Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tubuh memerlukan energy untuk fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh,


mempertahankan suhu, fungsi enzim, serta pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak.

Masalah nutrisi merupakan hal yang sangat berhubungan dengan intake makanan yang
diberikan pada tubuh.

Pengkajian dan penilaian kecukupan gizi atau nutrisi diperlukan untuk mengetahui
keseimbangan kebutuhan tubuh akan nutrisi dan kegunaannya. Keseimbangan kebutuhan
nutrisi pada seseorang dikatakan baik apabila asupan nutrisinya seimbang dengan kegunaannya.
Keseimbangan nutrisi dipengaruhi oleh 2 hal yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan
tubuh.

Salah satu cara yang digunakan untuk mengkaji dan menilai angaka kecukupan nutrisi
adalah “ANTOPOMETRI”.

1.2 TUJUAN
1. Pengertian Antopometri
2.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Antopometri

Antopometri berasal dari kata Anthropos dan logos (bahasa Yunani), yang
berarti tubuh manusia dan ilmu. Antopometri berasal dari kata Antropo yang artinya
tubuh/manusia dan Metros yang artinya ukuran. Jadi ANTOPOMETRI adalah Pengukuran
Tubuh. Istilah ini diciptakan dan dipopulerkan oleh Adolphe Quelet pada pertengahan
abad ke-19.

Antopometri merupakan salah satu cara langsung menilai status gizi, khususnya
keadaan energy dan protein tubuh seseorang. Dengan demikian Antopometri
merupakan indicator status gizi yang berkitan dengan masalah kekurangan energy dan
protein yang dikenal dengan KEP. Antopometri dipengaruhi oleh factor genetic dan
factor lingkungan. Konsumsi makanan dan kesehatan (adanya infeksi) merupakan factor
lingkungan yang mempengaruhi Antopometri (Aritonang, 2013).

Keunggulan Antopometri antara lain :

1. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas,
mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah.
2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dengan obyektif.
3. Pengukuran tidak hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh
tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
4. Biaya relative murah.
5. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas.
6. Secara alamiah diakui kebenarannya.

Kelemahan Antopometri antara lain :

1. Tidak sensitive, artinya tidak dapat memdeteksi status gizi dalam waktu singkat,
serta tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti Zink dan Fe.
2. Faktor diluar gizi (penyakit, genetic dan penurunan penggunaan energy).
3. Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi
dan validitas pengukuran antopometri.

Dibandigkan dengan metode lainnya, pengukuran Antopometri lebih praktis


untuk menilai status gizi (khususnya KEP) dimasyrakat. Ukuran tubuh yang
biasanya dipakai untuk melihat pertumbuhan fisik adalah Berat Badan (BB),
Tinggi Bdan (TB), Lingkar Lengan Atas (LILA), Lingkar Kepala (LK), tebal lemak
dibawah kulit (TL) dan pengukuran tinggi lutut. Penilaian status gizi Antopometri
disajikan dalam bentuk indeks misalnya BB/U, TB/U, PB/U, BB/TB, IMT/U
(Aritonang,2013).
Ada beberapa penilaian status gizi yang dapat diterapkan yaitu :
1. Skrining atau penapisan adalah status gizi perorangan untuk keperluan
rujukan dari kelompok atau puskesmas dalam kaitannya dengan suatu
tindakan atau intervensi.
2. Pemantauan pertumbuhan yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan.
3. Penilaian status gizi pada kelompok masyarakat yang dapat digunakan untuk
mengetahui hasil suatu program sebagai bahan perencanaan suatu program
(Aritonang,2013).

Antopometri dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :

1. Antopometri Statis/Struktural
Pengukuran dimensi pada permukaan tubuh manusia dengan orang yang
diukur dalam keadaan diam/statis.
Contoh : pengukuran tinggi badan berdiri.

2. Antopometri Dinamis/Fungsional
Pengukuran tun=buh manusia dan cirri-ciri fisik lain yang berkaitan saat
orang yang diukur sedang bergerak atau sedang melaksanakan pekerjaan
yang berkaitan.
Contoh : pengukuran sudut putaran tangan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya variasi dimensi tubuh manusia bahkan

dalam populasi yang sama. Adapun factor penyebab perbedaan ini diantaranya adalah

1. Umur.
2. Jenis kelamin.
3. Rumpun dan suku bangsa.
4. Kondisi sosio ekonomi serta asupan gizi.
5. Pekerjaan dan aktifitas sehari-hari.
6. Waktu pengukuran.

Anda mungkin juga menyukai