Maling Kampungan
Karya Afrizal
Oleh :
Annisa Aurellia Ismiandini
Calista Azanniyah
Devi Megawati
Renny Rochimawati Busyaeri
Kelas : XII IIS 2
AssalamualaikumWr.Wb.,
WassalamualaikumWr.Wb.,
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................................................
2.3 Cerpen..............................................................................................................
3.1 Cerpan.............................................................................................................
BAB IVPENUTUP..................................................................................................
DAFTAR PUSAKA..................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
ii
1.3. Tujuan
KERANGKA TEORI
Nilai pendidikan yang bias diambil dalam cerpen tersebut, kita bisa
mencontoh gadis itu yang rajin, bergaul yang baik, selalu menjadi
perwakilan kampung dalam lomba baca al-quran. Dari situlah kita
dapat mempelajari bagaimana bergaul yang baik.
2.3 Cerpen
ii
Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan yang menghasilkan
kisah-kisah terkenal, misalnya Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-
kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dan
irama yang berfungsi sebagai alat untuk mendorong orang utnuk
mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini
dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada
satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila
keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan. Cerita-cerita
pendek modern sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19.
Contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk dongeng-dongeng
Grimm Bersaudara (1824-1826), Evenings on a Farm Near Dikanka
(1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and
Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842)
karya Nathaniel Hawthome. Penerbitan cerpen di Malaysia
sebagaimana yang dikatakan oleh Othman Puteh lebih banyak
terdapat dalam surat kabar dan majalah. Oleh karena itu, wajarlah jika
dikatakan sebagai sastra kesuratkabaran bahwa majalah dan surat
kabar punya andilbesar dalam mempublikasikan cerpenhal itu tidak
terlepas dari peranan yang dimainkan sastrawan Asas 50. Peta cerpen
Malaysia tahun 1950-an ditandai dengan miskinnya penerbitan
antologi cerpen. Safian Husain, dkk, mencatat bahwa antolopgi cerpen
yang terbit pada dasawarsa itu berjumlah sembilan buah. Tujuh di
antaranya terbit selepas 1955. Jadi, sebelum tahun 1955 antologi
cerpen hanya terbit dua buku, itupun berisi cerpen-cerpen hasil
lombayaitu cerpen pemenang Peraduan Pengarang cerita yang
diselenggarakan Jabatan Pelajaran persekutuan masalah Melayu
pada 1953 dan 1951. Kesemarakan cerpen Malaysia masa itu justru
terjadi diberbagai majalah dan surat kabar. Keadaan itou tak dapat
dilepaskan dari turadisi yang melatar belakangi penulisan cerpen.
Otman Puiteh mengatakan “Cerpen-cerpen melayu selepas perang
Dunia II masih tetap dan terus populer hingga saat ini sebagai
sastera persuratkabaran”. Tahap-tahap perkembangan itu mulai
diperkenalkan pada tahun 1920, dan tumbuh dengan pesat hingga
tahun 1941. Agak tercatat perkembangannya sewaktu perkembangan
fasis Jepang di Semenangjung Tanah Melayu dari tahun 1942-1945.
Kembali berkembang setelah perang Dunia II pada tahun 1949 dan
dari tahun 1950 hingga ke pertengahan tahun 1955 mulai mendapat
defenisi bentuk yang agak jelas dan konkrit. Cerpen juga digemari dan
dimantapkan pada tahun-tahun sebelum dan sesudah kemerdekaan
malaysia 1955-1959.
ii
Aoh. K.H, cerpen adalah suatu karangan yang tidak benar atau
fiksi yang dinamakan kisahan prosa yang pendek.
ii
2.3.2 Syarat Cerpen
ii
Menurut pendapat Sumarjo dan Saini (1997 : 36) ciri-ciri
cerpen adalah sebagai berikut.
· Ceritanya pendek ;
· Bersifat rekaan (fiction) ;
· Bersifat naratif ; dan
· Memiliki kesan tunggal. Dari pendapat ahli di atas, dijelaskan
bahwa siri-ciri cerita pendek ialah memiliki cerita yang pendek,
memiliki sifat rekaan atau tidak benar-benar ada, memiliki sifat
naratif dan memiliki kesan yang tunggal.
Tema
Pengertian tema menuru ialah permasalahan sebuah cerita
yang terus menerus dibicarakan sepanjang cerita. Seorang
pengarang tidak menyebutkan apa yang menjadi tema dalam
cerita, tapi hal itu dapat kita ketahui setelah membaca cerita itu
secara keseluruan. Dengaan kata lain, tema sebuah cerita
biasanya merupakan sesuatu yang tersirat bukan tersurat, yaitu
tema dalam cerpen tidak dituliskan namun hanya tersirat oleh
pengarang dan kemusia dipahami oleh pembaca setelah
membaca cerita tersebut.
ii
Dari pernyataan di atas, penulis dapat mengulas pernyataan
tersebut yang membahas tentang tema, yaitu tem merupakan
sebuah cerita yang dibicarakan secara terus menerus. Namun
dalam tema tidak tidak dituliskan secara langsung apa yang
menjadi tema pada cerpen tersebut, melainkan tema hanya
dapat diketahui setelah pembaca membaca secara keseluruhan
isi ceritanya. Tidak jauh berbeda dengan pendapat menurut ahli
lain seperti berikut. Tema adalah gagasan pertama atau pikiran
pokok. Tema suatu karya imajinatif merupakan sebuah pikiran
yang akan ditemui oleh setiap pembaca karya sastra tersebut.
Tema juga biasanya merupakan komentar mengenai kehidupan
atau orang-orang (H.G. Tarigan, 1982:160).
Latar/setting
Latar atau setting adalah tempat dan waktu serta keadaan
yang menimbulkan suatu peristiwa dalam sebuah cerita.
Sebuah cerita itu harus jelas di mana berlangsungnya dan
kapan peristiwa itu terjadi. Guna untuk memperjelas jalan cerita.
1. Latar Tempat. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya
peristiwa. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu.
2. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan "kapan"
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
3. Latar suasana Latar suasana adalah salah satu unsur
intrinsik yang berkaitan dengan keadaan psikologis yang timbul
dengan sendirinya bersamaan dengan jalan cerita. Suatu cerita
menjadi menarik karena berlangsung dalam suasana tertentu.
ii
sebagai berikut. Saat membicarakan latar, perlu diketahui
bahwa latar dapat dibedakan atas dua bagian, latar sosial dan
latar fisik. Latar sosial dapat dinyatakan meliputi
penggambaran, cara hidup, bahsa, dll yang melatari peristiwa-
peristiwa tersebut.dan latar fisik merupakan ltempat di dalam
wujud fisiknya, sperti bangunan daerah dan sebagainya
(Hudson dalam Sudjiman, 1991:44). Dari pendapat di atas
dapat diulas, bahwa latar hanya dibedakan menjaadi dua
macam yaitu latar sosial dan latar fisik. Dalam di dalam kedua
letar tersebut terbagi lagi menjadi beberapa latar. Di antaranya
meliputi penggambaran, cara hidup, dll.
ii
2. Secara dramatik (tidak langsung) Penggambaran
perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi
disampaikan melalui; pilihan nama tokoh, penggambaran
fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku
tokoh, keadaan lingkungannya, dialog tokohdengan
dirinya atau dengan tokoh lainnya, dan pola pikir saat
menghadapi masalah.
3. Ditinjau dari cara dan hasil penggambarannya, ada
empat
U n s u r e ks t r i ns i k c e r pe n
Unsur ekstrinsi cerpen merupakan unsur yang
melatarbelakangi diluar cerita misalnya yaitu yang berhubungan
dengan Unsur-Unsur Kehidupan. Misalnya Unsur Sosial,
dimana unsur sosial melatar belakangi cerita tersebut dimana
dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari misalnya
kerjasama. Unsur-unsur tersebut bisa anda tuliskan setelah
ii
anda membaca cerita tersebut. Tidak hanya unsur sosial tetapi
ada juga unsur agama, atau yang melatar belakangi kehidupan
pengarang sehingga ia ceritakan lewat sebuah tulisan. Unsur
ekstrinsik Cerpen adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan
atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik
meliputi: Nilai-nilai ekstrinsik dalam cerita yaitu (agama,
budaya, sosial, moral)
Nilai Agama
Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan
dengan aturan/ajaran yang bersumber dari agama tertentu.
Sastra pada umumnya bertalian dengan religiusitas manusia
dan humanisme. Manusia alam dan religiusitas membentuk
sistem kehidupan. Dalam teori klasik, alamlah yang
memberikan inspirasi menggerakkan hati dan tangan manusia
dalam penciptaan sesuatu seperti halnya menciptakan suatu
karya yang bisa disebut karya sastra (Jarkasi, 2002:1). Dari
pengertian di atas dapat penulis ulas, bahwa nilai religius itu
tidak pernah terlepas dari manusia dan masyarakat yang
membentuk seuatu kehidupan. Juga yang berisi inspirasi
menggerakkan hati dan tangan manusia utnuk menciptakan
sesuatu jalan yang lebih baik.
Nilai Moral
Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan
akhlak/perangai atau etika. Nilai moral dalam cerita bisa jadi
nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang buruk/jelek.
Wujud moral dalam karya fiksi dapat berupa hal-hal berikut:
1. hubungan manusia dengan dirinya sendiri;
2. hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup
sosial.
3. hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya;
4. hubungan manusia dengan Tuhannya.
Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan
kebiasaan/tradisi/adat-istiadat yang berlaku pada suatu daerah.
Dari pengertian di atas, penulis dapat mengulas bahwa nilai
budaya itu merupakan nilai kebiasaan, tradisi atau adat istiadat
yang ada dalam suatu masyarakat.
Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata
pergaulan antara individu dalam masyarakat. Latar belakang
kehidupan pengarang dan situasi sosial ketika cerita itu
diciptakan. Dari pengertian di atas, penulis dapat mengulas
bahwa nilai sosial adalah nilai-nilai yang berhubungan dalam
kehidupan bermasyarakat atau sebuah latar belakang
pengarang ketika cerita itu diciptakan.
ii
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Cerpen
3.3.1 unsur intrinsik
no Isi Pembuktian
Unsur intrinsik
ii
kali ini. Apakah
masih tidak me-
ngindahkan
pendapat dan
suara warga
dalam proses
pengambilan
keputusan.
Paragraf ke -2
dari akhir
4 Latar
Tempat Kampung.
Waktu Pagi buta.
Sosial Masih percaya adanya hal
hal mistis.
Di hari berikutnya mulai banyak yang menjadi korban. Dari gadis, istri-istri
yang sudah memiliki suami, bahkan janda-janda pun ikut menjadi korban.
Tindakan ini sudah keterlaluan. Semua warga kampung semakin resah akan
keberadaan maling tersebut. Mereka takut jika korban selanjutnya ialah
keluarga mereka.
ii
Tim dibentuk oleh kepala kampung untuk membantu memecahkan masalah
ini. Tapi apa boleh buat, sebulan kemudian masalah ini tak kunjung
dipecahkan, malah yang terjadi ialah penuduhan oleh Yek Damang kepada
Kepala kampung.
PENUTUP
ii
DAFTAR PUSAKA
http://maltabahasa-senja.blogspot.co.id/2013/09/maling-
kampungan.html
http://www.academia.edu/5160511/MAKALAH_CERPEN
ii