Anda di halaman 1dari 23

KASUS TUTORIAL HIV/AIDS

Tn. W, usia 27 tahun, menikah 1,5 tahun, belum memiliki keturunan, pendidikan sarjana,
pekerjaan wiraswasta, alamat Bunul Malang. Pasien tinggal dirumah orang tua dan istri.
Tidak pernah olah raga rutin. Pasien tidak terbiasa makan pagi. Pasien terbiasa minum kopi 2
cangkir/hari, merokok 1 – 2 pak/hari, mengunakan alkohol dan narkotika suntik jenis putau
dengan frekuensi 1 – 2 x/minggu. Pasien mengatakan bahwa ia juga dulu pernah melakukan
seks bebas dengan pekerja seks komersial dan dengan beberapa pasangan terdahulu sebelum
menikah.
Selama sakit di rumah, pasien tidak bekerja, tidak mampu melakukan aktifitas diluar rumah.
Kebiasaan merokok, alkohol, narkotika dan kegiatan seks sudah tidak dilakukan lagi.
Di rumah sakit pasien bedrest. Saat MRS, pasien lemas seluruh badan selama 3 hari, pasien
tidak mau makan karena mual dan muntah, batuk-batuk dan demam naik turun. Dada terasa
sakit sewaktu batuk tetapi tidak sesak. 1 hari sebelum MRS pasien mengalami penurunan
kesadaran, seperti mengantuk, sulit berkomunikasi, ngompol dan diare ± 10 x/hari, mengeluh
pusing dan pingsan sepulang pengobatan alternatif kemudian pasien langsung dibawa ke IGD
RSSA oleh ayah dan istrinya. Berat badan turun drastis, keluarga tidak tahu berapa kg
penurunan berat badannya tetapi saat ini pasien sangat kurus.
Saat MRS, pemeriksaan VS menunjukkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit,
frekuensi napas 20x/menit, suhu 37.9 oC, demam, pasien tampak mual, nyeri kepala
berdenyut.
Status neurologis GCS 325, pupil bulat isokor Ø 3/3 mm rcl +/+ rctl +/+, kaku kuduk ada,
lasag <70/<70, kernig <135/<135, Nervus karnial parese N VII sinistra sentral, otonom
inkontinensia uri, motorik kesan hemiparase, reflek fisiologis ++/++, reflek patologis +/+
sensorik belum dapat dinilai.
Hasil pemeriksaan sehari setelah MRS diperoleh data VS tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
100 x/menit, frekuensi napas 28 x/menit, suhu 38,5 oC, status generalis pada kepala dbn, mata
konjunktiva pucat, sklera ikterik, leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening,
telinga dbn, hidung dbn, tenggorok dbn, terdapat plak putih tersebar dalam rongga mulut,
jantung dbn, paru vesikuler, ronchi +/+, wheezing -/-, abdomen lemas, terdapat nyeri tekan,
bising usus dbn, ekstremitas hemiparese dan tidak terdapat odema, kulit pada daerah tertekan
tampak terjadi erupsi terutama pada sakrum terdapat erupsi epidermis sekitar 5x5 cm. Status
neurologis GCS 345, pupil isokor Ø 4 mm rcl +/+ rctl +/+, kaku kuduk tidak ada, lasag
<70/<70, kernig <135/<135, Nervus karnial parese N VII sinistra sentral, otonom
inkontinensia uri, terpasang kateter, motorik hemiparase, reflek fisiologis ++/++, reflek
patologis +/+ sensorik belum dapat dinilai. Aktifitas bedrest, miring kiri-kanan dibantu, ROM
terbatas/pasif, gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, identitas diri tidak dapat dinilai,
psikologis tidak dapat dinilai.
Pasien didiagnosis mengalami AIDS komplikasi infeksi setelah diketahui T Helper (CD4+)
= 45/uL.
CT-scan kepala diperoleh hasil sugestif toxoplasmosis dengan ventrikulomegali.
Terapi:
Selama dirawat pasien mendapatkan O2 2 ltr/mnt, terpasang NGT untuk memasukkan cairan
dan nutrisi cair, nystatin 2-3 tetes 3 x/hari, New Diatab 3 x 2 tablet yang dihaluskan. Pasien
direncanakan mendapatkan terapi antiretroviral (ARV) berupa Nevirapin 200 mg, Lamivudin
150 mg dan Stavudin 30 mg. Selain itu pasien juga direncanakan mendapat antibiotik
streptomisin, etambutol, dan klindamisin.

TUGAS!

Buatlah analisis menggunakan metode SOAP!

a. SUBJEKTIF
Waktu Parameter Komentar
Identitas pasien Tn. W
usia 27 tahun,
menikah 1,5 tahun(belum memiliki keturunan)
pendidikan sarjana
pekerjaan wiraswasta
alamat Bunul Malang (pasien tinggal dirumah orang tua dan
istri)
Riwayat sosial Parameter Interpretasi
Tidak pernah Pola hidup yang kurang sehat ini
olahraga dan mempengaruhi daya tahan tubuh
sarapan, minum pasien dan terjadi penumpukan
kopi 2 cangkir, radikal bebas karena kemungkinan
alkohol, dan pasien sudah terkena HIV sekitar 8
merokok tahun yang lalu, dengan gaya hidup
yang kurang sehat ini maka
meningkatkan progresifitas dari
penyakit dan menuju AIDS.
Tidak bergerak dan berolahraga juga
akan berdampak pada distribusi
cairan limpa. Tidak seperti darah
yang memiliki jantung sebagai
pemompanya, limpa sangat
tergantung pada gerakan otot untuk
bisa didistribusikan ke berbagai
jaringan tubuh. Padahal cairan limpa
yang diproduksi oleh suatu kelenjar
tanpa saluran (ductless) ini
merupakan bagian dari sistem imun
atau kekebalan tubuh. Dampaknya
tentu saja kekebalan tubuh akan
menurun, sehingga mudah terserang
penyakit terutama jika sedang musim
flu (Nasronudin.2013).

Menggunakan Berdasarkan penelitian, virus


narkotika suntik terdapat dalam saliva, air mata,
jenis putau dengan cairan serebrospinal dan urin, tetapi
frekuensi 1 – 2 cairan tersebut tidak terbukti
x/minggu berisiko menularkan infeksi karena
kadarnya sangat rendah dan tidak
ada mekanisme yang memfasilitasi
untuk masuk ke dalam darah orang
lain, kecuali jika ada luka. Sehingga
pada pengguna jarum suntik saat
konsumsi narkotika yg bergantian,
maka dapat diperkirakan juga
tertular HIV.
melakukan seks Cara penularan yang tersering di
bebas dengan dunia adalah secara seksual melalui
pekerja seks mukosa genital dengan angka
komersial dan kejadian sampai 85%. Sex bebas dan
dengan beberapa berganti pasangan meningkatkan
pasangan risiko tertular HIV yang lebih besar
dari pasangan yang terinfeksi.
Selama hubungan seksual
Riwayat alergi -
Riwayat -
penyakit
Riwayat -
penyakit
keluarga
Riwayat Pengobatan alternatif.
pengobatan
Kondisi Lemas seluruh Sistem kekebalan tubuh yang mulai menurun akan
sebelu badan selama 3 membuat penderita penyakit ini akan merasakan sering
m hari lelah dan lesu. Maka dari itu, kelelahan yang sering terjadi
MRS tanpa sebab juga sering menjadi indikasi awal munculnya
HIV.
Tidak mau Sekitar 30-60% pengidap penyakit ini sering mengalami
makan karena ketiga gejala ini. Karena ini sering muncul sebagai tahap
mual muntah awal seseorang terinfeksi virus ini
Batuk & dada Batuk yang dialami pasien HIV adalah batuk kering yang
sakit saat batuk, menimbulkan rasa sakit di tenggorokan, namun belum
(-) sesak diketahui jenis batuk yang dialami pasien berdahak/kering.
Batuk sendiri merupakan gejala umum yang dialami pada
fase pertengahan hingga akhir HIV sebagai reaksi infeksi
opurtunistik pada paru-paru, dapat berupa infeksi
pneumonia atau tuberkulosis.
Demam naik Pada titik ini virus bergerak ke dalam aliran darah dan mulai
turun mereplikasi dalam jumlah besar, sehingga kompensasi
tubuh melepas Antigen mediator-mediator inflamasi salah
satunya TNF dan prostaglandin yang meningkatkan suhu
tubuh dengan meningkatkan thermoset di hipotalamus.
Penurunan
kesadaran:
mengantuk,
sulit
berkomunikasi,
ngompol, diare
(10x/hari),
pusing, pingsan

Tabel 1. Gejala mayor dan minor pada HIV/AIDS


(Nasronudin, 2007).
Penurunan kesadaran disebabkan adanya toxoplasmasis
pada hasil CT Scan pasien.
 Diare yang dialami karena sistem kekebalan tubuh yang
semakin menurun menyebabkan infeksi bakteri
penyebab diare menginfeksi pasien. Bakteri penyebab
infeksi opurtunistik pada pasien yaitu Mycobacterium
avium complex.

Gambar 1. Tahapan infeksi opurtunistik pada HIV/AIDS


(Koda-Kimble, 2009).
BB turun drastis
Penurunan berat bedan merupakan gejala utama HIV, Bila
terinfeksi oleh HIV, terdapat beberapa hal yang dapat
menyebabkan penurunan berat badan yaitu :
(Nasronudin.2013)
a. Terinfeksi oleh virus HIV
b. Obat anti HIV dapat menurunkan nafsu
makan, membuat makanan terasa tidak enak,
atau membuat tubuh lebih sulit menyerap
berbagai nutrisi dan makanan sehingga
menyebabkan berat badan menjadi turun
c. Adanya luka pada mulut (sariawan) dan rasa
mual membuat nafsu makan berkurang
d. Adanya diare dan berbagai gangguan
pencernaan lainnya yang dapat membuat
tubuh lebih sulit menyerap nutrisi dari
makanan
e. Merasa sangat lelah dapat mengganggu
aktifitas, sehingga untuk makan pun menjadi
tidak nafsu
Kondisi Demam, mual,  Kondisi mual disebabkan karena asam lambung pasien
MRS kepala yang meningkat karena terdapat riwayat tidak terbiasa
berdenyut sarapan dan sering mengkonsumsi kopi tiap harinya,
terlebih napsu makan pasien saat ini rendah sehingga
produksi asam lambung akan meningkat.
 Kepala berdenyut dapat disebabkan karena napsu
makan pasien yang rendah dapat menyebabkan
kebutuhan nutrisi bagi sel-sel di otak tidak terpenuhi
dan menyebabkan kepala terasa berdenyut.

b. OBJEKTIF
Parameter Saat MRS Setelah Nilai Keterangan
MRS Normal
TD 110/80 120/80 120/80 Tekanan darah saat MRS sedikit di
mmHg mmHg mmHg bawah nilai normal, namun
setelah menjalani perawatan
tekanan darah sudah kembali
normal.
Nadi 80x/menit 100x/menit 60- Nadi setelah MRS masih berada
100x/menit pada nilai normal.
Frekuensi 20x/menit 28x/menit 14- Respiration Rate setelah MRS di
napas 20x/menit atas nilai normal, hal ini ditandai
dengan gejala sesak yang dialami
pasien. Nilai RR yang tinggi ini
dimungkinkan karena adanya
reaksi infeksi opurtunistik pada
pasien yang menyerang paru-
paru.
Suhu tubuh 37,9 oC 38,5 37±0,5 oC Peningkatan suhu tubuh
dikarenakan adanya antigen di
dalam tubuh yaitu virus HIV/AIDS.
Sehingga tubuh mengeluarkan
mediator-mediator inflamasi
seperti TNF, yang membuat suhu
tubuh meningkat serta
menstimulasi keluarnya pirogen
untuk membentuk prostaglandin
yang akan meningkatkan suhu
tubuh pada hipotalamus otak.
GCS 325 345 456 Penilaian respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan antara
lain:
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara
(suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri
(berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :


(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau
(sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara
tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas, namun tidak dalam satu
kalimat)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :


(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri
(menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar /
menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu
atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan
satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : tidak ada respon
Pupil Bulat Ø 4 mm rcl  Ukuran  Ukuran pupil pada MRS dan
isokor Ø +/+ rctl +/+ normal setelah MRS normal dan
3/3 mm 3-7 mm sama besar antara pupil
rcl +/+ rctl  RCL + mata kanan dan kiri.
+/+  RCTL +  Hasil RCL pada pupil mata
kanan dan kiri normal. RCL
(Refleks Cahaya Langsung)
artinya pupil mata disinari
pupil mengecil (+)
 Hasil RCTL pada pupil mata
kanan dan kiri normal. RCTL
(Refleks Cahaya Tidak
Langsung) artinya pupil
mata tidak disinari ikut
mengecil (+)
Kaku kuduk (+) (-) (-) Pada pasien ini terjadi kaku
duduk. Kaku kuduk merupakan
suatu keluhan nyeri kepala yang
menjalar ke tengkuk dan
punggung karena mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk.
Lasek <70/<70 <70/<70 C Cara Tes Lasek: Pasien yang sedang
berbaring diluruskan kedua
tungkainya. Kemudian satu
tungkai diangkat lurus. Tungkai
satunya lagi dalam keadaan lurus
(tidak bergerak).

- Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila


sakit / tahanan timbul pada sudut
< 70° (dewasa) dan < 60° (lansia).
Kernig <135/<13 <135/<135 - Cara Tes Kernig: Penderita
5 berbaring, salah satu pahanya
difleksikan sampai membuat
sudut 90°. Lalu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian
lutut. Biasanya ekstensi dilakukan
sampai membentuk sudut 135°.

- Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS)


(+) bila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum mencaai sudut
135°.
Nervus Parese Parese NVII Lemahnya syaraf fasialis bagian
kranial NVII sinistra tengah-kiri menyebabkan
sinistra sentral lemahnya kemampuan menelan
sentral pasien sehingga pasien
membutuhkan terapi nutrisi
tambahan.
Otonom Terpasang Tidak mampu mengontrol
inkontinens kateter keluarnya urin karena kesadaran
i uri masih kurang sehingga
membutuhkan kateter urin.
Motorik Hemipares Hemiparese Hemiparese merupakan suatu
kesan e kondisi lemahnya salah satu
bagian tubuh.
Reflek ++/++ ++/++ Dalam batas normal
fisiologis
Reflek +/+ +/+ Dalam batas normal
patologis
Reflek Tidak Tidak dapat -
sensorik dapat dinilai
dinilai
Status Dalam Dalam Dalam batas normal
generalis batas batas
kepala normal normal
Mata pucat merah Hal ini dikarenakan zat besi
konjungtiva merupakan unsur pembentuk sel
darah yang berperan dalam
membentuk warna merah segar.
Sehingga pada penderita anemia,
pada konjungtiva matanya akan
terlihat warna yang pucat atau
cenderung putih. Anemia dapat
muncul karena asupan nutrisi
pasien tidak tercukupi karena
kondisi mual, muntah dan diare
yang dialami pasien, sehingga
kurang memiliki nutrisi zat besi
dan asam folat yang cukup.
Sklera (+) (-) Ikterus adalah suatu kondisi
ikterik medis yang ditandai dengan
menguningnya kulit dan bagian
putih pada bola mata. Ikterus
terjadi ketika ada kadar bilirubin
yang berlebihan yang dihasilkan
oleh hati ketika mengeluarkan
bilirubin tersebut dari dalam
darah atau ketika terjadi
kerusakan hati yang mencegah
pembuangan bilirubin dari dalam
darah, kerusakan hati dapat
diperparah dengan adanya infeksi
opurtunistik dari HIV/AIDS.
Penyebab lainnya adalah
tersumbatnya saluran empedu,
yang menurunkan aliran empedu
dan bilirubin dari hati kedalam
usus. Kemudian Sel-sel darah
merah dihancurkan dan
melepaskan hemoglobin.
Hemoglobin adalah zat kimia yang
mengandung zat besi di dalam sel
darah merah yang berfungsi
membawa oksigen. Zat kimia yang
tetap berada di dalam darah
setelah penghilangan zat besi
menjadi bilirubin. Kemudian
warna dari kulit bervariasi
tergantung pada kadar bilirubin.
Ketika kadar bilirubin sedikit
meningkat, kulit dan sclera
terlihat menguning. Ketika kadar
bilirubin tinggi, warnanya
cenderung menjadi lebih
kecoklatan.
Pembesara (-) (-) Dalam batas normal
n leher
Telinga Dalam Dalam Dalam batas normal
batas batas
normal normal
Hidung Dalam Dalam Dalam batas normal
batas batas
normal normal
Tenggorok Dalam Dalam Dalam batas normal
batas batas
normal normal
Candidiasis terdapat (-) Timbulnya bercak putih dengan
plak putih sensasi terbakar disebabkan oleh
tersebar jamur Candida sp. Kondisi
dalam demikian sangat umum terjadi
rongga pada pasien dengan sistem
mulut kekebalan tubuh yang menurun
sehingga mudah terinfeksi jamur.
Paru Tidak terdapat data
vesikuler
Ronchi +/+ -/- Pada pasien ini terdapat ronchi
(suara tambahan yang dihasilkan
oleh aliran udara melalui saluran
nafas yang berisi eksudat) akibat
saluran nafas yang menyempit
atau oleh edema saluran nafas
Wheezing -/- -/- Dalam batas normal
Abdomen Lemas, normal Abdomen menunjukkan lemas
nyeri tekan dan nyeri saat ditekan pada
setelah MRS dapat disebabkan
adanya reaksi infeksi opurtunistik
dari HIV/AIDS yang menyerang
saluran pencernaan.
Bising usus Dalam Dalam Dalam batas normal
batas batas
normal normal
Ekstremitas Hemipares, Normal, Hemiparesis berarti ada
edema (-) edema (-) kelemahan pada satu sisi tubuh
pada daerah ekstremitas.
Kulit Erupsi Hal ini dikarenakan mobilitas
daerah terutama pasien rendah
tertekan pada
sakrum:
erupsi
epidermis
5x5 cm
Aktivitas Bedrest, Aktivitas terbatas dari pasien
miring disebabkan karena kondisi
kanan/kiri kesadaran yang belum
dibantu sepenuhnya pulih, ditambah lagi
dengan status nutrisi pasien yang
tidak sepenuhnya telah tercukupi
menyebabkan pasien menjadi
lemas dan membutuhkan
bantuan untuk beraktivitas.
ROM Terbatas/di Rentang gerak merupakan
(range of bantu jumlah maksimum gerakan yang
motion) mungkin dilakukan sendi pada
salah satu tiga potongan tubuh:
sagital, frontal dan transversal.
Mobilisasi sendi disetiap
potongan dibatasi oleh ligamen,
otot, dan konstruksi sendi.
Gerakan yang dilakukan pasien
terbatas atau dibantu, karena
kondisi kesadaran yang belum
sepenuhnya pulih, ditambah lagi
dengan status nutrisi pasien yang
tidak sepenuhnya telah tercukupi
menyebabkan pasien menjadi
lemas dan membutuhkan
bantuan untuk beraktivitas.
Gambaran Tidak dapat -
diri, ideal dinilai
diri, harga
diri, peran
diri,
identitas
diri, dan
psikologis
CD 4+ 45/uL 500- Nilai CD4+ dibawah nilai normal
1500/μL menandakan turun atau hilangnya
sistem imunitas seluler. Pada
kasus ini menurunnya CD4+
disebabkan adanya virus HIV yang
secara selektif menginfeksi sel
yang berperan dalam
pembentukan antibodi pada
sistem kekebalan tubuh yaitu sel
limfosit T4 (Sullivan, et.al, 1998).
CT scan Sugestif  Toksoplasmosis
toxoplasmo Penyebab ensefalitis lokal pada
sis dengan penderita AIDS adalah
ventrikulom reaktivasi Toxoplasma gondii,
egali yang sebelumnya merupakan
infeksi laten. Gejala dapat
berupa sakit kepala dan
demam, sampai kejang dan
koma. Toksoplasmosis jarang
ditemukan di luar otak.
 Ventrikulomegali merupakan
temuan radiologi dengan
gambaran berupa dilatasi atau
pelebaran yang abnormal dari
struktur ventrikel. Diagnosis
ventrikulomegali ditegakkan
jika ditemukan lebar ventrikel
lateral melebihi 10 milimeter.
Kondisi ini dapat ditemukan
unilateral maupun bilateral.
Diagnosis AIDS Penyakit AIDS merupakan
sindrome yang disebabkan oleh
retrovirus yang menyerang sistem
pertahanan tubuh. Karena
rusaknya sistem pertahanan
tubuh maka orang yang terinfeksi
mudah diserang penyakit-
penyakit lain. Diagnosa AIDS
ditegakkan apabila kadar CD4+
<200/μL. Berdasarkan klasifikasi
HIV/AIDS sesuai tanda dan gejala
yang dialami pasien, tergolong
dalam klasifikasi kelas C tingkat
III.

ASSESSMENT

Jenis obat Dosis Indikasi obat Pemantauan Komentar dan


Frekuensi pada pasien kefarmasian alasan
Oksigen 2 Meningkatkan Efektivitas: saturasi Jika saturasi
nasal liter/menit saturasi oksigen oksigen, kondisi oksigen sudah
dan mengatasi sesak pasien, dan RR tercukupi maka
sesak pada Dapat menyebabkan dapat dihentikan
pasien pengeringan mukosa pemberian oksigen
hidung nasal, serta RR
kembali normal.
Tepat digunakan
pada pasien.
Nutrisi Life line Pemberian Dapat menyebabkan Pasien mengalami
Enteral Nasogastri nutrisi pada aspirasi pneumonia. motorik
c tube pasien yang Monitoring tube hemiparase dan
tidak mampu yang digunakan lemas sehingga
intake pasien, kenyamanan digunakan nutrisi
makanan/minu pasien. enteral
man dari mulut dikarenakan pasien
tidak mampu
melakukan proses
mekanis untuk
mencerna
makanan.
Nystatin 2-3 tetes 3 Mengobati Efektivitas: plak Nystatin adalah
kali sehari infeksi jamur putih dalam rongga antifungal polien
pada area mulut mulut yang bekerja
Efek samping: mual, dengan merusak
muntah, diare. Iritasi permeabilitas
oral atau sensitisasi membran sel dari
jamur dengan
berikatan pada
sterol, khususnya
ergosterol.
Untuk terapi
candidiasis
suspensi nystatin
perlu diteteskan
tepat di area yang
terinfeksi selama
mungkin dan
pasien harus
menghindari makan
atau minum selama
satu jam setelah
pemberian dosis
(Sweetman, 2009).
Nystatin diberikan
hingga plak putih
di mulut hilang.
Tepat digunakan
untuk pasien ini
dikarenakan
terdapat plak putih
tersebar dalam
rongga mulut
New 3 kali 2 Pengobatan Efektivitas: frekuensi Merupakan
Diatab tablet simptomatik diare, konsistensi golongan adsorben
(Attapulgit pada diare yang feses diare yang menyerap
e) disebabkan oleh Efek samping: sakit cairan di usus dan
keracunan dan perut, mual mengurangi
toksin dari keenceran feses
bakteri maupun (Sweetman, 2009).
virus Tepat digunakan
untuk pasien
dikarenakan pasien
mengalami diare
±10 kali sehari.
Nevirapin 200 mg Nevirapin Efektivitas: CD4+, Pasien mengalami
(NNRTI) sehari digunakan viral load tanda-tanda
sekali untuk toksisitas hati yaitu
selama 14 pengobatan ES potensial: adanya ikterus
hari infeksi HIV dan peningkatan kadar sklera. Sehingga
pertama, AIDS. liver, hepatotoksik dapat dilakukan
ditingkatk pertimbangan
Monitor fungsi liver
an untuk mengganti
tiap 4 minggu pada
menjadi 18 bulan pertama obat dengan jenis
200 mg dan monitor NNRTI yang lain.
dua kali munculnya ruam Terapi: kurang
sehari pada 14 hari pertama tepat pada pasien
karena

Lamivudin 150 mg Untuk ESO: infeksi saluran Antiviral agent


Golongan mengobati nafas atas, pusing, yang melawan HBV.
NRTI Dosis pasien dengan mual, malaise, nyeri Dimetabolisme
rekomend infeksi hepatitis abdomen, dan diare oleh sel terinfeksi
asi 100 mg B kronis dengan dan sehat ke
Monitoring :
sehari replikasi HBV derivat trifosfat
eksaserbasi
sekali (TP) yang
hepatitis, 3TC-HBV,
merupakan
diare
senyawa aktif.
Lamivudin tablet Lamivudin-TP
dapat dibagi menjadi berperan sebagai
dua bagian dan inhibitor dan
dihancurkan lalu substrat untuk
didispersikan ke virus HBV
dalam air pada polimerase.
pasien dengan Pembentukan DNA
gangguan GIT. virus dihambat
Harus digunakan oleh lamivudin-TP
maksimal 1 bulan
menjadi suatu
setelah dibuka
rantai dan
(NCASC, 2009).
subsequent chain
termination.
Lamivud-TP tidak
berkaitan dengan
metabolisme
normal DNA
sehingga sangat
kecil pengaruhnya
pada isi sel DNA.
Lamivudin-TP
memiliki petensi
sangat kecil untuk
menurunkan isi
dari mitokondria
DNA sehingga tidak
secara permanen
berhubungan
dengan
mitokondria DNA
dan tidak berperan
sebagai inhibitor
DNA polimerase γ.
Lamivudin sudah
tepat pada pasien
ini dikarenakan first
line pada pasien
HIV dengan infeksi
oportunistik
hepatitis atau
gangguan hati.
Stavudin 30 mg HIV infection ESO: Peningkatan Merupakan analog
NRTI asam laktat atau timidin yang
<60 kg: 30 hepatomegaly berat diubah secara
mg 12 dengan steatosis,
interseluler
hrly; ≥60 pankreatitis akut dan menjadi bentuk
kg: 40 mg hiperlipid (NCASC, aktif metabolit
12 hrly 2009). stavudin trifosfat
yang menghambat
reverse
Monitoring : LFTs, transcriptase yang
renal function tests, berkompetisi
viral load, CD4 dengan natural
count. substrat. Selain itu
juga dapat
menghambat
sintesis DNA virus
yang menyebabkan
DNA chain
termination.
Beberapa regimen
terapi menyebutkan
bahwa kombinasi
Stavudin +
Lamivudin tidak
lagi digunakan
sebagai first line
karena resiko
toksisitas stavudin
yang terlalu tinggi
(NCASC, 2009)
Streptomi IM TB 15 TB, Infeksi, Reaksi neurotoksik, Bekerja
sin mg/kg per endocarditis paraesthesia pada menghambat
hari. Max: wajah, rash, demam, sintesis protein
1 g/hari. bakteri edema, eosinofilia. dengan ikatan
Bacterial langsung pada
Monitoring: renal
endocardi subunit 30s yang
dan fungsi auditory.
tis mengganggu
Streptococ urutan peptida
cal dalam
endocardi pembentukan
tis: 1 g dua rantai protein.
kali sehari
selama 1 Kurang tepat pada
minggu pasien karena
kemudian belum ada penegak
500 mg jika pasien terkena
perhari TB. Tes sputum
minggu ke terlebih dahulu.
dua
Etambutol 15 mg/kg Pulmonary dan Retrobulbar neuritis Menghambat
once daily extrapulmonary dengan penurunan menghambat
or 30 TB visual. Menurunkan sintesis 1 atau lebih
mg/kg 3 klirens renal dari metabolit pada
times urate danbakteria terduga
weekly kemungkinan dapat pada susceptible
menyebabkan gout bacteria sehingga
akut, peripheral
menyebabkan
neuropathy, terjadinya
thrombocytopenia, kegagalan
pulmonary metabolisme
infiltrates, seluler,
eosinophilia dan GI menghambat
disturbances. multiplikasi, dan
kematian sel. Aktif
Monitoring : lakukan
melawan bakteria
pemeriksaan
yang dicurigai saat
keseluruhan
pembelahan sel.
optalmik sebelum
melakukan Kurang tepat pada
pengobatan, pasien karena
monitor fungsi belum ada penegak
penglihatan, renal, jika pasien terkena
hepar, dan TB. Tes sputum
hematologi. terlebih dahulu.
Klindamisi 150-mg Toxoplasmosis Nausea, vomiting, Clindamycin
n setiap 6 gondhii akut abdominal pain atau menghambat
jam, dapat PCP: first linenya kram, gangguan sintesis protein
ditingkatk Cotrimoxazole terhadap rasa, dengan ikatan
an oesophagitis, reversibel terhadap
menjadi oesophageal 50s ribosomal
450 mg ulceration, rashes, subunit yang
pada urticaria, erythema menghambat
infeksi multiforme, Stevens- reaksi
parah Johnson syndrome transpeptidation
dengan atau translocation
Monitoring : CBC,
dosis pada organisme
liver dan fungsi renal
maksimal yang dicurigai
pada terapi jangka
1,8 g/hari sehingga
panjang
pertumbuhan
selnya terhambat.

Kurang tepat pada


pasien.

PLAN

Masalah Penyelesaian
Pasien diberikan terapi Belum ada diagnosa pasti untuk infeksi saluran pernafasan yang
Streptomisin dan Etambutol dialami pasien sehingga perlu ditegakkan diagnosisnya antara TB
sementara belum ada diagnosa atau pneumonia dengan cara melakukan radiografi toraks serta
pasti untuk TBC pada pasien pemeriksaan sputum. Diagnosa perlu ditegakkan supaya dapat
dipilih terapi yang tepat untuk mengatasi infeksi saluran nafas
yang diderita pasien.
Namun, jika dilihat dari jumlah CD4+ pasien yaitu 45/L yang
mana tergolong sangat rendah. Untuk pasien dengan jumlah
CD4+ < 50/L dapat diberikan terapi profilaksis infeksi
oportunistik Mycobacterium avium yaitu dapat diberikan
Azithromycin 1.200 mg per oral sekali per minggu atau
Clarithromycin 500 mg per oral dua kali sehari (DiPiro, 2015).

Pasien didiagnosa toxoplasmosis Diberikan terapi untuk infeksi toxoplasmosis yaitu:


dilihat dari hasil pemeriksaan Pirimetamin dosis awal: 200 mg sekali sehari, diikuti dengan 50-
CT-scan yaitu sugestif 75 mg perhari + klindamisin 4 x 600 mg
toxoplasmosis dengan Atau
ventrikulomegali. Clindamycin Pirimetamin dosis awal: 200 mg sekali sehari, diikuti dengan 50-
diindikasikan untuk 75 mg perhari + sulfadiazine 1-1,5 g 4 kali sehari
toxoplasmosis namun obat ini
kurang efektif jika tidak Asam folinat 15 mg setiap 2 hari bila tersedia, karena pirimetamin
dikombinasi dengan merupakan antagonis asam folat
pirimetamin
Terapi selama 6 minggu
Terapi rumatan Pirimetamin 25 mg / hari + klindamisin600mg
(Kemenkes RI, 2011)
Monitoring dan evaluasi terapi toxoplasmosis dapat dilakukan CT-
scan atau MRI kembali setiap 4-6 minggu sekali hingga tercapai
perbaikan lesi atau stabilisasi lesi. Terapi toxoplasmosis dapat
dihentikan pada pasien dengan peningkatan jumlah CD4+ yang
menetap hingga > 200/L dan perbaikan lesi melalui pemeriksaan
MRI.
Pasien mengalami demam Dapat diberikan antipiretik paracetamol dengan dosis 500 mg bila
dengan suhu badan yang terus perlu (dosis maksimal : 4 g per hari). Dilakukan monitoring suhu
meningkat tetapi belum diberi tubuh. Jika suhu tubuh pasien menurun pemberian paracetamol
terapi antipiretik untuk dapat dihentikan.
meredakan demam
Pasien diberikan nystatin untuk Pemberian nystatin sudah tepat untuk mengatasi infeksi
mengatasi candidiasis oral candidiasis oral. candidiasis dapat menyerang esofagus pasien
dengan penurunan sistem imun, menyebabkan kesulitan dan
sakit menelan. Pada pasien terdapat bercak putih di mulut yang
menunjukkan tanda candidiasis oral. Nystatin diberikan dalam
bentuk tablet hisap 100.000 U, dihisap setiap 4 jam selama t hari
atau suspensi nystatin 3-5 cc dikumur 3 kali sehari selama 7 hari
(Kemenkes RI, 2011).
Terapi nutrisi pasien tidak tepat Nutrisi enteral NGT diganti dengan nutrisi parenteral. Tidak dipilih
diberikan lewat rute NGT, rute enteral yang lain dikarenakan selain mual muntah, pasien
karena pasien mengalami mual juga mengalami diare sehingga agar tidak semakin memperberat
muntah. Ditakutkan apabila diare, dipilih nutrisi parenteral (lebih aman karena lewat
tetap dengan rute NGT, maka pembuluh darah).
nutrisi yang masuk langsung ke
lambung akan dikeluarkan lagi
karena pasien refluks
Pasien mengalami mual muntah Terapi untuk manajemen mual dan muntah pada pasien HIV yaitu
namun belum diberikan terapi Metoclopramide IV 10 mg tiap 4-8 jam (hanya untuk satu hari)
untuk mengatasinya (WHO, 2004).

Untuk mengatasi mual dan muntah pasien dapat diberikan


ondasentron
Dosis : 8 mg 2x/hari
ES : sakit kepala, pusing, konstipasi, demam
Ondasentron merupakan golongan antagonis serotonin, Menurut
Currow (1997) pasien HIV yang menerima terapi ondasentron
untuk mengatasi mual dan muntah memberikan respon yaitu
mual dan muntah membaik dengan pemberian terapi
ondasentron selama 48 jam. 7 dari 16 pasien melanjutkan terapi
sampai lebih dari 10hari.

Currow, D.C., Coughlan, M., Fardel, B., and Cooney, N.J. 1997. Use
of ondasentron in palliative medicine.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9185436. Diakses 7
Oktober 2017
Pasien direncanakan kombinasi Kombinasi ini sudah tepat karena kombinasi terapi untuk pasien
terapi ARV yaitu Nevirapin, HIV yang paling bagus adalah : 2 NRTI + NNRTI/PI.
Lamivudin dan Stavudin Selain itu, obat ARV haruslah dikombinasi untuk menurunkan
resistensi karena virus HIV mudah berganti-ganti envelope.

- Pertimbangan untuk pemilihan NRTIs


Firstline ART untuk mengangani HIV AIDS yaitu kombinasi
2 NRTIs. Salah obat seharusnya lamivudine (3TC) atau
emtricitabine (FTC). Kemudian dua yang paling sering digunakan
adalah analog thymin Zidovudine (ZDV) dan Stavudine (d4T).
Stavudin lebih murah dari Zidovudin dan banyak digunakan di
banyak negara. Namun penggunaan Stavudin sebagai initial terapi
menunjukkan toksisitas yang kurang baik. Stavudin digunakan
sebagai alternative dari Zidovudin. Namun jika tetap digunakan
maka digunakan pada dosis rendah yaitu 30mg untuk
menurunkan toksisitas jangka panjang.
Pilihan lain NRTI yaitu tenofovir (TDF) atau abacavir (ABC)
yang dikombinasikan dengan lamivudine (3TC) atau emtricitabine
(FTC). Banyak penelitian mendukung penggunaan TDF+FTD jika
digunakan kombinasi dengan EFV kemungkinan karena efek
samping yang rendah.
ABC resiko tinggi menyebabkan sindroma hipesrsensistif
TDF  dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal
NRTIs yang kemungkinan tersedia formulasi dalam satu pil:
ZDV + 3TC
TDF + FTC
TDF + 3TC
ABC + 3TC
d4T + 3TC
- Pertimbangan untuk pemilihan NNRTIs
Terdapat dua NNRTIs yaitu EFV dan Nevirapine (NVP) yang
direkomendasikan untuk first-line ART. Efektifitas EFV dan NVP
sebanding. NVP bisa sebabkan toksisitas severe pada hati serta
dikaitkan dengan imunosupresi sehingga penggunaannya dibatasi
pada px laki-laki dengan CD4 <400 sell/mm3

- Penggunaan Triple NRTIs


Yaitu ZDV+3TC+ABC dan ZDV+3TC+TDF bisa
direkomendasikan apabila pasien kontraindindikasi pada
penggunaan NNRTIs. Penggunaan Triple NRTIs apabila:

- PI digunakan sebagai second-line ART, selain itu dapat juga


kombinasi dengan 2 NRTIs saat triple NRTIs tidak tersedia
atau dianggap tidak sesuai atau bila kontraindikasi untuk
NNRTIs dan juga pada kondisi:

Jika regimen terapi ART dengan menggunakan PIs gagal maka


pilihan obat lain untuk selanjutnya terbatas. Regimen PIs yang
gagal memiliki pola resistensi yang lebih dari pada penggunaan
NNRTI yang gagal. Sehingga disarankan PI digunakan sebagai
second-line terapi ART .

Kombinasi paling baik yaitu ZDV + 3TC + EFV yang diberikan dua
dosis perhari. Pada pasien bisa diberikan Zidovudin + Lamivudin +
EFV (dua dosis perhari) atau Stavudin dosis 30mg + lamivudine +
EFV. Karena pasien ada gangguan hati (sklerik icterus) dan CD4 =
45/uL. Sehingga NVP lebih baik tidak diberikan.
 Lamivudin
Mekanisme aksi : NRTIs menginhibisi replikasi virus melalui viral
RNA–dependent DNA polymerase
Dosis : 150 mg diberikan tiap 2 jam
ES : sakit kepala, mual, muntah, batuk, diare, demam
 Stavudin
Mekanisme aksi : NRTIs menginhibisi replikasi virus melalui viral
RNA–dependent DNA polymerase
Dosis : 30 mg diberikan tiap 12 jam
ES : sakit kepala, insomnia, cemas, rash, mual, muntah
 EFV atau Efavirenz
Mekanisme Aksi : merupakan golongan NNRTIs adalah kelompok
obat yang secara kimia memiliki gugus yang heterogen yang
berikatan secara non kompetitif pada sisi katalisis reverse
transcriptase. NNRTIs tidak memerlukan aktivasi intraseluler dan
tidak berkompetisi dengan deoxynucloetide endogen.
Dosis : 600mg sekali sehari
ES : ruam, diare, nausea, muntah, depresi, gangguan tidur, sakit
kepala, peningkatan kolesterol total

WHO. 2007. HIV/AIDS Treatment And Care Clinical protocols for


the WHO European Region. ISBN 978-92-890-7298-4.

Obat ARV lebih banyak memiliki - Nevirapin


efek samping dibanding ES : ruam dan peningkatan kadar enzim liver
antibakteri karena antivirus Monitor fungsi liver tiap 4 minggu pada 18 bulan pertama
bekerja menghambat replikasi sejak terapi dimulai dan monitor munculnya ruam pada 14
virus, dimana siklus reproduksi hari pertama (jika muncul ruam berat disertai demam dan
virus terjadi secara intrasel di ulserasi mukosa maka obat dihentikan) (WHO, 2004).
dalam sel host/sel manusia. - Lamivudin
Maka dari itu, secara metabolik ES : nyeri abdomen, pusing, neutropenia (jarang)
obat ARV lebih banyak - Stavudin
menimbulkan efek merugikan ES : Peningkatan asam laktat atau hepatomegaly berat
(Bean, 1992). dengan steatosis, pankreatitis akut dan hiperlipid ,
Belum terdapat monitor ES apa neuropati perifer (NCASC, 2009).
saja yang diperlukan untuk obat
ARV

Monitoring
- Monitoring efikasi nystatin dengan mengamati berkurangnya plak putih, serta
monitoring adanya reaksi hipersensitivitas dan efek samping nystatin seperti mual,
nyeri perut, diare, dan gejala SJS.
- Monitoring RR dan saturasi oksigen untuk melihat efikasi pemberian O2
- Monitoring peningkatan berat badan dan BMI untuk mengevaluasi kecukupan gizi
pasien.
- Monitoring status nutrisi dan kondisi pasien untuk menilai keefektivan pemberian
NGT sebagai nutrisi enteral untuk pasien.
- Mengamati adanya penurunan frekuensi BAB dan peningkatan konsistensi feses
untuk melihat efikasi obat.
- Monitoring fungsi hepar. Monitoring fungsi hepar karena pasien mendapat
pengobatan antiretroviral jangka panjang sehingga ditakutkan akan berpengaruh
pada hati pasien. perlu pengecekan SGOT/SGPT pada pasien.
- Monitoring efek samping dari terapi ART yang diberikan pada pasien
- Monitoring dan evaluasi terapi toxoplasmosis dapat dilakukan CT-scan atau MRI
kembali setiap 4-6 minggu sekali hingga tercapai perbaikan lesi atau stabilisasi lesi.
Terapi toxoplasmosis dapat dihentikan pada pasien dengan peningkatan jumlah CD4+
yang menetap hingga > 200/L dan perbaikan lesi melalui pemeriksaan MRI.
Konseling
KIE untuk pasien :
 Tidak boleh stress karena dapat memperburuk kondisi psikologi dari pasien
 Minum obat secara teratur
 Olahraga secara rutin untuk meningkatkan sistem imun dimana dapat meningkatkan
sirkulasi darah sel darah putih sehingga jika ada benda asing yang masuk dapat
segera dihancurkan oleh sel darah putih
 Menghentikan kebiasaan mengkonsumsi kopi, merokok, mengkonsumsi alkohol,
narkotika, dan kegiatan seks
 Menggunakan nystatin dengan benar yaitu setelah makan atau minum mulut
dibersihkan terlebih dahulu, obat dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan
kemudian diteteskan secara merata. Didiamkan dan dilarang untuk makan atau
minum selama 30 menit agar obat tetap berada dimulut. Waktu konsumsi obat ini
pada waktu yang sama setiap harinya.
KIE untuk keluarga terutama istri :
 Tidak melakukan hubungan seksual terlebih dahulu
 Cek kadar CD4+ untuk melihat apakah telah tertular HIV/AIDS
 Tidak menjauhi pasien dan tetap membantu meningkatkan kondisi psikologis pasien

Anda mungkin juga menyukai