Anda di halaman 1dari 18

Kelas : IPSAK F

Kelompok :3

INTERPRETASI – PSAK
Nomor: 19
tentang
“Aset Tak Berwujud ”
dan
kasus
“PT. UNILEVER TBK ”

Disusun Oleh:
1. Esva Widya (201610170311280)
2. Ramsyila (201610170311283)
3. Eni Sulistyowati (201610170311)
4. Hammim Nur Izzati (201610170311)

Dosen Koordinator : Gina Harvienty, SE., M.Si., Ak., CA


Dosen Pengampu : Mudrifah, SE., MM

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Muhammadiyah Malang
Oktober, 2019
BAB I

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

COMPANY PROFILE PT. UNILEVER TBK

1. Jenis Perusahaan : Publik


Bentuk perusahaan: Bentuk perusahaan ini adalah Multinasional
2. Bidang Usaha : Bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran dan
penjualan kecap, saus cabe dan saus-saus lain dengan merk dagang Bango, Parkiet
dan Sakura dan merek-merek lain.
3. Produk : produk dari berbagai kategori, seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove,
Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Wall’s, Royco, Bango, dan
masih banyak lagi.
4. Tentang Unilever Indonesia
Sejak didirikan pada tanggal 5 Desember 1933, Unilever Indonesia telah
tumbuh menjadi salah satu perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG)
terkemuka di Indonesia. Kami telah menemani masyarakat Indonesia melalui produk
dari berbagai kategori, seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear,
Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Wall’s, Royco, Bango, dan masih banyak
lagi.
Setelah lebih dari 85 tahun berdiri, misi kami tidak pernah berubah yaitu
memasyarakatkan kehidupan yang berkelanjutan (ramah lingkungan dan memberikan
manfaat positif kepada masyarakat). Kami selalu berupaya untuk menciptakan masa
depan yang lebih baik setiap harinya melalui produk-produk dan kampanye kami.
Kami juga menginspirasi masyarakat untuk mengambil tindakan kecil dalam
kehidupan sehari-hari agar dapat menambah perubahan besar bagi dunia. Dalam
melakukan bisnis, kami telah mengembangkan cara-cara baru yang akan
memungkinkan kami terus berkembang seraya mengurangi dampak lingkungan dan
meningkatkan dampak sosial positif bagi masyarakat.
Saham Unilever Indonesia pertama kali dibuka untuk publik pada tahun 1981
dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak 11 Januari 1982. Pada akhir 2015,
Unilever Indonesia menjadi perusahaan terbesar keempat berdasarkan kapitalisasi
pasar di Bursa Efek Indonesia.
Bagi kami, sumber daya manusia adalah pusat dari semua kegiatan
perusahaan. Hal ini telah menjadi prioritas kami untuk mengembangkan
profesionalisme, keseimbangan hidup, dan kapasitasi dari 6.000 lebih karyawan kami
untuk berkontribusi pada perusahaan. Kami juga telah mengelola dan
mengembangkan bisnis secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Nilai-nilai dan
standar perushaan kami ditetapkan dalam Code of Business Principles (CoBP) kami
yang juga dibagikan dengan mitra bisnis kami, termasuk pemasok dan distributor.
Sebagai perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial, Unilever Indonesia
memiliki program Sustainability atau Keberlanjutan yang dilakukan berdasarkan
prinsip Unilever Sustainable Living Plan (USLP). USLP terdiri dari tiga pilar, yaitu
Meningkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan, Mengurangi Dampak Lingkungan, dan
Meningkatkan Mata Pencaharian.
Saat ini, Unilever Indonesia memiliki 44 brand dan juga sembilan pabrik yang
bertempat di area industri Jababeka- Cikarang, Rungkut-Surabaya, dan kantor pusat di
Tangerang. Kesembilan pabrik kami, serta produk-produk yang dihasilkan dari
sembilan pabrik tersebut telah mendapatkan sertifikasi dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Kami memiliki 1.000 stock keeping unit (SKU) yang dipasarkan melalui lebih
dari 800 jaringan distributor independen yang menjangkau ratusan ribu toko di
seluruh Indonesia.
5. Laporan Kinerja Keuangan
Laba emiten consumer goods, PT Unilever Indonesia Tbk., tertekan sebesar 4,37%
pada kuartal I/2019, sejalan dengan penjualan yang turun tipis 0,76% pada periode yang
sama.
Berdasarkan laporan keuangan yang berakhir 31 Maret 2019 unaudited, emiten
dengan kode saham UNVR ini mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp10,66 triliun, turun
0,76% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,75 triliun.
Penjualan berasal dari segmen home and personal care (HPC) sebesar Rp7,47
triliun, diikuti segmen foods and refreshement (F&R) sebesaR Rp3,20 triliun. Penjualan di
segmen HPC mengalami kenaikan sebesar 2,61% secara tahunan, sedangkan di segmen
F&R turun 7,83%.Berdasarkan segmen geografis, penjualan dalam negeri tumbuh 0,49%
menjadi Rp10,19 triliun, sedangkan penjualan ekspor turun 21,54% menjadi Rp478,44
miliar. Lebih lanjut, harga pokok penjualan naik 1,99% menjadi Rp5,36 triliun. Sehingga
laba kotor turun 3,40% menjadi Rp5,31 triliun. Dengan demikian, perseroan mencetak laba
sebesar Rp1,75 triliun pada kuartal I/2019, turun 4,37% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun.
Total aset perseroan per 31 Maret 2019 sebesar Rp22,04 triliun, naik 8,43% secara
tahunan. Jumlah liabilitas dan ekuitas masing-masing sebesar Rp12,98 triliun dan Rp9,06
triliun.
6. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi

Pt. Unilever Indonesia Tbk

Presiden Director

Sekertaris
Audit Internal
Perusahaan

Director Directur Director Ice Directur Director


Home & Custom Cream & Director
Human Supply
Personal er Marketing Foods
Resource & Chain
Care Develop Service Corporate
ment
BAB II

RINGKASAN PSAK NO 19 (ASET TIDAK BERWUJUD)

1. Identifikasi Akun
Definisi aset tak berwujud mensyaratkan keteridentifikasian untuk aset tak
berwujud sehingga dapat di bedakan dari goodwill.
1. Aset tak berwujud adalah aset non moneter yang teridentifikasi tanpa wujud fisik.
Contohnya : piranti lunak computer, hak paten, hak cipta, film, daftar pelanggan,
hak pelayanan jaminan, izin penangkapan ikan, kuota impor, waralaba, hubungan
dengan pemasok atau pelanggan, loyalitas pelanggan, pangsa pasar, dan hak
pemasaran.
2. Amortisasi adalah alokasi sistematis jumlah tersusutkan aset takberwujud selama
umur manfaatnya.
3. Aset tak bewujud pada awalnya diakui sebesesar biaya perolehan. Biaya
perolehan aset tak berwujud terdiri dari :
a. harga beli, termasuk bea masuk dan pajak pembelian yang tidak dapat
direstitusi setelah dikurangi diskon dan rabat;dan
b. seluruh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam mempersiapkan
untuk digunakan sesuai intensinya.

2. Pengakuan
1. Aset tak berwujud diakui ketika suatu entitas memperoleh manfaat ekonomi masa
depan dari aset tersebut, dan biaya perolehan aset tersebut dapat diakui secara
andal. Aset tak berwujud diberhentikan pengakuannya jika : (a) dilepas, atau (b)
ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomis masa depan yang diperkirakan dari
penggunaan atau pelepasannya. Pengeluaran atas aset tak berwujud diakui
sebagai beban pada saat terjadinya.
2. Amortisasi diakui sebagai beban amortisasi setelah dilakukan amortisasi
menggunakan metode garis lurus.
3. Pengakuan biaya perolehan dalam jumlah tercatat aset tak berwujuddihentikan
pada saat asset tersebut berada pada kondisi yang diperlukan agar aset tersebut
siap digunakan dengan cara yang diintensikan oleh manajemen. Oleh karena itu,
biaya yang terjadi dalam menggunakan atau mengembangkan kembali aset
takberwujud tidak termasuk dalam jumlah tercata aset. Sebagai contoh, biaya
berikut ini tidak termasuk dalam jumlah tercatat dari aset tak berwujud :
a). biaya yang dikeluarkan saat aset sudah dapat digunakan seesuai dengan cara
yang diintensikan manajemen tetapi aset tersebut belum digunakan; dan
b). kerugian operasi awal, seperti halnya dengan biaya yang timbul ketika
permintaan atas output dari aset meningkat.
4. Biaya perolehan aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal sebagaimana
dimaksud di paragraf 24 adalah jumlah pengeluarn yang terjadi sejak tanggal
asset takberwujud pertama kali memenuhi kriteria pengakuan sebagaimana diatur
di paragraf 21,22, dan 57. Paragraf 71 melarang pengeluaran yang diakui sebagai
beban pada laporan keuangan tahunan atau laporan keuangan interim periode
sebelumnya untuk diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset takberwujud.

3. Pengukuran
1. Aset tak berwujud pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Dalam
mengakui suatu item sebagai aset tak berwujud, entitas perlu menunjukkan bahwa
item tersebut : (1) Memenuhi definisi aset tak berwujud dan (2) Memenuhi
kriteria pengakuan.
Pengukuran Setelah Akuisisi
Suatu entitas harus memilih model biaya perolehan atau model revaluasi
untuk setiap kelompok aset tak berwujud.
Model biaya perolehan : setelah pengakuan awal, aset tak berwujud harus
dicatat atas dasar biaya perolehan dikurang dengan amortisasi dan rugi karena
penurunan nilai.
Model Revaluasi : aset tak berwujud dicatat atas dasar suatu jumlah yang
direvaluasi (nilai wajar) dikurang dengan amortisasi dan rugi karena penurunan
nilai, hanya bila nilai wajar dapat ditentukan melalui referensi suatu pasar yang
aktif. Pasar yang aktif semacam itu diharapkan tidak umum untuk aset tidak
berwujud. Revaluasi harus dilakukan dengan aturan tersebut yang pada akhir
periode pelaporan nilai tercatat dari aset tersebut tidak berbeda secara material
dengan nilai wajarnya.
2. Amortisasi diukur berdasarkan masa manfaat ketika aset tersedia untuk
digunakan. Amortisasi harus diberhentikan pada waktu yang lebih dulu antara
ketika aset digolongkan tersedia untuk dijual atau tanggal ketika aset
diberhentikan pengakuannya. Metode yang digunakan harus menggambarkan
pola konsumsi atas manfaat aset. Aset tak berwujud dengan masa manfaat tak
terbatas tidak diamortisasi. Namun, masa manfaat harus ditelaah setiap akhir
periode. Aset tak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas suatu saat bisa
menjadi terbatas karena adanya perubahan estimasi dan indikasi penurunan nilai.
3. biaya perolehan aset takberwujud yang dihasilkan secara internal terdiri dari
seluruh biaya yang dibutuhkan, yang dapat diatribusikan secara langsung untuk
membuat, menghasikan, dan mempersiapkan asset tersebut sehingga siap untuk
digunakan sesuai dengan intensi manajemen. Contoh dari biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung adalah :
a). biaya bahan baku dan jasa yang digunakan atau dikonsumsi dalam
menghasilkan aset takberwujud;
b). biaya imbalan kerja (sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 24: imbalan
kerja) yang timbul dalam menghasilkan aset takberwujud tersebut;
c). fee untuk mendaftarkan hak hukum; dan
d). amortisasi paten dan lisensi yang digunakan untuk menghasilkan aset tak
berwujud tersebut.

4. Penyajian
1. Di dalam PSAK 19 aset tak berwujud disajikan dalam neraca.
2. Amortisasi aset tak berwujud termasuk dalam pos yang disajikan dalam laporan
laba rugi komprehensip.

5. Pengungkapan
1. Aset tak berwujud diungkapkan di Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
Entitas mengungkapkan hal berikut untuk setiap kelompok aset tak berwujud,
dipisahkan antara aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tak
berwujud lain :
a. Umur manfaat tidak terbatas atau terbatas;
b. Metode amortisasi yang digunakan untuk aset tak berwujud dengan umur
manfaat terbatas;
c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (secara agregat dengan
akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;
d. Rekonsiliasi atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode.

2. Amortisasi dalam pengungkapannya dijelaskan menggunakan metode garis lurus.


Untuk aset takberwujud dengan umur manfaat tak terbatas tidak diamortisasi,
maka entitas harus mengungkapkan jumlah tercatat dan alasan yang mendukung
bahwa aset tidak berwujud itu memiliki masa manfaat yang tidak terbatas.
BAB III

INTERPRETASI PSAK 19 di PT. UNILEVER TBK

1. Identifikasi Akun
a. Aset Tak Berwujud

Akun yang muncul pada laporan keuangan pada PT. Unilever Tbk, adalah
Aset Tak Berwujud yang termasuk didalamnya adalah merek dagang, perangkat
lunak dan lisensi perangkat lunak. Di tahun 2018, penambahan aset tak berwujud
berasal dari merek dagang Seru. (Tinjauan Keuangan, hal 121)

Aset tak berwujud timbul dari perolehan atas merek yang berhubungan dengan
produk Hazeline, Bango, Buavita, dan Seru yang diperoleh masing-masing pada tahun
1996, 2001, 2008, dan 2018, serta perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak yang
diperoleh dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2018. (Tinjauan Keuangan, hal 121)

b. Amortisasi

Pada laporan keuangan pada PT. Unilever Tbk, penurunan nilai tercatat bersih
aset tak berwujud dikarenakan adanya amortisasi sepanjang tahun 2018. (Tinjauan
Keuangan, hal 121)

2. Pengakuan
a. Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud diakui ketika suatu entitas memperoleh manfaat ekonomi
masa depan dari aset tersebut, dan biaya perolehan aset tersebut dapat diakui secara
andal. Aset tak berwujud diberhentikan pengakuannya jika : (a) dilepas, atau (b)
ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomis masa depan yang diperkirakan dari
penggunaan atau pelepasannya. Pengeluaran atas aset tak berwujud diakui sebagai
beban pada saat terjadinya.
Salah satu aset yang dimiliki perusahaan diakui sebagai aset tak berwujud, dan
pengakuannya terjadi pada saat tanggal perolehan. Merek dagang yang diperoleh
sebagai bagian dari kombinasi bisnis diakui sebesar nilai wajar pada tanggal
perolehannya. Perseroan menentukan apakah masa manfaat merek dagang terbatas
atau tidak terbatas dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang relevan. Masa
manfaat merek dagang ditelaah pada setiap periode pelaporan untuk menentukan
apakah peristiwa dan kondisi terkini dapat terus mendukung penilaian bahwa masa
manfaat tetap tidak terbatas. (2m, hal 333)

Berdasarkan uraian aset tak berwujud yang dilaporkan dalam laporan


keuangan dan CALK perusahaan sudah sesuai dengan pelaporan menurut PSAK. Aset
tak berwujud yang disajikan dalam laporan keuangan di akui pada saat perolehan aset
tak berwujud.

Gambar 1. Pengakuan Aset takberwujud dalam perusaahan


b. Amortisasi
Perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak memiliki masa manfaat yang
terbatas dan diukur sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi amortisasi.
Amortisasi dihitung dengan menggunakan metode garis lurus untuk mengalokasi
biaya perolehan sepanjang estimasi masa manfaatnya.
Dalam pelaporan keuangan dan CALK yang telah disajikan oleh perusahaan
sesuai dengan PSAK amortisasi aset tak berwujud. Dengan demikian amortisasi yang
dilakukan oleh perusahaan menggunakan metode garis lurus selama umur manfaat
ekonominya dan dievaluasi apabila terdapat indikator adanya penurunan nilai aset tak
berwujud.

Gambar 2. Pengakuan Aset takberwujud dalam perusaahan

3. Pengukuran
a. Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Dalam
mengakui suatu item sebagai aset tak berwujud, entitas perlu menunjukkan bahwa
item tersebut : (1) Memenuhi definisi aset tak berwujud dan (2) Memenuhi kriteria
pengakuan. Suatu entitas harus memilih model biaya perolehan atau model revaluasi
untuk setiap kelompok aset tak berwujud.

Aset tak berwujud yang diperoleh secara terpisah diukur sebesar nilai
perolehan pada pengakuan awal. Setelah pengakuan awal sebesar Rp
828.713.000.000, aset tak berwujud dicatat pada biaya perolehan dikurangi akumulasi
amortisasi dan akumulasi rugi penurunan nilai. Dalam CALK perusahaan pada
tangganl 31 Desember 2018 dan 2017, aset tak berwujud timbul dari perolehan atas
merk yang berhubungan dengan produk hazeline, Bango, Buavita, Hijab Fresh dan
Seru yang diperoleh berturut-turut pada tahun 1996, 2001, 2008, 2017, dan 2018 serta
perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak yang diperoleh dari tahun 2004 sampai
dengan tahun 2018.

b.

Gambar 3. Pengukuran aset tak berwujud dan amortisasi dalam peusahaan

b.Amortisasi
Amortisasi diukur menggunakan harga perolehan dibagi ndengan umur
manfaat aset tak berwujud. Aset tak berwujud dengan umur manfaat terbatas
diamortisasi selama umur manfaat ekonomi dan direvaluasi apabila terdapat indikator
adanya penurunan nilai untuk aset tak berwujud. Periode dan metode amortisasi untuk
aset tak berwujud dengan umur ekonomis ditelaah setidaknya setiap akhir periode
tutup buku.

4. Penyajian
a. Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan sebagai aset tak
lancar. Pelaporan aset tak berwujud dalam laporan keuangan disajikan dalam akun
aset tak berwujud-bersih, dimana dalam aset tak berwujud bersih terdapat akun aset
tak berwujud dalam bentuk lisensi atas peranti lunak. Dalam laporan posisi keuangan
di laporkan nilai buku pada tahun 2017 sebesar Rp 390.838.000.000 dan tahun 2018
sebesar Rp 434.205.000.000

Berdasarkan acuan PSAK 19 aset tak berwujud menyajikan dalam laporan


posisi keuangan sudah tepat diimplementasikan oleh perusahaan dalam melaporkan
aset tak berwujud yang di milikinya. Informasi pelaporan aset tak berwujud dalam
laporan posisi keuangan dilengkapi dengan adanya CALK yang telah disajikan oleh
perusahaan.
b. Amortisasi
Dalam PSAK 19 amortisasi aset tak berwujud dilaporkan dalam laporan laba
rugi komprehensif. Laporan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi
komprehensif adalah beban amortisasi aset tak berwujud.
Beban amortisasi disajikan dalam Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif, penyajian beban amortisasi dan kerugian dari penurunan nilai
tersebut berhubungan dengan beban operasi sebagai bagian dari beban
administrasi dan umum.
Setelah menelaah hasil dari implementasi penyajian beban amortisasi aset tak
berwujud yang di sajikan oleh perusahaan, sudah sesuai dengan PSAK 19.
Adapun beban amortisasi dari implementasi perusahaan diklasifikasikan ke dalam
EBITDA (36, hal 390)

Gambar 4. Penyajian Aset takberwujud dalam perusaahan

Gambar 5. Penyajian Aset takberwujud dalam perusaahan


5. Pengungkapan

PT. Unilever Tbk mengungkapkan informasi aset tak berwujud pada catatan
atas laporan keuangan. Informasi yang diungkapkan oleh perusahaa antara lain;

a. Jenis aset tak berwujud


Aset tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan adalah lisensi perangkat
lunak dan software.
b. Jumlah tercatat
Saldo awal 1 januari 2018 aset tak berwujud adalah Rp 828.713.000.000
dan saldo akhir periode yaitu Rp 894.741.000.000. Hal ini disebabkan
karena terdapat penambahan aset tak berwujud.

3.2 Interpretasi PSAK 19


1. Identifikasi Akun
a. Aset Tak Berwujud
Akun yang terdapat pada laporan keuangan adalah aset tak berwujud,
hal ini sesuai dengan PSAK 19 yang menyatakan bahwa aset tak berwujud
teridentifikasi jika manfaat ekonomik aset tak berwujud dapat mengalir ke
entitas dan aset tak berwujud dikendalikan penuh oleh perusahaan.
Pengendalian atas aset dibuktikan dengan adanya struktur unit bisnis atau anak
perusahaan yang langsung dikendalikan penuh oleh perusahaan pusat.
b. Amortisasi

Amortisasi berhubungan termasuk pada biaya operasional lain pada


laporan laba/rugi. Hal ini sudah sesuai dengan PSAK 19 dimana amortisasi
dibebankan pada laporan laba/rugi selama umur manfaatnya dan dialokasikan
secara sistematis.

2. Pengakuan
a. Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud adalah aset non moneter teridentifikasi tanpa wujud
fisik. Definisi tersebut sudah sesuai dengan aset tak berwujud yang dimiliki
perusahaan berupa lisensi perangkat lunak dan software yang merupakan aset
yang fisiknya tidak dapat diketahui (tanpa wujud fisik). PSAK 19
menyebutkan salah satu kriteria pengakuan adalah kemungkinan besar entitas
akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut. Manfaat
masa depan yang akan mengalir ke entitas dapat dibuktikan dengan melihat
bahwa terdapat lisensi piranti lunak yang dimiliki oleh perusahaan sehingga
dapat membantu perusahaan dalam memberikan izin, hak, dan batasan antar
perusahaan induk dan anak. Namun, PSAK 19 juga menyebutkan bahwa
dalam menilai kemungkinan adanya manfaaat ekonomi masa depan, entitas
harus menggunakan asumsi masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan
dapat diukur secara andal. yang merupakan estimasi terbaik manajemen atas
kondisi ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat aset tersebut.
b. Amortisasi

Penurunan nilai aset tak berwujud diakui sebagai beban amortisasi.


Beban amortisasi merupakan nilai yang diperoleh dari perhitungan harga
perolehan dibagi dengan umur manfaat aset tak berwujud yang sifatnya
menjadi pengurang pada laporan laba/rugi.

3. Pengukuran
a. Aset Tak Berwujud
Perusahaan menggunakan model biaya untuk pengukuran aset tak
berwujud setelah pengakuan awal. PSAK 19 menyebutkan model biaya adalah
pengukuran setelah pengakuan awal, aset tak berwujud dicatat pada biaya
perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan akumulasi penurunan nilai.
b. Amortisasi

Amortisasi diukur berdasarkan umur manfaat aset tak berwujud.


Metode yang digunakan oleh perusahaann adalah garis lurus, tercermin dari
catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan nilai amortisasi tahun
2017 tetap sama pada tahun 2018. Perusahaan melakukan penelaahan umur
manfaat aset tak berwujud setiap akhir tahun buku. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apabila ada perbedaan dengan estimasi sebelumnya. Apabila ada
perbedaan, maka perusahaan akan menyesuaikan periode amortisasi yang akan
menambah/mengurangi nilai beban amortisasi.

4. Penyajian
a. Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud disajikan dalam laporan posisi keuangan bagian aset
tidak lancar setelah (dibawah) aset tetap-bersih. Penyajian ini sudah sesuai
dengan konsep aset yang merupakan kekayaan perusahaan yang memiliki
manfaat masa depan.
b. Amortisasi

Amortisasi disajikan dalam laporan laba/rugi yang merupakan bagian


dari biaya operasional lain. Amortisasi sifatnya adalah sebagai pengurang
pendapatan, maka dari itu penyajian ini sudah sesuai apabila dikaitkan dengan
sifat amortisasi.

5. Pengungkapan
a. Aset Tak Berwujud
Secara keseluruhan perusahaan telah mengungkapkan informasi
tentang aset tak berwujud sesuai dengan PSAK 19, Namun ada beberapa hal
yang belum diuangkapkan oleh perusahaan yaitu Pengungkapan atas informasi
tentang alasan yang mendukung bahwa aset tak berwujud yang memiliki masa
ekonomis dalam beberapa waktu. Hal ini menjadi penting karena pengguna
akan memanfaatkan informasi untuk pengambilan keputusan yang efektif.
b. Amortisasi

Secara keseluruhan perusahaan telah mengungkapkan informasi


tentang aset tak berwujud sesuai dengan PSAK 19.
BAB IV

SIMPULAN

PT. Unilever Tbk didirikan sejak pada tanggal 5 Desember 1933, Unilever
Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan Fast Moving Consumer
Goods (FMCG) terkemuka di Indonesia. Bentuk perusahaan ini adalah Multinasional
bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap, saus
cabe dan saus-saus lain dengan merk dagang Bango, Parkiet dan Sakura dan merek-
merek lain. Saham Unilever Indonesia pertama kali dibuka untuk publik pada tahun
1981 dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak 11 Januari 1982. Pada akhir
2015, Unilever Indonesia menjadi perusahaan terbesar keempat berdasarkan
kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia.
Laporan keuangan PT. Unilever disusun berdasarkan PSAK. Salah satu yaitu
PSAK no.19 (Aset Tak Berwujud). Definisi aset tak berwujud mensyaratkan
keteridentifikasian untuk aset tak berwujud sehingga dapat di bedakan dari goodwill.
Aset tak berwujud adalah aset non moneter yang teridentifikasi tanpa wujud fisik.
Aset Tak Berwujud pada laopran keuangan PT. Unilever Tbk yang termasuk
didalamnya adalah merek dagang, perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak.
Interpretasi PSAK 19 PT. Unilever Tbk pada laporan keuangan baik itu
berdasarkan dari identifikasi akun, pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan sesuai dengan PSAK 19 . Secara keseluruhan PT. Unilever Tbk telah
mengungkapkan informasi tentang aset tak berwujud sesuai dengan PSAK 19. Namun
ada beberapa hal pada pengungkapan asset tak berwujud yang belum diuangkapkan
oleh perusahaan yaitu Pengungkapan atas informasi tentang alasan yang mendukung
bahwa aset tak berwujud yang memiliki masa ekonomis dalam beberapa waktu. Hal
ini menjadi penting karena pengguna akan memanfaatkan informasi untuk
pengambilan keputusan yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA

PSAK 19. Aset Takberwujud Revisi 2014

Annual Report PT Unilever Tbk

Anda mungkin juga menyukai