Anda di halaman 1dari 51

TUGAS PRAKTIK KLINIK KOMPREHENSIF I

“TEHNIK AMBULASI DAN ROM, PERAWATAN LUKA POST


ORIF DAN OREF, PERAWATAN TRAKSI DAN GIPS,
TEHNIK MEMBALUT DAN BIDAI”

OLEH
KELOMPOK VI

ROHANI SAKIMAN R011181708


SYAMSIAH R011181715
DARMAWANSA R011181717
AKBAR R011181718
BULKIS WULANDARI R011181731

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


F A K U L T A S KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i|
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat

dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Praktek Klinik

Komprehensif I dengan Judul

a. Teknik ambulasi dan ROM

b. Perawatan luka post ORIF dan OREF

c. Perawatan traksi dan gips

d. Tehnik membalut dan bidai.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam

membantu kami menyelesaikan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat membantu

mahasiswa dalam memahami konsep-konsep materi dan penerapannya dalam aplikasi asuhan

keperawatan di lapangan nantinya dengan kasus yang ditemui sesuai dengan materi yang

dibahas.

Tentu banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari bobot materi dan dalam hal

penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat berharap saran dan kritik yang konstruktif guna

penyempurnaan dari makalah ini.

Makassar, Oktober 2019

Kelompok VI

ii|
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tehnik Ambulasi dan ROM (Range Of Motion) ......................................................... 3

B. Perawatan Luka Post ORIF dan OREF ..................................................................... 14

C. Tehnik Membalut dan Bidai ...................................................................................... 27

D. Perawatan Traksi dan Gips ………………………………………………………….35

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... ......................................... 46

B. Saran .......................................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA

iii|
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu penegtahuan dan teknolgi kian hari terus mengalami kemajuan dari tahun

ketahun termasuk pengembangan pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan. Saat ini

telah banyak penelitian – penelitian kesehatan yang terus berkembang dimana hasilnya

dijadikan sebagai evidance based dalam berbagai tindakan yang dilakukan oleh petugas

kesehatan termasuk tenaga perawat.

Perawat harus memiliki skill atau keterampilan dan pengetahuan yang mumpuni

agar dapat melaksakan asuhan keperawatan yang bermutu kepada masyarakat khususnya

kepada pasien yang dirawatnya. Namun seperti kita ketahui bahwa saat ini belum semua

perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu kepada pasiennya.

Untuk itu dibutuhkan banyaknya referensi dan bahan bacaan kepada perawat agar

dapat meningkatkan pengetahuannya dan keterampilan yang dimilkinya. Salah satunya

adalah degan pembuatan makalah tentang :

a. Teknik ambulasi dan ROM

b. Perawatan luka post ORIF dan OREF

c. Perawatan traksi dan gips

d. Tehnik membalut dan bidai.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post ORIF dan

OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

1
2. Apakah tujuan dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post ORIF dan OREF,

perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

3. Apakah indikasi dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post ORIF dan OREF,

perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

4. Apakah kontra indikasi dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post ORIF dan

OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

5. Bagaimana persiapan(alat dan Pasien) dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka

post ORIF dan OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

6. Bagaimana cara kerja dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post ORIF dan

OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami pengertian dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post

ORIF dan OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

2. Untuk memahami tujuan dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post ORIF

dan OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

3. Untuk memahami indikasi dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post ORIF

dan OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

4. Untuk memahami kontra indikasi dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka

post ORIF dan OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

5. Untuk memahami persiapan(alat dan Pasien) dari tehnik ambulasi dan ROM,

perawatan luka post ORIF dan OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik

membalut dan bidai.

2|
6. Untuk memahami cara kerja dari tehnik ambulasi dan ROM, perawatan luka post

ORIF dan OREF, perawatan traksi dan gips, serta tehnik membalut dan bidai.

3|
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tehnik Ambulasi dan ROM (Range Of Motion) (Jacob, R, & Tarachnand, 2014)

1. Tehnik Ambulasi

a. Memiringkan pasien (Kanan atau kiri)

1) Definisi : mengubah posisi dari telentang keposisi miring

2) Tujuan :

 Memastikan kenyamanan pasien

 Melakukan prosedur seperti mengganti sprei dan meletakkan pispot

 Meredakan tekanan pada titik – titik penekanan saat berada dalam posisi

telentang.

3) Prosedur

a) Perawat mencuci tangan

b) Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan dan tujuannnya

c) Posisikan tubuh anda dan pasien dengan benar sebelum melakukan

prosedur.

 Geser pasien ke sisi ranjang berlawanan dengan arah pasien akan

menghadap ketika di miringkan.

 Ketika berdiri dekat pasien, posisikan lengan terdekat pasien diatas

dada abduksikan lengan yang jauh.

 Naikkan jeruji dan pindah kesisi lain pasien

 Posisikan diri anda searah pinggang pasien pada tepi ranjang dimana

pasien akan dimiringkan

4|
 Condongkan badan anda,tekuk pangggul, lutut dan pergelangan kaki

anda. Buat kuda – kuda dengan berat badan menumpu pada kaki

depan.

d) Tarik/gulingkan pasien keposisi miring(kanan/kiri)

b. Membantu pasien duduk.

1) Definisi : membantu perubahan posisi pasien dari baring ke posisi duduk

diatas tempat tidur.

2) Tujuan

a) Memungkinkan perubahan posisi tampa menimbulkan cedera

b) Menjaga posisi tubuh yang baik

3) Prosedur

a) Perawat mencuci tangan

b) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien

c) Posisikan pasien miring menghadap ketepi ranjang dimana dia akan duduk

d) Naikkakn kepala ranjang yang dapat ditoleransi pasien

5|
e) Berdiri menghadap pinggul pasien,lebarkan kaki anda dengan satu kaki

berada dekat bagian atas ranjang di depan kaki yang lain

f) Letakkan lengan yang dekat dengan bagian atas tempat tidur dibawah bahu

pasien untuk menopang bahu dan leher.

g) Letakkan tangan yang lain pada paha pasien.

h) Gerakkan tungkai dan kaki pasien ke tepi ranjang

i) Memutar badan kearah tungkai belakang

j) Pada saat yang sama, pindahkan tumpuan anda pada pada kaki belakang

dan pasien di bangunkan.

k) Tetap berdiri sampai keseimbangan tercapai

l) Tpopan kaki pasien diatas lantai atau papan kaki

m) Rapikan pasien dan tempat tidur

n) Periksa kenyamanan pasien sesuai keburtuhan.

o) Periksa tanda – tanda vital pasien

p) Perawat mencuci tangan

6|
Sumber : (Perry, Potter, & Ostendorf, 2014)

c. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi/kursi roda atau sebaliknya.

1) Defenisi : membantu memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi/kursi roda

2) Tujuan :

a) Memungkinkan perubahan posisi tampa menimbulkan cedera

b) Menjaga posisi tubuh yang baik

3) Prosedur

a) Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan dan instruksikan apa yang

harus dilakukan

b) Naikkan papan penopang kaki dan kunci roda

c) Bantu pasien duduk di tepi ranjang. Posisikan kursi roda pada sudut 450

dekat tempat tidur

d) Lebarkan kaki anda

e) Tekuk lutut dan pinggul anda segaris lutut pasien

f) Masukkan tangan melewati bawah aksila pasien dan letakkan tangan pada

scapula

g) Bantu pasien berdiri pada hitungan ketiga sambil meluruskan lutut dan

pinggul anda.

h) Berputar pada kaki yang jauh dari kursi

i) Instruksikan pasien untuk duduk bila telah merasakan tepi dari tempat

duduk dengan belakang lututnya.

j) Instruksikan pasien utuk menjadikan pegangan kursi sebagai topangan

k) Tekuk pinggul dan lutut anda serta pasien didudukan di kursi roda

l) Posisikan pasien dengan benar.

7|
Sumber (Perry et al., 2014)

d. Memindahkan pasien dari atau ke brankar menggunakan selimut pengangkut

1) Definisi : memindahkan pasien yang tidak berdaya dari brankar ke tempat tidur

atau sebaliknya.

2) Alat

a) Brankar

b) Selimut pengankut

3) Tujuan

a) Memungkinkan perubahan posisi tampa menimbulkan cedera

b) Menjaga posisi tubuh yang baik

4) Prosedur

8|
a) Perawat mencuci tangan

b) Atur ranjang pasien untuk pemindahan

c) Atur ranjang dalam posisi yang baik

d) Naikkan ranjang sedikit lebih tinggi

e) Pastikan roda tempat tidur dan brankar terkunci

f) Keluarkan selipan sprei pengankut dari kedua sisi ranjang.

g) Geser pasien ketepi ranjang dan posissikan brankar (jika ingin

memindahkan ke brankar)

h) Gulung seprei kesisi pasien

i) Intruksiakan pasien menekuk kepala saat pemindahan jika memunkinkan.

Letakkan tangan diatas dada

j) Fleksikan pinggul anda dan tarik pasien secara serenpak pakai seprei

pengankut keatas brankar atau sebaliknya.

k) Buat pasien merasa nyaman, alat – alat di bereskan

l) Naikkan jeruji di tepi tempat tidur pasien atau kencankan tali pengikat

brankar diatas pasien

m) Perawat mencuci tangan

e. Memindahkan pasien dari atau ke brankar menggunakan tiga perawat

1) Definisi : memindahkan pasien yang tidak berdaya dari brankar ke tempat tidur

atau sebaliknya.

2) Tujuan :

a) Memungkinkan perubahan posisi tampa menimbulkan cedera

b) Menjaga posisi tubuh yang baik

9|
3) Prosedur

a) Perawat mencuci tangan

b) Atur ranjang pasien untuk pemindahan

c) Atur ranjang dalam posisi yang baik

d) Naikkan ranjang sedikit lebih tinggi

e) Pastikan roda tempat tidur dan brankar terkunci

f) Keluarkan selipan sprei pengankut dari kedua sisi ranjang.

g) Tiga perawat dengan tinggi badan rata – rata sama berdiri di samping

menghadap tempat tidur.

h) Condongkan tubuh,tekuk lutut, letakkan tangan diatas tempat tidur dan

selipkan dibawah kepala dan bau,tubuh bagian atas dan panggul, paha dan

tunkai bawah, dengan jari – jari anda memegang sisi lain tubuh pasien.

i) Pada hitungan ketiga pasien diangkat dan didekap menghadap kedada

j) Pada hitungan ketiga kedua perawat mundur dan dengan poros kaki

menuju ke brankar atau tempat tidur. Melangkahlah maju bila diperlukan.

k) Pada hitungan ketiga selanjutnya pasien diletakkan diatas brankar atau

tempat tempat tidur tepat ditengah dengan menekuk lutut dan pinggul

sampai tangan menyentuh permukaan tempat tidur atau brankar.

l) Buat pasien merasa nyaman, alat – alat di bereskan

m) Naikkan jeruji di tepi tempat tidur pasien atau kencankan tali pengikat

brankar diatas pasien

n) Perawat mencuci tangan

f. Range Of Motin (ROM)

10|
1) Definisi : latihan isotonik yang dilakukan baik oleh pasien sendiri atau dibantu

oleh perawat untuk memobilisasi semua semua sendi lewat pergerakan dengan

jangkauan penuh.

2) Tujuan :

a) Meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

b) Menjaga fungsi fisiologis normal

c) Mencegah komplikasi akibat kontraktur imobilitas

d) Meningkatkan partisipasi klien dalam aktivitas sehari – hari

e) Meningkatkan aktivitas fisik

f) Meningkatkan fleksibilitas sendi

3) Prosedur :

a) Berikan privasi kepada pasien dan Perawat mencuci tangan

b) Menjelaskan tujuan latihan kepada pasien

c) Lepaskan cincin atau perhiasan lain yang bersifat menjepit atau dapat

mencederai pasien

d) Longgarkan pakaian yang ketat

e) Selimuti pasien menggunakan handuk besar dan bantu pasien berada

dalam posisi telentang

f) Paparkan hanya area yang dilatih

g) Atur ketinggian ranjang

11|
h) Mulaialah latihan passif mulai dari kepala diteruskan kebawah

 Leher

Gerakkan kepala lewat fleksi, ekstensi, fleksi lateral, memutar dan

hiperekstensi leher.

 Bahu

Fleksi, ektensi, hiperekstensi, adduksi dan abduksi dan sirkumduksi,rotasi

internal dan rotasi eksternal.

 Badan

Fleksi, ekstensi, hiperekstensi, fleksi lateral dan rotasi badan

 Siku

Fleksi, ekstensi, pronasi dan suppinasi.

 Lengan bawah

Pronasi dan supinasi. Posisikan pergelangan tangan dalam posisi

fungsional

 Pergelangan tangan

fleksi, ekstensi, hiperekstensi dan fleksi lateral (radialis dan ulnaris).

Posisikan pergelangan tangan dalam posisi fungsional

 Tangan

fleksi, ekstensi, hiperekstensi,abduksi, adduksi, aposisi dan sirkumduksi

ibu jari

 Pinggul

12|
Gerakkan pinggul lewat gerakan fleksi,ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi

internal dan rotasi eksternal dan sirkumduksi dengan topangan diatas dan

dibawah sendi

 Lutut

Gerakan fleksi dan ekstensi

 Pergelangan kaki dan Kaki

Ekstensi, fleksi plantar, dorsofleksi, eversi, dan inversi kaki

 Jari – jari kaki

Gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi

i) Pasien dirapikan

j) Cuci tangan

k) Catat prosedur

l) Gerakan sendi totalnya tiga kali dan dilakukan dua kali sehari (Jacob et al.,

2014)

13|
Sumber (Perry et al., 2014)

14|
B. Perawatan Luka Post ORIF Dan OREF

Pengkajian. Oleh karena fiksasi eksternal dapat digunakan setelah cedera

jaringan lunak yang luas, kemungkinan terjadi defisit neurologis atau sindroma

kompartemen cukup tinggi. Walaupun fiksator eksternal dapat digunakan untuk

menangani fraktur terbuka, sindroma kompartemen dapat berlanjut pada kompartemen

lain dari tungkai yang sama. Pengkajian neurovaskular berkelanjutan sangat penting.

Temuan terbaru harus dibandingkan dengan data awal, dan tungkai yang terkena harus

dibandingkan dengan tungkai yang tidak sakit. Mintalah klien melaporkan perubahan apa

pun, dan atasi segala keluhan dengan cepat. Lokasi pin dan luka harus dikaji secara rutin

terhadap tanda-tanda infeksi, dan pin harus diperiksa dari adanya kelonggaran. Dapat

ditemukan sedikit perdarahan segera setelah memasukkan pin dan dapat diatasi dengan

perban tekan kecil; namun, perdarahan yang berlanjut lebih dari 24 jam harus menjadi

perhatian dokter bedah. Proses penyembuhan tulang harus dikaji, dan didokumentasikan

dengan hati-hati.

Cedera terhadap jaringan adiposa pada lokasi pin dapat menghasilkan drainase

berlemak yang menyerupai pus. Hati-hati terhadap tanda infeksi yang spesifik, seperti

instabilitas pin, drainase dengan bau dan warna, dan tegangan kulit pada lokasi insersi

(tenting). Jika tenting terjadi, dokter bedah harus dikasih tahu sehingga luka dapat

diperluas. Status nutrisi klien sangat memengaruhi penyembuhan tulang dan luka; hati-

hati terhadap kecukupan makanan dan juga ketidakmampuan klien untuk mengunyah dan

menelan. Hati-hati terhadap keluhan mual atau muntah. Nilai laboratorium apa pun yang

tidak normal harus dikaji sebagai kemungkinan adanya nutrisi buruk. Jika klien

merokok, kajilah keinginan untuk berhenti dari merokok. Harus ditekankan bahwa

banyak bukti-bukti baru yang menunjukkan bahwa merokok menghambat atau mencegah

15|
penyembuhan tulang setelah pembedahan atau trauma. Reduksi Terbuka dan Fiksasi

Internal Tujuan terapi pascaoperasi adalah sebagai berikut (Blace & Hawks, 2014).

1. Union komplet dari fraktur (4 hingga 8 bulan) Pencegahan deformitas dan

kontraktur dari panggul, lutut, atau kaki

2. Pengembalian kemampuan berjalan dengan beban, jika perlu dengan alat bantu

3. Hilangnya nyeri dan ketakutan; pencegahan komplikasi

4. Pemeliharaan dari fungsi fisiologis yang optimal

Fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan sekrup, plat, pin intramedularis,

atau implant. Istilah reduksi terbuka mengindikasikan bahwa suatu insisi bedah

dilakukan untuk mencapai tulang,berkebalikan dengan reduksi tertutup dari fraktur.

Fiksasi internal artinya penggunaan alat-alat seperti pin atau plat untuk menahan tulang

agar tetap lurus selama penyembuhan. Reduksi dan fiksasi yang sempurna mungkin

susah didapatkan pada klien dengan penurunan kepadatan tulang akibat osteoporosis.

Jika fraktur sangat berkeping-keping atau kepala femur sudah hancur, diperlukan

penggunaan endoprostesis untuk mengganti keseluruhan kepala femur. Untuk klien yang

mengalami fraktur asetabular yang menyertai, artroplasti total panggul mungkin

diperlukan

1. Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

a) Pengertian

ORIF adalah tindakan invasif bedah fiksasi internal dengan dengan tujuan untuk

mempertemukan serta memfiksasi kedua ujung fregmen tulang yang patah

dengan menggunakan pin, sekrup, kawat, batang atau lempeng untuk

mempertahankan reduksi (Mutaqin, 2013).

b) Komplikasi Post Operasi ORIF

16|
1) Komplikasi post opp ORIF dapat meliputi anemia dan trombositopeniai

terjadi pada pasien dengan kerusakan jaringan yang luas, dan beresiko

mengalami perdarahan pasca bedah (Mutaqin, 2013).

2) Deleyed union, deleyed union merupakan kegagalan fraktur bergabung

sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang (Rosyidi k, 2013).

3) Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali

4) Malunion, suatu keaadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam

posisi yang tidak padai seharusnya, membentuk sudut atau miring

5) Infeksi, sistem pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam. Ini

biasanya terjadi pada fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan

bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat (Rosyidi k, 2013).

6) Avaskuler Nekrosis (AVN), AVN terjadi karena aliran darah ketulang rusak

atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang (Rosyidi k, 2013)

17|
2. Open Reduction Eksternal Fixation (OREF)

a) Pengertian

OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang

ditransfiksasikan diatas dan dibawah fraktur, sekrup/pen atau kawat ditransfiksi

dibagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu

batang lain.

b) Indikasi

1) Fraktur terbuka grade II dan III, fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan

lunak

2) Fraktur terbuka yang disertai dengan hilangnya jaringan atau patah tulang

yang parah

3) Fraktur yang sangat kominutif ( hancur dan remuk) dan tidak stabil

4) Fraktur pelviks yang tidak bisa diatasi dengan cara lain

5) Fraktur yang terinfeksi dimana fiksasi internal mungkin tidak cocok

6) Non union yang memerluka kompresi dan perpanjangan

c) Tujuan

1) Memberikan kenyamanan bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen

tulang, mobilisasi awal dan latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga

komplikasi karena imobilisasi dapat diminimalkan

2) Untuk menghilangkan nyeri , nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena

frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah

tersebut

3) Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur

4) Agar terjadi penyatuan tulang kembali, biasanya tulang yang patah akan

menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam

18|
waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang,

sehingga dibutuhkan graft tulang untuk mengembalikan fungsi seperti semula

5) Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya

sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin

d) Sedangkan komplikasinya

1) Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis )

2) Kekakuan pembuluh darah dan saraf.

3) Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non

union

4) Emboli lemak.

5) Overdistraksi fragmen.

e) Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan ORIF dan

OREF

1) Persiapan psikologis

Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang

fiksator eksternal. Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien.

Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan

bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat

ini, begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan

fiksator ini.

2) Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.

Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin

harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat

pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri

tekan, nyeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial

19|
masalah karena tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh

darah.

3) Pencegahan infeksi

Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara

rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus

dijaga kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran, dokter

harus diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan

ukurannya.

4) Latihan isometric

Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa

menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas

cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk

meminimalkan pelonggaran pin ketika terjadi tekanan antara interface pin

dan tulang.

f) Penatalaksanaan dan Perawatan luka post operasi ORIF dan OREF

1) Pencegahan Infeksi

Merawat luka adalah untuk mencegah trauma pada kuit, membran mukosa

atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma , fraktur, luka operasi

yang dapat merusak permukaan kulit. Membersihkan luka, mengobati luka,

dan menutup kembali luka dengan tehnik steril.

2) Tujuan

 Untuk membersihkan luka

 Mencegah masuknya atau meminimalkan resiko infeksi dan komplikasi

situs pin.

 Memberikan pengobatan pada luka

20|
 Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien

 Mengevaluasi tingkat kesembuhan luka

 Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.

 Memeberikan prinsip untuk mendukung pendidikan keluarga sehingga

mereka dapat dengan aman melakukan perawatan pin situs dan mengenali

komplikasi..

3) Prosedur

Tahap pre interaksi

 Membaca catatan perawat untuk rencana perawatan luka

 Mencuci tangan

4) Menyiapkan alat:

 Seperangkat set perawatan luka steril berisi

 Pinset ( 2 anatomis, 1 sirurgis )

 Khasa steril

 Khasa roll steril

 Com 1 buah

 Gunting jairngan steril

 Sarung tangan steril 1

 Sarung tangan bersih 1

 Nacl 0,9 %

 Sabun cair

 Gunting plester

 Jenis balutan (tergantung karakteristik luka, termasuk eksudat)

 Perlak/under pad

 Bengkok

21|
 Masker

 Apron

 Kantong sampah korentang steril

 Troly /meja dorong

5) Tahap orientasi

 Memberikan salam, memanggil klien dengan namanya

 Menjelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien /

keluarga

6) Tahap kerja

 Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan

dimulai

 Memberikkan posisi yang nyaman kepada klien dan menutup tubuh

klien menggunakan selimut atau handuk sehingga hanya area luka yang

terpapar

 Menempatkan kantong sampah terkontaminasi sekali pakai dalam

jangkauan area kerja. Melipat bagian atas kantong sehingga terbentuk

manset

 Susun semua peralatan yang diperlukan di troly dekat pasien ( jangan

dibuka peralatan steril dulu)

 Memakai masker wajah dan pelindung mata jika diperlukan mencuci

tangan secara menyeluruh. Memakai sarung tangan yang bersih sekali

pakai

 Letakkan bengkok di dekat pasien

 Jaga privacy pasien, dengan tutup tirai yang ada di sekkitar pasien, juga

pintu dan jendela

22|
 Mengatur posisi klien, instrusikan pada klien untuk tidak menyentuh

area luka atau peralatan steril

 Mencuci tangan secara seksama Pasang perlak pengalas

 Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester, ikatan

atau balutan dengan pinset

 Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan

perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih

terdapat plester pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol

 Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan

permukaan kotor jauh darl penglihatan klien

 Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan

 Mengangkat balutan secara hati-hati. Melembabkan balutan luka jika

balutan tersebut menempel padakulit klien untuk memudahkan

pengangkatan balutan. Observasi karakter dan jumlah drainase pada

balutan, melepas sarung tangan dan membuang sarung tangan dan

balutan ke dalam kantong sampah yang telah disiapkan/bengkok.

 Buka bak instrument steril.

 Kenakan sarung tangan steril, Inspeksi luka untuk menggunakan jenis

balutan/ moderen dressing

 Basahi kain khasa dengan sabun, bersihkan luka dengan larutan sabun

pada daerah kulit sekitar luka (pegang khasa mengunakan pinset steril)

buang khasa pada kantong sampah, ulangi bila belum bersih

 Cuci luka menggunakan sabun dan Nacl 0,9% pada daerah luka dari

dalam keluar, ulangi apabila belum bersih

 Untuk perawatan pin site

23|
 Hapus kerak di sekitar pin: Bungkus kain kasa steril yang

dibasahi dengan larutan Nacl 0,9 % di sekitar lokasi pin dan

diamkan selama beberapa menit.

 Gunakan kain kasa terpisah untuk setiap situs pin. Saat kerak

melunak, lepaskan dengan kapas (gunakan swab terpisah untuk

setiap situs pin) atau pinset yang dibersihkan dengan alkohol

pada kain kasa steril sebelum menggunakan dan di antara

masing-masing pin.

 Singkirkan drainase jernih atau kuning dengan kapas (gunakan

swab terpisah untuk setiap situs pin) atau pinset yang

dibersihkan dengan alkohol pada kain kasa steril sebelum

menggunakan dan di antara masing masing pin.

 Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka

 Gunakan balutan sesuai kondisi luka (alginate)

 Tutup kassa steril kering pada seluruh permukaan luka

 Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan atau balutan,

Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya

 Bantu klien pada posisi yang nyaman

 Rapikan alat

 Cuci tangan

 Dokumentasikan seluruh informasi ke dalam catatan terintegras

24|
25|
26|
C. Tehnik Membalut Dan Bidai

1. Membalut

a. Defenisi, Membalut adalah tindakan untuk menyangga atau menahan bagian tubuh

agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.

b. Tujuan

1) Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya

2) Mencegah terjadinya pembengkakan

3) Menyokong bagian badan yang cidera dan mencegah agar bagian itu tidak

bergeser

4) Menutup agar tidak kena cahaya, debu dan kotoran

c. Alat dan Bahan

1) Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga

2) Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi

3) Pita adalah pembalut gulung

4) Kassa steril

d. Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga

1) Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan

berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50 – 100 cm.

2) Pembalut ini bisa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak

tangan, pinggul, telapak kaki dan untuk menggantung tangan

3) Cara membalut dengan mitela :

 Salah satu sisi mitella dilipat 3 – 4 cm sebanyak 1 – 3 kali

 Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan diluar bagian yang akan

dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan

27|
 Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan

b, atau diikatkan pada tempat lain maupun dapat dibiarkan bebas, hal ini

tergantung pada tempat dan kepentingannya

4) Gambar cara membalut dengan mitela :

 Luka pada atap tengkorak

 Luka pada dada

28|
 Lengan yang cedera

 Telapak kaki

Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi

1) Pembalut ini adalah mitella yang dilipat – lipat dari salah satu sisi segitiga agar

beberapa lapis dan berbentuk seperti pita dengan kedua ujung – ujungnya lancip dan

lebarnya antara 5 – 10 cm

2) Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala

yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis dan kaki terkilir

3) Cara membalut dengan dasi :

 Pembalut mitella dilipat – lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita

dengan masing – masing ujung lancip

 Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat

diikatkan

 Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat

arahnya saling menarik

 Kedua ujungnya diikatkan secukupnya

4) Gambar cara membalut dengan dasi :

 Luka pada mata

29|
 Luka pada dagu

 Luka pada ketiak


 Luka pada siku

Pita adalah pembalut gulung


1) Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan elastis:
2) Macam – macam pembalut dan penggunaanya :
 Lebar 2,5 cm : biasa untuk jari – jari
 Lebar 5 cm : biasa untuk leher dan pergelangan tangan
 Lebar 7,5 cm :biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
 Lebar 10 cm : biasa untuk paha dan sendi panggul
 Lebar > 10 – 15 cm : biasa untuk dada, perut dan punggung
3) Cara membalut dengan pita :
 Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalutan pita
ukuran lebar yang sesuai
 Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang
diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh yang akan
dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan
saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan
berikutnya

30|
 Kemudian ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung yang lain Secukupnya
4) Gambar cara membalut dengan pita
 Pada kepala
 Pada lengan
 Pada tumit
 Pada telapak tangan

Kassa steril
1) Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang
sudah diberi obat – obatan (antibiotik, antiplagestik)
2) Setelah ditutup kassa itu kemudian baru dibalut

Prosedur Pembalutan

1. Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini :
 Bagian dari tubuh yang mana ?
 Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
 Bagaimana luas luka tersebut ?
 Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak ?
2. Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan ! dapat salah satu atau kombinasi
3. Sebelum dibalut jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan
pembalut yang mengandung desinfektan atau dislokasi perlu direposisi
4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
 Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu
difiksasi
 Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
 Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita

31|
 Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan berlapis, lapis yang

paling bawah letaknya disebelah distal

 Tidak mudah kendor atau lepas

2. Pembidaian

a) Pengertian, Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan

lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar

bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi). Balut bidai adalah

tindakan memfiksasi /mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cidera

dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai

fiksator /imobilisator.

b) Tujuan

1) Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah

2) Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah

3) Mengurangi rasa nyeri

4) Mempercepat penyembuhan

5) Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi nyeri dan

mencegah kerusakan lebih lanjut.

6) Mempertahankan posisi yang nyaman.

7) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cidera.

8) Memperrtahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak bergerak

9) Memberikan tekanan

10) Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi

11) Memudahkan dalam transportasi penderita.(Suddarth, 2002)

c) Prinsip Pembidaian

32|
1) Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami

cidera ( korban yang dipindahkan)

2) Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu

harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang

3) Melewati minimal dua sendi yang berbatasan

d) Syarat-syarat Pembidaian

1) Siapkan alat – alat selengkapnya

2) Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang

diukur dulu pada anggota badan korban yang tidak sakit

3) Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor

4) Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan

5) Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah

tempat yang patah

6) Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai

7) Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas

Gambar Pembidaian Pada Patah Tulang Tungkai Bawah

Gambar Pembidaian Pada Patah Tulang Lengan Atas

33|
e) Persiapan Pasien

1) Inspeksi adanya gangguan integritas kulit yang ditandai dengan abrasi,

perubahan warna, luka, atau edema. (Lihat dengan teliti daerah penonjolan

tulang).

2) Observasi sirkulasi dengan mengukur suhu permukaan, warna kulit, dan

sensasi bagian tubuh yang akan dibalut.

3) Khusus untuk di Unit Gawat Darurat, perhatikan jika ada luka maka

bersihkan luka, dan berikan balutan atau jahitan jika luka terbuka.

4) Khusus untuk di Unit Perawatan, Kaji ulang adanya program khusus dalam

catatan medis yang berhubungan dengan pemasangan perban elastic.

Perhatikan area yang akan dipasang perban, jenis perban yang dibutuhkan,

frekuensi penggantiannya dan respon sebelumnya terhadap terapi.

5) Kaji kebutuhan atau kelengkapan alat.

6) Menjelaskan prosedur kepada klien. Jelaskan bahwa tekanan lembut dan

ringan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi vena,

mencegah terbentuknya bekuan darah, mencegah gerakan lengan,

menurunkan/mencegah timbulnya bengkak, memfiksasi balutan operasi dan

memberikan tekanan.

7) Mengatur posisi pasien

8) Mencuci tangan.

f) Indikasi Pembidaian

1) Fraktur (Patah Tulang)

2) Terkilir

3) Luka terbuka

4) Penekanan untuk menghentikan pendarahan

34|
g) Kontra Indikasi

1) Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran nafas,

pernafasan dan sirkulasi penderita sudah distabilkan. Jika terdapat

gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada distal daerah

fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah

sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

2) Hipermobilitas

3) Efusi Sendi

4) Inflamasi

5) Fraktur humeri dan osteoporosis

D. Perawatan Traksi dan Gips

1. Prosedur Perawatan Traksi

a. Pengertian, Traksi adalah suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh.

b. Tujuan pemasangan traksi:

1) Untuk mengurangi dan untuk immobilisasi fraktur tulang agar terjadi

pemulihan

2) Untuk mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat

3) Untuk menghindari cedera dari jaringan lunak

4) Untuk memperbaiki, mengurangi atau mencegah deformitas

5) Untuk mengurangi spasme otot dan nyeri

c. Indikasi

1) Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur plato tibia

2) Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk traksi jenis ini adalah untuk

mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa

dan diperbaiki lebih lanjut

35|
3) Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas

4) Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi

vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi

5) Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang

mengalami patah tulang paha

6) Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang

pada korpus pemoralis orang dewasa

7) Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 tahun

sampai dewasa muda

d. Kontraindikasi

1) Hipermobilitas

2) Efusi sendi

3) Inflamasi

4) Fraktur humeri dan osteoporosis

e. Jenis traksi

1) Skin Traksi

Traksi kulit (skin traksi) adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan

menempelkan plaster langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,

membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera dan biasanya

digunakan untuk jangka pendek (48 -72 jam). Traksi kulit menunjukkan

dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena

melalui jaringan lunak.(Suddarth, 2002)

2) Skeletal Traksi

3) Traksi skeletal adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang

cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins

36|
(kawat) ke dalam. Traksi ini menunjukkan tahanan dorongan yang di

aplikasikan langsung ke skeleton melalui pins, wire atau buat yang telah

dimasukkan kedalam tulang. Untuk melakukan ini berat yang besar dapat

digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk

mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur

membutuhkan traksi jangka panjang.

f. Prosedur

1) Pra interaksi

2) Persiapan alat pada skin traksi

 Pisau cukur

 Balsam perekat

 Alat rawat luka

 Katrol dan pulley

37|
 Beban

 Bantalan conter traksi

 Bantal kasur

 Gunting

 Bolpoint untuk penanda/marker

3) Persiapan alat traksi kulit

 Bantal keras (bantal pasir)

 Bedak

 Kom berisi air putih

 Handuk

 Sarung tangan bersih

4) Persiapan alat pada traksi skeletal

 Zat pembersih untuk perawatan pin

 Set ganti balut

 Salep anti bakteri

 Kantung sampah infeksius

 Sarung tangan steril

 Kapas lidi

 Povidone iodine

 Kasa steril

 Nierbekken

5) Orientasi

- Berikan salam dengan menyebut nama

- Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan

- Menjaga privacy

38|
6) Tahap kerja

 Pelaksanaan prosedur

 Mencuci tangan

 Gunakan handscoon

 Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)

 Bila ada luka dirawat dulu

 Bila banyak rambut/bulu dicukur

 Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan ballpoint

 Beri balsam perekat bila perlu

 Ambil skin traksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian medial

dan lateral kaki secara simetris dengan tetap menjaga immobilisasi

fraktur

 Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur

 Masukkan tali pada pulley katrol

 Sambungkan tali pada beban (1/7 BB = maksimal 5 kg)

 k/p pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga kaki

 atur posisi pasien yang nyaman dan rapikan

 beritahu pasien bahwa tindakan selesai dan beri pesan agar

memanggil perawat jika ada keluhan

- Skin traksi

 Cuci tangan dan pasang sarung tangan

 Cuci, kertingkan dan beri bedak kulit sebelum traksi dipasang

kembali

 Lepas sarung tangan

39|
 Anjurkan pasien untuk menggerakkan ekstremitas distal yang

terpasang traksi

 Berikan bantalan di bawah ekstremitas yang tertekan

 Berikan penyokong kaki (footplates) dan lepaskan tiap 2 jam lalu

anjurkan pasien latihan ekstremitas bawah untuk fleksi, ekstensi dan

rotasi

 Lepas traksi tiap 8 jam atau sesuai instruksi

- Traksi skeletal

 Cuci tangan

 Atur posisi pasien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk

mempertahankan tarikan traksi yang optimal

 Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan

steril

 Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin menggunakan kapas lidi

dengan tekhnik menjauh dari pin (dari dalam ke luar)

 Beri salep antibakteri jika diperlukan atau sesuai protokol tutup kasa

di lokasi penusukan pin

 Lepas sarung tangan

 Buang alat-alat yang telai dipakai dalam plastik khusus infeksius

 Cuci tangan

 Anjurkan pasien menggunakan trapeze untuk membantu dalam

pergerakan di tempat tidur selama ganti alat dan membersihkan area

punggung/bokong

 Beri posisi nyaman

40|
 Terminasi

- Bereskan alat, rapikan tempat tidur dan pasien

- Lepaskan handscoon

- Evaluasi hasil kesgiatan

- Berikan umpan balik positif pada pasien

- Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, respon pasien dan catat

kulit atau cairan yang keluar di sekitar traksi jika menggunakan skin

traksi.

3. Perawatan Gips

a) Pengertian

Gips merupakan immobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak mengikuti

kontur tubuh tempat gips dipasang. Gips juga merupakan balutan ketat yang

digunakan untuk immobilisasi bagian tubuh dengan menggunakan bahan gips

tioe plester dan fiberglass.

b) Tujuan pemasangan gips

1) Untuk immobilisasi bagian tubuh pada posisi tertentu

2) Untuk immobilisasi dan menyangga tubuh yang fraktur

3) Untuk mencegah deformitas

4) Immobilisasi kasus dislokasi sendi

5) Koreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada deformitas sendi

lutut serta talipes ekuinovarus congenital

c) Indikasi pemasangan gips

1) Fraktur

2) Dislokasi tulang

3) Koreksi deformitas tulang

41|
d) Jenis gips

1) Short arm cast, dipasang pada bawah siku sampai palmar / telapak tangan

2) Long arm cast, dipasang di atas axillary sampai proximal palmar

3) Short leg cast, dipasang di bawah lutut sampai kaki

4) Long leg cast, diapasang di atas dan 1/3 bagian paha sampai kaki

5) Walking cast, a short atau long leg cast untuk memberikan kekuatan

6) Body cast, dipasang mengelilingi badan

7) Spica cast dipasang pada sebagian badan dan satu ekstremitas

8) Shoulder spica cast dipasang pada sebagian kecil badan dan shoulder

hingga siku

9) Hip spica cast dipasang pada sebagian kecil badan dan ekstremitas bawah

e) Prosedur

1) Persiapan alat
 Gips
 Sarung tangan
 Baskom/ember berisi air bersih
 Set perawatan luka
2) Persiapan pasien
 Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan beserta tujuannya
secara mendetail
3) Prosedur pelaksanaan
 Cuci tangan
 Jika terdapat luka di sekitar tempat yang akan dilakukan pemasangan
gips, bersihkan dan kaji luka. Laporkan pada dokter jika ada kotoran
atau partikel asing yang tidak dapat diangkat.
 Pasang stockinett. Stockinette dipasang di atas tungkai dan harus
dipotong beberapa inci lebih panjang dari perkiraan panjang akhir dari
gips sehingga bagian berlebih dapat ditarik untuk menutupi kulit
pasien. berlebih dapat ditarik untuk menutupi kulit pasien. Pastikan

42|
berukuran tepat dan tanpa kerutan untuk menghindari titik tekanan
pada jaringan di bawahnya.
 Gunakan bantalan atau gulungan kasa pada tungkai untuk mengelilingi
lokasi fraktur. Bantalan tambahan mungkin diperlukan untuk
penonjolan tulang tetapi terlalu banyak bantalan akan menambah
tekanan.
 Bungkus lapisan pertama tanpa meregangkan bantalan tersebut dari
distal proximal
 Pasang lapisan kedua dengan lebih ketat dari proksimal distal
 Masukkan gulungan bahan gips plester kedalam air bersih dalam
ember satu demi satu lalu air diperas kemudian perban tersebut
dipasang mengelilingi lokasi tubuh yang terluka. Bahan sintetik tidak
perlu ditenggelamkan dalam air. Saat pemasangan gips, sanggahlah
tungkai dari bawah, dengan hanya menggunakan telapak tangan untuk
menghindari tekanan berlebihan hanya pada satu area.(Suddarth, 2002)
 Ujung jari tidak boleh menekan gips dan tidak boleh bersandar pada
permukaan keras atau tajam. Hal tersebut dapat menyebabkan gips
menjadi rata dan dapat menciptakan tekanan
 Segera setelah prosedur selesai kulit pasien harus dibersihkan dari
bahan gips yang berlebihan
 Rapikan alat dan pasien
 Dokumentasikan apa yang telah dilakukan dan catat respon pasien
4) Hal-hal yang harus diperhatikan setelah pemasangan gips
 Awasi adanya tanda-tanda sindrome kompartemen, emboli lemak, dan

DVT

 Hindari terkena air

 Tidak disarankan untuk menggunakan alat apapun untuk menggaruk

jika pada permukaan kulit yang dibalut terasa gatal

 Tidak disarankan mengangkat sesuatu yang berat atau mengubah posisi


ataupun ukuran gypsum
 Jangan menggunakan lotion deodorant bedak tabur atau minyak di

dekat gips.

43|
44|
45|
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ambulasi adalah latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa tergesa-gesa

untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis. Ambulasi dini adalah

tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun

dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat

sesuai dengan kondisi pasien.

ORIF adalah tindakan invasif bedah fiksasi internal dengan dengan tujuan untuk

mempertemukan serta memfiksasi kedua ujung fregmen tulang yang patah dengan

menggunakan pin, sekrup, kawat, batang atau lempeng untuk mempertahankan reduksi.

OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya

tulang ditransfiksasikan diatas dan dibawah fraktur, sekrup/pen atau kawat ditransfiksi

dibagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang

lain.

Traksi adalah suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi

digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan dan

mengimobilisasi fraktur,untuk mengurangi deformitas dan menambah ruang antara dua

permukaan patahan tulang.

Gips merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih tang

mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah imobilisasi eksternal yang kaku

yang dicetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips dipasang.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa keperawatan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan dengan memenuhi kebutuhan dasar pasien. Adapun

46|
saran,tanggapan, dan kritikan yang membangun dari teman-teman sangat kami terima

demi menyempurnakan makalah kami. Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan dapat

dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan

dan lebih baik lagi dari yang sebelumnya.

47|
DAFTAR PUSTAKA

Blace, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk

Hasil Yang Diharapkan (Edisi 8. B). SINGAPORE: Elsevier.

Jacob, A., R, R., & Tarachnand, J. S. (2014). Buku Ajar Clinical Nursing Procedures Jilid

Satu. (M. C. da Silva, Ed.) (2nd ed.). Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA.

Perry, A. G., Potter, P. A., & Ostendorf, W. R. (2014). Clinical Nursing Skills & Techniques

(8th ed.). Missouri: ELSEVIER.

Suddarth, B. &. (2002). BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. (S. K. Monica

Ester, Ed.) (edisi 8 vo). Jakarta: EGC.

48|

Anda mungkin juga menyukai