Anda di halaman 1dari 16

STRATIFIED RANDOM SAMPLING

A. Stratified Sampling
Identifikasi apakah penelitian akan melibatkan kelompok di populasi sebelum
memilih sampel. Stratifikasi berarti bahwa kaeakter spesifik dari individu (misalnya
laki-laki dan perempuan) terwakili pada sampel dan sampel mencerminkan porsi yang
sebenaarnya dari seseorang dengan karakter tertentu dari populasi. Ketika memilih
orang secara acak dari populasi, karakter ini mungkin iya atau tidak tersajikan sampel
pada perbandingan yang sama: stratifikasi memastikan perwakilannya. Identifikasi
karakter menggunakan stratifikasi populasi (contoh: jenis kelamin, pendapatan,
pendidikan). Dalam setiap tingkat, mengidentifikasi apakah sampel memiliki individu
dengan karakteristik di porsi yang sama sebagai karakter yang muncul di keseluruhan
populasi (Creswell, 2003: 156-157)
Secara ringkas prosedur untuk memilih sampel acak berstrata adalah sbb:
1. Membagi populasi berdasarkan strata (misalnya pria dan wanita)
2. Pengambilan sampel dalam setiap kelompok dalam strata berdasarkan (jumlah
mayoritas dan minoritas) sehingga individu yang dipilih proporsional untuk
perwakilan mereka dalam total populasi (Creswell, 2012: 144)
Contoh I
Proporsional Tidak Proporsional
Mengetahui kualitas kepala Mengetahui kualitas kepala sekolah
sekolah berdasarkan pendidikan akhir, berdasarkan pendidikan akhir, jika
jika populasi yang ada sebagai berikut: populasi yang ada sebagai berikut:
S1= 50 Orang S1= 50 Orang
S2= 20 Orang S2= 20 Orang
S3= 10 Orang S3= 10 Orang
Sehingga jumlah seluruh Sehingga jumlah seluruh populasi
populasi adalah 80 orang, apabila akan adalah 80 orang, apabila akan diambil
diambil sampel sebanyak 40 orang sampel sebanyak 40 orang maka
maka pengambilan sampel berdasarkan pengambilan sampel berdasarkan
jumlahnya adalah sebagai berikut: jumlahnya adalah sebagai berikut:
50 S1= 15 Orang
S1= 80 𝑥40= 25 Orang
20 S2= 15 Orang
S2= 80 𝑥40= 10 Orang
S3= 10 Orang
10
S3= 80 𝑥40= 5 Orang

Contoh II

Populasi
N=9000

Laki
.66 dari populasi 200
N=6000

Perempuan .33 dari populasi 100


N=3000 Sampel = 300
Gambar. Propotional Statified Sampling

 9.000 anak-anak penduduk asli Amerika di Indonesia negara bagian


 3.000 adalah perempuan dan 6.000 laki-laki. Seorang peneliti memutuskan untuk
memilih sampel 300 dari populasi ini 9.000 anak.
 Sampel acak sederhana menghasilkan pemilihan sebagian besar anak laki-laki
karena ada lebih banyak anak laki-laki daripada anak perempuan dalam populasi.
 Untuk memastikan bahwa peneliti memilih anak laki-laki secara proporsional
dengan perwakilan mereka dalam populasi, ia membagi daftar 9.000 anak menjadi
anak laki-laki dan perempuan.
 Sepertiga (3.000 / 9.000) dari sampel dipilih menjadi perempuan, dan dua pertiga
(6.000 / 9.000), anak laki-laki.
 Prosedur stratifikasi terdiri dari stratifikasi oleh populasi menjadi anak laki-laki
dan perempuan dan memilih individu sesuai dengan representasi mereka dalam
total populasi, menghasilkan 200 anak laki-laki dan 100 anak perempuan.
(Creswell, 2012: 144-145)
Keuntungan dan kerugian Stratified Sampling
 Keuntungan :
 Taksiran mengenai karakteristik populasi lebih tepat.
 lebih tepat dalam menduga populasi karena variasi pada populasi dapat
terwakili oleh sampel
 Kerugian :
 Daftar populasi setiap strata diperlukan
 Tidak efisien jika daerah geografisnya luas, biaya transportasi tinggi
 terdapat kemungkinan terjadi perbedaan jumlah yang besar antar masing-
masing strata.
Multistage cluster sampling
Sebuah penelitian harus menentukan populasi dan sampel apa yang akan diteliti.
Populasi adalah sekelompok individu yang memiliki karakteristik yang sama,
sedangkan sampel adalah subkelompok dari populasi target yang peneliti rencanakan
untuk dipelajari untuk digeneralisasi menjadi populasi target (Creswell, 2012). Peneliti
harus memutuskan cara memilih sampel atau apa yang dikenal sebagai desain sampel.
Dengan kata lain, desain sampel adalah rencana pasti yang ditentukan sebelum data
benar-benar dikumpulkan untuk mendapatkan sampel dari populasi tertentu.
Teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu probability
sampling dan non probability sampling. Probability sampling, peneliti memilih
individu dari populasi yang mewakili populasi tersebut. bentuk pengambilan sampel
ini yang paling ketat dalam penelitian kuantitatif karena peneliti dapat mengklaim
bahwa sampel tersebut mewakili populasi, dengan demikian dapat membuat
generalisasi kepada populasi. Sedangkan non probability sampling, peneliti memilih
individu karena mereka bersedia dan mewakili beberapa karakteristik yang ingin
diteliti oleh peneliti. (Creswell,2012)
Multistage cluster sampling termasuk teknik probability sampling. Dalam metode ini,
populasi dibagi menjadi kelompok-kelompok di berbagai tingkatan. Teknik ini
dimaksudkan untuk penyelidikan besar yang mencakup wilayah geografis yang sangat
luas seperti seluruh negara. Tahap pertama mungkin untuk memilih unit-unit
pengambilan sampel primer besar seperti negara bagian, lalu distrik, lalu kota dan
akhirnya keluarga tertentu di dalam kota. Jika teknik pengambilan sampel acak
diterapkan pada semua tahap, prosedur pengambilan sampel dijelaskan sebagai
pengambilan sampel acak multi-tahap. (Kothari, 2004).
Dalam multistage cluster sampling, peneliti memilih sampel dalam dua tahap atau
lebih karena peneliti tidak dapat dengan mudah mengidentifikasi populasi atau
populasinya sangat besar. Jika ini masalahnya, akan sulit untuk mendapatkan daftar
lengkap anggota populasi. Namun, mendapatkan daftar lengkap kelompok atau
kelompok dalam populasi mungkin dimungkinkan (Vogt, 2005). Sebagai contoh,
populasi semua siswa berisiko di Amerika Serikat mungkin sulit untuk diidentifikasi,
tetapi seorang peneliti dapat memperoleh daftar anak-anak berisiko di distrik sekolah
tertentu. Dengan menggunakan multistage cluster sampling, peneliti secara acak
memilih distrik sekolah di Amerika Serikat dan mendapatkan daftar siswa yang
berisiko di setiap distrik sekolah tersebut. Kemudian, peneliti secara acak mengambil
sampel di dalam setiap kabupaten. Dengan cara seperti ini memudahkan untuk
mengidentifikasi grup dan mencari daftar. Namun, dengan beberapa tahap untuk desain
ini, itu kompleks dan sangat tergantung pada karakteristik populasi (Babbie, 1998).
Purposive Sampling
A. Purposive Sampling “Kualitatif”
1. Researchs intentionly select individuals and sites to learn or understand the
central problem. Peneliti secara sengaja memilih individu dan tempat untuk
mempelajari atau memahami fenomena utama.
2. The goal is to select cases that are likely to be “information rich” with respect
to the purposes of the study. Tujuan purposive sampling adalah untuk memilih
kasus yang cenderung “kaya informasi” yang berhubungan dengan tujuan
penelitian.
Contohnya:
a. Pada satu tempat : Satu Perguruan Tinggi.
b. Pada beberapa tempat : Tiga Perguruan Tinggi.
c. Individu atau Kelompok : Mahasiswa Kimia tahun pertama.
d. Kombinasi Tempat dan Individu/Kelompok : Mahasiswa Kimia Tahun
Pertama pada dua Perguruan Tinggi Yang berbeda.
Jadi, Purposive Sampling itu memilih tempat atau individu yang dapat
membantu kita dalam memahami sebuah fenomena yang kita teliti. Purposive
sampling digunakan untuk mengembangkan pemahaman yang terperinci :
a. Yang mungkin dapat memberikan informasi yang “berguna”.
b. Yang mungkin dapat membantu orang “belajar” tentang fenimena yang
diteliti.
c. Yang mungkin dapat memberikan suara pada individu yang “dibungkam”.
3. Purposive sampling adalah pemilihan unit sampel yang disengaja
mengonfirmasi beberapa kriteria yang telah ditentukan. Bergantung pada
peneliaian peneliti, lebih tepat untuk digunakan dalam penelitian kualitatif.
Pengambilan purposive sampling didasarkan pada keyakinan bahwa
pengetahuan peneliti tentang populasi dapat digunakan untuk memilih anggota
sampel. Peneliti mungkin memutuskan dengan sengaja untuk memilih mata
pelajaran yang dinilai tipikal dari populasi atau khususnya yang memiliki
pengetahuan tentang masalah yang diteliti. Pengambilan sampel dengan cara
subyektif ini, bagaimanapun tidak memberikan metode eksternal dan objektif
untuk menilai tipikal dari subjek yang dipilih. Namun demikian, metode ini
dapat digunakan untuk mengambil keuntungan dalam situasi tertentu.
Instrument yang baru dikembangkan dapat diuji secara efektif dan dievaluasi
dengan purposive sample dari berbagai jenis orang (Nursing Research:
Principles and Methods, Denise F. Polit, Cheryl Tatano Beck, 2004).
4. Purposive sampling melibatkan pengambilan kasus untuk membentuk sampel
yang peneliti anggap memuaskan untuk kebutuhan mereka. Strategi umum
adalah memilih kasus-kasus yang dinilai tipikal dari populasi, dengan asumsi
bahwa kesalahan dalam penilaian seleksi akan cenderung dibatalkan. Namun,
percobaan pada purposive sampling menunjukkan bahwa asumsi ini tidak dapat
diandalkan. (Research Methods in Social Relations Oleh Geoffrey Maruyama,
Carey S. Ryan, 2014).
Purposive sampling lebih tepat digunakan oleh para penelitia apabila
memang sebuah penelitian memerlukan kriteria khusus agar sampel yang
diambil nantinya sesuai dengan tujuan penelitian dapat memecahkan
permasalahan penelitian serta dapat memberikan nilai yang representatif.
Sehingga teknik yang diambil dapat memenuhi tujuan sebenarnya
dilakukannya penelitian.
Contoh mudah dalam penerapan teknik ini pada penelitian
menggunakan metode kohort adalah sebagai berikut: apabila peneliti akan
meneliti dengan judul “Pengaruh konsumsi tablet besi selama hamil terhadap
kadar hemoglobin pasca melahirkan.” Maka peneliti menetapkan kriteria
khusus sebagai syarat populasi (ibu hamil) yang dapat dijadikan sampel, yaitu
apabila ibu tersebut tidak mempunyai berbagai jenis penyakit anemia.
Alasannya ditetapkan kriteria tersebut adalah karena kadar hemoglobin tidak
hanya disebabkan oleh konsumsi tablet besi, melainkan oleh berbagai penyebab
lainnya yang mendasar seperti penyakit anemia megaloblastik, anemia aplastik
atau berbagai jenis anemia lainnya.
Contoh diatas menunjukkan pada kita, bahwa ditetapkannya kriteria
tersebut adalah agar tidak terjadi bias hasil penelitian. Sehingga hasil penelitian
dengan menggunakan teknik purposive tersebut dapat lebih memberikan hasil
yang representatif.
B. Langkah-langkah Purposive Sampling
Langkah dalam menerapkan teknik ini adalah sebagai berikut:
1. Tentukan apakah tujuan penelitian mewajibkan adanya kriteria tertentu pada
sampel agar tidak terjadi bias.
2. Tentukan kriteria-kriteria.
3. Tentukan populasi berdasarkan studi pendahuluan yang teliti.
4. Tentukan jumlah minimal sampel yang akan dijadikan subjek penelitian serta
memenuhi kriteria.

C. Syarat Purposive Sampling


Syarat digunakannya teknik ini antara lain:
1. Kriteria atau batasan ditetapkan dengan teliti.
2. Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah sampel yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

D. Kelebihan dan Kekurangan Purposive Sampling


1. Kelebihan:
a. Sampel terpilih adalah sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.
b. Teknik ini merupakan cara yang mudah untuk dilaksanakan.
c. Sampel terpilih biasanya adalah individu atau personal yang mudah
ditemui atau didekati oleh peneliti.
2. Kekurangan:
a. Tidak ada jaminan bahwa jumlah sampel yang digunakan representatif
dalam segi jumlah.
b. Dimana tidak sebaik sample random sampling.
c. Bukan termasuk metode random sampling.
d. Tidak dapat digunakan sebagai generalisasi untuk mengambil kesimpulan
statistik.
Jika kamu memilih sebuah penelitian dan menggunakan purposive sampling,
maka kamu perlu mengidentifikasi strategi sampling yang kmu gunakan untuk
mempertahankan penelitianmu. Dalam purposive sampling terdapat beberapa strategi
purposive sampling. Berikut data beberapa purposive sampling:
No Kapan Sampling Terjadi Strategi Purposive Sampling
Maximal Variation Sampling
Extreme Case Sampling
Sebelum Typical Sampling
1
Pengumpulan Data Critical Sampling
Homogeneous Sampling
Theory or Concept Sampling
Opportuistic Sampling
Sesudah Snowball Sampling
2
Pengumpulan data Confirming/Disconfirming
Sampling

1. Maximal Variation Sampling, untuk mengmbangkan banyak perspektif. Peneliti


mengambil sampel pada suatu kasus atau suatu individu pada beberapa
karakteristik/sifat.
Contohnya: Seorang peneliti mengidentifikasi ciri khas komposisi ras disebuah
SMA, dan kemudian menerapkan strategi ini pada 3 SMA lainnya, misal SMA
yang domina kulit putih, SMA yang dominan kulit hitam dan SMA yang dominan
keduanya.
2. Extreme Case Sampling, untuk mendeskripsikan kasus yang meresahkan atau
mencerahkan. Seorang peneliti yang sedang meneliti Outlier Case atau kasus yang
memperlihatkan beberapa ciri khas ekstrem. Peneliti mengidentifikasi suatu kasus
untuk menemukan orang atau organisasi yang telah diteliti peneliti lain untuk
sebuah prestasi atau karakter yang istimewah.
Contohnya: Sebuah program pendidikan pada pendidikan dasar yaitu pendidikan
autistik yang telah menerima penghargaan.
3. Typical Sampling, untuk mendeskripsikan apa yang “tipikal” bagi mereka yang
tidak familier dengan kasusnya.
Contohnya: Peneliti meneliti dosen pada Perguruan Tinggi Seni karena dosen
tersebut telah bekerja selama 20 tahun dan mewakili norma budaya kampusnya.
4. Critical Sampling, untuk mendeskripsikan suatu kasus yang mengilustrasikan
situasi secara “dramatis”.
Contohnya: Peneliti meneliti kekerasan remaja di sebuah SMA, dimana siswa
bersenjata mengancam guru. Situasi ini merepresentasikan suatu insiden dramatis
yang memotret sejauh mana sebagian remaja dapat terlibat dalam kekerasan
sekolah.
5. Homogeneous Sampling, untuk mendeskripsikan subkelompok tertentu secara
mendalam. Seorang peneliti meneliti individu atau tempat berdasarkan
keanggotaan individu tersebut di sebuah subgrub yang memiliki beberapa ciri khas
khusus.
Contohnya: pada masyarakat pedesaan, peneliti meneliti semua orang tua yang
memiliki anak yang berpartisipasi dalam program orang tua.
6. Theory or Concept Sampling, untuk menghasilkan teori atau mengeksplorasi
konsep. Peneliti mengambil sampel individu/tempat karena mereka dapat
membantu peneliti untuk mengenerasikan atau menemukan sebuah teori atau
konsep spesifik dalam sebuah teori.
Contohnya: Peneliti memilih suatu tempat karena penelitian tentang mereka dapat
membantu menghasilkan suatu teori sikap terhadap belajar mengajar jarak jauh.
7. Opportuistic Sampling, untuk memanfaatkan semua informasi yang diberikan
oleh kasus yang diteliti. Sampling ini digunakan setelah penelitian berjalan, untuk
mengambil keuntungan dari kejadian-kejadian yang diperoleh yang membantu
menjawab pertanyaan dalam penelitian.
Contohnya: Penelitian terhadap siswi SMA yang hamil. Setelah meneliti ternyata
siswi tersebut ingin membawa bayinya ke sekolahsetiap hari. Oleh karena itu,
penelitian ini akan memberikan wawasan baru tentang menyeimbangkan anak dan
sekolah, maka peneliti akan meneliti kegiatan-kegiatan siswi tersebut selama
kehamilannya dis ekolah maupun selama anaknya telah lahir.
8. Snowball Sampling, untuk menemukan orang atau tempat yang diteliti. Sampling
ini dilakukan setelah penelitian berjalan, dimana seorang individu yang telah
menjadi sampel di tanya untuk menyarankan individu lain yang digunakan untuk
sampel. Peneliti dapat menyampaikan permohonan ini dalam bentuk pertanyaan
selama wawancara atau selama percakapan informal dengan individu di tempat
penelitian.
9. Confirming/Disconfirming Sampling, untuk mengeksploriasi mengkonfirmasi,
atau mendiskonfirmasi kasus. Penelitian untuk menindaklanjuti kasus-kasus
tertentu atau untuk menguji atau mengeksplorasi lebih jauh temuan tertentu.
Contohnya: Peneliti menemukan bahwa ketua bagian akademis mendukung dosen
dalam pengembangan mereka sebagai pengajar dengan bertindak sebagai mentor.
Setelah pada awalnya mewawancarai para ketua bagian, Peneliti mengkonfirmasi
lebih jauh peran mentoring itu dengan mengambil sampel dan meneliti ketua-
ketua yang telah menerima pujian dari para dosen sebagai mentoring yang “baik”.
Snowball Sampling
Snowball sampling atau sampel bola salju adalah teknik sampel yang dilakukan
dimana setiap partisipan yang menjadi relawan dalam studi penelitian diminta untuk
mengidentifikasi satu atau lebih orang tambahan yang memenuhi karakteristik tertentu
dan mungkin bersedia untuk berpartisipasi dalam studi penelitian. Seiring berjalannya
waktu, karena setiap peserta baru menyarankan orang lain yang mungkin
berpartisipasi, sampel menjadi lebih besar dan lebih besar. Sampel dapat dilihat secara
metaforis sebagai bola salju yang bergulir menuruni bukit semakin besar. Metode
pengambilan sampel ini dapat sangat berguna ketika anda perlu mencari anggota
populasi yang sulit ditemukan atau ketika tidak ada kerangka sampling yang tersedia.
Salah satu contoh kasus pada snowball sampling ini yaitu meneliti para
pengguna narkoba. Jika sudah ditemukan satu orang pengguna maka dari orang
tersebut digali informasi siapa saja teman atau teman-temannya yang sama-sama suka
mengkonsumsi narkoba. Dari temannya yang tadi dicari lagi informasi siapa teman
atau teman-teman yang lain. Begitu seterusnya sampai sampel dirasa cukup untuk
memperoleh data yang diperlukan atau data yang diperoleh dipandang sudah cukup
memadai untuk menjawab permasalahan penelitian.
Qualitative Sample
1. Small sample, untuk pembelajaran kasus dan narratif
Dalam penelitian studi kasus, peneliti memberikan rincian tentang satu kasus
atau lebih. Meskipun merupakan penelitian ini bergantung pada data kualitatif,
namun metode yang digunakan sangat banyak. Penelitian studi kasus dapat
digunakan untuk menawab pertanyaan penelitian eksploratif, deskriptif, dan
eksplanatori (Stake, 1995; Yin, 1994). Penelitian ini lebih bervariasi dibandingkan
penelitian fenomenologi dan etnografi ataupun grounded teori. Penelitian ini lebih
fokus pada setiap kasus sebagai suatu satu kesatuan atau holistik, seperti yang ada
pada konteks kehidupan sehari-hari. Misalnya, “membangun organisasi
pembelajaran dalam rekayasa budaya” Ford, Voyer, dan Wilkinson (2000), meneliti
tentang bagaimana suatu organisasi tertentu berubah dari waktu ke waktu menjadi
organisasi pembelajaran. Meskipun fokus mereka pada satu kasus, organisasi lain
mungkin bisa belajar dari kasus tersebut. Contoh lain adalah penelitian Grant (2000)
tentang “perjalanan melalui perguruan tinggi tujuh wanita berbakat” yang
merincikan pengalaman pribadi, sosial, dan akademik dari tujuh orang. Setelah
menganalisis setiap kasus, Grant membuat perbandingan lintas kasus, mencari
persamaan dan perbedaan dari setiap kasus tersebut.
Penelitian histori digunakan oleh peneliti pendidikan dan yang dibahas adalah
riset sejarah atau riset tentang orang, tempat, dan peristiwa di masa lalu. Jenis
penelitian ini sering disebut naratif riset karena mempelajari teks sejarah dan sering
menyajikan hasilnya melalui teks narasi atau cerita. Meskupin banyak penelitian
sejarah yang diklasifikasikan sebagai penelitian campuran, namun jenis penelitian
ini sebagai penelitian kualitatif karena secara umum, data cenderung kualitatif dan
pendekatan untuk penggunaan bukti dan pembentukan argumen lebih dekat dengan
penelitian kualitatif.
Penelitian ini dilakukan agar para peneliti dapat lebih memahami peristiwa
yang telat terjadi dan sejarawan dapat menemukan data historis yang cocok untuk
analisis data dan telah mempelajari bagaimana fenomena pendidikan di masa lalu.
Misalnya, mempelajari tren pendidikan dari waktu ke waktu, mempelajari berbagai
faktor yang menyebabkan peristiwa tertentu terjadi di masa lalu, dan mempelajari
bagaimana berbagai hal beroperasi di masa lalu. Mereka juga mungkin mempelajari
asal usul praktik yang diterapkan saat ini dan mendokumentasikan setiap perubahan
dari waktu ke waktu. Historiografi melibatkan pengajuan pertanyaan, pengumpulan
bahan sumber yang otentik, analisis dan interpretasi bahan-bahan tersebut, dan
komposisi hasilnya ke dalam laporan akhir.
2. Narrow sample, untuk fenomenologi dan etnografi
Fenomenologi adalah jenis penelitian kualitatif yang pertama. Ketika
melakukan studi fenomenologi, seorang peneliti mencoba memahami bagaimana
pengalaman atau fenomena dari satu atau lebih individu. Misalnya, kita melakukan
penelitian fenomenologi terhadap siswa sekolah dasar yang kehilangan orang tua
untuk lebih memahami bagaimana fenomena mereka saat kehilangan orang tua. Hal
yang utama dari penelitian ini adalah bahwa peneliti berusaha untuk memahami
bagaimana orang tersebut mengalami fenomena dari sudut pandang mereka sendiri.
Tujuannya adalah memasuki dunia batin individu untuk memahami perspektif dan
pengalamannya. Misalnya, bagaimana rasanya berpartisipasi dalam kelompok
agama (Williamson, Pollio, & Hood, 2008), bagaimana pengalaman belajar menjadi
seorang guru musik (Devries, 2000), makna usia bagi orang dewasa, muda, dan tua
(Adams-Price, Henley, & Hale, 1998).
Etnografi adalah bentuk penelitian kualitatif yang paling populer untuk
penelitian kualitatif dalam pendidikan yang memfokuskan pada penemuan dan
pendeskripsian budaya dari suatu kelompok manusia. Kata Etnografi berarti
“menulis tentang orang”. Ketika ahli etnografi melakukan penelitian, mereka
tertarik untuk menggambarkan budaya sekelmpok orang dan belajar bagaimana
rasanya menjadi anggota dari kelompok tersebut. Artinya, mereka tertarik untuk
mendikumentasikan hal hal seperti nilai, sikap, norma, pola interaksi, perspektif,
dan bahasa yang mereka gunakan. Mereka juga mungkin tertarik dengan produk
yang mereka hasilkan atau yang mereka gunakan seperti gaya pakaian, makanan
khas, dan model arsitektur bangunan. Ahli etnografi juga menggunakan deskripsi
holistik, yaitu menggambarkan bagaimana anggota suatu kelompok berineraksi
dengan kelompok lain secara keseluruhan. Contoh penelitiannya adalah tentang pria
dengan keterbelakangan mental yang tinggal di salah satu daerah (Croft, 1999),
anggota perkumpulan mahasiswa hitam dan putih (berkowitz & Pavadic, 1999).
3. Large small, untuk grounded teori
Grounded teori adalah pendekatan kualitatif untuk menghasilkan dan
mengembangkan teori dari data yang dikumpulkan. Teori adalah penjelasan tentang
bagaimana dan mengapa sesuatu beroperasi. Grounded teori adalah penelitian
dengan pendekatan induktif untuk menghasilkan teori atau penjelasan. Salah satu
contoh penelitiannya adalah “suatu analisis faktor-faktor yang menyumbang konflik
orang tua-sekolah dalam pendidikan khusus” oleh Lake dan Billingsley (2000).
Lake dan Billingsley ingin menjelaskan mengapa konflik terjadi antara orang tua
anak-anak dengan pejabat sekolah dalam prgram pendidikan khusus. Lake dan
Billingsley melakukan wawancara yang mendalam berlangsung rata-rata satu jam
dengan orang tua siswa, kepala sekolah, direktur program pendidikan, dan mediator.
Mereka mengidentifikasi beberapa faktor sebagai penyebab konflik antara orang tua
dan sekolah. Faktor uama adalah perbedaan pandangan tentang kebutuhan anak.
Sedangkan faktor lainnya adalah kurangnya pengetahuan dalam penyelesaian
masalah, ketidak sepakatan dalam pemberian pelayanan, adanya kendala seperti
kurangnya dana untuk memberikan pelyanan, perbedaan dalam menilai anak,
penggunaan kekuatan secara sepihak, komunikasi yang buruk, dan kurangnya
kepercayaan. Selain membahas penyebab konflik, penuls juga membahas
bagaimana mencegah dan mengatasi konflik. Untuk memperkuat penjelasan
mereka, peneliti perlu mengembangkan teori mereka leih lanju dan mengujinya
dengan data empiris baru yang akan meghasilkan pendekatan penelitian campuran.

Anda mungkin juga menyukai