MAKALAH MANAJEMEN KERACUNAN. Kel. 9 PDF
MAKALAH MANAJEMEN KERACUNAN. Kel. 9 PDF
Nama Kelompok 9 :
Ameilinda 19405021081
FAKULTAS FARMASI
SEMARANG
2019
Skenario Kasus
Nona Ratna (usia 18 tahun) mengalami keracunan parasetamol setelah minum tablet paracetamol
(500 mg/tablet) sebanyak 10 tablet sekaligus pada pukul 07.00 WIB karena ingin bunuh diri,
kemudian setelah ditemukan korban langsung dilarikan ke IGD rumah sakit dan mulai diterapi
pukul 07.30 WIB.
Diketahui :
Riwayat: tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak minum obat lain. Gejala : muntah hebat (satu
kali), mual, dan sakit perut. Orientasi pasien masih baik (sadar), Nadi 80 x per menit, tekanan
darah 70/45 mmHg, T :37,4 °C, RR : 22 x per menit, BB/TB : 48 kg/152 cm.
Pertanyaan :
dan transformasi dengan enzim sitokrom P450 untuk menjadi N- Acetyl- Pbenzo-Kuinon
Imina (NAPQI). Metabolit NAPQI yang akan memberikan respon terhadap efek toksik.
Ketika digunakan dalam dosis terapi paracetamol dimetabolisme melalui 2 jalur utama
dan hanya 5% yang ditransformasi melalui NAPQI. NAPQI segera terkonjugasi dengan
menurunkan glutathione menjadi metabolit yang tidak berbahaya. Namun dalam kasus
overdosis dua jalur pertama menjadi jenuh dan sebagian besar paracetamol
iproduksi sebanyak yang dibutuhkan untuk mengubah NAPQI menjadi metabolit yang
tidak berbahaya. Dalam jumlah yang tinggi NAPQI tetap tidak terikat sehingga
menghasilkan ikatan kovalen antara NAPQI yang tidak terikat dengan protein hati. Ikatan
charcoal/SDAC) lebih efektif bila diberikan kurang dari 1 jam setelah tertelan zat toksik
atau keracunan obat tertentu (Chyka, 2014). Dengan pemberian karbon aktif secara
berkala maka konsentrasi pada usus halus akan terjaga sehingga obat atau racun tersebut
tidak bias masuk ke dalam usus halus karena telah diikat atau diserap oleh karbon aktif
(Chyka et al.,2005). Dosis yang digunakan sebesar 100 gram dalam 200 ml air matang
dapat menggurangi resiko penyerapan zat toksik ke seluruh tubuh. Karbon aktif dapat
digunakan menyerap (Adsorbent) sebagai zat yang masuk ke dalam saluran pencernaan
kecuali hidrokarbon, logam berat, alcohol serta zat asam dan zat basa (Lapus, 2007).
dapat meningkatkan eliminasi zat toksik keluar tubuh. Proses ini dinamakan dialisis
(Bo
nd et al., 2004)
T ½ el = 1 jam
T p maks = 30 menit
KWT = 07.00 – 07.30 = 30 menit
Artinya senyawa berada dalam memasuki fase distribusi
Stategi terapi :
1. Terapi supartif untuk memperbaiki kondisi pasien dimana pasien mengalami muntah
hebat 1 kali, RR 22x permenit dan TD 70/45 mmHg, sehingga dibutuhkan:
a. Pemberian metokloperamid 10mg melalui IV
b. Pemeliharaan oksigen dengan oksigenasi
c. Pemeliharaan cairan tubuh dengan infus elektrolit menggunkan Ringer Lactat 20
tpm.
2. Menngunakan karbon aktif untuk menghambat absorbsi zat racun, tujuannya untuk
mengurangi konsentrasi serum puncak paracetamol.
Pemberian karbon aktif dilakukan ImonitoringI dalam 4 jam dari zat toksik masuk.
Setelah 4 jam dilakukan pengecekan kadar serum paracetamol dalam plasma, jika > 150 mcg/mL
maka diberikan antidot yaitu N-acetylsistein, tetapi jika <150mcg/mL tidak perlu pemberian N-
acetylsistein.
Daftar Pustaka
Mund, M.E., Quarcod, C., Gyo, C., Bruggmann, D., and Groneberg, D.A., 2015, Paracetamol as
Toxic Substance for Chilidren: Aspects of Legislation in Selected Countries, Jounnal of
Occupational Medicine and Toxicology,Vol 10 (43), 1-7
Chyka PA., Seger D., Krenzelok EP., Vale JA., 2005, American Academy of Clinical Toxicology
and European Association of Poison Centres and Clinical Toxicologists. Position paper: Single-
dose activated charcoal. Clin Toxicol, Vol 43(1), 61–87.
Bond, G.R., Caravati, E.M., Hoffman, R.S., Rumack, B.H., Snodgrass, W.R, Dart, R.C, Heard,
K., 2004, Guidelines for the Management of Acetaminophen Overdose, Professional Product
Information, 50.
Lapus RM., 2007, Activated charcoal for pediatric poisonings: the universal antidote?. Curr
Opin Pediatr, Vol 19 (1), 216-222.