Anda di halaman 1dari 17

NILAI SOSIAL BUDAYA DALAM CERPEN ROKAT KANDUNG KEMBAR

KARYA MUNA MASYARI


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Sastra

Dosen Pengampu

Dra. Endang Sriwidayati, M.Pd.


NIP 19571103 198502 2 001

Oleh

Umy Nasrukhah 180210402016


Bella Amarda Arbin Ramadhani 180210402038
Tsabit Murtadho 180210402041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang bejudul
“Nilai Sosial Budaya Dalam Cerpen Rokat Kandung Kembar Karya Muna
Masyari”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Adapun penyusunan makalah ini diajukan sebagai
pemenuhan tugas kelompok persentasi.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak dan beberapa sumber buku, sehingga dipermudah dan dapat
berjalan dengan lancar dalam pembuatannya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat para penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi para
pembaca pada umumnya.

Jember, 15 Desember 2020

P
enyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2

1.3 Tujuan.................................................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Definisi Cerpen...................................................................................3

2.2 Pendekatan Sosiologi Sastra...............................................................4

2.3 Nilai Sosial Budaya Dalam Cerpen “Rokat Kandung Kembar” Karya
Muna Masyari.....................................................................................5

2.3.1 Sinopsis.....................................................................................5

2.3.2 Nilai Sosial Budaya...................................................................6

BAB 3. PENUTUP................................................................................................13

3.1 Simpulan...........................................................................................13

3.2 Saran.................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut (Aminuddin, 2002: 57), karya sastra lahir dari pengekspresian


pengalaman yang ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalui proses
imajinasi. Terdapat berberapa genre karya sastra sebagai media yang bisa
pengarang sampaikan imajinasi dan kreativitasnya. Menurut Ratna (2009: 11),
karya sastra sebagai imajinasi dan kreativitas yang terdiri atas tiga genre, yaitu
prosa, puisi dan drama. Sebagai salah satu genre karya sastra, menurut Kokasih
(2004:431), cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerita
pendek dikisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh dengan pertikaian,
peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang
tidak mudah dilupakan pembaca.
Dalam sebuah cerita menarik dalam suatu karya sastra utamanya dalam
cerpen, tentunya juga tidak terlepas dari nilai-nilai yang membangun. Salah
satunya adalah nilai sosial budaya yang berlaku di suatu masyarakat tentang apa
yang baik, benar dan berharga yang seharusnya dicapai oleh masyarakat dan
berfungsi membimbing seseorang dalam melakukan sesuatu tindakan sehari-hari.
Begitu juga dengan cerpen Rokat Kandung Kembar yang diteritakan banyak
mengandung nilai sosial budaya.
Dalam cerpen Rokat Kandung Kembar memuat cerita menarik tentang
seorang perempuan terpelajar yang tidak mempercayai tradisi yang berlaku di
kalangan masyarakat Madura salah satunya tradisi rokat kandung kembar.
Memiliki pandangan berbeda dengan keluarganya membuat terjadinya konflik
diantara keduanya. Tokoh utama disalahkan atas penyebab keguguran calon
anaknya. Banyak yang menyalahkan bahwa ketidapercayaan tokoh atas tradisi
yang berlaku di keluarganya, membuat tokoh utama sengaja atau teledor dalam
menjaga kandungannya yang mana hal itu sebuah penantian selama delapan tahun
yang sangat dinanti-nantikannya terlebih lagi oleh keluarga dan ibu mertuanya.

1
Alasan penyusun memilih untuk menganalisis cerpen Rokat Kandung
Kembar karya Muna Masyari, banyak pelajaran berharga dari tiap peristiwa yang
dialami oleh tokoh utama. Segala bentuk perbuatan atau tindakan sehari-hari
manusia selalu terikat oleh tradisi yang berlaku di dalam masyarakat banyak
memuat pelajaran berharga. Oleh karena itu, proses kehidupan tokoh utama
dengan tokoh-tokoh lainnya yang digambarkan dalam cerpen Rokat Kandung
Kembar karya Muna Masyari menarik untuk dibahas malalui analisis nilai-nilai
sosial budaya yang terkadung didalamnya.
Melalui analisis nilai-nilai sosial budaya dalam cerpen ini, diharapkan
akan memberikan masukan, contoh dan teladan bagi pembaca yang dapat
diadaptasi dalam kehidupan masing-masing. Karena itulah, menjadi penting untuk
menganalisis bagaimana sebuah karya sastra memberikan gambaran tentang nilai-
nilai sosial budaya kepada para pembaca serta bagaimana pembaca dapat menarik
pelajaran dari sebuah karya yang dibacanya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan cerpen?
1.2.2 Apa yang dimaksud pendekatan sosiologi sastra?
1.2.3 Apa saja nilai sosial budaya yang terkandung dalam cerpen Rokat
Kandung Kembar karya Muna Masyari?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mendeskripsikan pengertian cerpen.
1.3.2 Untuk mendeskripsikan pendekatan sosiologi sastra
1.2.1 Untuk mendeskripsikan nilai sosial dudaya dalam cerpen Rokat
Kandung Kembar karya Muna Masyari

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Cerpen

Cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-
kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak
mungkin dilakukan dalam sebuah novel (Poe dalam Burhan, 2012:10). Cerpen,
sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Panjang cerpen itu sendiri
bervariasi. Ada cerpen yang pendek, ada yang panjangnya cukupan, serta ada
cerpen yang panjang (Burhan, 2012:10). Cerpen adalah fiksi pendek yang selesai
dibaca dalam “sekali duduk‟. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis
dan satu efek untuk pembacanya. Pengarang cerpen hanya ingin mengemukakan
suatu hal secara tajam (Jacob, 2001:184).

Menurut Yunus (2015: 70), cerpen dapat didefinisikan sebagai karangan


fiktif yang berisi sebagai kehidupan seseorang atau kehidupan yang diceritakan
secara ringkas yang berfokus pada satu tokoh. Hal tersebut sependapat dengan
Kosasih (2017: 95), cerpen adalah jendela kehidupan karena merefleksikan
kehidupan dan realitas dalam bentuk kisah. Dengan demikian cerpen bukanlah
penggalan sebuah novel, bukan pula novel yang disingkat. Cerpen merupakan
cerita fiksi yang menyajikan amanat tunggal tentang kisah tunggal.

Cerpen yang baik adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk,
utuh, manunggal, tak ada bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga tak ada sesuatu
yang terlalu banyak, semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti (Jacob,
2001:91). Cerpen haruslah berbentuk padat, di dalamnya pengarang menciptakan
karakter-karakter, semesta mereka, dan tindakan-tindakannya sekaligus secara
bersamaan (Stanton, 2012:76). Menurut The Liang dan A. Widyamartaya cerpen
adalah cerita khayal berbentuk prosa yang pendek, biasanya di bawah 10.000 kata,
bertujuan menghasilkan kesan kuat dan mengandung unsur-unsur drama: oleh
sebab itu alirnya pun disebut konflik dramatik (dalam Korrie, 1995:10).

3
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah cerita
yang selesai dibaca dalam sekali duduk, cerpen dibentuk oleh unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis dan satu efek
untuk pembacanya, sehingga bertujuan menghasilkan kesan kuat yang di
dalamnya terdapat dialog antar pelaku.

2.2 Pendekatan Sosiologi Sastra

Pendekatan sosiologi atau pendekatan ekstrinsik biasanya


mempermasalahkan sesuatu di seputar sastra dan masyarakat. Pendekatan
sosiologis dilakukan oleh kritikus yang meyakini suatu filsafat sosial tertentu.
Para kritikus Marxis misalnya tidak hanya sekedar tertarik untuk meneliti
hubungan antara sastra dan masyarakat, mereka bahkan telah memiliki dasar
pandangan yang jelas tentang bagaimana seharusnya hubungan itu. Keduanya
berhubungan dengan latar belakang sosial yang menimbulkan suatu karya sastra
(Juanda, 2003: 14).
Sosiologi menelaah bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang
dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan masalah perekonomian,
keagamaan, dan politik. Hal ini merupakan gambaran tentang cara-cara manusia
menyesuaikan diri dengan lingkungan, mekanisme kemasyarakatan, serta proses
budaya. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari sifat, keadaan, dan pertumbuhan masyarakat atau kehidupan manusia
dalam masyarakat (Poerdawarminta, 1984: 96).
Swingewood (dalam Faruk 2005:1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi
yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai
lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Aspek sosiologi menyangkut
lembaga-lembaga sosial, agama. ekonomi, dan politik. Aspek sosiologi tersebut
dikatakan berhubungan dengan konsep stabilitas sosial antarmasyarakat yang
berbeda. Dari beberapa penelitian mengenai sosiologi, maka dapat dijelaskan
bahwa sosiologi sastra adalah ilmu sosial kemasyarakatan yang menelaah suatu
karya sastra. Pendekatan sosiologi sastra pada dasarnya tidak berbeda dengan
pengertian sosiologi sastra.

4
2.3 Nilai Sosial Budaya Dalam Cerpen “Rokat Kandung Kembar” Karya
Muna Masyari

2.3.1 Sinopsis
Rokat Kandung Kembar merupakan cerita pendek yang ditulis oleh
Muna Masyari, penulis atau sastrawan yang berasal dari Pamekasan, Madura.
Cerpen ini diterbitkan oleh Kompas pada 20 Oktober 2019.
Cerpen “Rokat Kandung Kembar” menceritakan tentang seorang
perempuan terpelajar yang tidak terlalu memercayai tradisi yang berlaku di
kalangan masyarakat Madura. Perempuan itu belum juga memiliki keturunan,
padahal sudah menikah selama delapan tahun. Orang-orang di sekitar, baik
teman, tetangga, maupun keluarga menghakimi dan sering meledeknya
dengan sang suami. Suatu hari, si perempuan akhirnya dinyatakan hamil.
Sebagai bentuk rasa syukur, ibu mertuanya membeli nangka dan membuat
kolak nangka untuk dibagi-bagikan ke tetangga. Selain itu, ibu mertuanya
menyisihkan sembilan biji nangka yang digunakan sebagai penanda usia
kehamilan perempuan itu.
Tak berapa lama, kabar bahagia datang dari kedua adik ipar si
perempuan. Mereka dinyatakan hamil hampir bersamaan. Oleh karena itu,
harus diadakan tradisi rokat kandung kembar sebelum kenduri pelet betteng.
Tradisi tersebut dilaksanakan agar si janin selalu sehat, lahir dengan selamat,
dan tidak ada yang ‘kalah’ salah satunya. Sebenarnya, perempuan itu (tokoh
“kamu”) tidak terlalu memercayai segala sesuatu yang berbau tradisi atau
takhayul. Menurutnya, itu adalah cara jahiliah yang diturunkan oleh orang-
orang terdahulu kepada anak-cucu. Maka dari itu, saat prosesi atau ritual
rokat kandung kembar, si perempuan mencoba berontak. Dia tetap memakai
sepatu hak tinggi, padahal dalam ritual rokat kandung kembar tidak
diperbolehkan memakai sandal.
Sang ibu mertua sudah mengingatkan. Namun, perempuan itu tetap
kukuh pada pendiriannya dan mengancam tidak akan mengikuti ritual rokat
kandung kembar kalau dipaksa melepas sepatu hak tingginya. Nahas, sifat
keras kepalanya mendatangkan bala yang akan disesali perempuan itu
selama-lamanya.

5
Perempuan itu tergelincir karena sepatu hak tinggi yang dia pakai.
Perutnya tertusuk runcing pedal sepeda yang tinggal besi. Rahim si
perempuan pun sobek dan janinnya tak bisa diselamatkan. Dokter
menyarankan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. Artinya, si
perempuan tidak akan bisa mempunyai anak.
Suami dan keluarga perempuan itu menyalahkan dirinya karena terlalu
teledor. Namun, si perempuan berusaha menampik kenyataan tersebut dan
mengatakan kalau semua itu terjadi karena kecelakaan. Karena hal itu,
kondisi psikologis si perempuan terganggu. Sang suami sering melihat
dirinya berbicara sambil menatap cangkir berisi biji-biji nangka, kemudian
membuang cangkir tersebut dan berteriak tak keruan.

2.3.2 Nilai Sosial Budaya


Nilai sosial budaya yang terdapat dalam Cerpen “Rokat Kandung
Kembar” karya Muna Masyari dengan pendekatan sosiologi sastra dapat
dianalisis dengan beberapa aspek, seperti aspek sosial budaya, aspek religius,
aspek psikologis, aspek pendidikan, aspek moral, dan aspek kebiasaan.

1) Aspek Sosial Buaya


Aspek sosial membahas segala hal yang berkaitan dengan interaksi sosial
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Aspek sosial meliputi stratifikasi
sosial, yaitu pengelompokan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan
tertentu berdasarkan tinggi rendahnya kedudukan. Selain itu, aspek sosial
juga berkenaan dengan hubungan antarmanusia atau kelompok yang
homogen (sama) dengan kelompok lainnya.
Pada hakikatnya, manusia menghasilkan nilai-nilai sosial, yaitu prinsip-
prinsip yang berlaku di dalam masyarakat tertentu tentang apa yang baik,
benar, dan berharga bagi mereka (Sabriah, 2009:196). Nilai-nilai tersebut
berguna untuk membimbing seseorang melakukan sesutu dalam kehidupan
sehari-hari.

6
Aspek sosial tergambar sangat jelas melalui tokoh-tokoh di dalam Cerpen
“Rokat Kandung Kembar” seperti kutipan berikut ini.
Tentu kau tidak bisa diserang dengan tuduhan
mandul lagi setelah menjalani pemeriksaan ke sana
kemari dan dinyatakan ladangmu subur untuk
ditanami dan dibuahi. Padahal sebelumnya, tak
hanya suami, keluarganya pun, terutama ibu
mertuamu, ikut menghakimi (Masyari, 2019).

Kutipan di atas menggambarkan fenomena yang sering terjadi di


masyarakat. Pola pikir mengenai pasangan yang tak kunjung memiliki
keturunan, pasti ada kesalahan pada pihak perempuan—mandul. Padahal, hal
itu belum tentu benar. Selain itu, pasangan suami istri yang belum juga
memiliki keturunan selalu mendapat cemooh atau ledekan dari masyarakat
sekitar. Hal ini tercermin dalam kutipan berikut.
Delapan tahun! Iya, selama itu dia harus menerima
ledekan teman-temannya seperti menelan kulit
durian, karena tak kunjung memiliki keturunan.
Mereka bilang, burung dalam sarung mati tak
dikubur. Yang lebih membuatnya naik pitam
(walaupun bercanda setengah menantang) kadang
mereka menawarkan diri, mampu menghamilimu
dalam semalam (Masyari, 2019).

Selain nilai sosial, Cerpen “Rokat Kandung Kembar” juga mengandung


nilai budaya. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut.
Tepat ketika purnama menyembul kemerahan dari
balik pelepah-pelepah janur, ibu mertuamu datang
ke kamar meminta satu biji nangka (diambil dari
sembilan yang kausimpan) dan diletakkan di tadah
cangkir.
“Untuk apa?” tanyamu.
“Sebagai penanda usia kandunganmu menapak satu
bulan.” (Masyari, 2019)

Kutipan di atas menggambarkan budaya atau adat istiadat yang ada di


masyarakat Madura. Setiap ada seorang wanita yang hamil di keluarga
tertentu, maka sebuah cangkir dan sembilan biji nangka harus tersedia. Setiap
usia kandungan bertambah satu bulan, satu biji nangka akan dimasukkan ke
dalam cangkir. Begitu pun seterusnya hingga kehamilan menginjak usia
sembilan bulan.

7
Saat kandungan memasuki usia tujuh bulan, masyarakat Madura juga
mengadakan sebuah tradisi bernama pelet betteng. Namun, sebelum
pelaksanaan pelet betteng, terlebih dahulu dilaksanakan tradisi lain, yaitu
rokat kandung kembar. Sebab, di dalam cerpen disebutkan bahwa tokoh
utama “kamu” hamil bersamaan dengan dua adik iparnya. Hal ini
digambarkan dalam kutipan berikut.
Ketika kau keluar, kedua adik iparmu sudah
membalut tubuh sedada dengan kain putih yang
sama. Dua ujung kerudung panjang berwarna senada
disampirkan ke pundak hingga tubuh bagian atas
cukup terlindungi. Ibu mertuamu menampah
seperiuk nasi bertumpang tiga butir telur yang sudah
tidak mengepulkan asap. Nasi dan telur matang itu
siap dibawa ke tengah-tengah halaman untuk kalian
makan bersama, selaku tiga bersaudara yang sama-
sama hamil. Tidak ada lauk, sayur, atau sekadar
sambal. Hanya telur matang tanpa bumbu (Masyari,
2019).

Kutipan di atas menggambarkan proses rokat kandung kembar yang


diadakan oleh masyarakat Madura dengan tujuan agar janin-janin di dalam
rahim ibunya bisa tumbuh sehat, lahir dengan selamat, dan tidak ada yang
‘kalah’ salah satunya.

2) Aspek Religius
Aspek religius adalah segala hal yang berkaitan dengan kepercayaan
pada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun aspek religius dalam Cerpen “Rokat
Kandung Kembar” dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Menatap kain itu, kau seakan melihat kenaifa orang-
orang terdahulu, yang kemudian diwariskan pada
anak-putu.
“Padahal, perempuan hamil justru dianjurkan
perbanyak membaca ayat-ayat suci. Berperilaku baik
agar kelak diteladani si jabang bayi. Bukan tunduk
pada tradisi dengan keyakinan yang mengada-ada,”
sungutmu (Masyari, 2019).

8
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh “kamu” yang merupakan
perempuan berpendidikan tidak terlalu memercayai tradisi rokat dan
menganggap tradisi tersebut sebagai cara jahiliah. Padahal, tradisi rokat
memiliki makna tertentu, seperti yang dijelaskan pada kutipan berikut.
Seharusnya kau memahami bagaimana orang
terdahulu berdoa. Berdoa hagi mereka tak cukup
sekadar menadah tangan atau merapal potongan
ayat-ayat Al-Qur’an. Mengenakan kain putih bersih
adalah simbol doa agar disucikan dari segala yang
buruk. Dijauhi dari perkara pengundang petaka.
Bertelanjang kaki juga demi mengecilkan diri di
hadapan Gusti Yang Mahatinggi.
Memakan nasi bersama dalam satu periuk
merupakan bentuk permohonan sekaligus pesan agar
senantiasa hidup rukun, damai, dan tenteram. Satu
rasa mencecap kehidupan dalam kesederhanaan.
Ketika si ibu hidup rukun, hatinya tenang bahagia,
janin di perutnya ikut senang. Demikian sebaliknya
(Masyari, 2019).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa orang-orang zaman dulu berdoa


tidak hnya sekadar merapal doa atau membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an,
mereka melakukan tradisi-tradisi tertentu juga untuk meminta permohonan
atau pertolongan pada Yang Maha Kuasa. Kutipan di atas menegaskan bahwa
tradisi yang dianggap kuno, sebenarnya menyimpan tujuan atau maksud baik.

3) Aspek Pendidikan
Aspek pendidikan adalah segala tindakan yang sifatnya memberikan
pengajaran kepada manusia. Seperti yang kita ketahui, pendidikan adalah
sesuatu yang sangat krusial dalam kehidupan manusia. Sebab, tanpa adanya
pendidikan, setiap orang tidak akan mampu membedakan hal baik dengan hal
buruk. Pendidikan tidak hanya didapat melalui pendidikan formal, tetapi juga
bisa melalui pendidikan nonformal, seperti pelatihan, kursus, dan sebagainya.
Adapun aspek pendidikan dalam Cerpen “Rokat Kandung Kembar” karya
Muna Masyari dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Peraturan ketat ini-itu dari mertuamu pun mulai
diterapkan. Salah satu yang paling kau benci, kau
dilarang memakai sandal tinggi dan dikasih sandal
jepit seharga sepuluh ribuan. Padahal, dengan sandal
mahal bertumit tujuh sentimeter itulah statusmu

9
sebagai satu-satunya perempuan terpelajar di
keluarga itu merasa sedikit terselamatkan, dan
posturmu yang pendek-bulat tidak berkhianat
dengan mengundang keminderan (Masyari, 2019).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh “kamu” merupakan


perempuan terpelajar atau berpendidikan tinggi. Oleh karena itu, dia tidak
terlalu memercayai tradisi. Tokoh “kamu” juga merupakan perempuan bebas.
Bebas dalam hal ini, yaitu tidak ingin terlalu terikat dengan tradisi dan
peraturan.

4) Aspek Moral
Aspek moral berhubungan dengan segala sesuatu yang menyangkut
baik atau buruknya suatu tindakan. Dalam hal ini, yaitu sikap, akhlak, budi
pekerti, dan susila. Adapun aspek moral dalam Cerpen “Rokat Kandung
Kembar” dapat dilihat pada kutipan berikut.
Para undangan sudah memenuhi langgar. Sanak
famili turut hadir untuk menyaksikan. Ada yang
sedang sibuk di dapur menyiapkan jamuan untuk
para undangan. Anak-anak berlarian, bercanda ria di
halaman bermandi cahaya bulan.
Melepas sandal di hadapan banyak orang sama
artinya membiarkan postur tubuhmu berkhianat dan
kau tak lebih dari seekor ayam katai.
“Tidak! Saya tidak terbiasa berjalan tanpa sandal!”
kau menolak tegas.
“Hanya sementara!”
“Kalau kalian memaksa, saya tidak akan mengikuti
acara ini!” kau berkeras hati.
Ketiganya saling tatap. Kau melempar pandang ke
halaman. Bagimu, sudah untung kau bersedia
mengikuti tradisi yang kau anggap konyol itu
(Masyari, 2019).

Kutipan di atas menggambarkan tokoh “kamu” tetap bersikukuh ingin


memakai sandal, padahal dalam tradisi rokat kandung kembar, tidak boleh
menggunakan sandal. Dari awal, tokoh “kamu” memang tidak memercayai
tradisi. Oleh karena itu, dia enggan mengikuti prosesi tradisi rokat kandung
kembar dengan benar. Bahkan, dia berani menentang ibu mertuanya sendiri.
Meskipun tokoh “kamu” diceritakan sebagai seorang perempuan terpelajar,
tetapi moralnya masih belum cukup baik.

10
Akhirnya, karena sifat keras kepalanya, tokoh “kamu” terkena karma.
Dia terpeleset saat masih menggunakan sepatu berhak tinggi dan mengalami
keguguran. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut.
Malam itu, ketika sandalmu tergelincir, kau jatuh
dan perutmu tertusuk runcing pedal sepeda yang
tinggal besinya. Seorang anak yang sedang bermain
di halaman menggeletakkan sepeda tanpa penyangga
itu dengan sembarangan, di dekat tangga. Dinding
rahimmu robek, dan disarankan agar histerektomi
dilakukan (Masyari, 2019).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sifat keras kepala tokoh “kamu”


akhirnya mendatangkan bala. Tokoh “kamu” tergelincir dan janinnya tidak
bisa diselamatkan. Penderitaan tokoh “kamu” tidak sampai di situ, rahminya
sobek karena tertusuk runcing pedal sepeda yang tinggal besi saja. Dokter
pun menyarankannya agar melakukan histerektomi (operasi pengangkatan
rahim). Maka dari itu, tokoh “kamu” tidak akan pernah bisa melahirkan anak
selamanya, padahal janinnya yang tak bisa diselamatkan itu adalah calon anak
pertamanya dengan sang suami setelah menunggu selama delapan tahun.

5) Aspek Kebiasaan
Aspek kebiasaan adalah segala hal yang berkaitan dengan perbuatan
atau tindakan yang dilakukan secara terus-menerus atau turun-temurun.
Dalam Cerpen “Rokat Kandung Kembar”, aspek kebiasaan yang paling
ditonjolkan adalah kebiasaan-kebiasaan masyarakat Madura, seperti tradisi
pelet betteng, rokat kandung kembar, dan sebagainya. Aspek kebiasaan dalam
Cerpen “Rokat Kandung Kembar” ditunjukkan pada kutipan berikut ini.
Esok paginya, ibu mertuamu bergegas ke pasar dan
pulang menyunggi buah nangka besar yang sudah
matang. Peluh meleleh di pelipis dan leher,
membasahi kebayanya. Buah beraroma menyengat
dan membuatmu muntah-muntah itu dibelah hingga
menjadi delapan hagian. Hanya sembilan biji yang
diminta kau simpan baik-baik setelah dicuci hersih.
Selebihnya, daging nangka dibuat kolak bergula
merah campur serai, lalu dibagi-bagikan ke tetangga
sebagai rasa syukur (Masyari, 2019).

11
Kutipan di atas menggambarkan kebiasaan masyarakat Madura yang
membagi-bagikan kolak nangka sebagai rasa syukur jika ada salah satu
anggota keluarga yang hamil. Nangka dipilih karena buah beraroma
menyengat tersebut akan diambil bijinya sejumlah sembilan biji. Biji-biji
tersebut digunakan untuk menandai usia kehamilan. Jika kehamilan
memasuki usia satu bulan, maka satu biji dimasukkan ke dalam sebuah
cangkir. Begitu pun seterusnya hingga bulan kesembilan. Hal tersebut
ditunjukkan pada kutipan berikut.
Tepat ketika purnama menyembul kemerahan dari
balik pelepah-pelepah janur, ibu mertuamu datang
ke kamar meminta satu biji nangka (diambil dari
sembilan yang kausimpan) dan diletakkan di tadah
cangkir.
“Untuk apa?” tanyamu.
“Sebagai penanda usia kandunganmu menapak satu
bulan.” (Masyari, 2019)

Selain itu, di kalangan masyarakat Madura juga dikenal dengan tradisi


pelet betteng dan rokat kandung kembar, seperti yang dijelaskan dalam
kutipan berikut.
Ada tiga tadah cangkir berisi biji-biji nangka di
keluarga besarmu, hingga rokat kandung kembar
harus dilakukan sebelum kenduri pelet betteng
(Masyari, 2019).

Pelet betteng merupakan tradisi atau ritual yang biasanya dilakukan


pada ibu hamil pertama yang usia kandungannya memasuki bulan ketujuh.
Tradisi ini sama seperti tingkeban yang berlaku di masyarakat Jawa.
Sementara itu, rokat kandung kembar merupakan tradisi atau ritual yang
dilakukan apabila dalam sebuah keluarga terdapat tiga ibu hamil yang usia
kehamilannya hampir sama.

12
BAB 3. PENUTUP

3.1 Simpulan

Cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-
kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak
mungkin dilakukan dalam sebuah novel (Poe dalam Burhan, 2012:10). Cerpen
yang baik adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk, utuh,
manunggal, tak ada bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga tak ada sesuatu yang
terlalu banyak, semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti (Jacob,
2001:91). Karya sastra cerpen dapat dianalisis dengan berbagai macam
pendekatan salah satunya adalah pendekatan sosiologi sastra, pendekatan ini pada
dasarnya tidak berbeda dengan pengertian sosiologi sastra yakni ilmu sosial
kemasyarakatan yang menelaah suatu karya sastra. Begitu juga nilai sosial budaya
yang terdapat dalam Cerpen “Rokat Kandung Kembar” karya Muna Masyari
dengan pendekatan sosiologi sastra dapat dianalisis dengan beberapa aspek,
seperti aspek sosial budaya, aspek religius, aspek psikologis, aspek pendidikan,
aspek moral, dan aspek kebiasaan.

3.2 Saran
Pembaca karya sastra dalam cerpen ini, diharapkan tidak hanya menikmati dan
ikut merasakan jalan cerita yang menarik, tetapi melalui makalah ini diharapkan
dapat memperoleh wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai analisis nilai sosial
budaya dalam sebuah karya sastra khusunya cerpen. Sehingga dapat menjadi
inspirasi dan motivasi pada pembaca di semua kalangan terutama bagi mahasiswa
jurusan sastra.

13
DAFTAR PUSTAKA

Masyari, Muna. (2019). Rokat Kandung Kembar.


https://lakonhidup.com/2019/10/20/rokat-kandung-kembar/. [Diakses pada 15
Desember 2020].

Aminuddin. (2002: 57). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Algensindo.

Ratna, N. K. (2009). Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan budaya.


Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra. Jogyakarta: Pustaka Peiajar

Kosasih, E. (2017). Jenis-jenis Teks. Bandung: YRAMA WIDYA

Korrie. 1995. Aliran, Jenis Cerita Pendek. Jakarta: Balai Pustaka

Korrie. 1995. Dasar-Dasar Penulisan Cerita Pendek. Jakarta: Nusa Indah Jakarta

Juanda. 2003. Sosiologi Sastra. Makassar: PBS UNM.

Burhan Nurgiyantoro. (2012). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/42881/MTQ3MDI3/Kritik-sosial-
dalam-cerkak-Irul-S-Budianto-tinjauan-sosiologi-sastra-abstrak.pdf (diakses pada
17 Desember 2020)

http://repository.unpas.ac.id/43602/4/Bab%202.pdf. (diakses pada 17 Desember


2020)

14

Anda mungkin juga menyukai