Anda di halaman 1dari 11

DIPONEGORO LAW REVIEW

Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online


di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

PUTUSAN PAILIT ATAS PERUSAHAAN ASURANSI DAN AKIBAT


HUKUMNYA DI INDONESIA ( KAJIAN YURIDIS ATAS
PUTUSAN NO. 10/PAILIT/2002/PN.JKT.PST DAN PUTUSAN MA
NO. 021/K/N/2002 )

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas

Hukum Perdata Dagang

ABSTRAK

Kepailitan adalah suatu sita jaminan umum terhadap aset debitor yang tidak
mampu lagi membayar utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adapun kepailitan
terhadap perusahaan asuransi yang pernah ada di Indonesia yang membawa
dampak perubahan terhadap Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang
Kepailitan yaitu kepailitan terhadap Perusahaan Asuransi Jiwa Manulife Indonesia
yang diputus dengan Putusan No. 10/PAILIT/2002/PN.NIAGA.JKT.PST yang
kemudian dibatalkan dengan Putusan MA No. 021/K/N/2002.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prosedur permohonan
pailit terhadap PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tidak sesuai dengan UU
No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan khususnya Pasal 67 ayat (5) dan Pasal 70
serta tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 20 ayat (1) UU No.
2 Tahun 1992 tenntang Usaha Perasuransian dimana yang memiliki wewenang
untuk meminta pengadilan agar perusahaan asuransi dapat dipailitkan atas dasar
kepentingan umum adalah Menteri Keuangan. Adanya perkara kepailitan terhadap
PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia menimbulkan akibat hukum yaitu lahirnya
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang hal ini dikarenakan UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan
masaih terdapat banyak kelemahan dan belum mengakomodir masalah
kewenangan Menteri Keuangan untuk mempailitkan perusahaan asuransi.
Kata Kunci : Kepailitan, Perusahaan Asuransi, Menteri Keuangan

1
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Abstrak Inggris
Bankruptcy is a general sequestration of the assets of the debtor are no longer
able to pay its debts have matured and can be billed in accordance with Article 2
paragraph (1) of Law No. 37 Year 2004 on Bankruptcy and Suspension of
Payment. The bankruptcy of the insurance company ever in Indonesia, which
brings the impact of changes to the Law. 4 Year 1998 on the bankruptcy of the
Bankruptcy Insurance Company Manulife Indonesia terminated by Decision No.
10/PAILIT/2002/PN.NIAGA.JKT.PST were subsequently canceled by the
Supreme Court No.. 021/K/N/2002.
Based on these results it can be concluded that the bankruptcy procedure
against PT. Life Insurance Manulife Indonesia is not in accordance with Law no.
4 of 1998 on Bankruptcy in particular Article 67 paragraph (5) and Article 70, and
not in accordance with the provisions contained in Article 20 paragraph (1) of
Law no. 2 of 1992 about Insurance Business which has the authority to request the
court to be bankrupt insurance company on the grounds of public interest is the
Minister of Finance. The existence of the bankruptcy case against PT. Life
Insurance Manulife Indonesia legal consequences that birth Law. 37 Year 2004 on
Bankruptcy and Suspension of Payment this is because the Law no. 4 of 1998 on
Bankruptcy masaih there are many disadvantages and yet accommodate the
authority of the Minister of Finance to issue liquidation of insurance company.

Keywords: Bankruptcy, Insurance Companies, Finance Minister

2
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

PENDAHULUAN
Adapun pertimbangan Pemohon
Dalam hal kepailitan perusahaan
pernyataan pailit dalam kasus ini
asuransi, ada beberapa perkara
adalah. Dalam akta perjanjian Usaha
kepailitan terhadap perusahaan
Patungan pada pasal X menyatakan
asuransi yang telah diputus pada
bahwa diantara pemegang saham,
Pengadilan Niaga. Salah satunya yaitu
dalam memperoleh laba dan telah
Putusan Pengadilan Negeri Niaga
mendapatkan suatu surplus untuk
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dibagikan kepada para pemegang
No.
saham untuk tahun pembukuan
10/PAILIT/2002/PN.NIAGA.JKT.PS
perusahaan yang manapun
T tanggal 13 Juni 2002 yang
(sebagaimana dapat dilihat dalam
menyatakan bahwa PT Asuransi Jiwa
Laporan Keuangan yang telah diaudit
Manulife Indonesia (PT. AJMI) pailit.
sehubungan dengan tahun pembukuan
Adanya permohonan pernyataan pailit
yang bersangkutan), semua pihak akan
terhadap PT. AJMI ini disebabkan
mengatur agar PT. AJMI membayar
karena adanya alasan bahwa PT.
deviden sedikitnya sama dengan 30%
AJMI tidak membayar deviden
dari jumlah surplus yang melebihi Rp.
keuntungan perusahaan tahun 1998.
100.000.000,- (seratus juta rupiah)
Permohonan pernyataan pailit
secepat mungkin dianggap praktis
diajukan oleh Paul Sukran S.H
setelah laporan dibuat.
sebagai Pemohon yang berkedudukan
sebagai kurator dari perusahaan yang Berdasarkan Laporan Keuangan
sudah dinyatakan pailit sebelumnya, tahun buku 1999 dan 1998 yang
yaitu PT. Dharmala Sakti Sejahtera, dibuat oleh ERNST YOUNG selaku
Tbk (PT. DSS) dimana PT. DSS ini editor independen, yaitu
memiliki 40% saham dari PT. AJMI “Consolidated Financial Statement
pada tahun 1998. Setelah PT. DSS December 31, 1999 and 1998” telah
pailit, saham PT. AJMI miliknya ditentukan bahwa PT. AJMI telah
dilelang dan dibeli oleh manulife. mendapat surplus dari keuntungan
sebesar Rp. 186.306.000.000,-.

3
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Berdasarkan hal tersebut diatas dan sahamnya yaitu PT. Dharmala Sakti
dengan mengacu kepada Pasal X Akta Sejahtera (DSS) yang kemudian
Perjanjian Usaha Patungan, maka dibatalkan dengan Putusan MA No.
menurut Pemohon, PT. DSS sebagai 021/K/N/2002, merupakan salah satu
pemegang saham sebanyak 40% contoh kasus yang mana perusahaan
berhak mendapat pembagian deviden tersebut dipailitkan tetapi perusahaan
beserta bunganya sebesar 40% x Rp. tersebut masih berada dalam keadaan
55.891.800.000,- yaitu sebesar Rp. solven.
22.356.720.000,- (dua puluh dua juta
tiga ratus lima puluh enam tujuh ratus METODE
dua puluh ribu rupiah). Total
Metode pendekatan yang
kewajiban Termohon kepada
dipergunakan oleh penulis dalam
Pemohon setelah utang deviden itu
penulisan hukum ini adalah yuridis
ditambah dengan bunga yang belum
normatif. Penelitian ini dimaksudkan
dibayarkan sejak 01 Januari 2000
untuk mengkaji secara teoritis-normatif
sampai dengan 30 April 2002 (2 tahun
mengenai prinsip-prinsip dan norma/
4 bulan) dengan perhitungan bunga
pengaturan hukum kepailitan di Indonesia
sebesar 20% pertahun adalah
serta penerapannya.
berjumlah Rp. 32.789.856.000,00
Spesifikasi penelitian yang akan
(tiga puluh dua miliar tujuh ratus
digunakan dalam penulisan hukum ini
delapan puluh sembilan juta delapan
adalah deskriptif analisis. Dikarenakan
ratus lima puluh enam ribu rupiah).
metode yang penulis ambil dalam
Termohon dengan berbagai alasan
penulisan hukum adalah yuridis normatif
berusaha untuk menghindar dari
maka data yang digunakan adalah data
kewajiban membayar deviden tersebut
sekunder yang mencakup :
yang telah diupayakan penagihannya
1. Bahan hukum primer yaitu bahan-
oleh Pemohon.
bahan hukum yang mengikat terdiri
Kasus permohonan pailit terhadap
dari :
PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia
1.1 Undang-Undang No. 4 Tahun
(AJMI) perkara No. 10 /PAILIT
1998 tentang Kepailitan;
/2002 /PN.NIAGA.JKT.PST yang
dimohonkan pailit oleh pemegang

4
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

1.2 Undang-Undang No. 37 Tahun Dalam UUK No. 4 tahun 1998 jo


2004 tentang Kepailitan dan PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang
PKPU; Kepailitan yang berbunyi “debitor yang
1.3 Undang-Undang No. 2 Tahun mempunyai dua atau lebih kreditur dan
1992 tentang Usaha tidak membayar sedikitnya satu utang
Perasuransian yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan dinyatakan pailit dengan Putusan
yang memberikan penjelasan Pengadilan yang berwenang sebagaimana
mengenai bahan hukum primer yang dimaksud pasal 2, baik atas
diantaranya abstrak, hasil-hasil permohonannya sendiri maupun atas
penelitian dan hasil karya dari permintaan seorang atau lebih krediturnya.
kalangan hukum. Dengan berdasar pada pasal 1 ayat 1 UUK
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan No. 4 Tahun 1998 tersebut maka dapat
yang memberikan petunjuk maupun dibuktikan adanya unsur-unsur pokok
penjelasan terhadap bahan hukum yang harus dibuktikan dalam setiap
primer dan sekunder, diantaranya permohonan pailit dan unsur-unsur yang
kamus hukum (Black’s Law dimaksud adalah :
Dictionary).
- Debitor mempunyai dua atau lebih
Metode analisa yang dipergunakan
kreditur ;
oleh penulis adalah metode kualitatif. Data
- Debitor tidak membayar sedikitnya
yang terkumpul melalui kegiatan
satu utang yang telah jatuh waktu dan
pengumpulan data pada akhirnya akan
dapat ditagih ;
dianalisis dan diinterpretasikan untuk
Bahwa sebelum majelis hakim
menjawab atau memecahkan masalah
membuktikan unsur-unsur dalam pasal 1
penelitian.
ayat 1 UUK No. 4 Tahun 1998 yang
HASIL DAN PEMBAHASAN berhubungan dengan permohonan
Pemohon terlebih dahulu majelis akan
A. Prosedur Permohonan Pailit Atas
mempertimbangkan apakah permohonan
PT. Asuransi Jiwa Manulife
Pemohon tersebut dapat diterima oleh
Indonesia.
Majelis tanpa adanya suatu izin dari
Menteri Keuangan untuk mengajukan

5
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

permohonan pernyataan pailit tersebut, pengecualian seperti halnya dengan bank


atau dengan kata lain apakah untuk maupun perusahaan efek.
mengajukan permohonan pernyataan pailit
Adapun dalam perkara ini,
terhadap perusahaan asuransi harus seizin
berdasarkan pertimbangannya yang
dari Menteri Keuangan walaupun hal
dihubungkan satu dengan yang lain berikut
tersebut tidak diajukan dalam eksepsi.
surat bukti maka majelis hakim Pengadilan
Dalam pertimbangannya majelis hakim
Niaga Jakarta Pusat dalam putusannya
menyatakan bahwa dalam pasal 20 ayat 1
Nomor 10/PAILIT/PN.NIAGA/JKT.PST
UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
tertanggal 13 Juni 2002 telah mengabulkan
Perasuransian yang berbunyi “ dengan
permohonan kepailitan yang diajukan oleh
tidak mengurangi berlakunya ketentuan
Pemohon Pailit dalam hal ini adalah
dalam peraturan kepailitan dalam hal
kurator PT. Dharmala Sakti Sejahtera
terdapat pencabutan ijin usaha
kepada Termohon Pailit PT. Asuransi Jiwa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 18,
Manulife Indonesia.
maka Menteri berdasarkan kepentingan
umum dapat memintakan kepada Dengan adanya Putusan Pailit Nomor
Pengadilan agar perusahaan yang 10/PAILIT/PN.NIAGA/JKT.PST
bersangkutan dinyatakan pailit. Merujuk tertanggal 13 Juni 2002 tersebut, PT.
kembali pada pasal 20 ayat (1) UU No. 2 Asuransi Jiwa Manulife Indonesia yang
Tahun 1992 tersebut ternyata tidak ada tidak menerima putusan tersebut kemudian
perkecualian untuk menerapkan Undang- mengajukan gugatan Kasasi ke Mahkamah
Undang Kepailitan terhadap perusahaan Agung secara lisan pada tanggal 19 Juni
perasuransian kecuali apabila perusahaan dan 20 Juni 2002.
asuransi itu telah dinyatakan dicabut ijin
Terhadap perkara kepailitan PT.
usahanya dan untuk kepentingan umum
Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tersebut
baru diperlukan ijin dari Menteri
dengan keberatan yang telah disampaikan
Keuangan. Dengan uraian diatas maka hal
oleh Pemohon Kasasi I dan Pemohon
tersebut menurut majelis hakim telah
Kasasi II yang digunakan sebagai dasar
bersesuaian pula dengan pasal 1 ayat 1
permohonan kasasi, maka Mahkamah
PERPU No. 1 Tahun 1998 yang dalam
Agung Republik Indonesia dalam
pasal 1 UUK tersebut tidak tercantum
putusannya No. 021/K/N/2002 tanggal 5
suatu perusahaan asuransi sebagai

6
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Juli 2002 menyatakan mengabulkan 2002 / PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 13


permohonan kasasi dari para Pemohon Juni 2002 memperlihatkan adanya
Kasasi dan membatalkan putusan persamaan sekaligus perbedaan cara
Pengadilan Niaga No. 10 / PAILIT / 2002 / pandang kedua badan peradilan tersebut
PN. NIAGA.JKT.PST pada Pengadilan yang menyangkut perkara kepailitan PT.
Negeri Jakarta Pusat, tanggal 13 Juni Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.
2002. Adapun pertimbangan hukum Adapun persamaan pandangan dua badan
Mahkamah Agung dalam perkara kasasi peradilan tersebut adalah menyangkut hal-
tersebut adalah sebagi berikut :1 hal sebagai berikut : 2
a. Mengenai keberatan kasasi dari 1. Bahwa pemohon kepailitan PT. AJMI
pemohon Kasasi bahwa Judex factie yaitu Paul Sukran, S.H., adalah selaku
telah salah menerapkan hukum dengan kurator dari PT. DSS yang
tida menerapkan ketentuan pasal 67 berkepentingan untuk mengurus /
ayat (5) Undang-Undang No. 4 Tahun membereskan dan mengumpulkan
1998 dan salah menerapkan Pasal 70 harta pailit.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998. 2. Bahwa sengketa kepailitan tersebut
b. Terhadap keberatan kasasi yang bersumber pada perselisihan
menyatakan Judex factie tidak pembayaran deviden tahun buku 1999
menerapkan ketentuan hukum yang dari PT. AJMI berikut bunga-
tercantum dalam Pasal 6 ayat (3) bunganya kepada PT. DSS yang
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, mengklaim sebagai pemegang saham
Mahkamah Agung berpendapat bahwa pada PT. AJMI sebesar 40% atau
keberatan inipun dapat dibenarkan, setara dengan Rp. 32.789.856.000,00.
karena judex factie telah salah dalam 3. Bahwa PT. AJMI pada tahun 1999
menerapkan hukum. berdasarkan pada laporan keuangan
Adanya putusan Mahkamah Agung yang telah di audit oleh auditor
No. 021/K/N/2002 tanggal 5 Juli 2002 independent per 31 Desember 1999,
yang membatalkan Putusan Pengadilan telah memperoleh kelebihan aktivanya
Niaga Jakarta Pusat No. 10 / PAILIT / sebesar Rp. 186.306.000.000,00.

1
Bagus Irawan, S.H., M.H, Aspek-Aspek Hukum
2
Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, hlm. 165 Ibid, hlm.167

7
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

4. Bahwa PT. AJMI tidak membayar kurator harus terlebih dahulu


uang deviden tahun 1999 tersebut mendapat izin dari hakim pengawas
kepada PT. DSS. sebagaimana ditentukan dalam Pasal
Adapun perbedaan pandangan dari 67 ayat (5) Undang-Undang No. 4
dua badan peradilan tersebut adalah Tahun 1998
sebagai berikut : b. Pengadilan Niaga berpendapat
a. Bahwa Pengadilan Niaga berpendapat sengketa pembagian deviden PT.
bahwa kedudukan pemohon pailit AJMI dengan PT. DSS dapat
sebagai Kreditor adalah sah untuk dibuktikan dengan mudah dan
mengajukan permohonan kepailitan di sederhana melalui bukti-bukti yang
muka pengadilan. Walau untuk diajukan para pihak, sehingga dapat
menghadap di muka pengadilan diselesaikan menurut Undang-Undang
kurator harus terlebih dahulu No. 4 Tahun 1998. Mahkamah Agung
mendapat izin dari hakim pengawas, berpendapat pemeriksaan perkara ini
(Pasal 67 ayat (5) Undang-Undang tidak dapat dilakukan secara
No. 4 Tahun 1998), tetapi berdasarkan sederhana sebagaimana dimaksud
Pasal 70 Undang-Undang No. 4 dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-
Tahun 1998 tidak adanya kuasa dari Undang No. 4 Tahun 1998, sebab
hakim pengawas dalam hal ini bahwa harus dibuktikan terlebih dahulu
kuasa itu diperlukan atau tidak, sengketa tentang apakah memang
ketentuan yang termuat dalam Pasal terdapat deviden tahun 1999 dari PT.
75 dan 76 tidak mempengaruhi sahnya AJMI serta sengketa saham antara PT.
perbuatan yang dilakukan oleh AJMI dengan perusahaan RGA yang
kurator. Perihal kewajiban meminta harus diselesaikan menurut Undang-
nasihat dari panitia Kreditor Undang No. 1 Tahun 1995 melalui
berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang sengketa perkara gugatan biasa di
No. 4 Tahun 1998 kurator tidak terikat Pengadilan Negeri.
oleh nasihat panitia Kreditor.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa B. Akibat Hukum dari Putusan No.
untuk melakukan pengurusan dan atau 10/PAILIT/2002/PN.NIAGA.JKT.P
pemberesan harta pailit, untuk ST dan PUTUSAN MA No.
menghadap dimuka pengadilan, 021/K/N/2002 di Indonesia

8
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Kewajiban Pembayaran Utang yang


Tidak adanya definisi yang jelas selanjutnya akan disebut dengan UUK-
mengenai konsep suatu utang dimana PKPU.
hal tersebut dapat menimbulkan
Sisi positif lahirnya udang-undang
perbedaan penafsiran mengenai
baru kepailitan UUK-PKPU ini adalah
definisi utang itu yang pada akhirnya
adanya penambahan Pasal 2 ayat (5) yang
menimbulkan ketidak pastian hukum
menyatakan bahwa dalam hal debitor
ini menjadi salah satu kelemahan dari
adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998
Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan
tentang Kepailitan. Kekurangan
Usaha Milik Negara yang bergerak
lainnya adalah tidak dimasukkannya
dibidang kepentingan publik, permohonan
perusahaan asuransi sebagai
pernyataan pailit hanya dapat diajukan
perusahaan yang kepailitannya
oleh Menteri Keuangan. Hal tersebut juga
melalui lembaga otoritas yang
sama halnya dengan Pasal 223 yang
berwenang dalam hal ini Departemen
menyatakan bahwa dalam hal debitor
Keuangan. Banyaknya kelemahan-
adalah Bank, Perusahaan Efek, Bursa
kelemahan yang terkandung dalam
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Undang-Undang Kepailitan
Lembaga Penyimpangan dan
menyebabkan kepailitan tersebut
Penyelesaian, Perusahaan Asuransi,
disimpangkan dari tujuan yang
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan
sebenarnya dari kepailitan. 3
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak
Sebagaimana hal-hal yng telah di bidang kepentingan publik , maka yang
diuraikan diatas maka untuk mengatasi dapat mengajukan permohonan penundaan
berbagai kelemahan dari Undang-Undang kewajiban pembayaran utang adalah
No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan maka lembaga sebagaimana dimaksud dalam
lahirlah Undnag-Undang No. 37 Tahun Pasal 2 Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5).
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Sudah seharusnya UUK-PKPU
3
Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H.,C.N, Hukum mengakomodir masalah insolvensi sebagai
Kepailitan (Prinsip, Norma, dan Praktik di
salah satu syarat kepailitan. Jadi bahwa
Peradilan), hlm. 11
salah satu syarat untuk mengajukan
permohonan pernyataan pailit terhadap

9
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

kreditor selain debitor memiliki lebih dari memenuhi syarat kepailitan sesuai
satu kreditor, maka keadaan debitor dengan Pasal 1 ayat (1) UU No. 4
tersebut juga harus dalam keadaan Tahun 1998 tentang Kepailitan.
insolven. Dan dalam Putusan Mahkamah
Agung No. 021/K/N/2002
Berdasarkan adanya kenyataan bahwa
berpendapat bahwa untuk
insolvensi menjadi syarat penting yang
melakukan pemberesan harta
belum diakomodir pada Pasal 2 ayat (1)
pailit dan untuk menghadap
UUK-PKPU maka dapat disimpulkan
pengadilan, kurator harus terlebih
bahwa rumusan Pasal 2 ayat (1) UUK-
dahulu mendpat ijin dari hakim
PKPU belum sejalan dengan asas hukum
pengawas sesuai dengan Pasal 67
kepailitan secara global. Bahwa
ayat (5) dan Pasal 70 UU No. 4
seharusnya rumusan Pasal 2 ayat (1)
Tahun 1998. Dan dalam
tersebut harus mensyaratkan pula
pemeriksaan terhadap perkara
mengenai bahwa sebagain besar utang-
kepailitan PT. Asuransi Jiwa
utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat
Manulife harus dilakukan secara
ditagih tidak mampu dibayar. Artinya,
sederhana sesuai dengan Pasal 6
debitor harus dalam keadaan insolven atau
ayat (3) UU No. 4 Tahun 1998
telah berada dalam keadaan tidak mampu
tentang Kepailitan.
dan berhenti membayar utang-utangnya
kepada para kreditornya.
2. Akibat Hukum dari Putusan
A. KESIMPULAN No. 10/PAILIT/2002/PN.
1. Prosedur Permohonan Pailit Atas NIAGA.JKT.PST dan
PT. Asuransi Jiwa Manulife PUTUSAN MA No.
Indonesia. 21/K/N/2002 di Indonesia.
Permohonan pailit atas PT.
Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Tidak adanya definisi
dikabulkan oleh Pengadilan yang jelas mengenai konsep
Negeri Jakarta Pusat dengan definisi utang menimbulkan
Putusan No. 10 / PAILIT /2002 / ketidak pastian hukum, ini
PN.NIAGA.JKT.PST karena menjadi salah satu kelemahan
permohonan pailit telah dari Undang-Undang No. 4

10
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Tahun 1998 tentang karena itu maka lahirlah


Kepailitan. Kekurangan Undang-Undang No. 37 Tahun
lainnya adalah tidak 2004 tentang Kepailitan dan
dimasukkannya perusahaan Penundaan Kewajiban
asuransi sebagai perusahaan Pembayaran Utang yang
yang kepailitannya melalui selanjutnya akan disebut
lembaga otoritas yang dengan UUK-PKPU.
berwenang dalam hal ini
Departemen Keuangan Oleh
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Irawan, S.H., M.H, Aspek-
Aspek Hukum Kepailitan;
Perusahaan; dan Asuransi.
Dr. M. Hadi Shubhan, S.H.,
M.H.,C.N, Hukum
Kepailitan (Prinsip, Norma,
dan Praktik di Peradilan.

11

Anda mungkin juga menyukai