Penanggulangan & Manajemen DBD - All
Penanggulangan & Manajemen DBD - All
BAK
SA
I
T
H U
MODUL PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya serta dukungan berbagai pihak khususnya para ahli/ pakar yang telah berkontribusi
dalam penyusunan Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue ini.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit endemis dan
menimbulkan masalah kesehatan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara - negara tropis
dan subtropis di dunia. Di Asia penyakit ini endemis di negara - negara ASEAN serta di beberapa
negara Asia Selatan seperti; Bangladesh, India, Srilangka dan Maldives dan lain-lain.
Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue ini diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran dan pelatihan bagi seluruh SDM kesehatan khususnya bagi pengelola program
DBD di daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengendalian Demam
Berdarah Dengue.
Saran-saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih menyempurnakan
penerbitan berikutnya.
i
KATA PENGANTAR
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit endemis dengan
angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan daerah terjangkit semakin
meluas hingga mencapai 400 kabupaten/kota dari 474 kabupaten/kota di Indonesia, bahkan
sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan, sehingga salah satu strategi utama
dan paling effektif untuk pengendalian penyakit DBD adalah dengan cara melakukan upaya
preventif dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD, tanpa mengabaikan
peningkatan kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB serta penatalaksanaan kasus.
Penerapan strategi tersebut memerlukan dukungan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan dan ketrampilan memadai melalui pelatihan di setiap jenjang administrasi.
Untuk keperluan pelatihan telah disusun modul Pelatihan Progaram yang terdiri dari 10 materi
sebagai satu kesatuan pembelajaran, yaitu:
B. Materi Inti
1. Epidemiologi DBD
2. Surveilans kasus DBD
3. Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD
4. Tatalaksana Kasus DBD
5. Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus, dan Penanggulangan KLB DBD
6. Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor DBD
7. Perencanaan dan Supervisi Pengendalian DBD
8. Promosi Kesehatan Dalam Pengendalian DBD
C. Materi Penunjang
1. Membangun Komitmen Belajar
2. Rencana Tindak Lanjut dan Pembulatan
Modul ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari buku modul yang telah dicetak pada tahun
2007, dan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi pengelola program
DBD di provinsi maupun kabupaten/kota dalam upaya pengendalian DBD.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas masukan dari berbagai pihak terutama dari para
kontributor serta tim editor yang menjadikan buku modul ini menjadi sempurna dan mudah
dilaksanakan di lapangan.
ii
TIM PENYUSUN
Pelindung
Prof. DR. Dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM & H, DTCE
Pengarah
dr. Rita Kusriastuti, MSc
Kontributor
1. dr. Triyunis Miko (FKM-UI)
2. dra. Sri Kusminarti (Pusat Promkes)
3. dr. Mulya Rahma karyanti, Sp.A (Dep. Ilmu Kesehatan Anak-RSCM
4. drh. Sri Sugiharti, MKes (PPSDM, Kemkes)
5. dr. Binyamin Sihombing, MPH (WHO Indonesia)
6. Dra. Fitri Riyanti, Msi (Subdit Pengendalian Vektor)
7. drh. Sugiarto, Msi (Subdit Pengendalian Vektor)
8. dr. Bangkit Hutajulu, MSc, PH (Subdit Arbovirosis)
9. drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes (Subdit Arbovirosis)
10. dr. Darmawali handoko, M.Epid (Subdit Arbovirosis)
11. dr. Iriani Samad
12. Rohani Simanjuntak, SKM, MKM
13. Subahagio SKM
14. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi
15. Erliana Setaini, SKM, MPH
16. dr. Sri Hartoyo
17. dr. Dauries Ariyanti Muslikhah
18. Suratno
19. Suharyono
Editor
1. dr. Darmawali handoko, M.Epid
2. drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes
3. dr. Sri Hartoyo
iii
DAFTAR SINGKATAN
iv
SDM : Sumber Daya Manusia
SKD : Sistem Kewaspadaan Dini
SOP : Standar Operasional Prosedur
SP : Species
SPM : Standard Pelayanan Minimal
SSD : Syndrome Syok Dengue
STP : Sistim Terpadu Penyakit
T : Teori
TPA : Tempat Penampungan Air
TPK : Tujuan Pembelajaran Khusus
TP-LKMD : Tim Pembina Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
TPU : Tujuan Pembelajaran Umum
TTU : Tempat - tempat Umum
UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
ULV : Ultra Low Volume
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
UPT : Unit Pelaksana Teknis
UPTD : Unit Pelaksana Teknis Daerah
USG : Ultra Sonografi
WI : Widya Iswara
v
DAFTAR ISI
vi
VIII. URAIAN MATERI......................................................................................................... 8
A. Situasi DBD dan Permasalahan DBD di Indonesia ............................................... 8
B. Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD................................................................. 10
IX. KEPUSTAKAAN .......................................................................................................... 15
vii
VI. ALAT BANTU............................................................................................................... 46
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) .................... 46
VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ 47
A. METODE SURVEILANS VEKTOR DBD ............................................................... 47
B. MORFOLOGI, IDENTIFIKASI DAN BIOEKOLOGI VEKTOR DBD ....................... 53
C. METODE PENGENDALIAN VEKTOR ................................................................. 57
D. KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD ..................................................... 60
E. PELAPORAN DAN EVALUASI HASIL PENGENDALIAN VEKTOR .................... 61
IX. KEPUSTAKAAN ......................................................................................................... 63
viii
V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... 88
VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. 88
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) .................... 88
URAIAN MATERI .................................................................................................................. 89
A. MESIN HOT FOGGER .......................................................................................... 89
B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV) .................................................................. 92
C. JENIS DAN APLIKASI INSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR
DBD ....................................................................................................................... 93
MATERI INTI 7 PERENCANAAN DAN SUPERVISI PROGRAM PENGENDALIAN
PENYAKIT DBD.................................................................................................................... 98
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ 98
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ 98
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... 98
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... 98
III. POKOK BAHASAN ..................................................................................................... 98
IV. METODE ..................................................................................................................... 99
V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... 99
VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. 99
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ............................................... 99
VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ 99
A. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD ............................................................. 100
B. PENENTUAN KEGIATAN PENGENDALIAN DBD ............................................... 103
C. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL ....................................................... 107
VIII. KEPUSTAKAAN ........................................................................................................ 110
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Grafik Pertambahan Jumlah kasus DBD sejak tahun 1968 - 2011
Gambar 2 : Grafik Insidens Rate DBD per 100.00 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR)
di Indonesia tahun 2005-2010
Gambar 3 : Grafik Insidens Rate (IR) DBD per Provinsi di Indonesia tahun 2010
Gambar 4 : Virus Dengue
Gambar 5 : Grafik Distribusi Kasus Dengue di Negara-negara Asia Tahun 2000-2009
Gambar 6 : Distribusi IR DBD di Indonesia Tahun 2010
Gambar 7 : Nyamuk Aedes Aegypti
Gambar 8 : Siklus penularan penyakit DBD
Gambar 9 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi NTT Tahun
2005-2009
Gambar 10 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi Kalimantan Timur
tahun 2005-2009
Gambar 11 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi DKI Jakarta tahun
2005-2009
Gambar 12 : Peta Stratifikasi desa/kelurahan DBD di Puskesmas X
Gambar 13 : Grafik rata-rata jumlah penderita DBD di Puskesmas X tahun 2006-2010
Gambar 14 : Contoh Ovitrap
Gambar 15 : Contoh Aspirator
Gambar 16 : Ovarium Aedes sp
Gambar 17 : Dilatasi pada saluran telur (pedikulus) Aedes sp
Gambar 18 : Telur Aedes aegypti
Gambar 19 : Larva Aedes aegypti
Gambar 20 : Pupa
Gambar 21 : Aedes sp
Gambar 22 : Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti
Gambar 23 : Cara menghitung hasil Uji Torniquet
Gambar 24 : Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit
Gambar 25 : Tanda Penyembuhan DBD
Gambar 26 : Contoh Mesin Hot Fogger
Gambar 27 : Contoh Mesin Ultra Low Volume (ULV)
xii
Lampiran 1
121
MATERI INTI 2 : Surveilans Kasus DBD
WAKTU : T 2 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah kerjanya.
122
vektor Sub Pokok Bahasan : praktek bahan ajar
1.Kimiawi
2.Biologi
3.Managemen lingkungan
4.Pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) DBD
5.Pengendalian vektor
terpadu
4 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Kegiatan Ceramah, LCD,
kegiatan pengendalian pengendalian vektor DBD : tanya jawab & komputer &
vektor DBD 1.Kegiatan pengendalian praktek bahan ajar
vektor di tingkat
administrasi
2.Operasional pengendalian
vektor
3.Kegiatan pengendalian
vektor pada KLB DBD
3 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Ceramah, LCD,
pelaporan dan evaluasi Pelaporan dan Evaluasi tanya jawab & komputer &
hasil pengendalian hasil pengendalian vektor : praktek bahan ajar
vektor DBD 1.Pelaporan hasil
pengendalian vektor
2.Evaluasi hasil
pengendalian vektor
123
4.Jenis - Jenis
Pemeriksaan
laboratorium pada
penderita DBD
4 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Kegiatan Ceramah, LCD,
kegiatan pengendalian pengendalian vektor DBD : tanya jawab & komputer &
vektor DBD 1.Kegiatan pengendalian praktek bahan ajar
vektor di tingkat
administrasi
2.Operasional pengendalian
vektor
3.Kegiatan pengendalian
vektor pada KLB DBD
3 Menjelaskan tata laksana Pokok Bahasan : Tata Ceramah, LCD,
DD dan DBD meliputi laksana DD dan DBD: tanya jawab & komputer &
pertolongan pertama oleh 1.Pertolongan Pertama praktek bahan ajar
Masyarakat, oleh petugas Penderita DBD oleh
medis dan paramedis, dan masyarakat.
tatacara rujukan ke 2.Langkah-langkah
Rumah Sakit Pemeriksaan DD dan
DBD
3.Tatalaksana Rujukan
penderita DBD
4.Tatalaksana DD dan
DBD
124
MATERI INTI 6 : Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor
WAKTU : T 2 JPL, PL 4 JPL
125
MATERI INTI 7 : Perencanaan Pengendalian Penyakit DBD.
WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD.
126
MATERI INTI 8 : Promosi Kesehatan dalam program Pengendalian DBD
WAKTU : T 2 JPL, P 2 JPL
127
Lampiran 2
128
14. PERMENKES No. 1575 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan (Bab VI Ps. 380 s/d 390, Ps.458 s/d 460, 466-468)
15. KEPMENKES R.I No.829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Kesehatan Perumahan
(Lampiran C persyaratan kesehatan Lingkungan no.6)
16. KEPMENKES No. 261 Tahun 1998 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
(BAB II Persyaratan H. Tentang vektor penyakit ) .
17. KEPMENKES No. 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
18. KEPMENKES No. 1116 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan (III. Penyelenggaran sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan No. D.1.d)
19. KEPMENKES No. 1457 Tahun 2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota. (P. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit DBD)
20. KEPMENKES No. 1479 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu
(lampiran Jenis-jenis penyakit no.5. bersumber RS. No.21)
21. KEPMENKES No. 131 Tahun 2004 Tentang Sistem Kesehatan Nasional
22. KEPMENKES No. 1091 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. (Lampiran keputusan no urut P.
Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Demam Berdarah)
23. KEPMENKES No. 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit ( Lampiran , Tatalaksana RS, no.5.b.10; VI.C.1.a)
24. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen Kesehatan
2005 - 2009
25. KEPMENKES RI No.1350/MENKES/SK/XII/2001 Tentang Pestisida, DEPKES RI ,
Jakarta Tahun 2004. (Bab 1. Ketentuan Umum Ps.1, Bab III P, BAB II, Ps 2,3, Bab III
Ps 4 s/d7, Bab IV Ps.9 s/d 13, Bab V Ps14 s/d 19, BAb VI Ps. 20, BAB VII Ps 21)
26. PERDA (Peraturan Daerah)
CONTOH :
a. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2044 Tahun 2004 Tentang Satuan
Biaya Untuk Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE), Pengasapan
(Fogging), Operasional ULV, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) Di Provinsi Daerah Ibukota Jakarta
b. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 447 Tahun 2005 Tentang
Penanggulangan Waspada Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Demam Berdarah
Dengue di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
c. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 11 Tahun 2003
Tentang Kewaspadaan Dini Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
d. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 39 Tahun 2004
Tentang Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Lingkungan
Kelurahan Provinsi DKI Jakarta
e. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 115 Tahun 2005
Tentang Antisipasi Perkembangan Situasi Musim Hujan di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
f. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
No. 5681 Tahun 2005 Tentang Penetapan Penggunaan Anggaran Swadana
Puskesmas Untuk Kegiatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
g. Surat Edaran Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 46/SE/2004
Tentang Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-
DBD) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
129
h. Surat Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat Tanggal No.
500/SKR/PKK.PST/IX/94 Kepada Ibu Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Dati I di
Seluruh Indonesia Perihal Penyuluhan dan Motivasi tentang Gerakan PSN-DBD
i. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen
Kesehatan 2005 - 2009
Lampiran 2
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 581/Menkes/SK/VII/1992
TENTANG
PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
yang cenderung meningkat jumlah kasusnya dan penyebarannya, serta
sering menimbulkan kejadian luar biasa dan kematian sehingga menjadi
masalah kesehatan masyarakat;
130
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3447)
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kelima : Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal: 27 Juli 1992
131
LAMPIRAN KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN R.I.
NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992.
TANGGAL : 27 JULI 1992
BAB I
PENDAHULUAN
1. Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan virus dan ditularkan lewat nyamuk
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang cenderung
semakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan Tujuan Keputusan ini adalah memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh
masyarakat, petugas kesehatan dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah
dan membatasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue sehingga terjadinya kejadian
luar biasa/wabah dapat dicegah dan angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan
serendah-rendahnya.
132
BAB III
DASAR HUKUM
4. Undang-undang No.4 tahun 1984 tentang wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara
Tahun 1984 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273).
BAB IV
PENGERTIAN
1. Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam
mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah,
nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae,
lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock).
2. Penderita/tersangka adalah orang sakit dengan tanda-tanda seperti pada butir 1 atau
sekurang-kurangnya panas tanpa sebab jelas dan petichiae atau tanda perdarahan
lainnya.
133
3. Pengamatan penyakit adalah kegiatan mencatat jumlah penderita/tersangka penyakit
demam berdarah dengue menurut waktu dan tempat (wilayah) kejadian, yang
dilaksanakan secara teratur.
9. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik
nyamuk, yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya
tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam
berdarah dengue.
10. Abatisasi adalah penaburan insektisida pembasmi jentik pada tempat penampungan air.
11. Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal termasuk bangunan yang digunakan
untuk usaha kecil seperti warung, toko,industri-rumahan, dan mushola.
12. Tempat umum ialah bangunan untuk pelayanan umum seperti sekolah, hotel/losmen,
asrama, rumah makan, tempat rekreasi, tempat industri/pabrik, kantor, terminal/stasiun,
stasiun pompa bensin, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, dimana
kemungkinan terjadinya penularan tinggi.
13. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah dan/atau Tempat Umum yang tidak
ditemukan jentik, pada pemeriksaan jentik berkala.
14. Desa/kelurahan rawan adalah desa/kelurahan yang dalam 3 tahun yang terakhir
kejangkitan penyakit demam berdarah dengue, atau yang karena keadaan
lingkungannya (antara lain karena penduduknya padat, mempunyai hubungan
transportasi yang ramai dengan wilayah lain), sehingga mempunyai risiko untuk kejadian
luar biasa.
134
BAB V
TANDA-TANDA DAN PENYEBARAN
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
2. Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus yang hidup di kebun).
Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah penderita penyakit
demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang membawavirus itu dalam
darahnya (carier).
3. Virus dengue memperbanyak diri dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk ke
kelenjar liurnya.
4. Jika nyamuk ini menggit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan bersama air
liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut menderita sakit demam
berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan
berada dalam darah selama 1 minggu.
5. Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah
dengue. Ada yang demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan
ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus
dengue selama 1 minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai
wilayah yang ada nyamuk penularnya.
6. seluruh wilayah mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit demam berdarah dengue,
namun tempat yang potensial bagi penyebaran penyakit adalah desa rawan dan tempat
umum.
135
drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot
tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain.
2) Kadang-kadang juga di pelepah daun, lobang pohon, lobang pagar pipa/bambu,
lobang pipa tiang bendera, dan genangan air di talang atap rumah dan lain-lain.
3) Biasanya menggigit pada siang hari.
4) Nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk mematangkan telurnya agar
dapat meneruskan keturunannya.
5) Kemampuan terbangnya 100 meter.
b. Daur hidup:
1) Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biakannya.
2) Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik,kemudian berkembang
menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (perkembang-biakan dari
telur-jentik-kepompong-nyamuk membutuhkan waktu 7-10 hari).
3) Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (yang betina) akan
menggigit (mengisap darah) manusia dan siap untuk melakukan perkawinan
dengan nyamuk jantan.
4) Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat sambil menunggu proses
pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah tumbuh-
tumbuhan atau benda tergantung di tempat yang gelap dan lembab, berdekatan
dengan tempat perkembang biakannya.
5) Siklus mengisap darah dan bertelur ini berulang setiap 3-4 hari.
6) Bila mengisap darah seorang penderita demam berdarah dengue atau carrier,
maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus itu.
7) Umur nyamuk betina rata-rata 2-3 bulan.
BAB VI
UPAYA PEMBERANTASAN
Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara tepat
guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi : (1) pencegahan, (2)
penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3) penyelidikan epidemiologi dan pengamatan
penyakit demam berdarah dengue, (4) penanggulangan seperlunya, (5) penanggulangan
lain dan (6) penyuluhan.
1. PENCEGAHAN
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan Tempat umum dengan melakukan
Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi:
136
Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah dengue
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara sbb:
4. PENANGGULANGAN SEPERLUNYA
137
atau
- ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas
dan ditemukan jentikdilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus interval
1 minggu) disertai penyuluhan di rumah penderita/tersangka dan
sekitarnya dalam radius 200 meter dan sekolah yang bersangkutan bila
penderita/tersangka adalah anak sekolah.
2) Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan insektisida
(2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di seluruh wilayah yang
terjangkit.
c. Langkah Kegiatan
1) Pertemuan untuk musyawarah masyarakat desa dan
RW/Lingkungan/Dusun
2) Penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih
3) Pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/lingkungan/Dusun.
BAB VIII
PEMBINAAN PELAKSANAAN
138
3. Tugas dan Fungsi
POKJANAL DBD mempunyai tugas:
a. Menyiapkan data dan informasi tentang keadaan dan perkembangan Pokja
DBD/POKJANAL DBD, cakupan program serta pencapaian hasil kegiatan.
b. Menganalisa masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi Pokja DBD/POKJANAL DBD.
c. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap pemecahan masalah.
d. Melakukan pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program.
e. Menginformasikan masalah yang dihadapi berdasarkan butir d. Tersebut diatas
kepada instansi/lembaga yang bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah.
f. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada Kepala wilayah/Daerah pada
tingkat pemerintahan yang sama dan kepada POKJANAL DBD pada tingkat
pemerintahan yang setingkat lebih tinggi sekurang-kurangnya setiap 3 bulan.
5. Langkah Kegiatan
a. Analisa situasi penyakit demam berdarah dengue termasuk keadaan nyamuk (jentik)
penular demam berdarah dengue.
b. Stratifikasi desa rawan berdasarkan besarnya masalah penyakit demam berdarah
dengue
c. Penentuan desa rawan yang diprioritaskan sebagai sasaran program.
d. Menyusun rencana kegiatan pemberantasan yang ditetapkan dan disetujui oleh
Kepala Wilayah/Daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing tingkatan
pemerintahan
f. Pemantauan dan evaluasi serta pelaporan
g. Pembinaan dan tindak lanjut.
139
BAB IX
PEMBIAYAAN
Biaya yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dibebankan
kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I, APBD II,
swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah.
BAB X
PENGHARGAAN
Dr, ADHYATMA.MPH.
140
Lampiran 3
Kepada Yth,
Kadinkes Kabupaten/Kota*) ...........................
di .............................................................
Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat seorang pasien (rawat
jalan/rawat inap *)):
Nama : ....................................................................................
Umur : ....................................................................................
Jenis Kelamin : ....................................................................................
Nama orang tua/KK : ....................................................................................
Alamat rumah : Jl. .................................................................No. ........
RT............................................RW............................
Desa/Kelurahan...........................Kecamatan : .......................
Tanggal mulai sakit : ...........................................20.........
Tanggal penegakkan diagnosis : ...........................................20.........
Keadaan penderita saat ini : Hidup/Meninggal*)
..............................................,.................20.......
Kepala/Direksi*.................................
Tembusan : (.......................................................)
Kepada Yth. Ka. Puskesmas
*) Coret yang tidak perlu; **) Bubuhkan tanda check ( ) ; *Rumah Sakit atau tempat perawatan (fasilitas kesehatan)
lainnya
141
Formulir K-DBD
142
LAPORAN BULANAN PENDERITA DD/DBD/SSD DAN PROGRAM PEMBERANTASAN
Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas *) : .............................................................................................
Laporan Bulan/Tahun : .............................................................................................
(1)
Kabupaten/ Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah IR* Jumlah CFR Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Kota/ penderita penderita penderita penderita penderita (%) PE PSN DBD larvasidasi Penyuluhan fogging
Kecamatan/ DD DD yang DBD SSD DBD/SSD PSN DBD focus
Desa/ meninggal yang
Kelurahan*) meninggal
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah G3 Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah desa/ Jumlah desa/ Jumlah Jumlah Jumlah
PJB rumah/ M SMP s.d. daerah KLB kabupaten/ kabupaten/ kecamatan kecamatan kelurahan kelurahan kabupaten/ kecamatan desa/
bangunan bulan ini (desa/ kota/ kota/ endemis endemis kota/ sporadis kelurahan
yang kelurahan/ endemis sporadis sporadis
diperiksa kecamatan/
jentik kabupaten/
Jumlah positif kota*)
Jentik)*
(14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
Jumlah
* Misalnya yang diperiksa 300, positif 25, maka ditulis 300 (25)
*) Coret yang tidak perlu .....................................................................................20.........
G3M SMP : Gerakan 3 M sebelum masa penularan
Kadinkes Propinsi/Kabupaten/Kota/Ka. Puskesmas *)
(......................................................................)
143
Lampiran 4b
Formulir W2-DBD
144
LAPORAN MINGGUAN PENDERITA DD/DBD/SSD
Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas*) : .............................................................................................
Bulan/Tahun : .............................................................................................
Kabupaten/ Minggu*
1 2 3 4 ....... Total
Kota/
Kecamatan/
Desa/ DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD
Kelurahan*)
P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M
Jumlah
(.....................................................................)
Lampiran 5
WI PU/KA/PR *)
LAPORAN KEJADIAN LUAR BIASA
(dilaporkan dalam 24 jam)
Pada tgl/bln/th : ............................./20.............
di Desa/Kelurahan : ...............................................
Kecamatan : ...............................................
kabupaten/Kota : ...............................................
Propinsi : ...............................................
Tersangka penyakit Kolera ❑ Demam Kuning ❑ Demam berdarah ❑ Polio ❑ Penyakit lainnya ❑
Pies ❑ demam bolak-balik ❑ Dengue ❑ Meningtus ❑ Tersangka keracunan ❑
Diarae ❑ Hepateis ❑ Typhus perut ❑ Encehatis ❑
Dipriten ❑ Pertusis ❑ Rabies ❑ Malaria ❑
Anhrax ❑ Tyhus bercak wabah ❑ Campak ❑
dengan gejala Berak-berak ❑ Sakit kepala ❑ Bercak-bercak merah ❑ Sesak napas ❑ Selaput mata kuning ❑ Sakit perut ❑
Muntah-muntah ❑ Lemah/lesu ❑ pada kulit ❑ disertai bunyi ❑ Air seni berwama ❑ perubahan bentuk ❑
Diare mengencer ❑ Mual ❑ leher ❑ Batuk beruntun ❑ spt air teh kental ❑ tinja bentuk ❑
Seperti air ❑ Mimsar ❑ kesadaran ❑ Kelumpuhan ❑ Sember ❑ tinja Lesu ❑
Cenidras ❑ Perdarahan mulut ❑ menurun ❑ Sulit menelan ❑ Permukaan lidah ❑ Pasilo mata ❑
Demam tinggi men ❑ Muntah darah ❑ Shock ❑ Makan ❑ kotor pingirannya merah ❑ Muka ❑
dada dingin panas ❑ Berak darah ❑ Batuk pilek ❑ Sulit bernapas ❑ Kaku kuduk ❑ papus ❑
tenaga kurang ❑ Bercak-bercak merah ❑ Conjuctive ❑ Berkunang ❑ Kejang-kejang ❑ Noda ❑
Batuk darah men ❑ di kulit ❑ photoshop ❑ Muka pucat ❑ Reflex patologis ❑ kekakuan umum di ❑
dadak ❑ menggigil ❑ Sakit wabah ❑ Nyeri otot ❑ porsis kulit melepur ❑ seluruh tubuh ❑
Dengan mendadak ❑ Nyeri ulu hati ❑ malaria ❑ Limpa membesar ❑ Ulous ❑ Sukar jalan Mulut ❑
kulit kuning ❑ Hati membesar ❑ Leher membengkak ❑ perasaan dingin ❑ sukar dibuak ❑
Freg Bab > 3 x IV ❑ dan ingusan ❑ mengisap ❑
Cyanosisi ❑
Tindakan yang telah diambil ! ..................................................
..................................................
..................................................
Catatan
Keterangan 1. Satu kelas formulir ini hanya untuk melaporkan ......................................................20.........
*) Coret yang tidak perlu satu jenis tersangka penyakit keracunan
2. Bila tersangka KI.B tsb terjadi pada beberapa Kepala...................................
tempat (Kelurahan/Desa/Kecamatan/
Kabupaten) tuliskan semuannya pada tempat yang tersedia.
3. Penderita dan kematian tuliskan jumlah keseluruhannya (..................................)
4. Selain melalui Pos. isi laporan Wl ini dapat disampaikan
dengan menggunakan saran: komunikasi cepat yang lain
145
Lampiran 6
Lampiran 7
Form KD/RS-DBD
Kepada Yth
Dinas Kesehatan Kab/Kota .......................................
di ..............................................................................
Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat seorang pasien.
No. Rekam Medik : ..............................................................................
Nama : ..............................................................................
Umur : ........tahun
Jenis Kelamin : L/P*)
Nama orang tua/KK : ..............................................................................
Alamat rumah : Jl..................................................No.telp/HP:........
RT...........................RW/RK....................................
Kelurahan/Desa :....................Kecamatan :............
Tanggal mulai sakit : .........................................................20..................
Tanggal mulai dirawat/diagnosis dibuat : .........................................................20..................
( )
Tembusan :
Kepada Yth : Kepala Puskesmas ________________________
*) : Lingkari yang dipilih
**) : Bubuhkan tanda check ( ? ) pada box
**) : Bubuhkan tanda Check (v) pada box.
Lembar 2: Untuk Keluarga Penderita agar disampaikan ke Puskesmas di daerah tempat tinggalnya
146
Formulir DP-DBD
Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas *) : .............................................................................................
Laporan Bulan/Tahun : .............................................................................................
(1)
No. No. Kode Umur Jenis Kabupaten/ Kecama- Desa/ Alamat Tanggal Tanggal Tanggal Diagnosis Tanggal Tanggal
penderita (tahun) kelamin Kota Tan Kelurahan mulai sakit/ mulai penegak- (DD/ pelaporan keluar
(L/P) demam perawatan kan DBD/ dari tempat /selesai
diagnosis SSD *) perawatan perawatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
147
Hasil pemeriksaan laboratorium Penanggulangan fokus
148
Nama unit pelapor Serologis Tanggal
Keadaan Penyeli-
(RS/tempat Jumlah Nilai Nilai Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal
pulang dikan
perawatan ) trombosit hematokrit hematokrit IgM IgG IgM dan PSN DBD larvasidasi penyulu- fogging fogging
(K/M:) epidemio-
terendah terendah tertinggi (+/-) (+/-) IgG han focus focus
(+/-) logis (PE) siklus 1 siklus 2
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
.....................................................................................20.........
(......................................................................)
Lampiran 9
(Form: P-DBD)
DATA TRIWULAN P2 DEMAM BERDARAH DENGUE
Puskesmas : ........................................
Kab/Kota : .........................................
Propinsi : .........................................
Triwulan : .........................................
Fogging Larvasidasi PJB Angka Bebas Jentik
No Kab/Kota Massal Selektif
Kecamatan/Puskesmas Kel/ Rumah Kel/ Rumah Kel/ Rumah Rumah Sekolah RS/ TTU**)
/ Desa Desa Desa Pusk. Lain
Kelurahan/Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
JUMLAH
*) Coret yang tidak perlu
**) Sebutkan jenis tempat umumnya
Keadaan
Stok Bahan Jumlah Alat Jumlah Baik Rusak
Insektisida
Larvasida Mesin Fog
RDT DBD Mesin ULV besar
Filter Paper Mesin ULV
Dengue Blot Kit portable
Leaflet
Slide DBD
Radio Spot
Film DBD
JUMLAH JUMLAH
149
Lampiran 10
(.......................................................)
150
Lampiran 11
FORMULIR JPJ-1
(.......................................................)
151
Lampiran 12
FORMULIR PJB-1
* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik dibagi
jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.
Kepala Puskesmas,
152
Lampiran 13
FORMULIR PJB-2
* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik dibagi
jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%
(.......................................................)
153
Lampiran 14
FORMULIR PJB 3
* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.
* HI
*CI
*BI
Kepala Subdin PP&PL,
(.......................................................)
154
Lampiran 15
PANDUAN PENUGASAN
SURVEILAN DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD
Penugasan :
1. Sebagai tenaga program DBD di Propinsi, Kab/Kota dan Puskesmas, anda diminta
mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei vektor
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 orang.
3. Fasilitator membagikan alat dan bahan penugasan kepada masing-masing kelompok.
4. Tiap kelompok menyusun rencana kegiatan surveilan DBD (sampel ditentukan secara
acak/sistematic random sampling).
5. Kemudian tiap kelompok mempresentasikan hasil kegiatan tersebut.
B. Praktik Laboratorium/Kelas
1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 orang.
2. Fasilitator membagikan alat dan bahan untuk identifikasi jentik dan nyamuk dewasa
kepada masing-masing kelompok.
3. Fasilitator mencontohkan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound.
4. Peserta melakukan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound seperti
yang dicontohkan oleh fasilitator.
5. Fasilitator mencontohkan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan
mikroskop stereo.
6. Peserta melakukan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan mikroskop
stereo seperti yang dicontohkan oleh fasilitator.
7. Peserta mengidentifikasi jentik dan nyamuk secara mikroskopis! (spesimen dan
mikroskop disediakan oleh fasilitator)
155
BAB I
KURIKULUM
PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirosis group A dan
B yang bermasalah di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya
dan Japanese Encephalitis (JE). Ketiga penyakit tersebut sama-sama ditularkan oleh
gigitan vektor nyamuk tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara lain jenis/spesies
nyamuk penularnya, pola penyebaran, gejala penyakit, tata laksana pengobatan
maupun upaya pencegahannya.
Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta,
dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya
daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB tetapi juga
menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi
antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga,
dan berkurangnya usia harapan penduduk.
Pada tiga tahun terakhir (2008-2010) jumlah rata-rata kasus dilaporkan sebanyak
150.822 kasus dengan rata-rata kematian 1.321 kematian. Situasi kasus DBD tahun
2011 sampai dengan Juni 2011 dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian
sebanyak 142 orang (CFR=0,85%). Dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita
DBD pada perempuan sebesar 50,33% dan laki-laki sebesar 49,67% . Disisi lain angka
kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.
Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target pengendalian DBD
yang tertuang dalam dokumen RPJMN yaitu IR DBD pada tahun 2014 adalah 51/100.000
penduduk, serta ABJ sebesar ≥ 95% dapat dicapai.
IR 2010 :65,70/
100.000 pddk
80
60
IR dan CFR
40
20
0
1968
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
Tahun IR/100.000
CFR(%)
1
B. Filosofi
A. Peran
B. Fungsi
III. KOMPETENSI
2
IV. TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum
B. Tujuan Khusus
V. STRUKTUR PROGRAM
No Materi T P PL JML
A Materi Dasar
Kebijakan pengendalian DBD 2 2
B Materi Inti
1. Epidemiologi DBD 2 2
2. Surveilans Kasus DBD 2 2 4
3. Surveilans dan pengendalian vektor DBD 2 3 5
4. Tatalaksana kasus DBD 1 2 3
5. Penyelidikan Epidemiologi, 1 2 3
Penanggulangan Fokus dan
Penanggulangan KLB DBD
6. Pengoperasian alat dan bahan 2 4 6
pengendalian Vektor DBD.
7. Perencanaan dan supervisi 2 2 4
pengendalian Pengendalian Penyakit
DBD
8. Promosi Kesehatan dalam Pengendalian 2 2 4
DBD
C Materi Penunjang
1. Membangun komitmen belajar 2 2
2. Rencana tindak lanjut & Pembulatan 2 2
Total 16 17 4 37
Keterangan tabel :
T : Teori
P : Penugasan
PL : Praktek Lapangan
1JPL : 45 menit
3
VI. PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA
A. Peserta
B. Fasilitator / Narasumber
1. Fasilitator adalah :
a. Subdit Arbovirosis
b. Subdit Pengendalian Vektor
c. Pusat Promosi Kesehatan
d. Subdit Bina Upaya RS Khusus dan Rujukan
e. Dinkes Provinsi
f. Widya Iswara (WI)
g. Tim Pakar
C. Penyelenggara
4
VII. ALUR PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN
Pembukaan
Penutupan
A. Waktu Pelatihan
B. Kelengkapan Pelatihan
5
IX. MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN
A. Monitoring
Monitoring bertujuan untuk menjaga proses pelatihan berjalan sesuai dengan desain/
modul pelatihan.
B. Evaluasi
XI. SERTIFIKASI
Sertifikat akan diberikan kepada peserta yang telah mengikuti pelatihan dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku :
1. Mengikuti pelatihan/kehadiran sekurang-kurangnya 90% dari alokasi waktu pelatihan.
2. Mendapatkan 1 (satu) angka kredit
6
BAB II
MATERI DASAR
KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DBD
(Waktu : T 2 JPL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Peserta mampu memahami kebijakan dan strategi yang terkait dengan program
pengendalian DBD.
7
B. Pokok Bahasan 2 : Kebijakan Pengendalian DBD
IV. METODE
• Ceramah
• Diskusi & tanya jawab
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
• Copy materi
• Komputer
• LCD
• CD
A. Langkah 1
B. Langkah 2
1. Situasi DBD
8
Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah
kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai
seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan
KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD.
Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777
penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak
1.358 (CFR0,87 %).
9
2. Permasalahan DBD
Peningkatan kasus dan KLB DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Belum ada obat anti virus untuk mengatasi infeksi virus Dengue, maka
memutus rantai penularan, pengendalian vektor DBD dianggap yang
terpenting saat ini.
b. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama pada
kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) meskipun pada umumnya
pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya sudah cukup
tinggi.
c. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap
jenjang administrasi
d. Kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam
pengendalian DBD,
e. Sistem pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai
dengan standard operasional prosedur (SOP),
f. Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian DBD dan
KLB yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti, kepadatan penduduk/
pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, lancarnya transportasi (darat ,
laut dan udara), serta keganasan (virulensi) virus Dengue.
g. Perubahan iklim (climate change) yang cenderung menambah jumlah habitat
vektor DBD menambah risiko penularan.
h. Infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai
i. Letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan
vektor dan pertumbuhan virus.
10
Adapun sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 201-2014
antara lain adalah :
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif-
preventif.
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan,
berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan
yang bertanggung jawab.
a. Visi
Untuk meningkatkan kemampuan penduduk khususnya di daerah endemis
sehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui
perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan.
b. Misi
1) Program pengendalian DBD bertujuan untuk menghentikan dan
mencegah penularan penyakit dari penderita ke orang sehat melalui
pengendalian vektor.
2) Penduduk yang menjadi sasaran program pengendalian termasuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama yang tinggal di
daerah endemis, pimpinan lembaga pemerintah, swasta dan organisasi
kemasyarakatan dan lingkungan tempat pemukiman baik yang ada di
dalam dan di luar rumah agar bebas dari tempat perkembangbiakan
vektor.
c. Tujuan
1) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian
DBD
2) Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan
DBD
3) Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
4) Menurunkan angka kesakitan DBD
5) Menurunkan angka kematian akibat DBD
c. Sasaran
Berdasarkan strategi yang telah dirumuskan, maka sasaran
pengendalian DBD adalah :
1) Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu
tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat
umum, tempat penjual makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas
kesehatan yang secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD mampu
mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari penularan DBD di
dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar di
masyarakat.
2) Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha,
LSM dan organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam
penanggulangan penyakit DBD.
12
3) Penanggungjawab program Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa/Kelurahan mampu membuat dan menetapkan
kebijakan operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
4) SDM bidang kesehatan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa/Kelurahan
5) Kepala wilayah/pemerintah daerah, pimpinan sektor terkait termasuk
dunia usaha, LSM dan masyarakat.
a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans
kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans
laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti
pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans
akibat adanya perubahan iklim (climate change).
c. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa
dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang
terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan
kegiatan 3M Plus :
1) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang
bekas
2) Secara kimiawi dengan larvasidasi
3) Secara biologis dengan pemberian ikan
4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,
memasang kawat kasa dll)
13
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah
terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi
dengan cepat dan tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan
kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya
meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN
serta larvasidasi.
f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan
leaflet atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam
pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini
antara lain dengan COMBI, PLA dsb.
g. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh
sektor kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait
sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES
581/1992 dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja
Operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan
jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.
h. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun
sarana dan prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator
dalam pengendalian DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan
sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader,
Puskesmas sampai dengan pusat.
Indikator DBD ini telah tertuang dalam dokumen RPJMN tahun 2010 -
2014 serta Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010 -
2014 dan Kepmenkes No 828 tahun 2008 tentang petunjuk teknis Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
14
Oleh karena itu karena saat ini pemerintah telah memulai dan terus
mengembangkan kinerja Kementerian/Lembaga berdasarkan indikator kinerja
tersebut diatas, apa yang menjadi target dalam pengendalian DBD harus kita
capai.
Angka kesakitan 55 54 53 52 51
penderita DBD per
100.000 penduduk
IX. KEPUSTAKAAN
15
BAB III
MATERI INTI 1
EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu: T 2 JPL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta latih mampu memahami epidemiologi DBD
IV. METODE
• Ceramah,
• Tanya jawab.
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
16
• Handout (copy materi)
• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol
A. Langkah 1
B. Langkah 2
C. Langkah 3
EPIDEMIOLOGI DBD
1. Gambaran Epidemiologi
a. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi berarti atas,
demos berarti masyarakat, logos berarti ilmu, sehingga epidemiologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejadian di masyarakat.
17
b. Sejarah
KLB Dengue pertama kali terjadi tahun 1653 di Frech West Indies
(Kepulauan Karibia), meskipun penyakitnya sendiri sudah telah dilaporkan di
Cina pada permulaan tahun 992 SM. Di Australia serangan penyakit DBD
pertama kali dilaporkan pada tahun 1897, serta di Italia dan Taiwan pada tahun
1931. KLB di Filipina terjadi pada tahun 1953-1954, sejak saat itu serangan
penyakit DBD disertai tingkat kematian yang tinggi melanda beberapa negara di
wilayah Asia Tenggara termasuk India, Indonesia, Kepulauan Maladewa,
Myanmar, Srilangka, Thailand, Singapura, Kamboja, Malaysia, New Caledonia,
Filipina, Tahiti dan Vietnam.
2. Penyebab Penyakit
Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-
4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil
penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan
kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh
Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4.
E. Protein
M. Protein
C. Protein
+ ssRNA
Spheres
Diameter: 40-60 nm
18
3. Distribusi Penyakit
a. Situasi Global
b. Situasi di Indonesia
Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan
Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi, 440
Kab./Kota. Sejak ditemukan pertama kali kasus DBD meningkat terus bahkan
sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam.
19
Gambar 6 : IR DBD per Provinsi di Indonesia Tahun 2010
a. Vektor DBD
Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
b. Siklus penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut
(viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang
sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya
Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk
bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk
tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke
tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 - 4 hari
(rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang
ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan
berbagai tanda atau gejala lainnya.
20
Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala awal penyakit
tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima hari. Saat-saat tersebut
penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam
siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit
nyamuk. Hal tersebut merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal dari
nyamuk-nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya.
c. Masa inkubasi
d. Host
Gambar 10 : Grafik Pola Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD
di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 - 2009
Gambar 11 : Grafik Pola Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD
di Provinsi DKI Jakarta 2005 - 2009
22
6. Ukuran Epidemiologi
c. Attack Rate
Ukuran epidemiologi pada waktu terjadi KLB, untuk menghitung kasus pada
populasi berisiko di wilayah dan waktu tertentu.
AR = Jumlah kasus
Jumlah populasi berisiko pada waktu tertentu
IX. KEPUSTAKAAN
1. WHO. 1997. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemoragic Fever.
WHO.
2. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes RI. 2005.
Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah di Indonesia. Departemen
Kesehatan RI.
3. Kandun, I N. 2006. Buku Manual Pemberantasan Penyakit (Terjemahan Manual
CDC edisi 17,18).
4. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2006.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan RI.
5. WHO.2009. Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
WHO.
6. WHO. 2010. Comprehensive Guidelines for Perevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. WHO.
23
MATERI INTI 2
SURVEILANS KASUS DBD
(Waktu: T2 JPL, P 2 JPL)
I. Deskripsi Singkat
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melaksanakan surveilans kasus DBD
di wilayah kerjanya.
IV. METODE
• Ceramah
• Tanya Jawab.
24
• Penugasan di kelas
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
• Copy materi
• Lembar kasus dan kunci jawaban
• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol
A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi.
B. Langkah 2
• Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran.
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan materi modul dan memfasilitasi diskusi interaktif (selama
2 JPL).
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok untuk praktek di kelas (setiap
kelompok terdiri dari lebih kurang 6 peserta).
3. Kelompok membahas study kasus yang diberikan fasilitator
1. Tujuan Surveilans
25
e. Menyediakan informasi untuk perencanaan pengendalian DBD
f. Pembuatan kebijakan pengendalian DBD.
2. Pengertian
d. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat
III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut
nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (≤ 20 mmHg) atau
hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi
26
gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun
tekanan darah).
k. Kecamatan Bebas yaitu kecamatan yang tidak pernah ada penderita DBD
selama 3 tahun terakhir dan presentase rumah yang ditemukan jentik kurang
dari 5%.
27
g. Laporan data demografi (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi)
h. Laporan data vektor (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi)
i. Laporan dari Badan Meteorologi & Geofisika provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan tentang curah hujan dan hari hujan
a. Pusat
b. Tingkat Provinsi
28
c) Membuat pedoman teknis operasional surveilans kasus DBD sesuai
dengan pedoman yang berlaku.
d) Menyelenggarakan pelatihan surveilans kasus DBD
e) Pembinaan dan asistensi teknis ke kabupaten/kota
f) Monitoring dan evaluasi
g) Mengembangkan dan melaksanakan surveilans kasus DBD dan
masalah penyakit DBD lokal spesifik.
h) Melakukan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data
serta desinfo secara terus menerus dan berkesinambungan.
i) Menjadi unit pengendalian bila terjadi KLB di wilayah Kabupaten/ Kota
c. Tingkat Kabupaten/Kota
d. Tingkat Kecamatan
1) Puskesmas
a) Pelaksana surveilans kasus DBD nasional di wilayah puskesmas.
b) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah
kasus DBD.
29
c) Melakukan koordinasi survailans kasus DBD dengan praktek dokter,
bidan, swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada diwilayah
kerjanya .
d) Melakukan koordinasi surveilans kasus DBD antar puskesmas yang
berbatasan .
e) Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB DBD di wilayah
puskesmas
f) Melaksanakan surveilans epidemiologi kasus DBD dan masalah
kesehatan spesifik lokal .
a. Strategi Surveilans
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data kasus dilaksanakan secara berjenjang mulai dari
Pukesmas dan jejaringnya (community based), sampai Rumah Sakit
(hospital based), laboratorium kabupaten/kota dan propvinsi dengan
menggunakan form pelaporan demam berdarah yang dikoordinasi oleh dinas
kesehatan kab/kota di tingkat kab/kota atau di dinas kesehatan provinsi di
tingkat provinsi, Kemkes RI untuk masing-masing tingkatan dijelaskan
melalui pokok bahasan selanjutnya
2) Pengolahan dan penyimpanan data
Dilaksanakan disetiap tingkat unit pelaksanakan surveilans
3) Analisis data
Analisis deskriptif dan analitik dilakukan disetiap unit pelaksana surveilans
sesuai dengan kemampuan masing-masing
4) Penyebarluasan informasi
Dilaksakanakan disetiap unit pelaksana surveilans kepada pihak yang
membutuhkan data tersebut
30
Lampiran 16
Form-So
Kepada yth,
RS./ Puskesmas Rawat Inap......................................................
di-
........................................................
PENGOBATAN
-Diinfus/tidak **), tangggal ........................................... Jam ....................
DIAGNOSIS KLINIS:
( ............................................. )
156
Lampiran 17
Studi Kasus 1
Studi Kasus 2
Sepasang suami istri membawa seorang anak laki-lakinya yang berusia 6 tahun ke ruang UGD
RSUD di Kota A pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB, setelah diperiksa oleh dokter
diperoleh data berikut:
Anamnesa
- Seorang anak laki-laki, umur 6 tahun, berat badan 16 kg, datang dengan keluhan
badan panas sejak 3 hari sebelum masuk RS.
- Badan panas tinggi mendadak, terus menerus, tidak menggigil, tidak ada keringat
malam dan tidak kejang, dan kepala terasa nyeri.
- Pasien juga mengeluh perut terasa sakit menyeluruh, tanpa disertai mual dan
muntah, nafsu makan menurun dan badan terasa lemas disertai dengan terlihatnya
bintik - bintik merah pada kulit tangan dan kaki pasien.
Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100 / 70 mmHg
- Nadi : 130 x / menit, reguler, teraba kuat dan cepat
- Suhu : 38,10 C
- Respirasi : 38 x / menit
- Konjungtiva : Hiperemis
- Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor tidak hiperemis,
perdarahan gusi (-)
- Abdomen : Nyeri tekan epigastrium dan hipogastrium
Hepar teraba 2/4 x 1/4, konsistensi lunak, permukaan rata, tepi sulit dinilai
Nyeri ketok (+)
- Ekstremitas : *Superior : Akral teraba hangat, Uji tourniket/ rumple leed (+)
*Inferior : Akral teraba hangat, refleks patologik (-)
Studi Kasus 3
1. Pelatih meminta peserta memperagakan cara melakukan uji bendung (uji tourniket)
2. Pelatih dapat merancang studi kasus tambahan lainya sesuai kebutuhan pelatihan dan target
peserta latih pada saat pelatihan!
158
Lampiran 18
Jumlah
Kesimpulan:
(..................................) (.....................................................)
159
Lampiran 19
PUSKESMAS ...............................
DINAS KESEHATAN KEBAPATEN/KOTA*) ................................
.........................,....................20........
Nomor : ...........................
Lapiran : Hasil Penyelidikan Epidemiologis DBD
Kepada
Yth : Lurah/Kades ...............................
di-
Tempat
Dengan hormat,
Bersama ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan kami di lokasi
penderita dan bangunan di sekitar tempat tinggal penderita DBD:
Nama Penderita : ...........................................................................................
Umur : ...........................................................................................
Nama KK : ...........................................................................................
Alamat : ...........................................................................................
RT : .............. RW : ............... Kel/Desa : ..........................
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, mohon kepada warga masyarakat setempat diminta
untuk berperan serta dan membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan tersebut.
160
Lampiran 20
PUSKESMAS .............................
DINAS KESEHATAN KABUPATEN /KOTA*) ...............................
.........................,..................20........
Nomor :
Lampiran : Hasil Pelaksanaan Penanggulangan DBD
BERITA ACARA
Dengan hormat,
Mengetahui,
Kepala Desa ....... Kepala Puskesmas .......
(............................) (............................................)
NIP.
Tembusan Kepada Yth.
Camat ..........................
161
Lampiran 21
IDENTITIAS PENDERITA
1. Nama :
2. Umur : Th L/P
3. Pekerjaan/sekolah :
4. Alamat Pekerjaan/sekolah :
C. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan / gejala utama yang muncul :
2. Kapan mulai muncul (tgl/jam) :
3. Apa yang dilakukan saat timbul gejala pertama kali ? Sebutkan
a. .............................................................
b.............................................................
c. .............................................................
5. Saat sekarang ini sedang menderita sakit lain (yang sudah didiagnosa oleh tenaga
medis) ?
a. Ya b. Tidak
Bila Ya, sebutkan :...........................................................................
6. Apakah ada anggota serumah juga menderita gejala serupa (tersangka DBD) ?
a. Ada b. Tidak
(Bila ada, lakukan pelacakan dengan form ini)
162
C. SPESIMEN DIPERIKSA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
* Ambil darah dari ujung jari teteskan ke “paper disc” hingga penuh.
D. PEMERIKSAAN JENTIK
1.
2. DLM RMH LUAR
3.
4.
5.
6.
7.
163
Lampiran 22
Soal 1:
Pada akhir bulan Februari 2011 dilaporkan adanya KLB DBD di Kecamatan Labu, yang menyebabkan
20 orang menderita DBD dan dirawat di Puskesmas setempat. Kasus sudah mulai muncul sejak
awal Februari dan terus meningkat sampai bulan Maret 2011. Total sampai akhir Maret adalah
50 kasus dan 2 orang diantaranya meninggal.
Kecamatan Labu terletak di antara perkebunan kelapa dan kebanyakan masyarakat menampung
air hujan karena sumber air bersih jauh dari kampung. Matapencaharian sebagian masyarakat
adalah mengumpulkan kelapa untuk disetor ke pabrik kopra di ibukota kabupaten yang berjarak
kurang lebih 5 km dari kecamatan tersebut. Selain itu masyarakat juga mengumpulkan batok
kelapa untuk dibuat arang.
Selama 5 tahun terakhir tidak ada laporan kasus DBD, biasanya kasus yang banyak ditemuai
adalah diare.
Diskusi :
1. Sebagai petugas pengelola DBD di kabupaten, kegiatan apa saja yang Saudara lakukan
untuk menanggulangi situasi diatas?
2. Apakah situasi di Kecamatan Labu diatas dapat dikategorikan sebagai KLB DBD? Jika
ya apa yang perlu dilakukan?
3. Faktor risiko apa yang kira-kira menjadi sumber penularan DBD di kecamatan Labu
tersebut diatas ?
4. Saran apakah yang Saudara berikan kepada masyarakat untuk menghilangan faktor
risiko penularan terhadap DBD?
164
Lampiran 23
PANDUAN PRAKTIKUM
PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR
a). Pengertian
Pengendalian vektor menggunakan mesin fog adalah metode penyemprotan
udara berbentuk asap (pengasapan/fogging) yang dilakukan untuk
mencegah/mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di rumah
penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya serta tempat-tempat umum (TTU)
misalnya sekolah, kantor dll, yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan
penyakit DBD.
b). Persiapan
1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan
jumlah rumah.
2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada RT,
RW atau Lurah tentang akan dilakukannya fogging diwilayahnya.
3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah rumah atau areal yang akan di
fogging, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, dan Petugas Fogging .
4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan, jerigen dll.
5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll.
6) Siapkan insektisida, bahan pelarut (solar) dan bahan bakar.
c). Pelaksanaan
1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan fogging.
2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan fogging agar tercapai target yang
direncanakan.
3) Petugas fogging melakukan fogging sesuai dengan petunjuk dari kepala regu.
• Fogging dilakukan diseluruh area yang direncanakan, dimulai dari ujung arah
angin.
• Fogging dimulai dari dalam rumah yang paling belakang, keluar melalui pintu
depan kemudian luar rumah dimulai dari ujung arah angin.
• Untuk rumah tingkat dimulai dari lantai atas terus kebawah.
a). Pengertian
Pengendalian vektor menggunakan mesin ULV adalah metode penyemprotan
udara (aerial spraying) berbentuk kabut dengan volume yang sangat kecil (ultra low
volume) dan dilakukan di area yang cukup luas misalnya se RW, se Kelurahan, se
kecamatan atau bahkan seluruh wilayah kota yang sedang terjangkit penyakit DBD.
165
b). Persiapan
1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan
jalan yang dapat dilalui mobil pengangkut ULV.
2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada
RW atau Lurah tentang akan dilakukannya penyemprotan diwilayahnya.
3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah mesin ULV dan areal yang akan
disemprot, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, Pengemudi, Operator dan
Teknisi.
4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan pengangkut ULV, sepeda motor,
jerigen dll.
5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll.
6) Siapkan insektisida dan bahan bakar.
c). Pelaksanaan
1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan penyemprotan.
2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan penyemprotan agar tercapai target yang
direncanakan.
3) Pengemudi menjalankan kendaraan pengangkut ULV sesuai dengan petunjuk kepala
regu dengan kecepatan 5 Km per jam.
4) Operator mengoperasikan mesin ULV dari atas kendaraan.
5) Teknisi membantu operator dan mengatasi gangguan/kerusakan mesin di lapangan.
166
Lampiran 24
Perhitungan
Kebutuhan tenaga & bahan insektisida dalam pengendalian vektor P2DBD
1. Kebutuhan tenaga yang diperlukan, berdasarkan luas wilayah (jumlah rumah/ bangunan
yang akan diliput) dan jumlah alat semprot yang tersedia.
a. Supervisor : 1 orang
b. Regu fogging fokus : 11 orang per 5 mesin fog, yaitu:
- 1 orang kepala regu
- 5 orang penyemprot dan
- 5 orang pembantu penyemprot
c. Tim ULV : 4 orang per 1 mesin ULV, yaitu:
- 1 orang ketua tim
- 1 orang operator
- 1 orang teknisi
- 1 orang pengemudi
167
Bahan pelarut/bahan bakar mesin dan kendaraan::
5 Ha
d. Pengemudi = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus
5 Ha
ULV = Luas sasaran (Ha) x 4 OH x 2 siklus
50 Ha
*) Unit cost (satuan harga) gaji upah setiap petugas disesuaikan dengan standar
masing-masing daerah.
168
Lampiran 25
Lampiran Materi 7 : Perencanaan dan Supervisi
Beberapa cara perhitungan kegiatan-kegiatan pengendalian DBD
1) Fogging fokus
Satuan biaya fogging fokus dihitung sebagai berikut:
Gaji Upah:
a. Upah penyemprot (15 OH x 2 Ki) 30 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Kepala Regu (3 OH x 2 Ki) 6 OH Rp. ........... Rp. ...........
c. Pengemudi (3 OH x 2 Ki) 6 OH Rp. ........... Rp. ...........
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
a1. Solar : 0,5 lt x 300 rm x 2 ki 300 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2. Premium :
a2.1. Ms.fog :0,075 lt x 300 rm x 2 ki 45 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2.2. Kendaraan pengangkut :
20 lt x 2 ki 40 Lt Rp. ........... Rp. ...........
b. Penyelidikan Epidemiologi 1 Pt Rp. ........... Rp. ...........
Perjalanan
a. Penyelidikan Epidemiologi &Penyuluhan
(2 Or x 1 OH) 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Pengawasan Teknis Operasional
b1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
b1. Petugas Kabupaten/Kota 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
TOTAL Rp. ...........
Gaji Upah:
a. Upah penyemprot (50 OH x 2 Ki) 50 OH Rp. ........... Rp. ...........
169
b. Kepala Regu (10 OH x 2 Ki) 20 OH Rp. ........... Rp. ...........
c. Pengemudi (10 OH x 2 Ki)
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
a1. Solar : 10 lt x 50 Ha x 2 ki 1.000 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2. Premium :
a2.1. Ms.fog :1,5 lt x 50 Ha x 2 ki 150 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2.2. Kendaraan pengangkut :
2 Lt x 50 Ha x 2 ki 200 Lt Rp. ........... Rp. ...........
Perjalanan
a. Pengawasan Teknis Operasional
a1. Petugas Puskesmas 10 OH Rp. ........... Rp. ...........
b1. Petugas Kabupaten/Kota 5 OH Rp. ........... Rp. ...........
TOTAL Rp. ...........
1. Gaji Upah:
- Upah Tim Penyemprot (4 OH x 2 Ki) 8 OH Rp. ........... Rp. ...........
2. Bahan
Premium kendaraan pengangkut ULV
(2 x 20 Lt ) 40 Lt Rp. ........... Rp. ...........
3. Perjalanan
a. Pengawasan Teknis Operasional
a1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
b1. Petugas Kabupaten/Kota 1 OH Rp. ........... Rp. ...........
TOTAL Rp. ...........
3) Larvasidasi rumah
Satuan biaya larvasidasi rumah dihitung sebagai berikut:
Satuan Jumlah
Harga Biaya
Uraian Volume Satuan
(Rp.) (Rp.)
Gaji Upah:
170
a Larvasidasi
a1. Petugas : (3000/50 rm x 4 Ki) 240 OH Rp. ........... Rp. ...........
a2. Kepala Regu : (3000/250 rm x 4 Ki) 48 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Penyuluhan/Penggerakan PSN
(2 OH x 4 Ki) 8 OH Rp. ........... Rp. ...........
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
(3000/50 Rmh x 1 Pt) 60 PT Rp. ........... Rp. ...........
Perjalanan :
a. Pengawasan Teknis Ops.
a1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
a2. Petugas Kabupaten 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
Lain-lain
a. Pengangkutan larvasida 25 Kg Rp. ........... Rp. ...........
b. Pelatihan Petugas Larvasidasi
(50 Or x 1 Hr) 50 OH Rp. ........... Rp. ...........
c. Penyelenggaraan PSN 1 PT Rp. ........... Rp. ...........
Jumlah Desa Rp. ...........
4) Larvasidasi sekolah
Satuan biaya larvasidasi sekolah dihitung sebagai berikut:
Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp.) (Rp.)
171
5) Pemeriksaan jentik berkala (PJB)
Satuan biaya PJB dihitung sebagai berikut:
Kegiatan: PJB
(per 100 rmh sampel)
Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp.) (Rp.)
Gaji Upah
a. Petugas : 100/20 rmh x 4 kl 20 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Kepala Regu : 100/100 rmh x 4 kl 4 OH Rp. ........... Rp. ...........
Bahan
a. Bahan pembantu operasional 1 PT Rp. ........... Rp. ...........
Perj. Pengawasan teknis Ops.Kab
a. Petugas Puskesmas : 1 or x 1 kl 1 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Petugas Kabupaten : 1 or x 1 kl 1 OH Rp. ........... Rp. ...........
Jumlah 1 Desa Rp. ........... Rp. ...........
Jumlah
Satuan Harga 1 Desa Rp. ........... Rp. ...........
172
7) Pemantauan jentik oleh Kader/Jumantik
Satuan biaya pemantauan jentik dihitung sebagai berikut:
173
Lampiran 26
INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kab./Kota terjangkit per tahun, Y T
sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus per bulan di Provinsi selama Y T
5 tahun terakhir
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Provinsi
4 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota
5 Peta lokasi Kab/Kota endemis (tinggi, sedang, rendah) dan yang Y T
ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: Kab/Kota endemis, Kecamatan endemis dan jumlah Y T
Puskesmas, non endemis: seluruhnya dan yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada buku catatan kasus DBD per Kab./Kota? Y T
8 Apakah ada laporan kasus dari Kab./Kota lebih cepat melalui jalur lain Y T
di luar laporan K-DBD?
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Provinsi lain ?(cross notification) Y T
10 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai
dilaksanakan PE & Fogging Fokus
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Provinsi & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di Provinsi (stok dana)
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T
174
bagi Kab./Kotauntuk penanggulangan kasus (dan realisasinya)
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Provinsi & Kab/Kota Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan
SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Kab./Kota yang melakukan PJB Y T
2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
3 Apakah Kab./Kota menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
secara teratur/tersedia?
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
5 Apakah sudah disusun rencana alokasi Kab./Kota yang akan Y T
melaksanakan survey?
6 Apakah seluruh laporan hasilnya sudah diterima? Y T
7 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP Y T
175
3 Laporan Pelatihan (TOT) program P2DBD Y T
4 Laporan Pelatihan (TOT) tatalaksana kasus Y T
5 Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Y T
6 Laporan Kab./Kota yang sudah disupervisi dan dilakukan bimbingan Y T
teknis perbaikan/pemeliharaan mesin fog/ULV ?
7 Apakah dalam melakukan supervisi menggunakan check list yang ada? Y T
INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit Y T
per tahun, sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk Kelurahan/Desa
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota
4 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus T Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk masing-masing Kecamatan
5 Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: Kecamatan endemis, dan jumlah Puskesmas,Kelurahan Y T
endemis,sporadis, potensial dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada buku catatan (rekapitulasi) kasus DBD per Kecamatan? Y T
8 Apakah ada laporan kasus lebih cepat melalui jalur lain di luar lap. KDRS? Y T
9 Apakah dilakukan pengambilan data kasus di RS oleh petugas Dinas T Y T
Kesehatan Kab./Kota tiap 1 minggu sekali?
10 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Kab./Kota lain ?(cross notification) Y T
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai .........
dilaksanakan PE & Fogging Fokus
176
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Kab./Kota & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di Kab./Kota
3 Laporan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan Y T
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Kab/Kota mesin fog, ULV, Y T
kendaraan dan bahan penyuluhan
SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Puskesmas/Kelurahan yang melakukan PJB sampel .........
2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU ......%
atau P-DBD)?
3 Apakah Puskesmas menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU Y T
atau P-DBD) secara teratur/tersedia?
4 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah) untuk masing-masing Kecamatan Y T
digabung dalam 1 lembar
5 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I) untuk masing-masing Y T
Kecamatan
6 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP Y T
177
PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA
1 Laporan Pelatihan program P2DBD Y T
2 Laporan Pelatihan ketrampilan petugas dalam tatalaksana kasus Y T
3 Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Y T
4 Laporan supervisi/ bimbingan teknis Y T
INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Formulir So, K-DBD, W1, W2 Y T
6 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
7 Apakah tersedia alat-alat berikut:
a. Manset anak Y T
b. Mikroskop Y T
c. Hemometer Sahli Y T
d. Pipet Hb Y T
e. Pipet eritrosit Y T
f. Pipet leukosit Y T
g. Kamar hitung Trombosit Y T
h. Hemositometer Y T
PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit per Y T
tahun,sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk Kelurahan/Desa
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
178
6 Tabel daftar nama: Kelurahan endemis, Kelurahan sporadis, potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita Y T
(form KD-DBD)
8 Apakah ada umpan balik kasus DBD dari Kab./Kota? Y T
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas lain ? Y T
10 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan ........Hari
sampai dilaksanakan PE
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE sampai dilaksanakan ........Hari
Fogging Fokus
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Puskesmas & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan Y T
3 Apakah semua penderita/tersangka DBD dilakukan PE? Y T
4 Apakah digunakan form PE? Y T
5 Apakah Puskesmas melakukan fogging? Y T
6 Apakah sebelum fogging fokus dilakukan PE? Y T
7 Apakah fogging fokus sesuai kriteria? Y T
8 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Puskesmas mesin fog, Y T
larvasida, dan bahan penyuluhan
SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveillans vektor (pemberantasan vektor dan Y T
Bulan Bakti gerakan 3M) dan telah dikirimkan ke Kab./Kota?
2 Apakah seluruh kelurahan dilakukan PJB? Y T
3 Siapa yang melaksanakan PJB? Y T
Petugas Puskesmas/Jumantik/Kader
4 Apakah form PJB/AS-1 masih digunakan oleh petugas? Y T
5 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
6 Bulan apa dilaksanakannya
Siklus I:
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:
7 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah untuk masing-masing Kelurahan) Y T
8 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I) Y T
179
3 Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu Y T
4 Laporan pelaksanaan Larvasidasi massal Y T
5 Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak Y T
1 Data Dokter Puskesmas yang sudah dilatih tatalaksana kasus DBD ........Org
2 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti ........Org
Pertemuan
3 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit Y T
dan hematokrit
4 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) Y T
........orang/RT
INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program (pedoman) Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Formulir So, K-DBD, W1, W2 Y T
6 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
7 Apakah tersedia alat-alat berikut: Y T
180
a. Manset anak Y T
b. Mikroskop Y T
c. Blood Analyzer Y T
d. Hemometer Sahli Y T
e. Pipet Hb Y T
f. Pipet eritrosit Y T
g. Pipet leukosit Y T
h. Kamar hitung Trombosit Y T
i. Hemositometer Y T
PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah wilayah kerja terjangkit Y T
per tahun,sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk wilayah kerja
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi wilayah kerja rawan DBD ( endemis sporadis, potensia Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: wilayah kerja endemis, wilker sporadis, wilker potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita Y T
(form KD-DBD)
8 Apakah ada buku catatan kasus DBD per wilayah kerja? Y T
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas/dinas kesehatan di wilyah Y T
kerja ?
10 Apakah ada kontak person dengan Dinas Kesehatan terkait? Y T
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan ........Hari
sampai dilaksanakan PE
12 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE ........Hari
sampai dilaksanakan Fogging Fokus
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan KKP & jadwal waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di KKP (stok dana)
181
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T
bagi wilker untuk penanggulangan kasus (dan realisasinya)
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di KKP dan Wilkernya Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan
SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveilans vektor dari tiap tiap wilker Y T
2 Apakah seluruh wilker melakukan PJB? Y T
3 Apakah wilker menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
secara teratur/tersedia?
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
5 Siapa yang melaksanakan PJB? Y T
Petugas/Jumantik/Kader
6 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
7 Bulan apa dilaksanakannya? Y T
Vektor : Hasil-hasil survey jentik/PSP
Siklus I :
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:
182
PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA
Apakah data berikut tersedia?
INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
183
PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
184
SURVEILLANS VEKTOR
185
PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA
Apakah data berikut tersedia?
186
Lampiran 27
1. Latihan 1
Propinsi “A” memiliki satu kabupaten endemis yang mempunyai wilayah kerja 15 kecamatan
dengan jumlah puskesmas sebanyak 20 puskesmas, 10 kecamatan diantaranya merupakan
daerah endemis DBD, 2 kecamatan sporadis dan 3 kecamatan bebas/potensial DBD. Dari
10 kecamatan endemis tersebut, 25 Desa diantaranya merupakan wilayah yang tinggi
kasus DBDnya (>5 penderita per desa). Kader/Jumantik yang telah dilatih di desa yang ada
kasus DBDnya sebanyak 100 orang, Pokja DBD telah terbentuk di setiap desa/kelurahan
endemis. Berdasarkan data kasus DBD di kabupaten :
2. Latihan 2
Kabupaten Saudara mendapat alokasi dana untuk kegiatan pengendalian DBD sebagai
berikut:
187
Lampiran 28
A. Bermain Peran
Total jumlah pemain adalah 6 orang, dikelompokkan sebagai berikut:
• 3 orang petugas tatap muka
• 3 orang petugas tatap muka
B. Prosedur :
1. Peserta pelatihan lain akan berperan sebagai pemerhati yang mempelajari cara yang
tepat atau kurang tepat dari setiap pasangan petugas-publik. Peserta juga harus mencatat
umpan balik mereka karena pelatih akan menanyakan serta memberikan masukan
tambahan mengenai hal yang sebaiknya dilakukan dalam penyuluhan.
3. Secara bergiliran setiap kelompok diatas mendapatkan waktu 5 menit untuk bermain
peran di muka kelas. Pasangan yang belum mendapat giliran tetap berada di luar ruang
pelatihan.
4. Setelah semua pemeran selesai mempertujukkan peran mereka, maka pelatih meminta
masukan dari pemerhati (peserta pelatihan lainnya).
C. Penjelasan Peran
b. Saudara berperan sebagai petugas Jumantik yang akan melakukan kegiatan rutin
pemantauan jentik di sebuah kompleks perumahan mewah. Tugas Saudara adalah
memberi tahukan kepada pemilik salah satu rumah bahwa Saudara akan memeriksa
situasi sekitar rumah serta di adalam rumah untuk memantau kemungkinan adanya
jentik nyamuk Aedes.
c. Saudara berperan sebagai petugas Puskesmas yang menemui orang tua dari pasien
anak tersangka DBD. Orang tua pasien tersebut meminta agar lingkungan rumahnya
segera disemprot. Dari hasil PE yang dilakukan oleh petugas surveilans Puskasmas
diperoleh data bahwa tjdak ada penderita/ tersangka infeksi Dengue lainnya serta
hasil pemeriksaan ABJ adalah 95%.
188
2. Publik tatap muka
b. Saudara berperan sebagai ibu rumah tangga pemilik rumah mewah di sebuah
kompleks perumahan yang didatangi Jumantik. Saudara menolak kunjungan Jumantik
tersebut karena berpikiran jentik Aedes tidak mungkin ada di rumah mewah Saudara.
c. Saudara berperan sebagai orang tau pasien DBD yang protes kepada Puskesmas
karena rumhanya tidak kunjung disemprot. Walaupun petugas Puskesmas sudah
memberikan penjelasan tetapi Saudara beranggapan bahwa untuk mencegah
penularan DBD adalah dengan foging.
Kepada para peserta yang tidak mendapat peran petugas-publik, akan bertugas sebagi penilai.
Peserta menilai bagaimana petigas bersikap dan cara memberikan penjelasan sesuai skenario.
Setelah seluruha pasangan selesai bermain, maka pelatih meminta peserta pelatihan untuk
memberikan masukan apa yang sudah baik dan yang perlu diperbaiki oleh petugas.
Pelatih merangkum masukan dari peserta serta memberikan penjelasan bagaimana seharusnya
sebagai petugas bersikap kepada publik.
189
c. Sistim Pelaporan Kasus DBD
Ditjen
PP & PL
-W2-DBD
-K-DBD
-W1
-DP-DBD
Umpan balik -W2-DBD
-K-DBD
-W1
Puskesmas
KD/RS-DBD ( tembusan)
2. Mekanisme pelaporan
31
2) Puskesmas dapat merujuk kasus (suspek infeksi dengue, DD, DBD dan
SSD) yang tidak dapat ditangani di puskesmas.
3) Laporan di bawah ini juga digunakan di puskesmas :
- Formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4)
- Rekapan W2 sebagai rekapan mingguan (Lampiran 5)
- Formulir W1 bila terjadi KLB (Lampiran 6)
- Laporan Sistim Terpadu Penyakit (STP)
b. Pelaporan dari RS :
1) Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan kasus infeksi dengue
(DD, DBD, SSD) wajib segera melaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya dalam 24 jam dengan
tembusan ke puskesmas wilayah tempat tinggal penderita (KD-RS).
Laporan tersebut merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan
penanggulangannya.
2) Pelaporan kasus mingguan dan bulanan merupakan laporan rekapitulasi
kasus (suspek infeksi dengue DD, DBD dan SSD) yang dilaporkan setiap
minggunya atau bulannya dari puskesmas dan rumah sakit dengan
menggunakan form W2.
Pelaporan dalam situasi KLB dapat mengikuti Permenkes No. 1501/2010, yaitu :
a. Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan
1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Pelaporan dengan formulir KD-RS tetap dilaksanakan (Lampiran 7)
32
3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan
1. Tingkat Puskesmas
Data pada Buku Catatan Harian DBD diolah dan disajikan dalam bentuk :
1) Pemantauan situasi DBD mingguan menurut desa/kelurahan
a) Jumlahkan masing-masing penderita DBD dan SSD setiap minggu dan
sajikan pada tabel seperti pada contoh di bawah ini.
33
Tabel 2 : Jumlah penderita DD, DBD dan SSD menurut desa/kelurahan dan
minggu di puskesmas X, tahun .........
Minggu ke: .............Bulan:.............................
Puskesmas: ........................................(tambah kolom suspex infeksi Dengue)
Desa/ Minggu*
Kelurah 1 2 3 ....
an DD DB DS DD DB DS DD DB DS DD DB DS
D S D S D S D S
P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M
Jumlah 2 0 5 2 3 3 4 0 1 2 2 2 9 0 5 2 3 3 4 0 5 1 1 1
*Mengikuti kalender survailans; P:Penderita, M:Meninggal
DD=Demam Dengue, DBD=Demam Berdarah Dengue, SSD=Sindrom Syok
Dengue (DBD stadium III/ IV)
c) Bila terjadi KLB DBD maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman pe-
nanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan
kabupaten/ kota menggunakan formulir W1 (Lampiran 6).
34
5) Laporan bulanan
a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk data beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
b) Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dengan formulir K-DBD
(Lampiran 4)
6) Penentuan stratifikasi desa/kelurahan DBD
Cara menentukan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan:
a) Buatlah tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan
SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing desa/kelurahan menurut kriteria
stratifikasi desa/kelurahan.
Contoh penentuan strata dapat dilihat pada contoh tabel dibawah :
1. Mekar 6 5 8 Endemis
2. Jaya 5 0 3 Sporadis
3. Megah 0 0 0 =95% Potensial
4. Sukasari 0 0 0 >95% Bebas
MEGAH
SUKASARI
JAYA
MEKAR
Strafikasi
Bebas
Potensial
Sporadis
Endemis
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES
36
Saat sebelum masa penularan pada contoh ini adalah bulan September, yaitu
bulan dimana jumlah penderita DBD paling rendah, berdasarkan jumlah penderita
rata-rata per bulan selama 5 tahun, 2006-2010.
a) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus
ditemukan
b) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak
adalah jumlah penderita DBD
c) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang
terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.
a. Pencatatan Data
1) Sumber data:
a) Laporan KD -DBD dari rumah sakit (pemerintah dan swasta)
b) Laporan data dasar personal DBD dari puskesmas (DP-DBD)
c) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari puskesmas
d) Laporan W1 dan W2-DBD
e) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan kabupaten/kota ke
unit pelayanan kesehatan
f) Cross Notification dari kabupaten/kota lain.
2) Pencatatan Data
a) Untuk pencatatan suspek infeksi dengue, DD, DBD, SSD, misalnya
menggunakan Buku Catatan Mingguan Penderita atau buku register DBD
yang memuat catatan (kolom) sekurang-kurangnya seperti pada Form
DP-DBD
b) Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan yang berulang
untuk pasien yang sama, misalnya antara tersangka Dengue dan penderita
DBD karena terjadi perubahan status suspek infeksi Dengue menjadi
penderita DBD selama proses perawatan dan antara penderita DBD yang
dilaporkan RS dengan yang dilaporkan kembali oleh puskesmas,
sehingga perlu dilakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
dalam form pelaporan.
37
b. Pengolahan dan Penyajian Data
Dari data yang ada pada buku catatan mingguan penderita DD, DBD dan SSD
dapat dilakukan penyajian data sebagai berikut:
1) Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut kecamatan
a) Jumlahkan masing-masing penderita DD, DBD, SSD setiap minggu dan
sajikan pada tabel seperti pada contoh (Tabel 6) di bawah ini.
Tabel 6 : Jumlah penderita DD, DBD, SSD menurut kecamatan dan minggu di
Kabupaten/Kota X, tahun .........
Kecam Minggu*)
atan
1 2 3 ....
DD DB SS DD DB SS DD DB SS DD DB SS
D D D D D D D D
P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M
Jumlah
4) Laporan bulanan
a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
b) Laporkan ke dinas kesehatan provinsi dengan formulir K-DBD
38
c) Berdasarkan tabel di atas sajikan stratifikasi kecamatan tersebut seperti
pada contoh (Gambar 12).
Tabel 8. Jumlah penderita DD, DBD dan SSD di Kabupaten/Kota X, tahun .....
Tambah kolom suspek infeksi dengue
Jumlah penderita
Jumlah
39
10) Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun, kelompok
umur dan jenis kelamin. Jumlahkan penderita DBD dan SSD, sajikan seperti
pada contoh tabel di bawah ini:
Tabel 9. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok
umur di kabupaten/kota X, tahun ...........
Jumlah
P= Penderita, M=Meninggal
1) Sumber data:
a) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari kabupaten/kota
b) Laporan W1
c) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan Provinsi ke unit
pelayanan kesehatan
d) Cross Notification dari Provinsi lain.
e) Laporan KDRS ( Menggunakan Form KDRS)
Kabupaten
/ Minggu*)
Kota
1 2 3 ....
Jumlah
c) Laporan bulanan
(1) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
(2) Laporkan ke Subdit Pengendalian Arbovirosis, Ditjen PP dan PL
dengan formulir K-DBD
41
Tabel 11. Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota
Propinsi : ...........................
Tahun : ................
Tabel 12. Jumlah penderita DD, DBD dan SSD di Provinsi X, tahun .......
Jumlah penderita
Jumlah
42
Jumlahkan penderita DBD dan SSD, sajikan seperti pada contoh tabel di
bawah ini:
Tabel 13. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok
umur dan jenis kelamin di Provinsi X, tahun ..........
Jumlah
43
MATERI INTI 3
SURVEILANS DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD
(Waktu: T 2 JPL, P 3 JPL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu
pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan peran
serta masyarakat termasuk lintas sektor, lintas program, LSM, tokoh masyarakat dan
penyandang dana. Pengendalian vektor DBD harus berdasarkan pada data dan
informasi tentang bioekologi vektor, situasi daerah termasuk sosial budayanya.
44
Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah (a) dapat
meningkatkan efektifitas serta efisiensi berbagai metode/cara pengendalian, (b)
dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular
vektor, (c) melalui kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.
IV. METODE
• Penyajian/presentasi
• Tanya jawab
• Penugasan : identifikasi nyamuk dewasa dan larva/jentik Aedes sp.
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
• Bahan belajar (buku-buku terkait dengan materi ini)
• Spesimen nyamuk (dewasa dan larva)
• Lembar kerja/penugasan : formulir, check list
• LCD
• Laptop atau desktop
• Mikroskop compound dan stereo
• Peralatan laboratorium entomologi dan peralatan survey entomologi
• Flipchart
• Spidol
• White board
• PSN kit
A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran.
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
2. Fasilitator melakukan tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan
penugasan (setiap kelompok 6 peserta).
D. Langkah 4
1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan tugas.
2. Kelompok melaksanakan tugas yang diberikan fasilitator.
46
3. Fasilitator menilai hasil penugasan.
Dalam metode Surveilans Vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain
adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut tentulah
diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita ketahui, meliputi
metode survei terhadap nyamuk, jentik dan survei perangkap telur (ovitrap). Sebelum
melakukan survei vektor DBD diperlukan penentuan lokasi surveilans/ pengamatan,
waktu pengamatan, cara pengamatan/ pengukuran vektor DBD, persiapan peralatan
dan bahan surveilans vektor DBD, pengumpulan, pencatatan dan analisa data hasil
surveilans/pengamatan.
2. Pelaksanaan Pengamatan
47
1) Monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada wilayah kerja
Puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan PSN.
2) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masing-masing
puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross check) pada
tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel
rumah/bangunan yang dipilih secara acak serta diulang untuk setiap
siklus pemeriksaan.
3) Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai berikut:
a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan
b) Setiap RT diberi nomor urut
c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya dengan cara
systematic random sampling) dari seluruh RT yang ada di wilayah
desa/kelurahan
d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU dari masing-
masing RT sampel atau yang telah terpilih.
e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10
KK/rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak (misalnya
dengan cara systematic random sampling).
c. Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh kader jumantik dan
Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali
d. Pengelola Program DBD di Dinkes Propinsi
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes Kab/Kota
secara berkala minimal 6 bulan sekali
3. Teknis Pengamatan
Dalam metode surveilans vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain
adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut
tentulah diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita
ketahui, meliputi metode survei telur, survei terhadap jentik dan nyamuk.
a. Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap)
yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya.
Ovitrap berbentuk tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kaleng
dan gelas platik/kaca. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah atau
tempat yang gelap dan lembab. Cara kerja ovitrap adalah padel (berupa
potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap)
yang dimasukkan kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai tempat
meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau
tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.
Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur
x 100%
Jumlah padel diperiksa
48
Kepadatan populasi nyamuk :
Jumlah telur
= ......telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan
Overflow hole
“padel”
b. Survei jentik
49
2) House Index (HI):
Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik
x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
c. Survei nyamuk
50
(nuliparous). Jika ujung pipa-pipa udara sudah terurai/terlepas gulungannya,
maka nyamuk itu sudah pernah bertelur (parous).
Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity ratenya rendah berarti
populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih muda.
Sedangkan bila parity ratenya tinggi menunjukkan bahwa keadaan dari populasi
nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua.
Untuk menghitung rata-rata umur suatu populasi nyamuk secara lebih tepat
dilakukan pembedahan ovarium dari nyamuk-nyamuk parous, untuk menghitung
jumlah dilatasi pada saluran telur (pedikulus).
Contoh:
Bila jumlah dilatasi nyamuk rata-rata 3 dan siklus gonotropiknya 4 hari, maka
umur rata-rata nyamuk tersebut adalah: 3x4=12 hari. Semakin tua rata-rata umur
nyamuk semakin besar potensi terjadinya penularan di suatu wilayah.
51
4. Alat dan Bahan Survei
Alat dan bahan yang minimal harus tersedia untuk melaksanakan survei
kepadatan populasi vektor DBD adalah :
a. Peralatan
1) Peralatan umum
- Compound microskop, untuk memeriksa jentik dan ovarium
- Senter, untuk menerangi sasaran survei (jentik/nyamuk)
- Petridish, untuk tempat jentik aatau nyamuk yang akaan diperiksa
- Tas ransel, untuk membawa peralatan serta bahan survei
2) Peralatan survei telur
- Perangkap telur (ovitrap)
- Padel untuk tempat peletakan telur
3) Peralatan survei jentik
- Gayung, untuk mengambil jentik
- Pipet, untuk mengambil jentik
- Botol kecil (vial larva), untuk tempat larva
- Susceptibility test kit larva (1 set peralatan uji kerentanan larva), untuk
mengetahui tingkat kerentanan jentik terhadap insektisida
4) Peralatan survei nyamuk
- Stereo mikroskop, untuk identifikasi dan membedah nyamuk
- Loupe/kaca pembesar 10 x atau 20 x, untuk identifikasi nyamuk dan
kondisi perut nyamuk
- Aspirator, untuk menangkap nyamuk
- Kotak nyamuk, untukmembawa nyamuk hidup
- Kurungan nyamuk, untuk memelihara nyamuk
- Pinset ujung runcing, untuk memegang nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah nyamuk
- Gunting kecil, untuk memotong kain kasa dan kertas
- Susceptibility test kit untuk mengukur tingkat kerentanan nyamuk
terhadap insektisida
- Bio Assay test kit, untuk mengukur tingkat efikasi insektisida
b. Bahan survei
1) Bahan survei umum
- Objek glass (slide glass), untuk pemeriksaan jentik dan pembedahan
ovarium
- Kaca penutup (cover glass), untuk menutup persediaan
- Kertas label, untuk pemberian etiket
- Formulir-formulir entomologi DBD, untuk pencatatan hasil survei
- Alat-alat tulis untuk menulis hasil survei
- Kertas tissu untuk membersihkan kaca benda
2) Bahan survei telur
- Kantong plastik, untuk tempat padel
- Kantong plastik besar, untuk membawa padel
3) Bahan survei nyamuk
- Paper cup, untuk wadah nyamuk
- Kain kasa, untuk menutup paper cup
- Karet gelang, untuk mengikat kain kasa di paper cup
- Kapas untuk menutup lobang di kain kasa dan pemaakaian kloroform
- Kloroform, untuk mematikan nyamuk
- Jarum serangga no. 3, untuk pinning nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah abdomen nyamuk.
52
5. Laporan hasil survey
Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan atau
menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa
menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes
scutellaris. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue
merupakan sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada
dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.Berikut ini uraian
tentang morfologi, siklus hidup, dan siklus hidup lingkungan hidup, tempat
perkembangbiakan, perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan
cara melakukan survei jentik.
1. Morfologi
b. Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu:
1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2) Instar II : 2,5-3,8 mm
3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
c. Pupa
Pupa berbentuk seperti ‘koma’. Bentuknya lebih besar namun lebih
ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih
kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.
d. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-
rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badan dan kaki.
54
Gambar 21. Aedes sp.
2. Identifikasi
3. Bioekologi
a. Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) -pupa - nyamuk. Stadium
telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 2ñ4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.
55
b. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat
menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat
umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang
bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu
dan tempurung coklat/karet, dll.
Gambar 23.
Siklus gonotropik
Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
56
d. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40 meter, namun
secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di
Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum.
Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian
daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara
terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.
e. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-telur
yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai
terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk
sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Dengue.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalah
dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode
pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat
memutus rantai penularan.
1. Kimiawi
57
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :
• Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl
pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,
Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang
diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan
dingin/ULV
• Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).
2. Biologi
3. Manajemen lingkungan
58
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di
masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan
secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat
suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk
melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat
untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan
melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward
bagi yang berhasil melaksanakannya.
a. Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD
dapat dicegah atau dikurangi.
b. Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD :
• Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
• Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA)
• Tempat penampungan air alamiah
c. Ukuran keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
59
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan ‘3M-Plus’.
e. Pelaksanaan
1) Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota keluarga.
2) Tempat tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola
tempat tempat umum.
a. Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan
tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
60
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : Mesin fog atau ULV
Cara : Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval
satu minggu (petunjuk fogging terlampir)
c. Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-
tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi
pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP dan PL
(terlampir surat intruksi)
Cara : Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB
(petunjuk larvasidasi terlampir).
Pada saat KLB, maka pengendalian vektor harus dilakukan secara cepat,
tepat dan sesuai sasaran untuk mencegah peningkatan kasus dan meluasnya
penularan. Langkah yang dilakukan harus direncanakan berdasarkan data KLB,
dengan tiga intervensi utama secara terpadu yaitu pengabutan dengan
fogging/ULV, PSN dengan 3 M plus, larvasidasi dan penyuluhan penggerakan
masyarakat untuk meningkatkan peran serta.
b. Operasional :
- Bioassay, dengan menggunakan pengetesan dengan spesimen hidup
pada saat penyemprotan dilakukan.
- Cakupan, dengan mengukur luas area dan atau jumlah rumah yang
diintervensi.
- Dosis, dengan mengukur luas area atau jumlah rumah dengan dosis atau
jumlah insektisida yang digunakan.
62
IX. KEPUSTAKAAN
63
MATERI INTI 4
TATALAKSANA KASUS DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu : T 1 JPL, P 2 JPL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini menjelaskan tata laksana kasus Demam Dengue (DD) dan Demam
Berdarah Dengue (DBD) di puskesmas dan rumah sakit, serta pertolongan pertama
terhadap penderita.
IV. METODE
• Ceramah
• Tanya Jawab
• Penugasan: Studi kasus
64
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
• Handout
• Lembar kasus
• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol
• Buku Pedoman tatalaksana kasus DBD.
A. Langkah 1
• Penciptaan suasana kesiapan belajar
• Perkenalan diri
• Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi
B. Langkah 2
• Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran
• Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasi tujuan tersebut.
C. Langkah 3
• Pelatih memberikan paparan tentang Tatalaksana Kasus DD dan DBD
• Pelatih mendemonstrasikan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis DD dan DBD
Infeksi Dengue memiliki gambaran klini yang luas. Perjalanan klinis mulai dari asimtomatik
yang akan sembuh dengan sendirinya sampai dengan infeksi Dengue yang berat yang
ditandai dengan kebocoran plasma dengan atau tanpa perdarahan.
1. Suspek Infeksi Dengue ialah penderita demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tanda-
tanda : mual, muntah, bintik perdarahan, nyeri sendi, tanda-tanda perdarahan :
sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif, leucopenia dan
trombositopenia.
Infeksi Dengue dapat bermanifestasi 2 macam yaitu infeksi Dengue Ringan dan
Berat.
65
Tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi Dengue Berat adalah :
• Nyeri abdominal
• Muntah yang terus menerus
• Tanda-tanda kebocoran plasma (asites, efusi pleura)
• Perdarahan mukosa (epistaksis, gusi)
• Letargi
• Pembesaran hati > 2 cm
• Pemeriksaan Lab. : Peningkatan hematokrit dan penurunan trombosi
Catatan : DD ditegakkan setelah melewati masa kritis (saat demam turun) dengan
dasar nilai hematokrit normal atau tidak ditemukan adanya kebocoran plasma
sistematik. Pasien dapat dipulangkan setelah diobservasi dalam waktu 24 jam
setelah melewati masa kritis.
2. Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti
sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia ), rash,
mual, muntah dan manifestasi perdarahan. Dengan hasil laboratorium leukopenia
( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah trombosit cenderung menurun < 150.000/mm3 dan
didukung oleh pemeriksaan serologis.
a. Probable
1) Demam tinggi mendadak
2) Ditambah 2 atau lebih gejala/tanda penyerta:
- Muka kemerahan
- Konjungtiva kemerahan
- Nyeri kepala
- Nyeri belakang bola mata
- Nyeri otot & tulang
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
66
- Mual dan muntah
- Leukopenia (Lekosit = 5000 /mm3)
- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm3 )
- Peningkatan hematokrit 5 - 10 %, sebagai akibat dehidrasi.
a. Penegakan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya:
- Terdapat kriteria klinis a dan b
- Dua Kriteria laboratorium
1) Klinis
a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.
b) Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan:
- Uji Bendung (Tourniquet Test) positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan/ atau melena
c) Pembesaran hati ( di jelaskan cara pemeriksaan pembesaran hati )
d) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
( ≤ 20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan
pasien tampak gelisah
2) Laboratorium
a) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
b) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
yang ditandai adanya:
Hemokonsentrasi/ Peningkatan hematokrit ≥ 10% dari data baseline
saat pasien belum sakit atau sudah sembuh atau adanya efusi
pleura, asites atau hipoproteinemia (hipoalbuminemia).
67
Derajat II : Terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit
(petekie), perdarahan gusi, epistaksis atau perdarahan lain.
(mesntruasi berlebihan, perdarahan saluran cerna).
Derajat III : Derajat I atau II disertai kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Seperti derajat III disertai Syok berat (profound shock), nadi
tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
1) Demam
• Demam tinggi mendadak, sepanjang ahri, berlangsung 2-7 hari.
• Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya setelah hari ke
3-6, hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok.
2) Tanda-tanda perdarahan
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan pada pembuluh
darah, trombosit, dan faktor pembekuan. Jenis perdarahan yang
terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif, petekie,
purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva.
• Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang
dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau
dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat
penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada
anak yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan
merupakan tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan
konjungtiva atau hematuria.
68
Gambar 17. A Gambar 17. B
Cara menghitung hasil uji Torniquet Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit
4) Syok
Tanda-tanda syok (renjatan):
• Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
tangan dan kaki
• Capillary refill time memanjang > 2 detik
• Penderita menjadi gelisah
• Sianosis di sekitar mulut
• Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
• Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun ≤ 20 mmHg
c) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
• Semi kuantitatif (tidak langsung)
• Langsung (Rees-Ecker)
• Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi (Hematology Cell Counter
Automatically)
Jumlah trombosit ≤100.000/µl biasanya ditemukan diantara
hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6
jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
keadaan klinis penderita sudah membaik.
d) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya
kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan
indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% (misalnya
nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat
perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan
atau perdarahan.
Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan
terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut
dan konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain
dengan mikro-hematokrit centrifuge
Nilai normal hematokrit:
• Anak-anak : 33 - 38 vol%
• Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%
• Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
2) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada
penderita terinfeksi virus Dengue.
70
b) ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau
sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM
terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji
tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel
darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat.
Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip
Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.
Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG
dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus
dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis
kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya
garis kontrol yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi
apabila gejala klinis kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid
apabila garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM
dan/atau IgG saja.
c) Antigen NS1
Pemeriksaan Laboratorium untuk konfirmasi :
• PCR (Polymerase Chain Reaction)
• Isolasi Virus
3) Radiologi
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mendeteksi adanya kebocoran plasma. Pada foto toraks posisi “Right
Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya efusi pleura minimal pada
paru kanan. Pada pemeriksaan USG dapat mendeteksi adanya asites,
penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura minimal.
C. Tatalaksana
Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh karena itu
masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda yang
mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Gejala dan tanda awal
71
DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak, sepanjang
hari, selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah
pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah
kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah itu hilang,
bukan tanda penyakit DBD.
Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya
gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),
muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa berobat/ periksakan
ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan untuk segera mendapat
pemeriksaan dan pertolongan.
4. Tatalaksana
Pasien dengan manifestasi ringan dapat berobat jalan tetapi jika ada
perburukan harus dirawat. Pasien rawat jalan dianjurkan:
1) Tirah baring, selama masih demam.
2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3) Untuk menurunkan suhu menjadi <39oC, dianjurkan pemberian parase-
tamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena
dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5) Monitor suhu, urin dan tanda-tanda bahaya sampai melewati fase kritis.
6) Monitor pemeriksaan laboratorium darah rutin berkala
Orang tua atau pasien dinasehati bila setelah demam turun didapatkan
nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta
mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat
dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera
dibawa segera ke rumah sakit.
a) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan
tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri
perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa
antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
b) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat
terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar
hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan
derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila
sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif.
Untuk puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb Sahli dengan estimasi nilai Ht=3x kadar Hb
74
b.2) Cairan intravena diperlukan, apabila:
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok,
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam
larutan NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
c) Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul pada
daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki
fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular
kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak
dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan
distres pernafasan.
75
2). Tatalaksana SSD
d) Pemberian Oksigen
e) Transfusi Darah
f) Monitoring
5. Pelaporan Kasus
IX. KEPUSTAKAAN
78
MATERI INTI 5
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN
PENANGGULANGAN KLB
(Waktu: T 1 JPL, P 2 JPL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi akut dan
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan sering menimbulkan wabah/kejadian luar biasa (KLB). Nyamuk Aedes
aegypti tersebar luas di Indonesia, sehingga penularan DBD dapat terjadi di semua
tempat/wilayah yang terdapat nyamuk penular penyakit tersebut.
79
IV. METODE
• Ceramah
• Tanya jawab
• Penugasan : studi kasus
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
• Lembar Kasus berikut kunci jawaban
• Format/ ceklist
• Komputer
• LCD
• CD
• Spidol
• Flipchart
A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi
B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
2. Fasilitator memandu tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus
tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit)
D. Langkah 4
1. M a s i n g - m a s i n g k e l o m p o k m e n d i s k u s i k a n t u g a s y a n g d i b e r i k a n
2. Masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan pembahasan di pandu
oleh fasilitator.
3. Fasilitator melakukan pembulatan materi
4. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam
80
a. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE)
2) Tujuan khusus:
a) Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya
b) Mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD
c) Menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan
81
dilakukan penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan, PSN dan
Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan Penyuluhan,
PSN dan larvasidasi selektif (Lampiran 17).
c. Kriteria PF :
1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3
atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik ≥ 5 % dari
rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan
masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan
dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan
sekitarnya radius 200 meter sebanyak 2 siklus dengan interval 1 minggu
2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN
DBD, larvasidasi dan penyuluhan
3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan tidak
ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.
b) Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau
kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan
petugas puskesmas, dengan materi antara lain:
(1) Situasi DBD di wilayahnya
82
(2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh
individu, keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi
setempat.
Penderita
Demam Dengue
Positif : Negatif :
• Bila ditemukan 1 atau lebih penderita
DBD, dan/atau • Jika tidak memenuhi 2 kriteria
• ≥ 3 orang suspek infeksi Dengue positif
lainnya dan ditemukan jentik (=5%)
83
Keterangan:
2. Suspek Infeksi Dengue : Ditemukan gejala panas yang tidak diketahui penyebabnya
saat dilaksanakan PE.
1. Definisi KLB
84
b. Pemberantasan Vektor
c. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama
Puskesmas.
85
3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
KEPUSTAKAAN
1. WHO.2010. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Jakarta.
2. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis Dit
PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
3. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No. 29). Jakarta.
4. Depkes RI.1990. Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta.
5. Depkes RI.1990. Petunjuk Penggunaan, Pemeliharaan & Perbaikan Mesin ULV, Direktorat
Jenderal PPM & PLP. Jakarta.
6. Depkes RI.1990. Petunjuk Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Fokus Demam
Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Jakarta.
7. Depkes RI.1983. Petunjuk Penilaian Operasional Dalam Rangka Abatisasi massal.Direktorat
Jenderal P3M. Jakarta.
8. Depkes RI.1981.Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Wabah Demam Berdarah.
Direktorat Jenderal P3M. Jakarta.
86
MATERI INTI 6
PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR
(Waktu : T 2 JPL, PL 4 JPL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Peralatan dan bahan surveilans vektor adalah semua alat dan bahan yang
digunakan dalam kegiatan surveilans vektor dalam rangka mengumpulkan data dan
informasi tentang vektor yang digunakan sebagai dasar dalam tindakan pengendalian
vektor. Peralatan dan bahan pengendalian vektor digunakan dalam rangka menekan
atau menurunkan populasi vektor, sehingga tidak berisiko untuk terjadinya penularan
penyakit tular vektor di suatu wilayah.
87
2. Petunjuk teknis perbaikan hot fogger
3. Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger
IV. METODE
• Ceramah,
• Diskusi dan tanya jawab.
• Praktek lapangan
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
• Panduan praktek lapangan
• Insektisida dan bahan bakar
• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol
• Manual mesin fogg
• Manual mesin ULV.
• Alat Pelindung Diri (APD)
A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran.
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
88
2. Fasilitator melakukan tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan
penugasan (setiap kelompok 6 peserta).
D. Langkah 4
1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan paktek lapangan.
2. Kelompok mempraktekan cara pengioperasian mesin hot fogger dan ULV.
3. Kelompok mempraktekan cara perbaikan mesin hot fogger dan ULV.
4. Kelompok mempraktekan cara perawatan mesin hot fogger dan ULV.
5. Kelompok mempraktekan cara aplikasi insektisida.
6. Fasilitator membimbing kelompok dalam pelaksanaan praktek lapangan.
7. Fasilitator menilai hasil praktek lapangan.
E. Langkah 5
Pembulatan
Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin hot fogger yang sudah
beredar di pasaran adalah :
• Portable Electric Fogger
• Handheld Pulsejet
• Truck Mounted
a. Persiapan
• Cek mesin fog serta perlengkapannya sudah terpasang semua atau
belum.
• Masukkan batu batere1,5 volt 4 buah dengan melepas baut yang ada di
bawah tangki larutan. Setelah itu, pasang kotak batere tersebut pada
kedudukannya dan kencangkan.
• Pasang dan kencangkan flow control jet pada mesin sesuai dengan
ukuran yang dikehendaki.
• Isi tangki bahan bakar dengan bensin murni yang bersih dengan
menggunakan corong yang bersih. Kemudian tutup dengan rapat cukup
dengan tangan.
• Isi tangki larutan dengan larutan yang dikehendaki. Gunakan selalu
corong yang bersaring lalu pasang kembali tutup tangki larutan, eratkan
cukup dengan tangan.
90
bengkok, guard, jaket dan bagian luar mesin yang penyok serta tangki yang
bocor atau penyok. Jangan perbaiki mesin dalam keadaan masih panas dan
tangki larutan belum dikeringkan.
91
B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV)
Mesin penyembur insektisida dalam bentuk kabut dingin dengan partikel yang
sangat kecil (Ultra Low Volume/ULV) dari pemecahan insektisida (pada Head
NOZZLE) oleh pusaran angin yang dihasilkan dari putaran blower.
Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin ULV yang sudah beredar di pasaran
adalah Portable (gendong) dan Truck Mounted
92
2. Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV
Perbaikan mesin ULV pada umumnya harus dilakukan oleh montir atau tehnisi
yang sudah berpengalaman, kecuali untuk kerusakan kecil seperti :
• Mengganti busi.
• Mengganti selang larutan insektisida dan selang tekanan.
Untuk mesin ULV yang akan disimpan dalam waktu yang lama, harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
• Sebelum disimpan lumasi komponen blower dan ruang bakar mesin dengan
oli SAE 40.
• Bersihkan mesin dari kotoran dan insektisida serta kosongkan tangki
insektisida dan tangki bensin.
• Simpan diruang tertutup, selimuti dengan kain atau plastik
• Sebulan sekali putar putar as mesin dengan tangan supaya mesin tidak macet.
• Bersihkan mesin dari debu atau kotoran lain.
1. Jenis Insektisida
93
c. Piretroid (SP).
Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP) yang
bekerja mengganggu sistem syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam
pengendalian vector untuk serangga dewasa (space spraying dan IRS),
kelambu celup atau Insecticide Treated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal
Net (LLIN), dan berbagai formulasi Pestisida rumah tangga. Contoh:
metoflutrin, transflutrin, d-fenotrin, lamda-sihalotrin, permetrin, sipermetrin,
deltametrin, etofenproks, dan lain-lain.
d. Insect Growth Regulator (IGR).
Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan
dan pertumbuhan serangga. IGR terbagi dalam dua klas yaitu :
1) Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog
(JHA). Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada perpanjangan
stadium larva dan kegagalan menjadi pupa. Contoh JHA adalah
fenoksikarb, metopren, piriproksifen dan lain-lain.
2) Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis Inhibitor (CSI)
mengganggu proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan
kitin. Contoh CSI: diflubensuron, heksaflumuron dan lain-lain.
e. Mikroba
Kelompok Pestisida ini berasal dari mikroorganisme yang berperan
sebagai pestisida. Contoh: Bacillus thuringiensis var israelensis (BTI),
Bacillus sphaericus (BS), abamektin, spinosad, dan lain-lain.
a. Pengendalian Larva
94
Terdapat tiga jenis pestisida untuk mengendalikan larva Aedes yaitu
butiran temephos, pengatur pertumbuhan serangga (Insect grouth
regulator/IGR) dan Bacillus thuringiensis (Bt H-14)
95
Sesuai dengan perkembangan teknologi dibidang pembuatan
insektisida kimia dan mesin sprayer, untuk ULV cold spraying digunakan
pestisida golongan organophosphate, carbamat atau syntetic pyrethroid
dalam formulasi konsentrasi yang lebih tinggi dibanding untuk pemakaian
pada thermal fogging. Sasaran fogging adalah serangga yang sedang
terbang, sehingga fogging harus meliputi seluruh target area yang terdiri
dari indoor dan outdoor. Fogging dilakukan dari luar/pinggir jalan semua
pintu dan jendela rumah/bangunan harus dibuka lebar.
Waktu operasi pada pagi atau sore hari dalam keadaan udara
tidak terlalu panas/kurang dari 28oC dan angin cukup tenang, maximum
kecepatan angin 20km/jam. Kecepatan jalan kendaraan pengangkut ULV
sprayer adalah 5-8 km/jam. Beberapa test menunjukkan bahwa jarak
sembur yang paling baik adalah 80-100 meter dangan kecepatan angin
10-15 km/jam. Pada kecepatan angin lebih dari 20 km/jam fogging
supaya dihentikan saja. Jumlah petugas yang melayani 1 unti ULV
ground sprayer mounted adalah 3 orang, terdiri dari 1 petugas penunjuk
arah, 1 petugas operasional dan 1 orang pengemudi. Dengan out put
area 10-15 ha/jam, apabila fogging berjalan selama 3 jam (pk 07.00 s/d
10.00) maka dapat mencakup daerah seluas 30-40 ha. Hal ini jauh lebih
efisien disbanding dengan menggunakan portable thermal machine yang
hanya mampu menyelesaikan daerah seluas 1 ha per petugas.
96
Gambar 27. Contoh mesin Ultra Low Volume (ULV)
KEPUSTAKAAN
1. WHO.2010. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Jakarta.
2. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue, Dit PPBB,
Ditjen PP & PL. Jakarta.
3. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis Dit
PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
4. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No. 29). Jakarta.
5. Depkes RI.1990. Petunjuk Penggunaan, Pemeliharaan & Perbaikan Mesin ULV, Direktorat
Jenderal PPM & PLP. Jakarta.
6. Depkes RI.1983. Petunjuk Penilaian Operasional Dalam Rangka Abatisasi massal.Direktorat
Jenderal P3M. Jakarta.
97
MATERI INTI 7
I. DESKRIPSI SINGKAT
98
IV. METODE
1. Penyajian/Presentasi
2. Tanya Jawab
3. Penugasan : Studi kasus, Pengisian ceklist supervise
V. BAHAN BELAJAR
1. Modul
2. Lembar kasus
3. Ceklist
4. Hardcopy materi
1. LCD
2. Laptop atau desktop
3. Flipchart
4. Spidol
5. White board
6. CD
A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi
B. Langkah 2
Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan dan memfasilitasi
tanya jawab (selama 2 JPL).
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus
tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit)
3. Selesai diskusi masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan
pembahasan di pandu oleh fasilitator (selama 30 menit).
4. Fasilitator melakukan pembulatan materi (20 menit)
5. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam (10 menit)
99
2. Pengaruh politis dalam proses perencanaan terlalu besar sehingga pertimbangan-
pertimbangan teknis seringkali diabaikan.
3. Output kegiatan sering tidak tercapai karena penyusunan rencana masih belum
sinergi dan tidak terfokus.
4. P r o s e s p e r e n c a n a a n a n t a r a p u s a t d a n d a e r a h b e l u m s i n k r o n .
5. Kapasitas tenaga perencana masih terbatas.
6. Kurang optimalnya supervise karena hanya dilakukan pada akhir kegiatan.
Untuk menjamin proses perencanaan dan supervisi berjalan efektif, efisien dan
tepat sasaran diperlukan integrasi berdasarkan pada pendekatan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a. Prioritas Pembangunan
1) Pendekatan politik
Pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah
adalah proses penyusunan rencana karena rakyat pemilih menentukan
berdasarkan program-program yang ditawarkan saat kampanye. Oleh
karena itu rencana pembangunan merupakan penjabaran dari agenda-
agenda pembangunan Presiden/Kepala Daerah terpilih ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah.
2) Pendekatan teknokratik
Pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah yang didukung dengan evidence based dan
dilakukan oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional
bertugas untuk itu.
3) Pendekatan partisipatif
Pendekatan perencanaan dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Keterlibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dalam menciptakan rasa
memiliki.
4) Pendekatan Atas-Bawah
100
Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil
proses atas bawah diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan
baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
5) Pendekatan Bawah-Atas
Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil
proses bawah atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan
baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
Keterangan:
(1) Di isi nama Desa/Kelurahan
(2) Jumlah penduduk pada tahun terakhir
(3) Jumlah rumah pada tahun terakhir
(4) IR tertinggi pada 3 tahun terakhir
(5) CFR tertinggi pada 3 tahun terakhir
101
(6) Pernah ada/ditemukan KLB pada 5 tahun terakhir
(7) Ada/tidaknya vektor penular
(8) Data ABJ terakhir
(9) Stratifikasi : Endemis, Sporadis, Potensial, Bebas (terdapat pada materi Surveilans)
102
Nilai kolom 2 x bobot + nilai kolom 3 x bobot + nilai kolom 4 x bobot + nilai kolom
5 x bobot + nilai kolom 6 x bobot
Selanjutnya dari hasil skoring diatas, dicantumkan dalam tabel dibawah ini:
Pernah
Nama Ada Tempat ABJ / Tidak Mobilitas Jumlah
Situasi pernah
Desa/ Kematian Perindukan Penduduk Skor
Kasus KLB
Kel. Karena DBD
Jika terdapat desa/kelurahan dengan skor yang sama, maka untuk menentukan
desa/ kelurahan yang paling bermasalah ditentukan oleh tingginya skor variabel
dibawah ini:
(1) Situasi kasus
(2) Kematian karena DBD
(3) Tempat perindukan
(4) ABJ
(5) pernah KLB
(6) Mobilitas penduduk
Urutan besarnya masalah penyakit DBD ini digunakan untuk menentukan pemilihan
prioritas wilayah dan alternatif intervensi kegiatan yang akan dilakukan.
Setelah diketahui urutan besarnya masalah per wilayah, selanjutnya kita akan
menentukan jenis kegiatan apa saja yang akan dilakukan masing-masing
desa/kelurahan tersebut.
103
b. Penemuan penderita secara pasif dilakukan oleh puskesmas atau unit
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Pengendalian vektor
Pengendalian vektor DBD dilaksanakan berdasarkan REESA, dengan pengertian:
• Rasional: wilayah kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang
terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria
yang ditetapkan, yaitu wilayah endemis dengan IR sesuai target nasional dan
CFR >1%.
• Efektif: dipilih salah satu metode/jenis kegiatan pengendalian vektor atau
kombinasi dua metode yang saling menunjang, dan metode tersebut
dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan. Pemilihan
metode yang efektif perlu didukung data epidemiologi, entomologi dan
pengetahuan sikap perilaku (PSP) masyarakat.
• Efisien: diantara beberapa metode kegiatan pengendalian vektor yang efektif
harus dipilih metode yang biayanya paling murah.
• Sustainable: kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan
secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat yang diharapkan, dan
hasil yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang
biayanya lebih murah.
• Acceptable: kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh
masyarakat setempat.
1) Biological control
Penebaran ikan pemakan jentik dilakukan di desa/kelurahan yang
terdapat tempat perindukan Aedes, airnya permanen dan cocok untuk
perkembangbiakan ikan pemakan jentik.
a) Sasaran
104
Tempat penampungan air (seperti kolam, bak mandi, drum, dll) dengan
luas tempat perindukan jentik yang ada.
b) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Penentuan jumlah lokasi
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
2) Larvasidasi.
Penaburan bubuk larvasida atau pembunuh jentik guna memberantas
jentik di tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,
sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-
rendahnya.
a) Sasaran lokasi:
- Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di
desa/kelurahan endemis dan sporadis
- Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan menaburkan
larvasida pada TPA yang ditemukan jentik.
b) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Kegiatan PJB dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M baik di pemukiman
maupun di tempat-tempat umum/industri (TTU/I).
a) Sasaran lokasi:
- Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di
desa/kelurahan endemis dan sporadis pada tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel yang
dipilih secara acak
- Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali)
b) Pembagian tugas :
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
4) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau Bulan Bakti Gerakan 3M
Pembagian tugas :
Petugas provinsi
- Penentuan kegiatan
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
c. Evaluasi PSN
105
Evaluasi PSN dilakukan dengan Survai yang bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam kaitannya
dengan efektifitas pengendalian vektor (fogging, larvasidasi, dan PSN) yang
akan dilakukan di wilayah tersebut atau melalui kegiatan PJB.
Petugas provinsi :
- Penentuan kegiatan
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas :
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
106
4) Ceramah klinik bagi dokter dan paramedis Rumah Sakit dan Puskesmas
Pelaksana: kabupaten/kota
5) Orientasi/pengembangan sistem survailans DBD bagi petugas
kabupaten/kota
Tujuan: Membangun jaringan surveilens DBD yang cepat dan tepat dalam
rangka sistem kewaspadaan dini dan estimasi kejadian luar biasa (KLB).
Pelaksana: Provinsi
1. Pelatihan Jumantik
di 5 puskesmas
2. Surveilans kasus/
PE terhadap
Penderita/
tersangka DBD
107
3. Supervisi ke 5 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Puskesmas
4. Penyuluhan pence-
gahan DBD di 2
Puskesmas
a. Definisi operasional
1) Supervisi DBD merupakan suatu upaya pengawasan, pemantauan atau
penilaian dalam rangka pembinaan dalam pelaksanaan program
pengendalian demam berdarah dengue (DBD) yang dilakukan secara
berjenjang di berbagai tingkatan baik Provinsi, kabupatan Puskesmas
maupun lapangan.
2) Bimbingan teknis DBD adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pengelola program terhadap pelaksana yang terdiri dari pengumpulan
data kinerja program dan penilaian kinerja di lapangan, penyampaian
kebijakan program, bantuan untuk menemukan permasalahan dan
penyebabnya serta bimbingan dan meningkatkan kemampuan pelaksana
untuk mengatasi masalah dan membuat rencana tindak lanjut untuk
perbaikannya.
3) Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan istilah supervisi atau monitoring,
tetapi supervisi dalam istilah sebenarnya lebih bersifat pengawasan
disertai upaya-upaya pembinaan. Sedangkan monitoring lebih berarti
pemantauan atau pengumpulan data tanpa membantu atau membimbing
pelaksana meningkatkan kemampuan.
b. Tujuan
1) Bimbingan teknis bertujuan untuk mengarahkan, membimbing serta
memecahkan masalah yang dihadapi pelaksana agar dapat menghasilkan
kinerja sesuai yang direncanakan
2) Menilai pelaksanaan Program Pengendalian DBD
c. Ruang Lingkup
1) Seluruh kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
pelaksanaan dan evaluasi mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota
sampai Puskesmas.
2) Kegiatan pengendalian DBD meliputi: surveillans kasus, penanggulangan
kasus, penatalaksanaan penderita, surveillans vektor, penanggulangan
dan penyelidikan KLB, pemberdayaan masyarakat, promosi kesehatan,
peningkatan profesionalisme sumber daya.
3) Kerjasama lintas program dan lintas sektor yang dilakukan meliputi:
a) Kewaspadaan dini DBD
b) Penanggulangan Kasus
c) Pengendalian Vektor
d) Penanggulangan dan Penyelidikan KLB
e) Peningkatan Profesionalsme SDM
f) Pemberdayaan masyarakat dan kemitraan
108
2. Pelaksanaan Supervisi dan Bimbingan Teknis
a. Persiapan
1) Penyiapan alat bantu supervisi dan bimbingan teknis berupa format atau
cheklist untuk mengukur kinerja pelaksana sesuai kebutuhan
2) Pengumpulan informasi kinerja pelaksana (dalam harian, mingguan,
bulanan, triwulan atau tahunan) berdasarkan arsip data informasi yang
ada sesuai format atau cheklist
3) Melakukan analisis awal (membandingkan kinerja sesuai arsip data
dengan standar kinerja sesuai pedoman) dan kesimpulan awal
4) Pemberitahuan rencana supervisi dan bimbingan teknis serta informasi
yang akan dikumpulkan
5) Penyiapan surat tugas
b. Pelaksanaan
1) Perkenalan diri dan penyampaian informasi tujuan supervisi dan
bimbingan teknis
2) Pengumpulan data dan informasi tentang kinerja pelaksana dengan
menggunakan format atau cheklist
3) Pencocokan data dan informasi pada sarana pelayanan (dengan
mengunjungi sampel sarana di lapangan)
4) Diskusi bersama pelaksana melakukan analisis (membandingkan kinerja
sesuai arsip data dengan standar kinerja sesuai program) dan membuat
kesimpulan sementara
5) Diskusi bersama pelaksana mencari pemecahan masalah dan
menjadwalkan kegiatannya
6) Diskusi bersama îpimpinan pelaksanaî menyepakati Rencana Tindak
Lanjut untuk pemecahan masalah
7) Memberi motivasi dan ketrampilan tertentu secara lisan dan tertulis
kepada pelaksana sesuai kebutuhan untuk meningkatkan Kinerja
Program
c. Alat
Alat utama adalah format atau cheklist berisi tentang:
1) Daftar indikator penilaian kinerja program yang terdiri dari: indikator input,
indikator proses dan indikator output
2) Kesimpulan Kinerja: penilaian kualitatif (memuaskan, baik, sedang,
kurang) dan Permasalahan
3) Rencana Tindak Lanjut: Daftar kegiatan perbaikan kinerja dan peran
berbagai pihak dan penjadualan serta pembiayaan dalam rencana tindak
lanjut
109
c. Memberi umpan balik hasil supervisi dan bimbingan teknis kepada pelaksana
dan pihak terkait
d. Membandingkan hasil tindak lanjut dengan rencana yang dibuat
e. Bentuk tindak lanjut dalam bimbingan teknis dapat berupa:
1) Pemberitahuan tambahan informasi atau ketrampilan tentang kebijakan,
peraturan, standar dan prosedur yang dibutuhkan pelaksana
2) Perubahan alokasi sarana atau sumber daya pendukung program
(penambahan atau pengurangan)
3) Merujuk pemecahan masalah tertentu kepada pembuat keputusan yang
lebih berwenang.
VIII. KEPUSTAKAAN
110
MATERI INTI 8
PROMOSI KESEHATAN
DALAM PROGRAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu : T 2 JPL, P 2 JPL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Guna membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN) DBD agar lebih
efektif maka kegiatannya perlu dikoordinasikan dalam Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL). Pengendalian penyakit DBD ini merupakan forum kerjasama lintas sektor
di tiap jenjang administrasi pemerintahan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit DBD adalah
dengan pendekatan metode Communication for behavioral impact (COMBI), yang
merupakan suatu proses intervensi perubahan perilaku untuk mencapai tujuan dengan
memperhatikan aspek sosial budaya setempat yang spesifik, untuk merubah masyarakat
dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu
untuk menanggulangi penyakit DBD.
111
1. Strategi advokasi
2. Strategi bina suasana
3. Strategi gerakan pemberdayaan
IV. METODE
• Ceramah
• Tanya jawab
• Bermain peran
V. BAHAN BELAJAR
• Modul
• Buku Panduan
• handout (copy materi)
• Skenario
• LCD,
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol
A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana kesiapan belajar
2. Pekenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi
B. Langkah 2
1. Pelatih menjelaskan tujuan umum dan khusus pembelajaran.
2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasikan tujuan tersebut.
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang materi
2. Fasilitator membagi peserta sesuai dengan skenario
112
VIII. URAIAN MATERI
1. Strategi Advokasi
113
a. Metode Advokasi:
- Lobby
- Pendekatan Informal
- Penggunaan media massa
b. Materi Pesan
- Harus diketahui jumlah kasus DBD di wilayahnya
- Program cara pencegahan dan pengendalian DBD
- Kebijakan dalam pengendalian DBD (menyiapkan tenaga kesehatan, dan
lintas sektor lain untuk melaksanakan program bebas DBD.
114
b. Materi pesan
- Waspada Nyamuk Demam Berdarah
- Gejala demam berdarah
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di
rumah
- 3 M Plus
a. Metode
- Promosi Individu
- Promosi Kelompok
- Promosi Massa
b. Materi Pesan
- Tanda dan gejala DBD
- Cara pencegahan dan pengendalian DBD
- 3 M Plus
115
c. Hasil yang diharapkan
- Tumbuhnya kepedulian masyarakat dalam pengendalian DBD
- Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pengendalian DBD
1. Konsep Kemitraan
116
Kemitraan di bidang kesehatan adalah kemitraan yang dikembangkan
dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Tujuan Khusus :
Adalah Peningkatan 7 Saling :
1. Saling Pengertian
2. Saling Percaya
3. Saling Memerlukan
4. Saling Kedekatan
5. Saling Bantu
6. Saling Mengharagai
7. Saling Dorong Kemampuan Hasil yang
Diharapkan :
Percepatan, Efektivitas
dan Efisiensi Ber-
bagai Upaya Ter-
masuk Kesehatan
b. Pelaku Kemitraan :
117
Unit/Program Sektor-sektor
Sektor Internal
Swasta Kesehatan Pemerintah
Organisasi Lembaga
Lembaga Organisasi Berbasis Perwakilan
Swadaya Berbasis Masyarakat Rakyat
Masyarakat Agama
Organisasi Organisasi
Organisasi Perguruan Profesi Pemuda
Wanita Tinggi
2. POKJANAL DBD
118
Pendekatan penggerakan Peran Serta Masyarakat pada dasarnya tidak
dapat dilakukan secara parsial agar lebih optimal, peran serta masyarakat harus
dibina dan di organisasikan karena peran serta masyrakat itu melibatkan banyak
pihak namun perlu satu sistem melalui POKJANAL.
119
pengendalian penyakit DBD, dan berada di bawah serta bertanggung jawab
kepada Ketua harian Tim Pembina LKMD.
C. PENYULUHAN KESEHATAN
120