Anda di halaman 1dari 7

Panduan Praktik Klinis

SMF Neurology
RSUD Dr Soetomo, Surabaya

PERDARAHAN INTRA SEREBRAL


1. Pengertian (Definisi) Disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler
2. Anamnesis Gejala, onset: First Abnormal Time (FAT)  waktu pertama
pasien mengalami gejala, Last Normal Time (LNT)  waktu
terakhir pasien terlihat normal, aktivitas saat serangan
Gejala yang timbul tergantung dari bagian otak yang terkena.
Dapat pula ditandai dengan gejala-gejala, sebagai berikut :
1. Gejala awal biasanya pada waktu melakukan kegiatan
2. Sakit kepala kadang-kadang hebat, muntah proyektil
3. Perubahan yang cepat dari defisit neurologi termasuk
penurunan kesadaran sampai koma.
4. Biasanya terdapat hipertensi sedang dan berat
5. Dapat pula disertai kejang saat onset

3. Pemeriksaan Fisik TRIASE:


Pemeriksaan FAST:
F : Face  adakah parese pada otot wajah berdasarkan
anamnessa dan pemeriksaan fisik
A : Arm  adakah kelemahan dari ekstremitas berdasarkan
anamnessa dan pemeriksaan fisik
S : Speech  adakah disarthria ataupun aphasia
T : Time  onset gejala tersebut
IRD:
1. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, 
aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri 
kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan 
(hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor 
risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain­lain) 

2. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, 
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher 
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit 
karotis, dan tanda­tanda distensi vena jugular pada gagal 
jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), 
abdomen, kulit dan ekstremitas. 

Pemeriksaan   neurologik   dan   skala   stroke.   Pemeriksaan


neurologik   terutama   pemeriksaan   saraf   kranial,   rangsang
selaput  otak, sistem  motorik,  sikap dan cara  jalan,  refleks,
1
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan   saat   ini   adalah   NIHSS   (National   Institutes   of
Health   Stroke   Scale)   dan   skor   mRS   (modified   RANKIN
Scale   sebelum   pasien   menderita   gejala   stroke   (Kelas   I,
Tingkat Evidensi B). 
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik
ditemukan adanya defisit neurologik fokal maupun
global
2. Gambaran iskemia otak pada pemeriksaan imejing
(CT scan, MRI
3. Adanya faktor resiko vaskuler yang mendasari
terjadinya stroke
4. Skor Siriraj < -1
5. Diagnosis Stroke Perdarahan Intraserebral
- kondisi akut
- >24 jam atau meninggal dalam 24 jam setelah
kejadian
- didapatkan defisit neurologis fokal maupun global
- disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah
yang di buktikan dengan pemeriksaan imejing
6. Diagnosis Banding  Stroke Ischemik akut
 Stroke perdarahan sub arachnoid
 Koma yang disebabkan oleh encephalopathy metabolik
 Tods Paralysis
 Hypertensive Encephalopathy
 Keracunan obat
 Trauma kepala
 Tumor otak
 Infeksi otak
 Psychogenic

7. Pemeriksaan IRD :
Penunjang 1. CT Scan kepala
2. CT angiografi pada kasus tertentu (sICH skor 3)
3. Foto thorax
4. Laboratorium :
IRD: DL, GDA, BUN/SC, SE, INR, PPT, APTT
Ruangan:
1. CT Scan kepala evaluasi
2. CT angiografi pada kasus tertentu (sICH skor 3)
3. MRI dan MR angiografi pada kasus tertentu (sICH
skor 3)
4. Angiografi pada kasus ICH yang disebabkan AVM
atau aneurisma
5. Foto thorax
Ruangan: DL+LED, Profil lipid, fibrinogen, GDP, 2
JPP, HBA1C, INR.
6. Terapi 1. MEDIS : Penderita dalam keadaan koma sedapat
mungkin di ICU atau Stroke unit denagn dokter
neurology dan perawat yang ahli dibidang stroke (ClassI;

2
level of Evidence B)

a. Hiperventilasi
b. Dengan intubasi untuk membuat pCO2 28- 34 mmHg.

c. Apabila ada kejang, biasanya pada perdarahan lesi dekat


korteks Diberikan diazepam intra vena pelan tidak lebih
dari 2 mg/menit sampai kejang berhenti atau maksimal
20 mg.
d. Apabila didapatkan kejang klinis, maka apat diberikan
terapi anti kejang (ClassI; level of Evidence A)
Diphenylhydantoin / Phenitoin parenteral dengan dosis
pertama/ bolus 10 -15 mg/kgBB intravena selanjutnya
diberikan 3 kali 100 mg/iv. Pemberian pelan-pelan 1
cc/menit (perlu evaluasi kadar phenitoin dalam plasma).
Bila terdapat kejang status penanganan sesuai dengan
protokol kejang status.pemberian AED profilaktik tidak
di anjurkan (ClassIII; level of Evidence B)
e. Pemberian cairan infus tidak boleh terlalu banyak,
diberikan 1 liter/hari kecuali bila panas > 1,5 liter/hari.
Cairan yang diberikan Ringer laktat.
f. Albumin 20% bila ada hipoalbuminia dan dapat untuk
mengurangi edema.
g. Demam haruslah diterapi (ClassIIb; level of Evidence
C)
h. Skreening dysphagia dengan skor GUSS haruslah
dilakukan sebelum dimulai diet per oral (ClassI; level of
Evidence B)
i. Screening untuk Ischemik jantung dan pemeriksaan
enzyme jantung pada ICH dapat dilakukan (ClassIIa;
level of Evidence )
j. Gambaran CT scan / MRI: terdapat edema luas dan mid
line shift dan sesudah 6 jam dari awitan dapat diberikan
Manitol dosis: 0,25 - 0,5 gr/kgBB/kali, diberikan 6 kali
sehari, sampai 7 hari sesudah itu tappering off: 4x sehari
selama 2 hari, 3x sehari selama 2 hari 2x sehari selama
2 hari lalu stop atau berikan hypertonic saline NaCl 3%
2 ml/KgBB selama 30 menit atau Na-Laktat 1,5
ml/KgBB selama 15 menit.
k. Pasien dengan defisiensi factor koagulasi berat atau
mengalami thrombocytopenia haruslah diterapi dengan
factor koagulasi yang diperlukan atau platelet (ClassI;
level of Evidence C)
l. Cortikosteroid tidak boleh diberikan (ClassIII; level of
Evidence B)
m. Pasien ICH dengan peningkatan nilai INR yang
disebabkan oleh vitamin K antagonis, maka VKA
tersebut harus di stop dan mendapatkan terapi untuk
menggantikan Faktor Vit K dependent dan mengoreksi
INR serta menerima Vit K IV (ClassI; level of Evidence
C) PCC memiliki komplikasi yang lebih rendah dan
dapat mengoreksi INR lebih cepat dan lebih dipilih
3
dibandingkan FFP (ClassIIb; level of Evidence B),
namun tidak ada korelasi klinik dengan resolusi
perdarahan. rFVIIa tidak direkomendasikan untuk ICH
yang disebabkan VKA (ClassIII; level of Evidence C)
Pemberian terapi ICH ok Antikoagulan adalah:
2. Hentikan antikoagulan
3. Vit K iv 10 mg
4. FFP/PCC/ rekombinan factor VIIa
a. Pasien ICH yang disebabakan konsumsi NOAC
(rivaroxaban, dabigatran atau apixaban), dapat diterapi
dengan PCC atau rFVIIa. Charcoal aktif dapat
diberikan pada ICH oleh karena dabigatran, apixaban,
atau rivaroxaban, HD dapat dipertimbangkan untuk
dabigatran Hentikan antikoagulan (ClassIIb; level of
Evidence B)
b. Protamin Sulfat dapat digunakan pada ICH oleh
karena heparin (ClassIIb; level of Evidence C )
manfaat transfuse platelet tidak jelas (ClassIIb; level
of Evidence C)

c. Setelah didapatkan bukti tidak terjadi evolusi


perdarahan, maka LMWH sub kutan dapat diberikan
pada pasien yang mengalami immobilisasi setelah 1-4
hari (ClassIII; level of Evidence A)

5. MANAGEMEN TEKANAN DARAH


a. Pada pasien ICH dengan TDS 150-220 mmhg dan
tanpa kontraindikasi terapi penurunan tekanan darah
agressif, maka menurunkan tekanan darah sampai 140
mmHg adalah aman (ClassI; level of Evidence A) dan
dapat memperbaiki out come (ClassIIa; level of
Evidence B)
b. pasien ICH dengan TDS >220 mmhg, dapat
dipertimbangkan penurunan tekanan darah agresif
dengan anti hypertensi IV dan monitoring tekanan
darah (ClassIIb; level of Evidence C)

6. Management Glukosa: hindari hypoglycemia dan hyper


glycemia (ClassI; level of Evidence C)

7. PEMBEDAHAN
Tindakan operatif pada perdarahan intra serebral dilakukan
secara selektif sesuai dengan indikasinya (derajat
kesadaran, lokalisasi dan besar hematom serta tidak adanya
penyakit lain yang memperberat keadaan).
Perlu diingat: pada kasus kasus perdarahan intra serebral,
waspada bahaya DIC
Tidak dilakukan pembedahan bila :
1. Pasien dengan perdarahan kecil (< 10 cc)dengan
defisit neurologis minimal
2. Pasien dengan GCS < 4, kecuali pasien perdarahan
3. serebellum disertai kompresi batang otak
4
4. pada kebanyakan perdarahan supratentorial, kegunaan
pembedahan masih tidak jelas (Class IIb; level of
evidence A).

Kandidat operasi :
1. Pasien dengan perdarahan serebellar atau fossa
posterior dengan perburukan klinis atau kompresi
batang otak dan hidrocephalus obstruktif haruslah
dilakukan evakuasi perdarahan sedini mungkin (Class
I; Level of Evidence B).
2. PIS oleh karena lesi struktural (AVM, aneurisma,
angioma cavernosa) di bedah bila mempunyai out
come yang baik dan lokasi lesi terjangkau
3. ICH supratentorial dengan deteriorasi, maka
pembedahannya adalah untuk life saving (Clas IIb;
level of evidence C)
4. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar dengan
volume > 30 cc yang memburuk dan lokasinya sekitar
1 cm dari permukaan
5. PIS dengan tanda herniasi fokal
6. Teknik streotaktik dan endoskopi manfaatnya tidak
jelas (ClassIIb; level of Evidence B)
Pendekatan tindakan pembedahan yang lain:
1. EVD sebagai terapi hydrocephalus dapat dilakukan
terutama pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran (ClassIIa; level of Evidence B)
2. Pasien denganGCS 8, dan didapatkan tanda2
herniasi transtentorial atau yang didapatkan IVH atau
hydrocephalus dapat dipasang ICP monitor. Target
CPP 50-70 mmHg dapat dilakukan. (ClassIIb; level of
Evidence C)
3. Decompressive Hemicraniektomy tanpaevakuasi
perdarahanpada pasien ICH supratentorial yang
mengalami koma, ICH luas, atau kenaian ICP
refrakter dapat mengurangi kematian dibandingkan
dengan pengobatan konvensional Cortikosteroid tidak
boleh diberikan (ClassIbI; level of Evidence C)

Gray Zone:
1. usia > 90 th
2. hematoma 10-30 cc atau >100cc
3. reflex batang otak negative
4. GCS < 8
5. Gagal nafas ireversibel
6. CKD
7. CHF
8. Ok ES antikoagulan
9. PLT<50.000
10. ICH berulang atau CAA
11. Edema otak progresif
12. IVH
5
13. Klinis lebih jelek daripada gambaran radiologis
14. HT intractable
15. Kejang intractable
7. Edukasi 1. Kondisi klinis pasien dan rencana tindakan
2. Stratifikasi resiko penderita ICH
- perdarahan lobar
- usia tua
- adanya microbleeding pada gradient echo
- pemakaian antikoagulan
3. Kontrol tekanan darah
4. Hindari alcohol, merokok danpemakaian obat2
sympatomimetik
5. Terapi sleep apnea
6. Pada pasien non valvular AF, hindari Warfarin
7. Monoterapi anti platelet bila memang pasien
memerlukannya
8. Pemberian kembali antikoagulan minimal 4 minggu
setelah ICH
8. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
9. Penelaah Kritis 1. Hendro Susilo, dr., Sp.S(K)
2. Moh. Saiful Islam, dr.-, Sp.S(K)
3. Dr. Paulus Sugianto, dr., Sp.S(K)
4. Abdulloh Machin, dr, Sp.S,.
5. Achmad Firdaus Sani, dr.,Sp.S, FINS
6. Moh. Saiful Ardhi, dr., Sp.S.

10. Indikator Medis 1. angka kematian pasien stroke Perdarahan intraserebral


2. skor NIHSS masuk dan keluar
3. skor mRS
4. Skor Barthel Index
5. Skor MMSE dan parameter kognitif yang lain
11. Kepustakaan 1. Perhimpunan Dokter Spesialis saraf Indonesia
(PERDOSSI); Guidelines Stroke seri ketiga 2000.
2. Bernstein RA, 2007. Cerebrovascular Disease:
Hemorrhagic Stroke in Burst JCM (Ed). Current
Diagnosis & Treatment Neurology. McGraw-Hill 11:
126-136.
3. Stroke, K. S. & (PERDOSSI), P. D. S. S. I. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran: Stroke. (2015). 1-70
4. Ropper AH, Brown RH. (2009). Adams and Victors,
Principle of neurology: Cerebrovascular Disease.Mc
Graw-Hill, New york. Pp: 746-846.
5. J. Claude Hemphill III, Steven M. Greenberg,; Craig S. 
Anderson, Kyra Becker,; Bernard R. Bendok, Mary 
Cushman, Gordon L. Fung, Joshua N. Goldstein, R. Loch
Macdonald, Pamela H. Mitchell, Phillip A. Scott. 
Guidelines for the Management of Spontaneous 

6
Intracerebral Hemorrhage. Stroke. 2015;46:2032­2060 

Surabaya, Oktober 2017.

Ketua Komite Medik, Ketua SMF Nurologi

Prof.Dr.Doddy M.Soebadi, dr, Sp.B,Sp.U-(K). Muhammad Hamdan, dr., Sp.S(K).


NIP. 19490906 197703 1 001.- NIP. 19600812 198901 1 003

Direktur
RSUD Dr Soetomo Surabaya,

dr. Harsono

Anda mungkin juga menyukai