Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN KERACUNAN

Dosen Pengampu : Ririn Lispita Wulandari, M.Med., Apt

Nama Kelompok 9 :

Shitaresmi Herdyah P 19405021056

Melia Lusita Dewi 19405021059

Nouvia Gusty A.F 19405021063

Rita Febrianti LP 19405021061

Deddy Setyawan 19405021065

Ameilinda 19405021081

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2019
Skenario Kasus

Nona Ratna (usia 18 tahun) mengalami keracunan parasetamol setelah minum tablet paracetamol
(500 mg/tablet) sebanyak 10 tablet sekaligus pada pukul 07.00 WIB karena ingin bunuh diri,
kemudian setelah ditemukan korban langsung dilarikan ke IGD rumah sakit dan mulai diterapi
pukul 07.30 WIB.

Diketahui :

Data farmakokinetika obat : t1/2 el : 1 jam, tp maks : 30 menit

Data hasil anamnesa dan pemeriksaan TTV :

Riwayat: tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak minum obat lain. Gejala : muntah hebat (satu
kali), mual, dan sakit perut. Orientasi pasien masih baik (sadar), Nadi 80 x per menit, tekanan
darah 70/45 mmHg, T :37,4 °C, RR : 22 x per menit, BB/TB : 48 kg/152 cm.
Pertanyaan :

1. Jelaskan mekanisme toksisitas parasetamol !


Hati melalui 3 jalur yaitu konjugasi dengan sulfat, konjugasi dengan glucoroide

dan transformasi dengan enzim sitokrom P450 untuk menjadi N- Acetyl- Pbenzo-Kuinon

Imina (NAPQI). Metabolit NAPQI yang akan memberikan respon terhadap efek toksik.

Ketika digunakan dalam dosis terapi paracetamol dimetabolisme melalui 2 jalur utama

dan hanya 5% yang ditransformasi melalui NAPQI. NAPQI segera terkonjugasi dengan

menurunkan glutathione menjadi metabolit yang tidak berbahaya. Namun dalam kasus

overdosis dua jalur pertama menjadi jenuh dan sebagian besar paracetamol

dimetabolisme menjadi NAPQI. Konjugasi antara NAPQI dan Glutathione menyebabkan

penurunan produksi gluthathion. Selanjutnya glutathione berkurang dan tidak dapat

iproduksi sebanyak yang dibutuhkan untuk mengubah NAPQI menjadi metabolit yang

tidak berbahaya. Dalam jumlah yang tinggi NAPQI tetap tidak terikat sehingga

menghasilkan ikatan kovalen antara NAPQI yang tidak terikat dengan protein hati. Ikatan

kovalen ini menyebabkan kerusakan hepatoseluler (Mund, Menen, et all. 2015)

2. Sebutkan antidot yang dapat digunakan untuk penanganan keracunan tersebut di


atas !
Pemberian karbon aktif dengan dosis tunggal (single dose activated

charcoal/SDAC) lebih efektif bila diberikan kurang dari 1 jam setelah tertelan zat toksik

atau keracunan obat tertentu (Chyka, 2014). Dengan pemberian karbon aktif secara

berkala maka konsentrasi pada usus halus akan terjaga sehingga obat atau racun tersebut

tidak bias masuk ke dalam usus halus karena telah diikat atau diserap oleh karbon aktif

(Chyka et al.,2005). Dosis yang digunakan sebesar 100 gram dalam 200 ml air matang

(Ik. Pom, 2019).

3. Jelaskan mekanisme kerja antidot tersebut !


Karbon aktif dapat mencegah absorbsi zat di dalam saluran pencernaan sehingga

dapat menggurangi resiko penyerapan zat toksik ke seluruh tubuh. Karbon aktif dapat

digunakan menyerap (Adsorbent) sebagai zat yang masuk ke dalam saluran pencernaan

kecuali hidrokarbon, logam berat, alcohol serta zat asam dan zat basa (Lapus, 2007).

Karbon aktif dapat menghambat atau mengintererupsi sirkulasi enterohatik sehingga

dapat meningkatkan eliminasi zat toksik keluar tubuh. Proses ini dinamakan dialisis

saluran pencernan (Chyka et al.,2005).


4. Jelaskan strategi penanganan keracunan di atas !

(Bo
nd et al., 2004)
T ½ el = 1 jam
T p maks = 30 menit
KWT = 07.00 – 07.30 = 30 menit
Artinya senyawa berada dalam memasuki fase distribusi

Stategi terapi :
1. Terapi supartif untuk memperbaiki kondisi pasien dimana pasien mengalami muntah
hebat 1 kali, RR 22x permenit dan TD 70/45 mmHg, sehingga dibutuhkan:
a. Pemberian metokloperamid 10mg melalui IV
b. Pemeliharaan oksigen dengan oksigenasi
c. Pemeliharaan cairan tubuh dengan infus elektrolit menggunkan Ringer Lactat 20
tpm.
2. Menngunakan karbon aktif untuk menghambat absorbsi zat racun, tujuannya untuk
mengurangi konsentrasi serum puncak paracetamol.
Pemberian karbon aktif dilakukan ImonitoringI dalam 4 jam dari zat toksik masuk.

Setelah 4 jam dilakukan pengecekan kadar serum paracetamol dalam plasma, jika > 150 mcg/mL

maka diberikan antidot yaitu N-acetylsistein, tetapi jika <150mcg/mL tidak perlu pemberian N-

acetylsistein.
Daftar Pustaka

Mund, M.E., Quarcod, C., Gyo, C., Bruggmann, D., and Groneberg, D.A., 2015, Paracetamol as
Toxic Substance for Chilidren: Aspects of Legislation in Selected Countries, Jounnal of
Occupational Medicine and Toxicology,Vol 10 (43), 1-7

Chyka PA., Seger D., Krenzelok EP., Vale JA., 2005, American Academy of Clinical Toxicology
and European Association of Poison Centres and Clinical Toxicologists. Position paper: Single-
dose activated charcoal. Clin Toxicol, Vol 43(1), 61–87.

Bond, G.R., Caravati, E.M., Hoffman, R.S., Rumack, B.H., Snodgrass, W.R, Dart, R.C, Heard,
K., 2004, Guidelines for the Management of Acetaminophen Overdose, Professional Product
Information, 50.

Lapus RM., 2007, Activated charcoal for pediatric poisonings: the universal antidote?. Curr
Opin Pediatr, Vol 19 (1), 216-222.

Chyka, P.A., 2014, e|Chepther 10 Clinical Toxicology: Pharmacotherapy a Pathophysiologic


Approach, Mc Graw Hill Education, 133-158.

http://ik.pom.go.id/v2016/artikel/Mengatasikeracunanparasetamol.pdf, Diakses tanggal 11


oktober 2019.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai