Anda di halaman 1dari 20

BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI ANAK TUNARUNGU

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
yang dibina oleh Dra. Henny Indreswari, M.Pd

Disusun oleh kelompok 5


Offering B7

Etika Ainur Aziza (170111600034)


Isfariza Hery Y (170111600056)
M. Nana Yuhana (170111600006)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
AGUSTUS 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan ridho-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bimbingan Dan Konseling Bagi Anak Tuna
Rungu”.

Terimakasih kepada:

1. Dra. Henny Indreswari, M.Pd selaku dosen pengampu matakuliah Bimbingan Dan
Konseling Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
2. Ibu Priska selaku asisten dosen matakuliah Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
Demikian yang dapat kami sampaikan. Dengan tersusunnya makalah ini kami berharap dapat
memberikan referensi bagi pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, karenanya kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan makalah
berikutnya.

Malang , 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................


A. Hakikat Dari Tunarungu ...........................................................................................
B. Klasifikasi Anak Tunarungu .....................................................................................
C. Karakteristik Anak Tunarungu .................................................................................
D. Faktor Penyebab Anak Tunarungu ...........................................................................
E. Hakikat, Tujuan Dan Prinsip Bimbingan Dan Konseling Bagi Anak Tunarungu
F. Keragaman Layanan Pendidikan Bagi Anak Tunarungu .........................................
G. Prosedur Asesmen Anak Tunarungu ........................................................................
H. Prosedur Program Bimbingan Dan Konseling Untuk Anak Tunarungu .................

BAB III PENUTUP ................................................................................................................


Kesimpulan ................................................................................................................
DAFTAR RUJUKAN .............................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tunarungu (Hallahan & Kauffman, 2006) merupakan seseorang dengan kesulitan
mendengar suara pada atau di atas intensitas tertentu. Dask (2000) mengungkapkan jika
Tunarungu biasanya disebabkan adanya kerusakan pada mekanisme pendengaran
seseorang. Anak Berkebutuhan Khusus tunarungu sanagt penting untuk dipelajari
khusunya dalam ranah Bimbingan dan Konseling. Dalam Bimbingan dan Konseling ada
beberapa hal yang dapat dipelajari tentang tunarungu yaitu hakikat tunarungu secara
umum serta tujuan layanannya dalam Bimbingan dan Konseling.
Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu tentunya juga mempunyai keberagaman
layanan pendidikannya serta prosedur asesmennya. Hal ini sangat penting untuk dapat di
pelajari oleh para konselor, hal ini dikarenakan saat terjun langsung dalam dunia
pendidikan ada berbagai macam peserta didik yang dihadapinya jadi dalam mempelajari
Anak Berkebutuahn Khusus Tunarungu dapat menunjang dalam menangani anak
berkebutuahn khusus tersebut.

B. Rumusan masalah
1. Apa hakikat dari tunarungu?
2. Apa saja klasifikasi anak tunarungu?
3. Apa saja karakteristik anak tunarungu?
4. Apa saja faktor penyebab anak tunarungu?
5. Bagaimana hakikat, tujuan dan prinsip Bimbingan dan Konseling bagi anak tunarungu?
6. Bagaimana keragaman layanan pendidikan bagi anak tunarungu?
7. Bagaimana prosedur asesmen anak tunarungu?
8. Prosedur program Bimbingan dan Konseling untuk anak tunarungu?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat dari tunarungu
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak tunarungu
3. Untuk mengetahui karakteristik anak tunarungu
4. Untuk mengetahui faktor penyebab anak tunarungu
5. Untuk mengetahui hakikat, tujuan dan prinsip Bimbingan dan Konseling bagi anak
tunarungu
6. Untuk mengetaui keragaman layanan pendidikan bagi anak tunarungu
7. Untuk mengetaui prosedur asesmen anak tunarungu
8. Untuk mengetaui Prosedur program Bimbingan dan Konseling untuk anak tunarungu

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat tunarungu

Tunarungu adalah seseorang dengan kesulitan mendengar suara pada atau di atas
intensitas tertentu (Hallahan & Kauffman, 2006). Tunarungu biasanya disebabkan adanya
kerusakan pada mekanisme pendengaran seseorang (Dash, 2000, dalam Mohanraj &
Selvaraj, 2013). Tunarungu bisa muncul sejak lahir atau bahkan setelah kelahiran (Reddy,
dkk, 2005, dalam Mohanraj & Selvaraj, 2013).

Anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga


membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Bagi anak yang tipe gangguan pendengaran
lebih ringan dapat diatasi dengan alat bantu dengar dan dapat sekolah biasa di sekolah
formal. Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sesuai dengan frckuensi dan
intcnsitasnya. Frekuensi dijabarkan dalam bentuk cps (cycles per sound) atau hertz (H2).
Orang normal dapat mendengar dalam frekuensi 18-18.000 Hertz. Intensitas diukur
dalam desibel (dB). Kesemuanya itu diukur dengan audiometer yang dicatat dalam
audiogram.
Perbedaan antara ketulian dengan gangguan pendengaran menurut Hallahan dan
Kauffman (2006) yakni orang tuli adalah mereka yang ketidakmampuan mendengarnya
menghambat keherhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengaran, dengan
ataupun tanpa alat bantu dengar. Namun gangguan pendengaran adalah gangguan
pendengaran baik yang permanen maupun berfluktuasi namun tidak tuli.
Berdasarkan waktu mulainya terjadi ketulian dibagi menjadi 2, adalah:
1. Prelingual deafness, yaitu suatu kondisi seseorang di mana ketulian sudah ada
sejak lahir atau sebelum dimulainya perkembangan bicara dan bahasa.
2. Postlingual deafness, yaitu kondisi di mana seseorang mengalami ketulian
setelah ia menguasai wicara atau babasa.
Batasan lain bersifat kuantitatif yang menunjuk pada gangguan pendengaran
sesuai dengan hilangnya pendengaran dan diukur dengan alat audiometric. Audiometri

3
merupakan alat yang dapat mengukur seberapa jauh seseorang bisa mendengar atau
seberapa besar hilangnya pendengaran.

B. Klasifikasi anak tunarungu

Definisi dan kategorisasi dari ketulian:

Kelompok Kategori hilangnya pendengaran Keterangan

1. Ringan (20-30 dB) Mampu berkomunikasi dengan


menggunakan pendengarannya.
Gangguan ini merupakan ambang
batas (border line) antara orang
yang sulit mendengar dengan
orang normal

2. Marginal (31-40 dB) Sering mengalami kesulitan


mengikuti suatu pembicaraan
pada jarak beberapa meter

3. Sedang (41-60 dB) Dengan alat bantu dengar atau


bantuan mata, orang ini masih
bisa belajar berbicara

4. Berat (61-75 dB) Orang ini tidak bisa belajar


berbicara tanpa menggunakan
teknik khusus. Gangguan ini
dianggap sebagai tuli secara
edukatif

5. Parah (275 dB) Orang disini tidak dapat belajar


bahasa dengan mengandalkan
telinga meskipun telah didukung
dengan alat bantu dengar

4
Kesulitan dalam berbicara akan semakin bertambah sejalan dengan semakin
bertambahnya kesulitan pendengaran. Misalnya pada gangguan pedengaran yang parah,
seseorang harus mengandalkan mata daripada telinganya. Jadi meskipun dipaksakan
untuk berkomunikasi secara oral, keterbatasan itu

C. Karakteristik Anak Tunarungu

Anak dengan kehilangan pendengaran atau tunarungu memiliki kemampuan


intelektual yang normal, namun memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa karena kurangnya exposure (paparan)


terhadap bahasa lisan, khususnya apabila gangguan dialami saat lahir atau terlahir atau
terjadi pada awal kehidupan
2. Mahir dalam bahasa sandi, seperti bahasa isyarat atau pengerjaan dengan jari
3. Memiliki kemampuan untuk membaca gerak bibir
4. Bahasa lisan tidak berkembang dengan baik, kualitas bicara agak monoton atau kaku
5. Pengetahuan terbatas karena kurangnya exposure terhadap bahasa lisan
6. Mengalami isolasi sosial, keterampilan sosial yang terbatas, dan kurangnya kemampuan
mempertimbangkan perspektif orang lain karena kemampuan komunikasi terbatas

D. Faktor penyebab anak tunarungu

Penyebab terbesar menurut Graham: (2004), 75% tunarungu disebabkan oleh


abnormalitas genetik, bisa dominan atau resesif. Beberapa kondisi genetik menyebabkan
kondisi ketunarunguan sebagai abnormalitas primer; dan sekitar 30% kasus tunarungu
adalah bagian dari abnormalitas fisik dan menjadi sebuah sindrom, seperti Waardenburg
syndrome atau Usher syndrome. Penyebab lain dari tunarungu adalah infeksi seperti
cytomegalovirus (CMV), toxoplasma, dan syphilis. Selain itu, lahir prematur juga
menjadi penyebab signifikan tunarungu dan sering dihubungkan dengan kelainan fisik
lain, masalah kesehatan, dan kesulitan belajar.

Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu dapat terjadi sebelum anak


dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono (1997:10-20) mengemukakan
bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:

5
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)

a. Faktor keturunan Cacar air,

b. Campak (Rubella, Gueman measles)

c. Terjadi toxaemia (keracunan darah)

d. Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar

e. Kekurangan oksigen (anoxia)

f. Kelainan organ pendengaran sejak lahir

2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)

a. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis

b. Anak lahir pre mature

c. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)

d. Proses kelahiran yang terlalu lama

3. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)

a. Infeksi

b. Meningitis (peradangan selaput otak)

c. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan

d. Otitis media yang kronis

e. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.

Menurut Trybus (1985) dalam Somat dan Hernawati (1996:27) mengemukakan


enam penyebab ketunarunguan yaitu :

1. Keturunan

2. Penyakit bawaan dari pihak ibu

6
3. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran

4. Radang selaput otak (mengikis)

5. Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)

6. Penyakit anak-anak berupa radang atau luka-luka

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab


terjadinya tunarungu yaitu pre natal (keturunan), natal (bawaan dari pihak ibu), post natal
(otitis media).

E. Hakikat, Tujuan dan Prinsip Bimbingan dan Konseling bagi anak tunarungu

1. Hakikat Bimbingan Konseling Anak tunarungu :


Pada dasarnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan itu
memang untuk semua konseli, termasuk bagi konseli berkebutuhan khusus dan berbakat.
Pelayanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat
kaitannya dengan pengembangan kecakapan hidup sehari-hari (daily living activities)
yang tidak akan terisolasi dari konteks. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan
konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pelayanan intervensi tidak
langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan
perkembangan (inreach-outreach) bagi kepentingan fasilitasi perkembangan konseli,
yang akan melibatkan banyak pihak di dalamnya. wilayah pelayanan ahli konselor juga
perlu dipetakan dengan mencermati peran konselor berkaitan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan bagi konseli yang berbakat khusus.

2. Tujuan Bimbingan Konseling Anak tunarungu :


Secara umum layanan bimbingan konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus di
Sekolah bertujuan agar setelah mendapat layanan bimbingan konseling, anak dapat
mencapai penyesuaian dan perkembangan yang optmal sesuai dengan sisa
kemampuannya, bakat, dan nilai nilai yang dimilikinya. Secara umum tujuan tersebut
mengarah kepada “self-actalization, self realition, fully functioning dan self-acceptance”

7
sesuai dengan variasi perbedaan iindividu antara sesama anak. Hal ini mengingat setiap
siswa memiliki keunikan-keunikan tertentu.

3. Prinsip Bimbingan Konseling Anak tunarungu :

Prayitno dan Erman Amti (1999) mengklasifikasikan prinsip-prinsip bimbingan


dan konseling ke dalam empat bagian, yaitu:

a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran pelayanan


b. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan individu
c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan
d. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan

Prinsip prinsip tersebut dapat diperinci sebagai berikut :

a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan


 Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.
 Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik
dan dinamis.
 Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap berbagai aspek
perkembangan individu.
 Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual
yang menjadi orientasi pokok pelayanan.

b. Prinsip yang berkenaan dengan pemasalahan individu


 Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi
mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam
kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan
terhadap kondisi mental dan fisik individu.
 Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan factor timbulnya masalah pada
individu yang semuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.

8
c. Prinsip yang berkenaan dengan program layanan
 Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan
pengembangan induvidu; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus
diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta
didik.
 Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan
individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
 Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan
terendah sampai tertinggi.

d. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan


 Bimbingan dan konseling harus mengarahkan individu mampu menyelesaikan
permasalahan pribadi.
 Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh
individu harusnya atas kemauan individu sendiri, bukan karena desakan atau kemauan
orang lain.
 Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli daa bidang yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi.
 Kerja sama antara pembimbing dengan guru lain dan orang tua meentukan hasil
pelayanan pembimbingan.
 Pengembangan program layanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui
pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang
terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.

F. Keragaman layanan pendidikan bagi anak tunarungu


Pada anak tuna rungu yang seharusnya ditambah dengan sikap lingkungan atau
tekanan memperoleh pendidikan di sekolah khusus yaitu lain yang berasal dari luar diri
(teman sebaya, SLB B, namun dengan berkembangnya dunia keluarga, masyarakat
sekitar) yang berupa pendidikan ternyata anak tuna rungu dapat diterima di sekolah
umum bila memenuhi ketentuan yang telah ada. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan

9
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 2/U/1986 telah menyatakan anak cacat bisa ke
sekolah umum, apabila siswa tersebut memiliki inteligensi normal.
Anak tuna rungu dalam upaya untuk mengembangkan potensi dapat dilakukan
dengan berbagai hal, dan salah satunya adalah mengembangkan proses berkomunikasi
dan melakukan penyesuaian diri. Pendidikan yang didirikan oleh pemerintah membantu
dalam memfasilitasi pengembangan remaja tuna rungu. Pendidikan yang diberikan
bertujuan untuk anak tuna rungu mampu mengenal dan menyadari keadaan kemudian
bersikap positif terhadap keadaannya. Pemberian pengetahuan dan keterampilan dan
bermanfaat untuk memberikan rehabilitasi untuk remaja tunarungu.
Berikut beberapa metode pembelajaran disekolah untuk anak tunarungu :
1. Metode Komunikasi

Keterbatasan utama yang dialami anak tunarungu adalah terhambatnya


kemampuan berbicara dan berbahasa, sehingga dalam memberikan layanan pendidikan
harus memahami metode komunikasi yang dapat dimengerti oleh anak tunarungu, berikut
beberapa metode yang dapat digunakan dalam berkomunikasidengan anak tunarungu:

a. Metode Oral-Aural
Metode ini merupakan metode berkomunikasi dengan cara yang lazimdigunakan oleh
orang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan. Penggunaan metode oral ini didasari oleh
adanya pendapat yang menyatakan bahwa anak tunarungu sebagai anggota masyarakat
harus menyesuaikan diri dengan pola kehidupan di sekitarnya, termasuk bahasanya,
kemudian didukung oleh adanya pengalaman bahwa anak tunarungu mampu berbicara
apabila mendapat perhatian dan latihan secara teratur Penggunaan metode ini terdiri dari
beberapa kegiatan, yaitu berkomunikasi melalui oral (bicara), membaca ujaran (speech
reading seta menangkap pembicaraan melalui pendengaran atau melalui audio

dengan memalkai ataupun tidak memakai alat bantu dengar bagi anak tuanrungu
yang tergolong kurang dengar. Penerapan metode komunikasi ini membawa konsekuensi
untuk melakukan pembentukan dan latihan bicara (speeh building& speechtraining).
Latihan membaca ujaran (speech reading), dan latihan pendengaran (hear training) untuk
mengoptimalisasikan fungsi pendengaran yang masih ada. Penggunaan metode ini dapat

10
memperluas kesempatan bagianak tunarungu untuk berkomunikasi dengan orang
mendengar pada umumnya.

b. Metode Manual (isyarat)

Metode ini merupakan metode komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat


dan ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan
tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan
modalitas gesti-visual. Metode ini di dasari oleh pandangan bahwa sesuai dengan
kodratnya bahasa yang paling cocok untuk anak tunarungu adalah bahasa isyarat.

1) Abjad Jari (Finger Spelling)


Adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan untuk menggambarkan
abjad atau untuk mengeja huruf dan angka. Abjad jari dapat digunakan antara lain untuk:
mengisyaratkan nama diri, nama kota,singkatan atau akronim, atau mengisyaratkan kata
yang belum mempunyai isyarat. Abjad jari pertama kali dikembangkan di Prancis oleh
Abbe de L’ Eppe. Oleh karena itu metode ini disebut juga metode Prancis.
2) Ungkapan badaniah/ Bahasa Tubuh
Ungkapan badaniah atau bahasa tubuh meliputi keseluruhan ekspresi tubuh
seperti sikap tubuh. Ekspresi muka (mimik), pantomimik, dan gesti atau gerakan yang di
lakukan seseorang yang secara wajar dan alami. Bahasa tubuh ini sudah lazim digunakan
oleh anak tunarungu maupun orang-orang mendengar lainnya.
Apakah anda pernah memanggil seseorang dari jarak yang agak jauh tanpa
bersuara ? apakah anda pernah menganggukkan sebagai tanda setuju ? apabila pernah,
berarti anda telah menggunakan tubuh dalam berkomunikasi.
3) Bahasa Insyarat asli
Bahasa Isyarat Asli yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat
konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati bersama oleh
kelompok atau daerah tertentu. Secara garis besar, bahasa isyarat asli dikelompokan
menjadi 2, yaitu : bahasa isyarat alamiah,dan konseptual: (1) Bahasa isyarat Alamiah,
Bahasa Isyarat Alamiah yaitu bahasa isyarat yang berkembang secara alamiah di antara
kaum tunarungu (berbeda dari bahasa tubuh) yang merupakan suatu ungkapan manual
(dengan tangan) sebagai pengganti kata yang pengenalan dan penggunaannya terbatas

11
pada kelompok atau lingkungan tertentu. (2) Bahasa Isyarat Konseptual, merupakan
bahasa isyarat yang resmi digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah yang
menggunakan metode manual atau isyarat.
c. Metode Komunikasi Total
Pada 1969, pada tahun 1969 Maryland School for the Deaf membuat satu
gebrakan untuk menghapuskan perbedaan metodologis dan teoretis antara pendekatan
oral dan manual dengan memperkenalkan konsep komunikasi total. Definisi berikut
ditawarkan bagi pendekatan konsep pengajaran anak-anak hearing impaired :
Dengan komunikasi total berarti hak setiap anak yang tunarungu untuk bisa
belajar menggunakan segala bentuk komunikasi agar dia memiliki kesempatan penuh
mengembangkean kemampuan bahasa pada usia sedini mungkin. Konsep ini meliputi
pengenalan suatu simbol sistem ekspresif yang dapat diterima pada prasekolah usia
antara 1 dan 5. Komunikasi total memuat spektrum model bahasa yang lengkap:
membedakan gerakan/mimik tubuh anak (child--devised gesture), bahasa isyarat yang
formal, belajar berbicara, membaca ucapan (speechreading), isyarat jari tangan (finger
spelling), serta belajar membaca dan menulis. Dengan komunikasi total setiap anak yang
tunarungu memiliki kesempatan mengembangkan setiap sisa pendengarannya dengan alat
bantu dengar dan/atau sistem terpercaya untuk memperbesar kemampuan mendengarnya

(high fidality group amplification system) (Denton, 1970, hlm. 3).

G. Prosedur asesmen anak tunarungu

Asesmen lingkungan dan diri diperlukan dalam program bimbingan dan konseling
komprehensif. Kebutuhan data lingkungan dan diri berisi sejumlah data yang lengkap
mengenai diri dan lingkungan konseli yang direkam/diases dengan teknik asesmen diri
yaitu teknik non tes dan teknik tes. Teknik asesmen dalam bimbingan dan konseling
terdiri atas teknik non tes dan tes. Teknik non tes terdiri atas: (1) observasi, (2) self-
report—angket, wawancara, otobiografi, (3) Sosiometri, (4) inventori Daftar Cek
Masalah, dan (5) catatan kumulatif.

Contoh asessmen untuk anak tunarungu misalnya menggunakan angket atau


kuesioner. Dalam pelaksanaannya pemberian angket atau koesioner dilakukan didalam
kelas untuk anak yang berkebutuhan khusus dilakukan dengan pendampingan secara

12
khusus guna mengerjakan angket tersebut bisa juga dengan cara guru BK berkolaborasi
dengan guru SLB yang memahami tentang bahasa isyarata guna mendampingi anak
berkebutuhan khusus atau tunarungu tersebut dalam pengerjaan angket.

Pemberian angket atau kuesioner ini dilakukan untuk menggali data tentang need
asessmen anak tunarungu dalam proses pembelajaran di sekolah. Isi angket tersebut bisa
tentang kebutuhan-kebutuhan anak tunarungu tentang pribadi, sosial, belajar dan karir.
Dalam angket tersebut bisa untuk mengidentifikasi anak tunarungu membutuhkan
layanan seperti apa yang dibutuhkannya. Hasil dari angket yang telah dibuat oleh
konselor tentang need asessmen anak tunarungu yaitu konselor dapat mengetahui
kebutuhan anak tunarungu dalam proses pembelajran yang kemudian dilaksanakan dalam
program layanan Bimbingan dan Konseling anak tunarungu.

Teknik asesmen yang kedua yaitu observasi, observasi yaitu proses pengamatan
yang cermat pada tujuan tertentu. Observasi disini maksudnya bukan hanya
mengobservasi anak tunarungu tapi juga mengamati orang terdekat anak tunarungu,
misalnya teman, sahabat ataupun keluarga. Meskipun secara fisik anak tunarungu hampir
sama dengan anak normal pada umumnya, namun anak tunarungu mempunyai ciri-ciri
yang sering terjadi (Nur’aeni, 1997) yaitu sering tampak bingung dan melamun, sering
bersikap tak acuh atau tidak perduli dengan lingkungannya, perkembangan sosialnya
terbelakang atau jarang berinteraksi, suka menyendiri, kepalanya sering miring, sering
meminta agar orang mau mengulang kalimatnya, jika bicara sering menggunakan tangan,
jika bicara sering keras atau sering monoton, dengan ciri-ciri anak tunarungu yang telah
disebutkan diatas tentunya tingkah laku anak tunarungu yang dapat diamati maka teknik

asesmen observasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab tingkah laku
anak tunarungu dan menjelaskan pada orang tua tingkah laku anaknya. Dengan teknik
inilah konselor dapat mengetaui need asesmennya anak tunarungu tersebut.

Teknik asesmen yang ketiga yaitu otobiografi, otobiografi ini merupakan alat
pengumpulan data individu dengan melihat karangan tulisan yang ditulis diri sendiri
tentang riwayat kehidupannya atau latar belakangnya pada rentang waktu tertentu.
Otobiografi ini dapat digunakan teknik asesmen karena denga teknik ini dapat
mengetahui latar belakang anak tunarungu tentang hal apa saja yang pernah dialami,

13
sedang dialami dan harapan kedepannya. Dengan mengetaui otobiografi konselor dapat
menemukan need asesmen anak tunarungu sesuai dengan harapan kedepannya itu
bagaimana dengan latar belakang hal yang sudah dialaminya.

H. Program Bimbingan dan Konseling Anak Tunarungu

Dalam bimbingan dan konseling terdapat empat komponen pelayanan bimbingan dan
konseling sebagai berikut.

1. Layanan dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku
jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan yang diperlukan
dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam
menjalani kehidupannya.

Contoh layanan dasar untuk anak gangguan pendengaran dengan melibatkan


teman sebaya, keluarga, atau pengasuh terkait penyerapan informasi yang diberikan
oleh konselor misalnya pada masa orientasi anak yang memiliki gangguan
pendengaran yang rendah masih bisa mengikuti alur pemberian informasi berbeda
dengan tingkat pendengaran yang sudah sulit maka bisa melibatkan teman dekat, guru
atau orang tua. Sedangkan dengan bimbingan masih bisa dilaksanakan secara normal
di dalam kelas tetapi konselor juga harus memberikan perhatian khusus untuk anak
yang berkebutuhan khusus pendengaran, bisa dengan pendampingan serta kerjasama
dengan orang tua.

2. Layanan responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang
menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera,
sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbullkan ganguan dalam proses tugas-tugas
perkembangan. Contoh layanan responsife untuk anak gangguan pendengaran yaitu,
dengan berkolaborasi dengan orang tua atau pihak terkait seperti guru untuk

14
memberikan layanan secara optimal. Sedangkan untuk konseling bagi anak gangguan
pendengaran berbeda, bisa dengan konseling individual ataupun konseling kelompok
dengan bantuan guru bahasa isyarat guna menunjang proses konseling.

3. Perencanaan individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan
berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman
akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Contoh layanan
perencanaan individual untuk anak gangguan pendengaran meliputi empat bidang
yaitu bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir. Secara umum pemberian layanan
hampir sama dengan anak normal tetapi bisa berkolaborasi dengan guru bahasa isyarat
atau guru di sekolah luar biasa.

4. Dukungan sistem
Layanan dasar, Layanan Responsif dan perencanaan Individual merupakan
pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara langsung. Sedangkan
dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja,
infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan
kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan
konseli. Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memper-lancar
penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah
untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di Sekolah/Madrasah.
Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking), (b)
kegiatan manajemen, (c) riset dan pengembangan.

15
BAB III

KESIMPULAN

Anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga


membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Bagi anak yang tipe gangguan pendengaran lebih
ringan dapat diatasi dengan alat bantu dengar dan dapat sekolah biasa di sekolah formal. Pada
dasarnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yangmemandirikan itu memang untuk semua
konseli, termasuk bagi konseliberkebutuhan khusus dan berbakat.Pelayanan bimbingan dan
konseling bagi anak berkebutuhan khususakan amat erat kaitannya dengan pengembangan
kecakapan hidup sehari-hari (daily living activities) yang tidak akan terisolasi dari konteks.
Secara umum layanan bimbingan konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
bertujuan agar setelah mendapat layanan bimbingan konseling, anak dapat mencapai
penyesuaian dan perkembangan yang optmal sesuai dengan sisa kemampuannya, bakat, dan nilai
nilai yang dimilikinya. Secara umum tujuan tersebut mengarah kepada “self-actalization,
selfrealition, fully functioning dan self-acceptance” sesuai dengan variasi perbedaan individu
antara sesama anak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Desiningrum, Dinie Ratie. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Psikosain.

Nur’aeni. 1997. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah. Jakarta : Rineka Cipta

Santoso, Djoko Budi. 2013. Dasar Dasar Bimbigan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri

Malang

Smith, J. David. 2012. Sekolah Inklusif . Bandung : Nuansa

Tohrin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta :PT. Raja Grafindo

Persada.

Wardani, dkk.2013. Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Tangerang

Selatan:UniversitasTerbuka

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jpppc7ab8d49bbfull.pdf

https://eprints.uny.ac.id/9577/2/BAB%20II.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai