Anda di halaman 1dari 8

PRINSIP PERBANYAKAN TANAMAN DENGAN TEKNIK KUL-JAR

1. Morfogenesis langsung : terbentuknya pucuk, tunas adventif atau embrio somatik langsung dari
jaringan eksplan yang digunakan (dinokulasi)
2. Morfogenesis secara tidak langsung: Terbentuknya tunas adventif atau embrio somatik dari kalus yang
terbentuk dari jaringan eksplan yang digunakan (dinokulasi)
a. Morfogenesis langsung
 Eksplan yang digunakan: Sel/jaringan meristem, Pucuk terminal,  pengakaran membentuk Planlet
 Tunas aksilar (tunas ketiak daun) pucuk (pengakaran) membentuk planlet
 Eksplan: tunas adventif  pengakaran  planlet,
Embrio somatik  bibit somatik (planlet)
b. Morfogenesis tidak langsung
Eksplan (dari berbagai sumber) kalus atau protokorm (subkultur)  tunas adventif atau embrio somatik
Eksplan  kalus  kultur suspensi  embrio somatik dan tunas adventif

Metode Perbanyakan Dengan Teknik Kultur Jaringan


1. Kultur pucuk
 Kultur pucuk (Shoot tip culture) Shoot tip culture, eksplan yang digunakan ujung tunas lateral atau
ujung tunas terminal (panjang ± 20 mm). Shoot culture, eksplan yang digunakan ujung pucuk apikal
beserta bagian tunas lain di bawahnya. Menambahkan sitokinin ke dalam media, untuk mendapatkan
pertumbuhan tunas lebih banyak.
Shoot tip banyak digunakan untuk tujuan komersial :
a. dapat diterapkan pada berbagai jenis tanaman dengan memakai prinsip yang sama.
b. memungkinkan mengontrol tunas yang dihasilkan bebas virus
c. planlet yang dihasilkan secara genetik seragam
d. laju perbanyakannya lebih tinggi
Tujuan lain (Shoot tip) :
Ø Perbanyakan vegetatif pada anggrek melalui plb (protocorm like bodies)
Ø Perbanyakan klon tanaman
Ø Eliminasi pathogen (virus, cendawan, dan bakteri)
Ø Penyimpanan tanaman bebas penyakit
Ø Koleksi plasma nutfah
 Kultur mata tunas (single node culture)
Eksplan yang digunakan tunas lateral, tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung
satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku) ditempatkan horizontal pada media
padat + Sitokinin.
Tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan ditanam secara terpisah
dalam tiap-tiap botol kultur.

Kultur tunas dan buku tunggal bertujuan untuk :


 Perbanyakan anggrek
 Mendapatkan percabangan aksilar sebagai sarana perbanyakan klon
 Kriopreservasi untuk membuat bank gen.
 Multiplikasi tunas dari benih
1. Benih dikulturkan pada media padat yang diperkaya dengan sitokinin
2. Tunas yang tumbuh (aksilar atau adventif) digunakan sebagai eksplan dan dikulturkan kembali
(subkultur).
Subkultur
Perlu dilakukan disebabkan antara lain :
1) tumbuhnya eksplan cukup cepat dan telah memenuhi seluruh botol kultur
2) media tumbuh telah mengering yang ditandai dengan berkurangnya volume agar-agar atau media
cairnya sudah habis
3) eksplan perlu diperbanyak lebih lanjut untuk tujuan tahapan perbanyakan selanjutnya
4) eksplan memerlukan media dengan komponen yang baru agar dapat mengalami diferensiasi lebih lanjut.

Perbanyakan tunas melalui organogenesis langsung


1. Inisiasi langsung tunas adventif.
q Dapat menghasilkan plantlet dalam jumlah jauh lebih banyak (pembentukan tunas aksilar).
q Eksplan (berbagai organ) dikulturkan untuk menginduksi (menghasilkan) tunas adventif.
q Tunas adventif yang terbentuk digunakan sebagai eksplant
Tahapannya:
Ø Tahap I, Inisiasi tunas adventif (eksplan dikulturkan terbentuk tunas adventif).
Ø Tahap II, Multiplikasi tunas (melakukan subkultur).
Hasil : tunas adventif atau tunas aksilar. Tahap I dan tahap II dapat terjadi pada media yang sama.
Ø Tahap III, Induksi akar (pengakaran)  Planlet.
2. Embriogenesis langsung
pembentukan embrio (somatik) langsung dari eksplan yang dikulturkan. Somatik embriogenesis
langsung (direct somatic embryogenesis). Eksplan yang digunakan : sel epidermis, petiola, hipokotil,
pucuk atau akar.
3. Pembentukan protocorm
Ø Anggrek (biji)
Ø Barley (embrio yang belum matang)
Ø Bit merah (pucuk)
Ketiganya membentuk protocorm. Norstog menyatakan, proses somatik embriogenesis selalu
didahului oleh pembentukan sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi seperti protocorm.
Pembentukan Protocorm
Pada kultur jaringan anggrek , merupakan proses embriogenesis: Terbentuk langsung dari eksplan
yang diinokulasi. Dan terbentuk secara tidak langsung dari kalus atau kultur suspensi sel.
Metode ini (pembentukan protocorm) dapat digunakan untuk perbanyakan cepat, karena :
o Beberapa tanaman monocotiledon (serealia dan palm), kultur pucuk dan multiplikasi tunas belum
berhasil.
o Planlet yang dihasilkan biayanya murah, asal saja tidak dilakukan kultur individu
o Embrio somatik merupakan satu-satunya cara perbanyakan kultur jaringan untuk tanaman yang
ditanam secara exstensif
o Bibit somatik yang dihasilkan dari suspensi sel embriogenik dapat langsung ditanam di lapang
Pembentukan Protocorm
o Kultur biji anggrek bertujuan untuk : Mempersingkat siklus pemuliaan Menggantikan simbiosis
(mikoriza) Meniadakan kompetisi dengan mikroorganisme
o Kultur embrio bertujuan untuk : Mempersingkat siklus pemuliaan Mengatasi aborsi embrio

Perbanyakan tunas melalui organogenesis tidak langsung


1. Inisiasi tunas adventif dari kalus.
Tanaman herbaceus, kalusnya mempunyai potensi morfogenetik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman lignoceus.
Eksplan yang digunakan : daun, potongan batang atau akar, umbi, pucuk, embrio benih, kecambah,
buku batang dan bunga yang belum matang.
Induksi kalus  Eksplan dikulturkan pada medium :
Ø Semi padat
Ø Auksin relatif tinggi
Ø Sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin.
Kalus (subkultur)  media dengan auksin rendah  struktur terorganisasi (tunas dan akar) (subkultur)
 planlet
• Kalus adalah sel (jaringan) yang berproliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi sehingga
terbentuk massa sel yang tidak teratur.
• Proliferasi dapat dilakukan secara tidak terbatas dengan melakukan subkultur sepotong kecil kalus pada
medium yang segar dengan interval waktu yang teratur
• Kultur kalus merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel
• Kultur suspensi sel adalah pemeliharaan sel tunggal maupun gabungan beberapa sel, dalam medium
cair dan lingkungan buatan yang steril
• Kultur suspensi sel, laju pertumbuhannya cepat karena seluruh permukaan sel dapat kontak langsung
dengan medium nutrisi
Laju dan efisiensi regenerasi kalus  Planlet, tergantung pada:
 Interval antara tahap inisiasi kalus dengan morfogenesis.
 Laju dan frekuensi inisiasi mata tunas
 Waktu yang tepat dilakukan subkultur kalus untuk menginduksi tunas
 Frekuensi subkultur yang masih menguntungkan tanpa kehilangan daya morfogenesisnya
 Saat mata tunas yang baru diinisiasi dapat ditumbuhkan membentuk tunas dan akar

2. Pembentukan embrio somatik secara tidak langsung.


 Eksplan kalus embrio somatik
eksplan yang digunakan : embrio benih, nuselus dan primordia bunga
 Eksplan kalus kalus  embrio somatik
eksplan yang digunakan: daun muda. Banyak dilakukan untuk perbanyakan tanaman palm
 Embriogenesis dari kultur suspensi.
Kalus  (subkultur) media cair  embrioid  media padat tanpa ZPT  bibit somatik
Keberhasilan pembentukan embrio somatik :

 tahap I, eksplan diinokulasi pada media yang mengandung auksin tinggi


 tahap II (awal proses embriogenesis),
 sel disubkulturkan pada media tanpa atau konsentrasi auksin rendah
 interval tahap I dengan tahap II jangan terlalu lama
 pemberian nitrogen pada medium perlu dikurangi, sangat diperlukan NH4+ atau asam amino.
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORFOGENESIS KULTUR
A. GENOTIP TANAMAN ASAL EKSPLAN
Respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas,
atau tanaman asal eksplan tersebut dan berhubungan erat dengan faktor- faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan
kultur
Genotip tanaman, mempengaruhi :
1. Inisiasi kultur
Ø Pertumbuhan dan perkembangan eksplan
Ø Pola inisiasi dari tunas
2. Pertumbuhan kalus
§ Kemampuan eksplan
§ Laju pertumbuhan kalus yang terbentuk
§ Pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik (Regenerasi dan kecepatan
perkembangannya).
Pertumbuhan dan perkembangan eksplan
Beberapa spesies tanaman Eucaliptus marginata memiliki daya tahan berbeda terhadap sterilisasi
(Mc Comb da Bennett). Beberapa variatas Peach, ketegaran tunas yang dihasilkan berbeda
(Hammerschlag)
Pola inisiasi dari tunas
Pada tanaman kentang, pola inisiasi tunas berbeda antara varietas tetua dengan hibridanya tetapi
daya multiplikasi tunasnya hampir sama. Pertumbuhan kalus (pembentukan kalus, laju pertumbuhan
kalus, dan regenerasi dan kecepatan perkembangannya) dipengaruhi oleh: medium, ZPT, dan,
lingkungan.
Kalus yang dihasilkan dari jaringan tanaman yang memiliki hubungan varietas yang cukup
dekat dapat menghasilkan tekstur, warna, dan kemampuan morfogenesis yang berbeda.
3. Morfogenesis langsung
Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang :
pertumbuhan tunas aksilar pembentukan tunas adventif pembentukan akar, baik jumlah tunas maupun
kecepatan pertumbuhan. Tanaman yang mudah diperbanyak secara vegetatif in vivo, pembentukan
tunas secara in vitro juga akan mudah. Morfogenesis langsung mudah dan umum dilakukan untuk
tanaman dikotil, tetapi tidak umum untuk tanaman monokotil. Tanaman monokot yang membentuk
umbi, dapat menghasilkan tunas langsung dari bagian basal eksplan umbi yang digunakan. Tanaman
monokot (Amarilis, Araceae, Liliaceae) mampu membentuk tunas dari jaringan daun.
Untuk pembentukan akar, setiap jenis tanaman menghendaki jenis media, ZPT, dan lingkungan
tempat inkubasi yang berbeda. Jenis media berhubungan dengan: hara makro, mikro, senyawa organik,
dan karbohidrat. ZPT untuk merangsang pertumbuhan akar: jenis dan konsentrasi auksin. Kondisi
lingkungan tanaman induk pada saat pengambilan eksplan, juga mempengaruhi pembentukan akar
kultur. Kondisi lingkungan: cahaya untuk tanaman induk sebelum pengambilan eksplan dan saat eksplan
dikulturkan, suhu dan aerasi juga mempengaruhi morfogenesis. Juvenilitas dari eksplan mempengaruhi
pembentukan akar.
4. Morfogenesis tidak langsung
Pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap
baik melalui pembentukan tunas adventif maupun embrio somatik akan berbeda jika menggunakan
eksplan dari tanaman dengan varietas yang berbeda.
Kalus dapat dihasilkan dari satu jenis eksplan pada beberapa varietas yang dikulturkan pada
media yang sama, tetapi kalus yang dihasilkan memiliki daya organogenesis berbeda walaupun
dikulturkan pada media yang sama.
Eksplan dari jaringan tanaman varietas inbreed memiliki kemampuan membentuk kalus lebih
rendah dari varietas hibridanya
Perbedaan pengaruh genetik disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing
varietas serta jenis kelamin tanaman induk. Regenerasi kalus dari jaringan tanaman induk betina, lebih
banyak dari jaringan tanaman jantan (perbedaan kandungan ZPT).
B. MEDIA KULTUR
a. Jenis dan konsentrasi senyawa anorganik dan organik.
i. Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik,
zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan.
ii. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi
eksplan yang dikulturkan
Komposisi media dasar :
Murashige and Skoog (MS), banyak digunakan untuk berbagai kultur dan varietas tanaman.
WPM (Woody Plant Medium) dan VW (Vacin and Went) digunakan untuk berbagai tujuan seperti
kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan embriogenesis.

Kedalam media sering ditambahkan “arang aktif” Fungsi arang aktif :


- mengikat molekul (organik dan anorganik) di dalam medium.
- menghilangkan kontaminan dari agar dan produk sekunder yang dikeluarkan oleh jaringan.
- mengatur suplai zat tumbuh endogen.
- memacu embriogenesis.
- menghambat pertumbuhan dan morfogenesis in vitro.

Interaksi ZPT endogen dengan eksogen (jenis dan konsentrasi ZPT yang ditambahkan).
- mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
- tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya.
- tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang
terdapat pada eksplan tersebut.
Komposisi ZPT yang sesuai dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah
dilakukan disertai percobaan untuk mengetahui komposisi ZPT yang sesuai dengan kebutuhan dan arah
pertumbuhan eksplan yang diinginkan.

Keasaman (pH) medium


Berpengaruh terhadap ketersediaan hara dan kepadatan medium. pH media kisaran 5,6 – 5,8 (hara
tersedia bagi eksplan)
pH tinggi : Fe, Zn, Mn, Cu, dan B tidak tersedia, karena terbentuknya endapan dalam bentuk
hidroksida.
pH rendah : Ca, Mg, S, P, dan Mo tidak tersedia.
pH rendah sering digunakan untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap keasaman yang tinggi.
pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak
dapat memadat.
Jenis atau matrik medium (padat, semi padat, dan cair)
Bahan pemadat digunakan agar-agar atau pemadat sintetik. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar
antara 0.6 – 1.0%. Konsentrasi agar-agar tinggi media menjadi sangat keras, sehingga difusi hara jadi
terganggu.
Gel sintetis dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang
terjadi pada kultur.
v Medium padat :
- penggunaan eksplan yang kecil dapat terlihat
- tunas dan akar tumbuh teratur
- untuk induksi akar (planlet)
v Medium semi padat, digunakan untuk induksi kalus
v Medium cair, digunakan untuk kultur organ dan kalus, laju pertumbuhan dan perkembangannya
cepat.
Ø permukaan eksplan yang kontak dengan medium luas (hara dan ZPT lebih banyak diserap)
Ø senyawa toksik yang mungkin terakumulasi dapat dihindari dengan pengocokan
• Kekurangan dari medium cair :
Ø Benih tidak mau berkecambah
Ø Protocorm dan tunas browning dan mati
Ø Tunas yang tumbuh pada kondisi terendam, jadi vitreous (tunas transnparan, daun tipis dan
rapuh)
Kombinasi medium padat dan cair :
§ Padat untuk induksi tunas
§ Cair untuk multiplikasi tunas
§ Padat untuk induksi akar (planlet)
Kombinasi medium ini (padat, cair, dan padat) dapat menghasilkan planlet 6.10⁶ pertahun.
1. Kandungan O2 dalam medium
a) Ketersediaan O2 dalam medium sangat menentukan kecepatan multiplikasi tunas.
- Pucuk dari berbagai jenis tanaman bermultiplikasi dengan baik pada selapis tipis larutan media tanpa
pengocokan. Cara ini banyak digunakan untuk perbanyakan mikro dalam skala besar.
- Pucuk Carnation dikulturkan pada botol berukuran 1000 ml yang diisi media 50 ml, multiplikasi
tunas lebih cepat dibandingkan dengan media padat dan media cair (eksplan dalam keadaan
terendam).
b) Konsentrasi O2 menentukan proses organogenesis dan pertumbuhan tunas.
- Pada kultur suspensi sel wortel, embrioid terbentuk jika konsentrasi oksigen terlarut dikurangi di
bawah titik kritis.
- Embriogenesis dari pollen terjadi dengan mengurangi konsentrasi oksigen dalam larutan medium.
Stimulus embriogenesis melalui penurunan oksigen terlarut sama efeknya dengan meningkatkan
konsentrasi auksin dalam medium.
c) Konsentrasi O2 mempengaruhi diferensiasi sel
- Pembentukan kloroplas dalam kultur suspensi lebih baik pada konsentrasi O2 rendah dan CO2 tinggi
(Dalton dan Street).
- Pembentukan klorofil pada kalus remah lebih rendah dibandingkan dengan kalus kompak (dari
jaringan tanaman yang sama).
- Kultur suspensi, untuk pertumbuhan kalus lebih baik dengan pemberian aerase (O2 lebih tersedia),
tetapi untuk diferensiasi sel dan morfogenesis lebih baik pada kondisi oksigen rendah.
C. LINGKUNGAN TUMBUH
1. Suhu ruang inkubasi
Berpengaruh terhadap perkembangan sel, jaringan, pembentukan organ tanaman, dan
perkembangan tanaman di bawah pengaruh enzim, berkisar antara 17⁰- 32⁰C (siang dan malam),
pada umumnya 250C.
§ Pada kondisi in vitro, pengaruh suhu lebih sensitif dibandingkan in vivo .
§ Masing-masing tanaman mempunyai suhu optimum yang berbeda untuk pertumbuhan daN
perkembangannya. 20⁰-27⁰C (Read), 3⁰-4⁰C lebih tinggi dari in vivo (George and Sherington). 25⁰-
28⁰C (Gunawan).
§ Suhu yang terlalu tinggi, menghambat sitesis kinetin (menghambat pertumbuhan dan perkembangan
jaringan).
§ Multiplikasi tunas dapat ditingkatkan dengan perlakuan suhu rendah (16⁰) selama 7-12 hari pada
eksplan sebelum dikulturkan pada suhu optimum.
§ Regenerasi kalus dapat ditingkatkan dengan perlakuan suhu dingin sebelum dipindahkan ke
medium regenerasi.
2. Kelembaban
Kelembaban relatif ruang inkubasi (ruang tumbuh) kultur jaringan ± 70% dan kelembaban di
dalam botol kultur lebih tinggi (± 90%).
§ Embrioid Daucus carota tumbuh baik pada RH 80-90% dan mati pada RH <60% (George dan
Sherrington).
§ Kelembaban dalam wadah yang terlalu tinggi, daun pucuk mengalami vitrifikasi (Read). Tunas-tunas
Carnation mengalami vitrous jika RH dalam wadah 95% (Ziv et all).
§ Tunas dan akar yang terbentuk dari embrio somatik Shorgum mengalami nekrosis jika terselimuti air.
§ Pertumbuhan akar Allium sativum pada kultur lebih sensitif terhadap RH dari pada suhu.
§ RH dalam wadah 90%-94%, panjang batang berkurang tetapi luas daun, jumlah klorofil dan diameter
akar meningkat pada tanaman Chrysanthemum, Rosa, dan Vitis.
3. Cahaya
Cahaya pada kultur jaringan mempengaruhi fotomorfogenesis.
Fotomorfogenesis, cahaya yang dibutuhkan untuk menginduksi perkembangan suatu kultur.
ü Untuk sumber energi, kultur tergantung pada sukrosa yang ada dalam media (bukan dari fotosintesis).
ü Pertumbuhan jaringan dibutuhkan cahaya untuk mendpatkan hasil yang optimal, tetapi untuk inisiasi
pembelahan sel dan pertumbuhan kalus terhambat dengan adanya cahaya (George dan Sherrington).

4. Panjang gelombang
Cahaya ultra violet dekat atau biru menghambat pertumbuhan kultur, karena :
- terbentuknya senyawa fenolik
- rusaknya senyawa sitokrom oksidase
- meningkatnya biosintesis giberelin.
- meningkatnya metabolisme auksin.
Ø Cahaya merah dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan jaringan tanaman dan efeknya
sama dengan penambahan sitokinin ke dalam medium.
Ø Kombinasi kinetin (dalam media) dengan cahaya merah yang diberikan selama 15 menit setiap 8
jam menghasilkan pertumbuhan kultur terbaik.
Ø Kalus atau kultur suspensi ditransfer ke ruang inkubasi bercahaya, sebagian sel mampu membantuk
kloroplas untuk berfotosintesis, tetapi jarang yang menjadi autotrop
5. Lama penyinaran (fotoperiodesitas)
Kultur in vitro pada umumnya membutuhkan penyinaran 14-16 jam/hari. eksplan anggur membutuhkan
lama penyinaran 10 jam per hari. Penyinaran yang terlalu singkat dapat terjadi etiolasi pada kultur.
6. Intensitas cahaya.
Multiplikasi dan pembentukan tunas in vitro umumnya membutuhkan cahaya 500-3000 lux dan
ditingkatkan untuk planlet menjelang aklimatisasi.
D. FISIOLOGI JARINGAN EKSPLAN
a. Fase fisiologi tanaman
i. Kultur pucuk yang berasal dari tanaman juvenil atau kecambah multiplikasi tunas dan pembentukan
akar 2x lebih cepat dibandingkan dari pucuk yang berasal dari tanaman dewasa.
ii. Kalus dari eksplan yang tanamannya masih juvenil :
1. laju pertumbuhannya tinggi
2. ukuran selnya besar
3. mudah menghasilkan galur-galur sel baru
4. mudah membentuk tunas adventif.
Kalus yang berasal dari jaringan dewasa lebih banyak membentuk embrio somatik.
b. Perlakuan tanaman induk.
q Perlakuan stress pada tanaman induk (mother plants), pertumbuhan dan morfogenesis eksplannya
sangat lambat.
q Eksplan yang diambil dari tanaman yang vigor, mata tunas lateral langsung tumbuh.
c. Eksplan
Umur eksplan mempengaruhi inisiasi dan morfogenesis langsung atau tidak langsung dari suatu
kultur.
• Meristem apikal (aktif membelah dan belum terdiferensiasi), mudah membentuk organ.
• Kalus mudah terbentuk dari eksplan yang diambil dari tanaman tua dibandingan dengan yang
diambil dari kecambah atau kotiledon.
• Tanaman Solanum, kalus dari daun tua mampu membentuk tunas dengan cepat sedangkan yang
berasal dari daun muda yang belum berkembang penuh pembentukan tunasnya sangat lambat.
• Stek yang berasal dari jaringan juvenil lebih mudah membentuk akar dibandingkan dengan jaringan
tua (in vivo). Hal yang sama juga berlaku untuk in vitro (tanaman berkayu dan semak, eksplan
yang diisolasi dari jaringan juvenil lebih baik dari fase yang lainnya).

Anda mungkin juga menyukai