Anda di halaman 1dari 50

HUKUM TATA NEGARA ISLAM

Di susun oleh :
Rio Adetia Nanda Anshari (405)
Fariz Hilmanshani (356)
Adifa Muhammad Rafli (379)

Universitas Muhammadiyah Malang


2019
Daftar isi
Isi Halaman

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 3
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………. 3
1.3 Tujuan………………………………………………………………... 3

BAB II ISI
2.1 Dasar-dasar HTN Islam………………………………………………. 4
a. Objek dan Metode……………………………………………….. 4
b. Manfaat…………………………………………………………... 6
c. Dasar Hukum…………………………………………………...... 7
d. Fiqih Siyasah…………………………………………………….. 10
e. Agama, Negara dan Hukum……………………………………... 12
2.2 Islam dan Demokrasi…………………………………………………. 14
a. Perbedaan dan Persamaan……………………………………….. 14
b. Kelompok Penerima……………………………………………... 15
c. Menerima Tapi Ada Perbedaan…………………………………. 17
d. Menerima Secara Penuh………………………………………… 18
2.3 Prinsip Negara Hukum dalam Islam dan Supremasi Hukum………… 21
a. Pemahaman Negara Hukum Nomokrasi Islam………………….. 21
b. Prinsip Negara Hukum…………………………………………... 21
c. Nomokrasi Islam, Rechtsstaat, Rule of Law…………………….. 25
d. Prinsip Supremasi Hukum Nabi Muhammad S.A.W……………. 26
2.4 Kepala Negara dalam Islam………………………………………….. 27
a. Iman, Khalifah dan Amir………………………………………… 27
b. Pendapat Para Ahli………………………………………………. 29
c. Syarat Kepala Negara……………………………………………. 30
d. Kewajiban Kepala Negara………………………………………. 31
2.5 Musyawarah Mufakat dalam Islam…………………………………... 33
a. Pengertian Syurah……………………………………………….. 33
b. Kedudukan dan Fungsi………………………………………….. 33
c. Hal-hal Yang Dimusyawarakan…………………………………. 34
d. Politik Islam dalam Bermusyawarah……………………………. 35
e. Konsep Ahlul Halli Wal Aqdi…………………………………… 36
f. Konsep Majelis Syurah………………………………………….. 38
2.6 Konsep Al-Qadha dalam Islam………………………………………. 39

BAB III PENUTUP……………………………………………………………. 42

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 43

1
Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahim

Terdorong oleh suatu niat awal untuk menyelesaikan tugas kelompok dalam
pembuatan makalah tentang dasar-dasar Hukum Tata negara Islam atau yang lebih
dikenal Fiqih Siyasah, makalah ini dibuat guna menambah wawasan dari para
pembacanya juga menambah wawasan dari kami yang membuatnya. Di dunia saat
ini ada banyak sekali variasi dari apa yang kita sebut dengan negara, mulai dari
bentuknya, sistem pemerintahannya, bentuk pemerintahan sert supremasi hukum
dari negara tersebut, setiap negara juga berbeda variasinya tetapi dalam agama
Rahmatan lil’alamin atau islam memiliki konsp tersendiri dalam pembahasannya
soal negara yang mana bahasan tersebut sejalan dengan syariat-syariat islam yang
bersumber pada Al – Qur’an, As Sunnah/hadist, dan Ijtihad. Makalah ini
bermaksud menghimpun dasar-dasar dari Hukum Tata Negara Islam atau Fiqih
Siyasah dalam daya jangkau yang dapat ditemukan dan diketahui oleh kami para
pembuat.

Jika setelah membaca makalah kami ini ditemukannya hal yang kurang sempurna
dan kurang berkenan dihati dengan berlapang dadakami para pembuat tulus
menrima segala tegur dan saran dari pembaca yang tentuny akan sangat berguna
bagi kami kedepannya, dan tentunya tegur dan saran yang kami harapkan disini
ialah tegut dan saran yang bersifat membangun, sebab bak kata pepatah “masih
ada langit diatas langit” demikian juga ilmu pengetahuan.

Secara khusus kami sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
teman-teman yang ikut membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi seluruh pembaca
terutama kita mahasiswa yang mendalami bidang hukum ini.

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah islam telah mencatat sebuah peristiwa penting sesaat setelah
wafatnya Rasulullah SAW yaitu diangkatnya Abu Bakar al-Shiddiq
sebagai khalifah yang menggantikan Rasulullah SAW peralihan
kepemimpinan dari Rasulullah SAW kepada Abu Bakar sempat
menimbulkan polemik diantara para sahabat. Hal ini terjadi karena Nabi
Muhammmad SAW bukan hanya sebagai Nabi, namun lebih dari itu
beliau menjadi seorang kepala Negara, panglima perang, dan tokoh yang
mempunyai kharisma yang tinggi. Suksesi yang sangat dilematis bagi para
sahabat, karena hanya posisi keduniaan yang dapat digantikan, sementara
posisi kenabian tidak mungkin diganti karena hal itu menjadi hak
prerogatif Allah SWT. Akan tetapi, justru dari masalah ini para sahabat
berpendapat bahwa harus segera ada pemimpin yang menggantikan
Rasulullah SAW yang akan memimpin dan mengendalikan urusan
keagamaan dan Negara, karena urusan agama dan Negara menjadi bagian
yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Maka seorang
Abu Bakar lah yang tampil menjadi pemimpin, pengganti Rasulullah
SAW. Ilustrasi pergantian kepemimpinan ini memberikan gambaran yang
jelas bahwa hubungan antara Negara dan agama tidak bisa dipisahkan.
Oleh karenanya pada kurun setelah para sahabat banyak ditemukan para
mujtahid yang mencoba menformulasikan sebuah konsep Negara menurut
islam. Mengacu pada fakta historis di atas, maka tulisan ini akan
menguraikan dengan singkat tentang konsep tata negara/fiqih siyasah serta
implementasinya dalam perspektif siyasah islamiyyah.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka muncullah rumusan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep dasar dari foqih siyasah?
2. Begaimana implementasi fiqih siyasah dalam kehidupan
bernegara?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang konsep dasardari fiqih siyasah.
2. Mengetahui cara pengimlementasian fiqih siyaah didalam
kehidupan bernegara.

3
BAB II

ISI

1. DASAR-DASAR HTN ISLAM

A. OBJEK KAJIAN DAN METODE MEMPELAJARI FIQIH


SIYASAH

Dari dua kata berbahasa Arab fiqh dan siyasah. Agar diperoleh pemahaman yang
pas apa yang dimaksud dengan Fiqh siyasah. Dari uraian tentang pengertian
istilah fiqh dan siyasah dari segi etimologis dan terminologis dapat disimpulkan
bahwa pengertian Fiqh siyasah atau Fiqh Syar’iyah ialah ‚ilmu yang mempelajari
hal-hal dan seluk-beluk pengatur urusan umat dan negara dengan segala bentuk
hukum, pengaturan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemegang kekuasan yang
sejalan dengan dasar-dasar ajaran syariat untuk mewujudkan kemaslahatan umat.1

1. Adapun objek kajian yang dibahas didalam fiqih siyasah dibagi


menjadi 8 aspek yaitu :
a) Siyasah Dusturiyah Syar’iyyah (Pengaturan Perundang-undangan).
b) Siyasah Tasyri’iyyah Syar’iyyah.( Pengaturan penetapan hukum sesuai
syariat)
c) Siyasah Qadhaiyyah Syar’iyyah. (Pengaturan peradilan yang sesuai
dengan syariat)
d) Siyasah Maliah Syar’iyyah. (Pengaturn hak-hak fakir, sumber-sumber
keuangan dan irigasi)
e) Siyasah Idariyah Syar’iyyah.( Pengaturan administrasi sesuai dengan
syariat)
f) Siyasah Kharijiyyah Syar’iyyah/Dawliyyah (Pengaturan Hubungan Luar
Negeri).
g) Siyasah Tanfidziyyah Syar’iyyah. (Pengaturan pelaksanaan syariat)
h) Siyasah Harbiyyah Syar’iyyah. (Pengaturan tentang peperangan sesuai
syariat)

Objek kajian fiqh siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara


warga negara dengan warga negara, hubungan antar warga negara dengan
lembaga negara, dan hubungan antara lembaga negara dengan lembaga negara,
baik hubungan yang bersifat intern suatu negara maupun hubungan yang bersifat
ekstern antar negara, dalam berbagai bidang kehidupan. Dari pemahaman seperti

1
Muhammad Iqbal, Fiqh Siya>sah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta : Gaya Media
Pratama, 2007), 30

4
itu, tampak bahwa kajian siyasah memusatkan perhatian pada aspek pengaturan.2

2. Secara umum, metode yang digunakan adalah al-ijma’, al-Qiyas,


alMashlahah al-Mursalah, Sadd al-Dzari’ah dan Fath al-Dzari’ah, al-
‘Adah, alIstihsan dan Kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyah. Adapun
perincianya sebagai berikut :

a) Al-Ijma’
Al-Ijma’ merupakan kesepakatan (konsensus) para fuqaha (ahli fiqh)
dalam satu kasus. Misalnya pada masa khalifah Umar ra. Dalam
mengatur pemerintahannya Umar ra melakukan musyawarah maupun
koordinasi dengan para tokoh pada saat itu. Hal-hal baru seperti membuat
peradilan pidana-perdata, menggaji tentara, administrasi negara dll,
disepakati oleh sahabat-sahabat besar saat itu. Bahkan Umar ra
mengintruksikan untuk shalat tarawih jama’ah 20 raka’at di masjid,
merupakan keberaniannya yang tidak diprotes oleh sahabat lain. Hal ini
dapat disebut ijma’ sukuti.

b) Al-Qiyas
Dalam fiqh siyasah, qiyas digunakan untuk mencari umum al-ma'na
atau Ilat hukum. Dengan qiyas, masalah dapat diterapkan dalam masalah
lain
pada masa dan tempat berbeda jika masalah-masalah yang disebutkan
terakhir mempunyai ilat hukum yang sama.

c) Al-Mashlahah al-Mursalah
Al-mashlahah artinya mencari kepentingan hidup manusia dan mursalah
adalah sesuatu yang tidak ada ketentuan nash al-Qur'an dan alSunah yang
menguatkan atau membatalkan. Al-mashlahah al-mursalah adalah
pertimbangan penetapan menuju maslahah yang harus didasarkan dan
tidak bisa tidak dengan hasil penelitian yang cermat dan akurat.

d) Sadd al-Dzari’ah dan Fath al-Dzari’ah.


Sadd al-Dzari'ah adalah upaya pengendalian masyarakat menghindari
kemafsadatan dan Fath al-Dzari’ah adalah upaya perekayasaan
masyarakat mencapai kemaslahatan. Sadd al-Dzari’ah dan Fath al-
Dzari’ah adalah "alat"
dan bukan "tujuan", contohnya ialah pelaksanaan jam malam, larangan
membawa senjata dan peraturan kependidikan. Pengendalian dan

2
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 1997), 30.

5
perekayasaan berdasar sadd al-dzari’ah dan fath al-dzari’ah dapat diubah
atau dikuatkan sesuai situasi.

e) Al-‘Adah
Kata Al-‘Adah disebut juga Urf. al-‘Adah terdiri dua macam, yaitu : al-
‘adah al sholihah yaitu adat yang tidak menyalahi syara’ dan al-‘adah
alfasidah yaitu adat yang bertentangan syara’.

f) Al-Istihsan
Al-Istihsan secara sederhana dapat diartikan sebagai berpaling dari
ketetapan dalil khusus kepada ketetapan dalam umum. Dengan kata lain
berpindah menuju dalil yang lebih kuat atau membandingkan dalil
dengan dalil lain dalam menetapkan hukum. Contoh menurut al-Sunnah
tanah wakaf tidak boleh dialihkan kepemilikannya dengan dijual atau
diwariskan, tapi jika tanah ini tidak difungsikan sesuai tujuan wakaf, ini
berarti mubazir. AlQur'an melarang perbuatan mubazir, untuk kasus ini
maka diterapkan istihsan untuk mengefektifkan tanah tersebut sesuai
tujuan wakaf.

g) Kaidah-Kaidah Kulliyah Fiqhiyah


Kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyah adalah sebagai teori ulama yang banyak
digunakan untuk melihat ketetapan pelaksanaan fiqh siyasah. Kaidah-
kaidah itu bersifat umum. Oleh karena itu, dalam penggunaannya, perlu
memperhatikan pengecualian dan syarat-syarat tertentu.3

B. MANFAAT FIQIH SIYASAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN


ILMU LAIN

1. Manfaat fiqih siyasah

Mempelajari fiqih siyasah sangat berguna bagi berbagai kepentingan. Ada dua
kegunaan mendasar yang dapat dipetik dari mempelajari fiqih siyasa, yaitu:
1. Kegunaan akademik, dan
2. Kegunaan praktis.
Kegunaan akademik adalah kegunaan yang berkaitan dengan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan ilmu politik yang merupakan bagian dari disiplin ilmu
sosial. Dengan mempelajari figh siyasah, diperoleh hal – hal sebagai berikut:
a. Bertambahnya wawasan pengetahuan di bidang ilmu social, terutama
dalam pengetahuan politik perspektif islam, sehingga akan diperoleh

3
Syaiful Hidayat, TATA NEGARA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH, halaman 10-11.

6
pula pengetahuan yang berharga ketika melakukan perbandingan
teoretis dengan ilmu politik perspektif Barat pada umumnya
b. Memepelajari akar – akar sejarah politik dan pemerintahan di masa
nabi SAW, hingga KHulafa’Rasyidin berguna untuk menangkap ide
dasar dan perinsip pembangunan politik dan pemerintahannya,
sehingga dapat ditemukan unsur – unsur ideologi yang dapat
diterapkan dalam kehidupan politik di masa kini.
c. Prinsip – prinsip yang diterapkan dalam siyasah syar’iyah dapat
dijadikan pedoman dan strategi pemberlakukan norma – norma
politik pad masa kini. Misalnya penerapan prinsip demokrasi dalam
kehidupan politik multipartai di Indonesia.
d. Memahami Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber siyasah
syar’iyah dapat menambah wawasan pemahaman dan penafsiran
yang lebih luas jika bermaksud mengambil substansi qur’ani
berkaitan dengan perpolitikan di abad modern ini.
e. Mempelajari jatuh bangunnya pemerintahan pada masa lalu,
terutama pada masa kejayaan islam dan kemundurannya merupakan
pelajaran berharga untuk dijadikan cermin akademik tentang bangun
dan runtuhnya kekuasaan di dunia.
f. Berbagai pemikiran ulma’ tentang politik, misalnya dari Al-
mawardi, Al-maududi, Ali Abdul Raziq, dan sebagainya berguna
untuk menambah wawasan dan konsep – konsep mengenai
kekuasaan dan peerintahan dengan acuan siyasah syar’iyah.

2. Hubungan fiqih siyasah dengan ilmu lain.


Ilmu lain yang di maksudkan akan dibatasi pada disiplin ilmu tertentu, yaitu
sebagai berikut :
a. Ilmu fiqh, bahwa fiqh siyasah adalah sub dari ilmu fiqh yang
merupakan bagian dari fiqh muamalah. Oleh sebab itu, fiqh siyasah
merupakan ilmu peranata sosial yang dalam lingkup disiplin ilmu
yang telah baku dinyatakan sebagai salah satu ranting dari ilmu
sosial.
b. Fiqh siyasah berhubungan dengan ilmu ushul fiqh dan kaidah –
kaidah yang terdapat di dalamnya. Hal ini karena fiqh siyasah
membutuhkan pengembangan pemahaman dan penafsiran terhadap
sumber ajaran (Al-Qur’an dan Al-Hadits) yang tidak secara testual
menetapkan dalil – dalil tafsili yang berkaitan dengan siyasah.
c. Dibutuhkan pula ilmu tafsir beserta metode tafsir untuk memahami
bahasa – bahasa yang digunakan sumber ajaran islam yang
dimaksudkan dan relevan dengan pengembangan fiqh siyasah.

7
d. Demikian pula dengan filsafat politik, fiqh siyasah memiliki
keterkaitan yang signifikan, karena tanpa epistemologi politik, fiqh
siyasah tidak akan mengembangkannya jati dirinyasebagai salah satu
disiplin ilmu;
e. Hubungan yang siqnifikan akan dirasakan pula antara fiqh siyasah
dengan sosiologi hukum, ilmu sejarah, dan sejarah peradaban islam,
juga tarikh tasyri’.

Hubungan utama antara fiqh siyasah dan ilmu – ilmu lainnya merupakan
hubungan fungsional sebagai pengetahuan yang saling terkait satu sama lainnya. 4

C. DASAR HUKUM TETANG NEGARA MENURUT AL QUR’AN


DAN ASSUNNAH

1. dasar hukum tentang negara dalam al – qur’an

Dasar hukum mengenai negara telah ada dan diatur dalam agama islam
khususnya dalam ilmu mantiq atau logika. Ilmu mantiq ini memiliki 2 garis
besar yaitu :

a) Dilalah Lafdhiyah, yaitu bilamana penunjuk itu merupakan lafadh atau


perkataan.
b) Dilalah Ghairu Lafdhiyah, yaitu bilamana si penunjuk itu bukan
merupakan lapadh, tetapi merupakan isyarat, tanda-tanda, bekas-bekas
dll.

Berdasarkan ilmu mantiq ini diperolehlah bahasan mengenai konsepsi negara


islam dalam al-qur’an yang didalamnya diatur bahwa kita harus mengikuti atau
mejalankan beberapa kewajiban-kewajiban anatara lain :

1) Menjalankan hukum pidana islam.

Q.S. Al-Maidah ayat 38 (tentang pencurian)


‫ّللا‬ َ ‫طعوا أ َ ْي ِديَه َما َجزَ اء ِب َما َك‬
َّ َ‫سبَا نَ َكال ِمن‬
َّ ‫ّللاِ ۗ َو‬ َ ‫ارقَة فَا ْق‬
ِ ‫س‬َّ ‫ارق َوال‬
ِ ‫س‬َّ ‫َوال‬
‫ع ِزيز َح ِكيم‬ َ
Was-sāriqu was-sāriqatu faqṭa'ū aidiyahumā jazā`am bimā kasabā nakālam
minallāh, wallāhu 'azīzun ḥakīm.

Arti: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah


tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
4
Ahmad saebani,Beni. 2007. Fiqih Siyasah. Bandung.Pustaka Setia.

8
Q.S. An-Nur ayat 2 (tentang zina)
‫ِمائَةَ َج ْلدَة َو َل ت َأْخ ْذك ْم ِب ِه َما َرأْفَة ِفي‬ ‫احد ِم ْنه َما‬ َّ ‫الزانِ َية َو‬
ِ ‫الزانِي فَاجْ ِلدوا ك َّل َو‬ َّ
َ‫طائِفَة ِمن‬ َ ‫عذَا َبه َما‬َ ‫ْاْل ِخ ِر َو ْل َي ْش َه ْد‬ ‫اّللِ َو ْال َي ْو ِم‬
َّ ‫ّللاِ ِإ ْن ك ْنت ْم تؤْ ِمنونَ ِب‬
َّ ‫ِين‬ ِ ‫د‬
َ‫ْالمؤْ ِمنِين‬
Az-zāniyatu waz-zānī fajlidụ kulla wāḥidim min-humā mi`ata jaldatiw wa
lā ta`khużkum bihimā ra`fatun fī dīnillāhi ing kuntum tu`minụna billāhi
wal-yaumil-ākhir, walyasy-had 'ażābahumā ṭā`ifatum minal-mu`minīn.

Arti: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.

Q.S. Al-Baqarah ayat 178 (tentang diyat)

‫صاص فِى ْٱلقَتْلَى ْٱلح ُّر ِب ْٱلح ِر َو ْٱل َعبْد ِب ْٱل َع ْب ِد‬ َ ‫علَيْكم ْٱل ِق‬
َ ‫ب‬َ ِ‫َيَٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنوا كت‬
‫وف َوأَدَآَٰء ِإلَ ْي ِه‬ ِ ‫ش ْىء فَٱتِ َباع ِب ْٱل َم ْعر‬ َ ‫ى لَهۥ ِم ْن أ َ ِخي ِه‬ َ ‫َو ْٱْلنثَى ِب ْٱْلنثَى ۚ فَ َم ْن ع ِف‬
‫عذَاب أ َ ِليم‬ َ ‫سن ۗ ذَ ِل َك ت َْخ ِفيف ِمن َّربِك ْم َو َرحْ َمة ۗ فَ َم ِن ٱ ْعتَدَى َب ْعدَ ذَ ِل َك فَلَهۥ‬
َ ْ‫ِبإِح‬
yaa ayyuhaa ladziina aamanuu kutiba 'alaykumu lqisasu fii lqatlaa lhurru
bilhurri wal'abdu bil'abdi waluntsaa biluntsaa faman 'ufiya lahu min
akhiihi syay-un fattibaa'un bilma'ruufi wa-adaaun ilayhi bi-ihsaanin
dzaalika takhfiifun min rabbikum warahmatun famani i'tadaa ba'da
dzaalika falahu 'adzaabun liim

Arti: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash


berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
maka baginya siksa yang sangat pedih.

2) Melaksanakan ibadah yang berkaitan dengan perekonomian

Q.S. At-Taubah ayat 29 (tentang jizyah)

9
َّ ‫اخ ِر َو َل ي َح ِرمونَ َما َح َّر َم‬
‫ٱّلل‬ ْ ‫ٱّللِ َو َل ِب ْٱل َي ْو ِم‬
ِ ‫ٱل َء‬ َّ ‫قَ ِتلوا ٱلَّذِينَ َل يؤْ ِمنونَ ِب‬
َ‫ب َحتَّى ي ْعطوا ْٱل ِج ْزيَة‬َ َ ‫ق ِمنَ ٱلَّذِينَ أوتوا ْٱل ِكت‬ ِ ‫َو َرسولهۥ َو َل يَدِينونَ دِينَ ْٱل َح‬
َ‫ص ِغرون‬ َ ‫عن يَد َوه ْم‬َ
qaatiluu ladziina laa yu'minuuna bilaahi walaa bilyawmi l-aakhiri walaa
yuharrimuuna maa harrama laahu warasuuluhu walaa yadiinuuna diina
lhaqqi mina ladziina uutuu lkitaaba hattaa yu'thuu ljizyata 'an yadin
wahum shaaghiruun

Arti : Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama
yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab
kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang
mereka dalam keadaan tunduk

3) Tentang kepemimpinan sehingga menjadi pemimpin yang baik

Q.S Al- Araaf ayat 3 (tentang pemimpin yang harus dipilih)


‫اتَّبِعوا َما أ ْن ِز َل ِإلَيْك ْم ِم ْن َربِك ْم َو َل تَت َّ ِبعوا ِم ْن دونِ ِه أ َ ْو ِليَا َء ۗ قَ ِليل َما‬
َ‫تَذَ َّكرون‬
Ittabi'ụ mā unzila ilaikum mir rabbikum wa lā tattabi'ụ min dụnihī auliyā`,
qalīlam mā tażakkarụn

Arti: Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah
kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (daripadanya).

Q.S. Ali-Imran ayat 28


َ‫ْس ِمن‬َ ‫ون ْالمؤْ ِمنِينَ َو َمن يَ ْفعَ ْل ذَلِكَ فَلَي‬ِ ‫َّل يَت َّ ِخ ِذ ْالمؤْ ِمنونَ ْال َكافِ ِرينَ أ َ ْو ِليَا َء ِمن د‬
‫صير‬ ِ ‫ّللاِ ْال َم‬
َّ ‫سه َو ِإلَى‬ َّ ‫َيء ِإ َّل أَن تَتَّقوا ِم ْنه ْم تقَاة َوي َحذِركم‬
َ ‫ّللا نَ ْف‬ َّ
ْ ‫ّللاِ ِفي ش‬

Arti : Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir


menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali
karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya
kepada Allah kembali(mu).

4) Harus memiliki kekuatan militer


Q.S. Al-Anfaal ayat 39 (tentang memerangi orang kafir)

10
َ َّ ‫َوقَا ِتلوه ْم َحتَّى َل تَكونَ ِفتْنَة َو َيكونَ الدِين كلُّه ِ َّّللِ فَإ ِ ِن انتَ َه ْوا َفإ ِ َّن‬
‫ّللا ِب َما‬
‫صير‬ ِ َ‫يَ ْع َملونَ ب‬
Arti : "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran),
maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

Q.S At-Taubah ayat 73 (tentang jihad)


َ ْ‫علَ ْي ِه ْم َو َمأ ْ َواه ْم َج َهنَّم َو ِبئ‬
‫س‬ ْ ‫ار َو ْالمنَافِقِينَ َوا ْغل‬
َ ‫ظ‬ َ َّ‫ي َجا ِه ِد ْالكف‬
ُّ ‫يَا أَيُّ َها النَّ ِب‬
‫صير‬ ِ ‫ْال َم‬
Arti : "Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang
munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah
jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya."

D. PERISTILAHAN FQIH SIYASAH, FIQH, DAN AL AHKAM AL


SULTHONIYAH

Fiqih siyasyah terdiri dari 2 kata yang berasal dari bahasa arab dan pengertiannya
seperti yang telah dibahas sedikit di atas adalah ilmu yang mempelajari hal-hal
dan seluk-beluk pengatur urusan umat dan negara dengan segala bentuk hukum,
pengaturan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemegang kekuasan yang sejalan
dengan dasar-dasar ajaran syariat untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Disini
akan dibahas lebih lanjut mengenai fiqih siyasah atau nama lainnya yang sering
dikenal dengan siyasah syari’ah.

PENGERTIAN

Secara etimologi siyasah Syar’iyyah

berasal dari kata Syara’a yang berarti sesuatu yang bersifat Syar’i atau bisa
diartikan sebagai peraturan atau politik yang bersifat syar’i. Secara terminologis
menurut Ibnu Akil adalah sesuatu tindakan yang secara praktis membawa manusia
dekat dengan kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan. Dari definisi siyasah
yang dikemukakan Ibnu 'Aqail di atas mengandung beberapa pengertian.

• Pertama, bahwa tindakan atau kebijakan siyasah itu untuk kepentingan


orang banyak. Ini menunjukan bahwa siyasah itu dilakukan dalam konteks
masyarakat dan pembuat kebijakannya pastilah orang yang punya otoritas
dalam mengarahkan publik.
• Kedua, kebijakan yang diambil dan diikuti oleh publik itu bersifat
alternatif dari beberapa pilihan yang pertimbangannya adalah mencari

11
yang lebih dekat kepada kemaslahatan bersama dan mencegah adanya
keburukan. Hal seperti itu memang salah satu sifat khas dari siyasah yang
penuh cabang dan pilihan.
• Ketiga, siyasah itu dalam wilayah ijtihadi, Yaitu dalam urusan-urusan
publik yang tidak ada dalil qath'i dari al-Qur'an dan Sunnah melainkan
dalam wilayah kewenangan imam kaum muslimin. Sebagai wilayah
ijtihadi maka dalam siyasah yang sering digunakan adalah pendekatan
qiyas dan maslahat mursalah. Oleh sebab itu, dasar utama dari adanya
siyasah Syar’iyyah adalah keyakinan bahwa syariat Islam diturunkan
untuk kemaslahatan umat manusia di dunia dan akhirat dengan
menegakkan hukum yang seadil-adilnya meskipun cara yang ditempuhnya
tidak terdapat dalam al- Qur'an dan Sunnah secara eksplisit.

Adapun Siyasah Syar’iyyah dalam arti ilmu

Adalah suatu bidang ilmuyang mempelajari hal ihwal pengaturan urusan


masyarakat dan negara dengan segala bentuk hukum, aturan dan kebijakan yang
dibuat oleh pemegang kekuasaan negara yang sejalan dengan jiwa dan prinsip
dasar syariat Islam untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat.

Dari asal usul kata siyasah dapat diambil dua pengertian.

• Pertama , siyasah dalam makna negatif yaitu menggerogoti sesuatu.


Seperti ulat atau ngengat yang menggerogoti pohon dan kutu busuk yang
menggerogoti kulit dan bulu domba sehingga pelakunya disebut sûs.
• Kedua, siyasah dalam pengertian positif yaitu menuntun, mengendalikan,
memimpin, mengelola dan merekayasa sesuatu untuk kemaslahatan.
Adapun pengertian siyasah dalam terminologi para fuqaha, dapat terbaca
di antaranya pada uraian Ibnul Qayyim ketika mengutip pendapat Ibnu
'Aqil dalam kitab Al Funûn yang menyatakan, Siyasah adalah tindakan
yang dengan tindakan itu manusia dapat lebih dekat kepada kebaikan dan
lebih jauh dari kerusakan meskipun tindakan itu tidak ada ketetapannya
dari rasul dan tidak ada tuntunan wahyu yang diturunkan.

Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa esensi Siyasah Syar’iyyah itu ialah
kebijakan penguasa yang dilakukan untuk menciptakan kemaslahatan dengan
menjaga rambu-rambu syariat. Rambu-rambu syariat dalam siyasahadalah:

1) dalil-dalil kully dari al-Qur'an maupun al-Hadits


2) maqâshid syari'ah
3) semangat ajaran Islam
4) kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyah.

12
Dari beberapa definisi di atas, esensi dari Siyasah Syar’iyyah yang dimaksudkan
adalah sama, yaitu kemaslahatan yang menjadi tujuan syara’ bukan kemaslahatan
yang semata-mata berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia saja. Sebab,
disadari sepenuhnya bahwa tujuan persyarikatan hukum tidak lain adalah untuk
merealisasikan kemaslahatan bagi manusia dalam segala segi dan aspek
kehidupan manusia di dunia dan terhindar dari berbagai bentuk yang bisa
membawa kepada kerusakan, dengan kata lain setiap ketentuan hukum yang telah
digariskan oleh syari’at adalah bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bagi
manusia.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwasanya siyasah Syar’iyyah merupakan


setiap kebijakan dari penguasa yang tujuannya menjaga kemaslahatan manusia,
atau menegakkan hukum Allah, atau memelihara etika, atau menebarkan
keamanan di dalam negeri, dengan apa-apa yang tidak bertentangan dengan nash,
baik nash itu ada (secara eksplisit) ataupun tidak ada (secara implisit). Tujuan
utama siyasah Syar’iyyah adalah terciptanya sebuah sistem pengaturan negara
yang Islami dan untuk menjelaskan bahwa Islam menghendaki terciptanya suatu
sistem politik yang adil guna merealisasikan kemaslahatan bagi umat manusia di
segala zaman dan di setiap negara.5

E. HUBUNGAN ANTARA AGAMA, NEGARA, DAN MASYARAKAT

Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah

Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib
yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita
mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim
Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini penting untuk
kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah
kemudian dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat
kedudukan yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.

Dakwah Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada tahun
kesepuluh kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam.
Bahkan ada beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh
hati mereka. Sebelum Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat
ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi
juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi
Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang

5
Udang Hidayat, POLITIK HUKUM ISLAM DALAM SISTEM HUKUM TATA NEGARA REPUBLIK ISLAM
IRAN, hlm 23-25.

13
dipakai Nabi dalam menghadapi gangguan kaum kafir Quraisy tersebut adalah
surat Fushshilat ayat 34.

Sejak Nabi hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah masjid
dan rumah beliau siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah
menyiarkan agama Islam, sebagai tujuan utama beliau. Sebagai seorang
pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan
pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga
sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan
dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau
menghadapi tiga kesulitan utama :

• Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
• Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki
kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
• Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan
lingkungan hidup mereka.

Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan
Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda.
Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama
120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat
sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam
kehidupan religius dan politik secara damai. Tetapi akhirnya Nabi dapat
mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat bijaksana.
Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat penduduk
Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan yang akan di bahas
nanti. Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil
memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.

Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi


mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling
pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara yang baru dipersatukan
tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya.
Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat
itu. Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah
dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau
berusaha mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin dapat
hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang pertama dan
kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah
baik Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin. Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas
dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah
di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan memiliki harta

14
kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi segenap
penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara garis
besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :

a. Bidang ekonomi dan sosial

Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban
memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk, mengakui
kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian
pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara
siapapun di depan pengadilan.

b. Bidang militer

Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk


Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan berada di
dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan segala perselisihan antara
warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai Qaaid Aam (panglima
tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga
bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju tujuan.6

2. ISLAM DAN DEMOKRASI

A. DEMOKRASI DAN SYURA’ PERBEDAAN DAN PERSAMAAN

Syura’ dan Demokrasi adalah dua konsep yang secara substansi hampir persis
sama, akan tetapi kedua konsep ini memiliki perbedaan karena keduanya lahir dari
historis, kultural dan struktural yang berbeda. Perbedaan ini diperparah lagi
dengan sugesti dan image yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat bahwa syura
identik dengan ajaran Islam yang berasal dari Allah SWT sedangkan demokrasi
merupakan produk manusia (Barat) yang sarat akan kepentingan. Tulisan ini
mencoba melihat bagaimana perbedaan antara syura dan demokrasi dan apakah
perbedaan itu sangat signifikan sehingga apa yang di pikirkan oleh sebagian
masyarakat selama ini benar, bahwa kita harus mengganti sistem demokrasi
dengan syura.

Antara Syura dan Demokrasi

Kalau kita bermaksud membandingkan syura dan demokrasi maka terlebih dahulu
harus diperjelas apa yang dimaksud dengan demokrasi. Dalam bahasa Indosesia;
demokrasi diartikan,
6
Ashadi L. Diab, Vol. 9 No. 2, Juli 2016 Jurnal Al-‘Adl, HUKUM ISLAM DAN KETATANEGARAAN
(Sebuah Transformasi Hukum dalam Masyarakat), hlm 12-15.

15
• Bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat.
• Gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak
dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Pembahasan mengenai demokrasi sudah terlalu banyak ditulis dan
diperdebatkan oleh para pakar, namun untuk keperluan tulisan ini,
penulis tidak akan terlalu jauh melangkah memasuki rincian makna dari
demokrasi yang beragam itu.

Namun yang diperlukan disini adalah adakah kesamaan dan perbedaan antara
terminologi syûra dan demokrasi? Kalau sama di mana letak persamaannya dan
kalau berbeda di mana pula letak perbedaannya? Dari segi aplikasi pengangkatan
pimpinan atau penguasa, terdapat persamaan antara syura dan demokrasi?

Persamaannya ialah kedua konsep ini sama-sama mengakui pengangkatan


pemimpin melalui “kontrak sosial”. Bagaimana subtansi dan bentuk dari “kontrak
sosial” itu dalam demokrasi? yaitu tanpa mengesampingkan pentingnya makna
ini, namun dengan menganggap penelitian tentang makna demokrasi sudah
banyak dibicarakan di berbagai tulisan-tulisan ilmiah di dalam ilmu-ilmu sosial
dan politik modern. Sehingga, tidak perlu membicarakannya panjang lebar di
dalam masalah ini. Yang menarik adalah bagaimana subtansi dan bentuk “kontrak
sosial” tersebut dalam ajaran Islam.

Kita dapat melihat persamaan melalui bentuk pemimpin yaitu biasa diterjemahkan
dengan khalîfah. Dalam al-Qur’an kata khalîfah dalam bentuk tunggal (mufrad
atau singular) ditemukan dua kali, masing-masing dalam surat al-Baqarah 2:3118
dan surat Shâd 38:2619 . Ayat (QS.2:31) ini menunjuk Adam sebagai khalîfah
sedang ayat (QS.38:26) menunjuk Nabi Daud. Kalau kita perhatikan kedua
redaksi tersebut keduanya hampir mirip. Apa yang dapat diambil dari sini;
pertama, Nabi Adam dan Nabi Daud sama-sama diberi pengetahuan oleh Allah
sebelum diangkat menjadi khlaifah. Hal ini difahami dari redaksi ayat-ayat
tersebut; Wa „allama Adam al-asmâ‟ kullahâ, untuk Adam dan Wa âtâhullah al-
mulka wa al-hikmata wa „allamahu mimma yasâ‟ untuk Daud.

Dalam konteks pengangkatan keduanya sebagai khalîfah, perhatikan redaksi; Innî


jâil fi alardhi khalîfah dan Innâ ja‟alnâka khalîfah fi al-ardhi. Untuk pegangkatan
Adam Allah pergunakan kata Innî(sesungguhnya Aku) dan jâil (akan
mengangkat). Sedangkan untuk pengangkatan Daud dipergunakan-Nya kata Innâ
(sesungguhnya Kami) dan kataja‟alnâka (kata kerja masa lampau/past tense yang
berarti telah menjadikanmu). Penggunaan bentuk plural yang menunjuk kepada
Allah sebagai pelakunya mengandung makna keterlibatan pihak lain bersama
Allah dalam pekerjaan yang ditunjuk-Nya, maka ini berarti bahwa dalam
pengangkatan Nabi Daud sebagai khalîfah terdapat keterlibatan pihak lain selain

16
Allah yakni masyarakat. Ada pun Nabi Adam, maka di sini wajar apabila
pengangkatannya dilukiskan dalam bentuk tunggal, bukan saja disebabkan karena
ketika itu kekhalifahan dimaksud baru hanya sebatas rencana atau ide tetapi juga
ketika itu tidak ada pihak lain bersama Allah SWT yang terlibat dalam
pengangkatan tersebut.

Kesimpulan: Syura dan demokrasi adalah konsep yang lahir dari historis,
cultural, dan structural yang berbeda. Secara umum kedua konsep ini sama dan
baik untuk mengatur interaksi manusia dengan sesamanya. Kalau pun terdapat
perbedaan maka perbedaan itu lebih disebabkan latar belakang pemahaman dari
masing-masing orang yang hendak memahaminya. Dan seperti yang saya
sampaikan tadi, boleh jadi perbedaan ini disebabkan latar belakang historis dari
sumber kedua konsep tadi. Misalnya kalangan Islam melihat bahwa konsep syura
bersumber dari kitab suci alQur’an dan tradisi Nabi Muhammad SAW.. sementara
konsep demokrasi lahir dari pengalaman Barat mencari identitas diri dalam
berbangsa dan bernegara. Kalau demikian hal maka kesimpulan dari perbandingan
ini adalah kedua konsep ini “serupa tapi tak sama”. 7

B. PANDANGAN KELOMPOK YANG MENERIMA DEMOKRASI

Sebagian orang menyakini bahwa demokrasi (nilai-nilainya) mendapat


pemenuhannya dalam agama (apa saja). Bagi mereka yang berkeyakinan opitimis
dan menempatkan sistem demokrasi sebagai tujuan akhir bernegara, tak ada jalan
selain terus mengupayakan dialog antara nilai-nilai inklusif dan ekslusif dari
agama dengan proses demokratisasi ini. Demokrasi yang menjadi keniscayaan
tidak bisa ditolak, kita harus tetap maju.

Menurut Maududi, beliau sangat meyakini bahwa sistim demokrasi lebih unggul
bila dibanding dengan sistim politik lainnya. Keunggulan ini menurutnya
sekurang kurangnya dalam tiga hal :

1. Proses demokrasi lebih mampu meningkatkan kebebasan yang


dimiliki warga negara jika debanding dengan sistim
lainnya.Kebebasan ini menyangkut kebebasan menentukan nasib
sendiri secara inidividu maupun kelompok, kebebasan dalam tingkat
otonomi moral, dan dukungan terhadap kebebasan-kebebasan lain.
2. Proses demokrasi dapat meningkatkan pengembangan masyarakat,
sekurang –kurangnya dalam meningkatkan pengembangan
kemampuan untuk melaksanakan penentuan nasib sendiri, otonomi
moral dan pertanggung jawaban terhadap pilihan yang dilakukan.

7
Jurnal Anggi Wahyu Ari SYURA DAN DEMOKRASI

17
3. Proses demokrasi merupakan cara yang paling pasti, meskipun bukan
yang paling sempurna, yang digunakan manusia untuk melindungi dan
memajukan kepentingan dan kebaikan yang sama-sama mereka miliki
dengan orang lain. 8

Sementara David E. Apter dalam perbincangannya tentang demokrasi,


menawarkan beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi sebelum melangkah
kejenjang demokrasi. Adapun Persyaratan tersebut antaranya :

1. Adanya penghargaan tentang Privasi individu sebagai perwujudan


adanya lahan yang terlindungi dari investasi politik. Dalam bahasa
lainnya ada segmen individual yang harus netral dari sentuhan-
sentuhan politik.
2. Masalah-masalah kekuasaan harus diubah menjadi masalah-masalah
keadilan nyata yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, dan
prosedur politik secara teratur terus menerus meninjau kembali
defenisi keadilan.
3. Adanya sumber keaneka ragaman informasi secara umum. Bebas
untuk melahirkan keyakinan bahwa semua bentuk paksaan harus
dibatasi, dilarang, dan semua itu inkonstitusional.
4. Menyangkut cara-cara untuk mempertahankan keadilan, rasa
tanggung jawab , dan realisme praktis. Ini bisa dilakukan melalui
penerjemahan yang terus menerus dari konflik nilai ke konflik
kepentingan, adanya kontrol yang baik atas eksekutif, adanya oposisi
yang sah dan bersifat formal yang dikuatkan oleh prinsip-prinsip
perwakilan, dan adanya suatu defenisi kedaulatan umum yang
dicerminkan dalam hak memilih bagi semua, dan pesta demokrasi
yang berlangsung secara periodic.

Karena dalam format demokrasi, keadilan lebih utama ketimbang kemakmuran.


Hal ini diperlukan guna menemukan pola yang dikehendaki oleh rakyat Indonesia
setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama
adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi
terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan
mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang
dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang
saat ini masih dalam masa transisi. Kelebihan dan kekurangan pada masing-
masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran
berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa
memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian,berbagai
kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam

8
ISLAM DAN DEMOKRASI Oleh Kiki Muhamad Hakiki

18
pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun
mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. Sementara
demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah melihat terlalu
lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah
memperkuat posisi Soekarno secara absolut. 9

C. PANDANGAN KELOMPOK YANG MENERIMA TAPI


MEYAKINI ADANYA PERBEDAAN

Secara umum, konsep demokrasi mengacu padagabungan antara “demos” dan


“kratein” yang berasal dari Bahasa Yunani. Demos diartikan sebagai
"orangorang" atau rakyat (dalam konteks Yunani Kuno, “orang-orang ini
mengacu pada penduduk laki-laki yang telah dewasa). Adapun “kratein”berarti
"berkuasa atau memerintah”. Pemahaman itu mengarahkan pengertian demokrasi
pada adanya suatu "kekuasaaan atau pemerintahan rakyat." Interpretasi tentang
bagaimana rakyat akan berkuasa serta dalam bentuk seperti apa kemudian
menghasilkan berbagai perspektif tentang demokrasi. Demokrasi secara general
dapat juga dipahami sebagai upaya untuk memberikan kebaikan pada masyarakat
secara luas. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa jumlah elite hanya sedikit
semerntara masyarakat yang dianggap menderita justru berjumlah sangat banyak.
Dalam prakteknya, banyak negara menganggap diri atau menyebut dirinya
sebagai negara demokratis namun dalam praktek-praktek yang tidak seragam.

Meski demikian, sejauh ini demokrasi tetap menjadi salah satu konsep yang
paling terkenal dan banyak diterima masyarakat dunia untuk diadopsi sebagai
sistem politik dan pemerintahannya.Sejauh ini, terdapat kecenderungan demokrasi
terfokus pada serangkaian institusi danprosedurpemerintahan yang demokratis.
Roberth Dahl nampak meletakkan demokrasi dalam kaitan dengan berbagai
prosedur serta institusi dengan berbagai prasyarat untuk mendukungnya . Pilihan
untuk menggunakan demokrasi sebagai sistem yang diterapkan pada suatu
wilayah atau komunitas masyarakat di dunia pada dasarnya dilandasi oleh
keinginan untuk menuju kondisi masyarakatyang lebih baik. Dalam hal ini
terdapat jaminan kesetaraan dankebebasan bagi seluruh rakyat dalam berbagai
bidang kehidupan. Kesetaraan sebagai bagian dari suatu sistem sosial diyakini
akan meminimalkan ketimpangan sering menjadi pemicu konflik dan
ketidakadilan.

Untuk itu, demokrasi dapat dinilai dengan mencermati secara intrinsik ide-ide
dasarnya tentang kebebasan dan kesamaan bagi setiap warga yang terjamin secara
hukum. Disamping itu, demokrasi juga dapat dilihat sebagai suatu mekanisme

9
AGAMA DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM Oleh Ibraham

19
dengan berbagai indikatornya yang betujuan untuk memberikan jalan bagi setiap
individu untuk ambil bagian dalam proses penentuan terhadap pengambilan
kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan untuk
menciptakan kesejahteraan atau standar hidup yang baik bagi masyarakat.Dengan
demikian, prinsip 'rule populer' yang ada dalam demokrasi tidak dimaknai hanya
mayoritas yang berkuasa. Pemaknaannya juga dikaitkan dengan kontrol
rakyatataspenguasaterpilih,persamaan hakdan kebebasan, kebebasan politik dan
kebebasan penindasan, penghormatan terhadap aturan hukum, keadilan
dankeamanan, dalam berbagai bentuknya.10

Konflik dalam Eksistensi Masyarakat Demokratis Konflik dapat terjadi dimana


saja dan karena kondisi tersebut maka pemaknaan konflik dapat terkait dengan
banyak makna dan konotasi yang bahkan dapat menyesatkan jika dipahami secara
keliru dalam konteks semantik. Seperti banyak istilah lain yang terkait dengan
dinamika masyarakat maka istilah konflik juga menghasilkan ambivalensi yang
cukup besar dan menimbulkan pertanyaan mendasar dikalangan para ahli tentang
(1) arti dan relevansi; dan (2) bagaimana cara terbaik untuk mengatasinya.8
Situasi konflik dapat ditemukan dalam berbagai ruang kehidupan manusia, dalam
suatu organisasi atau bahkan antar bangsa. Dalam hal ini, konflik adalah proses
dimana satu pihak menunjukkan bahwa kepentingannya sedang ditentang oleh
pihak lain. Sebagai suatu aturan, konflik sering kali hanya dilihat pada pernyataan
marah, tindakan oposisi, dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya hal-hal
tersebut hanya merupakan bagian kecil dari konflik.

Lewis Coser mendefinisikan konflik sebagai benturan nilai-nilai dan kepentingan,


ketegangan antara apa dan bagaimana suatu kelompok merasa bersikap yang
seharusnya.Dalam pemahaman tersebut, Coser melihat konflik berfungsi untuk
mendorong lahirnya suatu lembaga, teknologi maupun sistem sebagai bentuk
penyikapan. Secara lebih tegas, Coser menyatakan bahwa konflik adalah
perjuangan atas nilai-nilai dan klaim status langka, kekuasaan dan sumber daya di
mana tujuan dari lawan yang menetralisir, melukai atau menghilangkan saingan.
Konflik juga dapat didefinisikan dalam perspektif komunikasi sebagai perjuangan
diungkapkan antara setidaknya dua pihak yang saling bergantung yang merasa
tujuan yang tidak kompatibel, imbalan langka dan gangguan dari pihak lain dalam
mencapai tujuan mereka. 11

10
KENISCAYAAN KONFLIK DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI Oleh Sukri
11
Honig, Bonnie, Between Decision and Deliberation: Political Paradox in Democratic
Theory,Journal of Legal Philosophy. 2, 2008, p. 115-136

20
D. PANDANGAN YANG MENERIMA SECARA PENUH
DEMOKRASI DALAM ISLAM

• Teori Kekhalifahan dan Hakikat Demokrasi dalam Islam

Kedaulatan tertinggi ada ditangan Tuhan. Dengan tetap mengingat prinsip ini jika
mengamati posisi orang-orang posisi orang-orang yang diturunkan untuk
menegakan hukum Tuhan di bumi, wajarlah jika kita menyatakan bahwa mereka
harus dianggap sebagai wakil dari penguasa tertinggi.Islam dengan telah persis
memberikan kedudukan ini kepada mereka. Oleh karenanya Al-Qur’an
menyatakan : “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan , bahwa Dia akan memberikan kekhalifahan kepada
mereka dibelahan bumi ini, sebagaimana Dia telah memberikan kekhalifahan
kepada umat sebelumnya”(QS 24:55) Ayat ini menguraikan secara gamblang teori
Islam mengenai negara ada dua masalah mendasar yang mencuat disini :

1) Masalah pertama adalah Islam menggunakan istilah kekhalifahan, bukan


kedaulatan. Karena menurut Islam, kedaulatan hanya milik Tuhan saja,
siapapun yang memegang tampuk kekuasaan dan siapapun yang
memerintah sesuai hukum Tuhan pastilah merupakan khalifah dan
penguasa teringgi dan tidak berwenang mengerahkan kekuasaan apapun
kecuali kekuasaankekuasaan yang telah didelegasikan kepadanya.
2) Masalah kedua yang dincuatkan oleh Al-Qur’an adalah kekuasaan untuk
memerintah bumi yang telah dijanjikan kepada seluruh masyarakat
mukmin. Ayat ini tidak meyatakan orang atau sekelompok tertentu dari
kalangannya yang akan menduduki kedudukan ini. Dalam hal ini kita
dapat menyimpulkan semua kaum beriman merupakan penjelmaan dari
kekhalifahan. Kekhalifahan yang dianugrahkan Allah kepada orang yang
beriman ini adalah kekhalifahan umum, dan bukan kekhalifahan terbatas.
Tidak ada pengistimewaan untuk keluarga, kelompok atau ras tertentu.
Setiap mukmin adalah khalifah sesuai dengan kemampuan individunya.
Dengan demikian ia secara individual bertanggung jawab kepada Tuhan
sebagaimana sabda Rosulullah SAW : :Setiap orang dikalangan kamu
adalah pemimpin, dan setiap orang adan ditanyai mengenai
kepemimpinannya”.

Dengan demikian khalifah yang satu sama sekali tidak lebih rendah dengan
khalifah lainnya. Inilah landasan sejati demokrasi dalam Islam, Dari suatu analisis
mengenai konsep kekhalifahan umum ini muncul hal-hal sebagai berikut :

1) Suatu masyarakat yang didalamnya semua orang merupakan khalifah


Tuhan dan merupakan peserta yang setara dalam kekhalifahan ini, tidak

21
dapat membiarkan adanya pembagibagian kelompok yang didasarkan
kepada perbedaan kelahiran dan kedudukan sosial. Semua menikmati
status dan kedudukan yang sama dalam masyarakat semacam itu. Kriteria
superioritas dalam tatanan sosial ini adalh kemampuan pribadi
sebagaimana sabda Rosulullah SAW : “Tidak ada seorangpun yang lebih
mulia kedudukannya dibandingkan dengan orang lainnya kecuali dari segi
kesalehan dan ketaqwaannya. Semua orang adalah keturunan Adam, dan
Adam diciptakan dari tanah”
2) Dalam suatu masyarakat semacam ini, tidak ada seorangpun yang akan
mengalami ketidak mampuan hanya disebabkan oleh perbedaan kelahiran,
status sosial atau propesi yang dengan berbagai cara dapat mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan lahiriyahnya atau merusak perkembangan
kepribadiannya. Setiap orang akan menikmati peluang kemajuan yang
sama. Jalan akan dibiarkan terbuka baginya untuk menciptakan kemajuan
sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan bawaannya dan bakat-bakat
pribadinya tanpa iri hati atas hak-hak orang lain. Dengan demikian, ruang
lingkup yang tak terbatas bagi pencapaian prestasi pribadi selalu menjadi
tonggak suatu masyarakat Islam. Budak dan keturunan-keturunannya
ditunjuk sebagai pejabat militer dan gubernur, dan kaum bangsawan dari
keluarga-keluarga paling terhormat tidak merasa malu untuk mengabdi
kepada mereka.
3) Dalam masyarakat semacam ini, tidak ada ruang bagi kediktatoran seorang
atau kelompok tertentu atas yang lainnya, karena setiap orang adalah
khalifah Tuhan. Tidak ada seorang atau sekelompok orang pun yang diberi
hak istimewa untuk menjadi penguasa mutlak dengan merampas hak-hak
asasi orang kebanyakan. Kedudukan seseorang yang terpilih untuk
melaksanakan urusan-urusan kenegaraan tidak akan melampaui ketentuan
ini sehingga setiap muslim, atau tepatnya khalifah Tuhan, menyerahkan
kekhalifahannya kepada pejabat itu demi penyelenggaraan
pemerintahannya. Disatu pihak, dia akan bertanggung jawab kepada Allah
SWT, dan dilain pihak dia juga akan dimintai tanggung jawabnya kepada
rekan-rekannya yang telah mendelegasikan kekhalifahan kepadanya. Jadi
jika tiba-tiba ia mendaulat diri sebagai penguasa mutlak yang tidak
bertanggung jawab, diktator, maka sebenarnya ia telah berperan sebagai
seorang pemeras dari pada seorang khalifah, karena kediktatoran
merupakan penolakan atas kekhalifahan umum.
4) dalam masyarakat semacam ini, setiap muslim yang telah mencapai cukup
umur, laki-laki maupun wanita, diberi hak untuk mengemukakan
pendapatnya, masing-masing karena masing-masing orang dikalanangan
mereka adalah penjelmaan dari kekhalifahan. Tuhan telah membuat
kekhalifahan ini bersyarat, bukan atas norma kekayaan atau kemampuan
tertentu, tetapi hanya atas iman dan kesalehan. Oleh karenanya semua

22
muslim memiliki kebebasan yang sama untuk mengemukakan
pendapatnya.

• Ekuilinrium antara Individualisme dan kolektifisme Islam

disatu pihak berusaha menciptakan demokrasi superlatif ini dan dilain pihak
mengakhiri individualisme yang merongrong kesehatan dan jiwa politik.
Hubungan antara individu dan masyarakat diatur sedemikian rupa seghingga
kepribadian individu tidak merosot, sebagaimana yang terjadi didalam sistim
sosial komunis dan fasis. Individu tidak diperkenankan untuk melampaui batas
samapai sebegitu jauh sehingga menjadi berbahaya bagi masyarakat, seperti yang
terjadi pada demokrasi barat. Dalam Islam, tujuan kehidupan individu sama
dengan tujuan kehidupan kelompok yaitu melaksanakan dan menegakkan hukum
ilahi serta diperolehnya ridho Tuhan. Lagi pula setelah melindungi hak-hak
individu, Islam membebaninya kewajibankewajiban tertentu pada masyarakat.
Dengan cara ini kebutuhankebutuhan individu dan masayarakat diselaraskan
dengan begitu sempurna sehingga individu memperoleh peluang yang
sepenuhpenuhnya untuk mengembangkan potensi-potensinya, dan dengan
demikian memungkinkannya untuk mengembangkan semua bakatnya dalam
melayani masyarakat pada umumnya. Inilah secara ringkas, prinsip-prinsip dasar
dan gambaran penting dari teori politik Islam yang didengungkan oleh Abul A’la
Maududi.12

3. PRINSIP NEGARA HUKUM DALAM ISLAM DAN SUPREMASI


HUKUM

A. PEMAHAMAN NEGARA HUKUM NOMOKRASI ISLAM

Istilah nomokrasi adalah pilihan yang paling tepat untuk dipergunakan dalam
penyebutan “negara hukum”, versi syariat Islam, bukan “teokrasi”. Prinsip-prinsip
nomokrasi Islam meliputi prinsip kekuasaan sebagai amanah, prinsip
musyawarah, prinsip keadilan, prinsip persamaan, prinsip pengakuan dan
perlindungan setiap hak-hak asasi manusia, prinsip peradilan yang bebas, prinsip
perdamaian, prinsip kesejahteraan dan prinsip ketaatan rakyat. Negara hukum
Pancasila berlandaskan pada nilai ketuhanan, kemanusiaan, integritas,
musyawarah dan keadilan. Negara hukum Pancasila merupakan hasil dari
hubungan konsepsi kombinatif; Islam, Barat dan Indonesia. Dengan demikian
prinsip yang terdapat negara hukum Pancasila merupakan bagian dari nilai yang
terdapat dalam nomokrasi Islam. Seorang pemikir Islam yang terkenal dan diakui
otoritasnya oleh sarjana Barat yaitu Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun telah

12
AGAMA DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM Oleh Ibraham

23
menentukan tipologi negara dengan menggunakan tolak ukur kekuasaan. Pada
dasarnya ia menggambarkan dua keadaan manusia, yaitu keadaan alamiah dan
keadaan berperadaban. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua bentuk negara hukum
yaitu: (1) siyâsah dîniyah, yang diterjemahkan Muhammad Taher Azhari sebagai
nomokrasi Islam dan (2) siyâsah ‘aqliyah sebagai nomokrasi sekuler. Ciri pokok
yang membedakan kedua macam nomokrasi itu ialah pelaksanaan hukum Islam
(syariah) dalam kehidupan negara dan hukum sebagai hasil pemikiran manusia.
Dalam nomokrasi Islam, baik syariah maupun hukum yang didasarkan pada rasio
manusia, kedua-duanya berfungsi dan berperan dalam negara. Sebaliknya, dalam
nomokrasi sekuler manusia hanya menggunakan hukum semata-mata sebagai
hasil pemikiran mereka. 13

B. PRINSIP NEGARA HUKUM DALAM ISLAM

Nomokrasi Islam adalah suatu negara hukum yang memiliki prinsip-prinsip


umum sebagai berikut: Prinsip kekuasaan sebagai amanah, prinsip
musyawarah, prinsip keadilan, prinsip persamaan, prinsip pengakuan dan
perlindungan setiap hak-hak asasi manusia, prinsip peradilan yang bebas,
prinsip perdamaian, prinsip kesejahteraan dan prinsip ketaatan rakyat. Dengan
kata lain, rumusan nomokrasi Islam merupakan suatu sistem pemerintahan
yang didasarkan pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam (syariah). Ia
merupakan “rule of Islamic law”. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:14

1) Prinsip kekuasaan sebagai amanah


Perkataan amanah dalam konteks kekuasaan negara dapat dipahami suatu
pendelegasian atau pelimpahan kewenangan dan karena itu kekuasaan
dapat disebut sebagai “mandat” yang bersumber dari Allah Swt. Rumusan
kekuasaan dalam nomokrasi Islam adalah kekuasaan ialah suatu karunia
atau nikmat Allah yang merupakan suatu amanah kepada manusia untuk
dipelihara dan dilaksanakan dengan sebaik-baisesuai denga prinsip-prinsip
dasar yang telah ditetapkan dalam Alquran dan dicontohkan oleh Sunnah
Rasulullah. Kekuasaan itu kelak harus dipertanggungjawabkan kepada
Allah. Dalam nomokrasi Islam kekuasaan adalah suatu karunia atau
nikmat Allah. Artinya, ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi
yang menerima kekuasaan itu maupun bagi rakyatnya. Penyampaian
amanah dalam konteks kekuasaan mengandung suatu implikasi bahwa ada

13
Zuhraini, KONTRIBUSI NOMOKRASI ISLAM (RULE OF ISLAMIC LAW) TERHADAP NEGARA
HUKUM PANCASILA, AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 1 Juni 2014, hlml 171.
14
Ibid hlm 175.

24
larangan bagi pemegang amanah itu untuk melakukan suatu abuse atau
penyalahgunaan kekuasaan yang ia pegang.

2) Prinsip musyawarah
Musyawarah dapat diartikan sebagai suatu forum tukar-menukar pikiran,
gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam
memecahkan sesuatu masalah sebelum tiba pada suatu pengambilan
keputusan. Dilihat dari sudut kenegaraan, maka musyawarah adalah
prinsip konstitusional dalam nomokrasi Islam yang wajib dilaksanakan
dalam suatu pemerintahan dengan tujuan untuk mencegah lahirnya
keputusan yang merugikan kepentingan umum atau rakyat. Bagaimana
bentuk dan cara musyawarah yang terbaik menurut ukuran masa dan
tempat, maka bentuk dan cara itulah yang digunakan. Baik Alquran
maupun tradisi Nabi sama sekali tidak menentukan hal ini. Ini
mengandung suatu hikmah yang besar bagi manusia. Arinya, musyawarah
sebagi sutu prinsip konstitusional yang digariskan dalam Alquran dan
diteladankan melalui tradsi Nabi tidak perlu berubah. Namun aplikasi dan
pelaksanaannya selalu dapat mengalami perubahan sesuia dengan
perkembangan dan kemajuan masyarakat. Pada masa kini musyawarah
dapat dilaksanakan melalui lembaga pemerintahan yang disebut dewan
perwakilan atau apapun namanya yang sesuai dengan kebutuhan pada
suatu waktu dan tempat. Maka, aplikasi musyawarah dalam nomokrasi
Islam boleh mengikuti bentuk dan cara lembaga-lembaga politik dan
negara yang selalu berubah dan berkembang itu sejauh tidak bertentangan
atau menyimpang dari jiwa Alquran dan tradisi Nabi.

3) Prinsip keadilan
Prinsip keadilan dalam nomokrasi Islam mengandung suatu konsep yang
bernilai tinggi. Konsep itu mencakup tiga kewajiban pokok bagi pemegang
kekuasaan negara yakni; Pertama, kewajiban menerapkan kekuasaan
negara dengan adil, jujur dan bijaksana. Kedua, Kewajiban menerapkan
kekuasaan kehakiman dengan seadil-adilnya. Ketiga, kewajiban untuk
mewujudkan suatu tujuan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera di
bawah keridhaan Allah. Lebih lanjut gambaran penerapan prinsip keadilan
pada masa Rasulullah Saw dapat pula dilihat dalam Konstitusi Madinah.
Tentang keadilan, dengan tegas Konstitusi Madinah merumuskan bahwa
”Seseorang tidaklah bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukan
sekutunya”. Ini berarti kesalahan seseorang tidak menjadi tanggungjawab
orang lain atau sukunya. Hukum adat pra Islam di semenanjung Arab
menganut prinsip tanggungjawab kesalahan anggota klan oleh seluruh
klan. Prinsip ini jelas tidak adil. Karena itu, Nabi Muhammad Saw,

25
sebagai Kepala Negara Madinah mengoreksi prinsip itu dan menggantinya
dengan prinsip keadilan.

4) Prinsip persamaan
Prinsip persamaan dalam nomokrasi Islam memiliki aspek yang luas. Ia
mencakup persamaan dalam segala bidang kehidupan. Persamaan ini
meliputi bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan lain-lain. Persamaan
dalam bidang hukum memberikan jaminan akan perlakuan dan
perlindungan hukum yang sama terhadap semua orang tanpa memandang
kedudukannya, apakah ia dari kalangan rakyat biasa atau dari kelompok
elit. Prinsip ini telah dtegakkan oleh Nabi Muhammad Saw.

5) Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap HAM


Dalam nomokrasi Islam, hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi
juga dilindungi sepenuhnya. Karena itu dalam hubugan ini ada dua prinsip
yang sangat penting yaitu prinsip pengakuan dan prisnip perlindungan.
Pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak tersebut dalam nomokrasi
Islam ditekankan pada tiga hal yaitu:
• persamaan manusia
• martabat manusia
• kebebasan manusia
Dalam persamaan manusia, Alquran menentang dan menolak setiap
bentuk perlakuan dan sikap yang mungkin dapat menghancurkan prinsip
persamaan, seperti diskriminasi dalam segala bidang kehidupan,
feodalisme, kolonialisme dan lain-lain. Tentang martabat manusia
berkaitan erat dengan karamah atau kemulyaan yang dikaruniakan Allah
kepada manusia. Salah satu kemulyaan yang diberikan Allah kepada
manusia ialah kemampuan manusia untuk berfikir dan menggunakan
akalnya.
Tentang kebebasan manusia dalam nomokrasi Islam, minimal ada lima
kebebasan yang dapat dianggap sebagai hak-hak dasar manusia, yaitu:
1) kebebasan beragama
2) kebebasan berfikir dan menyatakan pendapat
3) kebebasan untuk memiliki harta benda
4) kebebasan untuk berusaha dan memilih pekerjaan
5) kebebasan untuk memilih tempat kediaman.

26
6) Prinsip peradilan bebas
Dalam nomokrasi Islam seseorang hakim memiliki kewenangan yang
bebas dalam setiap putusan yang dia ambil dan bebas dari pengaruh
siapapun. Hakim bebas pula menentukan dan menetapkan putusannya.
Hakim wajib menerapkan prinsip keadilan dan persamaan terhadap
siapapun. Di dalam Alquran surah al-Nisâ [4] : 57 menegaskan bahwa bila
menetapkan hukum di antara manusia maka hendaklah tetapkan dengan
adil. Prinsip peradilan bebas dalam nomokrasi Islam bukan hanya sekedar
ciri bagi suatu negara hukum, tetapi juga ia merupakan suatu kewajiban
yang harus dilaksanakan olh setiap hakim. Peradilan bebas merupakan
persyaratan bagi tegaknya prinsip keadilan dan persamaan hukum. Dalam
nomokrasi Islam, hakim memiliki kedudukan yang bebas dari pengaruh
siapapun. Hakim bebas menentukan dan menetapkan putusannya. Bahkan
hakim memiliki suatu kewenangan untuk melakukan ijtihad dalam
menegakkan hukum.

7) Prinsip perdamaian
Salah satu pokok yang dibawa Rasulullah melalui ajaran Islam ialah
mewujudkan perdamaian bagi seluruh manusia dimuka bumi. Arti
perkataan Islam itu sendiri kecuali penundukan diri kepada Allah,
keselamatan, kesejahteraan dan juga mengandung suau makna yang
didambakan oleeh setiap orang yaitu perdamaian. Islam adalah agama
perdamaian. Alquran dengan tegas meyeru kepada yang beriman agar
masuk kedalam perdamaian, sebagaimana ditegaskan dalam surah al-
Baqarah [2]: 208 yang menegaskan arti keselamatan dan kedamaian.
Sebab itulah, nomokrasi Islam harus ditegakkan atas dasar prinsip
perdamaian. Hubungan dengan negara-negara lain harus dijalin dan
berpegang pada prinsip perdamaian.

8) Prinsip kesejahteraan
Prinsip kesejahteraan dalam nomokrasi Islam bertujuan mewujudkan
keadilan sosial dan keadilan ekonomi bagi seluruh anggota masyarakat
atau rakyat. Tugas itu dibebankan kepada penyelenggara negara dan
masyarakat. Pengertian keadilan sosial dalam nomokrasi Islam bukan hany
sekedar pemenuhan kebutuhan materiil, akan tetapi mencakup kebutuhan
spiritual. Negara berkewajiban memperhatikan dua macam kebutuhan itu
dan menyediakan jaminan sosial untuk mereka yang tidak mampu.
Alquran telah menetapkan sejumlah sumber dana untuk jaminan sosial
bagi anggota masyarakat dengan berpedoman pada prinsip keadilan sosial
dan keadilan ekonomi. Sumber dana tersebut antara lain: zakat, infaq,

27
sadaqoh, hibah, dan wakaf, dan tidak menutupi kemungkinan bagi
pendapatan negara dari sumber yang lain, seperti pajak, bea dan lain-lain.

9) Prinsip ketaatan rakyat


Hubungan antara pemerintah dengan rakyat, ditegaskan di dalam Alquran
surah al-Nisâ[4]: 5 yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya serta orang-orang yang
berwenang di antara kamu”. Prinsip ketaatan mengandung makna bahwa
seluruh rakyat tanpa kecuali berkewajiban menaati perintah, selama
pemerintah tidak bersikap zalim (tiran atau otoriter/diktator). Prinsip
ketaatan rakyat mengikat rakyat secara alternatif dan melalui prinsip ini
pula rakyat berhak untuk mengoreksi setiap kekeliruan yang dilakukan
oleh penguasa. Apabila penguasa yang keliru itu tidak mau menyadari
kekeliruannya maka rakyat tidak wajib menaatinya lagi dan penguasa
seperti itu harus segera mengundurkan diri dan dihentikan dari jabatannya.

C. PERBANDINGAN NOMOKRASI ISLAM, RECHSTAAT, RULE OF


LAW

Istilah negara hukum sudah sangat populer. Pada umunya istilah tersebut
dianggap sebagai terjemahan yang tepat dari dua istilah, yaitu rechtsstaat dan the
rule of law. Konsep tersebut selalu dikaitkan dengan konsep perlindungan hukum,
sebab ia tidak lepas dari soal-soal perlindungan hak-hak asasi manusia. Tetapi
antara rechtsstaat dan the rule of law itu masing-masing sebenarnya mempunyai
latar belakang dan perlembagaan yang berbeda, meskipun keduanya pada intinya
sama-sama menginginkan perlindungan bagi HAM melalui pelembangaan
peradilan yang bebas dan tidak memihak. Istilah rechtsstaat banyak dianut di
negara-negara Erofa Kontinental yang bertumpu pada sistem civil law. Sedangkan
the rule of law banyak dikembangkan di negara-negara dengan tradisi anglo saxon
yang bertumpu pada sistem common law. Kedua sistem yang masing-masing
menjadi tumpuan kedua konsep tersebut mempunyai perbedaan titik berat dalam
pengoperasiannya. Civil law menitik beratkan administrasi sedangkan common
law menitik beratkan judicial. Sementara itu rechtsstaat dan rule of law dengan
tumpuannya masing-masing mengutamakan segi yang berbeda. Konsep
rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian disamaka
rechtmatigheid, sedangkan the rule of law mengutamakan equality before the law.

Dengan adanya perbedaan titik berat dalam pengoperasiannya, maka kedua


konsep tersebut juga merinci ciri-ciri yang berbeda. Dari ciri-ciri itu dapat dilihat
adanya persamaan dan perbedaan antar keduanya. Kedua konsep tersebut sama-

28
sama berintikan upaya memberikan perlindunganbagi HAM yang untuk itu harus
diadakan pemisahan atau pembagian kekuasaan dalam negara. Karena dengan itu,
pelanggaran atas HAM dapat dicegah atau diminimalisasi melalui mekanisme
saling mengawasi anatar poros-poros kekuasaan. Tetapi, dalam pelembagaan
dalam dunia peradilannya, keduanya menawarkan lingkungan yang berbeda. Pada
konsep rechtsstaat terdapat lembaga peradilan adminitrasi yang merupakan
lingkungan peradilan yang berdiri sendiri, sedangkan pada konsep rule of law
tidak terdapat peradilan administrasi sebagai lingkungan yang berdiri sendiri.
Sebab di dalam konsep the rule of law semua orang dianggap sama kedudukannya
di depan hukum sehingga bagi warga negara maupun bagi pemerintah harus
disediakan peradilan yang sama.

Di dalam praktik, seringkali ada orang-orang yang berdebat tentang sesuatu


dengan saling mengklaim bahwa pandangannya berdasarkan konsep negara
hukum namun dengan acuan pada konsep yang berbeda. Yang satu mengacu pada
rechtsstaat sedangkan lainnya mengacu pada the rule of law, atau yang satu
mengacu pada negara hukum formal dengan legismenya, sedangkan yang lain
mengacu pada negara hukum materiil dengan just law-nya. Bahkan, tidak jarang
penafsir atau penegak hukum yang sama bersikap tidak konsisten dengan memilih
orientasi yang berbeda-beda untuk kepentingan perkara yang berbeda. Untuk satu
kasus, misalnya, dia mengutamakan UU yang resmi berlaku atas nama kepastian
hukum, karena denganitulah perkara yang ditanganinya dapat dimenangkan.
Tetapi, untuk satu kasus yang lain, atas nama keadilan, yang bersangkutan
menolak UU yang masih resmi berlaku, karena ia menilainya tidak sesuai dengan
rasa keadilan di dalam masyarakat.15

KESIMPULAN : Jadi, perbandingan antara Nomokrasi Islam, Rechtssataat dan


Rule of Law adalah perbedaan latar belakang dan perlembagaan, meskipun
keduanya pada intinya sama-sama menginginkan perlindungan bagi HAM melalui
pelembangaan peradilan yang bebas dan tidak memihak. Rechtsstaat kebanyakan
diterapakan oleh negara-negara di kawasan eropa continental yang bertumpu pada
civil law, sementara Rule of Law diterapkan olah negara tradisi Anglo Saxon yang
bertumpu pada common law, sedangkan Nomokrasi Islam digunakan oleh negara-
negara Islam atas dasar syariat-syariat islam. Sehingga ketiga negara memiliki
perbedaan operasionalisasi atas substansi yang sama yaitu perlindungan atas hak-
hak asasi manusia.

15
Ibid hlm 183-184.

29
D. PRINSIP SUPREMASI HUKUM oleh MUHAMMAD SAW

Banyak alasan kenapa posisi hukum dalam Islam amat penting, antara Iain
sebagairnana dikemukakan Sam'ani dalam kitabnya Qawati' al-Adillah. Sam'ani
memulai pembahasannya dengan mengatakan bahwa ilmu hukum Islam (ilm al-
fiqh) adalah ilmu yang paling penting dalam Islam (themost noble of the scinces),
sebab ilmu tersebut membahas peristiwa-peristiwa yang selalu muncul, berubah,
berkembang dan tidak pernah berhenti serta tidak ada batasnya. Konsekuensinya,
pengetahuan yang dituntut untuk menangani persoalan tersebut juga tidak terbatas
dan selalu menuntut pengembangan.

Ada konsekuensi laindari prinsipdi atas. Hukum seperti terelaborasi pada sumber
pokok Islam, al-Qur'an, menuntut ketundukan dari semua pihak balk rakyat,
penguasa, bahkan Nabi Muhammad sekalipun. Walaupun Sunnah Nabi pada masa
berikutnya menjadi sumber pokok, tetapi kedudukannya menempati posisi kedua
setelah al-Qur'an, dan hubungannya dengan alQur'an, sebagaimana dijelaskan oleh
Al-Syatii, lebih bersifat subordinate ketimbang complementary. Dengan
demikian, Nabi Muhammad, yang secara sosial dan politik dapat dikatakan
sebagai pimpinan tertinggi dalam pemerintahan Islam, juga harus tunduk dan
patuh atas ketentuanketentuan hukum al-Qur'an. Ini berarti bahwa supremasi
hukum merupakan sifat alami yang melekat dalam ajaran Islam dan harus
ditegakkan untuk siapa saja termasuk para penguasa. bahkan Nabi sekalipun.

Sejarah juga menunjukkan bahwa supremasi hukum seperti dijelaskan di atas


telah mampu melahirkan perubahan fundamental di kalangan masyarakat Arab
ketika itu dan merubah mereka yang semula terbelakang menjadi maju serta
mampu memimpin peradaban dunia pada masanya. Sayang masyarakat ideal
demikian tidak mampu bertahan lama. Setelah Nabi wafat, hukum tidak lagi
menjadi panglima, kepentingan pribadi, kelompok, maupun suku justru
mengedepan. Barangkali tidak terlalu berlebihan ketika Robert N. Bellah
“mengatakan bahwa konsep yang ditawarkan Nabi itu amat modern bahkan terlalu
modern untuk masanya sehingga tidak .mampu dilanjutkan oleh masyarakat
berikutnya.”

Prinsip supremasi hukum yang menuntut ketundukan semua pihak diperkuat oleh
prinsip berikutnya. Hukum Islam merupakan jurists law, lawyers law, atau
hukum para fuqaha. Itu berarti, hukum dalam Islam dirumuskan oleh para ulama
yang pada masa awal Islam identik dengan fuqaha (religious authorit) dan bukan
oleh penguasa (political authority) yang belakangan cenderung bersifat korup
guna mempertahankan kekuasaannya. Karena itu sejarah Islam klasik tidak pernah
menunjukkan adanya hukum yang dirumuskan oleh penguasa. Secara teori,
prinsip ini melahirkan pandangan yang hakiki tentang sifat pluralis, egaliter,
toleran, demokratis, dan sekallgus saling menghargai, yakni sifat-sifat yang

30
seringkali dilambangkan dengan ungkapan yang dikatakan berasal dari Nabi
Muhammad Saw ikhtilafu ummah rahmah (perbedaan merupakan rahmat) dan
didukung pula oleh ayat al Qur'an.16

4. KEPALA NEGARA DALAM ISLAM


A. KONSEP IMAM (IMAMAH), KHALIFAH, DAN AMIR (IMARAH)

1) Imam (Imamah)

Imamah adalah ism mashdar atau kata benda dari kata amama yang
artinya “di depan.” Sesuatu yang di depan disebut dengan “imam.” Itulah
sebabnya, dalam kehidupan sehari-hari, kata imam sering dimaknai untuk
menunjuk orang yang memimpin shalat jamaah. Arti harfiah dari kata
tersebut adalah orang yang berdiri di depan untuk menjadi panutan
orang-orang yang dibelakangnya. Dengan demikian, imam berarti orang
yang memimpin orang lain. Sementara itu, imamah adalah lembaga
kepemimpinan.

Secara teknis, hampir tidak ada perbedaan antara khilafah dan imamah
sebagai lembaga kepemimpinan. Namun dalam praktisnya, kata imamah
tidak disandarkan pada proses suksesi sebagaimana yang terjadi dalam
proses khilafah yang sebetulnya lebih bernuansa sosial. Konsep imamah
pada akhirnya lebih cenderung dipahami bersifat doktrinal. Hal ini
ditandai dengan adanya berbagai persyaratan tertentu yang harus dimiliki
seseorang untuk menduduki posisi imam. konsep imamah lebih
bernuansa teologis murni dan doktrinal meskipun dalam praktiknya,
seorang imamjuga merupakan penguasa tertinggi pemerintahan formal
dalam negara yang mengadopsi pola kepemimpinan ini.17

2) Khalifa

Konsep kedua mengenai kepemimpinan Islam adalah khilafah. Secara


harfiah, khilafah berarti penggantian atau suksesi. Maksudnya adalah
penggantian kepemimpinan selepas Nabi Muhammad SAW bukan
dalam kedudukannya sebagai Nabi namun sebagai pemimpin umat.
Orang yang memegang jabatankhilafah disebut dengan khalifah.
Namun demikian, kata khalifah kemudian lebih populer diartikan

16
Akh. MInhaji, Supremasi HUkum Dalam Masyarakat MADANI (perspektip sejarah hukum islam),
UNISIA NO. 41/XXU/IV/2000, hlm 244-245.

17
Moch. Fachruroji, TRILOGI KEPEMIMPINANISLAM:Analisis Teoritik terhadap KonsepKhilafah,
Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol 4 No. 12 Juli – Desember 2008, hlm 298-300.

31
sebagai kepala negara dalam Islam sepeninggal Nabi Muhammad
SAW.

Khilafa dalam konteks politik pemerintahan Islam adalah para


pemimpin sepeninggal Nabi yang menggunakan sistem pemerintahan
teokrasi dengan prinsip-prinsip syari’ah. Mereka bukan hanya
pemimpin pemerintahan, tetapi juga pemimpin keagamaan.

Konsep khilafah dalam konteks ini sesungguhnya telah mengalami


reduksi dari pengertian yang tertuang dalam Surat Al-Baqarah ayat 30.
Sebab pada kenyataannya, manusia secara umum itulah yang dipercayai
Allah untuk menjalankan amanah penjagaan bumi. Namun demikian,
pendekatan pemahaman khilafah dalam politik kenegaraan bukan
berarti penyempitan makna, melainkan lebih merupakan salah satu
metodologi operasional terhadap tugas dalam mengemban amanah itu.18

3) Amir (Imarah)

Konsep yang terakhir adalah imarah. Imarah berasal dari kata “amr”
yang artinya perintah, persoalan, urusan atau dapat pula dipahami
sebagai kekuasaan. Amir adalah orang yang memerintah, orang yang
menangani persoalan, orang yang mengurus atau penguasa. Itulah
sebabnya muncul ungkapan ulama dan umara.’ Umara’ disini
merupakan istilah untuk menyebut orang-orang yang bertindak sebagai
pemimpin legal-formal dalam suatu negara atau sekumpulan manusia.

Sementara itu, imarah secara harfiah diartikan sebagai lembaga yang


memiliki kewenangan memerintahkan sesuatu kepada orang lain.
Dalam arti istilah, imarah sama dengan imamah dan khilafah. Orang
yang memegang jabatan imarah ini disebut sebagai amir. Kepala negara
dalam Islam sering pula disebut sebagai “amîrul mu’minîn.” Gelar ini
mula-mula dipergunakan oleh Umar bin Khaththab yang menggantikan
Abu Bakar. Kata khalifah tidak dipergunakannya untuk menghindari
penggandaan penggunaan kata khalifah. Berbeda dengan kedua konsep
sebelumnya, konsep imarah justru lebih bernuansa sosial dan hampir-
hampir tidak berhubungan dengan aspek doktrin Islam. Sistem nilai dan
prinsip-prinsip kepemimpinan seorang amir-lah yang menentukan
apakah mekanisme kepemimpinan itu bernuansa Islam atau tidak. Itulah
sebabnya, Umar bin Khaththab mencantumkan kata tambahan

18
Moch. Fachruroji, TRILOGI KEPEMIMPINANISLAM:Analisis Teoritik terhadap KonsepKhilafah,
Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol 4 No. 12 Juli – Desember 2008, hlm 294-298.

32
“mu’minîn”, sebab kata amir saja belum mewakili peristilahan yang
berhubungan dengan unsur teologis dalam Islam.19

B. PENDAPAT PARA AHLI TENTANG KEPALA NEGARA DALAM


ISLAM

1) Ibnu khaldun

Dalam studi fiqh siyasah, imamah seringkali di hubungkan dengan


khalifah atau amir. Istilah ini memberikan pengertian bahwa hal itu
merupakan istilah kepemimpinan tertinggi dalam islam. Ibnu Khaldun
memberikan rumusan bahwa institusi ima>mah atau khalifah mempunyai
tugas untuk mewujudkan kemashlahatan berdimensi ganda (dunia
akhirat) serta kemampuan untukmenghindarkan umat dari kerusakan.
Sementara Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa imamah adalah sebuah
lembaga yang menyuarakan nilai ketuhanan dan tujuan umum syariat
serta penerus bagi misi kenabian agar tercapai kemashlahatan di dunia
dan di akhirat bagi bangsa atau umat yang dipimpin. Dari beberapa
batasan tersebut maka institusi imamah membutuhkan instrument
pendukung antara lain:20

• Al-Siyasah atau sistem


• Tasarruf atau kebijakan yang terstuktural
• Mas’uliyyah atau tanggung jawab
• Ba’iah ‘Ammah atau kepatuhan ummat dalam hubungan

2) Abdul Qadir Audah

Mendefinisikan bahwa imamah adalah kepemimpinan umum umat islam


dalam masalah-masalah keduniaan dan keagamaan untuk menggantikan
Nabi Muhammad SAW dalam rangka menegakkan nilai keagamaan dan
memelihara segala yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim.21

19
Moch. Fachruroji, TRILOGI KEPEMIMPINANISLAM:Analisis Teoritik terhadap KonsepKhilafah,
Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol 4 No. 12 Juli – Desember 2008, hlm 300-301.
20
Syaiful Hidayat; Tata Negara Dalam Perspektif Fiqh Siyasah, Tafaqquh; Vol. 1 No. 2, Desember
2013, hlm 4.
21
ibid

33
C. SYARAT KEPALA NEGARA DALAM ISLAM

Tugas-tugas seorang kepala negra sangatlah berat, sehingga orang yang


akan menjadi kepala negara haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :22

a. Syarat pertama dan utama seorang kepala negara harus Islam / Muslim.
Syarat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi (mutlak) dan tidak bisa
diombang-ambingkan oleh suara. Jika syarat ini tidak bisa dipenuhi,
berarti negara itu tidak dapat dinamakan negara Islam. Sebagaimana
firman Allah dalam Surat an-Nisa ayat 141 yang artinya : “Dan Allah
sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
menguaai orang-orang mukmin”. Dan dalam surat al-Anfal ayat 73 yang
artinya : ”Adapun orang-orang kafir sebagian mereka menjadi pelindung
bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, nicaya akan
menjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. Dari ayat-
ayat di atas jelas sekali bahwa seorang kepala negara itu haruslah orang
Isam dan dalam ayat-ayat di atas juga dikatakan bahwa orang muslim
tidak boleh dipimpin oleh orang selain muslim.
b. Aqil/berakal maksudnya ialah bahwa seorang yang akan menjadi kepala
negaraharuslah sudah baligh dan berakal sehat.
c. Laki-laki, hal ini menjadi kontroversial, kebanyakan ulama berpendapat
bahwa perempuan tidak boleh menjadi kepala negara dan hal ini sesuai
dengan jaman Al-Mawardi, tapi tidak sesuai untuk jaman sekarang
karena pada jaman modern seperti sekarang ini yang lebih dipentingkan
adalah pengetahuannya. Menurut Bapak Muntoha bahwa adanya
persyaratan bahwa kepala negara harus laki-laki itu harus dipahami
secara kontekstual dan temporal serta tidak universal.
d. Merdeka /al-khurriyah, bahwa seorang kepala negara haruslah orang
yang merdeka bukan hamba sahaya, dan hamba sahaya tidak sah menjadi
kepala negara, karena dia adalah milik tuannya sehinga ia tidak memiliki
wewenang untuk mengatur, bahkan terhadap dirinya sendiri. Dengan
demikian tidak layak mengurusi orang lain apalagi menjadi penguasa atas
manusia.
e. Addillah/keadilan dalam arti orang yang konsisten dalam menjalankan
agamanya (bertaqwa dan menjaga muru’ah) dan bisa melaksanakan law
enforcement. Jadi tidak sah orang yang fasik diangkat menjadi kepala
negara.

22
Agustina Nurhayati, KONSEP KEKUASAAN KEPALA NEGARA MENURUT
KETATANEGARAAN ISLAM, hlm 27-28

34
f. Memiliki kadar intelektual yang tinggi yang membuatnya dapat
melakukan ijtihad untuk menghadapi kejadian-kejadian yang timbul dan
untuk membuat kebijakan hukum.Dan mempunyai pengetahuan tentang
soal-soal kenegaraan.
g. Arif bijaksana.
h. Sehat jasmani (Al-islamiyah wal Jismiyah), Al-Mawardi berpendapat
bahwa yang dimaksud sehat adalah sehat dan lengkap pancaindranya
baik pendengaran, penglihatan dan lidah (salamatu al-hawassi) sehingga
ia dapat menangkap dengan benar dan tepat apa yang ditangkap oleh
panca indranya itu, atau Salamatu al-a’dha; memiliki anggota-anggota
badan yang cukup, sehingga tidak menghalangi kesiagapannya untuk
bergerak .
i. Tidak ambisius. Menurut Abu A’la Maududi seorang calon khalifah yang
menunjukkan ambisiusnya, haram untuk dipilih dan harus dibunuh.
j. Keturunan Qurais, masalah ini sudah ada sejak Nabi wafat, saat
melakukan pemilihan terhadap Abu Bakar menjad khalifah yang
pertama. Tapi masalah ini sekarang sudah tidak lagi menjadi persoalan,
karena suatu agama yang demokratis seperti Islam, tidak mengikat
masalah khalifah dengan syarat yang sangat sempit dan ini tidak bisa
dipertahankan. Hadits yang menyatakan bahwa seorang kepala negara
disyaratkan harus suku qurais, tidak dimaksudkan sebagai syarat mutlak
bagi kepala negara yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw, sehingga
mengikat umat secara abadi. Akan tetapi justru hadits tentang qurais
tersebut menunjukan bahwa syarat qurais adalah syarat keutamaan yang
ditunjukan melalui kesungguhan solidaritas kelompok mereka. Jadi
hadits tentang qurais tersebut maksudnya adalah untuk menjadi kepala
negara harus mempunyai solidaritas dan wibawa yang sama seperti orang
qurais di jaman Nabi itu.

D. KEWAJIBAN KEPALA NEGARA DALAM ISLAM

menurut Al-Mawardi mengenai kewajiban-kewajiban seorang khalifah


negara yang dalam penjelasannya merinci masalah-masalah umum yang
menjadi kekuasaan seoragn khalifah ada sepuluh macam antara lain :
1) Menjaga prinsip-prinsip agama (hifzu ad-din) yang sudah tetap dan telah
menjadi konsensus umat terdahulu. Kekuasaan inilah yang membedakan
kepala negara Islam dengan kepala negara manapun dari negara
demokrasi di dunia iani, yang semata-mata hanya memimpin masalah-
masalah duniawi. Khalifah sebagai kepala negara berkewajiban
melindungi agama dari segala gangguan. Bukan hanya terhadap agama
Islam yang menjadi asas negara, tetapi semua agama yang dianut rakyat

35
harus mendapat perlindungan yang sama. Perlindungan dalam tingkatan
pasif adalah memberi kebebasan bagi agama-agama itu untuk hidup dan
berkembang dengan sebaik-baiknya. Dan dalam sifat aktif adalah
memberi bantua moril dan materiil. Bahkan sebagai kelanjutannya,
negara dapat mendirikan kementrian agama yang khusus mengurus
masalah – masalah agama.
2) Mengepalai kekuasaan pemerintahan (tanfizu al-Ahkam). Dengan
kekuasaan ini kepala negara aalah merupakan intansi tertinggi dan
kekuasaan eksekutif yang menjalankan pemerintahan. Menerapkan
hukum di antara orang-orang yang bersengketa dan menengahi pihak
yang bertetangan, sehingga keadilan dapat berjalan dan pihak yang dzali
tidak berani melanggar serta yang teraniaya tidak menjadi lemah.
3) Melindungi berjalannya hukum dan Undang-undang (Himayatu al-
Baidha). Hal ini dimaksudkan untuk melindungi seluruh hak-hal rakyat
yang harus dihormati, sehingga rakya bebas meredaka mencari
penghidupannya dan menjaga kewibawaan pemerintah sehingga dapat
mengatur kehidupan umat, membuat suasana aman, tertib serta menjamin
keselamatan jiwa dan harta benda (HANKAMNAS).
4) Menetapkan undang-undang (Iqamatul al-Hudud), salah satunya dengan
menegakan supremasi hukum, agar dapat memelihara hukum-hukum
Allah dari usaha-usaha pelanggaran dan menjaga hak-hak umat dari
tindakan perusakan dan destruktif. Kekuasaan ini adalah kekuasaan
legislatif dalam negara demokrasi. Kepala negra melaksanakannya
dengan bantuan dari parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat).
5) Mengepalai seluruh angkatan perang (Tahzhinu as-Tsugur), mencegah
timbulnya kerusuhan-kerusuhan di tengah masyarakat dengan kekuatan,
sehingga tidak sampai ada permusuhan (Agresi) terhadap kehormatan
atau sampai menumpahkan darah seorang muslim atau non Muslim yang
tunduk pada ketentuan Islam.
6) Menyatakan keadaan perang atau bahaya (Jihadu man’anad), kalau
negara terancam bahaya dari luar karena serbuan musuh atau dari dalam
karena perbuatan pengacau, maka kepala negara mempunyai hak untuk
mengumumkan perang atau keadaan bahaya. Tapi menurut Imam Al-
Mawardi yang dimaksud perang disini perang dalamarti sempit yaitu
jihad melawan musuh Islam setelah lebih dahulu diajak untuk masuk atau
menjadi orang yang berada di bawah perlindungan Islam guna
melaksankaan perintah Allah, menjadikan Islam menang di atas agama-
agama lain.
7) Mengawasi pemungutan iuran negara (Jibayatu al-fai wa ash-Shadaqah),
menjaga hasil rampasan perang dan shadaqah sesuai dengan ketentuan
syari’at baik berupa nash atau jihad dengan tanpa rasa takut. Menurut
pendapat Imam al-Mawardi adalah supaya jangan dibebankan kepada
rakyat tentang pembayaran pajak dan iuran yang memberatkan mereka,
sehingga pemungutan negara harus bebas dari segala ketakutan dan
paksaan.
8) Memberikan anugerah dan pangkat kehormatan (Taqdiru al-Athaya),
menetapkan jumlah hadiah yang dikeluarkan oleh Baitul Mal dengan cara

36
tidka boros dan tidak kikir dan diserahkan tepat pada waktunya. Imam
Mawardi memandangnya sebagai hak yang luas biasa yang hanya boleh
digunakan kepala negara dengan sangat hati-hati tidak boleh secara royal
dan keterlaluan, sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
9) Mengangkat pegawai-pegawai sipil dan militer (Istikfau al-umana),
mencari orang-orang yang jujur dan amanat dalam menjalankan tugas-
tugas dan pengaturan harta yang dipercayakan kepada mereka, agar
pekerjaan-pekerjaan tersebut ditangani secara profesional dan harta
kekyaan dipegang oleh orang-orang yang benar-benar jujur.
10) Mencampuri pemerintahan (Mubasyaratu al-umuri binafsih) selalu
memperhatikan dan mengikuti perkembangan serta segala problemnya
agar dapat dijadikan pegangan umat dengan baik dan memelihara agama.
23

5. MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM ISLAM

A. PENGERTIAN KATA SYURA

Menurut bahasa, syura memiliki dua pengertian, yaitu menampakkan


dan memaparkan sesuatu atau mengambil sesuatu.

Sedangkan secara istilah, beberapa ulama terdahulu telah memberikan


definisi syura, diantara mereka adalah :
• Ar Raghib al-Ashfahani yang mendefinisikan syura sebagai
proses mengemukakan pendapat dengan saling merevisi antara
peserta syura.
• Ibnu al-Arabi al-Maliki mendefinisikannya dengan berkumpul
untuk meminta pendapat (dalam suatu permasalahan) dimana
peserta syura saling mengeluarkan pendapat yang dimiliki.

Sedangkan definisi syura yang diberikan oleh pakar fikih kontemporer


diantaranya adalah proses menelusuri pendapat para ahli dalam suatu
permasalahan untuk mencapai solusi yang mendekati kebenaran.

Dari berbagai definisi yang disampaikan di atas, kita dapat


mendefinisikan syura sebagai proses memaparkan berbagai pendapat
yang beraneka ragam dan disertai sisi argumentatif dalam suatu
perkara atau permasalahan, diuji oleh para ahli yang cerdas dan

23
Agustina Nurhayati, KONSEP KEKUASAAN KEPALA NEGARA MENURUT KETATANEGARAAN
ISLAM,hlm 25-26.

37
berakal, agar dapat mencetuskan solusi yang tepat dan terbaik untuk
diamalkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat terealisasikan.24

B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI MUSYAWARAH DALAM


ISLAM

Dalam hidup bersama, mutlak perlu menegakkan musyawarah dalam


menghadapi dan memecahkan masaslah-masalah bersama.Makin
besar sesuatu kelompok maka semakin besar pula perlu ditegakkannya
musyawarah.Ia merupakan sendi kehidupan masyarakat yang
digunakan sebagai prinsip dan termasuk syariat. Artinya, musyawarah
termasuk ketentuan Allah SWT yang harus ditegakkan di muka bumi.
Dengan kata lain, meninggal musyawarah berarti meninggalkan salah
satu segi syariat. Mengenai cara bermusyawarah, lembaga
permusyawaratan yang perlu dibentuk, cara pengambilan keputusan,
cara pelaksanaan keputusan musyawarah, dan aspek-aspek tatalaksana
lainnya diserahkan kepada kelompok manusia bersangkutan untuk
mengaturnya. Jadi sebagai prinsip, musyawarah adalah syariat,
pemahamannya termasuk bidang fikih, dan pengaturannya adalah
dalam siyasah syar’iyyah.

Pentingnya syura (musyawarah) dalam kehidupan masyarakat,


Abdullah Hamid Ismail al-Anshori dalam bukunya “Al-Syura wa
Asaruha fi al-Demokratiyah” mengutip dan mengemukakan arti
penting musyawarah yang dapat disaripatikan sebagai berikut.
“Musyawarah dapat mewujudkan kesatuan bangsa, melatih kegiatan
otak dalam berfikir, dan sebagai jalan menuju kepada kebenaran
yang mengandung kebaikan dan keberkatan”.

Selanjutnya, musyawarah merupakan “keutamaan yang manusiawi”,


ia merupakan jalan lurus untuk mengetahui dan mengungkapkan
pendapat-pendapat dengan tujuan mencapai kebenaran yang
sesungguhnya serta kejelasan dalam setiap permasalahan. Esensi
musyawarah menunjukkan realitas persamaan kedudukan dan derajat
manusia, kebebasan berpendapat dan hak kritik serta pengakuan
terhadap kemanusiaan itu sendiri. Dengan musyawarah ditemukan
cara untuk mempersatukan manusia, mempersatukan golongan-
golongan dengan berbagai atribut di tengahtengah bergejolaknya
problema-problema umum, dan dengan musyawarah pula
dikembangkan tukar pikiran dan pendapat. Pelaksanaan musyawarah
24
SYURA DAN DEMOKRASI: ANTARA TEORI DAN PRAKTEKNYA DALAM DUNIA ISLAM” OLEH
ANGGI WAHYU ARI

38
bagi kehidupan manusia lebih dari sekedar kepentingan politik suatu
kelompok maupun negara, karena ia merupakan karakter mendasar
bagi kelompok masyarakat secara keseluruhan. Di lain sisi, esensi
musyawarah sebagai sistem penyusunan hukum merupakan cara untuk
mengetahui dan menghimpun kebenaran pendapat-pendapat melalui
diskusi ilmiah. Cara seperti ini memberikan peluang besar bagi para
peserta untuk berdialog dengan landasan argumentasi ilmiah.
Musyawarah memegang peranan penting sebagai perisai rakyat,
kerena ia merupakan wahana bagi rakyat dalam menyampaikan
kehendak dan pemikirannya, dan musyawarah, dapat menghindarkan
pemimpin dari sikap semena-mena dan menjauhkannya dari
kecenderungan menjadi thagut (pelanggar batas) dan berlaku zalim.25

C. HAL-HAL YANG DIMUSYAWARAHKAN DALAM ISLAM

Pembahasan mengenai ruang lingkup musyawarah di kalangan ulama


masih terdapat perbedaan pendapat, ada yang berpendapat bahwa
musyawarah hanya yang berkaitan dengan masalah-masalah
kehidupan keduniawian. Akan tetapi ada pula yang berpendapat
bahwa musyawarah tidak hanya terhadap hal-hal keduniawian, akan
tetapi juga terhadap hal-hal yang berkaitan dengan agama selama di
dalamnya belum terdapat wahyu atau nash. Adapun yang menjadi
dasar dari pendapat kedua ini adalah musyawarah yang pernah
dilakukan oleh nabi tentang sikap kaum muslimin terhadap tawanan
perang Badr, dan musyawarah para sahabat nabi tentang tidakan
terhadap orang-orang murtad dan hukuman bagi para peminum
minuman khamar.Beberapa hal terakhir merupakan urusan agama,
tetapi nabi dan para sahabat memusyawarahkannya.Dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, musyawarah merupakan suatu keharusan
yang mutlak untuk ditegakkan, baik terhadap urusan-urusan
kehidupan yang belum ada nashnya (ayat-ayat Alquran dan Hadist)
maupun tatacara pelaksanaan persoalan yang sudah ada nashnya.
Seperti kelembagaan permusyawaratan, pelaksanaan hajat hidup
masyarakat atau rakyat, amanah yang akan diberikan kepada
pemimpin, pengangkatan pemimpin, sistem pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara, urusan pendidikan atau budaya, politik,
ekonomi, hukum, lingkungan, dan lain sebagainya. Terkait dengan

25
KEDUDUKAN MUSYAWARAH DAN DEMOKRASI DI INDONESIA” OLEH MUHAMMAD HANAFI

39
urusan agama yang sudah ada nash perlu dimusyawarahkan tata cara
pelaksanaannya atau penegakkan hukum itu dalam kehidupan.26

D. CIRI POLITIK ISLAM DALAM MUSYAWARAH

Jika perkatan politik sudah muncul sejak zaman Yunani, maka istilah
siyasah dalam bahasa Arab juga muncul serentak dengan kelahiran
negara Islam di Madinah.Kalau di Yunani istilah politik mempunyai
arti pemerintahan atau kenegaraan.Sedangkan kata siyasah pada
mulanya diartikan sebagai usaha dan ikhtiar untuk mencapai atau
menyelesaikan suatu maslalah.Dan juga bermaksud pengurusan
pemerintahan. Istilah politik menurut para ulama dimaknai dengan
dua arti:
1. Makna umum, yaitu: menangani urusan manusia dan masalah
kehidupan dunia mereka bedasarkan syariat agama. Karena itu
dikenal istilah Khilafat yang berarti perwakilan Rasulullah
untuk menjaga agama dan mengatur dunia.
2. Makna khusus, yaitu pendapat yang dinyatakan pemimpin,
hukum dan ketetapan-ketetapan yang dikeluarkannya, untuk
menjaga kerusakan yang akan terjadi, membasmi kerusakan
yang sudah terjadi atau untuk memecahkan masalah khusus.

Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa politik ialah


cara dan upaya menangani masalah rakyat dengan seperangkat
undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah
halhal yang merugikan bagi kepentingan manusia dalam
menyampaikan dakwahnya. Dan juga, politik Islam ialah aktifitas
poIitik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan
nilai dan basis solidaritas berkelompok yang ada agar terciptanya
gerakan dakwah.

Dalam aspek politik perlu dicatat bahwa semasa Nabi, beliau telah
mendirikan tatanan sosial politik Islam di Madinah.Namun setelah
lebih dari tiga abad kemudian, para pemikir hukum baru mulai
merumuskan teori politik mereka secara lebih sistematis.Di antara
mereka yang cukup populer adaIah Al Mawardi dan Al GhazaIi.Pada
umumnya, kepada kedua ulama Sunni itulah yang mengkonstuksikan
pandangan politiknya. Menurut Al Mawardi, konsep politik Islam
didasarkan akan adanya kewajiban mendirikan lembaga kekuasaan,
karena ia dibangun sebagai pengganti kenabian untuk melindungi

26
KEDUDUKAN MUSYAWARAH DAN DEMOKRASI DI INDONESIA” OLEH MUHAMMAD HANAFI

40
agama dan mengatur dunia. Dan juga al Mawardi menulis ada lima
unsur pokok dalam suatu negara, yaitu: Agama sebagai landasan
negara dan persatuan rakyat, wilayah, penduduk, pemerintah yang
berwibawa, dan keadilan dankeamanan.27

E. KONSEP AHLUL HALLI AQDI DALAM ISLAM

Pengertian Ahlul Halli Wal Aqdi


Istilah Ahlul Halli Wal Aqdi mulai timbul dalam kitab-kitab para ahli
tafsir dan ahli fikih setelah masa Rasulullah saw. Mereka berada di
antara orang-orang yang dinamakan dengan Ash - Shahabah .

Secara etimologi Ahlul Halli Wal Aqdi diartikan dengan “orang-orang


yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan
mengikat.”Istilah ini dirumuskan oleh ulama fikih untuk sebutan bagi
orang-orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk menyuarakan
hati nurani mereka.

Paradigma pemikiran ulama fikih merumuskan istilah Ahlul Halli Wal


Aqdi didasarkan pada sistem pemilihan empat khalifah pertama yang
dilaksanakan oleh para tokoh sahabat yang mewakili dua golongan,
Ansar dan Muhajirin. Mereka ini oleh ulama fikih diklaim sebagai
Ahlul Halli Wal Aqdi yang bertindak sebagai wakil umat.

Ahlul Halli wal Aqdi sebagai Lembaga Perwakilan dalam Konsep


Ketatanegaraan Islam
Ahlul Halli wal Aqdi memiliki susunan kalimat dari kata Ahlun,
Halla, dan Aqdun. Dalam Kamus Kontemporer Arab – Indonesia yang
disusun Attabik Ali dan Zuhdi Muhdlor (1999), ketiga kata itu
masing-masing memiliki arti : ahlun yang berarti keluarga atau ahli,
halla yang berarti pemecahan atau penguraian, dan aqdun yang berarti
persepakatan, perjanjian atau kontak. Sehingga dapat ditarik
pengertiansecara bahasa bahwa Ahlul Halli wal Aqdi adalah
perkumpulan orang yang memiliki keahlian tertentu untuk
menguraikan atau memecahkan masalah yang sedang terjadi dengan
melakukan persepakatan kepada pihak yang bermasalah.

27
HUBUNGAN ISLAM DAN POLITIK DI INDONESIA PERSPEKTIF PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA oleh
Ridwan

41
Ahlul Halli wal Aqdi merupakan lembaga perwakilan yang berfungsi
untuk mengadakan sebuah kontrak politik antara rakyat dengan
pemimpin negara (khalifah atau imam).Posisi dari lembaga ini yang
menjadi wakil dari rakyat atau umat menjadikannya mempunyai
kekuasaan yang diberikan rakyat.Kedaulatan berada di tangan rakyat
karena manusia (rakyat) menjadi wakil Tuhan (khalifah) di atas
bumi.Dengan kekuasaan rakyat tersebut diwakilkan dalam Ahlul Halli
wal Aqdi maka lembaga ini mempunyai tugas untuk memilih kepala
negara (khalifah atau imam).Ditinjau dari namanya (Ahlul Halli wal
Aqdi), para pemilih inilah yang melaksanakan kontrak (aqd) dengan
khalifah atau imam (Ahl al-Imamah) melalui mekanisme baiat
(bay’ah).Dengan demikian, menempatkan lembaga permusyawaratan
sebagai forum perwakilan – dengan fungsi bai’at, konsultatif, dan
legislasi – kiranya dapat menjadi solusi atas berbagai kemusykilan
implementasi teori politik Islam.

Erat keterkaitan politik ini karena lembaga Ahlul Halli wal Aqdi
memiliki kuasa untuk menentukan khalifah yang akan memimpin
umat. Proses pemilihan inilah yang merupakan praktek politik dari
Ahlul Halli wal Aqdi. Tidak hanya pada pemilihannya saja, lembaga
ini memiliki hak untuk melakukan baiat kepadakhalifah terpilih.Selain
aspek hubungan lembaga ini dengan kepala negara sebagai aspek
politik.Perlu diperhatikan bahwa dengan rakyat telah memberikan
kekuasaannya kepada Ahlul Halli wal Aqdi maka hal ini merupakan
salah satu wujud politik. Secara filosofis, terbentuknya Ahlul Halli
wal Aqdi dalam memilih khalifah karena menentukan seorang
pemimpin (khalifah) bukanlah perkara mudah yang bisa dilakukan
oleh sembarang orang (rakyat) Sehingga keberadaan Ahlul Halli wal
Aqdi ini penting sebagai sebuah lembaga yang mewakili suara politik
rakyat.

Uraian dari para ulama tentang Ahlul Halli wal Aqdi, menampakkan
hal-hal sebagai berikut:

1. Ahlul Halli wal Aqdi adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang


mempunyai wewenang untuk memilih dan membaiat imam.
2. Ahlul Halli wal Aqdi mempunyai wewenang mengarahkan
kehidupan masyarakat kepada yang maslahat.
3. Ahlul Halli wal Aqdi mempunyai wewenang membuat undang-
undang yang mengikat kepada seluruh umat di dalam hal-hal
yang tidak diatur secara tegas oleh Al Quran dan Sunnah.

42
4. Ahlul Halli wal Aqdi tempat konsultasi imam di dalam
menentukan kebijakannya.
5. Ahlul Halli wal Aqdi mengawasi jalannya pemerintahan28

F. KONSE MAJLIS SYURA DALAM ISLAM

Dalam tatanan masyarakat muslim modern, adalah sebuah


keniscayaan ketika menjalankan sebagian hukum ajaran agama
(syari‟ah) mengalami persinggungan dengan hukum positif
negara.Demikian pula dengan prinsip musyawarah (syura) dalam
implementasinya pada tatanan negara hukum modern yang mengalami
fleksibilitasnya.Perubahan pengalaman umat manusia, khususnya
umat Islam, dalam skala universal disertai pula dengan menguatnya
tuntutan terhadap partisipasi rakyat dan mengentalnya identitas
komunal. Kedua fenomena tersebut saling berkaitan satu sama lain,
dan ini menunjukkan upaya individu dan kelompok untuk melakukan
kontrol atas kekuasaan pemerintahan.

Perkembangan implementasi syura sejak era Nabi hingga era dinasti


Islam memang tidak memiliki pola yang baku. Demikian pula dalam
konteks pelembagaan syura yang memiliki format beragam.Prinsip
Syura masuk dalam bentuk kelembagaan yang konkrit terjadi pada
kurun abad ke-9 Masehi.Dimasa itu Syura menjadi sebuah forum
formal untuk meminta pendapat para ahli syura (orang-orang yang
diminta mengemukakan pendapat), yang menurut literatur hukum
kelompok yang juga membentuk ahl al-„aqd (orang-orang yang
memilih penguasa). Hasil dari proses konsultasi ini memiliki dua
subtansi kekuatan hukum, yang dalam terminologi sunni disebut
kekuatan hukum mengikat/inkrach (syura mulzimah) dan tidak
mengikat (ghairu mulzimah).

Menurut Ibnu Khaldun bahwa adanya organisasi kemasyarakatan


(ijtima‟i wal insani) merupakan suatu keharusan. Para ahli hukum
juga telah melegitimasi kenyataan ini dengan perkataan mereka:
”Manusia adalah bersifat politis menurut tabiatnya“ (al-insān
madaniyyun‟bith-thab‟i). Ini berarti, ia memerlukan satu organisasi
kemasyarakatan, yang menurut para filosof Yunani dinamakan
“negara kota”, dan itulah yang dimaksud dengan peradaban. Jadi di

28
KONSEPSI AHLUL HALLI WAL AQDI DALAM TEORI KENEGARAAN ISLAM oleh MAZDAN
MAFTUKHA ASSYAYUTI

43
dalam pandangan ahli agama pun pembentukan suatu organisasi
kemasyarakatan untuk mengatur masyarakat menjadi suatu keharusan.

Pada prinsipnya, ketika etika syura dikembangkan menjadi sebuah


konsep yang lebih luas tentang pemerintahan partisipatif, ia memiliki
kesesuaian dengan konsep negara hukum modern. Tapi, sekalipun
syura diubah menjadi sebuah lembaga parlemen partisipatif, ia sendiri
harus dibatasi oleh sebuah skema hak pribadi dan individual yang
berperan sebagai tujuan moral tertinggi, semisal keadilan. Dengan
kata lain, syura harus dinilai bukan atas dasar apa yang dihasilkan,
tapi atas dasar nilai moral yang diwakilinya.38 aspek ini pulalah yang
membedakan subtansi lembaga perwakilan dalam Islam dan lembaga
parlemen ala Barat.

Memang harus diakui bahwa hadirnya majelis syura dalam konteks


Negara Madinah pada masa sahabat, belum bisa disamakan dengan
lembaga-lembaga perwakilan di negara-negara modern dewasa ini,
baik dalam hal mekanisme pemilihan, pengesahan keanggotaan,
maupun tugas dan fungsinya. Namun disana telah memuat substansi
demokrasi modern dalam hal jaminan hak memilih dan dipilih antara
laki-laki dan perempuan.Kemudian, di zaman pemerintahan
baniAbbasiyyah, majelis syura mengalami perkembangan sehingga
disebut “dewan syura”, sebagaimana didicatat oleh abdul Malik al-
Sayed.Anggota-anggota dewan syura ini adalah pilihan rakyat dan
“dewan” ini pula yang memilih kepala pemerintahan propinsi.29

6. KONSEP AL-QADHA DALAM ISLAM

Pengertian Al-Qadha dalam istilah fiqih berarti lembaga hukum. Juga dapat
berarti perkataanb yang harus diucapkan oleh seseorang yang mempunyai
wilayah umum, atau menerangkan hukum agama atas dasar mengharuskan
orang mengikutinya.
Pengertian Al-Qadha dalam prespektif Islam adsalah Lembaga peradilan
menurut ilmu hukum atau rechspraak dalam bahasa belanda. Secara
teminologis pengetiannya adalah sebagai daya upaya mencari keadilan atau
penyelesaian perkara hukum yang dilakukan menurut peraturan-peraturan dan
lembaga-lembaga tertentu dalam pengadilan.

29
EKSISTENSI PRINSIP SYURA DALAM KONSTITUSIONAL ISLAM oleh: Lukman Santoso, SHI, MH

44
Lembaga Al-Qadha berwenang menyelesaikan perkara-perkara madaniat dan
alahwal asy-syakhsyiah (masalah keperdataan termasuk didalamnya masalah
keluarga) dan masalah jinayat (tindak pidana). Disamping tugas pokok
tersebut, dalam sejarah Peradilan Islam lembaga peradilan Islam pernah juga
mendapat tugas tambahan yang tidak masuk dalam penyelesaian sengketa para
pihak. Misal : menikahkan wanita yang tidak mempunyai wali, pengawasan
baitul mal, mengangkat pengawas anak yatim (pemerintahan Bani Umayah).30

Salam Madkur lebih jauh mengemukakan beberapa definisi. Ada definisi yang
berbunyi “menyampaikan hukum syar’i dengan jalan penetapan. Ada pula yang
menyatakan bahwa al-Qadha’ adalah mencampuri urusan antara makhluk
dengan khaliknya untuk menyampaikan perintah-perintah dan hukum-hukum-
Nya kepada mereka dengan perantaraan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Atau
secara ringkas, menyelesaikan sengketa antara dua pihak dengan
(menggunakan) hukum Allah.

Prinsipnya peradilan (al-Qadha’) adalah upaya untuk menyelesaikan suatu


sengketa. Dengan demikian ia mengandung makna proses, yakni proses
penyelesaian suatu sengketa dengan berpedoman pada aturan-aturan tertentu,
yang dalam konteks ini adalah peraturan atau hukum Allah swt.

Konsep Risalah al‐Qadha


a. Kedudukan lembaga peradilan Kedudukan lembaga peradilan di
tengah‐tengah masyarakat suatu negara hukumnya wajib dan sunnah yang
harus diikuti/dpatuhi.
b. Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya Pahamilah persoalan
suatu kasus gugatan yang diajukan kepada anda, dan ambillah keputusan
setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang salah. Karena
sesungguhnya, suatu kebe‐ naran yang tidak memperoleh perhatian hakim
akan menjadi sia‐sia.
c. Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berla‐ ku adillah
Dudukkan kedua belah pihak di majelis seara sama, pandanglah mereka
dengan pandangan yang sama, agar orang yang terhor‐ mat tidak meleehkan
anda, dan orang yang lemah tidak merasa teraniaya.
d. Kewajiban pembuktian Penggugat wajib membuktikan gugatannya, dan
tergugat wajib membuktikan bantahannya.
e. Lembaga damai Penyelesaian seara damai dibenarkan, sepanjang tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
f. Penundaan persidangan Barangsiapa yang menyatakan ada suatu hal yang
tidak ada ditempatnya atau sesuatu keterangan, berilah tempo kepadanya
30
LEMBAGA KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN PERADILAN ISLAM. Oleh: DJOKO SUTRISNO, S.H.
M.Hum.

45
untuk dilaluinya. Kemudian, jika dia memberi keterangan, hendaklah anda
memberikan kepadanya haknya. Jika dia tidak mampu memberikan yang
demikian, anda dapat memutuskan perkara yang merugikan haknya, karena
yang demikian itu lebih mantap bagi keuzurannya (tidak ada jalan baginya
untuk me‐ ngatakan ini dan itu lagi), dan lebih menampakkan apa yang
tersembunyi.
g. Memperbaiki putusan yang salah. Janganlah anda dihalangi oleh suatu
putusan yang telah anda putuskan pada hari ini, kemudian anda tinjau
kembali putusan itu lalu anda ditunjuk pada kebenaran untuk kembali pada
kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang tidak dapat
dibatalkan oleh sesuatu. Kembali pada hak, lebih baik daripada terus
bergelimang dalam kebatilan.
h. Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis
Pergunakan kekeuatan logis pada suatu kasus perkara yang di‐ ajukan
kepada anda dengan menggali dan memahami hukum yang hidup, apabila
hukum suatu perkara kurang jelas tunjuk‐ kan dalam al‐Qur’an dan Hadits,
kemudian bandingkanlah permasalahan tersebut satu sama lain dan
ketahuilah hukum yang serupa, kemudian ambillah mana yang lebih mirip
dengan kebenaran.
i. Orang Islam haruslah berlaku adil Orang Islam dengan orang Islam lainnya
harus berlaku adil, terkecuali orang yang sudah pernah menjadi saksi palsu
atau pernah dijatuhi hukuman had atas orang yang diragukan tentang asal
usulnya, karena sesungguhnya Allah yang mengendalikan rahasia hamba
dan menutupi hukuman atas mereka, terkecuali dengan keterangan dan
sumpah.
j. Larangan bersidang ketika emosional. Jauhilah diri anda dengan marah,
pikiran kaau, perasaan tidak senang, dan berlaku kasar terhadap para pihak.
Karena kebena‐ ran itu hanya berada di dalam jiwa yang tenang dan niat
yang bersih31

31
EKSISTENSI RISALATUL QADHA UMAR BIN KHATTAB DAN RELEVANSINYA DENGAN PERADILAN
AGAMA DI INDONESIA DI ERA REFORMASI Oleh : Dra. Ramlah, M. Pd.I

46
BAB III
PENUTUP

berdasarakan uraian diatas yang telah kami paparkan dapat ditarik sebuah
kesimpulam yaitu islam yang merupakan sebuah agama tidak hanya mengatur
hubungan antara mnusia atau pribadi dengan Tuhan saja tapi islam juga mengatur
tentang kehidupan bernegara, dalam islam juga memiliki konsepsi tersendiri
mengenai pandangan tentang negara yang dikenal dengan Fiqih Siyasah atau
Hukum Tata Negara Islam. Dalam HTN Islam ini diatur hal-hal menganai kepala
negara, kewajiban kepala negara, musyawarah atau syura dan hal lain sebagainya
yang menyangkut tentang negara. HTN Islam ini sudah ada sejak zaman Nabi
Muhammad SAW, sistem ini diterapkan saat Nabi menjadi Kepala negara negri
Madina, sistem yang dibawah beliau ini tersusun dan terstruktur dengan rapi
sesuai dengan syariat islam, bahkan Robert N. Bellah “mengatakan bahwa konsep
yang ditawarkan Nabi itu amat modern bahkan terlalu modern untuk masanya
sehingga tidak .mampu dilanjutkan oleh masyarakat berikutnya.”

47
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta :


Gaya Media Pratama, 2007), 30
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 1997), 30.
Syaiful Hidayat, TATA NEGARA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH,
halaman 10-11.
Ahmad saebani,Beni. 2007. Fiqih Siyasah. Bandung.Pustaka Setia.
Udang Hidayat, POLITIK HUKUM ISLAM DALAM SISTEM HUKUM TATA
NEGARA REPUBLIK ISLAM IRAN, hlm 23-25.
Ashadi L. Diab, Vol. 9 No. 2, Juli 2016 Jurnal Al-‘Adl, HUKUM ISLAM DAN
KETATANEGARAAN (Sebuah Transformasi Hukum dalam
Masyarakat), hlm 12-15. Jurnal Anggi Wahyu Ari SYURA DAN
DEMOKRASI
Moch. Fachruroji, TRILOGI KEPEMIMPINANISLAM:Analisis Teoritik
terhadap KonsepKhilafah, Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol
4 No. 12 Juli – Desember 2008, hlm 298-300.
Moch. Fachruroji, TRILOGI KEPEMIMPINANISLAM:Analisis Teoritik
terhadap KonsepKhilafah, Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol
4 No. 12 Juli – Desember 2008, hlm 294-298.
Akh. MInhaji, Supremasi HUkum Dalam Masyarakat MADANI (perspektip
sejarah hukum islam), UNISIA NO. 41/XXU/IV/2000, hlm 244-245.
Zuhraini, KONTRIBUSI NOMOKRASI ISLAM (RULE OF ISLAMIC LAW)
TERHADAP NEGARA HUKUM PANCASILA, AL-‘ADALAH Vol.
XII, No. 1 Juni 2014, hlml 171. hlm 175.
AGAMA DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM Oleh Ibraham
KENISCAYAAN KONFLIK DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI Oleh
Sukri
Honig, Bonnie, Between Decision and Deliberation: Political Paradox in
Democratic Theory,Journal of Legal Philosophy. 2, 2008, p. 115-136
ISLAM DAN DEMOKRASI Oleh Kiki Muhamad Hakiki
Moch. Fachruroji, TRILOGI KEPEMIMPINANISLAM:Analisis Teoritik
terhadap KonsepKhilafah, Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol
4 No. 12 Juli – Desember 2008, hlm 300-301.
Syaiful Hidayat; Tata Negara Dalam Perspektif Fiqh Siyasah, Tafaqquh; Vol. 1
No. 2, Desember 2013, hlm 4.
Agustina Nurhayati, KONSEP KEKUASAAN KEPALA NEGARA MENURUT
KETATANEGARAAN ISLAM, hlm 27-28
Agustina Nurhayati, KONSEP KEKUASAAN KEPALA NEGARA MENURUT
KETATANEGARAAN ISLAM,hlm 25-26.

48
SYURA DAN DEMOKRASI: ANTARA TEORI DAN PRAKTEKNYA
DALAM DUNIA ISLAM” OLEH ANGGI WAHYU ARI
KEDUDUKAN MUSYAWARAH DAN DEMOKRASI DI INDONESIA”
OLEH MUHAMMAD HANAFI
HUBUNGAN ISLAM DAN POLITIK DI INDONESIA PERSPEKTIF
PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA oleh Ridwan
KONSEPSI AHLUL HALLI WAL AQDI DALAM TEORI KENEGARAAN
ISLAM oleh MAZDAN MAFTUKHA ASSYAYUTI
EKSISTENSI PRINSIP SYURA DALAM KONSTITUSIONAL ISLAM oleh:
Lukman Santoso, SHI, MH
LEMBAGA KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN PERADILAN ISLAM. Oleh:
DJOKO SUTRISNO, S.H. M.Hum.
EKSISTENSI RISALATUL QADHA UMAR BIN KHATTAB DAN
RELEVANSINYA DENGAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
DI ERA REFORMASI Oleh : Dra. Ramlah, M. Pd.I

49

Anda mungkin juga menyukai