Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PSIKOLOGI

VOLUME 41, NO. 1, JUNI 2014: 60 – 73

Regulasi Emosi dan Kelompok Teman Sebaya


Pelaku Cyberbullying
Mutia Mawardah1, MG. Adiyanti2
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract. Technology that is getting more advanced has not only positive but also negative
impacts. The number of cyberbullying cases keeps increasing as the use of information
technology appliances grows. The subjects of this research were 7th and 8th graders of state
junior high school “S”, who were 12-14 years of age and had been using information
technologies for at least 2 years. The result of this research showed that peer group conformity
and emotional regulation are related to the tendency in them of becoming cyberbulliers as
demonstrated by the F value=106.078 and p<0.01 with an adjusted R-square value of 0.702
(70.2%). Separately, peer group conformity in teenagers has a positive correlation and has an
effect with partial correlation value=0.603 and with an effective contribution=0.637. The
variable of emotional regulation separately has a negative correlation and has no effect with
partial correlation value=-0.092.
Keywords: cyberbullying, emotional regulation, peer group conformity

Abstrak. Teknologi yang pesat, memiliki dampak yang positif, tetapi juga memiliki dampak
negatif. Kasus cyberbullying akan terus meningkat seiring dengan kemajuan dalam
penggunaan perangkat teknologi informasi. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri
“S” kelas VII dan VIII, usia 12-14 tahun, dan menggunakan teknologi informasi minimal 2
tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelompok teman
sebaya dan regulasi emosi dengan kecenderungan menjadi pelaku cyberbullying pada remaja
yang ditunjukkan oleh nilai F=106,078 dan p<0,01, dengan nilai Adjust R Square sebesar 0,702
(70,2%). Secara terpisah kelompok teman sebaya memiliki hubungan positif dan memiliki
pengaruh dengan nilai korelasi parsial=0,603 dan memiliki sumbangan efektif sebesar 0,637.
Variabel regulasi emosi secara terpisah memiliki hubungan negatif dan tidak memiliki
pengaruh dengan nilai korelasi parsial=-0,092.
Kata kunci: cyberbullying, regulasi emosi, kelompok teman sebaya

Remaja1 saat ini merepresentasikan menemukan bahwa 97% dari mereka


generasi pertama yang mau tidak mau menggunakan internet paling tidak satu
harus tumbuh dan berkembang dalam kali dalam seminggu (Raskauskas &
lingkungan di mana kemajuan teknologi Stoltz, 2007). Para remaja juga mengguna-
informasi dan komunikasi merupakan ba- kan perangkat elektronik lainnya seperti
gian yang tidak terpisahkan dari kehidup- telepon selular (ponsel) sebagai media
an sehari-hari. Survei terbaru yang dila- untuk berkomunikasi dengan teman
kukan pada remaja berusia 12-18 tahun sebaya.
Penggunaan teknologi komunikasi se-
1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat dila- perti internet dan telepon seluler (ponsel)
kukan melalui: mutia.mawardah@gmail.com telah meningkat dan terus meningkat
2 Atau melalui: mg_adi@ugm.ac.id

JURNAL PSIKOLOGI 60
REGULASI EMOSI, TEMAN SEBAYA, PELAKU CYBERBULLYING

(Beran & Li, 2005; Li, 2007). Meskipun pribadinya di MySpace. Kemudian Tyler
teknologi komunikasi bermanfaat untuk Clementi, remaja berbakat yang terjun dari
keperluan siswa dalam belajar, namun jembatan George Washington di Manhat-
tidak menutup kemungkinan media tan akibat teman sekamarnya tanpa sepe-
tersebut memiliki dampak negatif seperti ngetahuannya mengekspos video aktivitas
cyberbullying (Cochrane, 2008). pribadinya dengan pasangan gay-nya
William (2012) menyatakan bahwa melalui fasilitas live-streaming.
ada beberapa hal yang dapat disimpulkan Di Jepang, survei yang dilakukan oleh
tentang perkembangan teknologi informa- Dewan Pendidikan di wilayah Hyogo,
si dengan remaja, yaitu; (1) Remaja bere- menunjukkan hasil survei bahwa 10%
volusi dengan perkembangan teknologi siswa sekolah menengah di Jepang menga-
yang signifikan, remaja tidak bisa lepas ku pernah menerima ancaman melalui
dari ponselnya yang berisi media sosial email, situs atau blog. Seorang siswa 18
seperti facebook dan twitter; (2) Teknologi tahun di Kobe, Jepang, melakukan bunuh
meningkatkan kehidupan sehari-hari re- diri setelah teman sekelasnya memajang
maja dengan berbagai macam cara, foto tidak senonohnya di situs dan mengi-
dengan berhubungan dengan siapapun rim email pemerasan. Kementerian Pendi-
tanpa terbatas ruang dan waktu; (3) Kema- dikan di Jepang melakukan evaluasi terha-
juan teknologi yang semakin berkembang dap data kasus bunuh diri remaja selama
dan canggih, memberikan manfaat yang 1999-2005. Sebanyak 16 kasus diselidiki
tidak terbatas sehingga memunculkan ber- ulang karena diduga terkait dengan
bagai dampak yang negatif jika tanpa bullying. Praktik bullying yang kian marak
adanya pengawasan, seperti predator dilakukan lewat media elektronik, teruta-
online, pornografi pada anak, dan pencu- ma telepon selular yang terhubung de-
rian identitas; (4) Dampak negatif lainnya ngan internet, seperti ancaman, ledekan,
yang sangat mendominasi kemajuan dan kekerasan psikologis lainnya dapat
teknologi informasi adalah cybersex dan diterima dengan mudah oleh korban di
cyberbullying; (5) Penyusunan undang- mana dan kapan saja. Markoto adalah
undang teknologi informasi yang dituju- remaja asal Jepang, dia mengaku sering
kan kepada pihak-pihak yang melakukann diteror dengan email berisi ancaman, foto-
tindak kriminalisasi (cybercrime); (6) nya sering dijadikan bahan ejekan, bahkan
Undang-undang yang dibuat mengalami banyak respon yang menyuruhnya meng-
pelanggaran hak anak yang di bawah akhiri hidupnya. Sehingga Markoto me-
umur, karena menghambat kebebasan mutuskan untuk tidak pergi ke sekolah,
berekspresi. Sehingga menjadi hak dan menderita anorexia dan dua kali mencoba
kewajiban orangtua untuk mengarahkan bunuh diri (Wahyu, 2012).
pendidikan anak-anak mereka. Beberapa survei yang dilakukan di
Kasus cyberbullying marak dibicarakan Amerika Serikat, yaitu The American Justice
di media beberapa tahun terakhir, di Departemen Suicide menyatakan bahwa
Amerika beberapa orang remaja memilih setidaknya satu dari empat orang siswa
bunuh diri akibat cyberbullying. Kasus sekolah di seluruh Amerika Serikat pernah
yang terkenal adalah kasus Megan Meier di-bully oleh temannya sendiri. Kemudian
yang memilih menggantung dirinya di hasil penelitian menunjukkan bahwa
kamar akibat kekerasan dan pelecehan bunuh diri adalah penyebab kematian ter-
verbal yang dialaminya melalui account besar di Amerika Serikat, yaitu 4.400 kasus

JURNAL PSIKOLOGI 61
MAWARDAH & ADIYANTI

per tahun. Dan penyebab terbesarnya ada- sehingga orang yang lebih kuat atau
lah karena depresi akibat bullying (Ericson, kelompok dapat mengganggu individu
2001). atau kelompok yang kurang kuat. Perilaku
Bullying memiliki beberapa bentuk, agresif ini berisi ketidakseimbangan ke-
salah satunya yaitu cyberbullying. Cyber- kuasaan baik secara fisik atau secara psi-
bullying bisa diartikan sebagai pencemaran kologis (Camfiled, 2006; Nansel, Overpeck,
nama baik dalam bentuk teks atau gambar Pilla, Ruan, Simons-Morton, & Scheidt,
(termasuk foto dan video) melalui internet, 2001).
ponsel, atau media elektronik lain. Sema- Fokus penelitian bullying lebih banyak
kin maraknya pengguna social networking pada fisik dan perilaku agresif secara
seperti facebook, friendster, twitter dan seba- verbal (Olweus, 1994; Prinstein, Boergers,
gainya membuat banyak orang membuka & Vernberg, 2001). Konsep bullying dan
informasinya. Informasi-informasi pribadi penipuan ini berubah mengikuti perkem-
jika dimanfaatkan oleh orang yang tidak bangan zaman, seperti terdapat agresi
bertanggung jawab bisa disalahgunakan yang dilakukan secara sembunyi-sembu-
(Agatson, Kowalski, & Limber, 2007). nyi seperti bergosip atau menyebarkan
Thompson (Kostiuk & Gregory, 2002) rumor tentang teman sebaya sendiri atau
menggambarkan regulasi emosi sebagai bukan dari kelompok teman sebayanya
kemampuan merespon proses-proses eks- (Crick & Gropeter, 1995).
trinsik dan intrinsik untuk memonitor,
mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi Cyberbullying
emosi yang intensif dan menetap untuk Cyberbullying adalah bentuk bullying
mencapai suatu tujuan. Ini berarti apabila yang terjadi ketika seseorang atau bebera-
seseorang mampu mengelola emosinya pa siswa menggunakan teknologi infor-
secara efektif, maka ia akan memiliki daya masi dan komunikasi seperti email, ponsel
tahan yang baik dalam menghadapi masa- atau pager, pesan teks, pesan singkat, web-
lah. site pribadi, situs jejaring sosial (misalnya
Bullying facebook, twitter, plurk, dan lain-lain), dan
game online, untuk digunakan secara
Berthold dan Hoover (2000) berpenda- sengaja, berulang-ulang dan perilaku yang
pat bahwa perilaku agresi yang dialami tidak ramah yang dimaksudkan untuk
pada masa kecil merupakan manifestasi merugikan orang lain (Belsey, 2007; Lines,
dari gaya hidup yang dikembangkan oleh 2007).
orangtua dan terus berlanjut hingga masa Salah satu faktor terpenting yang
remaja dan dewasa. Olweus dan Alsaker mempengaruhi praktik cyberbullying, yaitu
(dalam Berthold & Hoover, 2000) juga karena bersifat anonimitas, sehingga pela-
mengemukakan bahwa penindasan adalah ku mampu melecehkan atau menggangu
perilaku anti-sosial yang dilakukan oleh korban selama 24 jam. Anonimitas yang
pelajar dan perilaku ini dapat menimbul- terdapat dalam setiap model komunikasi
kan risiko di lingkungan sekolah. elektronik tidak hanya menyamarkan
Bullying adalah perilaku agresif yang identitas namun dapat mengurangi akun-
dimaksudkan untuk menyakiti atau meng- tabilitas sosial, sehingga memudahkan
ganggu orang lain, hal ini terjadi secara pengguna untuk terlibat dalam permusuh-
berulang-ulang dari waktu ke waktu, dan an, tindakan agresif (Li, 2007). Kemudahan
melibatkan ketidakseimbangan kekuatan teknologi memungkinkan pelaku dapat

62 JURNAL PSIKOLOGI
REGULASI EMOSI, TEMAN SEBAYA, PELAKU CYBERBULLYING

menganggu korban kapan saja dan di nar dan akurat tentang realitas dari orang
mana saja (David-Ferdon & Hertz, 2007). lain.
Sangat sedikit yang mengetahui ba-
gaimana risiko secara psikososial dalam Regulasi Emosi
keterlibatan baik pelaku maupun korban Kemampuan mengekspresikan emosi
dalam praktik cyberbullying. Beberapa hasil yang dilakukan baik secara lisan maupun
penelitian menunjukkan bahwa, terdapat tulisan dapat membantu meningkatkan
kemiripan antara bullying secara langsung kesehatan, kesejahteraan psikologis dan
dengan cyberbullying. Ada hubungan kuat fungsi fisik pada seseorang saat mengha-
antara cyberbullying dan ketidakmampuan dapi peristiwa traumatik dalam hidupnya
menyesuaikan diri secara psikososial baik dan membantu mengatasi distres psiko-
pelaku dan korbannya (Finkelhor, logis (Greenberg & Stone, 1992; Mendolia
Mitchell, & Wolak, 2006; Williams, & Kleck, 1993; Strobee, Stroebe, Schut,
Cheung, & Choi, 2000; Ybarra & Mitchell, Zech, & Bout, 2002).
2004a; Ybarra, Alexander, & Mitchell,
Aspek-aspek yang telah diuraikan
2005).
dapat disimpulkan, bahwa aspek-aspek
regulasi emosi adalah sebagai berikut; (1)
Kelompok Teman Sebaya
Pemantauan, yaitu kemampuan ini berhu-
Konformitas terjadi dalam beberapa bungan dengan bagaimana individu terse-
bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek but membuat suatu penetapan akan
kehidupan remaja. Seseorang menampil- langkah apa yang akan digunakan untuk
kan perilaku tertentu karena setiap orang menghadapi segala bentuk emosi dan
lain menampilkan perilaku tersebut biasa- pikirannya (Garber & Dodge, 2004) se-
nya dapat disebut dengan konformitas. hingga dapat lebih dengan jelas memantau
Konformitas dijelaskan dengan sudut pan- emosi yang sedang dihadapi (Thompson
dang yang berbeda-beda. Menurut Brehm dalam Kostiuk & Gregory, 2002); (2)
dan Kassin (1993) mendefinisikan bahwa Penilaian, individu memberikan penilaian
konformitas sebagai tendensi manusia un- baik itu positif dan negatif atas segala
tuk merubah persepsi, opini atau perilaku peristiwa yang dihadapi sesuai dengan
dengan cara yang konsisten dengan norma pengetahuan yang dimilikinya dan bagai-
kelompok. mana menggunakan pengetahuannya ter-
Aspek-aspek konformitas yang dike- sebut untuk menghasilkan apa yang
mukakan oleh Harrold Kelly (Stephan & menjadi harapannya Thompson (Kostiuk
Stephan, 1985) dibagi menjadi dua aspek & Gregory, 2002). Penilaian positif dapat
konformitas, yaitu; (a) Aspek Normatif mengelola emosi secara baik, sehingga
yaitu pengaruh dari kelompok yang me- terhindar dari pengaruh-pengaruh emosi
nyebabkan seseorang individu berperilaku negatif yang membuat individu dapat
conform karena didasarkan pada keinginan bertindak diluar harapannya (Garber &
untuk dapat diterima oleh kelompok; (b) Dodge, 2004); (3) Pengubahan, yaitu peru-
Aspek Informatif, yaitu pengaruh dari bahan emosi ke arah yang lebih baik
kelompok yang menyebabkan seseorang dengan mengubah pengaruh negatif yang
individu dapat berperilaku conform karena masuk menjadi suatu dorongan dalam diri
didasarkan pada keinginan dan kebutuh- agar menjadi individu dengan motivasi
an untuk memperoleh informasi yang be- perubahan ke arah yang positif Thompson
(Kostiuk & Gregory, 2002), dan kemudian

JURNAL PSIKOLOGI 63
MAWARDAH & ADIYANTI

diterapkan dalam perilaku atas respon antara regulasi emosi dengan kecende-
yang dipilihnya (Garber & Dodge, 2004). rungan menjadi pelaku cyberbullying pada
Tujuan penelitian ini adalah untuk remaja.”
mengetahui secara empiris hubungan ke-
lompok teman sebaya dan regulasi emosi Metode
dengan kecenderungan menjadi pelaku
cyberbullying pada remaja. Sedangkan Variabel-variabel dalam penelitian ini
manfaat yang diharapkan dari penelitian terdiri dari variabel tergantung yaitu
ini adalah; (1) Memberikan data empiris kecenderungan menjadi pelaku cyberbully-
tentang hubungan kelompok teman seba- ing dan variabel bebas yaitu kelompok
ya dan regulasi emosi dengan kecende- teman sebaya dan regulasi emosi. Subjek
rungan menjadi pelaku cyberbullying pada yang digunakan berjumlah 90 orang dan
remaja. Sebagai sumbangan pemikiran memiliki ciri-ciri, rentang usia 12-14 tahun
bagi ilmu pengetahuan dan khususnya dan sudah menggunakan teknologi infor-
psikologi serta sebagai bahan kajian bagi masi minimal selama dua tahun.
pihak-pihak yang tertarik meneliti tentang Data penelitian dikumpulkan dengan
cyberbullying; (2) Hasil penelitian ini diha- menggunakan tiga alat ukur yaitu: (1)
rapkan dapat memberikan informasi ten- Skala Kecenderungan Menjadi Pelaku
tang pentingnya kelompok teman sebaya Cyberbullying (2) Skala Kelompok Teman
yang positif dan kemampuan dalam mere- Sebaya dan (3) Skala Regulasi Emosi. Pada
gulasi emosi pada masa remaja. Kelompok skala kecenderungan menjadi pelaku
teman sebaya yang positif dapat diarah- cyberbullying yang berjumlah 50 aitem
kan dengan dukungan dan peran serta dengan subjek penelitian 60 orang, diper-
orangtua dan guru, sehingga praktik cyber- oleh hasil koefisien reliabilitas sebesar
bullying dapat diminimalisir intensitasnya 0,969 dengan jumlah 47 aitem yang sahih.
oleh remaja. Sebaran nomor aitem yang layak dan yang
gugur dapat dilihat pada Tabel 1.
Hipotesis Penelitian
Sedangkan pada skala kelompok te-
Hipotesis Mayor: “Ada hubungan an- man sebaya yang berjumlah 48 aitem
tara kelompok teman sebaya dan regulasi dengan subjek penelitian berjumlah 60
emosi dengan kecenderungan menjadi orang, diperoleh hasil koefisien reliabilitas
pelaku cyberbullying pada remaja”. sebesar 0,955 dengan jumlah 43 aitem
Hipotesis Minor: (1) “Ada hubungan yang sahih sedangkan sebaran nomor
positif antara kelompok teman sebaya aitem yang layak dan yang gugur terlihat
dengan kecenderungan menjadi pelaku pada Tabel 2.
cyberbullying”; (2) “Ada hubungan negatif

Tabel 1
Sebaran Skala Kecenderungan Menjadi Pelaku Cyberbullying Setelah Uji Coba

Aspek Nomor Butir Jumlah


Intimidasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, (26), (27), 28, (29), 30, 31, 32, 33, 34, 35 17
Power 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42 14
Kontinuitas 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50 16
Total aitem 47
Catatan : angka dalam kurung (..) adalah butir yang gugur

64 JURNAL PSIKOLOGI
REGULASI EMOSI, TEMAN SEBAYA, PELAKU CYBERBULLYING

Tabel 2
Sebaran Skala Kelompok Teman Sebaya Setelah Uji Coba

Aspek Nomor Butir Jumlah


Normatif 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, (11), 12, 13, 14, (26), 27, 28, 29, 30, 31, 24
32, 33, 34, 35, 36, 37
Informatif 15, 16, (17), 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 38, 39, 40, (41), (42), 19
43, 44, 45, 46, 47, 48
Total aitem 43
Catatan : angka dalam kurung (..) adalah butir yang gugur

Dan pada skala regulasi emosi yang bel penelitian dilihat dari tabel koefisien
berjumlah 25 aitem dengan subjek peneli- dengan melihat nilai korelasi parsial.
tian berjumlah 60 orang diperoleh koefi-
sien reliabilitas sebesar 0,892 dengan jum-
Hasil
lah 22 aitem yang sahih. Sebaran nomor
aitem yang layak dan yang gugur dapat Penelitian ini membahas tentang
dilihat pada Tabel 3. hubungan antara kelompok teman sebaya
Data yang terkumpul dianalisis de- dan regulasi emosi dengan kecenderungan
ngan menggunakan teknik regresi bergan- menjadi pelaku cyberbullying, deskripsi
da, untuk mengetahui hubungan antara data kecenderungan menjadi pelaku cyber-
dua variabel dan satu variabel tergantung bullying pada penelitian ini menunjukkan
(kelompok teman sebaya dan regulasi rata-rata tingkat kecenderungan menjadi
emosi sebagai variabel bebas dan kecende- pelaku cyberbullying subjek berada dalam
rungan pelaku cyberbullying sebagai varia- kategori tinggi, yaitu sebanyak 43,3% (39
bel tergantung). Untuk pengolahan data, orang) dari total keseluruhan subjek.
perhitungan ini dilakukan dengan meng- Sedangkan kelompok teman sebaya pada
gunakan program SPSS-17 for windows. penelitian ini menunjukkan rata-rata ting-
kat kelompok teman sebaya subjek berada
Dalam melihat hasil analisis data re-
dalam kategori sedang, yaitu 37,8 (34
gresi berganda, pengujian hipotesis mayor
orang) dari total keseluruhan subjek.
dilihat dari tabel model summary dan tabel
Regulasi emosi pada penelitian ini menun-
anova. Untuk pengujian hipotesis minor,
jukkan rata-rata tingkat regulasi emosi
yang menunjukkan hubungan antar varia-
subjek berada dalam kategori sangat
bel penelitian dilihat dari tabel correlations
rendah, yaitu sebanyak 28,8% (26 orang)
dengan melihat nilai korelasi pearson dan
dari total keseluruhan subjek.
untuk menunjukkan pengaruh antar varia-

Tabel 3
Sebaran Skala Regulasi Emosi Setelah Uji Coba

Aspek Nomor Butir Jumlah


Pemantauan 1, 2, 3, 4, 14, 15, 16 7
Penilaian 5, 6, 7, 8, 17, 18, 19, 20 8
Pengubahan 9, 10, 11, 12, 13, 21, (22), (23), (24), 25 7
Total aitem 22
Catatan: angka dalam kurung (..) adalah butir yang gugur

JURNAL PSIKOLOGI 65
MAWARDAH & ADIYANTI

Hasil uji normalitas menunjukkan autokorelasi.


sebaran yang normal pada skala kecende- Uji heterokedastisitas adalah asumsi
rungan pelaku cyberbullying dengan koe- dalam regresi di mana varians dari resi-
fisien Z-ks=1, 352 dan p>0,05. Pada skala dual tidak sama untuk satu pengamatan
kelompok teman sebaya juga menunjuk- ke pengamatan yang lain. Gambar 1
kan sebaran yang normal dengan koefi- adalah hasil uji heteroskedastisitas dalam
sisen Z-ks=1,293 dan p>0,05. Pada skala penelitian.
regulasi emosi menunjukkan sebaran nor-
Tampak pada Gambar 1 bahwa model
mal dengan koefisien Z-ks=1,345 dan p>
penelitian tidak mempunyai gangguan
0,05. Dengan hasil uji normalitas yang
heteroskedastisitas karena tidak ada pola
demikian, maka uji asumsi normalitas
tertentu pada grafik. Titik-titik pada grafik
untuk ketiga skala terpenuhi dengan
relatif menyebar baik di atas sumbu nol
distribusi yang normal.
maupun di bawah sumbu nol.
Hasil uji multikolineritas dalam pene-
Uji hipotesis mayor ”ada hubungan
litian ini akan dilihat nilai Value Inflation
antara kelompok teman sebaya dan regu-
Factor (VIF), dari hasil analisis variabel
lasi emosi dengan kecenderungan menjadi
kelompok teman sebaya dan variabel
pelaku cyberbullying pada remaja”. Hasil
regulasi emosi memiliki nilai VIF=3,486
analisis regresi menunjukkan bahwa
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak
variabel antara kelompok teman sebaya
terjadi multikolineritas, karena memiliki
dan regulasi emosi secara bersama-sama
nilai VIF tidak melebihi nilai 10.
memiliki hubungan yang signifikan de-
Hasil uji autokorelasi, untuk mende- ngan kecenderungan menjadi pelaku
teksi gejala autokorelasi, menggunakan uji cyberbullying, yaitu dengan nilai F=106,078
Durbin-Watson (DW). Uji ini menghasil- dan p<0,01, dengan nilai Adjust R Square
kan nilai DW hitung (d) dan nilai DW tabel sebesar 0,702=70,2%. Berdasarkan hasil
(dL & dv). Dari hasil yang sudah dihitung, analisis tersebut, maka hipotesis mayor
maka nilai DW=1,858, nilai du=1,61, nilai “ada hubungan antara kelompok teman
dL=1,70 sehingga pengujian 1,61<1,858<2,3 sebaya dan regulasi emosi dengan kecen-
menunjukkan tidak ada masalah

Gambar 1. Uji Heterokedastisitas

66 JURNAL PSIKOLOGI
REGULASI EMOSI, TEMAN SEBAYA, PELAKU CYBERBULLYING

derungan menjadi pelaku cyberbullying pelaku cyberbullying subjek penelitian ada-


pada remaja” diterima. lah aspek pemantauan yang memberikan
Hipotesis minor pertama berbunyi sumbangan sebesar 48,3%. Hal ini menun-
“ada hubungan positif antara kelompok jukkan bahwa aspek informatif dan aspek
teman sebaya dengan kecenderungan pemantauan memiliki pengaruh paling be-
menjadi pelaku cyberbullying pada rema- sar dan dapat berfungsi sebagai prediktor
ja”. Berdasarkan hasil uji analisis variabel bagi variabel kecenderungan menjadi
kelompok teman sebaya dengan kecende- pelaku cyberbullying.
rungan menjadi pelaku cyberbullying me- Hasil screening pada subjek penelitian
nunjukkan hubungan positif yang signifi- menunjukkan sebanyak 37% subjek laki-
kan. Nilai yang diperoleh dari korelasi laki banyak diminati untuk game online
pearson=0,841 dengan p<0,01. Dengan de- dan chat room, kemudian 25% untuk jeja-
mikian hipotesis yang diajukan diterima. ring sosial, 21% untuk browsing, 10% untuk
Dalam analisis regresi berganda, terbukti email dan 7% untuk menggunakan blog.
bahwa variabel kelompok teman sebaya Untuk subjek perempuan sebanyak 25%
secara signifikan berpengaruh terhadap diminati untuk jejaring sosial, kemudian
variabel kecenderungan menjadi pelaku 23% untuk chat room, 20% untuk browsing,
cyberbullying, dengan nilai korelasi parsial 14% untuk blog, 12% untuk email dan 6%
=0,603 dan memiliki sumbangan efektif untuk menggunaan game online. Secara
sebesar 0,637. keseluruhan subjek laki-laki dan perem-
Hipotesis minor kedua berbunyi “ada puan menunjukkan bahwa sebanyak 25%
hubungan negatif antara regulasi emosi subjek penelitian menggunakan jejaring
dengan kecenderungan menjadi pelaku sosial, kemudian 21% untuk penggunaan
cyberbullying pada remaja”. Berdasarkan browsing, 19% untuk chat room, 12% untuk
hasil uji analisis variabel regulasi emosi blog dan game online, dan 11% penggunaan
dengan kecenderungan menjadi pelaku email. Secara keseluruhan dapat dilihat,
cyberbullying menunjukkan hubungan ne- bahwa subjek penelitian baik laki-laki dan
gatif yang signifikan. Nilai yang diperoleh perempuan lebih banyak menggunakan
dari korelasi pearson=-0,737 dengan p<0,01. jejaring sosial dan melakukan browsing.
Dengan demikian hipotesis yang diajukan Saat ini situs jejaring sosial mendominasi
diterima. Namun, dalam analisis regersi trafik internet secara keseluruhan bahkan
berganda, variabel regulasi emosi tidak menguasai 63% trafik internet pada tahun
berpengaruh terhadap variabel kecen- 2009 (Parungky, 2012). Sedangkan brows-
derungan menjadi pelaku cyberbullying ing adalah aktivitas dalam mencari artikel,
karena memiliki nilai korelasi parsial gambar, situs, video, audio, software dan
=-0,092. lain-lain dalam internet untuk mendapat-
kan informasi yang dimaksud.
Hasil analisis tambahan menunjukkan
bahwa aspek kelompok teman sebaya Penelitian lain yang dilakukan oleh
yang memiliki pengaruh paling besar pa- Tarapdar dan Kellett (2011) dengan meto-
da variabel kecenderungan menjadi pela- de survei menunjukkan berbagai macam
ku cyberbullying subjek penelitian adalah hasil tentang praktik cyberbullying di kala-
aspek informatif yang memberikan sum- ngan remaja Eropa, survei yang dilakukan
bangan sebesar 68,7%. Dan aspek regulasi meliputi; (1) Frekuensi cyberbullying yang
emosi yang memiliki pengaruh paling be- dilakukan oleh remaja, ditemukan hasil
sar pada variabel kecenderungan menjadi 24% tidak tahu, 5% selalu, 16% sering, 17%

JURNAL PSIKOLOGI 67
MAWARDAH & ADIYANTI

kadang-kadang, dan 39% sekali atau dua 64% digunakan untuk media sosial, 69%
kali. Dari hasil tersebut nilai tertinggi pada penggunaan email, 70% untuk mengirim-
frekuensi cyberbullying yang dilakukan kan pesan pendek (SMS), 73% penggu-
sekali atau dua kali. Walaupun praktik naan internet di sekolah, 90% digunakan
cyberbullying dilakukan sekali atau dua untuk ponsel, dan 89% penggunaan
kali, tetapi praktik ini berkesinambungan, internet di luar sekolah. Penggunaan
sehingga dengan frekuensi yang jarang telepon seluler memiliki hasil survei yang
tetapi tetap memiliki dampak jika dilaku- tinggi, hal ini karena fitur yang dimiliki di
kan secara kontinyu. (2) Bentuk-bentuk ponsel mengalami kemajuan yang pesat,
praktik cyberbullying yang dilakukan oleh sehingga kemudahan dalam mengakses
pelaku cyberbullying untuk menyerang segala informasi sangat mudah dilakukan
korban, ditemukan hasil 28% email, 27% dan digunakan oleh kalangan remaja.
SMS, 17% missed called, 14% menyebarkan Hasil penelitian tentang praktik cyber-
foto dan informasi tanpa izin pemilik, 7% bullying berdasarkan etnik yang dilakukan
mengucilkan, dan 7% membuat website oleh Paine (2009) terhadap remaja, dite-
forum untuk membenci seseorang. Hasil mukan hasil 15% oleh etnik China, 11%
survei menunjukkan 28% bentuk praktik oleh etnik kulit putih Inggris, 13% oleh
cyberbullying yaitu menyerang korban etnik kulit putih Irlandia, 24% oleh etnik
melalui email yang berisi teror dan ancam- kulit putih lainnya, 11% oleh etnik asia, 7%
an-ancaman. (3) Lokasi yang dipilih pela- oleh etnik kulit hitam, dan 19% oleh etnik
ku cyberbullying dalam melakukan prak- campuran. 24% dari etnik kulit putih lain-
tiknya, ditemukan hasil 53% praktik nya adalah nilai survei tertinggi praktik
dilakukan di luar sekolah, 3% dilakukan di cyberbullying yang dilakukan.
dalam sekolah, dan 44% dilakukan di
dalam dan di luar sekolah. Dari hasil
tersebut, terlihat bahwa 53% praktik Diskusi
cyberbullying dilakukan di luar sekolah, hal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ini memberikan rasa bebas kepada pelaku
kelompok teman sebaya merupakan salah
dalam melakukan tindakannya, agar
satu faktor yang memberikan pengaruh
terhindar dari hukuman di sekolah jika
terhadap tinggi rendahnya kecenderungan
pihak sekolah telah mengetahui perbuat-
pelaku cyberbullying. Konformitas dalam
annya, sehingga remaja lebih memilih
penelitian ini dapat diartikan perubahan
untuk melakukannya di luar sekolah. (4)
atau penyesuaian persepsi, keyakinan dan
Waktu yang dipilih untuk melakukan
perilaku karena adanya tuntutan maupun
praktik cyberbullying, ditemukan hasil 66%
tekanan dari kelompok. Tuntutan tersebut
dilakukan di rumah, 16% pada saat
dapat berupa tuntutan normatif dan
perjalanan, 12% pada saat jam makan
informatif (Worchel & Cooper, 1983).
siang, 9% pada saat jam istirahat, dan 3%
Remaja harus dapat menyeleksi pergaulan
selama jam pelajaran. Nilai survei tertinggi
lingkungannya, sehingga konformitas
pada praktik cyberbullying yang dilakukan
yang terbentuk adalah konformitas yang
di rumah, dengan ciri khas cyberbullying
positif, karena akan berdampak baik
yang dilakukan tanpa batas tempat dan
untuk dirinya, sebaliknya jika konformitas
waktu, membuat pelaku lebih merasa
ini tidak bisa diartikan secara baik, maka
aman melakukannya di rumah. (5) Rata-
konformitas ini akan menjadi salah satu
rata penggunaan teknologi informasi yang
pemicu terjadinya hal-hal yang negatif.
digunakan oleh remaja, ditemukan hasil

68 JURNAL PSIKOLOGI
REGULASI EMOSI, TEMAN SEBAYA, PELAKU CYBERBULLYING

Dalam hasil penelitian ini menunjukkan kelompok teman sebaya merupakan latih-
bahwa konformitas dapat membentuk an seseorang dalam membangun rasa
kecenderungan menjadi pelaku cyber- empati terhadap orang lain dan belajar
bullying pada remaja, dan sebaliknya. Hal menyikapi ketika terjadi proses agresi.
ini sesuai dengan pendapat Ekowarni Ketika perilaku agresi memiliki dampak
(1993), masa remaja merupakan masa tran- yang merugikan, maka perlu diberikan
sisi yang dapat menimbulkan krisis yang pelatihan empati untuk bisa mengatur
ditandai dengan kecenderungan muncul- kembali emosinya (Steflgen, Konig,
nya perilaku yang menyimpang yang Pfetsch, & Melzer, 2011).
dalam kondisi tertentu akan menjadi Cyberbullying berasal dari praktik
perilaku yang mengganggu. Kondisi terse- bullying yang berkelanjutan, dan lingkung-
but, bila disertai lingkungan yang kurang an sekolah adalah tempat berkembangnya
kondusif dan kepribadian yang negatif praktik bullying. Sehingga dengan adanya
dapat menjadi pemicu timbulnya perbuat- lingkungan sekolah yang tidak sehat,
an-perbuatan negatif yang melanggar teman sebaya yang tidak bersahabat, dan
aturan dan norma yang ada di masyarakat pengaturan emosi yang minim membuat
bahkan melanggar hukum. perkembangan praktik bullying semakin
Variabel kelompok teman sebaya me- meningkat menjadi praktik cyberbullying di
miliki sumbangan besar terhadap variabel kalangan remaja. Sehingga diperlukan
kecenderungan menjadi pelaku cyberbully- titik fokus pada penanganan praktik
ing adalah sebesar 63,7%, hasil ini sesuai bullying di sekolah sebelum menangani
dengan hasil penelitian yang dilakukan cyberbullying, karena lingkungan sekolah
oleh salah satu media online Ipsos, yang adalah lingkungan perkembangan sosial
meneliti secara online di 24 negara dengan remaja dengan teman sebayanya, dan
total responden 18.867 warga, dimana sa- remaja banyak menghabiskan waktunya
lah satu hasilnya adalah negara Indonesia dengan teman sebaya (Lester, Cross, &
menduduki persentase yang besar dan Shaw, 2012).
urutan pertama (53%), dimana cyberbully- Keluarga dan teman sebaya merupa-
ing terjadi dalam komunitas teman sebaya kan lingkungan dalam konteks relasional,
mereka (Gottfried, 2012). Sisanya sebesar sehingga baik atau buruknya dampak
36,3% merupakan pengaruh dari faktor yang diterima dalam berhubungan akan
lain, baik itu berasal dari dalam maupun menjadi stimulus bagaimana seorang re-
dari luar diri subjek penelitian yang me- maja bersikap. Kontinuitas yang kuat anta-
mungkinkan memberikan pengaruh terha- ra bullying dan cyberbullying diakibatkan
dap kecenderungan menjadi pelaku cyber- pengawasan dari orangtua yang minim,
bullying pada remaja. sehingga rasa kesepian yang di alami
Keterkaitan tentang praktik cyberbully- remaja, akan dihabiskan bersama teman
ing yang merupakan bentuk agresi, memi- sebayanya. Remaja yang kesepian meng-
liki penurunan rasa empati dan kemam- anggap bahwa pihak pertama yang mela-
puan untuk memahami perasaan orang kukan bullying atas diri mereka adalah
lain. Seorang pelaku cyberbullying akan orangtua mereka sendiri, sehingga hal
menjadi takut menjadi korban dari cyber- tersebut menjadikan remaja lebih nyaman
bullying, karena praktik cyberbullying ada- berada dalam lingkungan teman sebaya
lah proses agresi berbentuk lingkaran (Guarini, Passini, Melotti, & Brighi, 2012).
yang tidak terputus. Berada di dalam

JURNAL PSIKOLOGI 69
MAWARDAH & ADIYANTI

Hasil analisis juga membuktikan tauan orangtua yang minim, permusuhan,


bahwa regulasi emosi berkorelasi secara gejala depresi, rasa empati yang kurang,
negatif dengan kecenderungan pelaku dan pengaruh napza. Dari alasan-alasan
cyberbullying, namun tidak berpengaruh tersebut membentuk pengaturan emosi
terhadap kecenderungan pelaku cyber- yang rendah, sehingga mempengaruhi
bullying pada remaja. Terdapat faktor- kompetensi sosialnya dalam berhubungan
faktor lain di luar regulasi emosi yang dengan orang lain (Low & Esplage, 2013).
memungkinkan berpengaruh terhadap Cyberbullying merupakan bentuk pe-
kecenderungan pelaku cyberbullying pada langgaran, baik korban dan pelaku men-
remaja seperti faktor pengabaian dari dapatkan masalah psikososial, afektif dan
orangtua, pola asuh orangtua, kekerasan akademik. Banyaknya kasus bunuh diri
pada anak, dan obat-obatan yang terlibat yang dilakukan dipicu oleh banyaknya
dalam cyberbullying. Sebagaimana halnya pengalaman cyberbullying. Dampak dari
dengan yang dikemukakan oleh Kostiuk cyberbullying bergantung pada frekuensi
dan Gregory (2002) dalam penelitiannya praktik tersebut, sehingga efeknya sudah
yang menemukan bahwa kombinasi dari menjadi suatu permasalahan serius dalam
kelekatan yang tidak kuat dan perilaku- kesehatan mental masyarakat dan diperlu-
perilaku pola asuh orangtua dapat menye- kan pengelolaan emosi secara baik dalam
babkan anak mengalami ketidakmampuan mengontrol, pemantauan stimulus-stimu-
meregulasi emosi serta terlibat dalam lus yang diterima dan penilaian atas setiap
perilaku-perilaku menganggu. Adanya peristiwa yang dialami (Tokunaga, 2010).
kemampuan mengelola emosi yang baik
dapat membantu seseorang dalam me-
ngontrol dirinya untuk tidak terlibat da- Kesimpulan
lam perilaku yang negatif terutama ketika
Kecenderungan menjadi pelaku cyber-
sedang mengalami masalah dan tekanan.
bullying berhubungan secara positif de-
Ini berarti, kemampuan dalam meregulasi
ngan kelompok teman sebaya, semakin
emosi mempengaruhi kemampuan seseo-
tinggi kelompok teman sebaya maka
rang dalam mengontrol dirinya sehingga
semakin tinggi pula kecenderunan menja-
dengan adanya kemampuan mengontrol
di pelaku cyberbullying, kelompok teman
diri yang baik dapat membuat seseorang
sebaya memiliki pengaruh terhadap ke-
mengarahkan perilakunya dengan baik
cenderungan menjadi pelaku cyberbullying.
dan terhindar dari praktik cyberbullying.
Kemudian kecenderungan menjadi pelaku
Regulasi emosi berperan dalam pem- cyberbullying berhubungan secara negatif
bentukan kompetensi sosial seseorang dengan regulasi emosi, semakin rendah
dalam menjalankan kehidupannya, karena regulasi emosi maka semakin tinggi kecen-
manusia adalah mahkluk sosial yang derungan menjadi pelaku cyberbullying
saling membutuhkan orang lain. Praktik atau semakin tinggi regulasi emosi maka
cyberbullying merupakan proses belajar semakin rendah kecenderungan menjadi
sosial yang maladaftif, sehingga terjadi pelaku cyberbullying, namun regulasi emo-
intimidasi nonfisik (verbal dan relasional). si tidak terbukti berpengaruh terhadap
Alasan yang mendasari praktik cyber- kecenderungan menjadi pelaku cyberbully-
bullying terjadi dikarenakan karena kei- ing.
nginan untuk intimidasi, konflik, peman-

70 JURNAL PSIKOLOGI
REGULASI EMOSI, TEMAN SEBAYA, PELAKU CYBERBULLYING

Saran Kepustakaan

Subjek penelitian diharapkan dapat Agatson, P. W., Kowalski, R., & Limber, S.
memahami kelompok teman sebaya meru- (2007). Students’ perspectives on cyber
pakan salah satu variabel yang dapat bullying. Journal of Adolescent Health,
meningkatkan seseorang untuk menjadi 41(6), S59-S60.
pelaku cyberbullying. Sehingga remaja di- Belsey, B. (2007). ‘Always on? always
harapkan harus berhati-hati dalam berin- aware!’. Diunduh dari: http://www.
teraksi dengan lingkungannya, karena cyberbullying.org/pdf/Cyberbullying_
kelompok teman sebaya dapat mempe- Information.pdf tanggal 30 April 2007.
ngaruhi seseorang menjadi pelaku cyber- Beran, T., & Li, Q. (2005). Cyber-harass-
bullying. ment: a study of a new method for an
Sekolah sebaiknya lebih memberikan old behavior. Journal Educational
pandangan bagaimana pergaulan yang Computing Research, 32(3), 265-277.
baik dan positif dalam lingkungan siswa. Berthold, K. A., & Hoover, J. H. (2000).
Dari hasil penelitian, subjek laki-laki lebih Correlates of bullying and victimi-
banyak bermain game online dan untuk zation among intermediate students in
subjek perempuan lebih banyak menggu- the midwestern USA. Journal of School
nakan jejaring sosial, sehingga diharapkan Psychology Internatioal, 21, 65-78.
pihak sekolah dapat memberikan pan-
Brehm, S. S., & Kassin, S. M. (1993). Social
dangan bagaimana menggunakan internet
psychology second edition. Boston:
dengan sehat.
Houghton Mifflin Company.
Membuat program Embodied Conversa-
Campfield, D. C. (2006). Cyberbullying
tional Agent (ECA) milik Zwaan, Dignum,
and victimization: psychosocial cha-
dan Jonker (2010) yaitu sebuah program
racteristics of bullies, victims and
bagi pelaku atau pun korban yang meng-
bully/Victims (Disertasi). The
alami praktik cyberbullying dengan ban-
University of Montana, Montana.
tuan seseorang teman sebayanya yang di-
sebut dengan agent. Agen tersebut dilatih Cochrane, K. R. (2008). Exploring cyber-
untuk bisa mengatasi berbagai macam bullying in saskatchewan (Tesis
bentuk emosi negatif dari sebab dan akibat unpublished). The University of
praktik cyberbullying yang berdampak pa- Saskatchewan. Sasktoon.
da masa depan pelaku dan korban. Terda- Crick, N. R., & Gropeter, J. K. (1995).
pat tiga tahapan yang dilakukan oleh Relational aggression, gender, and
agen, yaitu; (a) Komunikasi keadaan social psychological adjustment. Child
sosial; (b) Informasi tentang situasi; (c) Development, 66, 710-722.
Memberikan saran praktis tentang bagai- David-Ferdon, C., & Hertz, M. F. (2007).
mana menangani permasalahan. Dalam Youth violence and electronic media:
program ini diharapkan dapat meningkat- similar behavior, different venues?
kan rasa empati kepada teman sebaya. (special issue). Journal of Adolescent
Health, 41(6), S1-S68.

JURNAL PSIKOLOGI 71
MAWARDAH & ADIYANTI

Ekowarni, E. (1993). Kenakalan remaja: Li, Q. (2007). New bottle but old wine: a
suatu tinjauan psikologi. Buletin Psiko- research of cyberbullying in schools.
logi, 2, 24-27. Computers in Human Behavior, 23(4),
Ericson, N. (2001). Addressing the pro- 1777-1791.
blem of juvenile bullying. OJJDP Fact Lines, E. (2007). Cyber-bullying: our kids’
Sheet June 2001 #27. U.S. Department new reality a kids help pone research
of Justice study of kids online. Diunduh dari:
Finkelhor, D., Mitchell, K. J., & Wolak, J. http://www.kidshelpphone.ca/beingth
(2006, Agustus 20). Online victimiza- ereforkids/newsroom/images/CyberB
tion: a report on the nation’s youth. ullying_Report_2007_full.pdf tanggal
Diakses dari: http://www.unh.edu/ 25 September 2007.
crcc/Youth_Internet_info_page.html Low, S., & Espelage, D. (2013). Differen-
Garber, J., & Dodge, K. A. (2004). The tiating Cyberbullying Perpetration
development of emotion regulation and From Non Physical Bullying: Commu-
dysregulation. New York: Cambridge nalities Across Race, Individual, and
University Press Family Predictors. Psychology of Vio-
lence, 3(1), 39-52.
Gottfried, K. (2012). One in Ten (12%)
Parents online, around the world say their Mendolia, M., & Kleck, R. (1993). Effect of
child has been cyberbullied, 24% say they talking about a stressful event on
know of a child who has experienced same arousal: Does What we talk abaout
in their community. Ipsos Global Public make a difference. Journal of personality
Affairs. and social psychology, 64(2), 283-292.

Greenberg, M. A., & Stone , A. A. (1992). Nansel, T. R., Overpeck, M., Pilla, R. S.,
Emotional disclosure about traumas Ruan, W. J., Simons-Morton, B., &
and its relation to health: effect of Scheidt, P. (2001). Journal of American
previous disclosure and trauma seve- Medical Association, 285(16), 2094-2096.
rity. Journal of Personality and Social Olweus, D. (1994). Annotation: bullying at
Psychology, 63(1), 75-84. school: basic facts and effects of a
school based intervention program.
Guarini, A., Passini, S., Melotti, G., &
Journal of Child Psychology and Psy-
Brighi, A. (2012). Risk and Protective
chiatry, 35(7), 1171-1190.
Factors on Perpetration of Bullying and
Cyberbullying. Adam Mickiewicz : Paine, T. (2009). Virtual Violence : Protecting
Bologna. Children From Cyberbullying. Rochester
House, London.
Kostiuk, L. M., & Gregory T. F. (2002).
Parungky, O. (2012). Mengapa situs jejaring
Understanding of emotions and emo-
sosial hampir tidak pernah mengalami
tion regulation in adolescent females
server down?. Diunduh dari: http://ofy.
with conduct problems: a qualitatif
parungky.web.ugm.ac.id/wp-
analysis. The Qualitative Reports, 7(7).
content/uploads/SO-Jejaring-sosial.pdf
Lester, L., Cross D., Shaw, T. (2012). Pro- tanggal 26 Maret 2012.
blem Behaviours, Traditional Bullying
Prinstein, M. J., Boergers, J., & Vernberg,
and Cyberbullying Among Adoles-
E.M. (2001). Overt and relational
cents: Longitudinal Analyse. Edith
aggression in adolescents: social-
Cowan University Research Online.
psychological adjustment of aggres-
Cowan University: Australia.

72 JURNAL PSIKOLOGI
REGULASI EMOSI, TEMAN SEBAYA, PELAKU CYBERBULLYING

sors and victims. Journal of Clinical Diunduh dari: http://inet.detik.com/


Child Psychology, 30(4), 479-491. read/2007/11/13/124743/851873/398/pr
Raskauskas, J., & Stoltz, A. D. (2007). emanisme-via-gadget-bikin-remaja-
Involvement in traditional and elec- bunuh-diri tanggal 17 April 2012.
tronic bullying among adolescents. Willliams, J. L. (2012) Teens, Sexts, &
Developmental Psychology, 43(3), 564- Cyberspace: The Constitutional Impli-
575. cations of Current Sexting & Cyber-
Steflgen, G., Konig, A., Pfetsch, J., & bullying Laws. William & Mary Bill of
Melzer A. (2011). Are Cyberbullies Right Journal, 20(3).
Less Empathic? Adolescent’s Cyber- Williams, K. D., Cheung, C. K. T., & Choi,
bullying Behavior and Empathic Res- W. (2000). Cyberostracism: effects of
ponsiveness. Cyberpsychology, Behavior, being ignored over the internet. Jour-
and Social Networking, 14(11). nal of Personality and Social Psychology,
Stephan, C. W., & Stephan, W. G. (1985). 79(5), 748-762.
Two social psychologies. Ill: The Doriety
Worchel, S., & Cooper, J. (1983). Under-
Press.
standing social psychology. Ill: The
Stroebe, M., Stroebe, W., Schut, H., Zech, Dorsey Press
E., & Bout, J.V. (2002). Does disclosure
Ybarra, M. L., Alexander, C., & Mitchell,
of emotions facilitate recovery from
K.J. (2005). Depressive symptomato-
bereavement? Evidence form two
logy, youth Internet use, and online
prospective studies. Journal of consult-
interactions: A national survei. Journal
ing and clinical psychology, 70(1), 169-
of Adolescent Health, 36, 9-18.
178.
Tarapdar, S., & Kellett, M. (2011). Young Ybarra, M., & Mitchell, K. (2004a). Online
People’s Voices on Cyberbullying : What aggressor/targets, aggressors, and
can age comparisons tell us ?. Diana targets: acomparison of associated
Award, London. youth characteristics. Journal of Child
Psychology and Psychiatry, 45, 1308-131.
Tokunaga, R. S. (2010) Following You
Home From School: A Critical Review Zwaan, J. V. D., Dignum V., & Jonker C.
and Synthesis of Research in Cyber- (2010). Simulating Peer Support For
bullying Victimization. Journal of Com- Victims of Cyberbullying. Delfit
puter in Human Behavior, 26, 277-287. Universitu of Technology,
Netherlands.
Wahyu, F. A. (2012). Premanisme via gad-
get bikin remaja bunuh diri. Detikinet.

JURNAL PSIKOLOGI 73

Anda mungkin juga menyukai