Anda di halaman 1dari 7

ADAB-ADAB DALAM BERDO’A

Oleh
Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani

1. Mengucapkan pujian kepada Allah terlebih dahulu sebelum berdo’a dan diakhiri dengan
mengucapkan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Hal itu karena engkau memohon kepada Allah suatu pemberian rahmat dan ampunan, maka
pertama kali yang harus dilakukan olehmu adalah memberikan sanjungan dan pengagungan
sesuai dengan kedudukan Allah Yang Mahasuci.

،‫ار َح ْمنِ ْي‬ ْ ‫ اَللّ ُهم ا ْغ ِف ْر ِل ْي َو‬:َ‫صلى فَقَال‬ َ َ‫سل َم قَا ِعد ًا إِذْ دَ َخ َل َر ُج ٌل ف‬ َ ‫صلى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ضالَةَ ب ِْن‬
ُ ‫ بَ ْينَا َر‬:َ‫عبَ ْي ٍد قَال‬ َ َ‫َع ْن ف‬
‫عهُ قَا َل‬ ُ ْ‫ص ِّل َعلَي ثُم اد‬ َ َ ‫و‬ ُ ‫ه‬ ُ ‫ل‬ ْ
‫ه‬ َ ‫أ‬ ‫ُو‬
‫ه‬ ‫ا‬ ‫م‬‫ب‬
َ َِ َ َ‫هللا‬‫د‬ِ ‫م‬ ْ‫اح‬ َ ‫ف‬ َ‫ت‬ْ ‫د‬ ‫ع‬
َ َ ‫ق‬َ ‫ف‬ َ‫ْت‬‫ي‬‫ل‬‫ص‬َ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬ ‫ي‬ ّ ‫ل‬
ِ
ِ ْ َ ُ َ ‫ص‬ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ي‬
ُّ َ ‫أ‬ َ‫ت‬‫ل‬ْ ‫ج‬‫ع‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬‫و‬
َِ َ َ َ َ ‫ه‬ِ ‫ي‬ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ُ ‫هللا‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ص‬
َ ِ ‫هللا‬ ُُ ُ ‫فَقَا َل َر‬
‫س ْو َل‬
َ
‫سل َم أيُّ َها‬ َ
َ ‫صلى هللاُ َعل ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫ فَقَا َل النب‬، ‫سل َم‬ َ
َ ‫صلى هللاُ َعل ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ِّ ِ‫صلى َعلى النب‬َ َ
َ ‫صلى َر ُج ٌل آخ َُر بَ ْعدَ ذلِكَ فَ َح ِمد َ هللاَ َو‬ َ ‫ثم‬ ُ
ْ‫ع ت ُ َجب‬ ُ ْ‫ص ِّلي اد‬ َ ‫م‬ ُ ْ
‫ال‬.

Dari Fadhalah bin ‘Ubad Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam keadaan duduk-duduk, masuklah seorang laki-laki. Orang itu
kemudian melaksanakan shalat dan berdo’a: ‘Ya Allah, ampunilah (dosaku) dan berikanlah
rahmat-Mu kepadaku.’ Maka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Engkau
telah tergesa-gesa, wahai orang yang tengah berdo’a. Apabila engkau telah selesai
melaksanakan shalat lalu engkau duduk berdo’a, maka (terlebih dahulu) pujilah Allah dengan
puji-pujian yang layak bagi-Nya dan bershalawatlah kepadaku, kemudian berdo’alah.’
Kemudian datang orang lain, setelah melakukan shalat dia berdo’a dengan terlebih dahulu
mengucapkan puji-pujian dan bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Wahai orang yang tengah
berdo’a, berdo’alah kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkan do’amu.’”[1]

2. Husnuzhzhan (berbaik sangka) kepada Allah


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ِ ‫سأَلَكَ ِعبَادِي َعنِّي فَإِنِّي قَ ِريبٌ ۖ أ ُ ِجيبُ دَع َْوةَ الداعِ إِذَا دَ َع‬
‫ان‬ َ ‫َوإِذَا‬

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada-mu tentang Aku, maka (jawablah)


bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a.” [Al-
Baqarah/2: 186]

Allah dekat dengan kita dan Allah bersama kita dengan ilmu-Nya (pengetahuan-Nya),
pengawasan-Nya dan penjagaan-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meme-
rintahkan kepada kita untuk menyerahkan masalah pengabulan do’a hanya kepada Allah dan
harus me-rasa yakin dengan terkabulnya do’a.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫اُدْعُوا هللاَ َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْوقِنُ ْونَ بِا ْ ِإل َجابَ ِة‬.

“Berdo’alah kepada Allah dalam keadaan engkau merasa yakin akan dikabulkannya do’a.”[2]
Maksud hadits ini adalah kalian harus merasa yakin dan percaya bahwa Allah dengan
kemurahan-Nya dan karunia-Nya yang agung tidak akan mengecewakan seseorang yang
berdo’a kepada-Nya, apabila dipanjatkan dengan penuh pengharapan dan ikhlas yang
sebenar-benarnya. Hal ini disebabkan apabila seseorang yang berdo’a tidak percaya dan
yakin akan terkabulnya do’a yang ia panjatkan, maka tidaklah mungkin ia memanjatkan
do’anya dengan bersungguh-sungguh.

3. Mengakui dosa-dosa yang diperbuat. Perbuatan tersebut mencerminkan sempurnanya


penghambaan terhadap Allah

Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Telah
bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

:َ‫ قَال‬، َ‫ب ِإال أَ ْنت‬ َ ْ‫ الَ ِإلهَ ِإال أ َ ْنتَ ِإنِّ ْي قَد‬:َ‫ِإن هللاَ لَيَ ْع َجبُ ِمنَ ْال َع ْب ِد ِإذَا قَال‬
َ ‫ظلَ ْمتُ نَ ْف ِس ْي فَا ْغ ِف ْر ِل ْي ذُنُ ْو ِب ْي ِإنهُ الَ يَ ْغ ِف ُر الذُّنُ ْو‬
ْ ًّ
ُ‫ف أن لهُ َربا يَغ ِف ُر َو يُ َعاقِب‬َ َ َ ‫ِي َع َر‬ْ ‫ َع ْبد‬.

“Sesungguhnya Allah kagum kepada hamba-Nya apabila ia berkata: ‘Tidak ada sesembahan
yang hak kecuali Engkau, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka
ampunilah dosa-dosaku karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa itu
kecuali Engkau.’ Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah mengetahui bahwa baginya ada Rabb
yang mengampuni dosa dan menghukum.’”[3]

4. Bersungguh-sungguh dalam berdo’a


Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu,
bahwasanya ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫ ِإذَا د َ َعا أ َ َحد ُ ُك ْم فَ ْليَ ْع ِز ِم ْال َم ْسأَلَةَ َوالَيَقُ ْولَن اللّ ُهم إِ ْن ِشئْتَ فَأَع‬.
ُ‫ْطنِ ْي فَإِنهُ الَ ُم ْستَ ْك ِرهَ لَه‬

‘Apabila salah seorang di antara kalian berdo’a maka hendaklah ia bersungguh-sungguh


dalam permohonannya kepada Allah dan janganlah ia berkata, ‘Ya Allah, apabila Engkau
sudi, maka kabulkanlah do’aku ini,’ karena sesungguhnya tidak ada yang memaksa
Allah.”[4]

Maksud dari bersungguh-sungguh dalam berdo’a adalah terus-menerus dalam meminta dan
memohon kepada Allah dengan mendesak.

5. Mendesak terus-menerus dalam berdo’a


Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata,

َ ُ ‫ الَ ت‬:ُ‫سل َم َيقُ ْول‬


ُ‫س ِّب ِخ ْي َع ْنه‬ َ ‫صلى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫س َرقَ َها فَ َج َع َل الن ِب‬
َ ‫ي‬ ْ َ‫ فَ َج َعل‬،‫ت ِم ْل َحفَةٌ لَ َها‬
َ ‫ت تَدْع ُْو َعلَى َم ْن‬ ْ َ‫س ِرق‬
ُ .

“Mantel kepunyaannya telah dicuri, kemudian ia mendo’akan kejelekan kepada orang yang
mencurinya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Jangan engkau
meringankannya.’”[5]

Maksudnya janganlah engkau meringankan dosa perilaku mencurinya dengan do’amu untuk
kejelekannya.
6. Berdo’a dengan mengulanginya sebanyak tiga kali
Telah diriwayatkan dengan shahih dalam as-Sunnah, sebagaimana hadits riwayat Muslim
yang panjang dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata,

:َ‫سأ َ َل ثَالَثا ً ثُم قَال‬


َ ‫سأ َ َل‬ َ ‫ص ْوتَهُ ثُم دَ َعا‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم َو َكانَ ِإذَا دَ َعا دَ َعا ثَالَثا ً َو ِإذَا‬ َ ‫صالَتَهُ َرفَ َع‬ َ ‫صلى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫سل َم‬ َ ‫ي‬ َ َ‫فَلَما ق‬
ُّ ‫ضى الن ِب‬
ُ َ ّ ُ َ ّ ُ َ
‫ الل ُهم َعليْكَ بِق َري ٍْش‬،‫ الل ُهم َعليْكَ بِق َري ٍْش‬،‫الل ُهم َعليْكَ بِق َري ٍْش‬. ّ َ

‘Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari shalatnya, beliau mengeraskan
suaranya, kemudian mendo’akan kejelekan bagi mereka dan apabila Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdo’a, beliau ulang sebanyak tiga kali dan apabila beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam memohon, diulanginya sebanyak tiga kali kemudian beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdo’a: ‘Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy, Ya Allah, atas-Mu
kuserahkan kaum Quraisy, Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy.’”[6]

7. Berdo’a dengan lafazh yang singkat dan padat namun maknanya luas
Yaitu dengan perkataan ringkas dan bermanfaat yang menunjukkan pada makna yang luas
dengan lafazh yang pendek dan sampai kepada maksud yang diminta dengan menggunakan
susunan kata yang paling sederhana (tidak bersajak-sajak) sebagaimana keterangan yang
terdapat dalam Sunan Abi Dawud dan Musnad Imam Ahmad dari ‘Aisyah bahwasanya ia
berkata:

َ‫ع َما ِس َوى ذَلِك‬ ِ ‫سل َم يَ ْست َِحبُّ ْال َج َو ِام َع ِمنَ الدُّ َع‬
ُ َ‫اء َويَد‬ َ ‫صلى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ َ‫ َكان‬.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai berdo’a dengan do’a-do’a yang
singkat dan padat namun makna-nya luas dan tidak berdo’a dengan yang selain itu.”[7]

Salah satu contoh dari do’a ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Farwah bin Naufal, ia
berkata: “Aku bertanya kepada ‘Aisyah tentang do’a yang senantiasa dipanjatkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
senantiasa mengucapkan do’a:

‫اَللّ ُهم ِإ ِّن ْي أَع ُْوذ ُ ِبكَ ِم ْن ش ِ َّر َما َع ِم ْلتُ َوش ِ َّر َما لَ ْم أَ ْع َم ْل‬.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah aku
kerjakan dan dari keburukan yang belum aku kerjakan.”[8]

Sedangkan contoh yang lain adalah hadits Abu Musa al-Asy’ari, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bahwasanya beliau senantiasa berdo’a dengan do’a berikut:

‫ِي‬
ْ ‫طئِ ْي َو َع ْمد‬ ْ ّ‫ الَل ُهم ا ْغ ِف ْر ِل ْي ِج ِد‬،‫ َو َما أ َ ْنتَ أ َ ْعلَ ُم ِب ِه ِمنِّ ْي‬،‫ي‬
َ ‫ي َوه َْز ِل ْي َو َخ‬ ْ ‫َط ْيئَتِي َو َج ْه ِل ْي َو ِإس َْرافِ ْي فِي أ َ ْم ِر‬
ِ ‫اَللّ ُهم ا ْغ ِف ْر ِل ْي خ‬
ْ َ َ ْ ْ َ ّ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ
َ‫ أنتَ ال ُمق ِدّ ُم َوأنت‬،‫ الل ُهم اغ ِف ْر ِلي َما قد ْمتُ َو َما أخ ْرتُ َو َما أس َْر ْرتُ َو َما أ ْعلنتُ َو َما أنتَ أ ْعل ُم بِ ِه ِمنِ ْي‬،‫ِي‬ ْ ّ َ ْ ‫َو ُك ُّل ذَلِكَ ِع ْند‬
‫ش ْيءٍ قَ ِدي ٌْر‬ َ ‫ ْال ُم َؤ ِ ّخ ُر َوأ َ ْنتَ َعلَى ُك ِّل‬.

“Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas kesalahan-kesalahanku, kebodohanku, serta


sikap berlebihanku dalam urusanku dan segala sesuatu yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada diriku. Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas keseriusanku dan candaku,
kekeliruanku dan kesengajaanku, semua itu ada pada diriku. Ya Allah, berikanlah ampunan
kepadaku atas apa-apa yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan, apa-apa yang
aku sembunyi-kan dan yang aku tampakkan, serta apa-apa yang Engkau lebih mengetahui
daripada aku, Engkaulah Yang Mahamendahulukan (hamba kepada rahmat-Mu) dan Yang
Mahamengakhirkan, Engkaulah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”[9]

8. Orang yang berdo’a hendaknya memulai dengan mendo’akan diri sendiri (jika hendak
mendo’akan orang lain)

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

‫ان‬ ِ ْ ِ‫سبَقُونَا ب‬
ِ ‫اإلي َم‬ َ َ‫َربنَا ا ْغ ِف ْر لَنَا َو ِ ِإل ْخ َوا ِننَا الذِين‬

“…Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih
dahulu dari kami…” [Al-Hasyr/59: 10]

Firman-Nya yang lain:

َ‫قَا َل َربّ ِ ا ْغ ِف ْر ِلي َو ِِل َ ِخي َوأَد ِْخ ْلنَا فِي َرحْ َمتِك‬

“Musa berdo’a: ‘Ya Rabbku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam
rahmat Engkau…’” [Al-A’raaf/7: 151]

Firman-Nya yang lain:

َ ‫َربنَا ا ْغ ِف ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَي َو ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ يَ ْو َم يَقُو ُم ْال ِح‬


ُ‫ساب‬

“Ya Rabb-ku, berikanlah ampun kepadaku dan kedua ayah ibuku dan sekalian orang-orang
mukmin pada hari terjadinya hisab (hari Kiamat).” [Ibrahim/14: 41]

Dari Ibnu ‘Abbas dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,

‫سل َم َكانَ إِذَا ذَك ََر أَ َحدًا فَدَ َعا لَهُ بَدَأَ بِنَ ْف ِس ِه‬
َ ‫صلى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫أ َن َر‬.
َ ِ‫س ْو َل هللا‬

“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingat kepada seseorang, maka beliau
mendo’akannya dan sebelumnya beliau mendahulukan berdo’a untuk dirinya sendiri.”[10]

Namun hal tersebut bukan merupakan kebiasaan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan terkadang memang benar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan orang
lain tanpa mendo’akan dirinya sendiri sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam kisah Hajar:

ْ ‫يَ ْر َح ُم هللاُ أُم إِ ْس َما ِع ْي َل لَ ْو ت ََر َكتْ َها َلكَان‬.


ً ‫َت َعيْنا ً َم ِعيْنا‬

“Semoga Allah memberikan rahmat kepada Ibu Nabi Isma’il, seandainya beliau membiarkan
air Zamzam (mengalir bebas) niscaya ia menjadi mata air yang terus mengalir.”[11]

9. Memilih berdo’a di waktu yang mustajab (waktu yang pasti dikabulkan), di antaranya
adalah:
a. Pada waktu tengah malam[12]
b. Di antara adzan dan iqamah[13]
c. Di saat dalam sujud[14]
d. Ketika adzan
e. Ketika sedang berkecamuk peperangan[15]
f. Setelah waktu ‘Ashar pada hari Jum’at[16]
g. Ketika hari ‘Arafah[17]
h. Ketika turun hujan[18]
i. Ketika 10 hari terakhir bulan Ramadhan (Lailatul Qadar). (Lihat ad-Du’a, karya ‘Abdullah
al-Khudhari).[19]

[Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-
Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki
Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret
2006M]
_______
Footnote
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3476) dan Abu Dawud (no. 1481).
Dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Shahiihul
Jaami’ (no. 3988).
[2]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3479). Dihasankan oleh
Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 594).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Hakim (II/98-99) dari Sahabat ‘Ali bin Rabi’ah. Lihat
Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1653), karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albani rahimahullah.
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6338) dan Muslim (no. 2678). Lafazh hadits
ini berdasarkan riwayat al-Bukhari.
[5]. Dha’if: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya (no. 1497). Didha’ifkan oleh
Syaikh al-Albani t dalam Dha’iif Sunan Abi Dawud (no. 1050).
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 240) dan Muslim (no. 1794 (107)).
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1482), Ahmad (VI/148, 189) dan al-Hakim
(I/539). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih al-Jaami’ish
Shaghiir (no. 4949).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2716).
[9]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6399) dan Muslim (no. 2719 (70)).
[10]. Shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3385) dan Abu Dawud (no. 3984).
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no.
4723).
[11]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (V/ 121, no. 21163). Dishahihkan
oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1669).
[12]. Dalilnya firman Allah Ta’ala:

ِ ‫َو ِب ْاِل َ ْس َح‬


َ‫ار ُه ْم َي ْستَ ْغ ِف ُرون‬

“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” [Adz-Dzaaariyat/51:


18]

Hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ َم ْن يَ ْسأَلُنِ ْي‬،ُ‫ْب لَه‬ َ ‫ َم ْن يَدْع ُْونِ ْي فَأ َ ْست َِجي‬:ُ‫آلخ ِر يَقُ ْول‬ ُ ُ‫اء الدُّ ْنيَا ِحيْنَ يَ ْبقَى ثُل‬
ِ ْ‫ث الل ْي ِل ا‬ ِ ‫اركَ َوتَعَالَى ُكل لَ ْيلَ ٍة إِلَى الس َم‬
َ َ‫يَ ْن ِز ُل َربُّنَا تَب‬
ُ‫ْطيَه‬ِ ‫فَأع‬،ُ
َُ‫ َم ْن يَ ْستَ ْغ ِف ُرنِ ْي فَأ َ ْغ ِف َر له‬.
“Rabb kita (Allah) ‫اركَ َوتَ َعالَى‬
َ َ‫ تَب‬turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir
seraya berfirman; ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku saat ini, niscaya Aku akan
memperkenankannya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku akan
memberikannya, barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan
mengampuninya.’” [HR. Al-Bukhari no. 1145, Muslim no. 758 dan at-Tirmidzi no. 3498]

[13]. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ِ َ‫اَلدُّ َعا ُء الَ ي َُردُّ بَيْنَ اِْلَذ‬.


‫ان َواْ ِإلقَا َم ِة فَادْع ُْوا‬

“Do’a yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak, maka berdo’alah.” [HR.
Abu Dawud no. 521, at-Tirmidzi no. 212, Ahmad III/155 dan at-Tirmidzi berkata: “Hadits
hasan shahih.” Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahiihul Jaami’ no. 3408).

[14]. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ فَأ َ ْكثِ ُروا الدُّ َعا َء‬،ٌ ‫اجد‬


ِ ‫س‬َ ‫أََُ ْق َربُ َما يَ ُك ْونُ ْالعَ ْبد ُ ِم ْن َربِّ ِه َو ه َُو‬.

“Saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia sedang
sujud (kepada Rabb-nya), maka perbanyaklah do’a (dalam sujud kalian).” [HR. Muslim no.
482, Abu Dawud no. 875 dan an-Nasa-i II/226 no. 1137]

[15]. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ ‫اء َو ِع ْندَ ْال َبأ ْ ِس ِحيْنَ ي ُْل ِح ُم َب ْع‬


ً ‫ض ُه ْم َب ْعضا‬ ِ َ‫عا ُء ِع ْندَ ال ِّند‬ ِ ‫ان أ َ ْو قَلما َ ت ُ َرد‬
َ ُّ ‫ان الد‬ ِ ‫َان الَ ت ُ َرد‬
ِ ‫ ِث ْنت‬.

“Dua waktu yang tidak akan ditolak (permohonan yang dipanjatkan di dalamnya, atau sedikit
kemungkinan untuk ditolak, yaitu do’a setelah (dikumandangkan) adzan dan do’a ketika
berkecamuk peperangan, tatkala satu dan lainnya saling menyerang.” [HR. Abu Dawud no.
2540, ad-Darimi no. 1200, Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahiihul Jami’ no. 3079].

[16]. Setelah ‘Ashar pada hari Jum’at, dalilnya:

‫َار بِيَ ِد ِه يُقَ ِلّلُ َها‬


َ ‫طاهُ إِياهُ َوأَش‬
َ ‫ش ْيئًا إِال أ َ ْع‬ َ ُ‫سا َعةٌ الَي َُوافِقُ َها َع ْبد ٌ ُم ْس ِل ٌم َوه َُو قَائِ ٌم ي‬
َ ‫ص ِلّ ْي يَسْأ َ ُل هللاَ تَعاَلَى‬ َ ‫فِي ِه‬.

“Pada hari itu (hari Jum’at) terdapat waktu-waktu tertentu, tidaklah seorang hamba berdiri
melaksanakan shalat dan berdo’a memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti
akan mengabulkannya. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat
dengan tangannya (yang menggambaran) waktu itu pendek.” [HR. Al-Bukhari no. 935 dan
Muslim no. 852 (13)]

Waktu itu adalah saat setelah shalat ‘Ashar sebagaimana yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim
dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (I/390).

[17]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ‫اء دُ َعا ُء يَ ْو ِم َع َرفَة‬


ِ ‫… َخي ُْر الدُّ َع‬
“Sebaik-baik do’a ialah do’a hari Arafah…” [HR. At-Tirmidzi no. 3585, Malik dalam al-
Muwaththa’ no. 500, hadits ini dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di
dalam Shahiihul Jami’ no. 3274 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1503]

[18]. Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

َ ‫اء َو تَحْ تَ ْال َم‬


‫ط ِر‬ ِ ‫َان َما ت ُ َرد‬
ِ َ ‫ان الدُّ َعا ُء ِع ْندَ ال ِّند‬ ِ ‫ ِث ْنت‬.

“Dua waktu yang padanya sebuah permohonan (do’a) tidak akan ditolak oleh Allah, do’a
ketika setelah dikumandangkan adzan dan do’a ketika turun hujan.” [HR. Al-Hakim II/114,
Abu Dawud no. 3540. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menghasankannya dalam
Shahihul Jami’ no. 3078]

[19]. 10 hari terakhir bulan Ramadhan (di dalamnya terdapat Lailatul Qadar). Dari ‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang sebaiknya
aku baca pada Lailatul Qadar?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bacalah:

ُ ‫اَللّ ُهم إِنكَ َعفُ ٌّو ت ُ ِحبُّ العَ ْف َو فَاع‬.


‫ْف َعنِّ ْي‬

‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemberi maaf dan mencintai pemberian maaf, maka
maafkanlah aku.’” [HR. At-Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850. Dishahihkan oleh
Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jami’ no. 4423].

Read more https://almanhaj.or.id/4003-adab-adab-dalam-berdoa.html

Anda mungkin juga menyukai