Anda di halaman 1dari 66

PEDOMAN PELAYANAN

RS SENTRA MEDIKA CIBINONG


2016
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Undang-Undang Praktik Kedokteran tahun 2004 mengamanatkan bahwa perlu dirumuskan suatu
standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional dalam pelayanan kesehatan.
Sebagai upaya untuk memenuhi amanat dalam UU tersebut, RS Sentra Medika Cibinong perlu
menetapkan standar alat, ruang, dan tenaga serta kompetensi pelayanan pada rumah sakit.
Harapannya, rumah sakit dapat memiliki sumber data sarana, prasarana, alat, dan sumber daya manusia
yang kompetensinya sesuai dengan kelasnya. Selain itu adanya pedoman yang jelas mengenai sumber
daya dan pengaturan pelayanan, diharapkan rumah sakit mampu membuat perencanaan yang lebih
baik dan matang dalam pengembangan dan peningkatan mutu layanan.

Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu
pelayanan umum dan pelayanan medik. RS Sentra Medika Cibinong mengadopsi standar-standar
akreditasi nasional yang disusun dan ditetapkan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) untuk
mendukung upaya peningkatan mutu pelayanan tersebut.

Penyusunan pedoman ini merujuk pada persyaratan input minimal di berbagai standar, pedoman, serta
indikator. Diharapkan buku ini dapat dimanfaatkan oleh para pimpinan, pengambil keputusan, dan
seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit dalam penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit.

TUJUAN PEDOMAN
Tujuan pedoman ini adalah sebagai acuan bagi para pimpinan, pengambil keputusan, dan tenaga
kesehatan rumah sakit, sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan agar dapat meningkatkan
kemampuan dan mutu pelayanan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan, sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan yang terkini dan berlaku, serta
sesuai dengan harapan masyarakat.

RUANG LINGKUP PELAYANAN


I. Informasi Umum
1. Nama Rumah Sakit : RS Sentra Medika Cibinong
2. Kelas Rumah Sakit :B
3. Status Kepemilikan :
4. Status pengelolaan :
5. Alamat : Jl. Mayor Oking Jaya Atmaja No 9
6. Kecamatan : Cibinong
7. Kelurahan : Ciriung
8. Kabupaten : Bogor
9. Propinsi : Jwa Barat
10. Jumlah Tempat Tidur : 251 Tempat Tidur (2016)
11. Nomor Telepon : 021 87909999 (Call Center)
a. IGD : 021 87911212
b. Humas: 021
12. Fax : 021 87909377
13. Luas lahan : ?? m2

14. Luas Bangunan : 24.000 m2

VISI :
Menjadi rumah sakit unggulan dan pilihan yang memberikan pelayanan terbaik di Wilayah Bogor dan
sekitarnya
MISI :
 Memberikan pelayanan kesehatan bermutu dengan mengutamakan keselamatan pasien dan
kepuasan pelanggan dengan biaya terjangkau.
 Menyediakan fasilitas pelayanan yang lengkap terpadu, terpelihara dan siap guna.
 Menyediakan tim medik profesional dan karyawan yang memiliki etos kerja dan berdedikasi tinggi,
serta dikelola oleh tim manajemen yang kapabel, kolaboratif, solid didukung sistem kelola rumah
sakit yang baik.
 Ikut mempromosikan pola hidup sehat baik kepada pelanggan umum, mitra perusahaan/ asuransi
serta masyarakat pada umumnya.

KEGIATAN PELAYANAN dan BATASAN OPERASIONAL


RS Sentra Medika Cibinong merupakan Rumah Sakit Umum Tipe B dengan pelayanan tersier, sub
spesialistik serta menangani kasus sulit dan kompleks (difficult to treat and/orlife threatening cases)
melalui pendekatan interdisiplin. RS Sentra Medika Cibinong memiliki ?? Unit/Instalasi. Adapun daftar
Unit atau instalasi yang menjadi motor pengembangan layanan di RS Sentra Medika Cibinong adalah
sebagai berikut:

Kegiatan pelayanan meliputi:


1. Rawat jalan – merupakan layanan rawat jalan yang diselenggarakan di Instalasi Rawat Jalan
2. Gawat Darurat – merupaka layanan yang diselenggarakan di Instalasi Gawat Darurat
3. Rawat inap yang tersebar di berbagai unit kerja yaitu:
a. Ruang rawat dewasa
b. Ruang rawat anak
c. Ruang rawat intensif (ICU dan ICCU)
d. Ruang rawat intensif anak (NICU, PICU)
e. Ruang rawat perinatalogi

LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
4. SK ?? Nomor ?? tanggal ?? tentang Organisasi dan Tata Kerja RS Sentra Medika Cibinong.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi sumber daya manusia di RS Sentra Medika Cibinong terdiri atas:
NO. JENIS TENAGA JUMLAH
A JUMLAH TENAGA KESEHATAN
TENAGA MEDIS
a. Selain Dokter Gigi
Ahli
Umum
1
b. Dokter Gigi
Ahli
Umum
c. Guru Besar dan Dokter Konsulen
TENAGA KEPERAWATAN
Pasca Sarjana
Sarjana
Sarjana Muda
2 SLTA
a. SPK/SPR
b. Bidan
c. SPRG
SLTP
TENAGA KESEHATAN LAINNYA
Tenaga Kefarmasian
Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Gizi
Tenaga Keterapian Fisik
Tenaga Ketehnisian Medis yang terdiri atas:
a. Radiografer,
3 b. Radioterapis,
c. Fisikawan Medik,
d. Teknisi Gigi,
e. Teknisi Elektromedis,
f. Analis Kesehatan,
g. Refraksionis Optisien,
h. Orthotik Prosthetik,
i. Teknisi Transfusi, dan
j. Perekam Medis
B. JUMLAH TENAGA NON KESEHATAN
1. Pasca Sarjana
2. Sarjana
3. Sarjana Muda
4. SLTA
5. SLTP
6. SD
METODE PERHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA
Perencanaan kebutuhan tenaga dilakukan dengan menggunakan metode WISN (Workload Indicators of
Staffing Needs), pengecualian untuk tenaga keperawatan masih memergunakan referensi metode
perhitungan dari beberapa narasumber (hasil penelitian terdahulu: Dep Kes RI tahun 2001, Douglas,
Filipina,dll)
Ketentuan Umum
1. WISN (Workload Indicators of Staffing Needs) adalah indikator yang menunjukkan besarnya
kebutuhan tenaga di unit kerja berdasarkan beban kerja, sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah
dan rasional
2. Kegiatan standar adalah satu satuan waktu (atau angka) yang diperlukan untuk menyelesaikan
kegiatan sesuai dengan standar profesinya.
3. Standar beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh seseorang
tenaga yang profesional dalam satu tahun kerja sesuai dengan standar profesional dan telah
memperhitungkan waktu libur, sakit, dll.
4. Data susunan pegawai adalah daftar jumlah pegawai yang tersusun dalam jabatan dan pangkat atau
kelas jabatan dalam kurun waktu tertentu yang diperlukan oleh organisasi untuk melaksanakan
fungsinya.
5. Analisis beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara
menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan
persatuan waktu.
6. Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga dalam satu tahun
dalam satu sarana pelayanan kesehatan.
7. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
8. Perencanaan skenario adalah suatu perencanaan yang dikaitkan dengan keadaan masa depan
(jangka menengah/panjang) yang mungkin terjadi.

KRITERIA KEBUTUHAN TENAGA


1. Perencanaan kebutuhan tenaga berdasarkan kriteria tenaga yang dibutuhkan pada pelayanan di
setiap unit baik profesional maupun non profesional.
2. Kriteria staf medis berdasarkan spesialisasi/sub spesialisasi yang diperoleh sesuai dengan profesi
keilmuannya.
3. Kriteria staf keperawatan berdasarkan keprofesian sebagai klinis, manajerial, dan edukator sesuai
pendidikan dan kompetensinya.
4. Kriteria staf ketehnisian medis (Radiografer, radioterapis, Fisikawan Medik, Teknisi Gigi, Teknisi
Elektromedis, Analis Kesehatan, Refraksionis Optisien, Orthotik Prosthetik, Teknisi Transfusi, dan
Perekam Medis) berdasarkan pendidikan dan kompetensinya sesuai dengan profesi.
5. Kriteria staf non medis berdasarkan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki sesuai dengan bidang
tugas fungsinya.
6. Perencanaan kebutuhan tenaga sebagaimana butir 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) mengacu kepada
struktur organisasi dan tata kerja rumah sakit, di masing-masing unit kerja.

PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA


1. Perencanaan kebutuhan dibuat mengacu kepada Rencana Strategis rumah sakit yang dijabarkan
pada Rencana Strategis di setiap unit kerja untuk pengembangan pelayanan melalui rencana
kegiatan tahunan per unit kerja.
2. Perencanaan kebutuhan tenaga sebagai dasar penetapan formasi karyawan disesuaikan dengan
kemampuan rumah sakit.
3. Perencanaan kebutuhan tenaga dari unit kerja paling lambat diusulkan pada bulan Desember setiap
tahun kepada Direktur dengan tembusan Kepala Bagian SDM.
4. Perencanaan kebutuhan tenaga dari unit kerja selanjutnya direkap dan dianalisis kemudian diusulkan
kepada Corporate.

DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tenaga di RS Sentra Medika dibagi berdasarkan kebutuhan dari setiap unit. Usulan tenaga diberikan
oleh atasan dari masing – masing unit untuk diberikan ke bagian SDM.

PENGATURAN JAGA
Pengaturan jaga diatur oleh masing – masing bagian. Untuk jam kerja setiap unit diatur dalam pedoman
SDM RS Sentra Medika Cibinong.
BAB III
STANDAR FASILITAS SARANA PRASARANA

DENAH RUANG

Sesuai dengan Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI
tahun 2012, Bangunan Rumah Sakit harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang sudah
dipersyaratkan.

RS Sentra Medika Cibinong sebagai rumah sakit tipe B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) spesialis
penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar. Dengan kapasitas tempat
tidur minimal 200 buah.

Untuk Standar Perencanaan masing-masing unit pelayanan:


A. PELAYANAN MEDIK

1. Instalasi Gawat Darurat


Instalasi gawat darurat berfungsi memberikan pelayanan kesehatan karena kondisi gawat darurat
dan memerlukan penanganan cepat dan tepat meliputi kasus bedah dan non bedah.
Jarak antar bed yang direkomendasikan adalah 2,4m dan minimal jarak adalah 1,2m untuk alasan
kesehatan.
Lokasi gedung harus berada di bagian depan RS, mudah dijangkai oleh masyarakat dengan tanda –
tanda yang jelas dari dalam dan luar luar RS.
Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu utama (alur masuk
kendaraan/ pasien tidak sama dengan alur keluar).

Komponen dan bahan bangunan.


a. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut:
 tidak terbuat dari bahan yang memilik lapisan permukaan dengan porositas tinggi yang dapat
menyimpan debu.
 Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan
 Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
 Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7 derajat, penutup lantai harus dari lapisan
permukaan yang tidak licin.
 Hubungan/pertemuan antar lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint)
 Penutup lantai harus tahan api, cairan kimia, dan benturan; untuk daerah yang sering
berkaitan dengan hal-hal tersebut.

b. Komponen dinding
 Dinding harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, dan tahan cuaca.
 Lapisan penutup harus bersifat non porosif
 Warna dinding cerah dan tidak menyilaukan mata
 Hubungan/pertemuan antar lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan.

c. Komponen langit-langit
 Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, tahan terhadap air, dan tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien
 Lapisan penutup harus bersifat non porosif
 Warna cerah dan tidak menyilaukan mata
d. Komponen pintu dan jendela
 Pintu dan jendela harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, tahan cuaca
 Pintu masuk dari area drop off ke ruang gawat darurat disarankan menggunakan pintu swing
dengan membuka kea rah dalam dan alat penutup pintu otomatis.
 Pintu keluar/masuk utama memiliki bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui brankar pasien
dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal
90 cm.
 Dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai di daerah sekitar pintu masuk.
 Apabila ada jendela, maka bentuk profil kusen seminimal mungkin supaya tidak menyimpan
debu.

2. Instalasi Rawat Inap


Instalasi rawat inap disediakan untuk memfasilitasi pasien yang harus menginap di rumah sakit dalam
tahap kuratif dan rehabilitative dengan perawatan intensif 24 jam. Penempatan ada pada area
dengan tingkat privasi dan ketenangan yang tinggi dan mudah dijangkau dari zona bedah dan zona
penunjang medis.

Persyaratan luas ruang sesuai ketentuan adalah:


- Luas ruang kelas I adalah 12m2/TT
- Luas ruang kelas II adalah 10 m2/TT
- Luas ruang kelas III adalah 7.2 m2/TT
- Luas ruang khusus bayi adalah 6m2/TT
- Luas ruang VIP adalah 18m2/TT
- Ruang Pos Perawat 3 - 5m2/perawat
- Ruang Konsultasi 12 m2
- Ruang tindakan 24 m2
- Ruang administrasi 9m2
- Ruang dokter 20 m2
- Ruang perawat 20m2
- Ruang locker 9 m2
- Ruang kepala rawat inap 12 m2
- Ruang linen bersih 18 m2
- Ruang linen kotor 9 m2
- Spoelhoek 9m2
- Kamar mandi/toilet 25m2
- Pantry 9m2
- Ruang janitor 9m2
- Gudang bersih 18m2
- Gudang kotor 18m2

- Lebar minimal area tempat tidur pasien adalah 250 cm sehingga kedua sisi di samping
tempat tidur pasien memiliki lebar masing-masing 77 cm.
- Lebar pintu minimal 120 cm untuk mengakomodasi brankar pasien.
- Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk kedalam ruangan
- Alur petugas dan pengunjung dipisah
- Ruang isolasi adalah ruang yang menampung pasien yang menderita penyakit menular,
penyakit yang menimbulkan bau, dan gaduh.

Komponen dan bahan bangunan.


a. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut:
 Harus kuat dan tidak berongga.
 tidak terbuat dari bahan yang memilik lapisan permukaan dengan porositas tinggi yang dapat
menyimpan debu.
 Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan
 Bisa menggunakan bahan keramik dengan nat yang rapat atau vinyl yang rata.
 Hubungan/pertemuan antar lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint)

b. Komponen langit-langit
 Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu/kotoran.

d. Komponen pintu dan jendela dan kamar mandi


 Pintu masuk ke ruang rawat inap terdiri dari pintu ganda masing-masing dengan lebar 90cm
dan 40cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90 cm dilengkapi dengan kaca pengintai.
 Pintu masuk ke kamar mandi umum minimal 85 cm dan membuka keluar
 Pintu masuk kamar mandi pasien minimal lebar 90 cm dan harus membuka keluar.
 Kamar mandi pasien terdiri atas kloset, shower, dan wastafel. Dan harus ada 1 buah kamar
mandi untuk setiap kelas.
 Harus dilengkapi dengan handrail yang memiliki posisi disesuaikan dengan ketinggian kursi
roda, dan disarankan mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
 Lantai kamar mandi harus tidak licin dan tidak boleh menggenangkan air buangan.
 Ketinggian kloset harus sesuai dengan ketinggian kursi roda (45-50cm)
 Jendela disarankan menggunakan jendela sorong yang mudah perawatannya dan cukup
rawat.
 Bukaan jendela harus mengoptimalkan terjadinya pertukaran udara dari dalam ke luar
ruangan.
 Untuk bangunan rawat inap berlantai banyak, bentuk jendela tidak boleh dimungkinkan
pasien untuk meloncat.

3. Instalasi Rawat Intensif (ICU)


Instalasi rawat intensif menangani berbagai tipe penyakit: yang utamanya adalah operasi, perawatan
serangan jantung, penyakit anak-anak, dan luka bakar dan spesialis penyakit khusus.

Pelayanan ICU diselenggarakan 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dan dipimpin oleh dokter
intensivist dan dokter anestesiologi yang bekerja penuh waktu.
Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :
- Resusitasi jantung dan paru
- Pengelolaan jalan nafas termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana.
- Terapi oksigen
- Pemantauan EKG, pulsa oksimetri terus menerus.
- Pemberian nutrisi enteral dan parental
- Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
- Pelaksanaan terapi titrasi
- Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
- Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portable selama transportasi pasien
gawat.
- Kemampuan melaksanakan fisioterapi dada
ICU sebaiknya mempunyai ruangan tersendiri yang berdekatan dengan ruangan bedah, ruang
darurat dan ruang perawatan lainnya.

Syarat-syarat Instalasi ICU:


- Terisolasi
- Letak berdekatan dengan instalasi bedah atau berada dalam satu zona Medik Sentral, dan
mempunyai hubungan langsung dengan radiologi, laboratorium, IGD dan Rawat Inap.
- Lantai terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi,
mudah dibersihkan, tahan terhadap gesekan, berwarna cerah dan tidak menyilaukan,
memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus ke seluruh ruangan pelayanan, pada
daerah dengan kemiringan kurang dari 7derajat harus dilapisi dengan permukaan yang tidak
licin (walau dalam kondisi basah), pertemuan lantai dengan dinding harus konus, dan
disarankan menggunakan bahan vynil khusus.
- Bebas dari gelombang elektromagnetik dan kedap getaran
- Terdapat titik grounding untuk peralatan elektrostatik
- Pintu kedap asap dan tidak mudah terbakar, dan terdapat penyedot asap
- Aliran listrik tidak boleh terputus selama 24 jam
- Prinsip bebas kuman
- Temperatur ruangan terjaga dengan suhu 22-25 derajat C dan kelembaban 50-70%
- Harus ditunjang dengan jaringan gas medic.
- Rekomendasi minimum tempat tidur adalah 5TT dan rekomendasi maksimum adalah 10-15TT
- Fasilitas penggilan pelayanan staf harus tersedia pada setiap tempat tidur untuk penanganan
cepat.
- Pada area pasien :
Unit terbuka 12-16m2/TT dan unit tertutup 16-20m2/TT
Jarak antar tempat tidur minimal 2 m
Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2TT, sedangkan unit tertutup 1 ruangan
1 tempat cuci tangan.
Outlet yang memadai sesuai level ICU
Pada ICU tersier minimal 3 outlet udara tekan, 3 pompa hisap, 16 stopkontak per TT.
Pencahayaan yang cukup dengan lampu TL daylight 10watt/m2
Jendela yang menjamin keamanan dan kenyamanan pasien dan personil
Memperhatikan privasi pasien
- Pada area kerja :
Ruang staf dan dapat menjamin kontak visual antara perawat dengan pasien, posisi perawat
selalu dekat dengan pasien
Ruang memadai untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi, dan penyimpanan obat dan
alat, lemari pendingin serta peralatan yang dibutuhkan dalam satu waktu tertentu.

- Ruang memadai untuk x-ray mobile dan mempunyai negative skop.

ICCU
Ketentuan tempat tidur: jumlah tempat tidur pada ICCU akan sama dengan ICU pada
umumnya. Open plan pada layout tempat tidur tidak dapat diterapkan, karena pasien cardiac
harus mempunyai kamar terpisah dan privasi dari penglihatan dan pendengaran, walaupun 2
tempat tidur dalam 1 kamar diperbolehkan. Minimum 50% dari pasien ICCU harus
diakomodasi dalam ruang singlebed.

4. Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik


Instalasi rawat jalan disediakan bagi pasien yang tidak tinggal di rumah sakit dan melakukan
pengobatan non rawat inap. Fasilitas yang terakomodasi meliputi klinik umum dan spesialis, dengan
dilengkapi dengan fasilitas penunjang medis seperti satelit farmasi dan penunjang non medis seperti
fungsi administrasi dan komersial.

Persyaratan instalasi rawat jalan


- Terletak di tempat yang nyaman dekat dengan registrasi, dan rekam medik, emergency dan
pelayanan sosial.
- Mudah diakses dan mengakses fasilitas laboratorium, radiologi, farmasi, dan pelayanan terapi
fisik.
- Pelayanan harus diberikan pada sirkulasi yang paling berpengaruh pada lalu lintas aktivitas.
- Terletak pada lantai dasar dengan entrance terpisah dan fasilitas parkir yang cukup.
- Adanya pemisahan antara unit rawat jalan infeksius dan non infeksius.
- Mewadahi ruang konsultasi dan ruang periksa
- Pemisahan antara koridor paramedic dan koridor pasien.
- Signage yang baik sehingga pasien dan staf tahu mau ke arah yang akan dituju.
- System sirkulasi dengan menggunakan satu zona yang sama untuk keluar dan masuk.
- Poli yang ramai jangan diletakkan saling berdekatan.
- Lobby yang cukup untuk ruang tunggu disesuaikan dengan fasilitas.
- Counter registrasi didesain mengakomodasi privasi.
- Ruang tunggu minor harus disediakan selain ruang tunggu utama.
- Klinik pediatric harus dipisah dari klinik dewasa
- Merupakan area public dengan fasilitas counter resep, kafetaria, toilet, dan telepon umum.
- Loket pembayaran dan tagihan hendaknya dekat dengan lobby tapi tidak secara frontal
‘menangkap pasien’ pada pintu masuk.
- Merupakan blok tersendiri sehingga efisien dan dikunci setelah jam pelayanan.

Kebutuhan fasilitas administrasi dan area public:


- Penyimpanan kursi roda dan dorongan
- Meja adminitrasi dan informasi
- Counter registrasi
- Lobby dan ruang tunggu
- Toilet
- Telepon umum
- Tempat minum
- Ruang penyimpanan alat
- Ruang serbaguna
- Gudang
- Kafetaria, took souvenir, florist
- Ruang meditasi dan istirahat
- Ruang display promosi

Kebutuhan fasilitas klinik :


- Ruang periksa umum
- Ruang periksa khusus
- Ruang perawatan
- Ruang observasi
- Ruang perawat dengan meja konter, system komunikasi, pendingin, penyimpanan obat.
- Gudang bersih/steril
- Fasilitas sterilisasi
- Penyimpanan kursi roda dan dorongan

5. Instalasi Kamar Bersalin dan Unit Perinatologi


Instalasi ini memilik akses langsung yang mudah dijangkau dan akses langsung ke zona penunjang
medic serta rawat inap kebidanan. Memerlukan tingkat ketenangan yang tinggi meliputi ruang
bersalin, ruang resusitasi bayi dan ruang penunjang lainnya. Bagian ini bertanggung jawab terhadap
kegiatan pelayanan yang melayani proses persalinan bayi. Unit perinatologi adalah instalasi untuk
perawatan bagi bayi yang baru lahir dan membutuhkan perawatan lebih lanjut.

Persyaratan Kamar Bersalin dan Unit Perinatologi


- Kamar Bersalin :
Harus dekat dengan instalasi gawat darurat, laboratorium, radiologi, ICU dan kamar bedah
serta mempunyai hubungan langsung dengan Instalasi Rawat Inap khususnya IRNA
Kebidanan.
Ruang bersalin harus mengelompokkan pasien sesuai dengan jenis persalinannya yaitu normal
dan persalinan khusus.
Tata letak dan persyaratan ruang unit perinatologi :
Unit ini biasanya terletak satu lantai/ dekat/ ada akses langsung dengan unit VK dan IRNA.
Unit ini minimal terdiri dari:
1. Ruang intensive care (NICU)
2. Ruang medium care
3. Ruang bayi high care
4. Ruang Laktasi
5. Ruang PICU
6. Ruang pertemuan
7. Ruang dokter
8. Ruang nurse station
9. Ruang pantry
10. Lounge untuk ibu

6. Instalasi Kamar Operasi (OK)


Kualifikasi instalasi ini adalah mudah dicapai dari setiap zona terutama ICU, ICCU, dan CSSD.
Memerlukan ketenangan dan privasi tinggi. Berada pada area sentral. Ruang penunjang adalah ruang
anestesi, ruang sterilisasi, ruang penyimpanan alat, dan ruang persiapan. Penentuan jumlah kamar
operasi ditentukan dengan perbandingan 1:50 artinya 1 kamar operasi melayani 50TT.

Pelayanan bedah pada rumah sakit kelas B meliputi :


1. Bedah minor (antara lain : bedah insisi abses, ekstirpasi, tumor kecil jinak pada kulit, ekstraksi
kuku/ benda asing, sirkumsisi).
2. Bedah umum/ mayor dan bedah digestif.
3. Bedah spesialistik (antara lain : kebidanan, onkologi/ tumor, urologi, orthopedic, bedah plastic
dan reanimasi, bedah anak, kardiotorasik dan vaskuler).
4. Bedah sub spesialistik (antara lain : transplantasi ginjal, mata, sumsum, tulang belakang,
katerisasi jantung (cathlab), dll).

Persyaratan Kamar Operasi dan Kebutuhan Ruangan


- Mudah dicapai oleh pasien.
- Penerimaan pasien dilakukan dekat dengan perbatasan daerah steril dan non steril.
- Lalu lintas kamar operasi harus teratur dan tidak simpang siur.
- Terdapat batas yang tegas antara daerah steril dan non steril
- Letaknya dekat dengan IGD
- Kamar operasi berhubungan langsung dengan kamar induksi.
- Terdapat Kamar pulih (Recovery Room)
- Ruang Peralatan operasi
- Ruang Obat
- Ruang Linen bersih
- Ruang Linen Kotor
- Ruang Locker Pria dan Wanita yang terpisah
- Ruang Istirahat staf dan dokter
- Ruang Anestesi
- Ruang Kepala Kamar Operasi
- Ruang Perawat
- Ruang Spoelhoek
- Alur yang terpisah antara staf paramedik dan staf medik dengan alur masuk pasien dan alur
perawatan
- Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh 2 kamar scrub up
- Pintu jenazah harus diberikan pintu keluar tersendiri yang terpisah oleh pasien dan
pengunjung
- Paling sedikit salah satu sisi dari ruang ada kaca
- Ukuran kamar operasi Minor adalah 6x6x3m
- Ukuran kamar operasi General adalah minimal 7x6x3m
- Ukuran kamar operasi Mayor adalah minimal 7x7x3m
- Tersedia lampu operasi dengan pemasangan seimbang antara jumlah lampu dan ketinggian
pemasangan yang digantung dengan gelagar double INP 20 yang dipasang sebelum plafon
- Pencahayaan meja operasi adalah 10000-20000 lux dengan cahaya sejuk dan tanpa bayangan.
- Penghawaan udara tekanan positif dengan AC tersendiri yang dilengkapi HEPA Filter untuk
setiap ruang operasi
- Suhu kamar ideal 20-26 derajat dan harus stabil
- Kelembaban ruangan 50-60%
- Kebisingan 45 dB
Harus dekat dengan instalasi gawat darurat, laboratorium, radiologi, ICU dan kamar bedah
serta mempunyai hubungan langsung dengan Instalasi Rawat Inap khususnya IRNA
Kebidanan.
Ruang bersalin harus mengelompokkan pasien sesuai dengan jenis persalinannya yaitu normal
dan persalinan khusus.

Komponen dan bahan bangunan.


a. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut:
 Lantai tidak boleh licin ,tahan api, tahan bahan kimia, dan anti bakteri
 Anti statik
 tidak terbuat dari bahan yang memilik lapisan permukaan dengan porositas tinggi yang dapat
menyimpan debu.
 Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan
 Lantai harus dari bahan anti statik yaitu vinyl antistatik. Harus dari berwarna cerah dan tidak
menyilaukan.
 Berwarna cerah.

b. Komponen dinding
 Dinding harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, dan tahan cuaca.
 Lapisan penutup harus bersifat non porosif
 Warna dinding cerah dan tidak menyilaukan mata
 Hubungan/pertemuan antar lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan.
 Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, dan seamless
 Apabila punya sambungan seperti panel dengan bahan melamin (bahan anti bakteri dan
tahan gores) atau insulated panel system maka antar sambungan harus disealent dengan
sealent anti bakteri.
 Alternatif bahan dinding adalah sandwich panel galvanis yang kedua sisinya dicat anti bakteri
dan disealent anti bakteri pada antar sambungan panel
 Cat epoxy mempunyai kecenderungan mengelupas dan membentuk serpihan

c. Komponen langit-langit
 Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tahan jamur, tahan terhadap air, dan tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien
 Lapisan penutup harus bersifat non porosif
 Warna cerah dan tidak menyilaukan mata
 Langit-langit digunakan untuk menggantung lampu bedah, pendan bedah dan bermacam
gantungan lainnya seperti difuser AC, peralatan yang digantung harus dengan sistem geser,
karena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikroorganisme setiap kali digerakkan

d. Komponen pintu dan jendela


 Pintu masuk ruang operasi yang berhubungan dengan ruang induksi:
1. Disarankan sliding door dengan rel di atas yang dapat membuka tutup secara otomatis.
2. Pintu sedapat mungkin dibuka tutup menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan,
atau sensor, tapi harus bisa dibuka secara manual jika listrik mati.
3. Pintu harus tertutup selama pembedahan atau diantara pembedahan-pembedahan
4. Dilengkapi dengan kaca pengintai dengan kaca double glass fixed window
5. Lebar pintu antara 120-150cm dari bahan panel (insulated panel system) dan dicat jenis
cat anti bakteri dan anti jamur
6. Apabila menggunakan swing door maka harus membuka ke dalam dengan memakai
automatic door closer yang harus dibersihkan setiap kali pembedahan
 Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub up:
1. Sebaiknya menggunakan pintu ayun dan mengayun ke dalam ruang operasi
2. Pintu harus tertutup selama pembedahan atau diantara pembedahan- pembedahan.
Disarankan menggunakan door seal and interlock system
3. Lebar pintu 110 cm dari bahan panel (insulated panel system) dan dicat anti bakteri dan
anti jamur warna terang
4. Dilengkapi dengan kaca pengintai
 Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoelhoek/disposal (jika
menggunakan selasar kotor maka disposal material kotor bekas pakai langsung dibawa ke
ruang CSSD atau peralatan bisa dibawa ke ruang sterilisasi di area operasi dan linen kotor ke
CSSD) :
1. Sebaiknya menggunakan pintu ayun yang menggunakan door seal and interlock system
dan mengayun ke luar ruang operasi
2. Pintu harus tertutup selama pembedahan atau diantara pembedahan- pembedahan.
Pintu harus dilengkapi dengan engsel yang menutup sendiri dan door closer
3. Lebar pintu 110 cm dari bahan panel (insulated panel system) dan dicat anti bakteri dan
anti jamur warna terang
4. Dilengkapi dengan kaca pengintai
 Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang peralatan/penyiapan peralatan (jika
ada) :
1. Sebaiknya menggunakan pintu ayun yang menggunakan door seal and interlock system
dan mengayun ke dalam ruang operasi
2. Pintu harus tertutup selama pembedahan atau diantara pembedahan- pembedahan.
Pintu harus dilengkapi dengan engsel yang menutup sendiri dan door closer
3. Lebar pintu 110 cm dari bahan panel (insulated panel system) dan dicat anti bakteri dan
anti jamur warna terang
4. Dilengkapi dengan kaca pengintai

7. Instalasi Radiologi
Instalasi ini meliputi : pelayanan radiodiagnostik, pelayanan radioterapi, dan pelayanan kedokteran
nuklir.

Pelayanan radiodiagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan


radiasi pengion antara lain pelayanan X-ray, Computed Tomography, Scan/CT.
Pelayanan radioterapi meliputi :
- Pelayanan radioterapi eksternal yang menggunakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh
atau ada jarak antara pasien dengan alat penyinaran.
- Pelayanan brakhiterapi yang menggunakan sumber yang didekatkan pada tumor
- Pelayanan radioterapi interstisial yang menggunakan pelayanan sumber yang dimasukkan ke
dalam tumor

Persyaratan Instalasi Radiologi


- Kamar gelap ukuran minimal 3x2x2,8 m; harus ada exhaust fan dan udara yang mengalir.
- Luas ruangan sebuah pesawat sinar X dengan kekuatan mencapai 125KV adalah 4x3x2,7m
dengan tinggi jendela minimal 2m dari lantai sebelah luar.
- Tebal dinding minimal 15cm beton atau bata setebal 25cm dengan plesteran yang setara
dengan 2mmPb, pintu dan jendela harus diberi proteksi Pb2mm
- Kaca jendela menggunakan timah hitam
- Proteksi radiasi yang harus tersedia adalah : apron setara dengan 0,25mm Pb, Shielding yang
berlapis 2,5mmPb, sarung tangan berlapis timbal, kacamata timbal.
- Mempunyai fasilitas tanda bahaya lampu merah dan tanda bahaya radiasi lainnya yang dapat
dilihat dengan jelas
- Ruang tunggu dapat langsung dicapai dari koridor umum yang dekat dengan loket
penerimaan dan pembayaran
- Pintu masuk yang terpisah antara pasien dan staf kesehatan dan pelayanan
- Ruang konsultasi dengan fasilitas membaca film
- Dinding dan pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labyrin proteksi radiasi
- Ruangan x-ray memakai AC
- Dimensi pintu dan ruangan menyesuaikan pesawat yang digunakan.

8. Instalasi laboratorium
Fungsi Instalasi ini memberikan pelayanan diagnostik untuk mendukung IGD, RJ, Radiologi, dan RI.

Persyaratan Instalasi Laboratorium


- Berdekatan dengan IGD, radiologi dan mudah dijangkau dari RI dan RJ.
- Semua ruangan yang dipakai untuk memeriksa spesimen perlu mendapat ventilasi yang baik
dan sinar matahari yang cukup
- Ruang penerimaan spesimen sebaiknya terpisah dari ruang pemeriksaan untuk mencegah
kontaminasi
- Udara dalam laboratorium tidak boleh beredar dalam satu tempat yang sama karena rentan
kontaminasi zat-zat aditif, jika akan diedarkan kembali harus ada filtrasi udara yang baik.
- Fasilitas penunjang adalah fasilitas penyimpan bahan kimia/reagen yang memenuhi persyaratan
penyimpanan dan keselamatan kerja, serta ruang dingin/lemari pendingin.
- WC, ruangan cuci dan tempat pembuangan sisa, insinerator harus memenuhi persyaratan
kesehatan dan keselamatan karena bersifat toksik dan infeksius.
- Listrik tidak boleh terputus mengingat beberapa jenis alat, reagen dan spesimen harus disimpan
dalam kondisi dan suhu yang konstan
- Pengadaan sumber gas diperlukan untuk pemeriksaan fotometri api
- Pengadaan air bersih merupakan hal yang mutlak
- Adanya exhaust yang tidak mengkontaminasi ruangan lain sehingga harus memilik jalur
tersendiri.
- Harus dapat menampung perlengkapan penting seperti vacum, gas medik dan peralatan
electrical services.
- Ruang pengambilan hasil bisa disatukan dengan ruangan administrasi.
- Terdapat APAR pada setiap ruang pada setiap lantai
- Kebutuhan ruangan disesuaikan beban kerja dan fungsinya
- Komponen bahan bangunan:
Lantai : terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, dan tidak bereaksi dengan bahan
kimia, warna terang, kedap air, permukaan rata dan tidak licin. Antara lantai dan dinding harus
konus.
Meja laboratorium : bahan yang kuat, mudah dibersihkan, tidak bereaksi dengan bahan kimia,
dan kedap air.
Dinding : tembok permanen, menggunakan cat yang tidak luntur, warna terang, mudah
dibersihkan, tidak tembus cairan, tahan terhadap desinfektan, bisa menggunakan keramik
setinggi 1,5m dari lantai dengan nat menggunakan epoxy.
Pintu : menggunakan bahan yang kuat dan dapat mencegah serangga dan binatang lainnya
masuk.
Plafon : terbuat dari bahan yang kuat, warna terang serta mudah dibersihkan.

9. Instalasi Rehab Medik


Fungsi Instalasi ini memberikan pelayanan penyembuhan seperti fisioteraphy, dan media terapi lain
seperti kolam renang untuk water teraphy

Persyaratan Instalasi Rehab Medik


- Zona berdekatan dengan RJ dan RI.
- Terdapat ruangan terapi yang luas yang cenderung tanpa sekat
- Ruang untuk menampung alat-alat rehab medik
- Terdapat toilet khusus untuk penyandang cacat
- Peralatan yang digunakan di instalasi ini harus mempunyai jenis, kuantitas, dan kualitas yang
menjamin pelayanan pasien yang aman dan tepat guna
- Ruangan harus mendapat sinar matahari cukup dan udara segar
- Listrik harus cukup dan ada cadangan daya
- Pintu harus cukup lebar untuk memudahkan pasien lewat dengan kursi roda dan brankar
- Sudut kemiringan ramp maksimal 7 derajat
- Lantai tidak licin dan mencegah bahaya jatuh.
- Plafon harus kuat dan bersih
- Dinding harus permanen dan kuat, warna dinding terang, dilengkapi dengan handrail dan wheel
chair guard, khusus untuk anak diberikan warna yang memberikan semangat. Hindari sudut
yang tajam.
- Ventilasi harus cukup agar selalu terasa segar dan bebas bahaya polusi
- Air untuk toilet, cuci tangan, atau hidroterapi harus cukup dan memenuhi syarat.
- Ruang bengkel di lantai dasar untuk memudahkan pasien berlatih. Jika di lantai atas perlu ada
lift.

B. PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN NON MEDIK

1. Instalasi Farmasi
Instalasi ini bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.
Pelayanan farmasi meliputi penyediaan dan distribusi semua perbekalan farmasi, pelayanan farmasi
klinik serta membuat informasi dan menjamin kualitas pelayanan yang berhubungan dengan
penggunaan obat.

Persyaratan Instalasi Farmasi


- Lokasi berdekatan dengan RJ atau bagian depan bangunan
- Apabila berlantai banyak harus ada satelit farmasi pada setiap lantai tersebut.
- Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan memenuhi ketentuan dan perundangan kefarmasian
yang berlaku dan menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
- Unit farmasi harus dilengkapi dengan ruangan :
Ruang kantor dan administrasi
Ruang produksi (jika ada)
Ruang penyimpanan (kondisi umum dan khusus dengan AC)
Ruang distribusi obat yaitu : distribusi obat rawat jalan (apotek) dan distribusi obat rawat inap
(satelit/depo)
Ruang konsultasi
Ruang tunggu
Ruang penerimaan obat dari luar
Fasilitas toilet

2 . Instalasi CSSD
Instalasi ini merupakan pusat sterilisasi alat medik, menerima, mensortir dan memproses alat-alat
medis untuk dibersihkan dan disterilisasi.
Sirkulasi ke fasilitas ini terpisah dari sirkulasi pengunjung atau medis pada umumnya.

Persyaratan Instalasi CSSD


- Ruang kerja yang cukup untuk penerimaan dan dekontaminasi untuk mensortir alat-alat kotor
yang akan diproses.
- Ruang administrasi
- Gudang alat bersih atau clean utilities dimana alat-alat yang sudah dibersihkan disimpan
- Ruang loket distribusi alat-alat bersih dan loket alat-alat yang masih kotor dan akan dibersihkan
- Mudah mengakses OK dan VK
- Pemisahan yang jelas bagi tempat bahan yang kotor dan bersih serta antara yang steril dan non
steril
- Bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga ventilasi udara mengalir dari tempat yang bersih
ke tempat yang kotor
- Ruang sterilisasi linen terpisah dengan sterilisasi instrumen
- Ruang sterilisasi harus mempunyai pintu masuk terpisah dengan pintu keluar.
- Dinding terbuat dari keramik setinggi 1,5 m dari lantai, tidak berpori, mudah dibersihkan.
- Lebar pintu min 1,2m dan ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
- Meja beton dilapisi keramik dengan tinggi 80-100cm dari lantai. Semua stopkontak dan saklar
mempunyai ketinggian 1,4m dari lantai
- Perlu handswitch untuk sterilsasi dengan daya listrik yang besar
- Fasilitas CSSD :
Loket penerimaan dan sortir
Loket pengambilan
Bagian instrumen
Bagian sarung tangan
Bagian linen
Bagian kasa/pembalut
Gudang penerimaan dan penyimpanan barang baru
Gudang penyimpanan barang steril/bersih
Ruang administrasi
Fasilitas loker dan WC staf

3 . Instalasi Gizi
Instalasi ini memberikan pelayanan gizi bagi unit perawatan, ICU, IGD, dan unit kandungan.

Persyaratan Instalasi Gizi


- Lokasi harus jauh dari penglihatan dan jangkauan pengunjung
- Memilik pintu masuk dan pintu keluar tersendiri
- Lantai harus dari bahan yang tidak berpori dan tidak licin.
- Harus dilengkapi dengan system proteksi kebakaran.
- Permukaan dinding harus kuat, warna terang, menggunakan cat anti luntur
- Semua bahan makanan disimpan pada rak-rak dengan ketinggian rak terbawah 15-25cm dari
lantai.
- Penyimpanan bahan makanan tidak boleh menempel pada lantai, dinding, dan langit-langit :
jarak bahan makanan dari lantai 15cm, dari dinding 5 cm, dari plafon 60cm
- Kelembaban ruangan 80-90%
- Gudang bahan makanan harus berada pada tempat yang tinggi
- Tidak diperbolehkan adanya drainase di sekitar gudang makanan
- Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah dan kamar jenazah.

4 . Instalasi Rekam Medik


Instalasi ini adalah tempat dimana data-data mengenai catatan medis pasien disimpan dan didata
sebagai arsip.
Persyaratan Instalasi Rekam Medik
- Lokasi biasanya dekat dengan zona administrasi dan poliklinik.
- Gudang penyimpanan terletak pada semi basement atau basement dengan akses tertentu.
- Harus mempunyai fasililtas :
Gudang penyimpanan tertutup yang aman untuk seluruh data pasien dengan konstruksi tahan
api.
Ruang administrasi
Ruang review catatan medis
Distribusi yang lancar
Harus selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir.

5 . Instalasi Bengkel dan Pemeliharaan Fasilitas


Instalasi ini yang melakukan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana rumah sakit, dilengkapi
ruang kerja dan workshop. Program perencanaan dan pemeliharaan meliputi inventaris korporat,
peraturan kerja, lampiran catatan mengenai inspeksi pemeliharaan, inspeksi catatan seluruh
kegiatan, pengawasan pemeliharaan seluruh gedung, peralatan dan perlengkapan.

Persyaratan Instalasi Bengkel dan Pemeliharaan fasilitas


- Ruang dibuat relatif luas untuk memudahkan aktivitas dan perbaikan alat.
- Lokasinya di zona servis yang jauh dari zona perawatan dan zona penunjang medik
- Harus mempunyai bagan organisasi dan uraian tugas yang jelas bagi semua staf. Serta adanya
dokumentasi yang meliputi fungsi peralatan, kegunaan medis, kebutuhan pemeliharaan, serta
catatan kerusakan yang terjadi dari perlatan dan gedung
- Dipimpin oleh seorang yang cakap menurut pendidikan, pelatihan dan tanggung jawab. Jumlah
staf yang cukup untuk mendukung program pemeliharaan sarana dan tugas serta tanggung
jawab yang jelas.
- Setiap peralatan harus masuk daftar inventaris dan sebelum digunakan harus dilakukan uji
fungsi dan uji coba serta pelatihan untuk mempergunakan peralatan tersebut. Untuk mencegah
resiko kesalahan klinis dan fisik.
- Setiap peralatan harus dilakukan pre-test paling sedikit satu tahun sekali dilakukan kalibrasi
serta dokumentasinya.
- Seluruh peralatan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan disesuaikan dengan standar
industri Indonesia yang diinformasikan kepada seluruh staf
- Adanya peraturan tertulis mengenai jadwal pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan sarana
yang rusak. Sarana yang vital harus diperbaiki dalam waktu singkat.

6 . Instalasi Kamar Jenazah


Merupakan tempat menyimpan, memulasarakan, otopsi jenazah maupun mendoakan
jenazah.Instalasi ini mendukung beberapa instalasi lain yaitu : IGD, ICU, Kebidanan, IRNA, dan
Instalasi Bedah.

Persyaratan Instalasi kamar jenazah


- Terletak di zona yang terpisah dengan zona lain.
- Idealnya terletak dekat dengan patologi dan laboratorium
- Mudah dicapai dari ruang IRNA, IGD dan ICU serta OK.
- Memiliki akses tersendiri yang terpisah
- Lantai terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air sehingga mudah dibersihkan dan berwarna
terang
- Dinding dilapisi keramik
- Lebar pintu minimal 1,2m
- Dilengkapi sarana pembuangan air limbah
- Dilengkapi sarana ruang ganti petugas dan toilet
- Dilengkapi dengan perlengkapan dan bahan-bahan pemulasaran jenazah termasuk meja
memandikan mayat
- Dilengkapi lemari pendingin untuk menyimpan mayat
- Dilengkapi ruang tunggu dan ruang duka

7 . Instalasi Laundry
Menerima mensortir dan memproses linen dan laken kotor rumah sakit. Untuk menjaga kelayakan
dan kebersihan pelayanan pasien.

Persyaratan Instalasi laundry


- Dilengkapi fasilitas pencuci tangan
- Jalur sirkulasi dan distribusi yang terpisah dengan jalur sirkulasi pasien
- Akses yang terpisah antara linen kotor dan linen bersih
- Distribusi linen dimungkinkan dilakukan dengan linenchute
- Penyimpanan linen bersih harus mempunyai kapasitas ruang yang sesuai demi efisiensi rumah
sakit.
- Terdapat ruang Kepala Unit, kamar jahit, gudang textile, ruang kerja cuci, ruang setrika, ruang
cucian bersih, ruang cucian kotor, loket masuk linen bersih , loket masuk linen kotor
- Pembuangan ke IPAL diberi penangkap deterjen
- Ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau dan tidak berada pada jalan lintas
- Lantai hendaknya terbuat dari beton plester yang kuat, rata, dan tidak licin dengan kemiringan
memadai (2-3%)
- Harus disediakan saluran pembuangan air limbah dengan sistem tertutup dengan ukuran, bahan
dan kemiringan memadai (2-3%) dilengkapi dengan pretreatment sebelum dialirkan ke IPAL.
- Disediakan keran air bersih dengan kualitas dan tekanan air memadai, air panas permanen
diletakkan dekat dengan saluran IPAL, serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis
linen berbeda yang dipisahkan untuk linen infeksius dan non infeksius.
- Pada ruang laundry harus disediakan ruang-ruang terpisah sesuai dengan kegunaannya yaitu
ruang linen kotor dan linen bersih, ruang kereta linen, kamar mandi/WC tersendiri untuk
petugas pencucian umum, ruang pengering, ruang perlengkapan kebersihan, ruang
perlengkapan cuci, yang dilengkapi alat cuci yang mampu bekerja satu hari habis
- Ruang-ruang tersebut diatur penempatannya sehingga tidak terjadi cross circulation.
- Bangunan laundry memerlukan ventilasi dan pencahayaan minimal 200 lux.

8 . Instalasi Pengelolaan Limbah


 Limbah rumah sakit yang dihasilkan rumah sakit berbentuk padat, cair, dan gas. Dan
dikategorikan menjadi limbah medis dan non medis.
 Limbah medis padat adalah limbah radioaktif, limbah infeksius, limbah sitotoksis, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah kimiawi, limbah kontainer bertekanan,
dan limbah logam berat.
 Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif berbahaya bagi lingkungan dan
kesehatan.
 Penggunaan insinerator perlu diperhatikan ukuran dan desain yang sesuai dengan peraturan
pengendalian pencemaran udara. Insinerator hanya digunakan untuk memusnahkan limbah
klinis.
 Minimalisasi limbah adalah upaya yang dilakukan dengan cara mengurangi bahan (reduce),
menggunakan kembali (reuse), dan daur ulang limbah (recycle)
 Limbah klinis merupakan limbah bekas pelayanan medis, perawatan gigi, veterany, farmasis
atau yang sejenis, penelitian, pengobatan, perawatan, yang menggunakan bahan-bahan
beracun, infeksius, dan berbahaya atau membahayakan.
Golongan limbah klinis :
Golongan A: dressing bedah, swab, dan semua limbah terkontaminasi dari daerah ini, bahan-
bahan linen dari kasus penyakit infeksi, seluruh jaringan tubuh manusia
Golongan B : syringe bekas, jarum suntik, cartridge, pecahan gelas, dan benda-benda tajam
Golongan C : limbah laboratorium, dan post mortem kecuali yang termasuk golongan A
Golongan D : limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi
Golongan E : pelapis bed disposable, urinoir, incontinence Pad, dan stamagbags

 Limbah padat radioaktif dikemas dan diatur sesuai peraturan perundangan yang berlaku (PP
No.27 tahun 2012) dan diserahkan ke BATAN
 Pemusnahan limbah infeksius dan benda tajam dilakukan dengan insinerator (>1000° C)
Khusus limbah sangat infeksius harus ditangani sedini mungkin dalam autoklaf.
 Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor bila dalam
jumlah sedikit dan tidak bisa dikembalikan harus dimusnahkan dengan insinerator.
 Limbah sitotoksis dianjurkan dikembalikan ke distributor, insinerasi dan degradasi kimia
 Terdapat tempat sampah yang kuat, tahan karat dan kedap air dengan penutup dan kantong
plastik dan lambang sesuai pedoman minimal 1 buah tiap kamar setiap radius 10 m dan
radius 20 m pada ruang terbuka.
 Penanganan limbah cair dilakukan dengan instalasi pengolahan limbah dan disalurkan
melalui saluran tertutup, kedap air, mengalir lancar serta terpisah dari saluran air hujan.
Kualitas effluent yang layak dibuang ke lingkungan harus memenuhi baku mutu (BOD =
75mg/l; COD= 100mg/l; TSS= 100mg/l; Ph= 6-9)
 Pembuangan limbah toilet kamar mandi harus dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
lubang penghawaan dalam kamar mandi dan toilet harus berhubungan langsung dengan
udara luar.

STANDAR FASILITAS
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

Jenis layanan di RS Sentra Medika Cibinong disusun berdasarkan kebutuhan pasien dan masyarakat,
kapasitas sumber daya manusia, serta ketersediaan sumber daya lainnya yang sesuai untuk layanan
tingkat tersier dan kuartener. Jenis-jenis layanan yang dikembangkan di RS Sentra Medika Cibinong
ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan pasien dan masyarakat melalui pelayanan yang
bermutu dan berorientasi keselamatan pasien, menunjang proses pendidikan yang berkesinambungan,
dan pengabdian masyarakat serta penelitian yang pada ujungnya akan dilakukan untuk sepenuhnya
meningkatkan layanan di rumah sakit.

Jenis-jenis pelayanan yang dikembangkan di RS Sentra Medika Cibinong


A. SMF
No SMF JENIS PELAYANAN
1. Ilmu Kesehatan 1.1. Poliklinik (lantai 1)
Anak 1.1.1. Umum
1.2. Rawat Inap :
1.2.1. R.Inap Tumbuh Kembang
1.2.2. R.Inap ICU Anak
1.2.3. R.Inap Perinatologi :
1.2.3.1. R.Inap NICU
1.2.3.2. R.Inap Isolasi
1.2.4. R.Inap PICU
1.2.5. R.Inap Anak Umum :
1.2.5.1. Infeksi
1.2.5.2. Non Infeksi
1.2.5.3. Isolasi
1.2.5.4. Kelas I, II, III, utama, VIP
1.3. R. Inap Sehari (ODC)
2. Anestesiologi 2.1. Klinik Nyeri Akut (APS:Acute Pain Service)
2.2. Poliklinik Anestesi
2.3. Instalasi Bedah (4 ruang operasi)
2.4. Prosedur Anestesia di luar kamar operasi (CT-Scan, MRI, Endoskopi)
2.5. Instalasi Gawat Darurat
2.6. Ruang Rawat Inap :
2.6.1. Intensive Care Unit ( Bed) Dilengkapi dengan alat monitor non
invasif dan Ventilator
2.6.2. Fasilitas monitor invasif, monitor end Tidal CO2, alat
ekokardiografi, Bronkoskopi dan Continous Renal
2.6.3. Replacement Therapy (CRRT)
3. Bedah 3.1. Poliklinik Bedah (lantai 1)
3.1.1 Bedah Onkologi
3.1.2 Bedah Digestif
3.1.3 Bedah Orthopedi & Traumatologi
3.1.4 Bedah Umum
3.1.5 Bedah Syaraf
3.1.6 Bedah Thoraks
3.1.7 Bedah Vaskuler
3.2. Ruang rawat inap
3.3. Kamar Operasi

4. Urologi 4.1 Poliklinik Urologi (lantai 1)


4.2 ESWL
4.3 Ruang rawat inap

5. Mata 5.1. Poliklnik Mata (lantai 1)


5.2. Pemeriksaan Penunjang
5.2.1 Auto Reft
5.2.2 Non Kontak
5.2.3 DBR
5.2.4 Protesa
5.2.5 USG Umum
5.2.6 Laser Umum
5.3. OK Mata
5.4. Ruang Rawat Inap
5.5. Optik
6. Psikiatri 6.1 Poliklinik Psikiatri (lantai 1)
6.2 Poliklinik Pemulihan Stress pasca Trauma
6.3 Layanan di Tim Paliatif
6.4 Layanan di di IGD
6.5 Layanan di Tim Infertilitas
6.6 Layanan di Tim Neuro-onkologi
6.7 Ruang rawat inap

7. Gigi Mulut 7.1. Poliklinik di RSSM (lantai 1)


7.1.1. Poliklinik Gigi Umum
7.1.2. Poliklinik Kedokteran Gigi Anak
7.1.3. Poliklinik Orthodonti
7.1.4. Poliklinik Konservasi
7.1.5. Poliklinik Bedah Mulut

7.2. Pemeriksaan Penunjang :


7.2.1. Rongent :Dental, Panoramik, Cephalo
7.2.2. Laboratorium:Patologi Mulut, Sederhana
7.3. Layanan Terpadu
7.3.1. Antar Divisi :
- Implant Denture
- Orthognathi
7.3.2. Antar Departemen :
- Perawatan gigi penderita :
 Haemophili
 Geriatri/lansia
 Penyakit Infektius
7.4. Kelainan Sistemik
8. Kulit dan Kelamin 8.1. Poliklinik Kulit dan Kelamin (lantai1):
8.1.1. Konsultasi
8.1.2. Fototerapi
8.1.3. Laser
8.1.4. Botox
8.1.5. Filler
8.1.6. Perawatan Kulit
8.1.7. Laboratorium :
- Infeksi Menular Seksual
- Morbus Hansen – Mikologi
8.1.8. Biopsi Kulit
8.1.9. Histopatologi kulit
8.1.10. Bedah Listrik
8.1.11. Bedah Skalpel
8.1.12. Bedah Beku
9. THT - KL 9.1. Poliklinik THT – KL (lantai 1)
9.2. Rawat Inap

10. Penyakit Dalam 10.1. Poliklinik Rawat Jalan Penyakit Dalam


10.1.1. Alergi/Imunologi :
10.1.1.1. Rawat Jalan
10.1.1.2. Pemeriksaan khusus :
- Uji Faal Paru (spirometri)
- Uji Kulit (Skin Prick Test, Patch Test)
- Uji Provokasi obat (Tes obat oral, Tes Obat Suntik)
- Uji Provokasi histamin
10.1.1.3. Pengobatan Inhalasi
10.1.1.4. Klinik Imunisasi Dewasa
10.1.1.5. Klinik Imunologi :
- SLE
- HIV
- Auto Imun
10.1.1.6. Klinik Anafilaktik
10.1.2. Gastroenterologi
10.1.2.1. Rawat Jalan
10.1.2.2. Pemeriksaan Khusus :
- Esofagogastroduodenoskopi
- Endoskopic Retrograde Cholangio Pancreaticography
(ERCP)
- Kolonoskopi
- Urea breath test 14Camamometri Esophagus dangaster
10.1.2.3. Tindakan Pengobatan
- Dilatasi Esofagus
- Ligation
- Percutaneous endoscopicGastro Enterostomy
- Pemasangan Stent, polipectomi,skleroterapi dan
ligasiHaemorroid
10.1.3. Geriatri
10.1.3.1. Rawat Jalan
10.1.4. Ginjal Hipertensi
10.1.4.1. Rawat Jalan
10.1.4.2. Pemeriksaan/Tindakan Khusus
- USG
- Biopsi Ginjal
- Arterografi dan BPN
10.1.4.3. Hemodiálisis (Cuci Darah)
10.1.4.4. CAPD (Continuous AmbulatoryPeritoneal Dialisis)
10.1.5. Hematologi Onkologi Medik
10.1.5.1. Rawat Jalan
10.1.5.2. Pemeriksaan Khusus
- Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk sitomorfologi
- Analisis sitomorfologi dan pewarnaan khusus serta
sitokimia sumsum tulang/BMP untuk mendapatkan data
histoptologi (PA) dari bagian PA
Biopsi jarum halus (Fine Needle Aspiraton Biopsi/FNAB)
thd kelenjar getah bening atau masatumor untuk analisis
sitologi keganasan
- Sitologi Cairan tubuh ( pleura, asites otak dsb) terhadap
sel kanker sitospin
- Analisis subpopulasi leukosit dgn Antibodi Monoklona
ldgn immuno flourrosensi utk Diagnosis immulogic
leukemia (immunoFenoti- iping) &menilai kekebalan
seluler
- Deteksi infeksi HIV dlm darah melalui teknik ELISA &
Dipstick
- Kultur Sel
- Pemeriksaan Sitogenetik

10.1.6. Hepatobilier
10.1.6.1. Rawat Jalan
10.1.6.2. Prosedur Diagnostik
- USG Abdomen
- Peritoneuscopy
- Biopsi Hati (Guided, Blind)
- Cholangiography
- Gastroscopy
- FNAB Modul/Tumor Hepar
- Endosonography
- Flicker Test
10.1.6.3. Prosedur Terapeutik
- Injeksi etanol perkutan
- Aspirasi Abses, Kista
- Radio Frequency Ablation
- Bond Ligation
- Pungsi Asites
- Percutaneous Transhepatic Biliary Drainage (PTBD)
- Percutaneous Transhepatic Gall Bladder Drainage
(PTGBD)

10.1.7. Metabolik Endokrin


 Rawat Jalan :
- Rawat Jalan Penyakit Endokrin
- Rawat Jalan Penyakit Diabetes Melitus dan Tiroid
- Edukasi Diabetes
- Foto Retina
- Perawatan Kaki Diabetik
 Perawatan Kaki
- Pemeriksaan Kaki Deteksi Dini
- Perawatan Kaki Non Ulkus/Luka Ringan
- Perawatan Kaki Luka Sedang
- Perawatan Kaki Luka Berat
 Pemeriksaan doppler pada kaki
 Pemeriksaan Neuropati pada kaki
 Ruang Prosedur Endokrin
- Tindakan diagnostik penyakit Tiroid melalui :
o Biopsi Tiroid
o Aspirasi Kista Tiroid
o Aspirasi + Biopsi Tiroid
o Biopsi Tiroid USG Guided
o Aspirasi Kista Tiroid USG Guided
o Aspirasi + Biopsi Tiroid USG Guided
o Aspirasi + Injeksi Etoksi Sklerol USG
Guided
-Pemeriksaan Laboratorium
10.1.8. Psikosomatik
10.1.8.1. Rawat Jalan
10.1.8.2. Pemeriksaan Khusus:
- Perawatan Paliatif
- Pemeriksaan HRV
10.1.8.3. Uji Laboratorium
10.1.9. Pulmonologi
10.1.9.1. Rawat Jalan
- Penatalaksanaan Tuberkulosis
- Penatalaksanaan TB HIV
10.1.9.2. Pemeriksaan Khusus :
Tindakan Intervensi Pulmonologi
- Argon Plasma (Teraupetik)
- Aspirasi Pneumotorak
- Biopsi pleura
- Bronkoskopi + Biopsi
- Bronkoskopi + Biopsi + Sikatan + Foto
- Bronkoskopi + Sikatan
- Bronkoskopi + BAL
- Bronkoskopi
- Cryotherapi (Diagnostik & Teraupetik)
- Central Venous Catheter (CVC)
- Endobronchial Ultrasonography (EBUS)
- EBUS + TBLB
- EBUS + TBNA
- Ekstraksi Benda Asing Saluran Nafas
- Fibrinolitik Intrapleura
- FNAB
- FNAB/Biopsi Aspirasi jarum Halus + USG Guided
- Hemostasis Saluran Pernafasan
- Intubasi dengan Flexible Bronkoskopi
- Mini WSD
- Pemasangan Stent Saluran Nafas
- Pleurodesis via Torakoskopi
- Pleurodesis + Mini WSD
- Pleurodesis + Chest Tube
- Pungsi Pleura / Torakosintesis
- Pungsi Pleura / Torakosintesis + Guided USG
- TBLB
- TBNA (Bronkoskopi + TBNA Convensinal)
- Torakoskopi
- TTB
- TTB + Guided USG
- TTNA
- TTNA & TTB Guided CT Scan
- TTNA + USG
- WSD Besar (Chest Tube)
- Rigid Bronkoskopi
- Bronchial Thermoplasty
Tindakan Pulmonologi
- Spirometri + Bronkodilator
- Spirometri
- Inhalasi
- Mantoux Test
- Terapi Oksigen
10.1.9.3. Fasilitas Pendidikan Sp2 Konsultan
10.1.10. Rheumatologi
10.1.10.1. Rawat Jalan
10.1.10.2. Prosedur diagnostik
- Injeksi IA Sendi Kecil
- Injeksi IA Sendi Besar
- Pungsi Sendi Kecil
- Pungsi Sendi Besar
- Injeksi Periartikuler
- USG Muskuloskeletal
- Pungsi / Injeksi USG Guided

10.1.10.3. Pemeriksaan khusus, mencakup analisis cairan sendi,


faktor reumatoid , komplemen, profil ANA, ENA, anti
CCP, anti dsDNA

10.1.11. Penyakit Tropik Infeksi


10.2. Rawat Inap
11. Penyakit Saraf 11.1. Poliklinik Syaraf (lantai 4)
12.1. Neurodiagnostik :
12.1.1. EEG & Brain Maping
12.1.2. EMG, BAEP, VEP, SSEP, SSR
12.1.3. Neuro Opthalmology
12.1.4. Neuro Otology
12.1.5. Neuro Behavior dan Restorasi
12.1.6. Neuro Imaging (TCD/Duplex Carotid)
12.2. Rawat Inap
12 Radiologi 16.1. Radiologi Konvensional tanpa Media kontras
16.2. Radiologi konvensional dgn Media kontras
16.3. Tomografi komputer (CT-Scan) 64 slices
16.4. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI) 0,5 & 1,5 Tesla
16.5. Ultrasonografi konvensional
16.6. Ultrasonografi Doppler
16.7. Radiologi Intevensional
13 Patologi Klinik 17.1. Pelayanan Laboratorium (lantai 1)
17.1.1. Laboratorium Pat.Klin.R.Jalan & R.Inap
17.1.2. Laboratorium Pat.Klin. 24 jam
14. Patologi Anatomi 14.1. Pelayanan laboratorium (lantai 1)
14.2. Histopatologi
14.3. Sitologi
14.4. Imunopatologi
14.5. Histokimia
15. Rehabilitasi Medik 15.1. Poliklinik (lantai 3)
15.2. Fisioterapi
15.3. Terapi elektro
15.4. Terapi latihan gerak
15.5. Speech terapi
15.6. Okupasi terapi
15.7. Bimbingan Psikologi
15.8. Bimbingan Sos Med
15.9. Aktinoterapi
15.10. Traksi lumbal dan cervical
15.11. Laser
15.12. Pembuatan Alat Bantu
15.13. Pembuatan alat ganti tubuh
16. Kebidanan 16.1. Poliklinik (lantai 1)
16.2. USG Onkologi
16.3. Pasmear Onkologi
16.4. Papsmear Sitologi
16.5. Kolposkopi Onkologi
16.6. Kolposkopi I
16.7. Pasang Tampon
16.8. Angkat tampon
16.9. Pasang IUD
16.10. Angkat IUD
16.11. Pasang Susuk
16.12. Angkat Susuk
16.13. EKG + Konsul
16.14. Biopsi
16.15. Hydrotubasi
16.16. Sistokospi
16.17. Pemeriksaan Pesarium
16.18. Tes metilen Blue
16.19. Businasi
16.20. Micro Curret
17. Jantung dan 17.1 Poliklinik (lantai 4)
Pembuluh darah 17.1.1 Medical HeartChek Up
17.1.2 Pemeriksaan Klinis kardiovaskular
17.1.3 Rekaman aktivitas listrik Jantung (EKG)
17.1.4 Ekokardiografi
17.1.5 Transesophageal ekokardiografi (TEE)
17.1.6 Treadmill Test (Uji Latih Jantung Beban/ULJB)
17.1.7 Holter
17.1.8 Foto Rontgen Toraks
17.1.9 Duplex Scanning / Dopler Vascular
17.2 Operasi
17.3 Echocardiografi/ EKG
17.4 Treadmill Test
17.5 Inhalasi
17.6 TEE Dws
17.7 Kateterisasi/Catheterises
17.8 Rawat Inap
17.8.1 Rawat ICCU
17.8.2 Perawatan dewasa dan anak

18. Paru 18.1. Poliklinik Paru (lantai 1)


18.2. Poliklinik TB DOTS (lantai 1)
18.3. Rawat inap (dewasa, ruang isolasi, anak)

B. UNIT PELAYANAN
No. UNIT KERJA JENIS PELAYANAN
1 Rawat Jalan Terdapat di lantai 1, 2, 3, dan 4
2. Unit Gawat Darurat 2.1. Pelayanan emergency 24 jam
3.1.1 Tindakan medik kegawatdaruratan
3.1.2 Resusitasi
3.1.3 Kamar Operasi
3.1.4 Laboratorium
3.1.5 Radiologi
3.1.6 Farmasi
2.2. Pusat Krisis Terpadu (PKT)
2.3. Pelayanan intensive care
3.3.1 Intensive Care Unit/ICU dengan ventilator
3.3.2 High Care Unit/HCU tanpa ventilator
2.4. Pelayanan hemodialisa (cuci darah) 24 jam
3.4.1. Anak
3.4.2. Dewasa
2.5. Pelayanan kebidanan
2.5.1. Persalinan normal
2.5.2. Persalinan dengan tindakan
2.5.3. Persalinan dengan operasi (Sectio Caesaria)
2.5.4. Rooming in
2.6. Pelayanan Kamar Operasi 24 jam
Pelayanan Medis Spesialis dan Sub Spesialis
4. Rawat Inap Lantai 2 Rawat Inap untuk maternity dan anak
- Deasy (Anak kelas 1, utama dan VIP)
- Aster (Maternity BPJS kelas I,II, III dan Anak kelas I,II, III)
- Lily (Anak kelas II, III tunai dan jaminan non BPJS)
- Lavender (Maternity VIP, Utama, I, II dan III jaminan non
BPJS)
Ruang Rawat Intensif (ICU,HCU NICU, PICU, Perinatalogi)
VK
5. Rawat Inap Lantai 3 Rawat Inap untuk dewasa
- Amarylis (VIP deluxe, VIP)
- Orchid (Kelas I dan utama)
- Tulip (Kelas II dan III tunai dan jaminan non BPJS)
- Gladiol (Kelas I,II, dan III BPJS)
6. Rawat Inap lantai 4 Ruang Intensif ICCU dengan 6 TT

C. PELAYANAN PENUNJANG
UNIT PELAYANAN
No. JENIS PELAYANAN
PENUNJANG
1. Unit Rekam Medik 1.1. RM. Rawat Jalan
1.2. RM. Rawat Inap
1.3. RM. Untuk Penelitian
2. Unit Pelayanan Pasien 2.1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan 2.1.1. Kartu Jakarta Sehat (KJS)
2.1.2. Jamkesmas
2.1.3. Jampersal
2.1.4. Jamplethas
2.1.5. PJKMU
2.1.6. Askes Sosial
2.1.7. TNI/POLRI
2.1.8. Jamsostek Kesehatan
2.2. Jamkesda
2.3. Inhealth Insurance
2.4. Perusahanan/ Asuransi yg bekerja sama dengan RSSM
3. Instalasi Farmasi 3.1. Pelayanan Satelit
3.2. Aseptic Dispensing
3.3. Handrub
3.4. Pelayanan Farmasi Klinik
4. Unit Produksi Makanan 4.1. Penyediaan Makanan Pasien
4.2. Penyediaan Makanan Pegawai
4.3. Penyediaan Makanan untuk Kegiatan seminar dan lain lain di
RSSM
5. Unit Sanitasi Lingkungan 5.1. Pengolahan limbah cair & padat
5.2. Pengolahan Kebersihan Lingkungan
5.3. Pemantauan Kualitas Lingkungan
5.4. Pengelolaan & Pengendalian Serangga & Binatang
Pengganggu
6. Unit Layanan Pengadaan
7. Instalasi Seterilisasi Pusat 7.1. Proses Decontaminasi
(CSSD) 7.2. Proses Pengemasan
7.3. Proses Sterilisasi dan Labeling
7.4. Ultrasonic Cleaner
7.5. Pemeriksaan Mutu
7.6. Penyimpanan dan Pendistribusian Barang Steril
8. Instalasi PKRS 2.1. Penyuluhan Kes. Masyarakat RS
2.2. Majalah Halo Cipto
9. Instalasi Laundry 9.1. Pencucian Linen RS
9.2. Pengeringan dan Penyetrikaan
9.3. Pengemasan Linen Bersih
9.4. Penyimpanan Linen
9.5. Perndistribusian Linen Bersih
10. Instalasi Gizi 10.1. Konsultasi Pasien R.Jalan & R.Inap
10.2. Pengaturan Diet Pasien R.Inap
11. Instalasi Administrasi Logistik 11.1. Logistik Farmasi
11.2. Bahan Makanan
11.3. Teknik
11.4. Rumah Tangga & Perlengkapan
11.5. Administrasi & Keuangan
12. Bagian Diklat 12.1. Menyusun Rencana dan Program Diklat
12.2. Mengelola Kegiatan Diklat
12.3. Mengkoordinasikan kegiatan Diklat
12.4. Memantau dan evaluasi Pelaksanaan Diklat
13. Instalasi Bedah
14. Unit Manajemen Sistem
Informasi
15. Komite Mutu Keselamatan Patient Safety
dan Kinerja
16. K3RS
BAB V
LOGISTIK

I. Jaminan Keamanan Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit(Bagian Anggaran, Bagian
Perbendaharaan, dan ULP)

II. Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan Farmasi


Perbekalan farmasi yang dikelola rumah sakit meliputi obat, reagensia, radiofarmaka, alat kesehatan,
dan gas medis.Pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan salah satu segi manajemen
rumah sakit yang penting karena peran perbekalan farmasi dalam pelayanan kesehatan cukup besar
baik dari sisi medik maupun ekonomi. Inefisiensi dalam pengelolaan perbekalan farmasi akan
berdampak negatif terhadap kinerja rumah sakit baik secara medik, ekonomi, dan sosial. Mutu
pelayanan farmasi sangat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.Oleh
karena itu perbekalan farmasi harus dikelola dengan baik agar selalu tersedia setiap saat diperlukan dan
dengan mutu yang terjamin.Selain itu, penggunaan perbekalan farmasi yang tidak rasional merupakan
masalah besar di semua tingkat pelayanan kesehatan.Di rumah sakit masalah ini harus mendapat
perhatian serius karena dampaknya tidak hanya terhadap morbiditas dan mortalitas pasien saja tetapi
juga terhadap biaya dan mutu pelayanan kesehatan.

Pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi bersifat multidisipliner yang meliputi serangkaian
kegiatan, yaitu: pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, peresepan, penyiapan/peracikan,
pemberian, dan pemantauan. Rangkaian kegiatan tersebut harus diselenggarakan secara efektif dan
efisien dengan berorientasi pada keselamatan pasien.Mengingat kompleksnya kegiatan-kegiatan
tersebut, maka diperlukan kebijakan perbekalan farmasi di rumah sakit yang disepakati dan diterapkan
sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat memberikan keselamatan dan kepuasan bagi pasien.

III. Organisasi dan Tata laksana

Organisasi:
 Direktur adalah penanggungjawab atas kebijakan yang diberlakukan di rumah sakit, termasuk
kebijakan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
 Wadir Medik adalah pengendali program pengelolaan perbekalan farmasi di RS Sentra Medika
Cibinong.
 Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur
Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan serta
penggunaan perbekalan farmasi di RSSM.
 Bidang Pelayanan Medik adalah staf pengendali program pengelolaan perbekalan farmasi yang
bertugas melakukan pengkajian terhadap perencanaan yang diusulkan Instalasi Farmasi beserta
departemen/unit pelayanan terpadu (UPT)dan sistem pengendaliannya.
 Departemen Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola kegiatan pelayanan
medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan keselamatan pasien serta
mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan, penelitian.
 Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional sebagai pusat pendapatan yang berada di bawah
Direktorat Medik dan Keperawatan dan mempunyai tugas melaksanakan perencanaan perbekalan
farmasi kebutuhan semua pelayanan kesehatan di RS Sentra Medika Cibinong yang optimal,
mengatur produksi sediaan farmasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi di satelit
farmasi, serta bertanggung jawab untuk melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur
kefarmasian dan etika profesi.
 Satelit Farmasi adalah bagian dari Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan farmasi di unit
pelayanan.
 Depo Farmasi adalah tempat menyimpan perbekalan farmasi berupa bahan medis habis pakai
(BMHP) yang berada di bawah dan menjadi tanggung jawab unit kerja pelayanan.
 Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk melakukan
pembelian melalui prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Panitia Penerimaan adalah panitia yang dibentuk oleh Direktur untuk menerima barang yang dibeli.
 Instalasi Administrasi Logistik (IAL) adalah unit kerja fungsional yang mempunyai tugas melaksanakan
pemesanan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan perbekalan farmasi sesuai
prosedur.

Pengelolaan obat dan perbekalan farmasi lainnya di RS Sentra Medika Cibinongdiselenggarakan dengan
sistem satu pintu sesuai Undang Undang No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, pasal 15 ayat 3.Perbekalan
farmasi dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu perbekalan farmasi dasar, perbekalan farmasi
emergensi, dan perbekalan farmasi pelengkap. Perbekalan farmasi dasar adalah perbekalan farmasi
yang merupakan kebutuhan dasar dalam perawatan/tindakan/diagnostik di ruangan atau perbekalan
farmasi untuk pemakaian bersama (sharing) oleh pasien.Perbekalan farmasi emergensi adalah
perbekalan farmasi yang diperlukan segera untuk menyelamatkan jiwa pasien.Perbekalan farmasi
pelengkap adalah perbekalan farmasi kebutuhan individu pasien selain perbekalan farmasi dasar dan
perbekalan farmasi emergensi.Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan peraturan perbekalan
farmasi RS Sentra Medika Cibinongdilakukan secara terbuka dan akuntabel.

IV. Panitia Farmasi dan Terapi


a. Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala
Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur. Keanggotaannya diperbaharui maksimal
setiap 5 tahun sekali.
b. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun.
c. Ketua, sekretaris, dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian.
d. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris dan 2-3 orang
anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio PFT tingkat RS Sentra Medika
Cibinong.
e. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium.PFT mengajukan
anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya.

Tugas PFT mencakup:


o Sebagai penasehat bagi pimpinan RS Sentra Medika Cibinong dan tenaga kesehatan dalam semua
masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi.
o Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
o Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan memerbaharuinya
secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan,
kualitas, dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau
jenis obat yang indikasinya sama.
o Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin ber-langsungnya
pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan hemat biaya.
o Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang
berhubungan dengan seleksi, pengadaan, dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
o Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan, dan penggunaan perbekalan farmasi.
o Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efeksamping obat yang terjadi di RS Sentra Medika
Cibinong.
o Memandu tinjauan penggunaan obat (drugutilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan
itu ke seluruh staf medis.

Dalam mengemban tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya 1
bulan sekali guna membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi,
pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi.Keputusan rapat pleno yang
menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah.Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat
dilakukan pemungutan suara.Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari
kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien.
V. PEMILIHAN
Pemilihan terhadap perbekalan farmasi yang akan digunakan di RS Sentra Medika Cibinong harus
dilakukan secara cermat dengan memertimbangkan asas cost-effectiveness. Panitia Farmasi dan Terapi
harus memilih produk obat yang menunjukkan keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari
aspek khasiat, keamanan, ketersediaannya di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
Proses pemilihan obat mengikuti Standar Prosedur Operasional Penyusunan Formularium.Penyediaan
jenis perbekalan farmasi harus dibatasi untuk efisiensi pengelolaannya dan menjaga kualitas
pelayanan.Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh pimpinan RS Sentra Medika Cibinong
untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan di RSCM tertuang dalam buku Formularium RS Sentra
Medika Cibinong.

Proses penyusunan dan revisi formularium (sistem formularium) harus dirancang agar dihasilkan
formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Revisi
formularium dilakukan setiap tahun.Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan
sebagai salah satu peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua staf medik.Departemen
mengajukan usulan obat baru untuk dimasukkan ke dalam formularium ke Panitia Farmasi dan Terapi
berdasarkan fakta bahwa obat tersebut tercantum di dalam clinical pathwayatau pedoman pelayanan
medik yang diterbitkan oleh Departemen. Oleh karena itu setiap perubahan obat atau rejimen terapi di
dalam clinical pathwayatau pedoman pelayanan medik harus diberitahukan secara tertulis dengan
mencantumkan tanggal efektif pelaksanaan penggantian kepada Panitia Farmasi dan Terapi.

Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi dengan informasi
tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan, bioavailabilitas dan farmakokinetik,
kisaran dosis, efek samping dan efek toksik, perhatian khusus, kelebihan obat baru ini dibandingkan
dengan obat lama yang sudah tercantum di dalam formularium, uji klinik, atau kajian epidemiologi yang
mendukung keunggulannya, perbandingan harga dan biaya pengobatan dengan obat atau cara
pengobatan terdahulu. kecuali yang memiliki data bioekuivalensi (BE) dan/atau rekomendasi tingkat I
evidence-based medicine (EBM). Obat yang terpilih masuk dalam formularium adalah obat yang
memerlihatkan tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan keamanannya. Bila dari
segolongan obat yang sama indikasinya memerlihatkan tingkatan bukti ilmiah khasiat dan keamanan
yang sama tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal ketersediaannya di pasaran, harga
dan biaya pengobatan yang paling murah.

Suatu obat harus dihapuskan dari formularium jika obat tersebut sudah tidak beredar lagi di pasaran,
tidak ada lagi yang meresepkan, atau sudah ada obat lain yang lebih cost-effective.Pada kasus yang
memerlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dokter dapat mengajukan
permintaan khusus dengan mengisi Formulir Permintaan Khusus Obat Non Formularium yang ditujukan
kepada PFT. Selanjutnya PFT akan memutuskan apakah penyediaan obat tersebut dapat disetujui atau
tidak. Jika dapat disetujui, maka Instalasi Farmasi akan melanjutkan proses pengadaannya. Proses
permintaan obat non formularium mengikuti Standar Prosedur Operasional Permintaan Obat Non
Formularium.Pada keadaan obat yang diperlukan tidak tersedia, maka Instalasi Farmasi akan
menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis resep dan menyarankan obat pengganti jika ada.

Sosialisasi formularium dilakukan oleh PFT melalui presentasi di hadapan staf medik.Buku Formularium
yang sedang berlaku wajib tersedia di setiap lokasi pelayanan: di ruang rawat, klinik, gawat darurat,
ruang dokter dan satelit farmasi. Setiap dokter harus memiliki buku formularium yang menjadi acuan
selama melakukan praktik di RSSM.

Pengawasan kepatuhan pemakaian obat sesuai formularium dilakukan secara berjenjang dimulai dari
divisi, secara berkala dan berdasarkan data penggunaan obat dari Instalasi Farmasi.Penyimpangan
terhadap penggunaan obat tidak sesuai dengan formularium diberikan sanksi sesuai dengan yang
tercantum dalam Peraturan Internal Staf Medis (MSBL) RS Sentra Medika Cibinong. Penghargaan
terhadap penggunaan obat sesuai dengan formularium RS Sentra Medika Cibinong akan diberikan
sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

VI. PERENCANAANDANPENGADAAN
a. Perencanaan mengacu kepada formularium serta daftar alat kesehatan dan reagensia yang telah
disepakati oleh pengguna dan ditetapkan oleh Direksi RS Sentra Medika Cibinong.
b. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia dilakukan berdasarkan perencanaan yang diajukan
oleh pengguna.
c. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formularium serta alat kesehatan dan reagensia yang
tidak tercantum dalam daftar alat kesehatan dan reagensia hanya dapat dilakukan setelah mendapat
rekomendasi dari PFT dan disetujui oleh direksi.
d. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia untuk seluruh kebutuhan RS Sentra Medika Cibinong
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku di RS Sentra Medika Cibinong.
e. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia di luar jam kerja Instalasi Administrasi Logistik
dilakukan mengikuti Standar Prosedur Operasional Pengadaan Perbekalan Farmasi Di Luar Jam Kerja

VII. PENYIMPANAN
a. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain petugas farmasi.
b. Penyimpanan obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis harus dilakukan sesuai persyaratan dan
standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta memudahkan dalam
pencariannya untuk memercepat pelayanan.
c. Khusus bahan berbahaya seperti bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif, radioaktif,
oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi dan berbahaya
lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya.
d. Obat narkotika disimpan dalam lemari terpisah dengan pintu berkunci. Untuk penyimpanan
narkotika di gudang dan satelit farmasi, pintu berkunci ganda.
e. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan: kandungan, tanggal kadaluarsa,
dan peringatan penting.
f. Obat High Alert (obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di tempat terpisah dan
diberi label khusus mengikuti Instruksi Kerja Penyimpanan Obat High Alert.
g. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar obat High Alert, yaitu: kalium klorida 7,46%, natrium
klorida 3%, tidak boleh disimpan di ruang rawat, kecuali di kamar operasi jantung dan unit
perawatan intensif (ICU). Penyimpanan elektrolit pekat di tempat terpisah dengan akses terbatas
dan harus diberi label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak disengaja.
h. Obat dengan tampilan mirip atau bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA) disimpan tidak
berdekatan dan diberi label “LASA”.
i. Perbekalan farmasi dan tempat penyimpanannya harus diperiksa secara berkala.
j. Pasien tidak diperbolehkan membawa perbekalan farmasi dari luar RS Sentra Medika Cibinong untuk
digunakan selama perawatan di RS Sentra Medika Cibinong. Jika melanggar ketentuan tersebut,
maka pasien/keluarga pasien menandatangani surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien
bertanggung jawab atas akibat penggunaan perbekalan farmasi yang dibawa. Perbekalan farmasi
yang dibawa masuk oleh pasien harus diperiksa mutunya secara visual dan dicatat dalam“formulir
serah terima perbekalan farmasi dari pasien”. Obat disimpan di satelit farmasi dalam wadah terpisah
dan diberi label yang jelas.
k. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi sesuai dengan aturan penyimpanan
yang ditetapkan produsen.
l. Obat yang bersifat radioaktif disimpan sesuai dengan persyaratan penyimpanannya.
m. Obat penelitian disimpan terpisah dari obat lain dan dikelola sendiri.
n. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli/tas emergensi terkunci, diperiksa, dipastikan
selalu tersedia, dan harus diganti segera jika jenis dan jumlah sudah tidak sesuai dengan yang
terteradidaftar.
o. Di unit pelayanan yang tidak memiliki satelit farmasi 24 jam, maka pelayanan dialihkan ke satelit
farmasi 24 jam yang sudah ditetapkan.
p. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, kadaluarsa, rusak harus dikembalikan ke gudang farmasi
Instalasi Administrasi Logistik sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pengembalian Perbekalan
Farmasi.
q. Obat yang ditarik oleh pemerintah atau pabrik yang membuatnya harus segera dikembalikan ke
gudang farmasi Instalasi Administrasi dan Logistik sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Penarikan Kembali Perbekalan Farmasi.
r. Obat yang sudah rusak, kadaluarsa dan terkontaminasi harus disimpan terpisah sambil menunggu
pemusnahan.
s. Pemusnahan perbekalan farmasi harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemusnahan
Perbekalan Farmasi

VIII. PERESEPAN
1. Tenaga kesehatan yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dan dokter tamu yang
bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RS Sentra Medika Cibinong.
2. Tenaga kesehatan yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP
(Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif)
3. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation) sebelum menulis
resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien
dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat
(omission)
4. Penulis resep harus memerhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi
alergi.
5. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan, rejimen
berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medik dituliskan “terapi
lanjutkan” dan pada instruksi medik farmakologis/ kardeks (catatan pemberian obat) tetap
dicantumkan nama obat dan rejimennya.
6. Resep dibuat secara elektronik menggunakan sistem EHR atau manual pada blanko lembar resep
berkop RS Sentra Medika Cibinong yang telah dibubuhi stempel Departemen/Unit Pelayanan
tempat pasien dirawat/berobat.
7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim sehingga tidak
disalahartikan.
8. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound Alike(LASA) yang
diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan
lain.
9. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS Sentra Medika Cibinong.
10. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar Alat Kesehatan
RS Sentra Medika Cibinong.
11. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep pertama pasien baru masuk, resep reguler, resep cito,
resep pengganti emergensi
a) Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir
c. Berat badan pasien (untuk pasien anak dan pasien kemoterapi)
d. Tinggi badan (untuk pasien kemoterapi) - Nomor rekam medik
e. Nama dokter
f. Tanggal penulisan resep
g. Nama ruang pelayanan
h. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada
bagian kanan atas lembar resep manual atau secara elektronik dalam sistem informasi farmasi
i. Tanda R/ pada setiap sediaan
j. Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik.

b) Untuk obat kombinasi ditulis sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk
sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
a. Jumlah sediaan
b. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat,
untuk bahan padat: mikrogram, miligram, gram dan untuk cairan: tetes, milliliter, liter.
c. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam
bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
d. Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar indikasi yang disetujui
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan clinical pathway atau
panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Departemen.
e. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau prn atau
“pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh: bila nyeri, bila demam) dan dosis maksimal
dalam sehari.
12. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat penggunaan
obat.
13. Perubahan terhadap resep/ instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/ asisten
apoteker harus diganti dengan resep/ instruksi pengobatan baru.
14. Resep/ instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan
dilayani oleh farmasi
15. Jika resep/ instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka perawat/apoteker/asisten
apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter penulis
resep sesuai dengan Instruksi Kerja Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.
16. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high alerttidak
diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak diperbolehkan saat dokter
berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti Instruksi Kerja Instruksi Lisan.
17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan
kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

IX. PENYIAPAN
1. Penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/ instruksi pengobatan diterima oleh
apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk
diberikan kepada pasien rawat inap, atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien
rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Proses yang
termasuk juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat suntik tertentu, penyiapan obat
sitostatika, dan nutrisi parenteral.
2. Sebelum obat disiapkan, apoteker/ asisten apoteker harus melakukan kajian (review) terhadap
resep/ instruksi pengobatan yang meliputi:
a) ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b) duplikasi terapeutik
c) alergi
d) interaksi obat
e) kontraindikasi
f) kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku,dan menghubungi dokter
penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian. Kajian tidak perlu dilakukan
pada keadaan emergensi, di ruang operasi dan tindakan intervensi diagnostik.
3. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan untuk melakukan kajian
resep.
4. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi diberlakukan substitusi generik, artinya farmasi
diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di RS Sentra
Medika Cibinong dengan terlebih dahulu memberitahu dokter.
5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi berbeda zat
kimianya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu
minta persetujuan dokter penulis resep/konsulen. Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik
dapat dilakukan secara lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal,
jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan persetujuan, dicatat pada lembar resep atau
dalam sistem informasi farmasi.
6. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktik
kefarmasian.
7. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas farmasi.
8. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan teknik aseptik.
9. Petugas yang menyiapkan radiofarmasi harus di bawah supervisi apoteker atau tenaga terlatih.
10. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan sistem dosis unit
(kecuali pada beberapa unit yang belum memiliki staleit farmasi seperti perawatan psikiatri, unit
luka bakar (ULB), dan unit rawat inap bedah anak (BCH)) dan untuk pasien rawat jalan diberlakukan
sistem resep individual. Sistem dosis unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali
pemakaian. Sistem resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas sesuai permintaan jumlah
yang tercantum di resep.
11. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label sesuai Instruksi Kerja Pembuatan Etiket.
12. Penyiapan obat harus dipastikan akurat mengikutiInstruksi Kerja Penyiapan Obat Sistem Dosis Unit,
Instruksi Kerja Penyiapan Obat Sistem Resep Individual, dan Instruksi KerjaPeracikan Obat di Satelit.

X. PEMBERIAN
1. Petugas yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang sudah
memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin praktik di RS Sentra Medika Cibinong.
2. Pemberian obat ke pasien harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemberian Obat.
3. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat ditempelkan pada botol infus atau syringe
pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka label nama obat ditempelkan pada setiap
syringe pump dan di setiap ujung jalur selang.
4. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah supervisi
instruktur klinik, kecuali obat-obat khusus dan high alert.
5. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat/dokter mengenai
kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan meliputi: nama obat, waktu dan frekuensi
pemberian, dosis, rute pemberian, dan identitas pasien.
6. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya baik dengan diperiksa
secara visual.
7. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat yang akan diberikan.
8. Obat yang tergolong obat High Alertharus diperiksa kembali oleh perawat kedua sebelum diberikan
kepada pasien.
9. Pemberian obat harus dicatat di Lembar Pemberian Obat sesuai Standar Prosedur Operasional
Pemberian Obat.
10. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi terlebih dahulu dan
dipantau olehperawat.
11. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalan farmasi, termasuk kehilangan, maka
konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab pihak yang bersalah.

XI. PEMANTAUAN
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan pada setiap
pasien.
2. Panitia Farmasi dan Terapi di tingkat Departemen Medik bertugas memantau efek samping obat.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk
Formularium RS Sentra Medika Cibinong dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek
samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam Formulir Pelaporan Efek Samping
Obat dan dicatat dalam rekam medik.
5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Panitia Farmasi Terapi adalah yang berat, fatal,
meninggalkan gejala sisa sesuai Standar Prosedur Operasional Pemantauan Efek Samping Obat.
6. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Panitia Farmasi dan Terapi RS
Sentra Medika Cibinong.
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat,
apoteker di ruang rawat/Poliklinik.
8. Panitia Farmasi dan Terapi RS Sentra Medika Cibinong melaporkan hasil evaluasi pemantauan efek
samping obat kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan menyebarluaskannya ke seluruh
Departemen Medik/Instalasi/Unit Pelayanan di RS Sentra Medika Cibinong sebagai umpan
balik/edukasi.

Alat kesehatan dan penunjang (termasuk B3 belum masuk)

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

I. PROGRAM MANAJEMEN RISIKO


Manajemen risiko merupakan proses berkesinambungan dan berkelanjutan. Risiko terhadap pasien,
staf, pengunjung dan organisasi dapat berubah dan harus dapat diidentifikasi secara terus-menerus.
Program manajemen risiko akan menggunakan proses lima langkah yang meliputi:
1. menetapkan konteks
2. mengidentifikasi risiko (termasuk di dalamnya membuat prioritas risiko. Investigasi Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) dan manajemen komplain merupakan instrumen identifikasi risiko)
3. melakukan analisis risiko (termasuk di dalamnya pelaporan risiko dalam tabel risk register)
4. mengevaluasi risiko
5. menindaklanjuti rekomendasi evaluasi risiko
G

Gambar 2. Proses Manajemen Risiko

LANGKAH 1: MEMBANGUN KONTEKS.


Mengidentifikasi dan memahami lingkungan kerja dan strategi dalam rangka mengefektifkan program
manajemen risiko di RS Sentra Medika Cibinong. RS Sentra Medika Cibinong menentukan parameter
organisasi dan lingkungan kerja dimana proses manajemen risiko harus dilakukan, tujuan dari kegiatan
dan konsekuensi potensial yang bisa timbul dari pengaruh internal dan eksternal. Tujuan, sasaran,
strategi, ruang lingkup dan parameter aktivitas, atau bagian dari organisasi dimana proses manajemen
risiko harus diterapkan, harus ditetapkan. Proses ini harus dilakukan dengan penuh pertimbangan
untuk menyeimbangkan biaya, manfaat dan peluang. Sumber daya yang diperlukan dan catatan yang
harus disimpan juga harus ditentukan. Ketika mendefinisikan ruang lingkup dan kedalaman dari
program manajemen risiko, pimpinan harus memertimbangkan apakah proses manajemen risiko
adalah untuk menutupi isu pelayanan yang sifatnya luas, atau terbatas pada area praktik klinis spesifik,
unit kerja, fungsi, atau proyek.

LANGKAH 2: IDENTIFIKASI RISIKO


Mengidentifikasi risiko internal dan eksternal yang dapat menimbulkan ancaman bagi sistem
kesehatan, unit kerja, bisnis dan tim dan/atau pasien. Identifikasi risiko yang komprehensif untuk
dikelola menggunakan proses terstruktur yang sistematis sangat penting, sebagai risiko potensial yang
mungkin tidak teridentifikasi pada tahap ini akan dikeluarkan dari proses analisis dan pengobatan lebih
lanjut. Semua risiko material harus diidentifikasi, apakah berada di bawah kendali RS Sentra Medika
Cibinong atau tidak.
Seluruh risiko yang signifikan di RS Sentra Medika Cibinong perlu diidentifikasi, dianalisis, diatasi,
dan dievaluasi. Walaupun demikian, untuk memulai proses tersebut, RS Sentra Medika Cibinong perlu
memilih prioritas risiko internal dan eksternal yang paling menjadi ancaman untuk diatasi terlebih
dahulu.Proses identifikasi risiko memerlukan pengertian pimpinan terhadapkomponen-komponen
berikut:
a. sumber risiko atau hazard yang berpotensi menyebabkan bahaya
b. kejadian atau insiden yang terjadi dan efeknya pada organisasi atau pemangku kepentingan
internal/eksternal
c. identifikasi konsekuensi, keluaran atau efek risiko klinik atau kejadian terhadap organisasi atau
para pemangku kepentingan
d. faktor-faktor yang memengaruhi (apa dan mengapa) terjadinya risiko klinis atau bahayaatau
insiden, dan
e. kapan serta dimana risiko klinis atau bahaya dapat terjadi.
Identifikasi adalah elemen yang penting dalam manajemen risiko karena risiko tidak akan efektif
ditangani sebelum dilakukan identifikasi. Manajer risiko dapat menggunakan berbagai informasi untuk
mengidentifikasi potensi risiko. Beberapa sumber informasi yang dapat dipakai antara lain keluhan
pasien, hasil survei kepuasan, diskusi dengan kepala unit, pegawai, mitra kerja dan laporan insiden.
Identifikasi risiko dapat dilakukan secara reaktif maupun proaktif.

LANGKAH 3: MENGANALISIS RISIKO


Analisis sistematik terhadap pelayanan, organisasi, unit kerja, dan lingkungan dilakukan untuk
memahami risiko dan mengidentifikasi tugas yang harus dilakukan berikutnya. Suatu proses sistematis
diperlukan untuk memahami asal suatu risiko dan menguranginya dalam rangka memisahkan risiko
minor yang dapat diterima dengan risiko mayor dan menyediakan data untuk mendukung evaluasi dan
tatalaksana.
Analisis risiko adalah langkah berikutnya setelah identifikasi risiko dalam proses manajemen
risiko. Secara umum, risiko yang akan memberikan efek finansial menjadi prioritas utama untuk
diintervensi. Semakin besar kerugian, semakin cepat intervensi harus dilakukan.Analisis dilakukan
sesuai dengan penilaian risiko untuk mengevaluasi tingkat keparahan setiap risiko dengan melakukan
peninjauan kemungkinan risiko terjadi serta efek yang dihasilkan.
Analisis risiko menyangkut pertimbangan mengenai penatalaksanaan yang sudah ada,
keparahan konsekuensi jika risiko tersebut terjadi, serta kemungkinan konsekuensi terjadi.Penilaian
risiko dilakukan dengan Tabel Kategori Kemungkinan/Frekuensi Kejadian dan Tabel Kategori Dampak,
serta Matriks Penilaian Risiko.
MATRIKS GRADING RISIKO
PROBABILITAS/FREKUENSI/LIKELIHOOD
Level Frekuensi Kejadian aktual
1 Sangat Jarang Dapat terjadi dalam lebih dari 5 tahun
2 Jarang Dapat terjadi dalam 2 – 5 tahun
3 Mungkin Dapat terjadi tiap 1 – 2 tahun
4 Sering Dapat terjadi beberapa kali dalam setahun
5 Sangat Sering Terjadi dalam minggu / bulan

DAMPAK KLINIS/CONSEQUENCES/SEVERITY
Level DESKRIPSI CONTOH DESKRIPSI
1 Insignificant Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
2 Minor  Cedera ringan
 Dapat diatasi dengan pertolongan pertama, kerugian keuangan
sedang
3 Moderate Cedera sedang
Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis atau intelektual secara
reversibel dan tidak berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya
 Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Major  Cedera luas/berat
 Kehilangan fungsi utama permanent (motorik, sensorik,
psikologis, intelektual)/irreversibel, tidak berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya
 Kerugian keuangan besar
5 Cathastropic  Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit
yang mendasarinya

RISK GRADING MATRIX


Potencial Concequences
Frekuensi/
Insignificant Minor Moderate Major Catastropic
Likelihood
1 2 3 4 5
Sangat Sering Terjadi Moderate Moderate High Extreme Extreme
(Tiap mgg /bln)
5
Sering terjadi Moderate Moderate High Extreme Extreme
(Bebrp x /thn)
4
Mungkin terjadi Low Moderate High Extreme Extreme
(1-2 thn/x)
3
Jarang terjadi Low Low Moderate High Extreme
(2-5 thn/x)
2
Sangat jarang sekali (>5 Low Low Moderate High Extreme
thn/x)
1

TINDAKAN
Can be manage by Clinical Manager / Lead Clinician Detailed review & urgent Immediate review &
procedure should assess the consequences treatment should be action required at Board
againts cost of treating the risk undertaken by senior level. Director must be
management informed
Tabel Penilaian Risiko (diisi oleh unit kerja)
UNIT KERJA:
BULAN:

TINDAK
TINDAKAN AKAR TGL PENAN BUKTI
DAMPAK PROBABILITAS SKOR PITA RANGKIN LANJUT
JENIS SEGERA DILAPORKA MASALA PENYEL GGUNG CLOSIN
NO INSIDEN (D) (P) RISIKO RISIKO G RISIKO UNIT
INSIDEN DARI UNIT N TANGGAL H (Diisi ESAIAN JAWAB G
KERJA
KERJA dept)
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 DXP
LANGKAH 4: EVALUASI DAN MENGURUTKAN RISIKO
Mengevaluasi risiko dan membandingkannya dengan kriteria yang dapat diterima untuk mengembangkan
daftar prioritas risiko untuk tindakan selanjutnya. Evaluasi risiko dan prioritas menyangkut perbandingan
antara tingkat risiko yang ditemukan dalam proses analisis dan kriteria risiko yang sudah ada serta
mengembangkan daftar prioritas risiko untuk rencana selanjutnya.
Pada saat membuat kriteria evaluasi, RS Sentra Medika Cibinong mengidentifikasi tingkat risiko yang
harus siap diterima oleh organisasi dari berbagai macam area termasuk lingkungan internal maupun eksternal.
Kriteria risiko akan digunakan untuk mengukur dan memberi peringkat pada risiko, untuk menentukan mana
risiko yang dapat diterima dan mana yang harus dikelola. Kriteria evaluasi risiko dapat dipengaruhi oleh
persepsi internal maupun eksternal serta persyaratan legal.Sangat penting ditetapkan agar kriteria yang tepat
ditentukan sejak awal.

LANGKAH 5: MENGELOLA RISIKO


Bila memungkinkan, paparan risiko perlu dieliminasi, contohnya memerbaiki alat yang rusak, memberikan
pendidikan pada staf medis yang belum mendapatkan edukasi tentang prosedur alat. Bila risiko tidak dapat
dieliminasi, maka perlu dicari teknik lain untuk menurunkan risiko kerugian. Sesudah manajer risiko
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang dihadapinya, maka ia harus menangani dan mengendalikan
risiko tersebut. Ada dua pendekatan dasar untuk itu:
1. Pengendalian risiko (risk control), risiko sedapat mungkin dihindari karena rumah sakit tidak berani
mengambil risiko. Dijalankan dengan metode berikut:
a) menghindari risiko (risk avoidance), salah satu cara mengendalikan risiko murni adalah menghindari
harta, orang atau kegiatan dari pajanan terhadap risiko dengan jalan:
 menolak memiliki/menerima/melaksanakan suatu kegiatan walaupun hanya untuk sementara
 menyerahkan kembali risiko yang telanjur diterima atau segeramenghentikan kegiatan itu begitu
diketahui mengandung risiko.
b) Mengendalikan kerugian dengan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan terjadinya
peristiwa yang menimbulkan kerugian dengan cara:
 merendahkan peluang untuk terjadinya kerugian
 mengurangi keparahan jika kerugian itu memang terjadi

2. Pembiayaan risiko (risk financing) meliputi :


a) Pemindahan risiko (risk transfer)misalnya melalui pembelian asuransi.
b) Menanggung risiko (risk retention). Risiko diterima dan ditangani sendiri oleh rumah sakit. Artinya
rumah sakit mentolerir terjadinya kerugian untuk mencegah terganggunya kegiatan operasionalnya
dengan menyediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya

II. KOMUNIKASI DAN KONSULTASI


Kunci strategis komunikasi suatu organisasi mencakup:
a. tujuan yang jelas dari komunikasi
b. identifikasi pihak-pihak berkepentingan yang harus berpartisipasi:
a. unit kerja dan individu
b. spesialis/ahli
c. identifikasi mengenai nilai dan perspektif yang harus diperhitungkan selama proses manajemen risiko
klinis
d. strategi komunikasi harus digunakan selama proses manajemen risiko
e. proses-proses yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas program komunikasi diRS
Sentra Medika Cibinong.
Tanpa komunikasi dan proses konsultasi yang efektif, pihak-pihak yang berkepentingan tidak akan
waspada terhadap latar belakang dikembangkannya strategi dan kebijakan manajemen risiko. Mereka juga
tidak akan memahami pentingnya peran individu dan tanggung jawab masing-masing dalam manajemen
risiko.
III. PENGAWASAN DAN PENILAIAN
Proses pengawasan dan penilaian risiko sangat penting untuk memastikan bahwa rencana manajemen
risiko klinis suatu organisasi tetap relevan. Mengingat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
suatu risiko terus berubah, dibutuhkan proses pengawasan dan penilaian yang berkelanjutan selama proses
manajemen risiko.

IV. PRIORITAS RISIKO


Risiko prioritas dan perencanaan tindakan akan memertimbangkan laporan kejadian lokal, litigasi dan
informasi klaim, informasi audit, keluhan dan isu yang diangkat oleh
direktorat/departemen/bidang/bagian/unit/instalasi/individu, serta regulasi nasional.
Risiko dinilai berdasarkan matriks yang memertimbangkan konsekuensi/dampak kemungkinan
terjadinya risiko dengan tingkat yang ditentukan dan tindakan yang ditetapkan hingga ke tingkat
manajemen tertentu tergantung pada tingkat keparahan risiko.Hasil tersebut kemudian secara sistematis
diprioritaskan sesuai dengan tingkat keparahan risiko dan penanganan yang ada.Tujuan utamanya adalah:
 mengembangkan daftar prioritas risiko yang komprehensif dan rencana aksi untuk risiko signifikan dan
sedang.
 mengembangkan pendataan risiko lokal dan rencana aksi untuk semua unit kerja.
 mengembangkan profil dari risiko kunci dan signifikan yang timbul dari kegiatan serta menganalisis
risiko-risiko tersebut terhadap dampak keuangan, kemungkinan relatif dari kejadian, dan potensi untuk
kontrol.
 untuk mengidentifikasi langkah-langkah pengendalian yang ada dan menilai potensi perbaikan yang
berkaitan dengan implikasi keuangan dan praktik.

V. SISTEM PELAPORAN INSIDEN


Laporan insiden adalah laporan tertulis dari setiap kondisi yang tidak konsisten dengan aktivitas/prosedur
rutin yang dilakukan di rumah sakit terutama untuk perawatan pasien. Saat ini, format laporan insiden
untuk setiap rumah sakit disusun berdasarkan Undang-Undang Rumah Sakit No 44/2009 pasal 43 dan
Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Tujuan umum pelaporan insiden adalah untuk mengingatkan pihak manajemen risiko bahwa ada suatu
kondisi yang memungkinkan terjadinya klaim. Identifikasiakan membantu setiap langkah yang diambil
rumah sakit terhadap penanganan risiko. Tujuan khusus pelaporan insiden:
Bagi rumah sakit (Internal)
a. melakukan sistem pelaporan dan pencatatan insiden keselamatan pasien di rumah sakit.
b. mengetahui penyebab kejadian keselamatan pasien sampai ke sumber permasalahan.
c. pembelajaran perbaikan perawatan pasien untuk mencegah kemungkinan hal demikian di masa
depan.
Bagi Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Indonesia (Eksternal)
a. mendapatkan data/ peta nasional insiden keselamatan pasien
b. memelajari peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien untuk rumah sakit lain.
Tujuan utama pelaporan insiden adalah mengurangi insiden keselamatan pasien(nearmiss/adverse
event/no harm) dan bahaya potensial untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien.

Laporan insiden mencakup:


1. Laporan insiden kejadian rumah sakit (internal): laporan tertulis untuk setiap bahaya potensial dan
kejadian yang terjadi pada pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan staf yang bekerja di rumah sakit.
2. Laporan kejadian keselamatan pasien (eksternal): laporan tertulis anonim untuk Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit Indonesia untuk setiap bahaya potensial dan kejadian keselamatan pasien yang
sudah dianalisis penyebab, rekomendasi, dan solusinya.

Tipe kejadian dan kondisi yang harus dilaporkan antara lain:


a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
b. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
d. Kondisi Potensial Cedera (KPC)
e. Kejadian Sentinel

Jenis Kejadian:
1. Administrasi klnis
2. Prosedur klinis
3. Dokumentasi
4. Infeksi terkait rumah sakit
5. Proses pengobatan/cairan infus
6. Darah atau produk darah
7. Nutrisi
8. Oksigen/gas medis
9. Peralatan medis
10. Perilaku pasien
11. Pasien jatuh
12. Kecelakaan pasien
13. Infrastruktur fasilitas/gedung
14. Manajemen
15. Laboratorium

Kejadian/insiden menjadi tanggung jawab:


1. Staf rumah sakit yang menemukan kejadian atau atasannya
2. Staf rumah sakit yang berkaitan dengan kejadian atau atasannya
VI. LAPORAN DAN ANALISIS INSIDEN
Laporan insiden keselamatan pasien dan pegawai meliputi:
1. Kejadian Potensial Cedera (KPC)
Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah suatu kondisi/situasi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden.
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu insiden yang belum sampai terpapar ke pasien/pegawai.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien/pegawai tetapi
tidak menimbulkan cedera.
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien/pegawai.
5. Kejadian Sentinel.
Kejadian sentinel adalah suatu kejadian tidak diantisipasi yang dapat mengakibatkan kematian atau
suatu kejadian yang mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, dan kejadian tersebut tidak
berhubungan dengan riwayat alamiah penyakit yang mendasari atau penyakit penyerta. Kejadian
sentinel merupakan kejadian yang membutuhkan investigasi dan respons segera.
Kejadian sentinel termasuk:
a. Kematian yang tidak terduga, termasuk, namun tidak terbatas pada:
• Kematian yang tidak berkaitan dengan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari
(contohnya seperti, kematian karena infeksi post-operatif atau hospital-acquired pulmonary
embolism).
• Kematian janin cukup bulan.
• Bunuh diri.
b. Hilangnya fungsi utama secara permanen yang tidak disebabkan oleh penyakit pasien atau
kondisi yang mendasarinya
c. Salah sisi, salah prosedur, dan salah pasien operasi.
d. Penularan penyakit berbahaya, atau penyakit karena transfusi darah atau produk darah, atau
penularan penyakit akibat transplantasi organ atau jaringan yang terkontaminasi.
e. Penculikan bayi atau bayi dipulangkan dengan orangtua yang salah.
f. Pemerkosaan, kekerasan dalam pekerjaan seperti penyerangan (yang mengakibatkan kematian
atau kehilangan fungsi); atau pembunuhan pasien, pegawai, dokter, mahasiswa kedokteran,
trainee, pengunjung, atau vendor ketika berada di lingkungan rumah sakit.

Formulir laporan insiden yang digunakan adalah


- Formulir Laporan Insiden

Laporan insiden keselamatan pasien/pegawai ditindaklanjuti dengan investigasi sederhana atau analisis
akar masalah (Root Cause Analysis/RCA).Cara melakukan investigasi sederhana dan analisis akar
masalah diatur dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) dan dilakukan oleh Tim Investigasi.Hasil
analisis laporan insiden disebarkan ke seluruh unit kerja di RS Sentra Medika Cibinong untuk
pembelajaran dan mencegah kejadian yang sama terulang kembali dan dilaporkan oleh Direksi ke
Corporate setiap tiga bulan.
RS Sentra Medika Cibinong juga mengirimkan laporan insiden keselamatan pasien ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit – Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (KKPRS-PERSI).Setiap
pimpinan unit kerja di RS Sentra Medika Cibinong berkewajiban berperan serta secara aktif dan
memberi dukungan kepada stafnya dalam penerapan pelaporan insiden keselamatan pasien dan
pegawai

Gambar 3. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien RSCM

VII. INVESTIGASIINSIDEN
Investigasi insiden adalah proses penilaian ulang terhadap laporan kejadian dengan merangkum
kronologis kejadian dan mengidentifikasi masalah manajemen dalam pelayanan, mencatat, serta
mewawancara staf yang terlibat.

Investigasi insiden terdiri atas:


a. Investigasi sederhana
Dilakukan oleh atasan staf yang bersangkutan jika pita risiko warna biru atau hijau. Langkah-
langkah investigasi sederhana adalah:
1. mengumpulkan data: observasi, dokumentasi, dan wawancara
2. menentukan penyebab insiden menggunakan 5 why untuk mendapatkan:
 penyebab langsung: penyebab yang berkaitan langsung dengan kejadian atau efeknya
terhadap pasien.
 sumber penyebab: penyebab yang mendasari kejadian
3. rekomendasi: termasuk menentukan penanggung jawab dan tanggal implementasi.
4. aktivitas: rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatasi penyebab insiden dan
cara implementasinya.

b. Root Cause Analysis (RCA)/Analisis Akar Masalah


Dilakukan oleh tim keselamatan pasien saat pita risiko warna kuning atau merah. RCA adalah
metode terstruktur untuk mengidentifikasi akar masalah suatu kejadian yang tidak diinginkan
dan tindakan adekuat untuk mencegah kemungkinan kejadian tersebut berulang. Metode
tersebut menggunakan cara retrospektif untuk mengidentifikasi penyebab suatu kejadian.RCA
adalah suatu refleksi keselamatan manajemen dan sistem kualitas untuk menjawabapa yang
sebenarnya terjadi?;kebijakan apa yang harus diambil?; mengapa kejadian tersebut terjadi dan
apa yang dapat dilakukan untuk mencegah berulangnya kejadian tersebut?; bagaimana kita
dapat mengetahui bahwa tindakan yang kita lakukan meningkatkan keselamatan pasien?

Langkah-langkah Root Cause Analysis:


1. Identifikasi kejadian yang akan diselidiki
2. Menentukan timinvestigasi (orang yang tidak terlibat dalam insiden dan paham RCA).
3. Mengumpulkan data dan informasi
a. observasi
b. dokumentasi
c. wawancara
4. Memetakan kronologi insiden
a. kronologi naratif
b. timeline
c. timeline berbentuk tabel
d. time Person Grid
5. Identifikasi Care Management Problem (CMP)/Masalah Pelayanan dengan metode:
a. Brainstorming
b. Brain writing
6. Analisis informasi
a. limawhy
b. Change analysis
c. Barrier analysis
d. Fish bone
7. Rekomendasi dan rencana kerja untuk perbaikan

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ditujukan untuk menciptakan
suatu sistem manajemen K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi
dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko,
mencegah dan mengurangi kecelakaan serta penyakit akibat kerja, menciptakan tempat kerja yang aman
terhadap kebakaran, gempa, keamanan, ancaman infeksius, teroris, banjir, peledakan, dan kerusakan yang
pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat, menjaga citra
perusahaan sebagai perusahaan yang mempunyai komitmen K3 yang tinggi.Dalam penerapan SMK3 di
rumah sakit, RS Sentra Medika Cibinong menetapkan struktur panitia K3RS. Struktur Organisasi Unit K3
RSCM adalah sebagai berikut:
Direktur Utama

Direktur Umum &


Operasional

Kepala Unit K3RS

Penanggung Jawab Umum &


Administrasi

Koordinator K3 Koordinator Koordinator


Teknik Umum & Kesehatan Kerja
Lingkungan

Gambar 4. Struktur Organisasi dan Tata Kelola Unit K3RS

TUGAS POKOK DAN FUNGSI


A. Kepala Unit K3RS
 Perencanaan dan pembuatan program K3 sesuai dengan kebijakan dan keputusan Direktur
Umum dan Operasional
 Penyusunan dan pembuatan RBA K3RS
 Bertanggung Jawab atas pembuatan Prosedur, Instruksi Kerja (IK), dan Format Formulir K3
 Memberikan laporan K3RS secara menyeluruh kepada Direktur Umum dan Operasional
sebagai dasar penentu Unit K3RS
 Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap implementasi K3 diseluruh area rumah sakit
 Melakukan audit internal K3RS

B. Koordinator K3
 Pembuatan dan pelaksanaan program K3 sesuai dengan bidang berdasarkan program Unit
K3RS
 Pengawasan dan observasi lapangan K3 pada seluruh rumah sakit dan berkoordinasi dengan PJ
dan Supervisor K3 Gedung
 Membuat laporan K3 berupa kecelakaan kerja, unsafe kondisi dan unsafe perilaku serta
pengawasan terhadap setiap kegiatan yang diselenggarakan dalam lingkungan rumah sakit
 Berkoordinasi dengan PJ dan Supervisor K3 gedung untuk sosialisasi semua kebijakan,
prosedur, instruksi kerja, formulir K3, laporan K3
 Memberikan pembinaan dan pengarahan kepada PJ dan Supervisor K3 Gedung dalam bidang
K3RS
 Menyusun dan membuat standar prosedur, instruksi kerja, dan formulir atau lembar kerja
K3RS
 Melakukan investigasi terhadap kasus kecelakaan kerja
 Membuat laporan kepada Kepala Unit K3RS
 Membantu Kepala Unit K3RS dalam pelaksanaan program K3RS

GEDUNG/UNIT
A. Penanggung Jawab K3 Gedung/Unit
1. Menyusun dan membuat program K3 gedung/unit berdasarkan kebijakan yang sudah dibuat
K3RS
2. Menyusun dan membuat standar prosedur, instruksi kerja, dan lembar kerja khusus yang
berlaku hanya pada gedung/unit
3. Melaporkan semua kegiatan kepada Kepala Gedung/Unit
4. Berkoordinasi dengan Kepala Departemen, Instalasi, Unit, Bagian, dan Bidang yang berada
dalam gedung dalam pelaksanaan program K3 gedung/unit
5. Pemantauan implementasi program K3 gedung/unit

B. Supervisor K3 Gedung/Unit
1. Melaksanakan program K3 gedung/unit
2. Pengawasan implementasi semua program K3 Gedung pada semua Departemen, Instalasi,
Unit, Bagian, dan Bidang yang berada dalam gedung
3. Berkoordinasi dengan Koordinator K3RS dan K3 Departemen, Instalasi, Unit, Bagian, dan
Bidang yang sudah ditunjuk
4. Melakukan investigasi dan observasi lapangan secara terus menerus dan teratur serta
menghilangkan Unsafe Kondisi dan Unsafe Perilaku
5. Melakukan identifikasi potensi bahaya di lapangan berkoordinasi dengan koordinator K3RS
dan K3 Departemen, Instalasi, Unit, Bagian, dan Bidang yang berada dalam gedung/unit
6. Melakukan penilaian, pengukuran, dan pengendalian potensi bahaya di lapangan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Sebagai upaya dalam pengendalian mutu, rumah sakit membentuk suatu Komite Mutu, Keselamatan, dan
Kinerja.

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KELOLA KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN
Struktur organisasi Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yaitu:
1. Subkomite peningkatan mutu
2. Subkomite keselamatan pasien
3. Subkomite sistem manajemen risiko.

Secara garis besar menurut standar JCI, peran Komite PMKP seharusnya:
a. Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan aktivitas pengukuran di seluruh rumah sakit
b. Mendukung pengumpulan data di unit kerja, melakukan validasi, dan analisis yang selanjutnya
akan dipergunakan sebagai umpan balik ke unit kerja tersebut
c. Mendukung perbaikan berdasarkan pada hasil analisis
d. Terlibat dalam pelatihan dan komunikasi terkait isu-isu mutu dan keselamatan pasien
e. Mengintegrasikan sistem pelaporan kejadian dan pengukuran budaya keselamatan untuk
memfasilitasi perbaikan-perbaikan
f. Menelusuri perkembangan dalam pengumpulan data yang harus diukur untuk dijadikan prioritas
organisasi
Struktur Organisasi Komite PMKP :

Ketua

Wakil Ketua

Sekretaris

Sub Komite Sub Komite Sub Komite


Peningkatan Keselamatan Manajemen
Mutu Pasien Risiko

Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Unit/ Instalasi

TUGAS POKOK DAN FUNGSI


A. Sub Komite Peningkatan Mutu
1. Menetapkan standar mutu RS
2. Melakukan persiapan dan mempertahankan akreditasi RS
3. Memfasilitasi pencapaian dan upaya mempertahankan sertifikasi ISO unit kerja
4. Memfasilitasi pembuatan plan-do-study-act (PDSA) korporat dan unit kerja
5. Memfasilitasi kegiatan orientasi pegawai dan peserta didik baru terhadap standar mutu
dan keselamatan
6. Memfasilitasi studi banding RS lain ke RS Sentra Medika Cibinong dan pendampingan ke
RS lain.
7. Menjaga dan meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan sehari-hari
bekerjasama dengan champions dan wali pokja di unit-unit kerja
8. Memfasilitasi pertemuan berkala champions dan wali pokja
9. Melakukan pengumpulan data hasil penerapan standar mutu dan keselamatan di rumah
sakit
10. Memberikan usulan indikator kinerja unit kerja dan korporat
11. Membuat standar kamus indikator, cara sampling, validasi data, analisis data, cara
pelaporan dan input data, serta standar penyebaran capaian indikator kinerja di unit kerja
dan korporat.
12. Melakukan tracer validasi data indikator kinerjaunit kerja dan korporat.
13. Melakukan verifikasi, rekapitulasi, dan analisis capaian indikator kinerja unit kerja dan
korporat
14. Membuat laporan capaian kinerja unit kerja dan korporat kepada Direksi.
15. Melatih dan melakukan pendampingan secara kontinyu kepada PIC Pengumpul Data dan
PIC Indikator unit kerja.
16. Menghasilkanstandar pembuatan kamus, formulir, dan petunjuk pengumpulan data
17. Menghasilkan data indikator kinerja unit kerja dan korporat yang terjamin validitasnya
18. Menghasilkan informasi yang berguna berdasarkan hasil analisis capaian indikator sebagai
bahan pengambilan keputusan oleh pimpinan rumah sakit
19. Menghasilkan usulan/rekomendasi indikator kinerja unit kerja dan korporat
20. Memerbaharui profil RS dan melaporkannya pada komisi akreditasi baik nasional maupun
internasional
21. Melakukan analisis dan koordinasi tindak lanjut

B. Sub Komite Keselamatan Pasien


1. Menetapkan standar keselamatan pasien rumah sakit
2. Membuat sistem pelaporan dan analisis insiden
3. Melakukan coaching investigasi sederhana dan RCA untuk unit kerja
4. Melakukan RCA untuk sentinel event
5. Memfasilitasi pertemuan berkala Tim Keselamatan Pasien RSSM
6. Menganalisis komplain
7. Melaporkan rekapitulasi dan hasil analisis laporan insiden serta komplain kepada Direksi
setiap tiga bulan

C. SUB KOMITE SISTEM MANAJEMEN RISIKO


1. Menetapkan standar manajemen risiko rumah sakit
2. Membuat peta risiko RS
3. Melakukan coaching investigasi sederhana dan root cause analysis(RCA) untuk unit kerja
4. Melakukan RCA sebagai upaya untuk manajemen risiko
5. Memfasilitasi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) korporat
6. Melakukan evaluasi formulir-formulir rekam medik yang sesuai dengan kebutuhan
7. Mengajukan usulan dan pertimbangan pengelolaan rekam medik berbasis kertas dan
elektronik
8. Menyusun buku pedoman penyelenggaraan rekam medik
9. Melakukan audit/review rekam medik secara berkala
10. Memberikan arahan secara berkesinambungan dalam hal tanggung jawab, hak, dan
kewajiban unit terkait rekam medik RSSM kepada unsur yang terkait

TIM MUTU dan KESELAMATAN


A. TIM PENJAGA MUTU & KESELAMATAN UNIT KERJA
Uraian Tugas & Kewenangan Tim Penjaga Mutu & Keselamatan Unit Kerja :
1. Menjadi agen perubahan di unit kerja dengan menyebarkan energi positif (Epos) yang
berfokus pada solusi dan nilai-nilai budaya RSSM dalam setiap pertemuan dan kegiatan.
2. Menguasai standar akreditasi nasional dan internasional serta pengetahuan terkait tupoksi
unit kerja dan siap menjadi narasumber maupun pelatih penerapan standar-standar yang
sesuai dengan unit kerja saat ada permintaan studi banding dari RS/ unit lain, Kementerian
Kesehatan, dan sebagainya.
3. Melakukan evaluasi implementasi kebijakan, prosedur, dan formulir-formulir di unit kerja.
4. Mengusulkan bentuk-bentuk penghargaan secara kreatif yang dapat diberikan bagi
individu dengan tingkat compliance yang tinggi di unit kerja.
5. Melakukan analisis penyebab timbulnya ketidaksesuaian (dengan 5 WHY melalui observasi
lapangan, wawancara, dan evaluasi dokumen).
6. Memberikan usulan cara penyelesaian masalah yang ditemukan atau usulan re-desain
sistem
7. Mengusulkan revisi,atau pengurangan yang diperlukan terhadap kebijakan, prosedur, atau
formulir yang ada.
8. Mengumpulkan data, draft kebijakan, prosedur, atau formulir dari divisi, jabatan, individu
PIC dan menyampaikannya serta berkoordinasi dengan atasan Departemen/Unit Kerja
dalam setiap usulan perubahan kebijakan, prosedur maupun formulir yang diajukan.
9. Membuat dan melaksanakan jadwal tracer unit kerja bersama kepala dan para koordinator
unit kerja
10. Melakukan self assessment 3 bulan sekali (akhir Bulan Januari, April, Juli, Oktober) bersama
kepala dan para koordinatorunit kerja.
11. Melaporkan hasil self assessment pada minggu kedua bulan berikutnya dengan format
terstandar kepada Direksi dengan tembusan ke Komite PMKP.
12. Memberikan usulan pelatihan yang diperlukan terkait penerapan standar mutu dan
keselamatan kepada Kabid SDM.
13. Bekerjasama dengan unit kerja lain dan memberikan informasi yang terkait unit kerja lain
agar tercapai keselamatan, efisiensi, dan kesinambungan pelayanan.
14. Mengadakan koordinasiinternal Mendokumentasikan dengan baik semua notulen rapat,
hasil kegiatan, daftar hadir, dansebagainya.
15. Menyiapkan unit kerja untuk proses akreditasi nasional dan internasional.

Dalam seluruh kegiatan, tim berkoordinasi dengan SubKomite Peningkatan Mutu dari Komite
PMKP,

B. TIM KESELAMATAN PASIEN UNIT KERJA


Uraian Tugas Tim Keselamatan Pasien:
1. Melaksanakan program kerja/kegiatan mutu dan keselamatan pasien yang telah ditetapkan oleh
Komite PMKP RSSM.
2. Melakukan sosialisasi dan memfasilitasi program mutu dan keselamatan pasien di unit kerja
masing-masing.
3. Membantu implementasi program 7 (tujuh) Langkah Menuju Keselamatan Pasien di unit kerja
masing-masing.
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien: dengan melaksanakan Survei Budaya
Keselamatan Pasien.
b. Pimpin dan dukung staf: dengan mengadakan/mengikuti Ronde Keselamatan Pasien.
c. Integrasikan aktivitas risiko: dengan mengelola fungsi-fungsi manajemen risiko meliputi
keselamatan pasien, kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik,
litigasi karyawan, serta risiko keuangan, dan lingkungan.
d. Kembangkan sistem pelaporan: dengan melaksanakan sistem pelaporan insiden
keselamatan pasien di unit kerja.
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien; Program SPEAK UP.
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien: dengan melakukan RCA (Root
Cause Analysis) di unit kerja.
g. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien: dengan melaksanakan redesain
proses/ FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
4. Membantu implementasiProgram International Patient Safety Goals (IPSG) di unit kerja masing-
masing.
a. Identifikasi pasien secara benar.
b. Meningkatkan komunikasi efektif.
c. Meningkatkan keamanan penggunaan obat-obat yang perlu kewaspadaan tinggi (High Alert
Medications).
d. Menerapkan keselamatan operasi dengan menjamin sisi operasi yang tepat, prosedur yang
benar, & pasien yang benar.
e. Menurunkan risiko infeksi rumah sakit.
f. Menurunkan risiko cedera karena jatuh.
5. Melakukan kajian penyebab insiden keselamatan pasien/kondisi potensial cedera di unit kerja
masing-masing.
6. Mencari usulan/inovasi perbaikan mutu dan keselamatan pasien yang mampu laksana di RSSM.
7. Mencari upaya-upaya untuk perbaikan pencapaian target indikator mutu RS yang dapat
meningkatkan keselamatan pasien.
8. Memberi saran kepada korporat mengenai cara penyampaian berita buruk, terkait insiden yang
telah terjadi pada pasien dan keluarganya.
9. Memonitor pelaksanaan/implementasi rekomendasi yang diberikan Tim Keselamatan Pasien dan
Komite PMKP.
10. Melakukan evaluasi kegiatan dalam rapat berkala Tim Keselamatan Pasien.
11. Dalam seluruh kegiatan, tim berkoordinasi dengan SubKomite Manajemen Risiko dan
Keselamatan Pasien dari Komite PMKP
12. Membuat laporan kegiatan kepada Direksi dan Corporate.

C. PIC PENGUMPUL DATA & PIC INDIKATOR UNIT KERJA


Uraian tugas PIC Pengumpul Data adalah:
1. Pengumpul Data I mengumpulkan data berpedoman kepada kamus yang telah dibuat
serta menggunakan formulir dan Instruksi Kerja (IK) Pengumpulan Data jika tersedia.
2. Pengumpul Data II melakukan validasi data.
3. PIC Pengumpul Data I dan II mengumpulkan data kepada PIC Indikator masing-masing unit
kerja.

Uraian tugas PIC Indikator adalah:


1. Merekapitulasi data indikator dari seluruh PIC Pengumpul Data.
2. Melakukan verifikasi dengan:
- memastikan bahwa data sudah divalidasi.
- memastikan kelengkapan tanda tangan kedua PIC Pengumpul Data.
- memastikan bahwa data sudah dikumpulkan menggunakan formulir yang
ditetapkan.
- memastikan bahwa capaian indikator sudah dihitung dengan benar.
3. Menganalisis capaian indikator.
4. Melaporkan data capaian indikator beserta informasi hasil analisis ke Komite Mutu,
Keselamatan, dan Kinerja tembusan kepada Bidang Pelayanan Medik menggunakan
formulir rekapitulasi indikator dengan melampirkan data dasar yang dikumpulkan oleh PIC
Pengumpul Data.
5. Menghadiri pertemuan berkala PIC Indikator.

Dalam kegiatannya, PIC Pengumpul Data dan PIC Indikator berkoordinasi dengan Sub Komite
Peningkatan Mutu..

MODEL PENINGKATAN MUTU

Dalam pelaksanaan kegiatan perbaikan dan keselamatan yang dilakukan pada area prioritas, sumber
daya manusia dan lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan perbaikan ditugaskan atau dialokasikan
oleh pimpinan rumah sakit.

Model peningkatan mutu yang digunakan di RS Sentra Medika Cibinong adalah Plan-Do-Study-Act
(PDSA).Proses PDSA adalah sebuah siklus yang memungkinkan untuk melakukan perbaikan sistematis
secara terus menerus.Hal ini membantu dalam memenuhi kebutuhan yang terus berubah dan harapan
pasien dan pegawai RSSM.

PDSA (Plan-Do-Study-Action/Rencana-Lakukan-Pembelajaran-Tindakan)
a. Plan/Rencana-perbaikan
 Rencanakan bagaimana perbaikan yang dibuat dapat diidentifikasi dalam tahap “S” (Study).
 Suatu rencana tindakan yang digunakan untuk menggambarkan upaya perbaikan yang diusulkan.
 Langkah pertama adalah mengidentifikasi peluang awal untuk perbaikan. Pada titik ini fokusnya
adalah untuk menganalisis data untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan hasil yang
diharapkan. Dicari ide untuk memerbaiki proses yang ada. Langkah ini memerlukan waktu yang
paling lama dan usaha yang besar. Di tahap ini dilakukan identifikasi 5 W 1 H: What: apa/ proses
apa yang perlu diperbaiki dan apa data indikator perbaikan yang akan dikumpulkan? Why:
Mengapa perlu diperbaiki? Who: siapa staf yang bertanggung jawab/ PIC uji coba? siapa staf
atau orang yang dilayani dan melayani serta siapa yang akan mengumpulkan data? Where:
dimana perbaikan akan dilakukan, dimana data dikumpulkan? When: kapan perbaikan akan
dilakukan, kapan data akan dikumpulkan, kapan evaluasi dilakukan, berapa lama uji coba
berlangsung?, danHow: bagaimana upaya perbaikan yang akan dilakukan/ sistem baru yang
akan diujicobakan?

b. Do/Lakukan-perbaikan
 Melaksanakan rencana
 Menjelaskan apa yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana tersebut
 Mengamati apa yang terjadi selama implementasi rencana tersebut
 Mengumpulkan data
 Langkah ini menerapkan uji coba solusi sebagai percobaan dasar untuk proses yang baru.

c. Study/Pembelajaran-hasil (apakah perubahan menuju perbaikan?)


 Analisis data untuk mengevaluasi perbaikan.
 Bandingkan data dengan kemampuan proses dan data dasar
 Pada tahap ini, data dikumpulkan lagi untuk membandingkan hasil dari proses baru.
d. Act/Bertindak-untuk terus mendapatkan
 Apa langkah-langkah yang akan diambil selanjutnya? Apakah sistem baru yang diujicobakan
dapat dijadikan kebijakan permanen atau masih perlu diperbaiki dalam siklus PDSA berikutnya?
 Siklus PDSA dapat diulang terus-menerus, mencoba untuk melakukan perbaikan dengan
mengulang kembali setiap langkah yang ada.

Gambar 8. Siklus PDSA

Sebuah proses atau layanan dirancang dengan baik bila proses atau rancangan itu menggunakan
berbagai macam sumber informasi. Desain proses yang baik itu:
 Konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit
 Memenuhi kebutuhan pasien, keluarga pasien, staf, dan lain-lain.
 Menggunakan practical guidlines terkini, standar klinis, literatur ilmiah dan informasi lain yang
relevan, terkini, dan sudah terbukti tentang praktik-praktik klinis
 Konsisten dengan praktik bisnis yang sehat
 Memperhitungkan juga informasi relevan tentang manajemen risiko
 Dibuat berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang tersedia di rumah sakit ybs
 Dibuat berdasarkan best/better/good practices di rumah sakit lain
 Memanfaatkan informasi dari kegiatan-kegiatan perbaikan yang terkait
 Mengintegrasikan dan menghubung-hubungkan perbagai proses dan sistem.

Pada saat merancang proses baru, perlu diperhatikan hal-hal berikut:


 Baik ketika merancang proses yang sama sekali baru maupun yang berupa modifikasi, diterapkan
prinsip-prinsip dan alat perbaikan mutu.
 Elemen-elemen desain dalam maksud dan tujuan disertakan, apabila relevan bagi proses yang
sedang dirancang atau dimodifikasi.
 Ukuran untuk mengevaluasi ditentukan untuk menilai seberapa baikkah berjalannya proses yang
baru didesain atau didesain ulang.
 Data pengukuran digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan proses yang sedang berlangsung.

Berbagai upaya pimpinan rumah sakit untuk menjadikan budaya peningkatan mutu menjadi budaya
organisasi di antaranya menjadikan pembuatan PDSA dan menindaklanjuti temuan sebagai key
performance indicator unit kerja. Diharapkan unit kerja tidak hanya mengerjakan kegiatan tersebut
sebagai upaya pencapaian Indeks Kinerja Unit semata, namun benar-benar menjadi upaya yang terus
menerus untuk menjadikan organisasi lebih baik.
PENINGKATAN KINERJA
Dalam rangka peningkatan kinerja unit rumah sakit maupun unit kerja, rumah sakit menerapkan Sistem
Manajemen Kinerja (SMK)dalam memantau dan mengendalikan pelaksanaan Rencana Strategis di
rumah sakit. SMK merupakan mekanisme yang memampukan berbagai tingkatan organisasi rumah
sakit untuk merencanakan, memantau, dan mengendalikan pencapaian aktual kinerja berbagai unit
kerjanya, sehingga bergerak searah menuju target-target kinerja yang ditetapkan dalam rencana
strategis RSCM.Dengan demikian, manajemen puncak rumah sakit dapat memutuskan dan bertindak
dalam konteks dan ukuran yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisinya.
Berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan arah dan isi rencana strategis yang telah disusun,
rumah sakit di tiap tahun periode penilaian kinerjanya menjalankan tahap-tahap penting berikut ini:
1. Tahap Coaching Renstra
Tahap ini merupakan upaya korporat bersama unit kerja untuk merumuskan visi, misi, sasaran
strategis hingga indikator-indikator untuk mengukur ketercapaian sasaran strategis.

2. Tahap Kontrak Kinerja


Tahap ini merupakan upaya korporat untuk menetapkan secara resmi berbagai KPI (Key
Performance Indicator) dan target KPI untuk dicapai pada berbagai lapisan organisasi dan unit
kerjanya di suatu tahun penilaian kinerja. Tahap ini direkomendasikan dapat dilakukan pada awal
tahun penilaian kinerja. Di tahap ini seharusnya juga sudah termasuk penyelarasan perumusan
target KPI unit kerja dengan para pegawainya. Ini mengartikan bahwa kinerja pegawai juga perlu
direncanakan di tahap ini.

3. Tahap Pemantauan
Tahap ini bertujuan utama untuk memantau perkembangan pencapaian target KPI dari suatu unit
kerja dan pegawai. Dalam tahap ini Komite PMKP, Bidang Pelayanan Medik, dan Bagian
Perencanaan mengumpulkan dan mengompilasi informasi kemajuan pencapaian target KPI unit
kerja/pegawai untuk dilaporkan kepada Direksi sehingga pengambil keputusan mengetahui status
capaian KPI unit kerja atau pegawai. Data pencapaian kinerja ini dilaporkan dan dimonitoring dalam
data base terintegrasi berbasis teknologi informasi untuk membantu menyampaikan informasi
status capaian target KPI unit kerja/ pegawai kepada pihak-pihak terkait.

4. Tahap Dialog Kinerja:


Tujuan utama dialog kinerja adalah untuk melakukan dialog antara manajemen puncak RSSM dan
jajaran manajemen unit kerja. Dialog dapat dilakukan dalam bentuk pemberian feedback capaian
KPI. Sasaran utama pertemuan dialog kinerja adalah untuk:
(a) Menentukan permasalahan utama pencapaian target KPI unit kerja.
(b) Menentukan alternatif jalan keluar untuk mengatasi permasalahan utama.
(c) Menentukan rencana tindak lanjut (RTL) agar permasalahan utama dalam bulan mendatang
dapat ditiadakan atau diminimalisi dan mendapatkan komitmen Direksi RSSM untuk dukungan
sumber daya dalam pelaksanaan RTL.

5. Tahap Reward dan Consequence


Tahap ini bertujuan utama untuk menentukan jenis dan besar insentif finansial dan non-finansial
serta konsekuensi yang berbasis kinerja bagi suatu unit kerja dan pegawai dengan mendasarkan
pada penilaian kontribusi setiap unit kerja atau pegawai.
Kelima tahap di atas direkomendasikan untuk dijalankan, sedemikian sehingga isi dokumen
rencana strategis yang ada dapat diimplementasikan dan jajaran manajemen dapat mengetahui dan
mengendalikan agar arah pengelolaan organisasi sesuai dengan tuntutan pemangku kepentingan
kunci RSSM. Dengan melembagakan secara konsisten kelima tahap tersebut dan memastikan
jalannya siklus pada keempat tahap tersebut, manajemen sekaligus membentuk dan membangun
secara berkelanjutan budaya kinerja rumah sakit di berbagai lapisan manajemen dan unit kerjanya.

PROSES RE-DESIGN
Rumah sakit menetapkan metode Failure Mode Effect And Analysis(FMEA) atau Analisis Modus dan
Dampak Kegagalan (AMKD) sebagai metode perbaikan/re-design.FMEA merupakan metode perbaikan
kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi yang dilaksanakan
secara proaktif, dimana kesalahan dapat diprediksi dan dicegah.
Tujuan dilakukannya FMEA adalah untuk:
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian tidak diharapkan.
b. Mengetahui penyebab langsung dan akar masalah kejadian yang tidak diharapkan.
c. Mendapatkan pembelajaran untuk perbaikan pelayanan rumah sakit agar dapat mencegah
kejadian yang sama terulang lagi.
Delapan langkah analisis FMEA adalah:
1. Tentukan topik proses FMEA yang akan dilaksanakan/dievaluasi.
2. Membentuk tim.
3. Gambarkan diagram/alur proses.
4. Brainstorming.
5. Lengkapi formulir FMEA.
6. Lakukan desain ulang proses/kontrol desain.
7. Lakukan analisis dan uji proses baru.
8. Implementasikandanpantau proses baru, ulangi beberapa kali setelah mengeliminasi setiap modus
kegagalan.
Setiap awal tahun, Komite PMKP memberikan data kompilasi risiko yang ada di rumah sakit
berdasarkan Risk Register serta tingkat risikonya kepada Direksi, untuk dipilih/ditetapkan FMEA apa
yang akan dilakukan oleh korporat pada tahun tersebut.

PROGRAM PENGUKURAN DAN PENINGKATAN MUTU


Indikator Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses yang secara teratur menilai hasil dari program yang dibuat. Kegiatan
ini mencakup identifikasi proses, sistem, dan hasil yang merupakan bagian integral dari kinerja sistem
pelayanan, pendidikan, dan penelitian, memilih indikator proses, sistem dan hasil, serta melakukan
analisis informasiterkait (indikator) ini secara berkala. Peningkatan mutu berkelanjutan berarti
melakukan tindakan yang diperlukan berdasarkan hasil analisis data dan peluang peningkatan kinerja
yang ditemukan.
Tujuan dari pengukuran dan penilaian kinerja adalah untuk:
 menilai stabilitas proses atau hasil untuk menentukan apakah ada sesuatu yang tidak diinginkan dari
variasi atau kegagalan untuk mencapai target yang diharapkan.
 mengidentifikasi masalah dan peluang untuk meningkatkan kinerja proses
 menilai hasil perawatan yang diberikan.
 menilai apakah proses baru atau yang ditingkatkan memenuhi ekspektasi kinerja.

Pengukuran dan penilaian meliputi:


 seleksi dari proses atau hasil yang akan diukur berdasarkan prioritas.
 identifikasi dan/ atau pengembangan indikator kinerja untuk proses yang dipilih atau hasil yang akan
diukur.
 agregasi data sehingga dirangkum dan dihitung untuk mengukur proses atau hasil.
 penilaian kinerja berkaitan dengan indikator-indikator pada selang waktu terencana dan teratur.
 mengambil tindakan untuk mengatasi perbedaan kinerja ketika indikator menunjukkan bahwa proses
tidak stabil, tidak berkinerja pada tingkat yang diharapkan, atau merupakan kesempatan untuk
peningkatan kualitas.
 pelaporan rumah sakit mengenai temuan, simpulan, dan tindakan yang diambil sebagai hasil dari
penilaian kinerja.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan indikator yang dipilih meliputi;
 Kaitan ilmiah: hubungan antara indikator dan hasil proses, sistem, atau klinis yang diukur.
 Validitas: apakah indikator menilai apa yang dimaksudkan untuk dinilai dan data dapat
dipertanggungjawabkan kesahihannya.
 Ketersediaan sumber daya: hubungan dari hasil indikator untuk biaya yang terlibat dan sumber daya
staf yang tersedia.
 Pemilihan konsumen: sejauh mana indikator memerhitungkan kondisi spesifik perorangan atau
kelompok, misalnya, ras, etnis, atau budaya.
 Kebermaknaan: apakah hasil capaian indikator mudah dipahami, indikator mengukur variabel dengan
kontrol tertentu, dan kemungkinan variabel tersebut diubah untuk upaya perbaikan kualitas.

Pemimpin rumah sakit bertanggungjawab untuk melakukan seleksi akhir kegiatan pengukuran apa saja
yang ditargetkan. Untuk masing-masing bidang, mereka memutuskan:
 Proses, prosedur, hasil yang akan diukur
 Ketersediaan “sains” atau bukti yang bisa mendukung ukuran
 Bagaimana pengukuran dilaksanakan
 Bagaimana ukuran tersebut sesuai dengan rencana keseluruhan dalam program pengukuran
 Frekuensi pengukuran

Pemimpin rumah sakit menetapkan bidang-bidang mana saja yang ditargetkan untuk diukur dan
ditingkatkan. Pengukuran tersebut merupakan bagian dari program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien. Kemudian, hasil-hasil pengukuran tersebut dikomunikasi pada mekanisme pengawasan dan
secara berkala kepada pemimpin rumah sakit dan struktur tata kelola (governance) rumah sakit.

☐Stakeholder ☐Finansial
Perspektif : (Pilih Salah Satu
1 ☐Proses Bisnis Internal ☐Pengembangan Personil & Organisasi
dengan tanda "V")

2 Sasaran Strategis :
3 Nama Key Performance
Indicator (KPI) :
4
Alasan memilih indikator :
5 Definisi :
6 Formula :
Kriteria:
7
a. Kriteria Inklusi :
b. Kriteria Eksklusi :
8 Bobot KPI (%) :
9 Tipe Indikator : (Pilih Salah ☐Struktur ☐Proses ☐Output
Satu dengan tanda "V") ☐Outcome
10 Sumber Data :
Target sampel dan Ukuran
11
Sampel (n) :
12 Rencana Analisis:
13 Wilayah pengamatan :
Metode Pengumpulan Data :
14 (Pilih Salah Satu dengan tanda ☐Retrospektif ☐Concurrent
"V")
15 Pengumpul Data :
16 Frekuensi Penilaian Data :
17 Periode pelaporan :
Rencana penyebaran hasil
18
capaian kepada staf :
19 Nama alat atau file audit :
2015 2016 2017 2018 2019
20 Target capaian:

Gambar 8. Format kamus Indikator Mutu


Rumah sakit menetapkan indikator kinerja rumah sakit dan unit kerja yang terbagi menjadi area-area
indikator dan tercatat dalam rencana strategis dan kontrak kinerja unit kerja dan RSSM. Indikator-
indikator tersebut berasal dari:
1. KPI Renstra RS Sentra Medika Cibinong
Terdapat ?? indikator KPI Renstra RSSM (sebagaimana yang dijabarkan pada BAB V) yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit dalam Rencana Strategis RSSM tahun 2016-2020. KPI Renstra ini
diturunkan oleh rumah sakit ke unit-unit yang terkait dengan indikator tersebut.

2. Indikator Akreditasi Nasional (KARS)


Indikator akreditasi nasional ditetapkan oleh rumah sakit menyesuaikan dengan 4 (empat) area
yang dipersyaratkan oleh KARS, yaitu Area Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SKP/IPSG),
Area Klinik, Area Manajerial, dan Area JCI Library of Measures.

Indikator Area SKP/IPSG meliputi 6 (enam) Sasaran Internasional Keselamatan Pasien.

Indikator Area Klinik meliputi:


a. Asesmen evaluasi pasien
b. Layanan laboratorium
c. Layanan radiologi dan pencitraan diagnostik
d. Prosedur-prosedur bedah
e. Penggunaan antibiotik dan pengobatan lainnya
f. Kesalahan obat dan kejadian nyaris cedera
g. Penggunaan anestesi dan sedasi
h. Penggunaan darah dan produk-produk darah
i. Ketersediaan, isi, dan penggunaan catatan tentang pasien
j. Pencegahan dan pengendalian, pengawasan, serta pelaporan infeksi
k. Penelitian klinis

Indikator Area Manajerial meliputi:


a. Pengadaan suplai serta obat-obatan penting bagi pasien yang dibutuhkan secara rutin
b. Pelaporan kegiatan, seperti diatur oleh undang-undang dan peraturan
c. Manajemen risiko
d. Manajemen penggunaan
e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga pasien
f. Harapan dan kepuasan staf
g. Demografi dan diagnosis klinis pasien
h. Manajemen keuangan
i. Pencegahan dan pengendaian peristiwa yang membahayakan keselamatan pasien, keluarga
pasien, dan staf.

Penetapan indikator-indikator tersebut tetap merujuk pada kriteria: High Risk, High Volume, High
Cost, Bad Performance, Pelayanan Baru, dan Pelayanan Unggulan. Indikator KARS ini diturunkan
oleh rumah sakit kepada unit-unit pemilik proses terkait. Adanya indikator ini diharapkan dapat
mendukung pemenuhan standar oleh unit-unit yang terkait dengan standar.
PROGRAM PENINGKATAN MUTU MEDIK
1. CLINICAL PATHWAY
Clinical pathway adalah pedoman yang mencakup semua aktivitas pasien mulai dari pasien masuk
hingga keluar dari rumah sakit.Pedoman ini berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
pengendalian biaya pelayanan kepada masyarakat yang berobat di RS Sentra Medika Cibinong.Clinical
pathway dapat digunakan sebagai alat evaluasi untuk pelayanan medik yang bermutu dan untuk
menghindari tindakan atau aktivitas yang tidak diperlukan.Hal ini merupakan pedoman dasar
perhitungan biaya pelayanan, agar pasien mendapatkan kepastian biaya dari upaya penyembuhan
penyakitnya.
Clinical pathway, pedoman praktik klinik, dan protokol klinik yang baik dan sesuai dengan populasi
pasien dan misi rumah sakit adalah yang sesuai dengan point-point berikut:
 Dipilih dari semua yang dapat diberlakukan terhadap jenis layanan dan pasien rumah sakit (jika ada
pedoman nasional yang bersifat wajib disertakan dalam proses ini)
 Dievaluasi kesesuaiannya bagi populasi pasien rumah sakit
 Disesuaikan, jika perlu, dengan teknologi, obat-obatan, dan sumber daya lainnya yang ada di rumah
sakit atau dengan norma profesional yang diakui secara nasional.
 Dinilai seberapa jauh terbukti secara ilmiah
 Secara formal disetujui atau diterapkan oleh rumah sakit
 Diterapkan dan diukur bagaimana bila digunakan secara konsisten dan bagaimana pula
efektivitasnya.
 Didukung oleh staf yang terlatih untuk menerapkan pedoman atau pathway
 Diperbarui secara berkala berdasarkan perubahan-perubahan yang ada di dalam bukti dan evaluasi
terhadap proses dan hasilnya.
Terdapat 5 (lima) clinical pathway yang ditetapkan untuk diimplementasikan dan dievaluasi secara
berkala setiap tahunnya. Sebagai contoh, pada tahun 2016 clinical pathway yang diimplementasi dan
dievaluasi di tingkat korporat, adalah:
a. Appendicitis akut tanpa komplikasi
b. MCI
c. DHF
d. Thypoid
e. Sectio Caesarea (SC)
f. Katarak
Kelima clinical pathway tersebut diatas diimplementasikan di unit kerja terkait, seperti Instalasi Rawat
Inap, Cathlab, dan ICCU. Indikator yang digunakan sebagai sistem pemantauan dan evaluasi
implementasi clinical pathway di unit – unit kerja adalah sebagai berikut:
a. Indikator Proses: Kesesuaian implementasi clinical pathway
b. Indikator Outcome: Length Of Stay (LOS) untuk pasien rawat inap

2. PENILAIAN KINERJA STAF MEDIK


Penilaian kinerja staf medik merupakan suatu ringkasan dokumentasi data yangdikumpulkan secara
berkelanjutan untuk menilai 6(enam) area kompetensi inti staf medik. Penilaian kualitas kinerja staf
medik ini melakukan rekapitulasi setiap 6 (enam) bulan yaitu Januari-Juni dan Juli-Desember, serta
dievaluasi pada awal semester berikutnya yaitu bulan Juli dan Januari. Selanjutnya data tersebut akan
digunakan untuk re-kredensial. Hasil penilaian kinerja staf medik ini bersifat rahasia dan tidak untuk
diketahui oleh pasien maupun staf medik lain.
Adapun tujuan dari penilaian kinerja staf medik adalah untuk:
a. meyakinkan keselamatan dan kualitas pelayanan yang diberikan staf medik kepada pasien.
b. membantu mengidentifikasi kebutuhan pelatihan/pembelajaran staf medik.
c. mengetahui dan meningkatkan kinerja staf medik.
d. digunakan sebagai data re-kredensial.
Penilaian kinerja medik (PKM) menggunakan acuan penilaian kinerja staf medik standar akreditasi.
Terdapat 6 (enam) area kompetensi yang dinilai, yaitu:
a. Patient Care
Indikator ini ditentukan bersama dengan masing-masing departemen/divisi sehingga sesuai dengan
spesialisasi dan wewenang klinik setiap staf medis. Terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu hasil
pengobatan (outcome) dan komplikasi.
b. Pengetahuan Medis/Klinis
Indikator ini terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu jumlah Satuan Kredit Partisipasi (SKP) kegiatan
Continuing Medikal Education (CME) dan pelatihan yang sesuai dengan wewenang klinik setiap staf
medis. CME yang dihitung adalah jumlah SKP hanya dari seminar dan pelatihan. Batas minimal
ditentukan oleh setiap departemen sesuai dengan yang ditetapkan oleh kolegium.
c. Kemampuan Komunikasi dan Hubungan Interpersonal
Indikator ini dinilai dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh pasien/keluarga pasien dengan
teman sejawat.
d. Perbaikan Pembelajaran Berbasis Praktik
Indikator ini menilai praktik pelayanan yang diberikan oleh staf medik kepada pasien apakah sudah
sesuai dengan bukti ilmiah. Penilaian ini ditujukan untuk memerbaiki praktik pelayanan yang
diberikan oleh staf medik. Indikator yang digunakan sesuai dengan kondisi atau permasalahan
prioritas di rumah sakit. Pada penilaian kualitas kinerja ini indikator yang digunakan adalah
kejelasan penulisan instruksi medis dan kepatuhan kebersihan tangan pada 5 momen.
e. Praktik Berbasis Sistem
Indikator ini menilai kepatuhan staf medis dalam melaksanakan sistem pelayanan yang sudah
ditetapkan oleh RSSM. Pada penilaian kualitas kinerja ini indikator yang digunakan adalah penilaian
awal dalam 24 jam, pengisian informed consent, penulisan informed consent tanpa singkatan dan
kelengkapan resume medis.
f. Profesionalisme
Indikator ini dinilai dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh teman sejawat yang sesuai dengan
spesialisasi staf yang dinilai.
Sistem penilaian kinerja medis akan dilakukan evaluasi berkala (setiap 6 bulan) dan dilakukan
penyesuaian/revisi sesuai dengan kondisi atau prioritas masalah yang berkaitan dengan kinerja staf medis.

PROGRAM-PROGRAM PENINGKATAN MUTU SPESIFIK UNIT KERJA


Audit Medis
Audit medis merupakan salah satu aspek upaya peningkatan kualitas pasien yang komprehensif, yang
dikenal dengan nama clinical governance (penataan klinik). Audit medis merupakan elemen yang
terpenting dalam clinical governance, bahkan banyak ahli berpendapat bahwa audit medis merupakan
“jantung”-nya clinical governance. Tanpa audit medis yang melembaga, secara terus menerus
dikembangkan, sulit dapat diharapkan terjadi peningkatan kualitas pelayanan yang terencana baik. Audit
medis bersifat spesifik dan langsung memertahankan dan menilai secara sistematis:
- Apakah praktik yang seharusnya dilaksanakan sudah benar dilaksanakan
- Apakah praktik yang dikerjakan sesuai dengan panduan praktik klinik
- Apakah praktik klinis yang dilaksanakan sesuai dengan perkembangan ilmu
- Apakah evidence yang sahih (valid) dan mutakhir telah diterapkan
Audit medis paling efektif dilakukan oleh tim profesional yang melaksanakan pelayanan itu
sendiri, bukan oleh orang atau tim audit yang tidak terlibat dalam proses pelayanan pasien sehari-hari.
Pengalaman profesional dalam proses audit akan menjadi pemacu yang baik untuk melakukan
perbaikan pelayanan terhadap pasien. Selain itu, berbagai kemudahan dan hambatan yang ada dalam
proses pelayanan paling dirasakan oleh praktisi, hingga penilaian dan rekomendasi yang dilakukan
dalam proses audit lebih mendalam dan membumi, tidak bersifat teoritis semata. Tim konsultan yang
memahami audit klinik dapat dimanfaatkan untuk membantu perencanaan dan pelaksanaan audit
medis.
Komite Medik RSSM telah melatih PJ Audit Klinik dari setiap departemen. Diharapkan setiap
bulan, departemen melaporkan kegiatan auditnya kepada Komite Medik. Kasus-kasus dengan tingkat
kematian tertinggi seperti sepsis dan gagal napas perlu mendapat perhatian utama untuk dilakukan
audit medik.

Self Assessment Unit Kerja


Self assessment unit kerja merupakan langkah audit internal yang dilakukan oleh unit kerja untuk
menilai kesesuaian pelaksanaan standar mutu dan keselamatan di setiap unit kerja. Tools yang
digunakan oleh unit kerja untuk melakukan assessment disediakan oleh korporat. Setiap unit kerja
memantau penerapan standar mutu dan keselamatan sesuai dengan proses bisnis yang terkait.
Masing-masing koordinator di unit kerja berlaku sebagai surveior sesuai dengan chapter yang terkait.
Hasil penilaian dilaporkan secara berkala dalam pertemuan champion, dianalisis oleh PMKK, dan
dilaporkan secara berkala kepada Direksi.

Performance Board Unit Kerja


Demi menciptakan komunikasi berkala terhadap masalah-masalah mutu oleh unit kerja kepada seluruh
staf di unit kerja masing-masing terutama dalam hal capaian indikator-indikator kinerja, seluruh unit
kerja dihimbau untuk membuat performance board yang menampilkan data capaian indikator beserta
analisisnya. Performance board berisikan pengertian mengenai indikator yang diukur, pencapaian,
target yang ingin dicapai (berdasarkan benchmark internal (perbandingan dari waktu ke waktu,
perbandingan dengan data rumah sakit terdekat, dan perbandingan data internasional). Performance
board unit kerja dipasang/ditempel pada tempat-tempat yang mudah diakses oleh seluruh staf dan
diperbaharui secara berkala menyesuaikan dengan periode analisis indikator.

Penilaian Kelengkapan Rekam Medik


Pemantauan kelengkapan rekam medik diselenggarakan dengan 2 cara:
1. Open Medical Record Review (OMRR) dilakukan oleh masing-masing Departemen/ Unit/ Instalasi
melakukan penilaian kelengkapan rekam medik pada seluruh DPJP. Masing-masing DPJP akan dinilai
secara acak 2 rekam mediknya (rawat inap maupun rawat jalan).
2. Closed Medical Record Review (CMRR) dilakukan oleh Panitia Rekam Medik dengan menggunakan
jumlah sampel tertinggi dari perhitungan jumlah sampel yaitu sebesar 128 rekam medik yang
terbagi dalam jumlah proporsi pasien di masing-masing Departemen/ Unit/Instalasi setiap
bulannya. CMRR dilakukan menggunakan formulir CMRR yang disediakan oleh korporat. Laporan
kelengkapan rekam medik secara resmi dikeluarkan oleh Panitia Rekam Medik dan dilaporkan
setiap 3 bulan kepada Direksi
BAB IX
PENUTUP

Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta tingkat ekonomi masyarakat, rumah sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan dengan mutu yang optimal. Pelayanan dengan mutu yang baik
tidaklah mudah dicapai tanpa perencanaan yang matang baik dari segi sumber daya, program, maupun
upaya penjaminan mutu yang terus menerus. Perencanaan yang baik tanpa ditunjang oleh metode
implementasi yang terstruktur dengan etos dan budaya kerja yang baik juga tidak akan mencapai harapan
dan tujuan yang ingin dicapai dari segi mutu dan keselamatan. Perencanaan dan proses implementasi yang
baik, tetap belum cukup tanpa upaya untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terus menerus yang akan
membuahkan upaya tindak lanjut yang lebih efektif dan efisien. Pedoman ini, diharapkan mampu
membantu rumah sakit dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sejak fase
perencanaan, implementasi, hingga pemantauan dan evaluasi sebagai sebuah siklus yang tak terputuskan
dalam cara kerja organisasi rumah sakit yang berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai