MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
yang dibina oleh Dra. Henny Indreswari, M.Pd
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan ridho-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bimbingan Dan Konseling Bagi Anak Tuna
Rungu”.
Terimakasih kepada:
1. Dra. Henny Indreswari, M.Pd selaku dosen pengampu matakuliah Bimbingan Dan
Konseling Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
2. Ibu Priska selaku asisten dosen matakuliah Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
Demikian yang dapat kami sampaikan. Dengan tersusunnya makalah ini kami berharap dapat
memberikan referensi bagi pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, karenanya kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan makalah
berikutnya.
Malang , 2019
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tunarungu (Hallahan & Kauffman, 2006) merupakan seseorang dengan kesulitan
mendengar suara pada atau di atas intensitas tertentu. Dask (2000) mengungkapkan jika
Tunarungu biasanya disebabkan adanya kerusakan pada mekanisme pendengaran
seseorang. Anak Berkebutuhan Khusus tunarungu sanagt penting untuk dipelajari
khusunya dalam ranah Bimbingan dan Konseling. Dalam Bimbingan dan Konseling ada
beberapa hal yang dapat dipelajari tentang tunarungu yaitu hakikat tunarungu secara
umum serta tujuan layanannya dalam Bimbingan dan Konseling.
Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu tentunya juga mempunyai keberagaman
layanan pendidikannya serta prosedur asesmennya. Hal ini sangat penting untuk dapat di
pelajari oleh para konselor, hal ini dikarenakan saat terjun langsung dalam dunia
pendidikan ada berbagai macam peserta didik yang dihadapinya jadi dalam mempelajari
Anak Berkebutuahn Khusus Tunarungu dapat menunjang dalam menangani anak
berkebutuahn khusus tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Apa hakikat dari tunarungu?
2. Apa saja klasifikasi anak tunarungu?
3. Apa saja karakteristik anak tunarungu?
4. Apa saja faktor penyebab anak tunarungu?
5. Bagaimana hakikat, tujuan dan prinsip Bimbingan dan Konseling bagi anak tunarungu?
6. Bagaimana keragaman layanan pendidikan bagi anak tunarungu?
7. Bagaimana prosedur asesmen anak tunarungu?
8. Prosedur program Bimbingan dan Konseling untuk anak tunarungu?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat dari tunarungu
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak tunarungu
3. Untuk mengetahui karakteristik anak tunarungu
4. Untuk mengetahui faktor penyebab anak tunarungu
5. Untuk mengetahui hakikat, tujuan dan prinsip Bimbingan dan Konseling bagi anak
tunarungu
6. Untuk mengetaui keragaman layanan pendidikan bagi anak tunarungu
7. Untuk mengetaui prosedur asesmen anak tunarungu
8. Untuk mengetaui Prosedur program Bimbingan dan Konseling untuk anak tunarungu
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat tunarungu
Tunarungu adalah seseorang dengan kesulitan mendengar suara pada atau di atas
intensitas tertentu (Hallahan & Kauffman, 2006). Tunarungu biasanya disebabkan adanya
kerusakan pada mekanisme pendengaran seseorang (Dash, 2000, dalam Mohanraj &
Selvaraj, 2013). Tunarungu bisa muncul sejak lahir atau bahkan setelah kelahiran (Reddy,
dkk, 2005, dalam Mohanraj & Selvaraj, 2013).
3
merupakan alat yang dapat mengukur seberapa jauh seseorang bisa mendengar atau
seberapa besar hilangnya pendengaran.
4
Kesulitan dalam berbicara akan semakin bertambah sejalan dengan semakin
bertambahnya kesulitan pendengaran. Misalnya pada gangguan pedengaran yang parah,
seseorang harus mengandalkan mata daripada telinganya. Jadi meskipun dipaksakan
untuk berkomunikasi secara oral, keterbatasan itu
5
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
a. Infeksi
1. Keturunan
6
3. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran
E. Hakikat, Tujuan dan Prinsip Bimbingan dan Konseling bagi anak tunarungu
7
sesuai dengan variasi perbedaan iindividu antara sesama anak. Hal ini mengingat setiap
siswa memiliki keunikan-keunikan tertentu.
8
c. Prinsip yang berkenaan dengan program layanan
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan
pengembangan induvidu; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus
diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta
didik.
Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan
individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan
terendah sampai tertinggi.
9
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 2/U/1986 telah menyatakan anak cacat bisa ke
sekolah umum, apabila siswa tersebut memiliki inteligensi normal.
Anak tuna rungu dalam upaya untuk mengembangkan potensi dapat dilakukan
dengan berbagai hal, dan salah satunya adalah mengembangkan proses berkomunikasi
dan melakukan penyesuaian diri. Pendidikan yang didirikan oleh pemerintah membantu
dalam memfasilitasi pengembangan remaja tuna rungu. Pendidikan yang diberikan
bertujuan untuk anak tuna rungu mampu mengenal dan menyadari keadaan kemudian
bersikap positif terhadap keadaannya. Pemberian pengetahuan dan keterampilan dan
bermanfaat untuk memberikan rehabilitasi untuk remaja tunarungu.
Berikut beberapa metode pembelajaran disekolah untuk anak tunarungu :
1. Metode Komunikasi
a. Metode Oral-Aural
Metode ini merupakan metode berkomunikasi dengan cara yang lazimdigunakan oleh
orang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan. Penggunaan metode oral ini didasari oleh
adanya pendapat yang menyatakan bahwa anak tunarungu sebagai anggota masyarakat
harus menyesuaikan diri dengan pola kehidupan di sekitarnya, termasuk bahasanya,
kemudian didukung oleh adanya pengalaman bahwa anak tunarungu mampu berbicara
apabila mendapat perhatian dan latihan secara teratur Penggunaan metode ini terdiri dari
beberapa kegiatan, yaitu berkomunikasi melalui oral (bicara), membaca ujaran (speech
reading seta menangkap pembicaraan melalui pendengaran atau melalui audio
dengan memalkai ataupun tidak memakai alat bantu dengar bagi anak tuanrungu
yang tergolong kurang dengar. Penerapan metode komunikasi ini membawa konsekuensi
untuk melakukan pembentukan dan latihan bicara (speeh building& speechtraining).
Latihan membaca ujaran (speech reading), dan latihan pendengaran (hear training) untuk
mengoptimalisasikan fungsi pendengaran yang masih ada. Penggunaan metode ini dapat
10
memperluas kesempatan bagianak tunarungu untuk berkomunikasi dengan orang
mendengar pada umumnya.
11
pada kelompok atau lingkungan tertentu. (2) Bahasa Isyarat Konseptual, merupakan
bahasa isyarat yang resmi digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah yang
menggunakan metode manual atau isyarat.
c. Metode Komunikasi Total
Pada 1969, pada tahun 1969 Maryland School for the Deaf membuat satu
gebrakan untuk menghapuskan perbedaan metodologis dan teoretis antara pendekatan
oral dan manual dengan memperkenalkan konsep komunikasi total. Definisi berikut
ditawarkan bagi pendekatan konsep pengajaran anak-anak hearing impaired :
Dengan komunikasi total berarti hak setiap anak yang tunarungu untuk bisa
belajar menggunakan segala bentuk komunikasi agar dia memiliki kesempatan penuh
mengembangkean kemampuan bahasa pada usia sedini mungkin. Konsep ini meliputi
pengenalan suatu simbol sistem ekspresif yang dapat diterima pada prasekolah usia
antara 1 dan 5. Komunikasi total memuat spektrum model bahasa yang lengkap:
membedakan gerakan/mimik tubuh anak (child--devised gesture), bahasa isyarat yang
formal, belajar berbicara, membaca ucapan (speechreading), isyarat jari tangan (finger
spelling), serta belajar membaca dan menulis. Dengan komunikasi total setiap anak yang
tunarungu memiliki kesempatan mengembangkan setiap sisa pendengarannya dengan alat
bantu dengar dan/atau sistem terpercaya untuk memperbesar kemampuan mendengarnya
Asesmen lingkungan dan diri diperlukan dalam program bimbingan dan konseling
komprehensif. Kebutuhan data lingkungan dan diri berisi sejumlah data yang lengkap
mengenai diri dan lingkungan konseli yang direkam/diases dengan teknik asesmen diri
yaitu teknik non tes dan teknik tes. Teknik asesmen dalam bimbingan dan konseling
terdiri atas teknik non tes dan tes. Teknik non tes terdiri atas: (1) observasi, (2) self-
report—angket, wawancara, otobiografi, (3) Sosiometri, (4) inventori Daftar Cek
Masalah, dan (5) catatan kumulatif.
12
khusus guna mengerjakan angket tersebut bisa juga dengan cara guru BK berkolaborasi
dengan guru SLB yang memahami tentang bahasa isyarata guna mendampingi anak
berkebutuhan khusus atau tunarungu tersebut dalam pengerjaan angket.
Pemberian angket atau kuesioner ini dilakukan untuk menggali data tentang need
asessmen anak tunarungu dalam proses pembelajaran di sekolah. Isi angket tersebut bisa
tentang kebutuhan-kebutuhan anak tunarungu tentang pribadi, sosial, belajar dan karir.
Dalam angket tersebut bisa untuk mengidentifikasi anak tunarungu membutuhkan
layanan seperti apa yang dibutuhkannya. Hasil dari angket yang telah dibuat oleh
konselor tentang need asessmen anak tunarungu yaitu konselor dapat mengetahui
kebutuhan anak tunarungu dalam proses pembelajran yang kemudian dilaksanakan dalam
program layanan Bimbingan dan Konseling anak tunarungu.
Teknik asesmen yang kedua yaitu observasi, observasi yaitu proses pengamatan
yang cermat pada tujuan tertentu. Observasi disini maksudnya bukan hanya
mengobservasi anak tunarungu tapi juga mengamati orang terdekat anak tunarungu,
misalnya teman, sahabat ataupun keluarga. Meskipun secara fisik anak tunarungu hampir
sama dengan anak normal pada umumnya, namun anak tunarungu mempunyai ciri-ciri
yang sering terjadi (Nur’aeni, 1997) yaitu sering tampak bingung dan melamun, sering
bersikap tak acuh atau tidak perduli dengan lingkungannya, perkembangan sosialnya
terbelakang atau jarang berinteraksi, suka menyendiri, kepalanya sering miring, sering
meminta agar orang mau mengulang kalimatnya, jika bicara sering menggunakan tangan,
jika bicara sering keras atau sering monoton, dengan ciri-ciri anak tunarungu yang telah
disebutkan diatas tentunya tingkah laku anak tunarungu yang dapat diamati maka teknik
asesmen observasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab tingkah laku
anak tunarungu dan menjelaskan pada orang tua tingkah laku anaknya. Dengan teknik
inilah konselor dapat mengetaui need asesmennya anak tunarungu tersebut.
Teknik asesmen yang ketiga yaitu otobiografi, otobiografi ini merupakan alat
pengumpulan data individu dengan melihat karangan tulisan yang ditulis diri sendiri
tentang riwayat kehidupannya atau latar belakangnya pada rentang waktu tertentu.
Otobiografi ini dapat digunakan teknik asesmen karena denga teknik ini dapat
mengetahui latar belakang anak tunarungu tentang hal apa saja yang pernah dialami,
13
sedang dialami dan harapan kedepannya. Dengan mengetaui otobiografi konselor dapat
menemukan need asesmen anak tunarungu sesuai dengan harapan kedepannya itu
bagaimana dengan latar belakang hal yang sudah dialaminya.
Dalam bimbingan dan konseling terdapat empat komponen pelayanan bimbingan dan
konseling sebagai berikut.
1. Layanan dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku
jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan yang diperlukan
dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam
menjalani kehidupannya.
2. Layanan responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang
menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera,
sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbullkan ganguan dalam proses tugas-tugas
perkembangan. Contoh layanan responsife untuk anak gangguan pendengaran yaitu,
dengan berkolaborasi dengan orang tua atau pihak terkait seperti guru untuk
14
memberikan layanan secara optimal. Sedangkan untuk konseling bagi anak gangguan
pendengaran berbeda, bisa dengan konseling individual ataupun konseling kelompok
dengan bantuan guru bahasa isyarat guna menunjang proses konseling.
3. Perencanaan individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan
berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman
akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Contoh layanan
perencanaan individual untuk anak gangguan pendengaran meliputi empat bidang
yaitu bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir. Secara umum pemberian layanan
hampir sama dengan anak normal tetapi bisa berkolaborasi dengan guru bahasa isyarat
atau guru di sekolah luar biasa.
4. Dukungan sistem
Layanan dasar, Layanan Responsif dan perencanaan Individual merupakan
pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara langsung. Sedangkan
dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja,
infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan
kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan
konseli. Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memper-lancar
penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah
untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di Sekolah/Madrasah.
Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking), (b)
kegiatan manajemen, (c) riset dan pengembangan.
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Desiningrum, Dinie Ratie. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Psikosain.
Nur’aeni. 1997. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah. Jakarta : Rineka Cipta
Santoso, Djoko Budi. 2013. Dasar Dasar Bimbigan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri
Malang
Tohrin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta :PT. Raja Grafindo
Persada.
Selatan:UniversitasTerbuka
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jpppc7ab8d49bbfull.pdf
https://eprints.uny.ac.id/9577/2/BAB%20II.pdf
17