
dilakukan mengikuti Standar Prosedur Operasional Pengadaan Perbekalan Farmasi Di Luar Jam Kerja
VII. PENYIMPANAN
a. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain petugas farmasi.
b. Penyimpanan obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis harus dilakukan sesuai persyaratan dan
standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta memudahkan dalam
pencariannya untuk memercepat pelayanan.
c. Khusus bahan berbahaya seperti bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif, radioaktif,
oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi dan berbahaya
lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya.
d. Obat narkotika disimpan dalam lemari terpisah dengan pintu berkunci. Untuk penyimpanan
narkotika di gudang dan satelit farmasi, pintu berkunci ganda.
e. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan: kandungan, tanggal kadaluarsa,
dan peringatan penting.
f. Obat High Alert (obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di tempat terpisah dan
diberi label khusus mengikuti Instruksi Kerja Penyimpanan Obat High Alert.
g. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar obat High Alert, yaitu: kalium klorida 7,46%, natrium
klorida 3%, tidak boleh disimpan di ruang rawat, kecuali di kamar operasi jantung dan unit
perawatan intensif (ICU). Penyimpanan elektrolit pekat di tempat terpisah dengan akses terbatas
dan harus diberi label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak disengaja.
h. Obat dengan tampilan mirip atau bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA) disimpan tidak
berdekatan dan diberi label “LASA”.
i. Perbekalan farmasi dan tempat penyimpanannya harus diperiksa secara berkala.
j. Pasien tidak diperbolehkan membawa perbekalan farmasi dari luar RS Sentra Medika Cibinong untuk
digunakan selama perawatan di RS Sentra Medika Cibinong. Jika melanggar ketentuan tersebut,
maka pasien/keluarga pasien menandatangani surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien
bertanggung jawab atas akibat penggunaan perbekalan farmasi yang dibawa. Perbekalan farmasi
yang dibawa masuk oleh pasien harus diperiksa mutunya secara visual dan dicatat dalam“formulir
serah terima perbekalan farmasi dari pasien”. Obat disimpan di satelit farmasi dalam wadah terpisah
dan diberi label yang jelas.
k. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi sesuai dengan aturan penyimpanan
yang ditetapkan produsen.
l. Obat yang bersifat radioaktif disimpan sesuai dengan persyaratan penyimpanannya.
m. Obat penelitian disimpan terpisah dari obat lain dan dikelola sendiri.
n. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli/tas emergensi terkunci, diperiksa, dipastikan
selalu tersedia, dan harus diganti segera jika jenis dan jumlah sudah tidak sesuai dengan yang
terteradidaftar.
o. Di unit pelayanan yang tidak memiliki satelit farmasi 24 jam, maka pelayanan dialihkan ke satelit
farmasi 24 jam yang sudah ditetapkan.
p. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, kadaluarsa, rusak harus dikembalikan ke gudang farmasi
Instalasi Administrasi Logistik sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pengembalian Perbekalan
Farmasi.
q. Obat yang ditarik oleh pemerintah atau pabrik yang membuatnya harus segera dikembalikan ke
gudang farmasi Instalasi Administrasi dan Logistik sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Penarikan Kembali Perbekalan Farmasi.
r. Obat yang sudah rusak, kadaluarsa dan terkontaminasi harus disimpan terpisah sambil menunggu
pemusnahan.
s. Pemusnahan perbekalan farmasi harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemusnahan
Perbekalan Farmasi
VIII. PERESEPAN
1. Tenaga kesehatan yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dan dokter tamu yang
bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RS Sentra Medika Cibinong.
2. Tenaga kesehatan yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP
(Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif)
3. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation) sebelum menulis
resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien
dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat
(omission)
4. Penulis resep harus memerhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi
alergi.
5. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan, rejimen
berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medik dituliskan “terapi
lanjutkan” dan pada instruksi medik farmakologis/ kardeks (catatan pemberian obat) tetap
dicantumkan nama obat dan rejimennya.
6. Resep dibuat secara elektronik menggunakan sistem EHR atau manual pada blanko lembar resep
berkop RS Sentra Medika Cibinong yang telah dibubuhi stempel Departemen/Unit Pelayanan
tempat pasien dirawat/berobat.
7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim sehingga tidak
disalahartikan.
8. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound Alike(LASA) yang
diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan
lain.
9. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS Sentra Medika Cibinong.
10. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar Alat Kesehatan
RS Sentra Medika Cibinong.
11. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep pertama pasien baru masuk, resep reguler, resep cito,
resep pengganti emergensi
a) Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir
c. Berat badan pasien (untuk pasien anak dan pasien kemoterapi)
d. Tinggi badan (untuk pasien kemoterapi) - Nomor rekam medik
e. Nama dokter
f. Tanggal penulisan resep
g. Nama ruang pelayanan
h. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada
bagian kanan atas lembar resep manual atau secara elektronik dalam sistem informasi farmasi
i. Tanda R/ pada setiap sediaan
j. Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik.
b) Untuk obat kombinasi ditulis sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk
sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
a. Jumlah sediaan
b. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat,
untuk bahan padat: mikrogram, miligram, gram dan untuk cairan: tetes, milliliter, liter.
c. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam
bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
d. Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar indikasi yang disetujui
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan clinical pathway atau
panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Departemen.
e. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau prn atau
“pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh: bila nyeri, bila demam) dan dosis maksimal
dalam sehari.
12. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat penggunaan
obat.
13. Perubahan terhadap resep/ instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/ asisten
apoteker harus diganti dengan resep/ instruksi pengobatan baru.
14. Resep/ instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan
dilayani oleh farmasi
15. Jika resep/ instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka perawat/apoteker/asisten
apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter penulis
resep sesuai dengan Instruksi Kerja Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.
16. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high alerttidak
diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak diperbolehkan saat dokter
berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti Instruksi Kerja Instruksi Lisan.
17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan
kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.
IX. PENYIAPAN
1. Penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/ instruksi pengobatan diterima oleh
apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk
diberikan kepada pasien rawat inap, atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien
rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Proses yang
termasuk juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat suntik tertentu, penyiapan obat
sitostatika, dan nutrisi parenteral.
2. Sebelum obat disiapkan, apoteker/ asisten apoteker harus melakukan kajian (review) terhadap
resep/ instruksi pengobatan yang meliputi:
a) ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b) duplikasi terapeutik
c) alergi
d) interaksi obat
e) kontraindikasi
f) kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku,dan menghubungi dokter
penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian. Kajian tidak perlu dilakukan
pada keadaan emergensi, di ruang operasi dan tindakan intervensi diagnostik.
3. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan untuk melakukan kajian
resep.
4. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi diberlakukan substitusi generik, artinya farmasi
diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di RS Sentra
Medika Cibinong dengan terlebih dahulu memberitahu dokter.
5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi berbeda zat
kimianya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu
minta persetujuan dokter penulis resep/konsulen. Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik
dapat dilakukan secara lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal,
jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan persetujuan, dicatat pada lembar resep atau
dalam sistem informasi farmasi.
6. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktik
kefarmasian.
7. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas farmasi.
8. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan teknik aseptik.
9. Petugas yang menyiapkan radiofarmasi harus di bawah supervisi apoteker atau tenaga terlatih.
10. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan sistem dosis unit
(kecuali pada beberapa unit yang belum memiliki staleit farmasi seperti perawatan psikiatri, unit
luka bakar (ULB), dan unit rawat inap bedah anak (BCH)) dan untuk pasien rawat jalan diberlakukan
sistem resep individual. Sistem dosis unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali
pemakaian. Sistem resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas sesuai permintaan jumlah
yang tercantum di resep.
11. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label sesuai Instruksi Kerja Pembuatan Etiket.
12. Penyiapan obat harus dipastikan akurat mengikutiInstruksi Kerja Penyiapan Obat Sistem Dosis Unit,
Instruksi Kerja Penyiapan Obat Sistem Resep Individual, dan Instruksi KerjaPeracikan Obat di Satelit.
X. PEMBERIAN
1. Petugas yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang sudah
memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin praktik di RS Sentra Medika Cibinong.
2. Pemberian obat ke pasien harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemberian Obat.
3. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat ditempelkan pada botol infus atau syringe
pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka label nama obat ditempelkan pada setiap
syringe pump dan di setiap ujung jalur selang.
4. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah supervisi
instruktur klinik, kecuali obat-obat khusus dan high alert.
5. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat/dokter mengenai
kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan meliputi: nama obat, waktu dan frekuensi
pemberian, dosis, rute pemberian, dan identitas pasien.
6. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya baik dengan diperiksa
secara visual.
7. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat yang akan diberikan.
8. Obat yang tergolong obat High Alertharus diperiksa kembali oleh perawat kedua sebelum diberikan
kepada pasien.
9. Pemberian obat harus dicatat di Lembar Pemberian Obat sesuai Standar Prosedur Operasional
Pemberian Obat.
10. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi terlebih dahulu dan
dipantau olehperawat.
11. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalan farmasi, termasuk kehilangan, maka
konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab pihak yang bersalah.
XI. PEMANTAUAN
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan pada setiap
pasien.
2. Panitia Farmasi dan Terapi di tingkat Departemen Medik bertugas memantau efek samping obat.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk
Formularium RS Sentra Medika Cibinong dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek
samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam Formulir Pelaporan Efek Samping
Obat dan dicatat dalam rekam medik.
5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Panitia Farmasi Terapi adalah yang berat, fatal,
meninggalkan gejala sisa sesuai Standar Prosedur Operasional Pemantauan Efek Samping Obat.
6. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Panitia Farmasi dan Terapi RS
Sentra Medika Cibinong.
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat,
apoteker di ruang rawat/Poliklinik.
8. Panitia Farmasi dan Terapi RS Sentra Medika Cibinong melaporkan hasil evaluasi pemantauan efek
samping obat kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan menyebarluaskannya ke seluruh
Departemen Medik/Instalasi/Unit Pelayanan di RS Sentra Medika Cibinong sebagai umpan
balik/edukasi.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
DAMPAK KLINIS/CONSEQUENCES/SEVERITY
Level DESKRIPSI CONTOH DESKRIPSI
1 Insignificant Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
2 Minor Cedera ringan
Dapat diatasi dengan pertolongan pertama, kerugian keuangan
sedang
3 Moderate Cedera sedang
Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis atau intelektual secara
reversibel dan tidak berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Major Cedera luas/berat
Kehilangan fungsi utama permanent (motorik, sensorik,
psikologis, intelektual)/irreversibel, tidak berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya
Kerugian keuangan besar
5 Cathastropic Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit
yang mendasarinya
TINDAKAN
Can be manage by Clinical Manager / Lead Clinician Detailed review & urgent Immediate review &
procedure should assess the consequences treatment should be action required at Board
againts cost of treating the risk undertaken by senior level. Director must be
management informed
Tabel Penilaian Risiko (diisi oleh unit kerja)
UNIT KERJA:
BULAN:
TINDAK
TINDAKAN AKAR TGL PENAN BUKTI
DAMPAK PROBABILITAS SKOR PITA RANGKIN LANJUT
JENIS SEGERA DILAPORKA MASALA PENYEL GGUNG CLOSIN
NO INSIDEN (D) (P) RISIKO RISIKO G RISIKO UNIT
INSIDEN DARI UNIT N TANGGAL H (Diisi ESAIAN JAWAB G
KERJA
KERJA dept)
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 DXP
LANGKAH 4: EVALUASI DAN MENGURUTKAN RISIKO
Mengevaluasi risiko dan membandingkannya dengan kriteria yang dapat diterima untuk mengembangkan
daftar prioritas risiko untuk tindakan selanjutnya. Evaluasi risiko dan prioritas menyangkut perbandingan
antara tingkat risiko yang ditemukan dalam proses analisis dan kriteria risiko yang sudah ada serta
mengembangkan daftar prioritas risiko untuk rencana selanjutnya.
Pada saat membuat kriteria evaluasi, RS Sentra Medika Cibinong mengidentifikasi tingkat risiko yang
harus siap diterima oleh organisasi dari berbagai macam area termasuk lingkungan internal maupun eksternal.
Kriteria risiko akan digunakan untuk mengukur dan memberi peringkat pada risiko, untuk menentukan mana
risiko yang dapat diterima dan mana yang harus dikelola. Kriteria evaluasi risiko dapat dipengaruhi oleh
persepsi internal maupun eksternal serta persyaratan legal.Sangat penting ditetapkan agar kriteria yang tepat
ditentukan sejak awal.
Jenis Kejadian:
1. Administrasi klnis
2. Prosedur klinis
3. Dokumentasi
4. Infeksi terkait rumah sakit
5. Proses pengobatan/cairan infus
6. Darah atau produk darah
7. Nutrisi
8. Oksigen/gas medis
9. Peralatan medis
10. Perilaku pasien
11. Pasien jatuh
12. Kecelakaan pasien
13. Infrastruktur fasilitas/gedung
14. Manajemen
15. Laboratorium
Laporan insiden keselamatan pasien/pegawai ditindaklanjuti dengan investigasi sederhana atau analisis
akar masalah (Root Cause Analysis/RCA).Cara melakukan investigasi sederhana dan analisis akar
masalah diatur dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) dan dilakukan oleh Tim Investigasi.Hasil
analisis laporan insiden disebarkan ke seluruh unit kerja di RS Sentra Medika Cibinong untuk
pembelajaran dan mencegah kejadian yang sama terulang kembali dan dilaporkan oleh Direksi ke
Corporate setiap tiga bulan.
RS Sentra Medika Cibinong juga mengirimkan laporan insiden keselamatan pasien ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit – Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (KKPRS-PERSI).Setiap
pimpinan unit kerja di RS Sentra Medika Cibinong berkewajiban berperan serta secara aktif dan
memberi dukungan kepada stafnya dalam penerapan pelaporan insiden keselamatan pasien dan
pegawai
VII. INVESTIGASIINSIDEN
Investigasi insiden adalah proses penilaian ulang terhadap laporan kejadian dengan merangkum
kronologis kejadian dan mengidentifikasi masalah manajemen dalam pelayanan, mencatat, serta
mewawancara staf yang terlibat.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ditujukan untuk menciptakan
suatu sistem manajemen K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi
dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko,
mencegah dan mengurangi kecelakaan serta penyakit akibat kerja, menciptakan tempat kerja yang aman
terhadap kebakaran, gempa, keamanan, ancaman infeksius, teroris, banjir, peledakan, dan kerusakan yang
pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat, menjaga citra
perusahaan sebagai perusahaan yang mempunyai komitmen K3 yang tinggi.Dalam penerapan SMK3 di
rumah sakit, RS Sentra Medika Cibinong menetapkan struktur panitia K3RS. Struktur Organisasi Unit K3
RSCM adalah sebagai berikut:
Direktur Utama
B. Koordinator K3
Pembuatan dan pelaksanaan program K3 sesuai dengan bidang berdasarkan program Unit
K3RS
Pengawasan dan observasi lapangan K3 pada seluruh rumah sakit dan berkoordinasi dengan PJ
dan Supervisor K3 Gedung
Membuat laporan K3 berupa kecelakaan kerja, unsafe kondisi dan unsafe perilaku serta
pengawasan terhadap setiap kegiatan yang diselenggarakan dalam lingkungan rumah sakit
Berkoordinasi dengan PJ dan Supervisor K3 gedung untuk sosialisasi semua kebijakan,
prosedur, instruksi kerja, formulir K3, laporan K3
Memberikan pembinaan dan pengarahan kepada PJ dan Supervisor K3 Gedung dalam bidang
K3RS
Menyusun dan membuat standar prosedur, instruksi kerja, dan formulir atau lembar kerja
K3RS
Melakukan investigasi terhadap kasus kecelakaan kerja
Membuat laporan kepada Kepala Unit K3RS
Membantu Kepala Unit K3RS dalam pelaksanaan program K3RS
GEDUNG/UNIT
A. Penanggung Jawab K3 Gedung/Unit
1. Menyusun dan membuat program K3 gedung/unit berdasarkan kebijakan yang sudah dibuat
K3RS
2. Menyusun dan membuat standar prosedur, instruksi kerja, dan lembar kerja khusus yang
berlaku hanya pada gedung/unit
3. Melaporkan semua kegiatan kepada Kepala Gedung/Unit
4. Berkoordinasi dengan Kepala Departemen, Instalasi, Unit, Bagian, dan Bidang yang berada
dalam gedung dalam pelaksanaan program K3 gedung/unit
5. Pemantauan implementasi program K3 gedung/unit
B. Supervisor K3 Gedung/Unit
1. Melaksanakan program K3 gedung/unit
2. Pengawasan implementasi semua program K3 Gedung pada semua Departemen, Instalasi,
Unit, Bagian, dan Bidang yang berada dalam gedung
3. Berkoordinasi dengan Koordinator K3RS dan K3 Departemen, Instalasi, Unit, Bagian, dan
Bidang yang sudah ditunjuk
4. Melakukan investigasi dan observasi lapangan secara terus menerus dan teratur serta
menghilangkan Unsafe Kondisi dan Unsafe Perilaku
5. Melakukan identifikasi potensi bahaya di lapangan berkoordinasi dengan koordinator K3RS
dan K3 Departemen, Instalasi, Unit, Bagian, dan Bidang yang berada dalam gedung/unit
6. Melakukan penilaian, pengukuran, dan pengendalian potensi bahaya di lapangan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Sebagai upaya dalam pengendalian mutu, rumah sakit membentuk suatu Komite Mutu, Keselamatan, dan
Kinerja.
STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KELOLA KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN
Struktur organisasi Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yaitu:
1. Subkomite peningkatan mutu
2. Subkomite keselamatan pasien
3. Subkomite sistem manajemen risiko.
Secara garis besar menurut standar JCI, peran Komite PMKP seharusnya:
a. Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan aktivitas pengukuran di seluruh rumah sakit
b. Mendukung pengumpulan data di unit kerja, melakukan validasi, dan analisis yang selanjutnya
akan dipergunakan sebagai umpan balik ke unit kerja tersebut
c. Mendukung perbaikan berdasarkan pada hasil analisis
d. Terlibat dalam pelatihan dan komunikasi terkait isu-isu mutu dan keselamatan pasien
e. Mengintegrasikan sistem pelaporan kejadian dan pengukuran budaya keselamatan untuk
memfasilitasi perbaikan-perbaikan
f. Menelusuri perkembangan dalam pengumpulan data yang harus diukur untuk dijadikan prioritas
organisasi
Struktur Organisasi Komite PMKP :
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Dalam seluruh kegiatan, tim berkoordinasi dengan SubKomite Peningkatan Mutu dari Komite
PMKP,
Dalam kegiatannya, PIC Pengumpul Data dan PIC Indikator berkoordinasi dengan Sub Komite
Peningkatan Mutu..
Dalam pelaksanaan kegiatan perbaikan dan keselamatan yang dilakukan pada area prioritas, sumber
daya manusia dan lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan perbaikan ditugaskan atau dialokasikan
oleh pimpinan rumah sakit.
Model peningkatan mutu yang digunakan di RS Sentra Medika Cibinong adalah Plan-Do-Study-Act
(PDSA).Proses PDSA adalah sebuah siklus yang memungkinkan untuk melakukan perbaikan sistematis
secara terus menerus.Hal ini membantu dalam memenuhi kebutuhan yang terus berubah dan harapan
pasien dan pegawai RSSM.
PDSA (Plan-Do-Study-Action/Rencana-Lakukan-Pembelajaran-Tindakan)
a. Plan/Rencana-perbaikan
Rencanakan bagaimana perbaikan yang dibuat dapat diidentifikasi dalam tahap “S” (Study).
Suatu rencana tindakan yang digunakan untuk menggambarkan upaya perbaikan yang diusulkan.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi peluang awal untuk perbaikan. Pada titik ini fokusnya
adalah untuk menganalisis data untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan hasil yang
diharapkan. Dicari ide untuk memerbaiki proses yang ada. Langkah ini memerlukan waktu yang
paling lama dan usaha yang besar. Di tahap ini dilakukan identifikasi 5 W 1 H: What: apa/ proses
apa yang perlu diperbaiki dan apa data indikator perbaikan yang akan dikumpulkan? Why:
Mengapa perlu diperbaiki? Who: siapa staf yang bertanggung jawab/ PIC uji coba? siapa staf
atau orang yang dilayani dan melayani serta siapa yang akan mengumpulkan data? Where:
dimana perbaikan akan dilakukan, dimana data dikumpulkan? When: kapan perbaikan akan
dilakukan, kapan data akan dikumpulkan, kapan evaluasi dilakukan, berapa lama uji coba
berlangsung?, danHow: bagaimana upaya perbaikan yang akan dilakukan/ sistem baru yang
akan diujicobakan?
b. Do/Lakukan-perbaikan
Melaksanakan rencana
Menjelaskan apa yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana tersebut
Mengamati apa yang terjadi selama implementasi rencana tersebut
Mengumpulkan data
Langkah ini menerapkan uji coba solusi sebagai percobaan dasar untuk proses yang baru.
Sebuah proses atau layanan dirancang dengan baik bila proses atau rancangan itu menggunakan
berbagai macam sumber informasi. Desain proses yang baik itu:
Konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit
Memenuhi kebutuhan pasien, keluarga pasien, staf, dan lain-lain.
Menggunakan practical guidlines terkini, standar klinis, literatur ilmiah dan informasi lain yang
relevan, terkini, dan sudah terbukti tentang praktik-praktik klinis
Konsisten dengan praktik bisnis yang sehat
Memperhitungkan juga informasi relevan tentang manajemen risiko
Dibuat berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang tersedia di rumah sakit ybs
Dibuat berdasarkan best/better/good practices di rumah sakit lain
Memanfaatkan informasi dari kegiatan-kegiatan perbaikan yang terkait
Mengintegrasikan dan menghubung-hubungkan perbagai proses dan sistem.
Berbagai upaya pimpinan rumah sakit untuk menjadikan budaya peningkatan mutu menjadi budaya
organisasi di antaranya menjadikan pembuatan PDSA dan menindaklanjuti temuan sebagai key
performance indicator unit kerja. Diharapkan unit kerja tidak hanya mengerjakan kegiatan tersebut
sebagai upaya pencapaian Indeks Kinerja Unit semata, namun benar-benar menjadi upaya yang terus
menerus untuk menjadikan organisasi lebih baik.
PENINGKATAN KINERJA
Dalam rangka peningkatan kinerja unit rumah sakit maupun unit kerja, rumah sakit menerapkan Sistem
Manajemen Kinerja (SMK)dalam memantau dan mengendalikan pelaksanaan Rencana Strategis di
rumah sakit. SMK merupakan mekanisme yang memampukan berbagai tingkatan organisasi rumah
sakit untuk merencanakan, memantau, dan mengendalikan pencapaian aktual kinerja berbagai unit
kerjanya, sehingga bergerak searah menuju target-target kinerja yang ditetapkan dalam rencana
strategis RSCM.Dengan demikian, manajemen puncak rumah sakit dapat memutuskan dan bertindak
dalam konteks dan ukuran yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisinya.
Berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan arah dan isi rencana strategis yang telah disusun,
rumah sakit di tiap tahun periode penilaian kinerjanya menjalankan tahap-tahap penting berikut ini:
1. Tahap Coaching Renstra
Tahap ini merupakan upaya korporat bersama unit kerja untuk merumuskan visi, misi, sasaran
strategis hingga indikator-indikator untuk mengukur ketercapaian sasaran strategis.
3. Tahap Pemantauan
Tahap ini bertujuan utama untuk memantau perkembangan pencapaian target KPI dari suatu unit
kerja dan pegawai. Dalam tahap ini Komite PMKP, Bidang Pelayanan Medik, dan Bagian
Perencanaan mengumpulkan dan mengompilasi informasi kemajuan pencapaian target KPI unit
kerja/pegawai untuk dilaporkan kepada Direksi sehingga pengambil keputusan mengetahui status
capaian KPI unit kerja atau pegawai. Data pencapaian kinerja ini dilaporkan dan dimonitoring dalam
data base terintegrasi berbasis teknologi informasi untuk membantu menyampaikan informasi
status capaian target KPI unit kerja/ pegawai kepada pihak-pihak terkait.
PROSES RE-DESIGN
Rumah sakit menetapkan metode Failure Mode Effect And Analysis(FMEA) atau Analisis Modus dan
Dampak Kegagalan (AMKD) sebagai metode perbaikan/re-design.FMEA merupakan metode perbaikan
kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi yang dilaksanakan
secara proaktif, dimana kesalahan dapat diprediksi dan dicegah.
Tujuan dilakukannya FMEA adalah untuk:
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian tidak diharapkan.
b. Mengetahui penyebab langsung dan akar masalah kejadian yang tidak diharapkan.
c. Mendapatkan pembelajaran untuk perbaikan pelayanan rumah sakit agar dapat mencegah
kejadian yang sama terulang lagi.
Delapan langkah analisis FMEA adalah:
1. Tentukan topik proses FMEA yang akan dilaksanakan/dievaluasi.
2. Membentuk tim.
3. Gambarkan diagram/alur proses.
4. Brainstorming.
5. Lengkapi formulir FMEA.
6. Lakukan desain ulang proses/kontrol desain.
7. Lakukan analisis dan uji proses baru.
8. Implementasikandanpantau proses baru, ulangi beberapa kali setelah mengeliminasi setiap modus
kegagalan.
Setiap awal tahun, Komite PMKP memberikan data kompilasi risiko yang ada di rumah sakit
berdasarkan Risk Register serta tingkat risikonya kepada Direksi, untuk dipilih/ditetapkan FMEA apa
yang akan dilakukan oleh korporat pada tahun tersebut.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan indikator yang dipilih meliputi;
Kaitan ilmiah: hubungan antara indikator dan hasil proses, sistem, atau klinis yang diukur.
Validitas: apakah indikator menilai apa yang dimaksudkan untuk dinilai dan data dapat
dipertanggungjawabkan kesahihannya.
Ketersediaan sumber daya: hubungan dari hasil indikator untuk biaya yang terlibat dan sumber daya
staf yang tersedia.
Pemilihan konsumen: sejauh mana indikator memerhitungkan kondisi spesifik perorangan atau
kelompok, misalnya, ras, etnis, atau budaya.
Kebermaknaan: apakah hasil capaian indikator mudah dipahami, indikator mengukur variabel dengan
kontrol tertentu, dan kemungkinan variabel tersebut diubah untuk upaya perbaikan kualitas.
Pemimpin rumah sakit bertanggungjawab untuk melakukan seleksi akhir kegiatan pengukuran apa saja
yang ditargetkan. Untuk masing-masing bidang, mereka memutuskan:
Proses, prosedur, hasil yang akan diukur
Ketersediaan “sains” atau bukti yang bisa mendukung ukuran
Bagaimana pengukuran dilaksanakan
Bagaimana ukuran tersebut sesuai dengan rencana keseluruhan dalam program pengukuran
Frekuensi pengukuran
Pemimpin rumah sakit menetapkan bidang-bidang mana saja yang ditargetkan untuk diukur dan
ditingkatkan. Pengukuran tersebut merupakan bagian dari program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien. Kemudian, hasil-hasil pengukuran tersebut dikomunikasi pada mekanisme pengawasan dan
secara berkala kepada pemimpin rumah sakit dan struktur tata kelola (governance) rumah sakit.
☐Stakeholder ☐Finansial
Perspektif : (Pilih Salah Satu
1 ☐Proses Bisnis Internal ☐Pengembangan Personil & Organisasi
dengan tanda "V")
2 Sasaran Strategis :
3 Nama Key Performance
Indicator (KPI) :
4
Alasan memilih indikator :
5 Definisi :
6 Formula :
Kriteria:
7
a. Kriteria Inklusi :
b. Kriteria Eksklusi :
8 Bobot KPI (%) :
9 Tipe Indikator : (Pilih Salah ☐Struktur ☐Proses ☐Output
Satu dengan tanda "V") ☐Outcome
10 Sumber Data :
Target sampel dan Ukuran
11
Sampel (n) :
12 Rencana Analisis:
13 Wilayah pengamatan :
Metode Pengumpulan Data :
14 (Pilih Salah Satu dengan tanda ☐Retrospektif ☐Concurrent
"V")
15 Pengumpul Data :
16 Frekuensi Penilaian Data :
17 Periode pelaporan :
Rencana penyebaran hasil
18
capaian kepada staf :
19 Nama alat atau file audit :
2015 2016 2017 2018 2019
20 Target capaian:
Penetapan indikator-indikator tersebut tetap merujuk pada kriteria: High Risk, High Volume, High
Cost, Bad Performance, Pelayanan Baru, dan Pelayanan Unggulan. Indikator KARS ini diturunkan
oleh rumah sakit kepada unit-unit pemilik proses terkait. Adanya indikator ini diharapkan dapat
mendukung pemenuhan standar oleh unit-unit yang terkait dengan standar.
PROGRAM PENINGKATAN MUTU MEDIK
1. CLINICAL PATHWAY
Clinical pathway adalah pedoman yang mencakup semua aktivitas pasien mulai dari pasien masuk
hingga keluar dari rumah sakit.Pedoman ini berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
pengendalian biaya pelayanan kepada masyarakat yang berobat di RS Sentra Medika Cibinong.Clinical
pathway dapat digunakan sebagai alat evaluasi untuk pelayanan medik yang bermutu dan untuk
menghindari tindakan atau aktivitas yang tidak diperlukan.Hal ini merupakan pedoman dasar
perhitungan biaya pelayanan, agar pasien mendapatkan kepastian biaya dari upaya penyembuhan
penyakitnya.
Clinical pathway, pedoman praktik klinik, dan protokol klinik yang baik dan sesuai dengan populasi
pasien dan misi rumah sakit adalah yang sesuai dengan point-point berikut:
Dipilih dari semua yang dapat diberlakukan terhadap jenis layanan dan pasien rumah sakit (jika ada
pedoman nasional yang bersifat wajib disertakan dalam proses ini)
Dievaluasi kesesuaiannya bagi populasi pasien rumah sakit
Disesuaikan, jika perlu, dengan teknologi, obat-obatan, dan sumber daya lainnya yang ada di rumah
sakit atau dengan norma profesional yang diakui secara nasional.
Dinilai seberapa jauh terbukti secara ilmiah
Secara formal disetujui atau diterapkan oleh rumah sakit
Diterapkan dan diukur bagaimana bila digunakan secara konsisten dan bagaimana pula
efektivitasnya.
Didukung oleh staf yang terlatih untuk menerapkan pedoman atau pathway
Diperbarui secara berkala berdasarkan perubahan-perubahan yang ada di dalam bukti dan evaluasi
terhadap proses dan hasilnya.
Terdapat 5 (lima) clinical pathway yang ditetapkan untuk diimplementasikan dan dievaluasi secara
berkala setiap tahunnya. Sebagai contoh, pada tahun 2016 clinical pathway yang diimplementasi dan
dievaluasi di tingkat korporat, adalah:
a. Appendicitis akut tanpa komplikasi
b. MCI
c. DHF
d. Thypoid
e. Sectio Caesarea (SC)
f. Katarak
Kelima clinical pathway tersebut diatas diimplementasikan di unit kerja terkait, seperti Instalasi Rawat
Inap, Cathlab, dan ICCU. Indikator yang digunakan sebagai sistem pemantauan dan evaluasi
implementasi clinical pathway di unit – unit kerja adalah sebagai berikut:
a. Indikator Proses: Kesesuaian implementasi clinical pathway
b. Indikator Outcome: Length Of Stay (LOS) untuk pasien rawat inap
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta tingkat ekonomi masyarakat, rumah sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan dengan mutu yang optimal. Pelayanan dengan mutu yang baik
tidaklah mudah dicapai tanpa perencanaan yang matang baik dari segi sumber daya, program, maupun
upaya penjaminan mutu yang terus menerus. Perencanaan yang baik tanpa ditunjang oleh metode
implementasi yang terstruktur dengan etos dan budaya kerja yang baik juga tidak akan mencapai harapan
dan tujuan yang ingin dicapai dari segi mutu dan keselamatan. Perencanaan dan proses implementasi yang
baik, tetap belum cukup tanpa upaya untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terus menerus yang akan
membuahkan upaya tindak lanjut yang lebih efektif dan efisien. Pedoman ini, diharapkan mampu
membantu rumah sakit dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sejak fase
perencanaan, implementasi, hingga pemantauan dan evaluasi sebagai sebuah siklus yang tak terputuskan
dalam cara kerja organisasi rumah sakit yang berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.