Amal Jama’i (gerakan bersama) secara bahasa berarti “sekelompok manusia yang
berhimpun bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama.”
Dalam konteks gerakan bersama, tindakan yang diambil oleh setiap anggota sebagai
tambahan dari apa yang telah disebutkan harus berada dalam batas-batas Syar’i.
2. Mempunyai sistem organisasi yang lengkap dan aktivitas dijalankan secara rapi dan
tersusun
Tujuan pengangkatan seorang Ketua dalam suatu organisasi atau jama’ah bukan
semata-mata sebagai lambang, tetapi bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi
dan memudahkan jama’ah untuk bergerak dan bertindak melakukan aktivitas Islami.
3. Tindakan dan kegiatannya sesuai dengan strategi pendekatan yang telah digariskan
oleh jamaah
1. Dustur Ilahi :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-
orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran 3:104)
Dalam ayat ini Allah telah mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah
secara amal jama’i.
2. Perjuangan Islam terlalu berat untuk dipikul secara individual karena perjuangan Islam
bertujuan mengikis habis jahiliyah sampai ke akar-akarnya dan menegakkan Islam
sebagai penggantinya.
Tanpa adanya struktur (tandzim) haraki yang setarap dengan struktur yang dihadapi
(jahiliyah) dalam segi kesadaran, penataan dan kekuatan, tugas perjuangan Islam tak
mungkin dapat dihasung meskipun dengan berpayah-payah dan pengorbanan seluruh
kemampuan.
3. Da’wah secara jama’ah adalah da’wah yang paling efektif dan sangat bermanfaat bagi
Gerakan Islam. Sebaliknya da’wah secara sendirian akan kurang pengaruhnya dalam
usaha menanamkan ajaran Islam pada umat manusia.
4. Beramal jama’i (bergerak secara bersama) akan memperkuat orang-orang yang lemah
dan menambah kekuatan bagi orang-orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja
akan tetap lemah betapapun matangnya batu bata tersebut. Ribuan batu bata yang
berserakan tidak akan membentuk kekuatan, kecuali jika telah menjadi dinding, yaitu
antara batu bata yang satu dengan yang lain telah direkat dan ditata secara rapi.
“Orang Mu’min yang satu dengan orang Mu’min lainnya seperti bangunan yang saling
memperrekat.” (Muttafaq ‘alaih)
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al Maaidah 5:2)
Allah SWT memberikan ganjaran yang besar kepada ibadah yang dilakukan secara
berjamaah seperti shalat berjamaah dan sebagainya.
“Kalian harus berjama’ah karena tangan Allah bersama Jama’ah. Barang siapa melesat
sendirian maka ia akan melesat sendirian di neraka.” (Hadits)
“Sesungguhnya syethan adalah serigala manusia dan serigala itu hanya memakan
kambing yang lepas (dari kawanan).” (Hadits)
“Kalian harus ber-Jama’ah, karena syethan itu bersama orang yang sendirian dan dia
akan lebih jauh terhadap dua orang.” (Hadits)
Jamaah yang ada sekarang adalah jamaah minal muslimin bukan jamaah muslimin.
Artinya, ada jamaah lain yang bergerak dan berdakwah untuk mencapai jamaah
muslimin. Jamaah muslimin adalah khilafah Islamiyah yang tunggal, tidak boleh ada
jamaah setelah berdirinya, karena Nabi Saw. bersabda untuk membunuh satu dari dua
pimpinan jamaah muslimin (khalifah Islamiyah)
Tidak menjadi masalah jika di dalam tubuh Kebangkitan Islam itu terdapat berbagai
amal jama’i, kelompok atau Jama’ah, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri
dalam berkhidmat dan berjuang menegakkan Islam di muka bumi, sesuatu dengan
penentuan sasaran, skala prioritas, sasaran dan tahapannya.
Tidaklah menjadi masalah, apabila hal itu merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan
yang bersifat variatif) bukan ta’addudu ta’arudh (perbedaan yang bersifat kontradiktif).
Asalkan semua pihak ada hubungan kerja dan koordinasi. Sehingga saling
menyempurnakan dan menguatkan. Dalam menghadapi masalah-masalah asasi dan
keprihatinan bersama harus mencerminkan satu barisan, laksana bangunan yang kokoh.
Tetapi yang menjadi masalah adalah jika satu gerakan Islam meluncur-kan makar
terhadap gerakan Islam lainnya. Sehingga musuh itu datang dari dalam tubuh
Kebangkitan Islam itu sendiri.
Tidaklah berbahaya jika terjadi perbedaan pendapat khususnya dalam soal-soal furu’
(cabang) dan sebagian ushul (pokok) yang tidak prinsipil. Tetapi yang berbahaya adalah
perpecahan dan permusuhan yang telah diperingatkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. (QS. Asy-Syura
42:13)
“Barang siapa memisahkan diri dari Jama’ah sejengkal kemudian dia mati maka matinya
adalah (mati) jahiliah”. (Muttafaq ‘alaih)
“Jauhkanlah diri kalian dari tindakan merusak hubungan persaudaraan karena tindakan
itu adalah pencukur (agama)” (HR. Tirmidzi)
“Bacalah al-Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian, tetapi jika kalian
berselisih maka hentikanlah bacaan itu” (Muttafaq ‘alaih)
Artinya bubarlah dan pergilah supaya perselisihan itu tidak berlarut-larut lalu
menimbulkan keburukan. Kendatipun keutamaan membaca al-Qur’an sangat besar,
tetapi Nabi saw. tidak mengizinkan membacanya apabila bacaan itu akan membawa
kepada pertentangan dan perselisihan. Baik perselisihan itu menyangkut qira’at ataupun
menyangkut adab-adab lainnya. Para shahabat diperintahkan agar membubarkan majlis
pada saat terjadinya perselisihan. Sementara itu masing-masing mereka tetap
diperbolehkan berpegang teguh dengan qira’atnya.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok).” (al-Hujurat 49:11)
“Jauhkanlah diri kalian dari prasangka, karena prasangka itu merupakan omongan yang
paling dusta. Janganlah saling mencurigai, saling menghasut, saling iri hati, saling
membenci dan saling membuat makar. Tetapi jadilah Hamba-hamba Allah yang saling
bersaudara”. (hadits)
Ada satu kisah di dalam al-Qur’an yang mengajarkan agar kita senantiasa menjaga
kesatuan. Kisah tersebut ialah kisah Musa as. ketika pergi untuk memenuhi “panggilan”
Allah selama tiga puluh malam kemudian disempurnakan dengan sepuluh sehingga
menjadi empat puluh malam. Selama kepergian tersebut tugas Nabi Musa as. digantikan
oleh saudaranya dan partnernya, Harun as. Selama kepergian Nabi Musa as. inilah, kaum
diuji dengan penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Setelah kembali kepada
kaumnya, Nabi Musa as. dikejutkan oleh penyimpangan besar yang menyentuh esensi
aqidah yang dibawanya dan dibawa oleh semua Rasul sebelum ataupun sesudahnya.
“Hai Harun! Apakah yang menyebabkanmu, waktu engkau melihat mereka sesat, untuk
tidak mengikuti (contoh)-ku? Apakah (dengan sengaja) engkau telah durhaka kepada
perintahku?” (QS. Thaha 20:92-93)
“Ia (Harun) menjawab: Hai anak ibuku, janganlah engkau jambak jenggotku dan
janganlah engkau tarik rambut kepalaku. Sesungguhnya aku takut engkau akan berkata:
“Engkau telah memecah belah Bani Israel dan engkau tidak pelihara perkataanku”. (QS.
Thaha 20:94)
Di dalam jawaban ini kita lihat bahwa Nabi Allah, Harun meminta maaf kepada
saudaranya dengan ungkapan : “Aku takut bahwa engkau akan berkata: engkau telah
memecah belah Bani Israel dan engkau tidak pelihara perkataanku”.
Ini berarti Nabi Harun as. mendiamkan tindakan kemusyrikan besar dan
penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri, demi menjaga kesatuan Jama’ah dan
khawatir akan perpecahannya. Tentu saja kekhawatiran tersebut hanya bersifat
sementara, selama kepergian Musa. Setelah Nabi Musa kembali, kedua Rasul bersaudara
ini bekerjasama dalam menangani krisis yang timbul.
Tujuan-tujuan khusus :
3. Membina masyarakat Islam yang akan mencerminkan dakwah dan peri laku Islam,
agar manusia dapat melihat hakikat Islam yang hanif ini dalam suatu bentuk yang
kongkret di permukaan bumi
4. Mempersatukan umat Islam di seluruh penjuru dunia menjadi satu front kekuatan
dalam menghadapi kekafiran, kemusyrikan dan kemunafikan, sehingga umat ini
didengar perkataannya dan ditakuti gerakannya.