Kelas : AET 1 Manajemen perbenihan dan produksi benih
Teknik Perbanyakan Tanaman Dengan Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk memisahkan/mengisolasi
bagian dari tanaman seperti sel, jaringan atau organ (daun, akar, batang, tunas dan sebagainya) serta membudidayakannya dalam lingkungan yang terkendali [secara in vitro] dan aseptik sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri/beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teknik kultur jaringan berkembang dari adanya teori totipotensi sel oleh Schwann dan Schleiden, tahun 1838 yang menyatakan didalam masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetik dan sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai. Hal ini didukung penemuan zat pengatur tumbuh oleh Skoog dan Miller, tahun 1957, penemuan bahwa regenerasi tunas dan akar secara in vitro dikendalikan secara hormonal oleh zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin. Teknik kultur jaringan jika dilihat dari bahan eksplan yang digunakan terbagi menjadi tujuh tipe yaitu sebagai berikut: 1. Kultur Meristem Meristem merupakan bagian tanaman yang selnya bersifat meristematik dan aktif membelah. Dalam teknik kultur jaringan, meristem ujung tunas biasanya digunakan sebagai bahan eksplan. Kultur meristem ini umumnya menggnakan bahan eksplan sangat kecil. Dengan menggunakan kultur meristem ini maka memungkinkan anakan yang diperoleh lebih stabil dibandingkan melalaui fase kalus. Produksi tanaman tersebut juga bebas fitur. Contoh kultur jaringan ini biasanya diterapkan pada tanaman kentang, tebu, pisang, dan apel. 2. Kultur Ujung Tunas Teknik perbanyakan mikro ini biasanya menggunakan eksplan bahal tunas apikal yang ukurannya sekitar 3-20 mm. Bahan yang digunakan biasanya disertai dengan primordia daun dan jaringan pembuluh. 3. Kultur Embrio Kultur embrio adalah mengkultur embrio zigotik secara in vitro. Embrio zigotik ini diperoleh dari hasil fertilasi antara sel telur dengan inti sel sperma yang terjadi saat fertilisasi gandi tanaman angiospermae. 4. Kultur dan Fusi Protoplasma Protoplasma merupakan sel yang bisa dipisahkan dari dinding selnya secara enzimatik maupaun mekanik. Isolasi protoplasma dan kultur protoplasme ini menjadi dasar dari fusi protoplasma atau hibridisasi in vitro dari dua tanaman induk yang memiliki sifat unggul. Fusi protoplasma terjadi akibat adanya ketidakcocokan pada persilangan buatan konvensional di lapangan sehingga gagal membentuk embrio baru. Hasil dari fusi protoplasma ini akan ditumbuhkan menjadi tanaman utuh yang memiliki sifat dari induk protoplasme tersebut. Teknik ini memungkin terjadinya persilangan antara dua tanaman yang memiliki kekerabatan jauh. Dimana kondisi tersebut sulit dilakukan persilangan secara konvkonvensiona 5. Kultur Mikrospora Mikrospora adalah sel kelamin jantang pada tanaman angiospermae dan bisa didapatkan di bunga tanaman yang masih kuncup. Secara alami, mikrospora akan berkembang menjadi serbuk sari yang berperan dalam perkembangbiakan generatif. Serbuk sari ini nantinya akan menjadi inti sperma 1 dan 2 pada penyerbukan ganda tanaman angiospermae. Namun pada kultur mikrospora, bagian ini dibelokkan arah perkembangannya menjadi embrio bukan serbuk sari. 6. Kultur Kalus dan Kultus Suspensi Kalus adalah kumpulan sel yang berlum terdiferensiasi. Kalus terbentuk pada bekas luka organ tanaman. Secara in vitro kalus akan terentuk pada irisan atau luka dari organ yang dikulturkan. Namun untuk beberapa tanaman, kalus terbentuk pada bagian interior. Pembentukan kalus akan terjadi apabila eksplan ditanam pada media yang mengandung 2,4 D. kalus juga merupakan bahan stok untuk teknik kultur suspensi. Pada kultur suspensi, kalus yang terbentuk akan diambil dan dikulturkan di media cair. Sehingga nantinya akan terbentuk kultur cari. Kalus yang remah akan mudah dilebas dan membentuk kultur sel. Pada perbanyakan melalui kultur in vitro, kultur sel digunakan dalam embriogenesis secara tidak langsung. Namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa anakan hasil kultur sel secara geneik memiliki sifat yang kurang stabil. Maka dari itu, teknik kultur jaringan ini jarang digunakan. 7. Kultur Biji Teknik kultur biji dilakukan untuk tanaman yang bijinya tidak bisa dikecambahkan secara eks vitro. Metode ini juga bisa dilakukan untuk tanaman yang persentasi perkecambahannya sangat rendah. biasanya dilakuakn pada tanaman yang bijinya berukuran kecil dan jumlahnya sedikit atau biji tanpa endosperm. Contohnya biji tanaman anggrek. 8. Kultur tunas adalah perbanyakan tanaman dengan cara merangsang pertumbuhan (proliferasi) tunas aksiler atau lateral yang sudah ada pada eksplan. Memiliki keuntungan diantaranya: paling sering digunakan untuk produksi bibit secara komersial, lebih mudah dilakukan pada banyak jenis tanaman, dan lebih menjamin kestabilan genetik pada bibit tanaman yang dihasilkan. Sebagai contoh tanaman pisang, jati, eucalyptus, dan lain sebagainya. 9. Organogenesis adalah proses pembentukan tunas dari eksplan yang tidak memiliki jaringan meristematik. Tunas yang dihasilkan disebut tunas adventif. Dapat kita terapkan untuk kultur tanaman caladium/keladi, nanas. 10. Emriogenesis somatik adalah proses pembentukan embrio dari jaringan somatik tanaman. Sel-sel somatik berkembang melalui pembelahan sel dan membentuk embrio yang sama dengan embrio zigotik, yaitu mempunyai struktur bipolar yang terdiri dari jaringan meristem tunas dan meristem akar. Semua sel somatik dalam tanaman mengandung seluruh set informasi genetik yang diperlukan untuk berdiferensiasi menjadi tanaman utuh. Perubahan pola ekspresi gen tersebut bisa diinduksi oleh ZPT auksin. Lazim diterapkan pada tanaman kurma ,rumput laut, kelapa sawit, coklat/kakao.