Anda di halaman 1dari 202

DA

BAK

SA
I

T
H U

MODUL PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
2011
KATA SAMBUTAN

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya serta dukungan berbagai pihak khususnya para ahli/ pakar yang telah berkontribusi
dalam penyusunan Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue ini.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit endemis dan
menimbulkan masalah kesehatan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara - negara tropis
dan subtropis di dunia. Di Asia penyakit ini endemis di negara - negara ASEAN serta di beberapa
negara Asia Selatan seperti; Bangladesh, India, Srilangka dan Maldives dan lain-lain.

Dalam upaya penanggulangan Demam Berdarah Dengue, pemerintah mempunyai 4 (empat)


pilar strategi. Pertama, memperkuat pengamatan kasus/penderita dan pengamatan vektor
didukung dengan laboratorium yang memadai; Kedua, memperkuat penatalaksanaan penderita
di rumah sakit, puskesmas dan klinik; Ketiga, meningkatkan upaya pengendalian vektor secara
terpadu; Keempat, memperkuat kemitraan dengan berbagai pihak dalam pencegahan dan
penanggulangan penyakit DBD. Dalam rangka mendukung pelaksanaan strategi pemerintah
tersebut maka diperlukan upaya pembangunan kualitas SDM kesehatan yang memadai dalam
pengendalian Demam Berdarah Dengue.

Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue ini diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran dan pelatihan bagi seluruh SDM kesehatan khususnya bagi pengelola program
DBD di daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengendalian Demam
Berdarah Dengue.

Saran-saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih menyempurnakan
penerbitan berikutnya.

Wassalammualaikum warahmatulahi wabarakatuh.

Jakarta, November 2011


Direktur Jenderal PP dan PL

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama


NIP 195509031980121001

i
KATA PENGANTAR

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit endemis dengan
angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan daerah terjangkit semakin
meluas hingga mencapai 400 kabupaten/kota dari 474 kabupaten/kota di Indonesia, bahkan
sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan, sehingga salah satu strategi utama
dan paling effektif untuk pengendalian penyakit DBD adalah dengan cara melakukan upaya
preventif dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD, tanpa mengabaikan
peningkatan kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB serta penatalaksanaan kasus.

Penerapan strategi tersebut memerlukan dukungan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan dan ketrampilan memadai melalui pelatihan di setiap jenjang administrasi.

Untuk keperluan pelatihan telah disusun modul Pelatihan Progaram yang terdiri dari 10 materi
sebagai satu kesatuan pembelajaran, yaitu:

A. Materi Dasar : Kebijakan Pengendalian DBD

B. Materi Inti
1. Epidemiologi DBD
2. Surveilans kasus DBD
3. Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD
4. Tatalaksana Kasus DBD
5. Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus, dan Penanggulangan KLB DBD
6. Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor DBD
7. Perencanaan dan Supervisi Pengendalian DBD
8. Promosi Kesehatan Dalam Pengendalian DBD

C. Materi Penunjang
1. Membangun Komitmen Belajar
2. Rencana Tindak Lanjut dan Pembulatan

Modul ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari buku modul yang telah dicetak pada tahun
2007, dan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi pengelola program
DBD di provinsi maupun kabupaten/kota dalam upaya pengendalian DBD.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas masukan dari berbagai pihak terutama dari para
kontributor serta tim editor yang menjadikan buku modul ini menjadi sempurna dan mudah
dilaksanakan di lapangan.

Jakarta, November 2011


Direktur Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang

dr. Rita Kusriastuti, MSc


NIP 195406011982122001

ii
TIM PENYUSUN

Pelindung
Prof. DR. Dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM & H, DTCE

Pengarah
dr. Rita Kusriastuti, MSc

Kontributor
1. dr. Triyunis Miko (FKM-UI)
2. dra. Sri Kusminarti (Pusat Promkes)
3. dr. Mulya Rahma karyanti, Sp.A (Dep. Ilmu Kesehatan Anak-RSCM
4. drh. Sri Sugiharti, MKes (PPSDM, Kemkes)
5. dr. Binyamin Sihombing, MPH (WHO Indonesia)
6. Dra. Fitri Riyanti, Msi (Subdit Pengendalian Vektor)
7. drh. Sugiarto, Msi (Subdit Pengendalian Vektor)
8. dr. Bangkit Hutajulu, MSc, PH (Subdit Arbovirosis)
9. drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes (Subdit Arbovirosis)
10. dr. Darmawali handoko, M.Epid (Subdit Arbovirosis)
11. dr. Iriani Samad
12. Rohani Simanjuntak, SKM, MKM
13. Subahagio SKM
14. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi
15. Erliana Setaini, SKM, MPH
16. dr. Sri Hartoyo
17. dr. Dauries Ariyanti Muslikhah
18. Suratno
19. Suharyono

Editor
1. dr. Darmawali handoko, M.Epid
2. drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes
3. dr. Sri Hartoyo

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada semua pihak yang telah memberikan masukan/saran perbaikan

iii
DAFTAR SINGKATAN

3M : Menutup, Menguras dan Memanfaatkan


ABJ : Angka Bebas Jentik
Ae : Aedes
APD : Alat Pelindung Diri
AR : Attack Rate
BI : Breteau Index
BLL : Building Learning Commitment
BMKG : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
BPS : Biro Pusat Statistik
Bti : Bacillus Thruringiensis
CI : Container Index
COMBI : Communication for behavioral impact.
CSS : Cairan Serebrospinal
DBD : Demam Berdarah Dengue
DD : Demam Dengue
Den : Dengue
DP-DBD : Data Peorangan Demam Berdarah Dengue
HI : House Index
IAKMI : Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
ICR : Index Curah Hujan
IDI : Ikatan Dokter Indonesia
IGRs : Insect Growth Regulators
IWAPI : Ikatam
JE : Japanese Encephalitis
JPL : Jam Pelajaran
JUMANTIK : Juru Pemantau Jantik
KD-DBD : Kewaspadaan Dini DBD
KDRS : Kewaspadaan Dini Rumah Sakit
KID : Koagulasi Intravascular Disseminata
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
KLB : Kejadian Luar Biasa
LCD : Liquit Crystal Display
LPB : Limfosit Plasma Biru
LSM : Lembaga Sosial Masyarakat
MDGs : Millenium Development Goals
MUSREBANG : Musyawarah Rencana Pembangunan
NS : Non Struktural
PF : Fogging Fokus
PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PLA : Partisipatory Learning Approach
POKJA : Kelompok Kerja
POKJANAL : Kelompok Kerja Oerasional
PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk
PVT : Pengendalian Vektor Terpadu
PWS : Pemantauan Wilayah Setempat

iv
SDM : Sumber Daya Manusia
SKD : Sistem Kewaspadaan Dini
SOP : Standar Operasional Prosedur
SP : Species
SPM : Standard Pelayanan Minimal
SSD : Syndrome Syok Dengue
STP : Sistim Terpadu Penyakit
T : Teori
TPA : Tempat Penampungan Air
TPK : Tujuan Pembelajaran Khusus
TP-LKMD : Tim Pembina Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
TPU : Tujuan Pembelajaran Umum
TTU : Tempat - tempat Umum
UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
ULV : Ultra Low Volume
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
UPT : Unit Pelaksana Teknis
UPTD : Unit Pelaksana Teknis Daerah
USG : Ultra Sonografi
WI : Widya Iswara

v
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ................................................................................................................ ii


KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
TIM PENYUSUN.................................................................................................................... iii
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ ix

BAB I KURIKULUM PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD)
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Filosofi ................................................................................................................... 2
II. PERAN DAN FUNGSI ................................................................................................. 2
A. Peran ..................................................................................................................... 2
B. Fungsi .................................................................................................................... 2
III. KOMPETENSI ............................................................................................................. 2
IV. TUJUAN PELATIHAN.................................................................................................. 3
A. Tujuan Umum ........................................................................................................ 3
B. Tujuan Khusus....................................................................................................... 3
V. STRUKTUR PROGRAM.............................................................................................. 3
VI. PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA ......................................................... 4
A. Peserta .................................................................................................................. 4
B. Fasilitator / Narasumber ........................................................................................ 4
C. Penyelenggara....................................................................................................... 4
VII. ALUR PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN..................................................... 5
VIII. WAKTU DAN KELENGKAPAN PELATIHAN............................................................... 5
A. Waktu Pelatihan..................................................................................................... 5
B. Kelengkapan Pelatihan.......................................................................................... 5
IX. MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN ............................................................. 6
A. Monitoring .............................................................................................................. 6
B. Evaluasi ................................................................................................................. 6
X. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (lampiran) .......................................... 6
XI. SERTIFIKASI ............................................................................................................... 6

BAB II MATERI DASAR KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DBD....................... 7


I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. 7
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................................... 7
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... 7
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... 7
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... 7
IV. METODE...................................................................................................................... 8
V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ 8
VI. ALAT BANTU BELAJAR.............................................................................................. 8
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.................................................................... 8
A. Langkah 1 .............................................................................................................. 8
B. Langkah 2 .............................................................................................................. 8

vi
VIII. URAIAN MATERI......................................................................................................... 8
A. Situasi DBD dan Permasalahan DBD di Indonesia ............................................... 8
B. Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD................................................................. 10
IX. KEPUSTAKAAN .......................................................................................................... 15

BAB III MATERI INTI 1 EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE ...................... 16


I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. 16
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................................... 16
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... 16
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... 16
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... 16
IV. METODE...................................................................................................................... 16
V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ 16
VI. ALAT BANTU............................................................................................................... 17
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ................................................ 17
VIII. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN : EPIDEMIOLOGI DBD ................................... 17
1. Gambaran Epidemiologi ........................................................................................ 17
2. Penyebab Penyakit................................................................................................ 18
3. Distribusi Penyakit ................................................................................................. 19
4. Penularan dan masa inkubasi ............................................................................... 20
5. Faktor Risiko Penularan Infeksi Dengue ............................................................... 21
6. Ukuran Epidemiologi.............................................................................................. 23
IX. KEPUSTAKAAN .......................................................................................................... 23

MATERI INTI 2 SURVEILANS KASUS DBD........................................................................ 24


I. Deskripsi Singkat ......................................................................................................... 24
II. Tujuan Pembelajaran................................................................................................... 24
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... 24
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... 24
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... 24
IV. METODE...................................................................................................................... 24
V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ 25
VI. ALAT BANTU BELAJAR.............................................................................................. 25
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.................................................................... 25
VIII. URAIAN MATERI......................................................................................................... 25
A. TUJUAN DAN PENGERTIAN SURVEILANS DBD ............................................... 25
B. SISTIM PELAKSANAAN SURVEILANS DALAM PENGENDALIAN DBD ............ 27
C. KEGIATAN SURVEILANS DI BERBAGAI TINGKATAN ....................................... 33
IX. KEPUSTAKAAN .......................................................................................................... 43

MATERI INTI 3 SURVEILANS DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD.............................. 44


I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. 44
A. Surveilans Vektor DBD .......................................................................................... 44
B. Pengendalian Vektor DBD..................................................................................... 44
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................................... 45
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... 45
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... 45
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... 45
IV. METODE...................................................................................................................... 46
V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ 46

vii
VI. ALAT BANTU............................................................................................................... 46
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) .................... 46
VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ 47
A. METODE SURVEILANS VEKTOR DBD ............................................................... 47
B. MORFOLOGI, IDENTIFIKASI DAN BIOEKOLOGI VEKTOR DBD ....................... 53
C. METODE PENGENDALIAN VEKTOR ................................................................. 57
D. KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD ..................................................... 60
E. PELAPORAN DAN EVALUASI HASIL PENGENDALIAN VEKTOR .................... 61
IX. KEPUSTAKAAN ......................................................................................................... 63

MATERI INTI 4 TATALAKSANA KASUS DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH


DENGUE .............................................................................................................................. 64
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. 64
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ 64
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... 64
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... 64
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... 64
IV. METODE ..................................................................................................................... 64
V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... 65
VI. ALAT BANTU BELAJAR ............................................................................................. 65
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN BELAJAR ............................................................ 65
VIII. URAIAN MATERI ....................................................................................................... 65
A. Definisi Operasional DD dan DBD ........................................................................ 65
B. Diagnosis DD dan DBD ......................................................................................... 66
C. Tatalaksana DD dan DBD .................................................................................... 71
IX. KEPUSTAKAAN ......................................................................................................... 78

MATERI INTI 5 PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN


PENANGGULANGAN KLB .................................................................................................. 79
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ 79
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ 79
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... 79
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... 79
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... 79
IV. METODE...................................................................................................................... 80
V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... 80
VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. 80
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ................................................................... 80
VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ 80
A. KONSEP PENANGGULANGAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN
PENANGGULANGAN FOKUS (PF) ...................................................................... 80
B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA .................................................. 84

MATERI INTI 6 PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR ... 87


I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ 87
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ 87
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... 87
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... 87
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... 87
IV. METODE ..................................................................................................................... 88

viii
V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... 88
VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. 88
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) .................... 88
URAIAN MATERI .................................................................................................................. 89
A. MESIN HOT FOGGER .......................................................................................... 89
B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV) .................................................................. 92
C. JENIS DAN APLIKASI INSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR
DBD ....................................................................................................................... 93
MATERI INTI 7 PERENCANAAN DAN SUPERVISI PROGRAM PENGENDALIAN
PENYAKIT DBD.................................................................................................................... 98
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ 98
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ 98
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... 98
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... 98
III. POKOK BAHASAN ..................................................................................................... 98
IV. METODE ..................................................................................................................... 99
V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... 99
VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. 99
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ............................................... 99
VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ 99
A. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD ............................................................. 100
B. PENENTUAN KEGIATAN PENGENDALIAN DBD ............................................... 103
C. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL ....................................................... 107
VIII. KEPUSTAKAAN ........................................................................................................ 110

MATERI INTI 8 PROMOSI KESEHATAN DALAM PROGRAM PENGENDALIAN


DEMAM BERDARAH DENGUE .......................................................................................... 111
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ 111
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ....................................................................................... 111
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... 111
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... 111
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... 111
IV. METODE ..................................................................................................................... 112
V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... 112
VI. ALAT BANTU BELAJAR ............................................................................................ 112
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ................................................................... 112
VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ 113
A. STRATEGI DASAR PROMOSI KESEHATAN ...................................................... 113
B. KEMITRAAN MELALUI POKJANAL DBD ............................................................. 116
C. PENYULUHAN KESEHATAN .............................................................................. 120

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Garis Besar Program Pembelajaran


Lampiran 2 : Peraturan Perundang-undangan terkait dengan program pengendalian DBD
Lampiran 3 : KD-PKM
Lampiran 4 : Formulir K-DBD
Lampiran 5 : Formulir W2-DBD
Lampiran 6 : Formulir W 1
Lampiran 7 : Formulir KD-RS
Lampiran 8 : Formulir DP-DBD
Lampiran 9 : Formulir P-DBD
Lampiran 10 : Kartu Jentik Rumah/Bangunan
Lampiran 11 : Formulir JPJ-1
Lampiran 12 : Formulir PJB-1
Lampiran 13 : Formulir PJB-2
Lampiran 14 : Formulir PJB-3
Lampiran 15 : Panduan praktek materi inti 3
Lampiran 16 : Formulir So
Lampiran 17 : Studi kasus materi inti 4
Lampiran 18 : Form PE
Lampiran 19 : Form hasil PE
Lampiran 20 : Form Berita Acara hasil penanggulangan DBD
Lampiran 21 : Form KLB DBD
Lampiran 22 : Studi materi inti 5
Lampiran 23 : Panduan praktek materi inti 6
Lampiran 24 : Perhitungan insektisida dalam pengendalian vektor
Lampiran 25 : Contoh cara perhitungan kegiatan pengendalian DBD
Lampiran 26 : Check list supervisi
Lampiran 27 : Studi kasus materi inti 7
Lampiran 28 : Studi kasus materi inti 8

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Indikator Nasional DBD


Tabel 2 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD menurut desa/kelurahan per mingguan
Tabel 3 : Jumlah penderita DBD per tahun di Puskesmas tahun 2008 - 2010
Tabel 4 : Distribusi penderita DBD menurut RW di Kelurahan
Tabel 5 : Jumlah penderita DBD per bulan di Puskemas X Tahun 2006 - 2010
Tabel 6 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD menurut Kecamatan per mingguan
Tabel 7 : Distribusi penderita DBD, per Kecamatan di wilayah kerja Puskesmas
Tabel 8 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD di Kabupaten
Tabel 9 : Jumlah pendeirta dan kematian DBD di kabupaten per kelompok umur per tahun
Tabel 10 : Jumlah DD, DBD, dan SSD mingguan di provinsi
Tabel 11 : Distibusi penderita DBD per kabupaten/kota
Tabel 12 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD di provinsi
Tabel 13 : Jumlah penderita dan kematian DBD per golongan umur di provinsi
Tabel 14 : Kajian daerah masalah DBD kabupaten per Puskesmas
Tabel 15 : Contoh penentuan besarnya masalah DBD per desa/kelurahan per Puskesmas
Tabel 16 : Contoh penggunaan bagan Ganti pada program

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Grafik Pertambahan Jumlah kasus DBD sejak tahun 1968 - 2011
Gambar 2 : Grafik Insidens Rate DBD per 100.00 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR)
di Indonesia tahun 2005-2010
Gambar 3 : Grafik Insidens Rate (IR) DBD per Provinsi di Indonesia tahun 2010
Gambar 4 : Virus Dengue
Gambar 5 : Grafik Distribusi Kasus Dengue di Negara-negara Asia Tahun 2000-2009
Gambar 6 : Distribusi IR DBD di Indonesia Tahun 2010
Gambar 7 : Nyamuk Aedes Aegypti
Gambar 8 : Siklus penularan penyakit DBD
Gambar 9 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi NTT Tahun
2005-2009
Gambar 10 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi Kalimantan Timur
tahun 2005-2009
Gambar 11 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi DKI Jakarta tahun
2005-2009
Gambar 12 : Peta Stratifikasi desa/kelurahan DBD di Puskesmas X
Gambar 13 : Grafik rata-rata jumlah penderita DBD di Puskesmas X tahun 2006-2010
Gambar 14 : Contoh Ovitrap
Gambar 15 : Contoh Aspirator
Gambar 16 : Ovarium Aedes sp
Gambar 17 : Dilatasi pada saluran telur (pedikulus) Aedes sp
Gambar 18 : Telur Aedes aegypti
Gambar 19 : Larva Aedes aegypti
Gambar 20 : Pupa
Gambar 21 : Aedes sp
Gambar 22 : Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti
Gambar 23 : Cara menghitung hasil Uji Torniquet
Gambar 24 : Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit
Gambar 25 : Tanda Penyembuhan DBD
Gambar 26 : Contoh Mesin Hot Fogger
Gambar 27 : Contoh Mesin Ultra Low Volume (ULV)

xii
Lampiran 1

MATERI DASAR 1 : Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD


WAKTU : 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu memahami Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan yang terkait
dengan program pengendalian DBD.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Mampu menjelaskan Pokok Bahasan : Situasi DBD dan Ceramah, LCD,
situasi dan Permasalahan Pengendalian DBD: Diskusi & komputer &
permasalahan yang 1. Situasi DBD di Indonesia tanya bahan ajar
terkait dengan 2. Permasalahan Pengendalian DBD jawab
pengendalian DBD
2 Mampu menjelaskan Pokok Bahasan : Kebijakan Ceramah, LCD,
kebijakan, strategi, Pengendalian DBD : Diskusi & komputer &
dan kegiatan pokok 1. Renstra Kemenkes tahun 2010- tanya bahan ajar
pengendalian DBD 2014 jawab
dan menjelaskan 2. Visi, Misi, dan Tujuan
target/indikator kinerja Pengendalian DBD.
pengendalian DBD 3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran
Pengendalian DBD
4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD
5. Target/indikator pengendalian DBD
tahun 2010-2014

MATERI INTI 1 : Epidemiologi DBD


WAKTU : T 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta latih mampu memahami epidemiologi DBD

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Epidemiologi Ceramah, LCD,
gambaran DBD : Diskusi & komputer &
epidemiologi DBD 1.Gambaran Epidemiologi tanya bahan ajar
2.Penyebab penyakit jawab
3.Distribusi penyakit
4.Penularan dan Masa Inkubasi
5.Faktor resiko penularan
6.Ukuran epidemiologi yang
berhubungan dengan DBD

121
MATERI INTI 2 : Surveilans Kasus DBD
WAKTU : T 2 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah kerjanya.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan Tujuan dan Ceramah, LCD,
pengertian dan tujuan pengertian surveilans DBD: tanya jawab & komputer &
surveilans DBD 1.Tujuan surveilans praktek bahan ajar
2.Pengertian
3.Definisi Operasional
2 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Sistem Ceramah, LCD,
sistem pelaksanaan Pelaksanaan Surveilans tanya jawab & komputer &
surveilans dalam dalam pengendalian DBD: praktek bahan ajar
pengendalian DBD 1.Jenis Sumber data
2.Peran Unit Pelaksana
3.Strategi dan pelaksanaan
surveilans pengendalian DBD
3 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Kegiatan Ceramah, LCD,
sistem pelaporan dan surveilans DBD di berbagai tanya jawab & komputer &
kegiatan surveilans tingkat administrasi: praktek bahan ajar
kasus DBD 1.Tingkat Puskesmas
2.Tingkat Kabupaten/kota
3.Tingkat provinsi

MATERI INTI 3 : Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD


WAKTU : T 2 JPL, P 3 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melaksanakan surveilans dan pengendalian vektor DBD diwilayah kerjanya.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Metode Ceramah, LCD,
metode surveilans Surveilans vektor DBD : tanya jawab & komputer &
vektor DBD 1.Penentuan lokasi pengamatan praktek bahan ajar
2.pelaksanaan pengamatan
3.Teknis pengamatan
4.Alat dan Bahan survey
5.Laporan hasil survei
2 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan Morfologi, Ceramah, LCD,
morfologi, identifikasi identifikasi dan Bioekologi tanya jawab & komputer &
dan bio-ekologi vektor vektor DBD praktek bahan ajar
DBD Sub Pokok Bahasan :
1.Morfologi
2.Identifikasi
3.Bioekologi vektor DBD
3 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan Metode Ceramah, LCD,
Metode pengendalian pengendalian vektor tanya jawab & komputer &

122
vektor Sub Pokok Bahasan : praktek bahan ajar
1.Kimiawi
2.Biologi
3.Managemen lingkungan
4.Pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) DBD
5.Pengendalian vektor
terpadu
4 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Kegiatan Ceramah, LCD,
kegiatan pengendalian pengendalian vektor DBD : tanya jawab & komputer &
vektor DBD 1.Kegiatan pengendalian praktek bahan ajar
vektor di tingkat
administrasi
2.Operasional pengendalian
vektor
3.Kegiatan pengendalian
vektor pada KLB DBD
3 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Ceramah, LCD,
pelaporan dan evaluasi Pelaporan dan Evaluasi tanya jawab & komputer &
hasil pengendalian hasil pengendalian vektor : praktek bahan ajar
vektor DBD 1.Pelaporan hasil
pengendalian vektor
2.Evaluasi hasil
pengendalian vektor

MATERI INTI 4 : Tatalaksana Kasus Demam Dengue dan DBD


WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum :


Peserta mampu memahami tatalaksana Demam Dengue dan DBD.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Menjelaskan definisi Pokok Bahasan : Ceramah, LCD,
operasional kasus DD Definisi Operasional DD tanya jawab & komputer &
dan dan DBD : praktek bahan ajar
DBD 1.Definisi Suspek
Infeksi Dengue
2.Definisi DD
3.Definisi DBD
2 Menjelaskan tatacara Pokok Bahasan : Ceramah, LCD,
mendiagnosis DD dan Diagnosis DD dan DBD : tanya jawab & komputer &
DBD berdasarkan 1.Diagnosis Suspek praktek bahan ajar
gejala Infeksi Dengue
klinis dan pemeriksaan 2.Diagnosis Demam
laboratorium. Dengue
3.Diagnosis DBD

123
4.Jenis - Jenis
Pemeriksaan
laboratorium pada
penderita DBD
4 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Kegiatan Ceramah, LCD,
kegiatan pengendalian pengendalian vektor DBD : tanya jawab & komputer &
vektor DBD 1.Kegiatan pengendalian praktek bahan ajar
vektor di tingkat
administrasi
2.Operasional pengendalian
vektor
3.Kegiatan pengendalian
vektor pada KLB DBD
3 Menjelaskan tata laksana Pokok Bahasan : Tata Ceramah, LCD,
DD dan DBD meliputi laksana DD dan DBD: tanya jawab & komputer &
pertolongan pertama oleh 1.Pertolongan Pertama praktek bahan ajar
Masyarakat, oleh petugas Penderita DBD oleh
medis dan paramedis, dan masyarakat.
tatacara rujukan ke 2.Langkah-langkah
Rumah Sakit Pemeriksaan DD dan
DBD
3.Tatalaksana Rujukan
penderita DBD
4.Tatalaksana DD dan
DBD

MATERI INTI 5 : Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus dan


Penanggulangan KLB
WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum :


Peserta mampu melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan
penanggulangan KLB DBD.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan POKOK BAHASAN : Ceramah, LCD,
konsep PE, PF, dan KONSEP PENYELIDIKAN tanya jawab & komputer &
KLB dan Dapat EPIDEMIOLOGI (PE) : praktek bahan ajar
melaksanakan PE 1.Konsep PE
dan PF 2.Konsep PF
2 Dapat melaksanakan POKOK BAHASAN : Ceramah, LCD,
penanggulangan KLB PENANGGULANGAN tanya jawab & komputer &
KEJADIAN LUAR BIASA : praktek bahan ajar
1.Konsep KLB
2.Langkah-langkah
pelaksanaan
penanggulangan KLB
3.Evaluasi Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB)

124
MATERI INTI 6 : Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor
WAKTU : T 2 JPL, PL 4 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum :


Peserta mampu melakukan pengoperasian alat dan menjelaskan bahan pengendalian vektor
DBD.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Melakukan pengoperasian Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,
mesin hot fogger Mesin hot fogger jawab, diskusi & komputer &
(pengkabut panas) : praktek bahan ajar
1.Petunjuk Teknis
Pengoperasian Mesin
hot fogger
2.Petunjuk teknis
perbaikan hot fogger
3.Petunjuk Teknis
perawatan mesin hot
fogger
2 Melakukan pengoperasian Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,
mesin ULV. mesin Ultra Low jawab, diskusi & komputer &
Volume (ULV) : praktek bahan ajar
1.Petunjuk Teknis
Pengoperasian Mesin
ULV
2.Petunjuk teknis
perbaikan mesin ULV
3.Petunjuk teknis
perawatan mesin ULV
3 Mengaplikasikan Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,
insektisida Jenis dan aplikasi jawab, diskusi & komputer &
insektisida untuk praktek bahan ajar
pengendalian vektor
DBD :
1.Jenis Insektisida
2.Cara aplikasi
Insektisida

125
MATERI INTI 7 : Perencanaan Pengendalian Penyakit DBD.
WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Menentukan daerah Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,
masalah DBD melalui Penentuan Daerah jawab, & praktek komputer &
kajian epidemiologi Masalah DBD : bahan ajar
1.Dasar Penyusunan
Rencana
2.Penentuan Daerah
Masalah DBD
3.Penentuan
besarnya masalah
DBD
2 Menentukan kegiatan Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,
pengendalian DBD Penentuan kegiatan jawab, & praktek komputer &
pengendalian DBD : bahan ajar
Jenis Kegiatan
3 Menyusun rencana Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,
operasional Penyusunan Rencana jawab, & praktek komputer &
Operasional bahan ajar
4 Melaksanakan Supervisi Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,
dan Bimbingan Teknis Supervisi dan jawab, & praktek komputer &
serta Membuat Bimbingan Teknis : bahan ajar
kesimpulan akhir dan 1.Konsep Supervisi
laporan umpan balik dan Bimbingan Teknis
2.Pelaksanaan
Supervisi dan
bimbingan Teknis
3.Penilaian Supervisi
dan bimbingan Teknis

126
MATERI INTI 8 : Promosi Kesehatan dalam program Pengendalian DBD
WAKTU : T 2 JPL, P 2 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum :


Peserta mampu melaksanakan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD.

No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &


Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Strategi Ceramah, tanya LCD,
tentang promosi dasar promosi kesehatan : jawab & komputer &
kesehatan 1.Strategi advokasi bermain peran bahan ajar
2.Strategi bina suasana
3.Strategi gerakan
pemberdayaan

2 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Ceramah, tanya LCD,


tentang kemitraan Kemitraan melalui jawab & komputer &
POKJANAL DBD : bermain peran bahan ajar
1. Konsep kemitraan
2. POKJANAL DBD
3 Dapat melakukan Pokok Bahasan Ceramah, tanya LCD,
penyuluhan kesehatan Penyuluhan Kesehatan jawab & komputer &
bermain peran bahan ajar

127
Lampiran 2

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT DENGAN PROGRAM


PENGENDALIAN DBD

A. Peraturan Perundang-Undangan Inti Terkait Dengan Program Pengendalian


DBD
1. KEPMENKES No. 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (lihat lampiran KEPMENKES tsb.)

2. KEPMENKES No. 92 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan


Menteri Kesehatan RI No. 581/Menkes/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (lihat KEPMENKES tsb)

3. KEPMENDAGRI No. 31-VI Tahun 1994 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja


Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) Tim
Pembina LKMD Tingkat Pusat (lihat KEPMENKES tsb).

B. Peraturan Perundang-Undangan Penunjang Beserta Pasal-Pasal Terkait Dengan


Program Pengendalian DBD

1. UU No. 4 Th. 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (pasal 1-15)


2. UU No. 23 Th.1992 tentang Kesehatan (Bab III Ps.4,6,12s/d 15, Bab IV, Ps.17s/d 22,
Bab V ,Ps 50; BAB VI. Ps 53 s/d 60; BAB IX Ps.73-78, BAB XIII Ps.102 & 103; BAB
XV.107 .
3. UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Penjelasan Umum.1b,3,7 s/d 10)
4. UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah (BAB VI Ps.10, BAB 10
Ps.87)
5. PP No. 40 Th. 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (BAB I, BAB II,
Bab III s/d XI.)
6. PP No. 25 Th. 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai Daerah
Otonomi (BAB II Ps.2 (10.j)
7. PP No. 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
8. PP No. 39 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (BAB IV Ps.6 s/d 9,
BAB VI Ps.11
9. PP 52 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Tugas Perbantuan (BAB VII Ps.11,12,
BAB VIII Ps. 13,14)
10. PP No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal
11. PERPRES No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2004 - 2009 ( Ps.6, Bab 28 tentang kesehatan)
12. PERMENKES No. 560 Tahun 1989 Tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara
Penanggulangannya
13. PERMENKES No. 949 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Kejadian Luar Biasa (KLB). (Lampiran latar belakang penyakit yang sering menimbulkan
KLB)

128
14. PERMENKES No. 1575 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan (Bab VI Ps. 380 s/d 390, Ps.458 s/d 460, 466-468)
15. KEPMENKES R.I No.829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Kesehatan Perumahan
(Lampiran C persyaratan kesehatan Lingkungan no.6)
16. KEPMENKES No. 261 Tahun 1998 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
(BAB II Persyaratan H. Tentang vektor penyakit ) .
17. KEPMENKES No. 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
18. KEPMENKES No. 1116 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan (III. Penyelenggaran sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan No. D.1.d)
19. KEPMENKES No. 1457 Tahun 2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota. (P. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit DBD)
20. KEPMENKES No. 1479 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu
(lampiran Jenis-jenis penyakit no.5. bersumber RS. No.21)
21. KEPMENKES No. 131 Tahun 2004 Tentang Sistem Kesehatan Nasional
22. KEPMENKES No. 1091 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. (Lampiran keputusan no urut P.
Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Demam Berdarah)
23. KEPMENKES No. 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit ( Lampiran , Tatalaksana RS, no.5.b.10; VI.C.1.a)
24. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen Kesehatan
2005 - 2009
25. KEPMENKES RI No.1350/MENKES/SK/XII/2001 Tentang Pestisida, DEPKES RI ,
Jakarta Tahun 2004. (Bab 1. Ketentuan Umum Ps.1, Bab III P, BAB II, Ps 2,3, Bab III
Ps 4 s/d7, Bab IV Ps.9 s/d 13, Bab V Ps14 s/d 19, BAb VI Ps. 20, BAB VII Ps 21)
26. PERDA (Peraturan Daerah)
CONTOH :
a. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2044 Tahun 2004 Tentang Satuan
Biaya Untuk Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE), Pengasapan
(Fogging), Operasional ULV, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) Di Provinsi Daerah Ibukota Jakarta
b. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 447 Tahun 2005 Tentang
Penanggulangan Waspada Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Demam Berdarah
Dengue di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
c. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 11 Tahun 2003
Tentang Kewaspadaan Dini Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
d. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 39 Tahun 2004
Tentang Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Lingkungan
Kelurahan Provinsi DKI Jakarta
e. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 115 Tahun 2005
Tentang Antisipasi Perkembangan Situasi Musim Hujan di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
f. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
No. 5681 Tahun 2005 Tentang Penetapan Penggunaan Anggaran Swadana
Puskesmas Untuk Kegiatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
g. Surat Edaran Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 46/SE/2004
Tentang Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-
DBD) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

129
h. Surat Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat Tanggal No.
500/SKR/PKK.PST/IX/94 Kepada Ibu Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Dati I di
Seluruh Indonesia Perihal Penyuluhan dan Motivasi tentang Gerakan PSN-DBD
i. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen
Kesehatan 2005 - 2009

Lampiran 2
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 581/Menkes/SK/VII/1992
TENTANG
PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
yang cenderung meningkat jumlah kasusnya dan penyebarannya, serta
sering menimbulkan kejadian luar biasa dan kematian sehingga menjadi
masalah kesehatan masyarakat;

b. bahwa untuk itu perlu dilakukan berbagai kegiatan pemberantasan penyakit


demam berdarah dengue secara dini dan terus-menerus;

c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan


Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan


(Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2068).

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan


daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, tambahan Lembaran
Negara Nomor 3037).

3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa


(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3153).

4. Undang-undang No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular


(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3273).

5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian


Urusan Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan


Instansi Vertikal daerah.

130
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3447)

8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1980 tentang


Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa Menjadi
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa.

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis


Penyakit Tertentu yang dapat menimbulkan wabah, Tata Cara
Penyampaian Laporannya dan Tata cara Penanggulangan Seperlunya.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG


PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Kedua : Upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan melalui


kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan penderita, pengamatan penyakit
dan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan seperlunya, penanggulangan
lain dan penyuluhan kepada masyarakat.

Ketiga : Pelaksanaan kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue


dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di bawah koordinasi Kepala
Wilayah/Daerah.

Keempat : Pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan


sesuai dengan yang tercantum dalam lampiran keputusan ini.

Kelima : Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.

Keenam : Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan


penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal: 27 Juli 1992

MENTERI KESEHATAN RI,

Dr. ADHYATMA, MPH.

131
LAMPIRAN KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN R.I.
NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992.
TANGGAL : 27 JULI 1992

BAB I
PENDAHULUAN

1. Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan virus dan ditularkan lewat nyamuk
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang cenderung
semakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk.

2. Seluruh wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit Demam


Berdarah Dengue karena virus penyebab dan nyamuk penularnya (Aedes aegypti)
tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di Tempat Umum, kecuali yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.

3. Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang:


a. Terutama menyerang anak
b. Ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat menimbulkan renjatan dan
kematian
c. Termasuk salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah.

4. Pemberantasan penyakit demam berdarah dengue pada dasarnya dilakukan sesuai


dengan pemberantasan penyakit menular pada umumnya, namun mengingat vaksin
untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum ditemukan, maka
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan terutama dengan
memberantas nyamuk penularnya.

5. Untuk memberantas penyakit demam berdarah dengue diperlukan pembinaan peran


serta masyarakat guna mencegah dan membatasi penyebaran penyakit.

6. Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan motivasi


kepada masyarakat. Oleh karena itu pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
dilaksanakan melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang dikoordinasikan oleh
kepala Wilayah/Daerah.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan Tujuan Keputusan ini adalah memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh
masyarakat, petugas kesehatan dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah
dan membatasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue sehingga terjadinya kejadian
luar biasa/wabah dapat dicegah dan angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan
serendah-rendahnya.

132
BAB III
DASAR HUKUM

1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan (Lembaran


Negara tahun 1960 nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068).

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan daerah


(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, tambahan Lembaran Negara Nomor 3037).

3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ( Lembaran Negara,


Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153).

4. Undang-undang No.4 tahun 1984 tentang wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara
Tahun 1984 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273).

5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian Urusan


Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi


Vertikal daerah.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit


Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447)

8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1980 tentang Penyempurnaan


dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa Menjadi Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa.

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis Penyakit


Tertentu yang dapat menimbulkan wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan
Tata cara Penanggulangan Seperlunya.

BAB IV
PENGERTIAN

1. Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam
mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah,
nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae,
lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock).

2. Penderita/tersangka adalah orang sakit dengan tanda-tanda seperti pada butir 1 atau
sekurang-kurangnya panas tanpa sebab jelas dan petichiae atau tanda perdarahan
lainnya.

133
3. Pengamatan penyakit adalah kegiatan mencatat jumlah penderita/tersangka penyakit
demam berdarah dengue menurut waktu dan tempat (wilayah) kejadian, yang
dilaksanakan secara teratur.

4. Pemusnahan penyebab penyakit adalah penyemprotan insektisida untuk membasmi


nyamuk pembawa virus dengue.

5. Pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue adalah semua upaya untuk


mencegah dan menangani kejadian Demam Berdarah Dengue termasuk tindakan untuk
membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue.

6. Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan


pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kuranya 100
meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih
lanjut.

7. Penanggulangan seperlunya adalah penyemprotan insektisida dan /atau


pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan
epidemiologi.

8. Kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian


penyakit demam berdarah dengue yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu.

9. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik
nyamuk, yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya
tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam
berdarah dengue.

10. Abatisasi adalah penaburan insektisida pembasmi jentik pada tempat penampungan air.

11. Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal termasuk bangunan yang digunakan
untuk usaha kecil seperti warung, toko,industri-rumahan, dan mushola.

12. Tempat umum ialah bangunan untuk pelayanan umum seperti sekolah, hotel/losmen,
asrama, rumah makan, tempat rekreasi, tempat industri/pabrik, kantor, terminal/stasiun,
stasiun pompa bensin, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, dimana
kemungkinan terjadinya penularan tinggi.

13. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah dan/atau Tempat Umum yang tidak
ditemukan jentik, pada pemeriksaan jentik berkala.

14. Desa/kelurahan rawan adalah desa/kelurahan yang dalam 3 tahun yang terakhir
kejangkitan penyakit demam berdarah dengue, atau yang karena keadaan
lingkungannya (antara lain karena penduduknya padat, mempunyai hubungan
transportasi yang ramai dengan wilayah lain), sehingga mempunyai risiko untuk kejadian
luar biasa.

134
BAB V
TANDA-TANDA DAN PENYEBARAN
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

1. Penderita penyakit demam berdarah dengue pada umumnya disertai tanda-tanda


sebagai berikut:
a. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah/lesu. Pada tahap
ini sulit dibedakan dengan penyakit lain
b. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit
muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, berak
darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.
Untuk membedakannya kulit diregangkan; bila hilang bukan tanda penyakit demam
berdarah dengue.
c. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang
selanjutnya:
1) Penderita sembuh, atau
2) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin,
banyak mengeluarkan keringat.
Bila keadaan berlanjut, terjadi renjatan 9lemah lunglai, denyut nadi lemah atau
tak teraba). Kadang-Kadang Kesadarannya menurun.

2. Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus yang hidup di kebun).
Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah penderita penyakit
demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang membawavirus itu dalam
darahnya (carier).

3. Virus dengue memperbanyak diri dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk ke
kelenjar liurnya.

4. Jika nyamuk ini menggit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan bersama air
liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut menderita sakit demam
berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan
berada dalam darah selama 1 minggu.

5. Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah
dengue. Ada yang demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan
ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus
dengue selama 1 minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai
wilayah yang ada nyamuk penularnya.

6. seluruh wilayah mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit demam berdarah dengue,
namun tempat yang potensial bagi penyebaran penyakit adalah desa rawan dan tempat
umum.

7. Nyamuk penular demam berdarah dengue teruitama adalah Aedes aegypti.

a. Sifat-sifat nyamuk Aedes aegypti:


1) Berwarna hitam dengan gelang-gelang (loreng) putih pada tubuhnya, dengan
bercak-bercak putih di sayap dan kakinya.Berkembang biak di tempat
penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi/wc, tempayan,

135
drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot
tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain.
2) Kadang-kadang juga di pelepah daun, lobang pohon, lobang pagar pipa/bambu,
lobang pipa tiang bendera, dan genangan air di talang atap rumah dan lain-lain.
3) Biasanya menggigit pada siang hari.
4) Nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk mematangkan telurnya agar
dapat meneruskan keturunannya.
5) Kemampuan terbangnya 100 meter.

b. Daur hidup:
1) Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biakannya.
2) Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik,kemudian berkembang
menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (perkembang-biakan dari
telur-jentik-kepompong-nyamuk membutuhkan waktu 7-10 hari).
3) Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (yang betina) akan
menggigit (mengisap darah) manusia dan siap untuk melakukan perkawinan
dengan nyamuk jantan.
4) Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat sambil menunggu proses
pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah tumbuh-
tumbuhan atau benda tergantung di tempat yang gelap dan lembab, berdekatan
dengan tempat perkembang biakannya.
5) Siklus mengisap darah dan bertelur ini berulang setiap 3-4 hari.
6) Bila mengisap darah seorang penderita demam berdarah dengue atau carrier,
maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus itu.
7) Umur nyamuk betina rata-rata 2-3 bulan.

BAB VI
UPAYA PEMBERANTASAN

Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara tepat
guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi : (1) pencegahan, (2)
penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3) penyelidikan epidemiologi dan pengamatan
penyakit demam berdarah dengue, (4) penanggulangan seperlunya, (5) penanggulangan
lain dan (6) penyuluhan.

1. PENCEGAHAN

Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan Tempat umum dengan melakukan
Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi:

a. menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, atau


menutupnya rapat-rapat.
b. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air
c. Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi)
d. Memelihara ikan
e. Cara-cara lain membasmi jentik.

2. PENEMUAN, PERTOLONGAN DAN PELAPORAN

136
Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah dengue
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara sbb:

a. Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah dengue


memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres dingin dan
dan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan dianjurkan
segera memeriksakan kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan.
b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan
pengobatan/perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan wajib melaporkan
kepada puskesmas.
c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa melalui
kader, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang mengetahui
adanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada Puskesmas atau
melalui lurah/kepala desa.
e. Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada puskesmas.
f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan epidemiologi dan
pengamatan penyakit.

3. PENGAMATAN PENYAKIT DAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

a. pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan atau `


menerima laporan penderita tersangka untuk:
1) Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur sehingga
kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin
2) Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue.

b. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu oleh


masyarakat, untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan langkah-langkah
untuk membatasi penyebaran penyakit sebagai berikut:
1) Petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi.
2) Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya membantu kelancaran
pelaksanaan penyelidikan.
3) Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Dusun, LKMD, membantu
petugas kesehatan dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka dan mendampingi
petugas kesehatan dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi.

c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan adanya kejadian


luar biasa kepada Camat dan Dinas Kesehatan Dati II, disertai rencana
penanggulangan seperlunya.

4. PENANGGULANGAN SEPERLUNYA

a. Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh


masyarakat untuk membatasi penyebaran penyakit.

b. Jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan hasil penyelidikan epidemiologi


sebagai berikut:
1) Bila:
- ditemukan penderita/tersangka demam berdarah dengue lainnya

137
atau
- ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas
dan ditemukan jentikdilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus interval
1 minggu) disertai penyuluhan di rumah penderita/tersangka dan
sekitarnya dalam radius 200 meter dan sekolah yang bersangkutan bila
penderita/tersangka adalah anak sekolah.

2) Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan insektisida
(2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di seluruh wilayah yang
terjangkit.

3) Bila tidak ditemukan keadaan seperti di atas, dilakukan penyuluhan di RW/Dusun


yang bersangkutan.

c. Langkah Kegiatan
1) Pertemuan untuk musyawarah masyarakat desa dan
RW/Lingkungan/Dusun
2) Penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih
3) Pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/lingkungan/Dusun.

BAB VIII
PEMBINAAN PELAKSANAAN

Untuk membina pelaksanaan upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue,


dibentuk Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit demam Berdarah Dengue
(POKJANAL DBD) di setiap tingkatan administrasi pemerintahan.
POKJANAL DBD merupakan forum koordinasi pembinaan pelaksanaan pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue.

1. Susunan Oeganisasi Pokjanal DBD.


a. POKJANAL DBd tingkat Kecamatan, tingkat dati II dan tingkat Dati I, masing-masing
dibentuk oleh Camat, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tk II, Gubernur Kepala
daerah TK I, dan merupakan forum koordinasi dalam wadah Tim Pembina LKMD.
Anggotanya terdiri dari unsur instansi dan lembaga terkait dalam pembinaan
pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue termasuk Tim
Penggerak PKK Pusat, tingkat 1, tingkat II dan PKK Tingkat Kecamatan.
b. POKJANAL DBD Tingkat Pusat dibentuk oleh menteri Kesehatan, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Departemen Penerangan,
Departemen Agama, Departemen Keuangan, Bappenas, Departemen Sosial, Tim
Penggerak PKK Pusat dan instansi lain terkait.

2. Penggorganisasian POKJANAL DBD di setiap tingkatan administrasi pemerintahan


sebagai berikut:
a. Ketua
b. Wakil Ketua Bidang Teknis
c. Wakil Ketua bidang Bina program
d. Sekretaris
e. Anggota.

138
3. Tugas dan Fungsi
POKJANAL DBD mempunyai tugas:
a. Menyiapkan data dan informasi tentang keadaan dan perkembangan Pokja
DBD/POKJANAL DBD, cakupan program serta pencapaian hasil kegiatan.
b. Menganalisa masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi Pokja DBD/POKJANAL DBD.
c. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap pemecahan masalah.
d. Melakukan pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program.
e. Menginformasikan masalah yang dihadapi berdasarkan butir d. Tersebut diatas
kepada instansi/lembaga yang bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah.
f. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada Kepala wilayah/Daerah pada
tingkat pemerintahan yang sama dan kepada POKJANAL DBD pada tingkat
pemerintahan yang setingkat lebih tinggi sekurang-kurangnya setiap 3 bulan.

4. Tata hubungan kerja


a. Pokjanal DBD untuk dan atas nama Tim Pembina LKMD memberikan bimbingan
dan petunjuk teknis kepada tim Pembina LKMD yang lebih rendah, sesuai dengan
bidang dan tugasnya.
b. POKJANAL DBD menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada Ketua Harian
Tim Pembina LKMD pada tingkat pemerintahan yang sama.
c. POKJANAL DBD dapat melakukan hubungan kerja dengan Dinas/Instansi dan
Lembaga Swadaya Masyarakat atau lembaga lain dengan sepengetahuan ketua
Harian tim pembina LKMD, sesuai dengan bidang tugasnya.
d. POKJANAL DBD Tingkat Kecamatan dalam melaksanakan kegiatannya
menggunakan sistem UDKP untuk memadukan perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian serta tindak lanjut pembangunan masyarakat desa yang menyeluruh dan
terpadu pada tingkat kecamatan.
e. Mekanisme kerja POKJANAL DBD dilaksanakan melalui pendekatan fungsional
yaitu dengan memperhatikan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing instansi dalam semangat kebersamaan dan keterpaduan.
f. Hubungan kerja POKJANAL DBD dengan POKJANAL lain yang ada pada tingkat
pemerintahan yang sama, berdasarkan koordinasi dan konsultasi.

5. Langkah Kegiatan

a. Analisa situasi penyakit demam berdarah dengue termasuk keadaan nyamuk (jentik)
penular demam berdarah dengue.
b. Stratifikasi desa rawan berdasarkan besarnya masalah penyakit demam berdarah
dengue
c. Penentuan desa rawan yang diprioritaskan sebagai sasaran program.
d. Menyusun rencana kegiatan pemberantasan yang ditetapkan dan disetujui oleh
Kepala Wilayah/Daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing tingkatan
pemerintahan
f. Pemantauan dan evaluasi serta pelaporan
g. Pembinaan dan tindak lanjut.

6. Dalam hal terjadi Kejadian Luar Biasa/Wabah penyakit DBD , kepalaWilayah/Daerah


dapat membentuk Tim gerak cepat yang anggotanya terdiri dari anggota POKJANAL, unsur
keamanan, dan unsur lain yang terkait.

139
BAB IX
PEMBIAYAAN

Biaya yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dibebankan
kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I, APBD II,
swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah.

BAB X
PENGHARGAAN

Terhadap kelompok atau perorangan yang berhasil melakukan upaya pemberantasan


penyakit demam berdarah dengue dapat diberikan penghargaan oleh Kepala
wilayah/Daerah atas usulan POKJANAL DBD setempat.

Ditetapkan di: JAKARTA


Pada tanggal : 27 Juli 1992

MENTERI KESEHATAN RI.

Dr, ADHYATMA.MPH.

140
Lampiran 3

PEMBERITAHUAN TERSANGKA DBD/DD/DBD/SSD*)


(Dikirimkan dalam 24 jam Setelah Penegakkan Diagnosis)

UNIT PELAYANAN KESEHATAN : ................................................................


KABUPATEN/KOTA*) : ...................................................... PROPINSI : ..............................

Kepada Yth,
Kadinkes Kabupaten/Kota*) ...........................
di .............................................................

Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat seorang pasien (rawat
jalan/rawat inap *)):
Nama : ....................................................................................
Umur : ....................................................................................
Jenis Kelamin : ....................................................................................
Nama orang tua/KK : ....................................................................................
Alamat rumah : Jl. .................................................................No. ........
RT............................................RW............................
Desa/Kelurahan...........................Kecamatan : .......................
Tanggal mulai sakit : ...........................................20.........
Tanggal penegakkan diagnosis : ...........................................20.........
Keadaan penderita saat ini : Hidup/Meninggal*)

Bila pasien rawat inap :


Tanggal mulai perawatan : ...........................................20.........
Tanggal keluar/selesai perawatan : ...........................................20.........

Diagnosis **): -Jumlah trombosit terendah


Tersangka DBD -Nilai hematokrit terendah
DD (Demam Dengue) -Nilai hematokrit tertinggi
-IgM (+/-)
DBD (Demam Berdarah Dengue)
-IgG (+/-)
SSD (Sindrom Syok Dengue)
-IgM dan IgG (+/-)

..............................................,.................20.......

Kepala/Direksi*.................................

Tembusan : (.......................................................)
Kepada Yth. Ka. Puskesmas

*) Coret yang tidak perlu; **) Bubuhkan tanda check ( ) ; *Rumah Sakit atau tempat perawatan (fasilitas kesehatan)
lainnya

141
Formulir K-DBD

142
LAPORAN BULANAN PENDERITA DD/DBD/SSD DAN PROGRAM PEMBERANTASAN

Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas *) : .............................................................................................
Laporan Bulan/Tahun : .............................................................................................
(1)

Kabupaten/ Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah IR* Jumlah CFR Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Kota/ penderita penderita penderita penderita penderita (%) PE PSN DBD larvasidasi Penyuluhan fogging
Kecamatan/ DD DD yang DBD SSD DBD/SSD PSN DBD focus
Desa/ meninggal yang
Kelurahan*) meninggal

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

Jumlah

*) Coret yang tidak perlu


PJB: Pemeriksaan Jentik Berkala
* Jumlah penderita DBD dan SSD per 100.000 penduduk
Lampiran 4
(2) lanjutan (1)

Jumlah Jumlah Jumlah G3 Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah desa/ Jumlah desa/ Jumlah Jumlah Jumlah
PJB rumah/ M SMP s.d. daerah KLB kabupaten/ kabupaten/ kecamatan kecamatan kelurahan kelurahan kabupaten/ kecamatan desa/
bangunan bulan ini (desa/ kota/ kota/ endemis endemis kota/ sporadis kelurahan
yang kelurahan/ endemis sporadis sporadis
diperiksa kecamatan/
jentik kabupaten/
Jumlah positif kota*)
Jentik)*
(14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Jumlah

* Misalnya yang diperiksa 300, positif 25, maka ditulis 300 (25)
*) Coret yang tidak perlu .....................................................................................20.........
G3M SMP : Gerakan 3 M sebelum masa penularan
Kadinkes Propinsi/Kabupaten/Kota/Ka. Puskesmas *)

(......................................................................)

143
Lampiran 4b
Formulir W2-DBD

144
LAPORAN MINGGUAN PENDERITA DD/DBD/SSD

Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas*) : .............................................................................................
Bulan/Tahun : .............................................................................................

Kabupaten/ Minggu*
1 2 3 4 ....... Total
Kota/
Kecamatan/
Desa/ DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD
Kelurahan*)
P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M

Jumlah

*) Coret yang tidak perlu; P=Penderita; M:Meninggal; *Mengikuti kalender survailans

DD : Demam Dengue ....................................................,..............................20.........


DBD : Demam Berdarah Dengue
SSD : Sindrom Syok Dengue
Kadinkes Propinsi/Kabupaten/Kota/Ka. Puskesmas*)

(.....................................................................)
Lampiran 5
WI PU/KA/PR *)
LAPORAN KEJADIAN LUAR BIASA
(dilaporkan dalam 24 jam)
Pada tgl/bln/th : ............................./20.............
di Desa/Kelurahan : ...............................................
Kecamatan : ...............................................
kabupaten/Kota : ...............................................
Propinsi : ...............................................

Telah terjadi sejumlah ................. Penderita dan sejumlah........................Kematian

Tersangka penyakit Kolera ❑ Demam Kuning ❑ Demam berdarah ❑ Polio ❑ Penyakit lainnya ❑
Pies ❑ demam bolak-balik ❑ Dengue ❑ Meningtus ❑ Tersangka keracunan ❑
Diarae ❑ Hepateis ❑ Typhus perut ❑ Encehatis ❑
Dipriten ❑ Pertusis ❑ Rabies ❑ Malaria ❑
Anhrax ❑ Tyhus bercak wabah ❑ Campak ❑

dengan gejala Berak-berak ❑ Sakit kepala ❑ Bercak-bercak merah ❑ Sesak napas ❑ Selaput mata kuning ❑ Sakit perut ❑
Muntah-muntah ❑ Lemah/lesu ❑ pada kulit ❑ disertai bunyi ❑ Air seni berwama ❑ perubahan bentuk ❑
Diare mengencer ❑ Mual ❑ leher ❑ Batuk beruntun ❑ spt air teh kental ❑ tinja bentuk ❑
Seperti air ❑ Mimsar ❑ kesadaran ❑ Kelumpuhan ❑ Sember ❑ tinja Lesu ❑
Cenidras ❑ Perdarahan mulut ❑ menurun ❑ Sulit menelan ❑ Permukaan lidah ❑ Pasilo mata ❑
Demam tinggi men ❑ Muntah darah ❑ Shock ❑ Makan ❑ kotor pingirannya merah ❑ Muka ❑
dada dingin panas ❑ Berak darah ❑ Batuk pilek ❑ Sulit bernapas ❑ Kaku kuduk ❑ papus ❑
tenaga kurang ❑ Bercak-bercak merah ❑ Conjuctive ❑ Berkunang ❑ Kejang-kejang ❑ Noda ❑
Batuk darah men ❑ di kulit ❑ photoshop ❑ Muka pucat ❑ Reflex patologis ❑ kekakuan umum di ❑
dadak ❑ menggigil ❑ Sakit wabah ❑ Nyeri otot ❑ porsis kulit melepur ❑ seluruh tubuh ❑
Dengan mendadak ❑ Nyeri ulu hati ❑ malaria ❑ Limpa membesar ❑ Ulous ❑ Sukar jalan Mulut ❑
kulit kuning ❑ Hati membesar ❑ Leher membengkak ❑ perasaan dingin ❑ sukar dibuak ❑
Freg Bab > 3 x IV ❑ dan ingusan ❑ mengisap ❑
Cyanosisi ❑
Tindakan yang telah diambil ! ..................................................
..................................................
..................................................
Catatan
Keterangan 1. Satu kelas formulir ini hanya untuk melaporkan ......................................................20.........
*) Coret yang tidak perlu satu jenis tersangka penyakit keracunan
2. Bila tersangka KI.B tsb terjadi pada beberapa Kepala...................................
tempat (Kelurahan/Desa/Kecamatan/
Kabupaten) tuliskan semuannya pada tempat yang tersedia.
3. Penderita dan kematian tuliskan jumlah keseluruhannya (..................................)
4. Selain melalui Pos. isi laporan Wl ini dapat disampaikan
dengan menggunakan saran: komunikasi cepat yang lain

145
Lampiran 6
Lampiran 7

Form KD/RS-DBD

PEMBERITAHUAN PENDERITA INFEKSI DENGUE


(Dikirimkan dalam 24 jam setelah diagnosis awal ditegakkan)
RS/PUSKESMAS*) : ............................................

KAB/KOTA*) : ..............................................PROVINSI :. ................................................

Kepada Yth
Dinas Kesehatan Kab/Kota .......................................
di ..............................................................................

Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat seorang pasien.
No. Rekam Medik : ..............................................................................
Nama : ..............................................................................
Umur : ........tahun
Jenis Kelamin : L/P*)
Nama orang tua/KK : ..............................................................................
Alamat rumah : Jl..................................................No.telp/HP:........
RT...........................RW/RK....................................
Kelurahan/Desa :....................Kecamatan :............
Tanggal mulai sakit : .........................................................20..................
Tanggal mulai dirawat/diagnosis dibuat : .........................................................20..................

KEADAAN PENDERITA SAAT INI: HIDUP/MENINGGAL*)

DIAGNOSIS AWAL**): HASIL PEMERIKSAAN LAB


Suspek Infeksi Dengue
DD (Demam Dengue) - Jumlah Trombosit terendah
DBD (Demam Berdarah Dengue)
SSD (Sindrom Syok Dengue)
- Nilai Hematokrit terendah

DIAGNOSIS AKHIR **): Tanggal:............ HASIL PEMERIKSAAN LAB


Suspek Infeksi Dengue
DD (Demam Dengue) - Jumlah Trombosit terendah
DBD (Demam Berdarah Dengue)
SSD (Sindrom Syok Dengue)
Lainnya: ....................................... - Nilai Hematokrit terendah

KEADAAN PENDERITA SAAT PULANG: HIDUP/MENINGGAL*)


...................................................Thn........
DIREKTUR/KEPALA ..............................

( )
Tembusan :
Kepada Yth : Kepala Puskesmas ________________________
*) : Lingkari yang dipilih
**) : Bubuhkan tanda check ( ? ) pada box
**) : Bubuhkan tanda Check (v) pada box.

Lembar 1: Untuk Dinas Kesehatan Kab/Kota

Lembar 2: Untuk Keluarga Penderita agar disampaikan ke Puskesmas di daerah tempat tinggalnya

146
Formulir DP-DBD

DATA DASAR PERORANGAN PENDERITA DD/DBD/SSD DAN PENANGGULANGAN

Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas *) : .............................................................................................
Laporan Bulan/Tahun : .............................................................................................
(1)

No. No. Kode Umur Jenis Kabupaten/ Kecama- Desa/ Alamat Tanggal Tanggal Tanggal Diagnosis Tanggal Tanggal
penderita (tahun) kelamin Kota Tan Kelurahan mulai sakit/ mulai penegak- (DD/ pelaporan keluar
(L/P) demam perawatan kan DBD/ dari tempat /selesai
diagnosis SSD *) perawatan perawatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

*) Coret yang tidak perlu


L: laki-laki; P:perempuan
DD: Demam Dengue DBD : Demam Berdarah Dengue; SSD : Sindrom Syok Dengue (DBD derajat III atau IV)
Lampiran 8

147
Hasil pemeriksaan laboratorium Penanggulangan fokus

148
Nama unit pelapor Serologis Tanggal
Keadaan Penyeli-
(RS/tempat Jumlah Nilai Nilai Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal
pulang dikan
perawatan ) trombosit hematokrit hematokrit IgM IgG IgM dan PSN DBD larvasidasi penyulu- fogging fogging
(K/M:) epidemio-
terendah terendah tertinggi (+/-) (+/-) IgG han focus focus
(+/-) logis (PE) siklus 1 siklus 2

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

K : kasus (=sembuh); M : meninggal

.....................................................................................20.........

Kadinkes Propinsi/Kabupaten/Kota/Ka. Puskesmas *)


Lampiran 8b

(......................................................................)
Lampiran 9
(Form: P-DBD)
DATA TRIWULAN P2 DEMAM BERDARAH DENGUE
Puskesmas : ........................................
Kab/Kota : .........................................
Propinsi : .........................................
Triwulan : .........................................
Fogging Larvasidasi PJB Angka Bebas Jentik
No Kab/Kota Massal Selektif
Kecamatan/Puskesmas Kel/ Rumah Kel/ Rumah Kel/ Rumah Rumah Sekolah RS/ TTU**)
/ Desa Desa Desa Pusk. Lain
Kelurahan/Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

JUMLAH
*) Coret yang tidak perlu
**) Sebutkan jenis tempat umumnya

Keadaan
Stok Bahan Jumlah Alat Jumlah Baik Rusak
Insektisida
Larvasida Mesin Fog
RDT DBD Mesin ULV besar
Filter Paper Mesin ULV
Dengue Blot Kit portable
Leaflet
Slide DBD
Radio Spot
Film DBD
JUMLAH JUMLAH

...................., tgl. .......................


...................................................
(.................................................)
NIP.

149
Lampiran 10

KARTU JENTIK RUMAH/BANGUNAN*

Nama KK/Pengelola Bangunan/Instansi: ...................................


Alamat: ......................................................................................
Desa/Kelurahan: .........................................................................
Kecamatan: ................................................................................
Kabupaten/Kota: ........................................................................

Hasil pemeriksan jentik nyamuk penular DBD (+)/(-)


Bulan Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

*Gantungkan pada meteran listrik rumah/bangunan

Petugas pemeriksa jentik

(.......................................................)

150
Lampiran 11

FORMULIR JPJ-1

HASIL PEMERIKSAAN JENTIK


RT/RW : .......................................................
DESA/KELURAHAN : .......................................................
KECAMATAN: ..................................................................
KABUPATEN/KOTA: ..........................................................

No Nama KK/ Alamat Jentik


Jenis/Nama TTU (RT/RW) (+) (-) Keterangan

Petugas pemeriksa jentik

(.......................................................)

151
Lampiran 12

FORMULIR PJB-1

REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK


KECAMATAN/WILAYAH KERJA PUSKESMAS : ...............................................
KABUPATEN/KOTA: ..........................................................................................

Tanggal Desa/Kelurahan Jumlah Jumlah


No ABJ*
pemeriksaan yang diperiksa rumah/bangunan rumah/bangunan
desa/
jentik yang diperiksa yang positif jentik
kel. (%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik dibagi
jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.

Kepala Puskesmas,

152
Lampiran 13

FORMULIR PJB-2

REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK PER KECAMATAN & KELURAHAN


KABUPATEN/KOTA .................................................................................

No Tanggal Kecamatan & Jumlah Jumlah


HI, CI,
pemeriksaan Kelurahan yang rumah/bangunan rumah/bangunan
BI, ABJ*
jentik diperiksa yang diperiksa yang positif jentik
desa/
kel.
(%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik dibagi
jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%

Kepala Subdin PP&PL,

(.......................................................)

153
Lampiran 14

FORMULIR PJB 3

REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK PER KABUPATEN


PROPINSI : ..........................................................................................

No Tanggal Kabupaten & Jumlah Jumlah HI,


pemeriksaan Kecamatan yang rumah/bangunan rumah/bangunan CI,
jentik diperiksa yang diperiksa yang positif jentik BI,
ABJ*
desa/
kel.
(%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.
* HI
*CI
*BI
Kepala Subdin PP&PL,

(.......................................................)

154
Lampiran 15

PANDUAN PENUGASAN
SURVEILAN DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD

Penugasan :

A. Surveilan Vektor DBD

1. Sebagai tenaga program DBD di Propinsi, Kab/Kota dan Puskesmas, anda diminta
mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei vektor
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 orang.
3. Fasilitator membagikan alat dan bahan penugasan kepada masing-masing kelompok.
4. Tiap kelompok menyusun rencana kegiatan surveilan DBD (sampel ditentukan secara
acak/sistematic random sampling).
5. Kemudian tiap kelompok mempresentasikan hasil kegiatan tersebut.

B. Praktik Laboratorium/Kelas

1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 orang.
2. Fasilitator membagikan alat dan bahan untuk identifikasi jentik dan nyamuk dewasa
kepada masing-masing kelompok.
3. Fasilitator mencontohkan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound.
4. Peserta melakukan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound seperti
yang dicontohkan oleh fasilitator.
5. Fasilitator mencontohkan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan
mikroskop stereo.
6. Peserta melakukan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan mikroskop
stereo seperti yang dicontohkan oleh fasilitator.
7. Peserta mengidentifikasi jentik dan nyamuk secara mikroskopis! (spesimen dan
mikroskop disediakan oleh fasilitator)

155
BAB I
KURIKULUM
PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirosis group A dan
B yang bermasalah di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya
dan Japanese Encephalitis (JE). Ketiga penyakit tersebut sama-sama ditularkan oleh
gigitan vektor nyamuk tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara lain jenis/spesies
nyamuk penularnya, pola penyebaran, gejala penyakit, tata laksana pengobatan
maupun upaya pencegahannya.

Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta,
dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya
daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB tetapi juga
menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi
antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga,
dan berkurangnya usia harapan penduduk.

Pada tiga tahun terakhir (2008-2010) jumlah rata-rata kasus dilaporkan sebanyak
150.822 kasus dengan rata-rata kematian 1.321 kematian. Situasi kasus DBD tahun
2011 sampai dengan Juni 2011 dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian
sebanyak 142 orang (CFR=0,85%). Dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita
DBD pada perempuan sebesar 50,33% dan laki-laki sebesar 49,67% . Disisi lain angka
kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target pengendalian DBD
yang tertuang dalam dokumen RPJMN yaitu IR DBD pada tahun 2014 adalah 51/100.000
penduduk, serta ABJ sebesar ≥ 95% dapat dicapai.

G ambar 1 : Pertambahan Jumlah Kasus DBD sejak Tahun 1968-2011

IR 2010 :65,70/
100.000 pddk
80

60
IR dan CFR

40

20

0
1968

1970

1972

1974

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

2006

2008

2010

Tahun IR/100.000
CFR(%)

1
B. Filosofi

Pelatihan manajemen pengendalian DBD, menggunakan nilai-nilai dan keyakinan


yang menjiwai, mendasari, dan memberikan identitas pada sistem pelatihan sebagai
berikut :
1. Pelatihan menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa dengan karakteristik :
a. Pembelajaran pada orang dewasa adalah belajar pada waktu, tempat dan
kecepatan yang sesuai untuk dirinya.
b. Setiap orang dewasa memiliki cara dan gaya belajar tersendiri dalam upaya
belajar secara efektif.
c. Kebutuhan orang untuk belajar adalah karena adanya tuntutan untuk
mengembangkan diri secara profesional.
d. Proses pembelajaran melalui pelatihan diarahkan kepada upaya perubahan
perilaku dalam diri manusia sebagai diri pribadi dan anggota masyarakat.
e. Proses pembelajaran orang dewasa melalui pelatihan perlu memperhatikan
penggunaan metode dan teknik yang dapat menciptakan suasana partisipatif.
2. Proses pelatihan memanfaatkan pengalaman peserta dalam melakukan
pengendalian DBD dan digunakan pada setiap tahap proses pembelajaran.
3. Proses pembelajaran lebih banyak memberi pengalaman melakukan sendiri
secara aktif pengendalian DBD atau menggunakan metode learning by doing.

II. PERAN DAN FUNGSI

A. Peran

Setelah selesai pelatihan peserta mempunyai peran :


1. Pengelola program
2. Penyuluh

B. Fungsi

Setelah selesai pelatihan peserta mampu :


1. Memahami epidemiologi DBD
2. Melakukan surveilans kasus DBD
3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor DBD
4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD
5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB DBD
6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor DBD
7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD
8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD

III. KOMPETENSI

Peserta memiliki kompetensi dalam :


1. Memahami epidemiologi (melakukan kegiatan epidemiologi)
2. Melakukan surveilans kasus
3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor
4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD
5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB
6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor,
7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD
8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD

2
IV. TUJUAN PELATIHAN

A. Tujuan Umum

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu mengelola program pengendalian


DBD.

B. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta dapat :


1. Menjelaskan epidemiologi
2. Melakukan surveilans kasus
3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor
4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD
5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB
6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor
7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD
8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD

V. STRUKTUR PROGRAM

No Materi T P PL JML
A Materi Dasar
Kebijakan pengendalian DBD 2 2

B Materi Inti
1. Epidemiologi DBD 2 2
2. Surveilans Kasus DBD 2 2 4
3. Surveilans dan pengendalian vektor DBD 2 3 5
4. Tatalaksana kasus DBD 1 2 3
5. Penyelidikan Epidemiologi, 1 2 3
Penanggulangan Fokus dan
Penanggulangan KLB DBD
6. Pengoperasian alat dan bahan 2 4 6
pengendalian Vektor DBD.
7. Perencanaan dan supervisi 2 2 4
pengendalian Pengendalian Penyakit
DBD
8. Promosi Kesehatan dalam Pengendalian 2 2 4
DBD
C Materi Penunjang
1. Membangun komitmen belajar 2 2
2. Rencana tindak lanjut & Pembulatan 2 2

Total 16 17 4 37

Keterangan tabel :
T : Teori
P : Penugasan
PL : Praktek Lapangan
1JPL : 45 menit

3
VI. PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA

A. Peserta

1. Peserta latih adalah:


Pengelola program DBD di tingkat Pusat, UPT, Provinsi, Kabupaten/Kota dan
Puskesmas.

2. Kriteria peserta latih adalah :


a. Mendapat dukungan dari pimpinan
b. Memiliki kewenangan tugas dalam pengendalian DBD
c. Pendidikan minimal D3 kesehatan atau yang setara
d. Jumlah peserta latih dalam 1 kelas maksimal 30 orang

B. Fasilitator / Narasumber

1. Fasilitator adalah :
a. Subdit Arbovirosis
b. Subdit Pengendalian Vektor
c. Pusat Promosi Kesehatan
d. Subdit Bina Upaya RS Khusus dan Rujukan
e. Dinkes Provinsi
f. Widya Iswara (WI)
g. Tim Pakar

2. Kriteria fasilitator adalah :


a. Pelatih/fasilitator mempunyai kemampuan kediklatan
b. Mempunyai kemampuan teknis sesuai dengan materi yang diberikan
c. Pendidikan pelatih minimal setara dengan kriteria peserta latih

C. Penyelenggara

Penyelenggara pelatihan ini dilakukan oleh :


1. Pusat (Ditjen PP dan PL)
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
3. UPT/UPTD terkait DBD

4
VII. ALUR PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN

Pembukaan

Membangun komitmen belajar (BLC)


Metode : permainan, diskusi

Wawasan/ Pengetahuan Ketrampilan :


Metode : 1. Kebijakan Pengendalian DBD
- Ceramah tanya jawab 2. Epidemiologi DBD
- Bermain peran/simulasi 3. Surveilans Kasus DBD
- Studi kasus 4. Surveilans dan Pengendalian Vektor
- Demonstrasi DBD
5. Tatalaksana Kasus DBD
6. Penyelidikan Epidemiologi,
Praktek lapangan Penanggulangan Fokus dan
Penanggulangan KLB.
7. Pengoperasian alat dan bahan,
Pengendalian Vektor
Rencana Tindak Lanjut 8. Perencanaan dan Supervisi
Pengendalian DBD
9. Promosi Kesehatan dalam Program
Pengendalian DBD
Evaluasi

Penutupan

Bagan 1 : Alur proses pembelajaran

VIII. WAKTU DAN KELENGKAPAN PELATIHAN

A. Waktu Pelatihan

Pelatihan diselenggarakan selama 37 jam pelajaran (1 JPL = 45 menit)

B. Kelengkapan Pelatihan

Untuk menunjang proses pembelajaran perlu adanya kelengkapan berupa :


1. Referensi yang berasal dari fasilitator
2. Formulir-formulir yang dibutuhkan selama proses pembelajaran
3. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan : Mikroskop compound dan stereo, hot
fogger/ (mesin pengasap), ULV(Ultra Low Volume), PSN kit, spesimen jentik dan
nyamuk, insektisida, bahan bakar,
4. Alat bantu belajar : LCD, Notebook, Whiteboard, Flipchart, Compact Disk

5
IX. MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN

A. Monitoring

Monitoring bertujuan untuk menjaga proses pelatihan berjalan sesuai dengan desain/
modul pelatihan.

B. Evaluasi

1. Evaluasi terhadap peserta dilakukan dengan pre-test dan post-test


2. Evaluasi terhadap fasilitator :
a. Untuk mengetahui kemampuan fasilitator/narasumber dalam menyampaikan
materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Materi pembelajaran yang disampaikan dapat dipahami/diserap oleh peserta
3. Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan

X. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (lampiran 1)

XI. SERTIFIKASI

Sertifikat akan diberikan kepada peserta yang telah mengikuti pelatihan dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku :
1. Mengikuti pelatihan/kehadiran sekurang-kurangnya 90% dari alokasi waktu pelatihan.
2. Mendapatkan 1 (satu) angka kredit

6
BAB II

MATERI DASAR
KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DBD
(Waktu : T 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah


dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan
perubahan lingkungan strategis, baik secara nasional maupun global. Penerapan
desentralisasi di bidang kesehatan dan pencapaian sasaran Millenium Development
Goals (MDGs) merupakan contoh masalah dan tantangan yang perlu menjadi perhatian
seluruh stakeholder bidang kesehatan, khususnya para pengelola program, dalam
menyusun kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya menjadi lebih efisien dan efektif.

Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami


peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB, Malaria, HIV-AIDS, DBD dan Diare.
Angka kesakitan DBD masih tinggi, yaitu sebesar 65,57 per 100.000 penduduk pada
tahun 2010, sedangkan angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,87
persen.

Target pengendalian DBD tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan
Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia
hingga ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program
pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka
kesakitan, dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Peserta mampu memahami kebijakan dan strategi yang terkait dengan program
pengendalian DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :


1. Menjelaskan situasi DBD dan permasalahan yang terkait dengan pengendalian
DBD.
2. Menjelaskan dan melaksanakan kebijakan, strategi dan kegiatan pokok pengendalian
DBD.
3. Menjelaskan target / indikator kinerja pengendalian DBD

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Situasi DBD dan Permasalahan Pengendalian DBD

Sub Pokok Bahasan :


1. Situasi DBD di Indonesia
2. Permasalahan pengendalian DBD

7
B. Pokok Bahasan 2 : Kebijakan Pengendalian DBD

Sub Pokok Bahasan :


1. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014
2. Visi, Misi dan Tujuan Pengendalian DBD
3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran Pengendalian DBD
4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD
5. Target/Indikator Pengendalian DBD tahun 2010-2014

IV. METODE

• Ceramah
• Diskusi & tanya jawab

V. BAHAN BELAJAR

• Modul
• Copy materi

VI. ALAT BANTU BELAJAR

• Komputer
• LCD
• CD

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

A. Langkah 1

1. Penciptaan suasana kesiapan belajar


2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2

1. Pelatih menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran


2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasi tujuan tersebut
3. Pemaparan materi selama 2 JPL
4. Diskusi dan tanya jawab

VIII. URAIAN MATERI

A. Situasi DBD dan Permasalahan DBD di Indonesia

1. Situasi DBD

Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah


kesehatan masyarakat dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di

8
Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah
kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai
seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan
KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD.

Grafik 2 : Insiden Rate DBD per 100.000 penduduk dan


Case Fatality Rate (CFR) di Indonesia tahun 2005 - 2010

Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD.


Sedikit peningkatan nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan
tersebut tidak nampak pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006
hingga 2010 cenderung fluktuatif.

Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777
penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak
1.358 (CFR0,87 %).

Gambar 3 : Grafik Insiden Rate (IR) DBD di Indonesia tahun 2010

9
2. Permasalahan DBD

Peningkatan kasus dan KLB DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Belum ada obat anti virus untuk mengatasi infeksi virus Dengue, maka
memutus rantai penularan, pengendalian vektor DBD dianggap yang
terpenting saat ini.
b. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama pada
kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) meskipun pada umumnya
pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya sudah cukup
tinggi.
c. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap
jenjang administrasi
d. Kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam
pengendalian DBD,
e. Sistem pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai
dengan standard operasional prosedur (SOP),
f. Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian DBD dan
KLB yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti, kepadatan penduduk/
pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, lancarnya transportasi (darat ,
laut dan udara), serta keganasan (virulensi) virus Dengue.
g. Perubahan iklim (climate change) yang cenderung menambah jumlah habitat
vektor DBD menambah risiko penularan.
h. Infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai
i. Letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan
vektor dan pertumbuhan virus.

B. Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD

1. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014

Pada dokumen Renstra Kemenkes tahun 2010-2014 tertuang visi dan


misi serta nilai-nilai dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia, yang menjadi dasar dalam penentuan kebijakan dan strategi
pengendalian DBD di Indonesia.

Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan


kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai
yaitu :
a. Pro Rakyat yang artinya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
Kemenkes selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan menghasilkan yang
terbaik untuk rakyat.
b. Inklusif adalah melibatkan semua pihak dalam melaksanakan semua program
pembangunan kesehatan. Karena pembangunan kesehatan tidak mungkin
hanya dilaksanakan oleh Kemenkes saja.
c. Responsif yang dimaksud adalah program kesehatan harus sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi
permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi
geografis.
d. Efektif untuk mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah
ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan dan
akuntabel.

10
Adapun sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 201-2014
antara lain adalah :
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif-
preventif.
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan,
berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan
yang bertanggung jawab.

2. Visi, Misi dan Tujuan Pengendalian DBD

a. Visi
Untuk meningkatkan kemampuan penduduk khususnya di daerah endemis
sehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui
perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan.

b. Misi
1) Program pengendalian DBD bertujuan untuk menghentikan dan
mencegah penularan penyakit dari penderita ke orang sehat melalui
pengendalian vektor.
2) Penduduk yang menjadi sasaran program pengendalian termasuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama yang tinggal di
daerah endemis, pimpinan lembaga pemerintah, swasta dan organisasi
kemasyarakatan dan lingkungan tempat pemukiman baik yang ada di
dalam dan di luar rumah agar bebas dari tempat perkembangbiakan
vektor.

c. Tujuan
1) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian
DBD
2) Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan
DBD
3) Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
4) Menurunkan angka kesakitan DBD
5) Menurunkan angka kematian akibat DBD

3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran Pengendalian DBD

a. Kebijakan Nasional Pengendalian DBD


Kebijakan Nasional untuk pengendalian DBD sesuai KEPMENKES No
581/MENKES/SK/VII/1992 (Lampiran 2) tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue, adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap
pengendalian DBD.
2) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit
DBD.
11
3) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pengendalian
DBD.
4) Memantapkan kerjasama lintas sektor/ lintas program.
5) Pembangunan berwawasan lingkungan.

b. Strategi Pengendalian DBD


Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan tujuan pengendalian DBD, maka
strategi yang dirumuskan sebagai berikut :
1) Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan
upaya pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif
masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya
penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan
berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara
berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya
yang lokal spesifik.
2) Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor
kesehatan saja, peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat
menentukan. Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai
mitra maupun pelaku potensial merupakan langkah awal dalam
menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jejaring
kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan
berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan
berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian melalui wadah Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL DBD) di berbagai tingkatan administrasi.
3) Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan program pengendalian DBD.
4) Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan
pengendalian DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM
bidang kesehatan.
5) Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan
Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko
penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan akibat infeksi Dengue/DBD.

c. Sasaran
Berdasarkan strategi yang telah dirumuskan, maka sasaran
pengendalian DBD adalah :
1) Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu
tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat
umum, tempat penjual makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas
kesehatan yang secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD mampu
mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari penularan DBD di
dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar di
masyarakat.
2) Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha,
LSM dan organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam
penanggulangan penyakit DBD.

12
3) Penanggungjawab program Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa/Kelurahan mampu membuat dan menetapkan
kebijakan operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
4) SDM bidang kesehatan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa/Kelurahan
5) Kepala wilayah/pemerintah daerah, pimpinan sektor terkait termasuk
dunia usaha, LSM dan masyarakat.

4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD

a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans
kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans
laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti
pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans
akibat adanya perubahan iklim (climate change).

b. Penemuan dan tatalaksana kasus


Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan
penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit.

c. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa
dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang
terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan
kegiatan 3M Plus :
1) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang
bekas
2) Secara kimiawi dengan larvasidasi
3) Secara biologis dengan pemberian ikan
4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,
memasang kawat kasa dll)

Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :


1) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan
dimonitor olah petugas Puskesmas.
2) Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim
penularan.
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan
oleh petugas Puskesmas.
4) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada
pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut
hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

d. Peningkatan peran serta masyarakat


Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran
PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS
dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan
tempat ibadah). Berbagai upaya secara polotis telah dilaksanakan seperti
instruksi Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran Mendagri, Mendiknas, serta
terakhir pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen bersama pimpinan
daerah Gubernur dan Bupati/Walikota untuk pengenadalian DBD.

13
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah
terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi
dengan cepat dan tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan
kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya
meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN
serta larvasidasi.

Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien


DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis,
paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah
menyiapkan anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak mampu.

f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan
leaflet atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam
pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini
antara lain dengan COMBI, PLA dsb.

g. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh
sektor kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait
sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES
581/1992 dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja
Operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan
jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.

h. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun
sarana dan prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator
dalam pengendalian DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan
sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader,
Puskesmas sampai dengan pusat.

i. Penelitian dan survei


Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap
terus dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, Rumah Sakit,
Litbang, LSM dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik
vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal dan saat ini
sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.

j. Monitoring dan evaluasi


Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari
tingkat kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan
pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang
dicapai pada setiap tahun.

5. Target atau Indikator Pengendalian DBD

Indikator DBD ini telah tertuang dalam dokumen RPJMN tahun 2010 -
2014 serta Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010 -
2014 dan Kepmenkes No 828 tahun 2008 tentang petunjuk teknis Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

14
Oleh karena itu karena saat ini pemerintah telah memulai dan terus
mengembangkan kinerja Kementerian/Lembaga berdasarkan indikator kinerja
tersebut diatas, apa yang menjadi target dalam pengendalian DBD harus kita
capai.

Tabel 1. Indikator Nasional DBD


Indikator 2010 2011 2012 2013 2014

Angka kesakitan 55 54 53 52 51
penderita DBD per
100.000 penduduk

IX. KEPUSTAKAAN

1. Rencana Strategis 2005-2009 Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam


Berdarah Dengue. 2005. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kemenkes RI.
2. Laporan Analisis Situasi DBD di Indonesia tahun 2008 dan Rencana Program
Pengendalian tahun 2009-2010. 2009. Direktorat PPBB, Kemenkes RI
3. Pedoman Pengawasan Program Bidang Kesehatan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue (DBD). 2009. Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
4. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.2010. Kemenkes RI.
5. Kumpulan Peraturan Perundangan-Undangan yang terkait dengan Program
Pengendalian DBD.

15
BAB III

MATERI INTI 1
EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu: T 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Penyakit Dengue meliputi Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue


(DBD), dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Penerapan epidemiologi diperlukan sebagai
metode pendekatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit Dengue.

Materi Epidemiologi penyakit Dengue membahas tentang pengertian


epidemiologi, gambaran epidemiologi (identifikasi penyakit Dengue, penyebab penyakit,
distribusi penyakit, reservoir virus dengue, cara penularan, masa inkubasi, masa
penularan, kekebalan dan kerentanan) dan ukuran epidemiologi sederhana yang
berhubungan dengan penyakit dengue.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta latih mampu memahami epidemiologi DBD

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu :


1. Menjelaskan gambaran epidemiologi DBD
2. Menguraikan ukuran epidemiologi yang berhubungan dengan DBD

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

Pokok Bahasan : Epidemiologi DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Gambaran Epidemiologi
2. Penyebab penyakit
3. Distribusi penyakit
4. Penularan dan Masa inkubasi
5. Faktor risiko penularan
6. Ukuran epidemiologi yang berhubungan dengan DBD.

IV. METODE

• Ceramah,
• Tanya jawab.

V. BAHAN BELAJAR

• Modul

16
• Handout (copy materi)

VI. ALAT BANTU

• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Langkah 1

1. Penciptaan suasana kesiapan belajar.


2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2

1. Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran


2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasi tujuan tersebut.

C. Langkah 3

1. Pengajar memberikan paparan tentang epidemiologi DBD.


2. Tanya jawab materi

VIII. URAIAN MATERI

EPIDEMIOLOGI DBD

1. Gambaran Epidemiologi

a. Pengertian Epidemiologi

Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi berarti atas,
demos berarti masyarakat, logos berarti ilmu, sehingga epidemiologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejadian di masyarakat.

Epidemiologi penyakit Dengue adalah ilmu yang mempelajari tentang


kejadian dan distribusi dan frekuensi penyakit Dengue (DD/DBD/SSD) menurut
variabel epidemiologi (orang, tempat dan waktu) dan berupaya menentukan
faktor resiko terjadinya kejadian itu di kelompok populasi. Distribusi yang
dimaksud diatas adalah distribusi orang, tempat dan waktu; sedangkan frekwensi
dalam hal ini adalah Insidens, CFR, dll. Determinan faktor risiko berarti faktor
yang mempengaruhi atau faktor yang memberi risiko atas terjadinya penyakit
DD/DBD/SSD.

17
b. Sejarah

KLB Dengue pertama kali terjadi tahun 1653 di Frech West Indies
(Kepulauan Karibia), meskipun penyakitnya sendiri sudah telah dilaporkan di
Cina pada permulaan tahun 992 SM. Di Australia serangan penyakit DBD
pertama kali dilaporkan pada tahun 1897, serta di Italia dan Taiwan pada tahun
1931. KLB di Filipina terjadi pada tahun 1953-1954, sejak saat itu serangan
penyakit DBD disertai tingkat kematian yang tinggi melanda beberapa negara di
wilayah Asia Tenggara termasuk India, Indonesia, Kepulauan Maladewa,
Myanmar, Srilangka, Thailand, Singapura, Kamboja, Malaysia, New Caledonia,
Filipina, Tahiti dan Vietnam.

Selama dua puluh tahun kemudian, terjadi peningkatan kasus dan


wilayah penyebaran DBD yang luar biasa hebatnya, dan saat ini KLB muncul
setiap tahunnya di beberapa negara di Asia Tenggara.

2. Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili


Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single
standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan
terbungkus dalam amplop lipoprotein.Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue
berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu
nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein (M) dan suatu
protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS).

Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-
4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil
penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan
kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh
Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4.

Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan


menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan.
Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama
namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa
bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka.

E. Protein

M. Protein

C. Protein

+ ssRNA

Spheres

Diameter: 40-60 nm

Gambar 2 : Virus Dengue

18
3. Distribusi Penyakit

a. Situasi Global

Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara tropis. Di


Asia, virus Dengue endemis di China Selatan, Hainan, Vietnam, Laos, Kamboja,
Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan
Singapura. Negara dengan endemisitas rendah di Papua New Guinea,
Bangladesh, Nepal, Taiwan dan sebagian besar negara Pasifik. Virus Dengue
sejak tahun 1981 ditemukan di Quesland, Australia Utara. Serotipe Dengue
1,2,3, dan 4 endemis di Afrika. Di pantai Timur Afrika terdapat mulai dari
Mozambik sampai ke Etiopia dan di kepulauan lepas pantai seperti Seychelles
dan Komoro. Saudi Arabia pernah melaporkan kasus yang diduga DBD.

Di Amerika, ke-4 serotipe virus dengue menyebar di Karibia, Amerika


Tengah dan Amerika Selatan hingga Texas (1977-1997). Tahun 1990 terjadi KLB
di Meksiko, Karibia, Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia, Ekuador, Peru,
Venezuela, Guyana, Suriname, Brazil, Paraguai dan Argentina.
Grafik 4 : Distribusi Kasus Dengue di Negara-negara Asia
Tahun 2000-2009

b. Situasi di Indonesia

Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan
Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi, 440
Kab./Kota. Sejak ditemukan pertama kali kasus DBD meningkat terus bahkan
sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam.

Kenaikan kasus DBD berbanding terbalik dengan angka kematian (CFR)


akibat DBD, dimana pada awal ditemukan di Surabaya dan Jakarta CFR sekitar
40% kemudian terus menurun dan pada tahun 2010 telah mencapai 0,87%.

Kasus DBD terbanyak dilaporkan di daerah-daerah dengan tingkat


kepadatan yang tinggi, seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Bali dan
Sumatera. Insidens Rate (IR) tahun 2010 telah mencapai 65,62/100.000 penduduk
dengan Case Fatality rate 0,87 %.

19
Gambar 6 : IR DBD per Provinsi di Indonesia Tahun 2010

4. Penularan dan masa inkubasi

a. Vektor DBD

Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk


Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga
dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai
daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka
merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka
merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti.

Gambar 7 : Nyamuk Ae.aegypti

Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.

b. Siklus penularan

Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut
(viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang
sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya
Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk
bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk
tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke
tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 - 4 hari
(rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang
ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan
berbagai tanda atau gejala lainnya.

20
Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala awal penyakit
tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima hari. Saat-saat tersebut
penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam
siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit
nyamuk. Hal tersebut merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal dari
nyamuk-nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya.

Gambar 8 : Siklus penularan penyakit DBD

c. Masa inkubasi

Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi antara 2 sampai 14 hari,


biasanya 4-7 hari.

d. Host

Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies dari primata


rendah. Tubuh manusia adalah reservoir utama bagi virus tersebut, meskipun
studi yang dilakukan di Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa monyet dapat
terinfeksi oleh virus dengue sehingga dapat berfungsi sebagai host reservoir.

Semua orang rentan terhadap penyakit ini, pada anak-anak biasanya


menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa. Penderita
yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas
homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap terhadap
infeksi serotipe lain dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.

5. Faktor Risiko Penularan Infeksi Dengue

Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin


berkembangnya penyakit DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak
memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan
baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat
mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai,
berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem
pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur kesehatan
masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status imunologi
seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetik
juga berpengaruh terhadap penularan penyakit.

Perubahan iklim (climate change) global yang menyebabkan kenaikan rata-


rata temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga disinyalir
menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap munculnya
21
KLB DBD. Adanya kenaikan Index Curah Hujan (ICH) di beberapa provinsi yaitu
NTT, DKI dan Kalimantan Timur selalu diikuti dengan kenaikan kasus DBD.

Gambar 9 : Grafik Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD


di Provinsi NTT tahun 2005 - 2009

Gambar 10 : Grafik Pola Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD
di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 - 2009

Gambar 11 : Grafik Pola Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD
di Provinsi DKI Jakarta 2005 - 2009

22
6. Ukuran Epidemiologi

Ukuran (parameter) frekuensi penyakit yang paling sederhana adalah ukuran


yang sekedar menghitung jumlah individu yang sakit pada suatu populasi, ukuran
frekuensi tersebut bermanfaat bagi petugas kesehatan di daerah dalam
mengalokasikan dana atau kegiatan.

Ukuran-ukuran epidemiologi yang sering digunakan dalam kegiatan


pengendalian DBD adalah Insidence Rate (IR), Case Fatality Rate (CFR), Attack
Rate (AR).

a. Angka Kesakitan/Insiden Rate (IR)


IR adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian (baru) penyakit
populasi. IR merupakan proporsi antara jumlah orang yang menderita penyakit
dan jumlah orang dalam risiko x lamanya ia dalam risiko.

IR = Jumlah kasus baru penyakit


X 100%
Juml orang yang berisiko

b. Angka Kematian/Cured Fatality Rate (CFR)


CFR adalah angka kematian yang diakibatkan dari suatu penyakit dalam suatu
waktu tertentu dikalikan 100%.

CFR = Jumlah kematian


Jumlah kasus X 100%

c. Attack Rate
Ukuran epidemiologi pada waktu terjadi KLB, untuk menghitung kasus pada
populasi berisiko di wilayah dan waktu tertentu.

AR = Jumlah kasus
Jumlah populasi berisiko pada waktu tertentu

IX. KEPUSTAKAAN

1. WHO. 1997. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemoragic Fever.
WHO.
2. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes RI. 2005.
Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah di Indonesia. Departemen
Kesehatan RI.
3. Kandun, I N. 2006. Buku Manual Pemberantasan Penyakit (Terjemahan Manual
CDC edisi 17,18).
4. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2006.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan RI.
5. WHO.2009. Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
WHO.
6. WHO. 2010. Comprehensive Guidelines for Perevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. WHO.

23
MATERI INTI 2
SURVEILANS KASUS DBD
(Waktu: T2 JPL, P 2 JPL)

I. Deskripsi Singkat

Surveilans kasus DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan,


analisis dan interpretasi data kasus serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program, instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus. Materi ini juga
menjelaskan tentang surveilans kasus DBD dari tingkat Puskesmas sampai dengan
tingkat Provinsi.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melaksanakan surveilans kasus DBD
di wilayah kerjanya.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta latih mampu :


1. Menjelaskan tujuan dan pengertian surveilans
2. Menjelaskan sistem pelaksanaan surveilans dalam pengendalian DBD.
3. Menjelaskan sistem pelaporan kasus.
4. Menjelaskan kegiatan surveilans DBD diberbagai tingkat wilayah administrasi.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan : Tujuan dan pengertian surveilans DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Tujuan surveilans
2. Pengertian
3. Definisi operasional

B. Pokok Bahasan 2 : Sistem Pelaksanaan Surveilans dalam Pengendalian DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Jenis dan sumber data
2. Peran unit pelaksana
3. Strategi dan pelaksanaan surveilans pengendalian DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Kegiatan surveilans DBD di berbagai tingkat wilayah


administrasi.
Sub Pokok Bahasan :
1. Tingkat Puskesmas
2. Tingkat Kabupaten/kota
3. Tingkat provinsi

IV. METODE

• Ceramah
• Tanya Jawab.
24
• Penugasan di kelas

V. BAHAN BELAJAR

• Modul
• Copy materi
• Lembar kasus dan kunci jawaban

VI. ALAT BANTU BELAJAR

• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi.

B. Langkah 2
• Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran.

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan materi modul dan memfasilitasi diskusi interaktif (selama
2 JPL).
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok untuk praktek di kelas (setiap
kelompok terdiri dari lebih kurang 6 peserta).
3. Kelompok membahas study kasus yang diberikan fasilitator

VIII. URAIAN MATERI

A. TUJUAN DAN PENGERTIAN SURVEILANS DBD

1. Tujuan Surveilans

Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen


kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta
respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat .

Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah :


a. Memantau kecenderungan penyakit DBD
b. Mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta penanggulangannya
c. Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan PE, serta melakukan
penanggulangan seperlunya,
d. Memantau kemajuan program pengendalian DBD

25
e. Menyediakan informasi untuk perencanaan pengendalian DBD
f. Pembuatan kebijakan pengendalian DBD.

2. Pengertian

a. Menurut WHO, Surveillans adalah proses pengumpulan, pengolahan,


analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program, instansi pihak terkait secara sistematis dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk
dapat mengambil tindakan

b. Berdasarkan KEPMENKES nomor 1116 tahun 2003 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Surveillans
adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara
efisien dan efektif melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan.

c. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan,


pengolahan, analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi
ke penyelenggara program, instansi dan pihak terkait secara sistematis dan
terus menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan
tindakan pengendalian secara efisien dan efektif.

3. Definisi Kasus Operasional

a. Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria yaitu demam


tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan
adanya manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple
Leede) positif

b. Probable Demam Dengue ialah : demam disertai 2 atau lebih gejala


penyerta seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi
( athralgia ), rash, dan manifestasi perdarahan, leucopenia ( lekosit < 5000
/mm3 ), jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan peningkatan hematokrit 5 - 10
% atau pemeriksaan serologis Ig M positif.

c. Demam Berdarah Dengue (DBD)ialah demam 2 - 7 hari disertai dengan


manifestasi perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda
tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal,
dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau hypoproteinemia/
albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita
tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif)
IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis
laboratoris).

d. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat
III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut
nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (≤ 20 mmHg) atau
hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi

26
gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun
tekanan darah).

e. Kasus adalah penderita DD, DBD atau SSD.

f. Kewaspadaan dini DBD ialah suatu kewaspadaan terhadap peningkatan


kasus dan atau faktor resiko DBD, seperti: adanya peningkatan populasi
nyamuk, penurunan ABJ <95%, adanya perubahan cuaca, dan peningkatan
tempat-tempat perindukan.

g. Laporan kewaspadaan dini DBD adalah laporan adanya peningkatan


kasus dan peningkatan faktor resiko DBD. Laporan kewaspadaan dini
dimaksudkan untuk kegiatan proaktif surveilans.

h. Kecamatan Endemis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir, setiap


tahun ada penderita DBD

i. Kecamatan Sporadis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir


terdapat penderita DBD tetapi tidak setiap tahun.

j. Kecamatan Potensial adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir tidak


pernah ada penderita DBD, tetapi penduduknya padat, mempunyai
hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah yang lain dan presentase
rumah yang ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.

k. Kecamatan Bebas yaitu kecamatan yang tidak pernah ada penderita DBD
selama 3 tahun terakhir dan presentase rumah yang ditemukan jentik kurang
dari 5%.

B. SISTIM PELAKSANAAN SURVEILANS DALAM PENGENDALIAN DBD

1. Jenis dan sumber data Surveilans

Beberapa fariabel data yang berhubungan dengan pengendalian DBD


adalah sbb :
a. Data kesakitan dan kematian menurut golongan umur dan jenis kelamin,
kasus DD, DBD, SSD dari Unit Pelayanan kesehatan, W1, kewaspadaan
mingguan, bulanan, dan tahunan.
b. Data penduduk menurut golongan umur tahunan.
c. Data desa, kecamatan, kabupaten, provinsi terdapat kasus DD, DBD, SSD
bulanan dan tahunan
d. Data ABJ kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hasil dari kegiatan
pengamatan jentik.

Data tersebut diatas dapat diperoleh dari :


a. Laporan rutin DBD, mingguan, bulanan ( puskesmas, kabupaten/kota, dan
provinsi )
b. Laporan KLB/wabah /W1( puskesmas, kabupaten/kota, provinsi )
c. Laporan laboratorium dari UPK (puskesmas, RS, Labkes, dll)
d. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan (puskesmas, kabupaten/kota)
e. Laporan penyelidikan KLB/wabah (puskesmas, kabupaten/kota)
f. Survei khusus (pusat, provinsi, kabupaten/kota)

27
g. Laporan data demografi (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi)
h. Laporan data vektor (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi)
i. Laporan dari Badan Meteorologi & Geofisika provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan tentang curah hujan dan hari hujan

2. Peran Unit Pelaksana

Surveilans DBD merupan surveilans rutin yang dilaksanakan di seluruh


unit pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. Untuk menjamin berlangsungnya
penyelenggaraan sistem surveilans kasus DBD ini, maka perlu dijabarkan peran
setiap unit penyelenggaraan surveilans kasus DBD diseluruh unit pelayanan
kesehatan secara berjenjang termasuk pusat, yaitu :

a. Pusat

1) Unit pelaksana tingkat pusat


a) Pengaturan penyelenggaraan surveilans kasus DBD nasional
b) Menyusun pedoman pelaksanaan surveilans kasus DBD nasional
c) Menyelenggarakan manajemen surveilans kasus DBD nasional
d) Melakukan kegiatan surveilans kasus DBD nasional termasuk SKD-
KLB
e) Pembinaan dan asistensi teknis
f) Monitoring dan evaluasi
g) Melakukan penyelidikan KLB sesuai kebutuhan nasional
h) Pengembangan pemanfaatan teknologi surveilans kasus DBD
i) Pengembangan metodologi surveilans epidemiologi
j) Pengembangan kompetensi sumber daya manusia surveilans
epidemiologi
k) Menjalin kerjasama nasional dan internasional secara teknis dan
sumber-sumber dana.
l) Menjadi pusat rujukan surveilans kasus DBD regional dan nasional.
m) Kerjasama surveilans kasus DBD dengan provinsi, nasional dan
internasional.

2) Pusat Data dan Informasi


a) Koordinasi pengelolaan sumber data dan informasi kasus DBD
nasional
b) Koordinasi kajian strategis dan penyajian informasi kasus DBD
c) Asistensi teknologi informasi

3) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


a) Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi dan metode
surveilans kasus DBD
b) Melakukan penelitian lebih lanjut terhadap temuan dan atau
rekomendasi surveilans kasus DBD

b. Tingkat Provinsi

1) Unit Pelaksana Teknis Tingkat Provinsi


a) Melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah provinsi termasuk
SKD-KLB
b) Melakukan penyelidikan KLB sesuai kebutuhan provinsi

28
c) Membuat pedoman teknis operasional surveilans kasus DBD sesuai
dengan pedoman yang berlaku.
d) Menyelenggarakan pelatihan surveilans kasus DBD
e) Pembinaan dan asistensi teknis ke kabupaten/kota
f) Monitoring dan evaluasi
g) Mengembangkan dan melaksanakan surveilans kasus DBD dan
masalah penyakit DBD lokal spesifik.
h) Melakukan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data
serta desinfo secara terus menerus dan berkesinambungan.
i) Menjadi unit pengendalian bila terjadi KLB di wilayah Kabupaten/ Kota

2) Rumah Sakit Pusat dan Provinsi


a) Melaksanakan surveilans kasus DBD rumah sakit .
b) Identifikasi dan rujukan kasus sebagai sumber data surveilans kasus
DBD Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
c) Melakukan kajian epidemiologi kasus DBD dan masalah yang terkait
dengan DBD.

3) Laboratorium Kesehatan Provinsi


a) Melakukan pemeriksaan spesimen surveilans kasus DBD

c. Tingkat Kabupaten/Kota

1) Unit Teknis Kabupaten/Kota


a) Pelaksana Surveilans kasus DBD nasional diwilayah kabupaten/kota
b) Menyelenggarakan manajemen surveilans kasus DBD termasuk SKD
KLB
c) Melakukan penyelidikan dan Penanggulangan KLB DBD di Wilayah
Kabupaten/ kota yang bersangkutan.
d) Supervisi dan asistensi teknis ke puskesmas dan rumah sakit dan
komponen surveilans DBD diwilayahkan.
e) Melaksanakan pelatihan surveilans kasus DBD.
f) Monitoring dan evaluasi kasus DBD
g) Melaksanakan survelens epidemiologi kasus DBD secara spesifik lokal.

2) Rumah sakit kabupaten / kota .


a) Melaksanakan surveilans kasus DBD di rumah sakit.
b) Identifikasi dan rujukan kasus DBD sebagai sumber data surveilans
kasus DBD kabupaten/kota , propinsi dan pusat.
c) Melakukan kajian epidemiologi kasus DBD dan masalah DBD lainnya
di rumah sakit.

3) Laboratorium Kesehatan kabupaten/kota


a) Melakukan pemeriksaan spesimen kasus DBD.

d. Tingkat Kecamatan

1) Puskesmas
a) Pelaksana surveilans kasus DBD nasional di wilayah puskesmas.
b) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah
kasus DBD.

29
c) Melakukan koordinasi survailans kasus DBD dengan praktek dokter,
bidan, swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada diwilayah
kerjanya .
d) Melakukan koordinasi surveilans kasus DBD antar puskesmas yang
berbatasan .
e) Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB DBD di wilayah
puskesmas
f) Melaksanakan surveilans epidemiologi kasus DBD dan masalah
kesehatan spesifik lokal .

3. Strategi Dan Pelaksanaan Surveilans Pengendalian DBD

a. Strategi Surveilans

Adapun strategi surveilans dalam program pengendalian DBD adalah


sebagai berikut :
1) Advokasi dan dukungan perundang-undangan
2) Menyediakan pembiayaan program surveilans DBD
3) Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan program secara nasional, provinsi dan kabupaten/kota termasuk
penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan
bencana.
4) Peningkatan mutu dan data informasi epidemiologi.
5) Peningkatan profesionalisme tenaga surveilans.
6) Pengembangan tim epidemiologi yang handal.
7) Penguatan jejaring surveilans epidemiogi.
8) Peningkatan pengetahuan surveilans epidemiologi untuk tiap tenaga
kesehatan.
9) Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi elektromedia
yang terintegrasi dan interaktif.

b. Pelaksanaan Surveilans DBD

1) Pengumpulan data
Pengumpulan data kasus dilaksanakan secara berjenjang mulai dari
Pukesmas dan jejaringnya (community based), sampai Rumah Sakit
(hospital based), laboratorium kabupaten/kota dan propvinsi dengan
menggunakan form pelaporan demam berdarah yang dikoordinasi oleh dinas
kesehatan kab/kota di tingkat kab/kota atau di dinas kesehatan provinsi di
tingkat provinsi, Kemkes RI untuk masing-masing tingkatan dijelaskan
melalui pokok bahasan selanjutnya
2) Pengolahan dan penyimpanan data
Dilaksanakan disetiap tingkat unit pelaksanakan surveilans
3) Analisis data
Analisis deskriptif dan analitik dilakukan disetiap unit pelaksana surveilans
sesuai dengan kemampuan masing-masing
4) Penyebarluasan informasi
Dilaksakanakan disetiap unit pelaksana surveilans kepada pihak yang
membutuhkan data tersebut

30
Lampiran 16
Form-So

FORMULIR PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Kepada yth,
RS./ Puskesmas Rawat Inap......................................................
di-
........................................................

Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat pasien:


Nama : ..................................................... L/P Umur.......th.......bln.....................

Nama Kepala Keluarga : ....................................................................................


Alamat Rumah : Jln ......................................... No ..............................
Rw. ............................... Rt. ......................................
Kelurahan : .............................. Kecamatan.................................
Tanggal mulai sakit : Tgl/bl/th:
Tanggal masuk RS/puskesmas : Tgl/bl/th: Jam ..........................
Tgl. Meninggalkan RS/puskesmas : Tgl/bl/th:

No. HASIL PEMERIKSAAN KLINIS ADA TIDAK


1. Demam ...................... ......................
2. Perdarahan. temasuk uji Tourniquet ...................... ......................
positif
3. Pembesaran hati ...................... ......................
4. Syok ...................... ......................
PEMERIKSAAN LABORATORIUM HASIL PEMERIKSAAN
I II
Tanggal: ......................................... ...................... ......................
Jam: .................. ...................... ......................
5. Hb ...................... ......................
6. Hematokrit ...................... ......................
7. Trombosit (jumlah per ul) ...................... ......................

PENGOBATAN
-Diinfus/tidak **), tangggal ........................................... Jam ....................

DIAGNOSIS KLINIS:

-Tersangka DBD/DD/DBD/SSD**) .........................................., 20...........

( ............................................. )

**) Coret yang tidak perlu


*) Beri tanda “X” untuk hasil pemeriksaan klinis
DD=demam dengue, DBD=demam berdarah dengue, SSD=sindrom syok dengue

156
Lampiran 17

STUDI KASUS MATERI INTI 5

Studi Kasus 1

1. Jelaskan diagnosis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue? Bagaimana


membedakannya?
2. Bagaimana pertolongan pertama yang Saudara berikan jika anak Saudara menunjukkan
gejala-gejala klinis Demam berdarah?
3. Seandainya Saudara adalah seorang dokter di Puskesmas X, Saudara hendak merujuk
seorang penderita DBD ke sebuah Rumah Sakit, maka hal-hal apakah yang perlu Saudara
perhatikan?

Studi Kasus 2

Sepasang suami istri membawa seorang anak laki-lakinya yang berusia 6 tahun ke ruang UGD
RSUD di Kota A pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB, setelah diperiksa oleh dokter
diperoleh data berikut:

Anamnesa
- Seorang anak laki-laki, umur 6 tahun, berat badan 16 kg, datang dengan keluhan
badan panas sejak 3 hari sebelum masuk RS.
- Badan panas tinggi mendadak, terus menerus, tidak menggigil, tidak ada keringat
malam dan tidak kejang, dan kepala terasa nyeri.
- Pasien juga mengeluh perut terasa sakit menyeluruh, tanpa disertai mual dan
muntah, nafsu makan menurun dan badan terasa lemas disertai dengan terlihatnya
bintik - bintik merah pada kulit tangan dan kaki pasien.

Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100 / 70 mmHg
- Nadi : 130 x / menit, reguler, teraba kuat dan cepat
- Suhu : 38,10 C
- Respirasi : 38 x / menit
- Konjungtiva : Hiperemis
- Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor tidak hiperemis,
perdarahan gusi (-)
- Abdomen : Nyeri tekan epigastrium dan hipogastrium
Hepar teraba 2/4 x 1/4, konsistensi lunak, permukaan rata, tepi sulit dinilai
Nyeri ketok (+)
- Ekstremitas : *Superior : Akral teraba hangat, Uji tourniket/ rumple leed (+)
*Inferior : Akral teraba hangat, refleks patologik (-)

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 Oktober 2011 pukul 20.30 WIB


Darah
- Hb : 14,8 gr %
- Ht : 46 vol %
- LED : 9 mm/Jam
- Leukosit : 6200/mm≥
- Hitung jenis : 0/0/2/72/23/3
- Trombosit : 120.000 / mm≥
157
Pertanyaan:

Jika seandainya Saudara adalah dokter yang merawat pasien tersebut:

1. Menurut Saudara, apakah diagnosis kerja pasien tersebut? Jelaskan alasannya!


2. Bagaimana terapi yang Saudara berikan?
3. Sebutkan diagnosis banding apa saja yang mungkin untuk kasus tersebut diatas?
4. Pemeriksaan lanjutan apa saja yang akan Saudara anjurkan terhadap pasien tersebut?
5. Saran atau pesan apa yang akan Saudara sampaikan kepada orang tua pasien tersebut?

Studi Kasus 3

1. Pelatih meminta peserta memperagakan cara melakukan uji bendung (uji tourniket)
2. Pelatih dapat merancang studi kasus tambahan lainya sesuai kebutuhan pelatihan dan target
peserta latih pada saat pelatihan!

158
Lampiran 18

Lampiran Materi Inti 5 : Penyelidikan Epidemiologi, PF, Dan Penanggulangan KLB


(Formulir PE)

FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)


Nama penderita : ..................................................................................................................
Nama KK : ..................................................................................................................
Alamat : ..................................................................................................................
.....................................................RT: .................RW : ............................
Kelurahan/Desa : .................................................................................................................
Kecamatan : ..................................................................................................................

Pemeriksaan Penderita Panas/tersangka DBD*


Pemeriksaan
No. Nama Bintik Jentik (+/-)
KK Nama Umur perdarahan/ Uji Kesimpulan
Penderita Tanda Tourniquet Pend. Tersangka
perdarahan Panas
lain

Jumlah

*) Termasuk yang menderita panas 1 minggu yang lalu


**) Bila ada penderita DBD yang lain,

Kesimpulan:

- Perlu pengasapan (fogging)


Ya ** Tidak

**) Ya : Jika ada penderita DBD lainnya atau


Ada tersangka DBD (= 3 tersangka), dan ada jentik (=5%)

Tanggal ..................................... 20 .....


Mengetahui
Kepala Puskesmas, Petugas pelaksana

(..................................) (.....................................................)

159
Lampiran 19

PUSKESMAS ...............................
DINAS KESEHATAN KEBAPATEN/KOTA*) ................................

.........................,....................20........
Nomor : ...........................
Lapiran : Hasil Penyelidikan Epidemiologis DBD

Kepada
Yth : Lurah/Kades ...............................
di-
Tempat

Dengan hormat,

Bersama ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan kami di lokasi
penderita dan bangunan di sekitar tempat tinggal penderita DBD:
Nama Penderita : ...........................................................................................
Umur : ...........................................................................................
Nama KK : ...........................................................................................
Alamat : ...........................................................................................
RT : .............. RW : ............... Kel/Desa : ..........................

dapat disimpulkan bahwa terdapat/tidak terdapat*) tanda-tanda penularan demam berdarah di


wilayah tersebut. Oleh karena itu di wilayah RW................. Kel/Desa .................... akan
dilakukan:
Penyuluhan kepada masyarakat.
Penggerakan masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN DBD)
Laravasidasi
Penyemprotan Insektisida, akan kami lakukan pada tgl
................................................................

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, mohon kepada warga masyarakat setempat diminta
untuk berperan serta dan membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan tersebut.

Atas perhatian dan bantuan nya kami ucapkan terimakasih.

Keterangan : KEPALA PUSKESMAS ..............


*)Coret yang tidak perlu

BeritandaV untuk kegiatan (...........................................................)


yang akan dilakukan NIP.

Tembusan Kepada Yth.


Camat ........................

160
Lampiran 20

PUSKESMAS .............................
DINAS KESEHATAN KABUPATEN /KOTA*) ...............................

.........................,..................20........
Nomor :
Lampiran : Hasil Pelaksanaan Penanggulangan DBD

BERITA ACARA

Dengan hormat,

Bersama ini kami sampaikan hasil pelaksanaan penanggulangan penyakit DBD


di wilayah RW ................Kel/desa .................... Yang berupa kegiatan:

Penyuluhan tgl ......................................


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN DBD) tgl ......................................
Larvasidasi tgl ......................................
Penyemprotan Insektisida dilaksanakan tgl ......................................

Demikian, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Mengetahui,
Kepala Desa ....... Kepala Puskesmas .......

(............................) (............................................)
NIP.
Tembusan Kepada Yth.
Camat ..........................

Beri tanda V pada kotak untuk kegiatan yang dilaksanakan

161
Lampiran 21

FORM PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI


KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE
Tanggal Penyelidikan : Pukul :
IDENTITAS KEPALA KELUARGA
1. Nama :
2. Umur : Th L/P
3. Alamat :
RT : RW : Kel :
Kec. : Kab./Kota
4. Pekerjaan :
Alamat Pekerjaan
5. Hubungan dengan penderita
(diisi bila responden adalah orang-orang kontak)
a. Hubungan sedarah serumah (orang tua, anak, saudara, bukan saudara)
b. Hubungan tidak serumah (tetangga, teman kantor, teman sekoiah, lainnya sebutkan ,
..............................................

IDENTITIAS PENDERITA
1. Nama :
2. Umur : Th L/P
3. Pekerjaan/sekolah :
4. Alamat Pekerjaan/sekolah :

C. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan / gejala utama yang muncul :
2. Kapan mulai muncul (tgl/jam) :
3. Apa yang dilakukan saat timbul gejala pertama kali ? Sebutkan
a. .............................................................
b.............................................................
c. .............................................................

4. Gejala lain yang timbul:

No Gejala Kapan Kondisi


(baik/tetap/kurang)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

5. Saat sekarang ini sedang menderita sakit lain (yang sudah didiagnosa oleh tenaga
medis) ?
a. Ya b. Tidak
Bila Ya, sebutkan :...........................................................................
6. Apakah ada anggota serumah juga menderita gejala serupa (tersangka DBD) ?
a. Ada b. Tidak
(Bila ada, lakukan pelacakan dengan form ini)

162
C. SPESIMEN DIPERIKSA

No Jenis Sampel diperiksa Hasil Laboratorium Keterangan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
* Ambil darah dari ujung jari teteskan ke “paper disc” hingga penuh.

D. PEMERIKSAAN JENTIK

No empat Pemeriksaan Jentik Hasil Pemeriksaan Keterangan

1.
2. DLM RMH LUAR
3.
4.
5.
6.
7.

E. PENGOBATAN DAN KONDISI TERAKHIR


1. Perawatan yang diberikan:
a. .........................................................
b. .........................................................
c. .........................................................
d. .........................................................

2. Keadaan penderita saat ini:


a. Sembuh
b. Meninggal, tanggal.........
c. Tetap

163
Lampiran 22

Soal 1:

Pada akhir bulan Februari 2011 dilaporkan adanya KLB DBD di Kecamatan Labu, yang menyebabkan
20 orang menderita DBD dan dirawat di Puskesmas setempat. Kasus sudah mulai muncul sejak
awal Februari dan terus meningkat sampai bulan Maret 2011. Total sampai akhir Maret adalah
50 kasus dan 2 orang diantaranya meninggal.
Kecamatan Labu terletak di antara perkebunan kelapa dan kebanyakan masyarakat menampung
air hujan karena sumber air bersih jauh dari kampung. Matapencaharian sebagian masyarakat
adalah mengumpulkan kelapa untuk disetor ke pabrik kopra di ibukota kabupaten yang berjarak
kurang lebih 5 km dari kecamatan tersebut. Selain itu masyarakat juga mengumpulkan batok
kelapa untuk dibuat arang.
Selama 5 tahun terakhir tidak ada laporan kasus DBD, biasanya kasus yang banyak ditemuai
adalah diare.

Diskusi :

1. Sebagai petugas pengelola DBD di kabupaten, kegiatan apa saja yang Saudara lakukan
untuk menanggulangi situasi diatas?

2. Apakah situasi di Kecamatan Labu diatas dapat dikategorikan sebagai KLB DBD? Jika
ya apa yang perlu dilakukan?

3. Faktor risiko apa yang kira-kira menjadi sumber penularan DBD di kecamatan Labu
tersebut diatas ?

4. Saran apakah yang Saudara berikan kepada masyarakat untuk menghilangan faktor
risiko penularan terhadap DBD?

164
Lampiran 23

Lampiran Materi Inti 6 : Pengoperasian Alat Dan Bahan Pengendalian Vektor

PANDUAN PRAKTIKUM
PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR

1. Praktik pengendalian vektor dengan menggunakan mesin fog

a). Pengertian
Pengendalian vektor menggunakan mesin fog adalah metode penyemprotan
udara berbentuk asap (pengasapan/fogging) yang dilakukan untuk
mencegah/mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di rumah
penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya serta tempat-tempat umum (TTU)
misalnya sekolah, kantor dll, yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan
penyakit DBD.

b). Persiapan
1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan
jumlah rumah.
2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada RT,
RW atau Lurah tentang akan dilakukannya fogging diwilayahnya.
3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah rumah atau areal yang akan di
fogging, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, dan Petugas Fogging .
4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan, jerigen dll.
5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll.
6) Siapkan insektisida, bahan pelarut (solar) dan bahan bakar.

c). Pelaksanaan
1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan fogging.
2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan fogging agar tercapai target yang
direncanakan.
3) Petugas fogging melakukan fogging sesuai dengan petunjuk dari kepala regu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging :

• Fogging dilakukan diseluruh area yang direncanakan, dimulai dari ujung arah
angin.
• Fogging dimulai dari dalam rumah yang paling belakang, keluar melalui pintu
depan kemudian luar rumah dimulai dari ujung arah angin.
• Untuk rumah tingkat dimulai dari lantai atas terus kebawah.

2. Praktik Pengendalian Vektor dengan Menggunakan Mesin ULV

a). Pengertian
Pengendalian vektor menggunakan mesin ULV adalah metode penyemprotan
udara (aerial spraying) berbentuk kabut dengan volume yang sangat kecil (ultra low
volume) dan dilakukan di area yang cukup luas misalnya se RW, se Kelurahan, se
kecamatan atau bahkan seluruh wilayah kota yang sedang terjangkit penyakit DBD.

165
b). Persiapan
1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan
jalan yang dapat dilalui mobil pengangkut ULV.
2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada
RW atau Lurah tentang akan dilakukannya penyemprotan diwilayahnya.
3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah mesin ULV dan areal yang akan
disemprot, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, Pengemudi, Operator dan
Teknisi.
4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan pengangkut ULV, sepeda motor,
jerigen dll.
5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll.
6) Siapkan insektisida dan bahan bakar.

c). Pelaksanaan
1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan penyemprotan.
2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan penyemprotan agar tercapai target yang
direncanakan.
3) Pengemudi menjalankan kendaraan pengangkut ULV sesuai dengan petunjuk kepala
regu dengan kecepatan 5 Km per jam.
4) Operator mengoperasikan mesin ULV dari atas kendaraan.
5) Teknisi membantu operator dan mengatasi gangguan/kerusakan mesin di lapangan.

•Penyemprotan dilakukan diseluruh area yang direncanakan, dimulai dari ujung


arah angin.
•Penyemprotan dilakukan pada pagi dan sore hari pada keadaan suhu dan
kecepatan angin rendah.

166
Lampiran 24

Perhitungan
Kebutuhan tenaga & bahan insektisida dalam pengendalian vektor P2DBD

1. Kebutuhan tenaga yang diperlukan, berdasarkan luas wilayah (jumlah rumah/ bangunan
yang akan diliput) dan jumlah alat semprot yang tersedia.

a. Supervisor : 1 orang
b. Regu fogging fokus : 11 orang per 5 mesin fog, yaitu:
- 1 orang kepala regu
- 5 orang penyemprot dan
- 5 orang pembantu penyemprot
c. Tim ULV : 4 orang per 1 mesin ULV, yaitu:
- 1 orang ketua tim
- 1 orang operator
- 1 orang teknisi
- 1 orang pengemudi

2. Kebutuhan alat bantu operasional.


a. Tiap regu fogging membutuhkan:
- 1 buah kendaraan roda 4 untuk mengangkut petugas, alat/bahan ke lokasi operasi
(kendaraan ini dapat digunakan regu fogging lain secara bergiliran).
- 1 buah megaphone (yang akan digunakan oleh kepala regu fogging untuk menyampai-
kan pesan-pesan kepada ke masyarakat.
b. Tiap tim ULV membutuhkan:
- 1 buah kendaraan roda 4 pengangkut mesin ULV.
- 1 buah kendaraan roda 2 untuk ketua tim.
- 1 buah megaphone (yang akan digunakan oleh kepala regu fogging untuk
menyampai-kan pesan-pesan kepada ke masyarakat.

3. Menyiapkan perlengkapan petugas.


Setiap petugas (baik regu fogging maupun tim ULV) dilengkapi 1 set perlengkapan operasional:
a. 1 stel pakaian lapangan (dengan baju lengan panjang).
b. 1 buah masker pelindung.
c. 1 buah topi lapangan.
d. 1 pasang sarung tangan.
e. 1 pasang sepatu lapangan.

4. Kebutuhan insektisida untuk fogging (2 siklus) :


Insektisida:
(1) Golongan Organofosfat :
Malathion 95% : 1 Liter per Ha
Metil pirimifos 500 gr/l : 400 ml per Ha
(2) Golongan Sintetik Piretroid :
Cypermethrine 25 gr/l : 800 ml per Ha
Alpamethrine 30 gr/l : 200 ml per Ha
Lamda sihalothrine 25 gr/l: 150 ml per Ha
Permethrine 97,5 g/l + S-Bioaletrin 15 g/l : 200 ml per Ha

167
Bahan pelarut/bahan bakar mesin dan kendaraan::

Solar (pelarut insektisida) : 20 liter per Ha 2 siklus


Premium mesin fog : 6 liter per Ha 2 siklus
Premium mesin ULV : 10 liter per mesin per hari
Premium kendaraan roda 4 : 20 liter per kendaraan per hari
Premium kendaraan roda 2 : 2 liter per kendaraan per hari
• Mesin Fog dan ULV
Kebutuhan mesin fog:
Tiap Puskemas: 4 unit
Tiap Kab/Kota :10 unit
Mesin ULV (insektisida digunakan tanpa bahan pelarut/solar):
Tiap Kab/Kota :1 unit
• Kebutuhan larvasidasi
Temephos 1% : ± 40 gram per rumah (1 siklus)
Metoprene 1,3% : ± 10 gram per rumah (1 siklus)
Piriproksifen 0,5% : ± 2 gram per rumah (1 siklus)

Bahan pembantu operasional:

a. Untuk tiap regu fogging dibutuhkan:


- 2 buah jerigen 20 liter untuk solar yang digunakan hari itu
- 2 buah jerigen 5 liter untuk cadangan premium
- 1 buah jerigen 2 liter untuk cadangan Malathion
- 8 buah battery untuk 2 unit mesin fog
- 2 buah corong besar bersaring
- 2 buah corong kecil bersaring
- 4 lembar kain lap/serbet

b. Untuk tiap tim ULV dibutuhkan:


- 1 buah jerigen 20 liter untuk cadangan Malathion
- 1 buah corong besar bersaring
- 4 lembar kain lap tangan/mesin

5. Menghitung kebutuhan biaya gaji upah petugas penyemprot (*)


Fogging
a. Petugas fogging = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus
b. Pembantu petugas fogging = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus
c. Kepala regu = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus

5 Ha
d. Pengemudi = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus

5 Ha
ULV = Luas sasaran (Ha) x 4 OH x 2 siklus

50 Ha

*) Unit cost (satuan harga) gaji upah setiap petugas disesuaikan dengan standar
masing-masing daerah.

168
Lampiran 25
Lampiran Materi 7 : Perencanaan dan Supervisi
Beberapa cara perhitungan kegiatan-kegiatan pengendalian DBD

1) Fogging fokus
Satuan biaya fogging fokus dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Fogging fokus


(per fokus = 300 rumah/15 Ha)
Satuan Jumlah Biaya
Uraian Volume Satuan Harga (Rp) (Rp)

Gaji Upah:
a. Upah penyemprot (15 OH x 2 Ki) 30 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Kepala Regu (3 OH x 2 Ki) 6 OH Rp. ........... Rp. ...........
c. Pengemudi (3 OH x 2 Ki) 6 OH Rp. ........... Rp. ...........
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
a1. Solar : 0,5 lt x 300 rm x 2 ki 300 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2. Premium :
a2.1. Ms.fog :0,075 lt x 300 rm x 2 ki 45 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2.2. Kendaraan pengangkut :
20 lt x 2 ki 40 Lt Rp. ........... Rp. ...........
b. Penyelidikan Epidemiologi 1 Pt Rp. ........... Rp. ...........
Perjalanan
a. Penyelidikan Epidemiologi &Penyuluhan
(2 Or x 1 OH) 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Pengawasan Teknis Operasional
b1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
b1. Petugas Kabupaten/Kota 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
TOTAL Rp. ...........

2). Fogging massal


Satuan biaya fogging massal dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Fogging massal dengan mesin fog


(per 50 Ha atau 1.000 rumah)
Satuan Jumlah Biaya
Uraian Volume Satuan Harga (Rp) (Rp)

Gaji Upah:
a. Upah penyemprot (50 OH x 2 Ki) 50 OH Rp. ........... Rp. ...........

169
b. Kepala Regu (10 OH x 2 Ki) 20 OH Rp. ........... Rp. ...........
c. Pengemudi (10 OH x 2 Ki)
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
a1. Solar : 10 lt x 50 Ha x 2 ki 1.000 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2. Premium :
a2.1. Ms.fog :1,5 lt x 50 Ha x 2 ki 150 Lt Rp. ........... Rp. ...........
a2.2. Kendaraan pengangkut :
2 Lt x 50 Ha x 2 ki 200 Lt Rp. ........... Rp. ...........
Perjalanan
a. Pengawasan Teknis Operasional
a1. Petugas Puskesmas 10 OH Rp. ........... Rp. ...........
b1. Petugas Kabupaten/Kota 5 OH Rp. ........... Rp. ...........
TOTAL Rp. ...........

Kegiatan: Fogging massal dengan mesin ULV


(per 50 Ha atau 1.000 rumah)
Satuan Jumlah Biaya
Uraian Volume Satuan Harga (Rp) (Rp)

1. Gaji Upah:
- Upah Tim Penyemprot (4 OH x 2 Ki) 8 OH Rp. ........... Rp. ...........
2. Bahan
Premium kendaraan pengangkut ULV
(2 x 20 Lt ) 40 Lt Rp. ........... Rp. ...........
3. Perjalanan
a. Pengawasan Teknis Operasional
a1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
b1. Petugas Kabupaten/Kota 1 OH Rp. ........... Rp. ...........
TOTAL Rp. ...........

3) Larvasidasi rumah
Satuan biaya larvasidasi rumah dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Larvasidasi rumah


(per desa/kelurahan)

Satuan Jumlah
Harga Biaya
Uraian Volume Satuan
(Rp.) (Rp.)

Gaji Upah:

170
a Larvasidasi
a1. Petugas : (3000/50 rm x 4 Ki) 240 OH Rp. ........... Rp. ...........
a2. Kepala Regu : (3000/250 rm x 4 Ki) 48 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Penyuluhan/Penggerakan PSN
(2 OH x 4 Ki) 8 OH Rp. ........... Rp. ...........
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
(3000/50 Rmh x 1 Pt) 60 PT Rp. ........... Rp. ...........
Perjalanan :
a. Pengawasan Teknis Ops.
a1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
a2. Petugas Kabupaten 2 OH Rp. ........... Rp. ...........
Lain-lain
a. Pengangkutan larvasida 25 Kg Rp. ........... Rp. ...........
b. Pelatihan Petugas Larvasidasi
(50 Or x 1 Hr) 50 OH Rp. ........... Rp. ...........
c. Penyelenggaraan PSN 1 PT Rp. ........... Rp. ...........
Jumlah Desa Rp. ...........

4) Larvasidasi sekolah
Satuan biaya larvasidasi sekolah dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Larvasidasi sekolah


(per 15 sekolah)

Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp.) (Rp.)

Transport petugas pelaksana (Pusk.) 12 OH Rp. ........... Rp. ...........


(15/5 sek x 4 ki)
Bahan
a. Perlengkapan Larvasidasi 1 PT Rp. ........... Rp. ...........

Perjalanan Pengawasan teknis Ops.Kab 2 OH Rp. ........... Rp. ...........


(1 hr x 1 or x 2 ki)
Jumlah Rp. ...........

171
5) Pemeriksaan jentik berkala (PJB)
Satuan biaya PJB dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: PJB
(per 100 rmh sampel)
Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp.) (Rp.)
Gaji Upah
a. Petugas : 100/20 rmh x 4 kl 20 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Kepala Regu : 100/100 rmh x 4 kl 4 OH Rp. ........... Rp. ...........
Bahan
a. Bahan pembantu operasional 1 PT Rp. ........... Rp. ...........
Perj. Pengawasan teknis Ops.Kab
a. Petugas Puskesmas : 1 or x 1 kl 1 OH Rp. ........... Rp. ...........
b. Petugas Kabupaten : 1 or x 1 kl 1 OH Rp. ........... Rp. ...........
Jumlah 1 Desa Rp. ........... Rp. ...........

6) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)


Satuan biaya PSN dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: PSN (Bulan Bakti Gerakan 3M)


(per Desa/Kelurahan)
Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp.) (Rp.)

a. Pertemuan Pokja Desa


(15 Or x 1 Hr x 1 Ki) 15 Ki Rp. ........... Rp. ...........
b. Latihan Kader
(10 Or x 1 Hr x 1 Ki) 10 Ki Rp. ........... Rp. ...........
c. Penyuluhan
(2 Or x 1 Hr x 4 Ki) 8 Ki Rp. ........... Rp. ...........
d. Penggerakan Massa
(100 Or x 4 Ki) 400 Ki Rp. ........... Rp. ...........
e. Operasional Kerjabakti (4 Ki) 4 Ki Rp. ........... Rp. ...........
f. Pemeriksaan Jentik
(10 Or x 2 Hr x 4 Ki) 80 Ki Rp. ........... Rp. ...........
g. Supervisi Puskesmas 16 Ki Rp. ........... Rp. ...........
(2 Or x 2 Hr x 4 Ki)

Jumlah
Satuan Harga 1 Desa Rp. ........... Rp. ...........

172
7) Pemantauan jentik oleh Kader/Jumantik
Satuan biaya pemantauan jentik dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Pemantauan jentik oleh Kader/Jumantik


(per Desa/Kelurahan)
Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp.) (Rp.)
1. Transport
a. Jumantik
(10 Or x 20 Hr (25 rmh/hari) x 12 Tr 2.400 OT Rp. ........... Rp. ...........
b. Supervisor
(1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) 120 OT Rp. ........... Rp. ...........
2. Bahan/Alat
a. Bahan pembantu operasional
a1. Senter 10 BH RRp. ........... Rp. ...........
a2. Batu bateray 240 BH RRp. ........... Rp. ...........
a3. Formulir Jumantik 1.800 Lb Rp. ........... Rp. ...........
3. Pelatihan dan pertemuan
a. Latihan Jumantik dan Supervisor
(11 Or x 1 Hr x 1 Tr) 10 OT Rp. ........... Rp. ...........
b. Transport pengajar/narasumber
(4 Or x 1 Hr x 1 Tr) 4 OT Rp. ........... Rp. ...........
c. Pertemuan rutin dlm rangka pemantap 132 OT RRp. ........... Rp. ...........
an/penyegaran Jumantik &Supervisor
(11 Or x 1 Hr x 12 Tr)
d. Transport pet. Puskesmas & Dinkes
Kab/Kota dlm rangka pertemuan rutin
c1. Puskesmas (1 Or x 1 Hr x 12 Tr) 12 OT Rp. ........... Rp. ...........
c2. Kab/Kota (1 Or x 1 Hr x 12 Tr) 12 OT Rp. ........... Rp. ...........
4. Pengawasan/pembinaan Jumantik dan
Supervisor Jumantik oleh pet. Puskes.
dan Kab/Kota
a. Pusk. (1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) 120 OT Rp. ........... Rp. ...........
b. Kab. (1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) 120 OT Rp. ........... Rp. ...........
Jumlah Rp. ...........

173
Lampiran 26

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


TINGKAT PROVINSI

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kab./Kota terjangkit per tahun, Y T
sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus per bulan di Provinsi selama Y T
5 tahun terakhir
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Provinsi
4 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota
5 Peta lokasi Kab/Kota endemis (tinggi, sedang, rendah) dan yang Y T
ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: Kab/Kota endemis, Kecamatan endemis dan jumlah Y T
Puskesmas, non endemis: seluruhnya dan yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada buku catatan kasus DBD per Kab./Kota? Y T
8 Apakah ada laporan kasus dari Kab./Kota lebih cepat melalui jalur lain Y T
di luar laporan K-DBD?
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Provinsi lain ?(cross notification) Y T
10 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai
dilaksanakan PE & Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Provinsi & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di Provinsi (stok dana)
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T

174
bagi Kab./Kotauntuk penanggulangan kasus (dan realisasinya)
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Provinsi & Kab/Kota Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Kab./Kota yang melakukan PJB Y T
2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
3 Apakah Kab./Kota menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
secara teratur/tersedia?
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
5 Apakah sudah disusun rencana alokasi Kab./Kota yang akan Y T
melaksanakan survey?
6 Apakah seluruh laporan hasilnya sudah diterima? Y T
7 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP Y T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 SK Gubernur tentang penetapan dan pencabutan status KLB Y T
2 Alokasi dana penanggulangan KLB Y T
3 Laporan penanggulangan dan Penyelidikan KLB Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD

1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Gubernur tentang PSN? Y T


2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA/POKJANAL DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Y T
Provinsi? Susunan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Gubernur/Sekda/ Y T
Karo Kesra
6 Apakah bebasnya jentik sudah masuk dalam Kriteria Lomba Desa Y T
/lomba lainnya?
7 Apakah penyuluhan melalui radio (spot) sudah dilakukan? Y T
8 Apakah penyuluhan melalui TV (pemutaran filler) sudah dilakukan? Y T
9 Apakah ada kegiatan penyuluhan lainnya, sebutkan Y T

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya Y T
2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR Y T

175
3 Laporan Pelatihan (TOT) program P2DBD Y T
4 Laporan Pelatihan (TOT) tatalaksana kasus Y T
5 Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Y T
6 Laporan Kab./Kota yang sudah disupervisi dan dilakukan bimbingan Y T
teknis perbaikan/pemeliharaan mesin fog/ULV ?
7 Apakah dalam melakukan supervisi menggunakan check list yang ada? Y T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


TINGKAT KAB./KOTA

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit Y T
per tahun, sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk Kelurahan/Desa
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota
4 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus T Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk masing-masing Kecamatan
5 Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: Kecamatan endemis, dan jumlah Puskesmas,Kelurahan Y T
endemis,sporadis, potensial dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada buku catatan (rekapitulasi) kasus DBD per Kecamatan? Y T
8 Apakah ada laporan kasus lebih cepat melalui jalur lain di luar lap. KDRS? Y T
9 Apakah dilakukan pengambilan data kasus di RS oleh petugas Dinas T Y T
Kesehatan Kab./Kota tiap 1 minggu sekali?
10 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Kab./Kota lain ?(cross notification) Y T
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai .........
dilaksanakan PE & Fogging Fokus

176
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Kab./Kota & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di Kab./Kota
3 Laporan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan Y T
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Kab/Kota mesin fog, ULV, Y T
kendaraan dan bahan penyuluhan

SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Puskesmas/Kelurahan yang melakukan PJB sampel .........
2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU ......%
atau P-DBD)?
3 Apakah Puskesmas menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU Y T
atau P-DBD) secara teratur/tersedia?
4 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah) untuk masing-masing Kecamatan Y T
digabung dalam 1 lembar
5 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I) untuk masing-masing Y T
Kecamatan
6 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP Y T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


Apakah data berikut tersedia?
1 Alokasi dana penanggulangan KLB : Fogging massal, Larvasidasi Y T
massal dan PSN
2 Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu Y T
3 Laporan pelaksanaan Larvasidasi missal Y T
4 Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak Y T
5 SK Bupati/Walikota tentang penetapan dan pencabutan status KLB Y T
6 Laporan penanggulangan dan penyelidikan KLB Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Bupati/Walikota tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA/POKJANAL DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Y T
Kab./Kota? Susunan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Bupati/Walikota? Y T
6 Apakah bebasnya jentik sudah masuk dalam Kriteria Lomba Y T
Desa/lomba lainnya?
7 Apakah penyuluhan melalui radio (spot) sudah dilakukan? Y T
8 Apakah ada kegiatan penyuluhan lainnya, sebutkan Y T

177
PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA
1 Laporan Pelatihan program P2DBD Y T
2 Laporan Pelatihan ketrampilan petugas dalam tatalaksana kasus Y T
3 Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Y T
4 Laporan supervisi/ bimbingan teknis Y T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


TINGKAT PUSKESMAS

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Formulir So, K-DBD, W1, W2 Y T
6 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
7 Apakah tersedia alat-alat berikut:
a. Manset anak Y T
b. Mikroskop Y T
c. Hemometer Sahli Y T
d. Pipet Hb Y T
e. Pipet eritrosit Y T
f. Pipet leukosit Y T
g. Kamar hitung Trombosit Y T
h. Hemositometer Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit per Y T
tahun,sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk Kelurahan/Desa
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini

178
6 Tabel daftar nama: Kelurahan endemis, Kelurahan sporadis, potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita Y T
(form KD-DBD)
8 Apakah ada umpan balik kasus DBD dari Kab./Kota? Y T
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas lain ? Y T
10 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan ........Hari
sampai dilaksanakan PE
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE sampai dilaksanakan ........Hari
Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Puskesmas & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan Y T
3 Apakah semua penderita/tersangka DBD dilakukan PE? Y T
4 Apakah digunakan form PE? Y T
5 Apakah Puskesmas melakukan fogging? Y T
6 Apakah sebelum fogging fokus dilakukan PE? Y T
7 Apakah fogging fokus sesuai kriteria? Y T
8 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Puskesmas mesin fog, Y T
larvasida, dan bahan penyuluhan

SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveillans vektor (pemberantasan vektor dan Y T
Bulan Bakti gerakan 3M) dan telah dikirimkan ke Kab./Kota?
2 Apakah seluruh kelurahan dilakukan PJB? Y T
3 Siapa yang melaksanakan PJB? Y T
Petugas Puskesmas/Jumantik/Kader
4 Apakah form PJB/AS-1 masih digunakan oleh petugas? Y T
5 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
6 Bulan apa dilaksanakannya
Siklus I:
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:
7 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah untuk masing-masing Kelurahan) Y T
8 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I) Y T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


Apakah data berikut tersedia?
1 Rencana kelurahan yang dilakukan Fogging massal (tabel) Y T
2 Realisasi kelurahan yang dilakukan Fogging massal (tabel) Y T

179
3 Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu Y T
4 Laporan pelaksanaan Larvasidasi massal Y T
5 Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak Y T
PSN Kecamatan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? Y T
6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? Y T
7 Laporan hasil penyuluhan Y T
8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? Y T
/Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


Apakah data berikut tersedia?

1 Data Dokter Puskesmas yang sudah dilatih tatalaksana kasus DBD ........Org
2 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti ........Org
Pertemuan
3 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit Y T
dan hematokrit
4 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) Y T
........orang/RT

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


DI KKP

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program (pedoman) Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Formulir So, K-DBD, W1, W2 Y T
6 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
7 Apakah tersedia alat-alat berikut: Y T

180
a. Manset anak Y T
b. Mikroskop Y T
c. Blood Analyzer Y T
d. Hemometer Sahli Y T
e. Pipet Hb Y T
f. Pipet eritrosit Y T
g. Pipet leukosit Y T
h. Kamar hitung Trombosit Y T
i. Hemositometer Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah wilayah kerja terjangkit Y T
per tahun,sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk wilayah kerja
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi wilayah kerja rawan DBD ( endemis sporadis, potensia Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: wilayah kerja endemis, wilker sporadis, wilker potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita Y T
(form KD-DBD)
8 Apakah ada buku catatan kasus DBD per wilayah kerja? Y T
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas/dinas kesehatan di wilyah Y T
kerja ?
10 Apakah ada kontak person dengan Dinas Kesehatan terkait? Y T
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan ........Hari
sampai dilaksanakan PE
12 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE ........Hari
sampai dilaksanakan Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan KKP & jadwal waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di KKP (stok dana)

181
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T
bagi wilker untuk penanggulangan kasus (dan realisasinya)
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di KKP dan Wilkernya Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveilans vektor dari tiap tiap wilker Y T
2 Apakah seluruh wilker melakukan PJB? Y T
3 Apakah wilker menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
secara teratur/tersedia?
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
5 Siapa yang melaksanakan PJB? Y T
Petugas/Jumantik/Kader
6 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
7 Bulan apa dilaksanakannya? Y T
Vektor : Hasil-hasil survey jentik/PSP
Siklus I :
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 Alokasi dana Penanggulangan KLB Y T
2 Laporan Penanggulangan dan Penyelidikan KLB Y T
3 Laporan pelaksanaan Larvasidasi Y T
4 Laporan pelaksanaan PSN-DBD, Fogging Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak Y T
PSN Kecamatan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? Y T
6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? Y T
7 Laporan hasil penyuluhan Y T
8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? Y T
/Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

182
PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA
Apakah data berikut tersedia?

1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya Y T


2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR Y T
3 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Y T
Pertemuan
4 Laporan pelatihan program P2 DBD dan tata laksana kasus Y T
5 Laporan pertemuan yang berhubungan dengan DBD Y T
6 Laporan Supervisi/Bimbingan TeknisT Y T
7 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit Y T
dan hematokrit
8 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) Y T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


DI BTKL

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?

1 Buku Program (pedoman) Pengendalian DBD Y T


2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
6 Apakah tersedia alat-alat berikut:
a. Mikroskop Y T
b. Blood Analyzer Y T
c. Hemometer Sahli Y T
d. Pipet Hb Y T
e. Pipet eritrosit Y T
f. Pipet leukosit Y T
g. Kamar hitung Trombosit Y T
h. Hemositometer Y T
i. PCR Y T

183
PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?

1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah wilayah kerja terjangkit Y T


per tahun,sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk wilayah kerja
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi wilayah kerja rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: wilayah kerja endemis, wilker sporadis, wilker potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada kajian tentang DBD (kasus,virus,jentik,nyamuk aedes aegypty)? Y T
8 Apakah ada kajian tentang resistensi insektida di wilayah kerja? Y T
9 Apakah ada buku catatan kasus DBD per wilayah kerja? Y T
10 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas/dinas kesehatan di wilyah Y T
kerja ?
11 Apakah ada kontak person dengan Dinas Kesehatan terkait? Y T
12 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan ........Hari
sampai dilaksanakan PE
13 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE ........Hari
sampai dilaksanakan Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?

1 Daftar rencana kegiatan BTKL & jadwal waktunya (dan realisasinya) Y T


2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di BTKL (stok dana)
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T
bagi wilker untuk penanggulangan kasus (dan realisasinya)
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di BTKL dan Wilkernya Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

184
SURVEILLANS VEKTOR

1 Usulan rencana kegiatan surveilans vektor dari tiap tiap wilker Y T


2 Apakah seluruh wilker melakukan PJB? Y T
3 Apakah wilker menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
secara teratur/tersedia?
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
5 Siapa yang melaksanakan PJB? Y T
Petugas/Jumantik/Kader
6 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
7 Bulan apa dilaksanakannya? Y T
Vektor : Hasil-hasil survey jentik/PSP
Siklus I :
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB

1 Alokasi dana Penanggulangan KLB Y T


2 Laporan Penanggulangan dan Penyelidikan KLB Y T
3 Laporan pelaksanaan Larvasidasi Y T
4 Laporan pelaksanaan PSN-DBD, Fogging Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak Y T
PSN Kecamatan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? Y T
6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? Y T
7 Laporan hasil penyuluhan Y T
8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? Y T
/Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

185
PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA
Apakah data berikut tersedia?

1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya Y T


2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR Y T
3 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Y T
Pertemuan
4 Laporan pelatihan program P2 DBD dan tata laksana kasus Y T
5 Laporan pertemuan yang berhubungan dengan DBD Y T
6 Laporan Supervisi/Bimbingan Teknis Y T
7 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit, hematokrit Y T
dan PCR
8 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) Y T

186
Lampiran 27

1. Latihan 1

Propinsi “A” memiliki satu kabupaten endemis yang mempunyai wilayah kerja 15 kecamatan
dengan jumlah puskesmas sebanyak 20 puskesmas, 10 kecamatan diantaranya merupakan
daerah endemis DBD, 2 kecamatan sporadis dan 3 kecamatan bebas/potensial DBD. Dari
10 kecamatan endemis tersebut, 25 Desa diantaranya merupakan wilayah yang tinggi
kasus DBDnya (>5 penderita per desa). Kader/Jumantik yang telah dilatih di desa yang ada
kasus DBDnya sebanyak 100 orang, Pokja DBD telah terbentuk di setiap desa/kelurahan
endemis. Berdasarkan data kasus DBD di kabupaten :

- Tahun 2002 : 350 Kasus


- Tahun 2003 : 425 Kasus
- Tahun 2004 : 475 Kasus
- Tahun 2005 : 900 Kasus

1. Saudara adalah pengelola program di Dinas Kesehatan Provinsi, buatlah rencana


kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Saudara adalah pengelola program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, buatlah


rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Latihan 2

Kabupaten Saudara mendapat alokasi dana untuk kegiatan pengendalian DBD sebagai
berikut:

1. Penanggulangan fokus : 50 Fokus (4 kali)


2. Larvasidasi : 10 desa (30.000 rumah) setiap 3 bulan sekali
3. PJB : 10 Lokasi (tiap 3 bulan sekali)
4. Pertemuan POKJANAL : 4 Kali
5. Penggerakkan Masyarakat dalam PSN sepanjang tahun

Kepada Saudara sebagai pengelola program Kabupaten, diminta untuk membuat


Penyusunan Perencanaan Kegiatan (POA) termasuk jadwal masing-masing kegiatan
tersebut.

187
Lampiran 28

A. Bermain Peran
Total jumlah pemain adalah 6 orang, dikelompokkan sebagai berikut:
• 3 orang petugas tatap muka
• 3 orang petugas tatap muka

B. Prosedur :
1. Peserta pelatihan lain akan berperan sebagai pemerhati yang mempelajari cara yang
tepat atau kurang tepat dari setiap pasangan petugas-publik. Peserta juga harus mencatat
umpan balik mereka karena pelatih akan menanyakan serta memberikan masukan
tambahan mengenai hal yang sebaiknya dilakukan dalam penyuluhan.

2. Masing-masing kelompok diatas, secara terpisah akan mendapatkan penjelasan tentang


skenario dan cara bermain. Penjelasan dilakukan di luar ruang pelatihan.

3. Secara bergiliran setiap kelompok diatas mendapatkan waktu 5 menit untuk bermain
peran di muka kelas. Pasangan yang belum mendapat giliran tetap berada di luar ruang
pelatihan.
4. Setelah semua pemeran selesai mempertujukkan peran mereka, maka pelatih meminta
masukan dari pemerhati (peserta pelatihan lainnya).

C. Penjelasan Peran

1. Petugas tatap muka

a. Saudara berperan sebagai petugas Puskesmas yang menemui anggota masyarakat


sebuah kampung yang sangat padat penduduknya, kurang menjaga kebersihan
lingkungan dan banyak ditemukan jentik nyamuk di dalam bak mandi, ember
penampungan air di dapur serta di dalam barang-barang bekas di sekitar rumah
mereka. Dalam waktu satu minggu ini terdapat 2 orang anak yang sakit dan dirawat
di rumah sakit dengan diagnosa DBD. Saudara harus mendapatkan informasi tentang
kemungkinan adanya warga lain yang sakit dengan gejala DBD, sambil memberikan
penyuluhan pencegahan penyebaran DBD di wilayah tersebut.

b. Saudara berperan sebagai petugas Jumantik yang akan melakukan kegiatan rutin
pemantauan jentik di sebuah kompleks perumahan mewah. Tugas Saudara adalah
memberi tahukan kepada pemilik salah satu rumah bahwa Saudara akan memeriksa
situasi sekitar rumah serta di adalam rumah untuk memantau kemungkinan adanya
jentik nyamuk Aedes.

c. Saudara berperan sebagai petugas Puskesmas yang menemui orang tua dari pasien
anak tersangka DBD. Orang tua pasien tersebut meminta agar lingkungan rumahnya
segera disemprot. Dari hasil PE yang dilakukan oleh petugas surveilans Puskasmas
diperoleh data bahwa tjdak ada penderita/ tersangka infeksi Dengue lainnya serta
hasil pemeriksaan ABJ adalah 95%.

188
2. Publik tatap muka

a. Saudara berperan sebagai anggota masyarakat yang tinggal di sebuah kampung


padat penduduknya, kondisi lingkungan kotor. Bahkan diluar rumah Saudara terdapat
tumpukan ban mobil bekas yang akan dijual setelah terkumpul agak banyak. Anda
tidak tahu bahwa 2 orang tetangga anda ada yang sakit DBD dan sekarang sedang
dirawat di rumah sakit, dan anda juga tidak tahu samasekali bahwa bahwa terdapat
banyak jentik nyamuk Aedes dalam ban-ban bekas tersebut. Tapi setelah mendapat
informasi dari petugas Puskesmas, Saudara tetap tidak mau menyingkirkan ban
bekas tersebut karena memang penghasilan anda menjual ban bekas tersebut.

b. Saudara berperan sebagai ibu rumah tangga pemilik rumah mewah di sebuah
kompleks perumahan yang didatangi Jumantik. Saudara menolak kunjungan Jumantik
tersebut karena berpikiran jentik Aedes tidak mungkin ada di rumah mewah Saudara.

c. Saudara berperan sebagai orang tau pasien DBD yang protes kepada Puskesmas
karena rumhanya tidak kunjung disemprot. Walaupun petugas Puskesmas sudah
memberikan penjelasan tetapi Saudara beranggapan bahwa untuk mencegah
penularan DBD adalah dengan foging.

Kepada para peserta yang tidak mendapat peran petugas-publik, akan bertugas sebagi penilai.
Peserta menilai bagaimana petigas bersikap dan cara memberikan penjelasan sesuai skenario.

Setelah masing-masing pihak memahami perannya, setiap pasangan petugas-publik diberikan


kesempatan secara bergiliran melakukan tugasnya.

Setelah seluruha pasangan selesai bermain, maka pelatih meminta peserta pelatihan untuk
memberikan masukan apa yang sudah baik dan yang perlu diperbaiki oleh petugas.

Pelatih merangkum masukan dari peserta serta memberikan penjelasan bagaimana seharusnya
sebagai petugas bersikap kepada publik.

189
c. Sistim Pelaporan Kasus DBD

1. Alur Pelaporan DBD

Ditjen

PP & PL

-W2-DBD
-K-DBD
-W1

-DP-DBD
Umpan balik -W2-DBD
-K-DBD
-W1

RS Pemerintah & Swasta

Unit Pelayanan Kesehatan


- KD/RS-DBD Dinas Kesehatan
Lain, Seperti:
Balai Pengobatan,
Umpan balik - KD/RS-DBD
Poliklinik, Dokter Praktek -W2-DBD
-DP-DBD
Swasta, dan lain-lain
-W1

Puskesmas

KD/RS-DBD ( tembusan)

Bagan 2 : Alur Pelaporan DBD

2. Mekanisme pelaporan

a. Pelaporan dari Puskesmas


1) Setiap puskesmas melaporkan kasus suspek infeksi Dengue ke dinas
kesehatan kabupaten/kota. Puskesmas juga wajib melaporkan kasus
infeksi dengue (DD, DBD dan SSD) yang dapat didiagnosis di puskesmas
dalam waktu 24 jam menggunakan form KD-PKM DBD (Lampiran 3).

31
2) Puskesmas dapat merujuk kasus (suspek infeksi dengue, DD, DBD dan
SSD) yang tidak dapat ditangani di puskesmas.
3) Laporan di bawah ini juga digunakan di puskesmas :
- Formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4)
- Rekapan W2 sebagai rekapan mingguan (Lampiran 5)
- Formulir W1 bila terjadi KLB (Lampiran 6)
- Laporan Sistim Terpadu Penyakit (STP)

b. Pelaporan dari RS :
1) Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan kasus infeksi dengue
(DD, DBD, SSD) wajib segera melaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya dalam 24 jam dengan
tembusan ke puskesmas wilayah tempat tinggal penderita (KD-RS).
Laporan tersebut merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan
penanggulangannya.
2) Pelaporan kasus mingguan dan bulanan merupakan laporan rekapitulasi
kasus (suspek infeksi dengue DD, DBD dan SSD) yang dilaporkan setiap
minggunya atau bulannya dari puskesmas dan rumah sakit dengan
menggunakan form W2.

c. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan


Provinsi:
1) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4)
2) Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB (Lampiran 6)
3) Laporan STP

d. Pelaporan dari dinas kesehatan Provinsi ke pusat (Subdit Arbovirosis, Ditjen


PP dan PL):
1) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4)
2) Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB. (Lampiran 6)
3) Laporan STP

3. Pelaporan khusus dalam situasi Kejadian Luar Biasa (KLB)

Pelaporan dalam situasi KLB dapat mengikuti Permenkes No. 1501/2010, yaitu :
a. Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan
1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Pelaporan dengan formulir KD-RS tetap dilaksanakan (Lampiran 7)

b. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota:


1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Menggunakan formulir W1
3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB
4) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4)

c. Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi:


1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Menggunakan formulir W1
3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB
4) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan

d. Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP dan PL:


1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Menggunakan formulir W1

32
3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan

4. Umpan Balik Pelaporan

Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas


dan memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu
pelaporan serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing-
masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap bulan, minimal tiga kali dalam
setahun.

C. KEGIATAN SURVEILANS DI BERBAGAI TINGKAT WILAYAH ADMINISTRASI

1. Tingkat Puskesmas

Surveilans epidemiologis demam berdarah dengue (DBD) di puskesmas


meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD untuk
melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Pengolahan dan penyajian data
penderita DBD untuk pemantauan KLB berdasarkan; laporan mingguan KLB (W2-
DBD); laporan bulanan kasus/ kematian DBD dan program pemberantasan (K-DBD);
data dasar perorangan penderita suspek/infeksi dengue DD, DBD, SSD (DP-DBD),
penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per
RW/dusun, penentuan musim penularan, dan kecenderungan DBD.

a. Pengumpulan dan pencatatan data

1) Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan


tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD.

2) Sumber data yang diterima puskesmas dapat berasal dari :


• rumah sakit (form KDRS)
• dinas kesehatan kabupaten/kota (informasi tentang adanya kasus)
• puskesmas rawat inap
• puskesmas lain (cross notification) dan
• unit pelayanan kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter
praktek swasta, dan lain-lain), dan

3) Hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi


dari rumah sakit/unit pelayanan kesehatan lainnya).

4) Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD


menggunakan Buku Catatan Harian atau buku register DBD yang memuat
catatan (kolom) sekurang-kurangnya seperti pada Form DP-DBD

5) Data demografi dan klimatologi

b. Pengolahan dan penyajian data

Data pada Buku Catatan Harian DBD diolah dan disajikan dalam bentuk :
1) Pemantauan situasi DBD mingguan menurut desa/kelurahan
a) Jumlahkan masing-masing penderita DBD dan SSD setiap minggu dan
sajikan pada tabel seperti pada contoh di bawah ini.

33
Tabel 2 : Jumlah penderita DD, DBD dan SSD menurut desa/kelurahan dan
minggu di puskesmas X, tahun .........
Minggu ke: .............Bulan:.............................
Puskesmas: ........................................(tambah kolom suspex infeksi Dengue)
Desa/ Minggu*
Kelurah 1 2 3 ....
an DD DB DS DD DB DS DD DB DS DD DB DS
D S D S D S D S
P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M

Jumlah 2 0 5 2 3 3 4 0 1 2 2 2 9 0 5 2 3 3 4 0 5 1 1 1
*Mengikuti kalender survailans; P:Penderita, M:Meninggal
DD=Demam Dengue, DBD=Demam Berdarah Dengue, SSD=Sindrom Syok
Dengue (DBD stadium III/ IV)

b) Berdasarkan hasil penggabungan jumlah penderita DBD dan SSD dari


data mingguan, dapat dideteksi secara dini adanya KLB DBD
atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD.

c) Bila terjadi KLB DBD maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman pe-
nanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan
kabupaten/ kota menggunakan formulir W1 (Lampiran 6).

2) Penyampaian laporan DD, DBD,dan SSD selambat-lambatnya dalam 24 jam


setelah diagnosis ditegakkan menggunakan formulir KD-PKM (Lampiran 3).

3) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan


formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan (Lampiran 8).

4) Rekapan mingguan (W2-DBD) (Lampiran 5)


a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut
desa/kelurahan
b) Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dengan formulir W2-DBD

34
5) Laporan bulanan
a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk data beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
b) Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dengan formulir K-DBD
(Lampiran 4)
6) Penentuan stratifikasi desa/kelurahan DBD
Cara menentukan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan:
a) Buatlah tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan
SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing desa/kelurahan menurut kriteria
stratifikasi desa/kelurahan.
Contoh penentuan strata dapat dilihat pada contoh tabel dibawah :

Tabel 3 : Jumlah penderita DBD per tahun di Puskesmas X, tahun 2008-2010


No. Desa/kelurahan 2008 2009 2010 ABJ* Stratifikasi

1. Mekar 6 5 8 Endemis
2. Jaya 5 0 3 Sporadis
3. Megah 0 0 0 =95% Potensial
4. Sukasari 0 0 0 >95% Bebas

Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik


*HI: House index: X 100 %
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
ABJ=100% - HI

c) Beradasarkan Tabel 3. di atas sajikan stratifikasi desa/kelurahan tersebut


seperti pada peta (Gambar 12) di bawah ini:

Gambar 12 : Peta stratifikasi desa/kelurahan DBD di Puskesmas X, tahun


2008-2010

MEGAH

SUKASARI

JAYA

MEKAR
Strafikasi
Bebas
Potensial
Sporadis
Endemis

Merah=endemis, kuning =sporadis, hijau =potensial, putih=bebas

7) Mengetahui distribusi penderita DBD per RW/dusun


Distribusi penderita DBD per RW/Dusun dibuat setiap tahun. Cara membuat
distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD per
RW/dusun seperti contoh (Tabel 4) dibawah ini.
35
Tabel 4 : Distribusi penderita DBD menurut RW/dusun
Puskesmas : ..........................................
Tahun : ....................

Desa/kelurahan RW/dusun Jumlah penderita Jumlah meninggal

8) Penentuan musim penularan DBD


a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir
dan buatlah tabel seperti contoh (Tabel 5) di bawah ini

Tabel 5 : Jumlah penderita DBD per bulan di Puskesmas X, tahun 2006-2010


Tahun Rata-rata
2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah jumlah
Bulan penderita
per tahun
1. Januari 8 10 9 8 5 40 8
2. Februari 9 10 14 6 7 46 9
3. Maret 4 6 7 5 4 26 5
4. April 10 9 5 7 4 35 7
5. Mei 6 8 4 8 5 31 6
6. Juni 4 8 3 4 2 21 4
7. Juli 3 6 2 3 2 16 3
8. Agustus 1 5 1 1 2 10 2
9. September 1 2 0 0 1 4 1
10. Oktober 1 4 3 3 2 15 3
1. November 4 5 2 4 5 20 4
12. Desember 2 7 4 8 3 24 5
Total 55 80 54 57 55 288 57

b) Buat grafik seperti contoh (Gambar 13) di bawah ini

Gambar 13 : Grafik rata-rata jumlah penderita DBD Puskesmas X, 2006-2010

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

36
Saat sebelum masa penularan pada contoh ini adalah bulan September, yaitu
bulan dimana jumlah penderita DBD paling rendah, berdasarkan jumlah penderita
rata-rata per bulan selama 5 tahun, 2006-2010.

9) Mengetahui kecenderungan situasi penyakit


Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui
apakah situasi penyakit DBD di wilayah puskesmas tetap, naik atau turun.

Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut:

a) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus
ditemukan
b) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak
adalah jumlah penderita DBD
c) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang
terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.

c. Indikator Kinerja Puskesmas:

1) Tersedianya data kasus DBD perorangan (DP-DBD).


2) Tersedianya data kasus dan kematian DBD mingguan(W2 DBD).
3) Tersedianya data kasus dan kematian DBD bulanan (K-DBD).
4) Tersedianya grafik dan peta distribusi kasus DBD.
5) Tersedianya data hasil kegiatan pemantauan jentik berkala (ABJ).
6) Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus DBD per desa/kelurahan

2. Kegiatan Surveilans DBD di Wilayah Kerja Kabupaten/Kota

a. Pencatatan Data

1) Sumber data:
a) Laporan KD -DBD dari rumah sakit (pemerintah dan swasta)
b) Laporan data dasar personal DBD dari puskesmas (DP-DBD)
c) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari puskesmas
d) Laporan W1 dan W2-DBD
e) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan kabupaten/kota ke
unit pelayanan kesehatan
f) Cross Notification dari kabupaten/kota lain.

2) Pencatatan Data
a) Untuk pencatatan suspek infeksi dengue, DD, DBD, SSD, misalnya
menggunakan Buku Catatan Mingguan Penderita atau buku register DBD
yang memuat catatan (kolom) sekurang-kurangnya seperti pada Form
DP-DBD
b) Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan yang berulang
untuk pasien yang sama, misalnya antara tersangka Dengue dan penderita
DBD karena terjadi perubahan status suspek infeksi Dengue menjadi
penderita DBD selama proses perawatan dan antara penderita DBD yang
dilaporkan RS dengan yang dilaporkan kembali oleh puskesmas,
sehingga perlu dilakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
dalam form pelaporan.

37
b. Pengolahan dan Penyajian Data
Dari data yang ada pada buku catatan mingguan penderita DD, DBD dan SSD
dapat dilakukan penyajian data sebagai berikut:
1) Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut kecamatan
a) Jumlahkan masing-masing penderita DD, DBD, SSD setiap minggu dan
sajikan pada tabel seperti pada contoh (Tabel 6) di bawah ini.

Tabel 6 : Jumlah penderita DD, DBD, SSD menurut kecamatan dan minggu di
Kabupaten/Kota X, tahun .........

Minggu ke : ....................... Bulan:........................(kolom ditambah....)


Kabupaten/kota : .........................................................

Kecam Minggu*)
atan
1 2 3 ....
DD DB SS DD DB SS DD DB SS DD DB SS
D D D D D D D D
P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M

Jumlah

*) Mengikuti kalender survailans; P = Penderita, M = Meninggal


DD = Demam Dengue, DBD = Demam Berdarah Dengue, SSD = Sindrom
Syok Dengue (DBD stadium III/ IV)

b) Berdasarkan data mingguan (setelah dilakukan penggabungan jumlah


penderita DBD dan SSD untuk setiap minggunya) dapat diketahui adanya
KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD.

c) Bila terjadi KLB, maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman


penanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan
Provinsi menggunakan formulir W1

2) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan


formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.

3) Laporan mingguan (W2-DBD)


a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut kecamatan
b) Laporkan ke dinas kesehatan provinsi dengan formulir W2-DBD

4) Laporan bulanan
a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
b) Laporkan ke dinas kesehatan provinsi dengan formulir K-DBD

5) Penentuan stratifikasi kecamatan DBD


Cara menentukan stratifikasi kecamatan:
a) Buatlah tabel kecamatan dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD
dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing kecamatan
Contoh penentuan strata dapat dilihat pada Tabel 3

38
c) Berdasarkan tabel di atas sajikan stratifikasi kecamatan tersebut seperti
pada contoh (Gambar 12).

6) Mengetahui distribusi penderita DBD per kecamatan atau wilayah kerja


puskesmas
Distribusi penderita DBD per desa/kelurahan dibuat setiap tahun. Cara
membuat distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD
menurut desa/kelurahan seperti contoh dibawah ini

Tabel 7. Distribusi penderita DBD per Kecamatan atau wilayah kerja


puskesmas
Kab/kota : ..............................
Tahun : ....................
Kecamatan/
Wilayah kerja Jumlah Jumlah penderita Jumlah meninggal
puskesmas penduduk (IR) (CFR)

7) Penentuan musim penularan


a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan menurut kecamatan
b) Kumpulkan data penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun
terakhir dan buatlah seperti contoh pada Tabel 5.
c) Buat grafik seperti contoh pada Gambar 13

8) Mengetahui kecenderungan situasi DBD


Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui
apakah situasi penyakit DBD di wilayah kabupaten/kota tetap, naik atau
turun.
Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut:
a) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus ditemukan
b) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu
tegak adalah jumlah penderita DBD
c) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang
terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.

9) Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun

Tabel 8. Jumlah penderita DD, DBD dan SSD di Kabupaten/Kota X, tahun .....
Tambah kolom suspek infeksi dengue
Jumlah penderita

Tahun DD DBD SSD

Jumlah

39
10) Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun, kelompok
umur dan jenis kelamin. Jumlahkan penderita DBD dan SSD, sajikan seperti
pada contoh tabel di bawah ini:

Tabel 9. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok
umur di kabupaten/kota X, tahun ...........

Tahun < 1 th 1-4 th 5-14 th 15-44 th > 44 th Jumlah


P M P M P M P M P M P M
Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk

Jumlah

P= Penderita, M=Meninggal

c. Indikator Kinerja Kabupaten/Kota:

Kinerja kabupaten/kota dinilai baik jika memenuhi indicator berikut ini :

1. Persentasi kelengkapan pengiriman laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD,


W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
2. Persentasi ketepatan laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
3. Persentasi laporan KD-RS yang diterima tidak lebih dari 24 jam sejak
diagnosis pertama ditegakkan adalah 100%.
4. Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel, grafik,
mapping).
5. Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota
berdasarkan analisis data DBD yang tersedia.
6. Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota berdasarkan
analisis data yang tersedia.
7. Tersedianya data demografi dan geografi kabupaten/kota (dari BPS dan
BMG).

3. Kegiatan Surveilans DBD Di Wilayah Kerja Provinsi

a. Surveilans Epidemiologis DBD di Dinas Kesehatan Provinsi

1) Sumber data:
a) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari kabupaten/kota
b) Laporan W1
c) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan Provinsi ke unit
pelayanan kesehatan
d) Cross Notification dari Provinsi lain.
e) Laporan KDRS ( Menggunakan Form KDRS)

2) Pengolahan dan Penyajian Data


40 a) Pemantauan situasi DD, DBD, SSD bulanan menurut kabupaten/kota
(1) Jumlahkan masing-masing penderita DD, DBD, SSD setiap bulan dan
sajikan pada tabel seperti pada contoh di bawah ini.

Tabel 10. Jumlah penderita DD, DBD, SSD


Minggu ke : ................. Bulan:.............................
Provinsi : .........................................................

Kabupaten
/ Minggu*)
Kota
1 2 3 ....

DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD


P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M

Jumlah

*) Mengikuti kalender survailans; P = Penderita, M = Meninggal


DD = Demam Dengue, DBD = Demam Berdarah Dengue, SSD = Sindrom
Syok Dengue (DBD stadium III/ IV)

(2) Berdasarkan data mingguan (setelah dilakukan penggabungan jumlah


penderita DBD dan SSD untuk setiap minggunya) dapat diketahui
adanya KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD.
(3) Bila terjadi KLB, maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman
penang-gulangan KLB DBD dan laporkan segera ke Subditt
Arbovirosis, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, menggunakan formulir
W1

b) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan


formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.

c) Laporan bulanan
(1) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
(2) Laporkan ke Subdit Pengendalian Arbovirosis, Ditjen PP dan PL
dengan formulir K-DBD

d) Penentuan stratifikasi kabupaten/kota DBD


Cara menentukan stratifikasi kabupaten/kota:
(1) Buatlah tabel kabupaten/kota dengan menjumlahkan penderita DBD
dan SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir
(2) Tentukan stratifikasi masing-masing kabupaten/kota
Contoh penentuan strata dapat dilihat pada Tabel 3.
(3) Beradasarkan tabel di atas sajikan stratifikasi kabupaten/kota tersebut
seperti pada Gambar 12.

e) Mengetahui distribusi penderita DBD menurut kabupaten/kota


Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota dibuat setiap bulan. Cara
membuat distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD
menurut kabupaten/kota seperti contoh dibawah ini

41
Tabel 11. Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota
Propinsi : ...........................
Tahun : ................

Kabupaten Kecamatan Jumlah penderita Jumlah meninggal

f) Penentuan musim penularan


(1) Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan menurut kabupaten/kota
(2) Kumpulkan data penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun
terakhir dan buatlah tabel seperti contoh pada Tabel 3
(3) Buat grafik seperti contoh pada Gambar 13.

g) Mengetahui kecenderungan situasi DBD


Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui
apakah situasi penyakit DBD di wilayah provinsi, naik atau turun.
Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut:
(1) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus
ditemukan
(2) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu
tegak adalah jumlah penderita DBD
(3) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang
terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.

h) Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun

Tabel 12. Jumlah penderita DD, DBD dan SSD di Provinsi X, tahun .......

Jumlah penderita

Tahun DD DBD SSD

Jumlah

i) Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun,


kelompok umur dan jenis kelamin

42
Jumlahkan penderita DBD dan SSD, sajikan seperti pada contoh tabel di
bawah ini:
Tabel 13. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok
umur dan jenis kelamin di Provinsi X, tahun ..........

Tahun < 1 th 1-4 th 5-14 th 15-44 th > 44 th Jumlah


P M P M P M P M P M P M
Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk

Jumlah

b. Indikator Kinerja Provinsi


Kinerja kabupaten/kota dinilai baik jika memenuhi indikator berikut ini :
1) Persentasi kelengkapan pengiriman laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD,
W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
2) Persentasi ketepatan laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
3) Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel, grafik,
mapping).
4) Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota
berdasarkan analisis data DBD yang tersedia.
5) Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota berdasarkan
analisis data yang tersedia.
6) Tersedianya data demografi dan geografi kabupaten/kota (dari BPS dan
BMG).
7) Persentasi kelengkapan data Triwulan DBD (Lampiran 9)

IX. Daftar Pustaka

1. Buku Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah; Subdit Arbovirosis,


Dit.PPBB, Ditjen PP & PL, Depkes RI, tahun 2005.
2. Buku modul Surveilans; Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan, Depkes RI, tahun 2004.
3. KEPMEN 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Depkes RI, tahun 2004.
4. KEPMEN 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu,
Depkes RI, tahun 2004.
5. KEPMEN 949/MENKES/SK/VIII/2004, tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB).
6. Permenkes 1501 tahun 2010

43
MATERI INTI 3
SURVEILANS DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD
(Waktu: T 2 JPL, P 3 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

A. Surveilans Vektor DBD

Surveilans Vektor DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan,


pengolahan, analisis dan interpretasi data vektor serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak instansi terkait secara sistematis dan terus-
menerus. Sebagai dasar untuk melakukan surveilans vektor terlebih dahulu harus
memahami tentang pengertian dan tujuan surveilans vektor DBD, metode surveilans
vektor DBD (Penentuan lokasi surveilans, Waktu pengamatan, cara pengamatan/
pengukuran vektor DBD dan Peralatan surveilans) serta Morfologi, Identifikasi dan
Bio-ekologi vektor DBD (perilaku, distribusi dan hubungannya dengan iklim, sosial
budaya dan bersifat lokal spesifik, yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit DBD.

Surveilans vektor merupakan unsur penting dalam pelaksanaan program


pengendalian penyakit DBD antara lain dalam pengambilan keputusan / kebijakan
dan menentukan tindak lanjut dari data yang diperoleh dalam rangka menentukan
tindakan pengendalian vektor secara efisien dan efektif.

B. Pengendalian Vektor DBD

Pengendalian DBD yang tepat adalah pemutusan rantai penularan yaitu


dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obat masih dalam proses
penelitian. Vektor DBD sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan iklim global, kemajuan teknologi transportasi,
mobilitas penduduk, urbanisasi, dan infrastruktur penyediaan air bersih yang
kondusif untuk perkembangbiakan vektor DBD, serta perilaku masyarakat yang
belum mendukung upaya pengendalian.

DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu
pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan peran
serta masyarakat termasuk lintas sektor, lintas program, LSM, tokoh masyarakat dan
penyandang dana. Pengendalian vektor DBD harus berdasarkan pada data dan
informasi tentang bioekologi vektor, situasi daerah termasuk sosial budayanya.

Beberapa metode pengendalian vektor antara lain dengan: a) Kimiawi


dengan insektisida dan larvasida, b) Biologi dengan menggunakan musuh alami
seperti predator, bakteri dll, c) Managemen lingkungan seperti mengelola atau
meniadakan habitat perkembangbiakan nyamuk yang terkenal dengan 3 M plus atau
gerakan PSN (pengendalian sarang nyamuk), d) penerapan peraturan perundangan,
e) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian vektor.

Pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai Integrated Vector


Management (IVM) adalah pengendalian vektor yang dilakukan dengan
menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor, berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta
kesinambungannya.

44
Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah (a) dapat
meningkatkan efektifitas serta efisiensi berbagai metode/cara pengendalian, (b)
dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular
vektor, (c) melalui kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.

Pedoman PVT diharapkan menjadi kerangka kerja dan pedoman bagi


penentu kebijakan serta pengelola program pengendalian penyakit tular vektor di
Indonesia. Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan PVT bagi para
pengambil keputusan tingkat Pusat ,Propinsi, Kabupaten/kota dan sektor terkait

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Peserta mampu melaksanakan surveilans dan pengendalian vektor DBD di wilayah
kerjanya.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Peserta mampu:
1. Menjelaskan metode surveilans vektor DBD.
2. Menjelaskan morfologi, identifikasi dan bio-ekologi vektor DBD.
3. Melaksanakan metode pengendalian vektor DBD
4. Melaksanakan kegiatan pengendalian vektor DBD
5. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi hasil pengendalian vektor DBD

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Metode surveilans vektor DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Penentuan lokasi pengamatan
2. Pelaksanaan pengamatan
3. Teknis pengamatan
4. Alat dan bahan survei
5. Laporan hasil survei

B. Pokok Bahasan 2 : Morfologi, identifikasi dan Bioekologi vektor DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Morfologi
2. Identifikasi
3. Bioekologi vektor DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Metode pengendalian vektor


Sub Pokok Bahasan :
1. Kimiawi
2. Biologi
3. Managemen lingkungan
4. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD
5. Pengendalian vektor terpadu (PVT)

D. Pokok Bahasan 4 : Kegiatan pengendalian vektor DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Kegiatan pengendalian vektor di tingkat administrasi
2. Operasional pengendalian vektor
45
3. Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD

E. Pokok Bahasan 5 : Pelaporan dan Evaluasi hasil pengendalian vektor


Sub Pokok Bahasan :
1. Pelaporan hasil pengendalian vektor
2. Evaluasi hasil pengendalian vektor

IV. METODE

• Penyajian/presentasi
• Tanya jawab
• Penugasan : identifikasi nyamuk dewasa dan larva/jentik Aedes sp.

V. BAHAN BELAJAR

• Modul
• Bahan belajar (buku-buku terkait dengan materi ini)
• Spesimen nyamuk (dewasa dan larva)
• Lembar kerja/penugasan : formulir, check list

VI. ALAT BANTU

• LCD
• Laptop atau desktop
• Mikroskop compound dan stereo
• Peralatan laboratorium entomologi dan peralatan survey entomologi
• Flipchart
• Spidol
• White board
• PSN kit

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN)

A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri

B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran.

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
2. Fasilitator melakukan tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan
penugasan (setiap kelompok 6 peserta).

D. Langkah 4
1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan tugas.
2. Kelompok melaksanakan tugas yang diberikan fasilitator.

46
3. Fasilitator menilai hasil penugasan.

VIII. URAIAN MATERI

A. METODE SURVEILANS VEKTOR DBD

Surveilans vektor DBD adalah pengamatan vektor DBD secara sistimatis


dan terus menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular DBD yang bertujuan
sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya
pengendalian DBD.

Tujuan dilaksanakan surveilan vektor DBD adalah:


1. Untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor DBD
2. Untuk mengetahui tempat perindukan potensial vektor DBD
3. Untuk mengetahui jenis larva/jentik vektor DBD
4. Untuk mengukur indek-indek larva/jentik (ABJ, CI, HI, dan BI)
5. Untuk mencari cara pengendalian vektor DBD yang tepat
6. Untuk menilai hasil pengendalian vektor
7. Untuk mengetahui tingkat kerentanan vektor DBD terhadap insektisida.

Dalam metode Surveilans Vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain
adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut tentulah
diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita ketahui, meliputi
metode survei terhadap nyamuk, jentik dan survei perangkap telur (ovitrap). Sebelum
melakukan survei vektor DBD diperlukan penentuan lokasi surveilans/ pengamatan,
waktu pengamatan, cara pengamatan/ pengukuran vektor DBD, persiapan peralatan
dan bahan surveilans vektor DBD, pengumpulan, pencatatan dan analisa data hasil
surveilans/pengamatan.

1. Penentuan Lokasi Pengamatan

Lokasi yang akan diamati/diukur tingkat kepadatan vektor DBD adalah


lokasi yang diduga sebagai tempat perkembangbiakan/istirahat/mencari makan
nyamuk Aedes sp. yang berdekatan dengan kehidupan/kegiatan manusia, antara
lain :
a. permukiman penduduk,
b. tempat-tempat umum (pasar, terminal angkutan umum, rumah
makan/restoran, hotel/losmen, sekolah, tempat ibadah, perkantoran dsb).
Pengamatan/pengukuran kepadatan populasi vektor DBD dapat dilakukan pada :
a. Wilayah endemis DBD.
b. Wilayah yang pernah terjadi KLB DBD.
c. Wilayah yang menjadi sasaran pengendalian vektor DBD secara kimiawi dan
biologi.

2. Pelaksanaan Pengamatan

Pengamatan kepadatan populasi vektor DBD dilakukan mulai dari tingkat


Puskesmas sampai Pusat, sebagai berikut :
a. Kader / PKK / Jumantik
Melakukan pemeriksaan jentik minimal 1 minggu sekali disetiap rumah pada
wilayah kerja jumantik. Sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
pelaksaanaan PSN.
b. Petugas puskesmas

47
1) Monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada wilayah kerja
Puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan PSN.
2) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masing-masing
puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross check) pada
tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel
rumah/bangunan yang dipilih secara acak serta diulang untuk setiap
siklus pemeriksaan.
3) Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai berikut:
a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan
b) Setiap RT diberi nomor urut
c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya dengan cara
systematic random sampling) dari seluruh RT yang ada di wilayah
desa/kelurahan
d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU dari masing-
masing RT sampel atau yang telah terpilih.
e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10
KK/rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak (misalnya
dengan cara systematic random sampling).
c. Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh kader jumantik dan
Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali
d. Pengelola Program DBD di Dinkes Propinsi
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes Kab/Kota
secara berkala minimal 6 bulan sekali

3. Teknis Pengamatan

Dalam metode surveilans vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain
adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut
tentulah diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita
ketahui, meliputi metode survei telur, survei terhadap jentik dan nyamuk.

a. Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap)
yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya.
Ovitrap berbentuk tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kaleng
dan gelas platik/kaca. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah atau
tempat yang gelap dan lembab. Cara kerja ovitrap adalah padel (berupa
potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap)
yang dimasukkan kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai tempat
meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau
tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.

Perhitungan ovitrap index adalah:

Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur
x 100%
Jumlah padel diperiksa

Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular


secara lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung
jumlahnya.

48
Kepadatan populasi nyamuk :

Jumlah telur
= ......telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan

Gambar 14. Contoh ovitrap


Wase mesh Cardboard
paddle

Overflow hole

“padel”

lubang untuk mencegah


batas permukaan air meluapnya air hujan

b. Survei jentik

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:


1) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi
habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam dan di luar rumah untuk
mengetahui ada tidaknya jentik.
2) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira 1/2 -1
menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik.
3) Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh.

Metode survei jentik:


1) Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan
air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
2) Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap
tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program DBD mengunakan cara visual.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes


aegypti :
1) Angka Bebas Jentik (ABJ):
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

49
2) House Index (HI):
Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik
x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

3) Container Index (CI):


Jumlah container dengan jentik
x 100%
Jumlah container yang diperiksa

4) Breteau Index (BI):


Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan

c. Survei nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara menangkap nyamuk


menggunakan umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama
20 menit per rumah serta penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam
rumah. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan
aspirator.

Gambar 15. Contoh aspirator.

Indeks-indeks nyamuk yang digunakan:


1) Landing rate :
Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap
umpan orang

Jumlah penangkapan x jumlah jam penangkapan

2) Resting per rumah:


Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada
penangkapan nyamuk hinggap

Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan

Apabila ingin diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah, dilakukan


pembedahan perut nyamuk-nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa keadaan
ovariumnya di bawah mikroskop. Jika ujung pipa-pipa udara (tracheolus) pada
ovarium masih menggulung, berarti nyamuk itu belum pernah bertelur

50
(nuliparous). Jika ujung pipa-pipa udara sudah terurai/terlepas gulungannya,
maka nyamuk itu sudah pernah bertelur (parous).

Gambar 16. Ovarium Aedes sp.

Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah merupakan nyamuk-


nyamuk baru (menetas) atau nyamuk-nyamuk yang sudah tua digunakan indek
parity rate.
Parity rate :
Jumlah nyamuk Aedes aegypti dengan
ovarium parous
x 100%
Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya

Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity ratenya rendah berarti
populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih muda.
Sedangkan bila parity ratenya tinggi menunjukkan bahwa keadaan dari populasi
nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua.
Untuk menghitung rata-rata umur suatu populasi nyamuk secara lebih tepat
dilakukan pembedahan ovarium dari nyamuk-nyamuk parous, untuk menghitung
jumlah dilatasi pada saluran telur (pedikulus).

Umur populasi nyamuk = rata-rata jumlah dilatasi x satu siklus gonotropik

Contoh:
Bila jumlah dilatasi nyamuk rata-rata 3 dan siklus gonotropiknya 4 hari, maka
umur rata-rata nyamuk tersebut adalah: 3x4=12 hari. Semakin tua rata-rata umur
nyamuk semakin besar potensi terjadinya penularan di suatu wilayah.

Gambar 17. Dilatasi pada saluran telur (pedikulus) Aedes sp.

51
4. Alat dan Bahan Survei

Alat dan bahan yang minimal harus tersedia untuk melaksanakan survei
kepadatan populasi vektor DBD adalah :

a. Peralatan
1) Peralatan umum
- Compound microskop, untuk memeriksa jentik dan ovarium
- Senter, untuk menerangi sasaran survei (jentik/nyamuk)
- Petridish, untuk tempat jentik aatau nyamuk yang akaan diperiksa
- Tas ransel, untuk membawa peralatan serta bahan survei
2) Peralatan survei telur
- Perangkap telur (ovitrap)
- Padel untuk tempat peletakan telur
3) Peralatan survei jentik
- Gayung, untuk mengambil jentik
- Pipet, untuk mengambil jentik
- Botol kecil (vial larva), untuk tempat larva
- Susceptibility test kit larva (1 set peralatan uji kerentanan larva), untuk
mengetahui tingkat kerentanan jentik terhadap insektisida
4) Peralatan survei nyamuk
- Stereo mikroskop, untuk identifikasi dan membedah nyamuk
- Loupe/kaca pembesar 10 x atau 20 x, untuk identifikasi nyamuk dan
kondisi perut nyamuk
- Aspirator, untuk menangkap nyamuk
- Kotak nyamuk, untukmembawa nyamuk hidup
- Kurungan nyamuk, untuk memelihara nyamuk
- Pinset ujung runcing, untuk memegang nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah nyamuk
- Gunting kecil, untuk memotong kain kasa dan kertas
- Susceptibility test kit untuk mengukur tingkat kerentanan nyamuk
terhadap insektisida
- Bio Assay test kit, untuk mengukur tingkat efikasi insektisida

b. Bahan survei
1) Bahan survei umum
- Objek glass (slide glass), untuk pemeriksaan jentik dan pembedahan
ovarium
- Kaca penutup (cover glass), untuk menutup persediaan
- Kertas label, untuk pemberian etiket
- Formulir-formulir entomologi DBD, untuk pencatatan hasil survei
- Alat-alat tulis untuk menulis hasil survei
- Kertas tissu untuk membersihkan kaca benda
2) Bahan survei telur
- Kantong plastik, untuk tempat padel
- Kantong plastik besar, untuk membawa padel
3) Bahan survei nyamuk
- Paper cup, untuk wadah nyamuk
- Kain kasa, untuk menutup paper cup
- Karet gelang, untuk mengikat kain kasa di paper cup
- Kapas untuk menutup lobang di kain kasa dan pemaakaian kloroform
- Kloroform, untuk mematikan nyamuk
- Jarum serangga no. 3, untuk pinning nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah abdomen nyamuk.

52
5. Laporan hasil survey

Pencatatan hasil pemeriksaan jentik dilakukan oleh petugas


jumantik/kader dan pelaporannya dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :

a. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik


• Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada KARTU JENTIK RUMAH /
BANGUNAN yang ditinggalkan di rumah/bangunan. (Lampiran 10)
• FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke puskesmas dan instansi
terkait.(Lampiran 11)

b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas


Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh kader/PKK/Jumantik harus dilakukan
monitoring dan evaluasi oleh petugas Puskesmas secara berkala minimal 3
bulan sekali. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh puskesmas setiap 3
bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman
(rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.(Lampiran 12)

c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.


Laporan PJB yang dilakukan oleh Puskesmas kemudian dilakukan
rekapitulasi oleh Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota menggunakan
FORMULIR PJB-2 dan dilaporkan kepada Dinkes Provinsi. (Lampiran 13)

d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi


Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes Kab/Kota dilakukan rekapitulasi oleh
Pengelola Program DBD di Dinkes Provinsi menggunakan FORMULIR PJB-
3 dan dilaporkan ke Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian Arbovirosis)
(Lampiran 14)

B. MORFOLOGI, IDENTIFIKASI DAN BIOEKOLOGI VEKTOR DBD

Berdasarkan Permenkes Nomor 374/Menkes/Per/III/2011 tentang


pengendalian vektor bahwa pengertian vektor adalah arthropoda yang dapat
menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular penyakit terhadap
manusia.

Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan atau
menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa
menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes
scutellaris. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue
merupakan sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada
dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.Berikut ini uraian
tentang morfologi, siklus hidup, dan siklus hidup lingkungan hidup, tempat
perkembangbiakan, perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan
cara melakukan survei jentik.

1. Morfologi

Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut:


a. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel
pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan sampai ± 6 bulan
di tempat kering.
53
Gambar 18. Telur Aedes aegypti

Gambaran morfologi Aedes aegypti secara mikroskopis dapat anda


lihat di buku Pedoman Survai Entomologi Demam Berdarah Dengue; Subdit
Pengendalian Vektor, Ditjen PP&PL, DEPKES RI.

b. Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu:
1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2) Instar II : 2,5-3,8 mm
3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

Gambar 19. Larva Aedes aegypti

c. Pupa
Pupa berbentuk seperti ‘koma’. Bentuknya lebih besar namun lebih
ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih
kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

Gambar 20. Pupa

d. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-
rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badan dan kaki.

54
Gambar 21. Aedes sp.

Sebenarnya yang dimaksud Vektor DBD adalah nyamuk Aedes


aegypti betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang
betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya,
Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina
berbulu agak jarang/ tidak lebat.

2. Identifikasi

a. Peralatan dan bahan terdiri dari :


Stereo mikroskop, loupe, spesimen dan kunci identifikasi.
b. Cara Identifikasi :
• Menggunakan kunci identifikasi nyamuk (kunci identifikasi bergambar dan
buku kunci dengan bentuk dikotomi).
• Mencocokkan ciri-ciri morfologi spesimen nyamuk dibawah mikroskop.

3. Bioekologi

a. Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) -pupa - nyamuk. Stadium
telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 2ñ4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Gambar 22. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

55
b. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat
menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat
umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang
bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu
dan tempurung coklat/karet, dll.

c. Perilaku Nyamuk Dewasa


Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk
sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku,
sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes aegypti
jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya
sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai
darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk
pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah
sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu
tersebut disebut dengan siklus gonotropik (Gambar 22).

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi dan


petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -
17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang


gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat
perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk


betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur
menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya.
Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari.
Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100
butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika
tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi
maka telur dapat menetas lebih cepat.

Gambar 23.
Siklus gonotropik

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

: Nyamuk menghisap darah


: Nyamuk meletakkan telur

56
d. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40 meter, namun
secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di
Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum.
Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian
daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara
terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.

e. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-telur
yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai
terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk
sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Dengue.

C. METODE PENGENDALIAN VEKTOR

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh


vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan
kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia
serta memutus rantai penularan penyakit

Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal, dengan


mempertimbangkan faktorñfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman, habitat
perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan Perilaku)
dan aspek vektor.

Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalah
dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode
pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat
memutus rantai penularan.

Berbagai metode PengendalianVektor (PV) DBD, yaitu:


- Kimiawi
- Biologi
- Manajemen lingkungan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
- Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)

1. Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida


merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka
penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan
organisme bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk
dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang
berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga
sasaran.

57
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :
• Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl
pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,
Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang
diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan
dingin/ULV
• Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).

2. Biologi

Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti


predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa
vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang,
tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode
yang lazim untuk pengendalian vektor DBD.

Jenis pengendalian vektor biologi :


• Parasit : Romanomermes iyengeri
• Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis

Golongan insektisida biologi untuk pengendalian DBD (Insect Growth


Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi), ditujukan untuk
stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan
vektor.

Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan


nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses chitin
synthesis selama masa jentik berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan
pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang sangat rendah
terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah
34.600 mg/kg ).

Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida


yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila
digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah
menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus dan
spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah,
karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar
dan rusak oleh sinar matahari.

3. Manajemen lingkungan

Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan


air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti
sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang
berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan
lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau
dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan
memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator,
menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan
lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan
rumah dll)

58
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD

Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di
masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan
secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat
suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk
melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat
untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan
melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward
bagi yang berhasil melaksanakannya.

a. Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD
dapat dicegah atau dikurangi.

b. Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD :
• Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
• Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA)
• Tempat penampungan air alamiah

c. Ukuran keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

d. Cara PSN DBD


PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:
• Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)
• Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2)
• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:


• Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnya yang sejenis seminggu sekali.
• Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
• Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain
(dengan tanah, dan lain-lain)
• Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air
• Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
• Memasang kawat kasa
• Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
• Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
• Menggunakan kelambu
• Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
• Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.

59
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan ‘3M-Plus’.

e. Pelaksanaan
1) Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota keluarga.
2) Tempat tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola
tempat tempat umum.

5. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)

IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO


untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai
institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada
peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan
PSN anak sekolah dll.

D. KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD

1. Kegiatan pengendalian vektor sesuai dengan tingkat administrasi

Kegiatan Pengendalian Vektor memberikan beban yang berbeda disetiap


level administratif yaitu :
a. Pusat
Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian Vektor (PV)
lebih diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan Pengendalian Vektor,
Penyusunan standarisasi, modul juklak juknis, Monitoring dan evaluasi
Pengendalian Vektor Nasional, serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor
Nasional.
b. Provinsi
Di tingkat propinsi, kegiatan pengendalian vektor adalah : pelaksanaan kebijakan
nasional pengendalian vektor, merencanakan kebutuhan alat,
bahan dan operasional PV, monev PV, bintek PV ke kabupaten.
c. Kabupaten
Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada Kabupaten untuk
secara aktif dan mandiri melakukan kegiatan PV di wilayahnya sesuai dengan
kondisi spesifik lokal daerah. Untuk itu selain melaksanakan juklak/juknis dan
pedoman, merupakan tugas kabupaten untuk merencanakan dan
mengadakan alat, bahan operasional PV, monev kegiatan PV DBD, bintek
kegiatan PV DBD di Puskesmas.
d. Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bertugas menjaga
kesinambungan kegiatan PV oleh masyarakat di wilayahnya, menggerakkan
peran serta masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta melakukan
kegiatan PV secara langsung di masyarakat.

2. Operasional Pengendalian Vektor

a. Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan
tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum

60
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : Mesin fog atau ULV
Cara : Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval
satu minggu (petunjuk fogging terlampir)

b. Pemberantasan sarang jentik/nyamuk DBD (PSN DBD)


Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya
dan merupakan satu kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk : tempat
penampungan air,barang bekas ( botol aqua, pecahan
gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah
pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat
penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb,
di rumah/bangunan dan tempat umum.
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan lokal
spesifik daerah terjangkit).
Contoh :
- Untuk daerah sulit air PSNnya tidak menguras, tetapi larvasidasi, ikanisasi,
dll).
- Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan agar tidak menjadi
tempat penampungan air.
- Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan sikat dan sabun
- PLUS: membakar obat nyamuk, menggunakan repelen, kelambu,
menanam pohon sereh, zodia, lavender,geranium, pasang, obat nyamuk
semprot, pasang kasa dll.

c. Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-
tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi
pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP dan PL
(terlampir surat intruksi)
Cara : Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB
(petunjuk larvasidasi terlampir).

3. Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD

Pada saat KLB, maka pengendalian vektor harus dilakukan secara cepat,
tepat dan sesuai sasaran untuk mencegah peningkatan kasus dan meluasnya
penularan. Langkah yang dilakukan harus direncanakan berdasarkan data KLB,
dengan tiga intervensi utama secara terpadu yaitu pengabutan dengan
fogging/ULV, PSN dengan 3 M plus, larvasidasi dan penyuluhan penggerakan
masyarakat untuk meningkatkan peran serta.

E. PELAPORAN DAN EVALUASI HASIL PENGENDALIAN VEKTOR

1. Pelaporan hasil pengendalian vektor

Manfaat pelaporan untuk memantau kegiatan PV secara berjenjang


dimulai dari Puskemas, Kabupaten, Provinsi. Pelaporan memuat tentang :
61
a. Data kasus, data vektor dan PE (Penyelidikan Epidemiologi)
b. Metode PV yang digunakan termasuk jenis insektisida, dosis insektisida, cara
aplikasi, alat yang digunakan serta sasaran aplikasi.
c. Pemetaan dan cakupan atau luas area intervensi

2. Evaluasi hasil pengendalian vektor

Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang tepat, maka perlu dilakukan


survei pendahuluan untuk membandingkan dengan kondisi pasca intervensi.
Evaluasi hasil pengendalian vektor terdiri dari :

a. Efektifitas untuk menilai dampak keberhasilan kegiatan PV, yang diukur


dengan larva survey (survei jentik) menggunakan indikator Index Larva, yaitu:
House Index (HI), Container Index (CI) dan Breateu Index (BI) serta Angka
Bebas Jentik (ABJ). Survei Jentik ini lazimnya dikombinasi dengan survei
PSP (Pengetahuan, Sikap dan Perilaku).

b. Operasional :
- Bioassay, dengan menggunakan pengetesan dengan spesimen hidup
pada saat penyemprotan dilakukan.
- Cakupan, dengan mengukur luas area dan atau jumlah rumah yang
diintervensi.
- Dosis, dengan mengukur luas area atau jumlah rumah dengan dosis atau
jumlah insektisida yang digunakan.

c. Langkah - langkah Pengendalian Vektor


1) Perencanaan Pengendalian Vektor
- Analisis data kasus
- Penentuan daerah sasaran intervensi
- Pemilihan metoda PV disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi
setempat
- Perencanaan ketersediaan bahan, peralatan, SDM, dan biaya.

2) Operasional Pengendalian Vektor


- Koordinasi dengan daerah sasaran
- Penyuluhan PV termasuk penggerakan Peran serta masyarakat
- Pengorganisian intervensi, termasuk pembagian tugas.
- Implementasi Praktek kerja Lapangan

Upaya pemberantasan DBD hanya dapat berhasil apabila seluruh


masyarakat berperan secara aktif dalam PSN DBD. Gerakan PSN DBD merupakan
bagian yang paling penting dari keseluruhan upaya pemberantasan DBD oleh
keluarga/ masyarakat.

Pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa pemberantasan jentik


melalui kegiatan PSN DBD dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti,
sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

Bentuk pelaksanaan kegiatan PSN DBD disesuaikan dengan situasi dan


kondisi masing-masing daerah (kearifan lokal). Pembinaan peran serta masyarakat
dalam PSN DBD antara lain dapat dikoordinasikan oleh POKJANAL DBD
Kelurahan/Desa dan POKJANAL DBD Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Propinsi.

Belum ada penjelasan format2 laporannya

62
IX. KEPUSTAKAAN

1. Kemenkes. 2010. Permenkes nomor : 374/Menkes/Per/III/2010 tentang


Pengendalian Vektor. Jakarta
2. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis,
Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
3. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Jumantik, Subdit. Arbovirosis. Jakarta.
4. Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor. Jakarta.
5. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue,Dit
PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta.
6. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No.29).
Jakarta.

63
MATERI INTI 4
TATALAKSANA KASUS DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu : T 1 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Materi ini menjelaskan tata laksana kasus Demam Dengue (DD) dan Demam
Berdarah Dengue (DBD) di puskesmas dan rumah sakit, serta pertolongan pertama
terhadap penderita.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu memahami tatalaksana kasus DD
dan DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta latih mampu:
1. Menjelaskan definisi operasional kasus DD dan DBD
2. Menjelaskan tatacara mendiagnosis DD dan DBD berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium.
3. Menjelaskan tata laksana DD dan DBD meliputi pertolongan pertama oleh
Masyarakat, oleh petugas medis dan paramedis, dan tatacara rujukan ke Rumah
Sakit

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Definisi Operasional DD dan DBD


Sub Pokok Bahasan:
1. Definisi Suspek Infeksi Dengue
2. Definisi DD
3. Definisi DBD

B. Pokok Bahasan 2 : Diagnosis DD dan DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Diagnosis Suspek Infeksi Dengue
2. Diagnosis Demam Dengue
3. Diagnosis DBD
4. Jenis - Jenis Pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Tata laksana DD dan DBD


Sub Pokok Bahasan:
1. Pertolongan Pertama Penderita DBD oleh masyarakat.
2. Langkah-langkah Pemeriksaan DD dan DBD
3. Tatalaksana Rujukan penderita DBD
4. Tatalaksana DD dan DBD
5. Pelaporan Kasus

IV. METODE

• Ceramah
• Tanya Jawab
• Penugasan: Studi kasus
64
V. BAHAN BELAJAR

• Modul
• Handout
• Lembar kasus

VI. ALAT BANTU BELAJAR

• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol
• Buku Pedoman tatalaksana kasus DBD.

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN BELAJAR

A. Langkah 1
• Penciptaan suasana kesiapan belajar
• Perkenalan diri
• Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
• Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran
• Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasi tujuan tersebut.

C. Langkah 3
• Pelatih memberikan paparan tentang Tatalaksana Kasus DD dan DBD
• Pelatih mendemonstrasikan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis DD dan DBD

VIII. URAIAN MATERI

Infeksi Dengue memiliki gambaran klini yang luas. Perjalanan klinis mulai dari asimtomatik
yang akan sembuh dengan sendirinya sampai dengan infeksi Dengue yang berat yang
ditandai dengan kebocoran plasma dengan atau tanpa perdarahan.

A. Definisi Operasional DD dan DBD

Kriteria WHO (2009) :

1. Suspek Infeksi Dengue ialah penderita demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tanda-
tanda : mual, muntah, bintik perdarahan, nyeri sendi, tanda-tanda perdarahan :
sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif, leucopenia dan
trombositopenia.

Infeksi Dengue dapat bermanifestasi 2 macam yaitu infeksi Dengue Ringan dan
Berat.

65
Tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi Dengue Berat adalah :
• Nyeri abdominal
• Muntah yang terus menerus
• Tanda-tanda kebocoran plasma (asites, efusi pleura)
• Perdarahan mukosa (epistaksis, gusi)
• Letargi
• Pembesaran hati > 2 cm
• Pemeriksaan Lab. : Peningkatan hematokrit dan penurunan trombosi

Catatan : DD ditegakkan setelah melewati masa kritis (saat demam turun) dengan
dasar nilai hematokrit normal atau tidak ditemukan adanya kebocoran plasma
sistematik. Pasien dapat dipulangkan setelah diobservasi dalam waktu 24 jam
setelah melewati masa kritis.

2. Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti
sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia ), rash,
mual, muntah dan manifestasi perdarahan. Dengan hasil laboratorium leukopenia
( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah trombosit cenderung menurun < 150.000/mm3 dan
didukung oleh pemeriksaan serologis.

3. Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 - 7 hari disertai dengan


manifestasi perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda tanda
kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal, dan/atau efusi
pleura, dan/atau ascites, dan/atau hypoproteinemia/ albuminemia) dan
atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan
hasil positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada
pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).
4. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat III
dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi
yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (≤ 20 mmHg) atau hipotensi
yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah
sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah).

B. Diagnosis DD dan DBD

1. Diagnosis Suspek Infeksi Dengue


Diagnosis Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria berikut:
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7
hari
- Manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede)
positif

2. Diagnosis Demam Dengue (DD)

a. Probable
1) Demam tinggi mendadak
2) Ditambah 2 atau lebih gejala/tanda penyerta:
- Muka kemerahan
- Konjungtiva kemerahan
- Nyeri kepala
- Nyeri belakang bola mata
- Nyeri otot & tulang
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan

66
- Mual dan muntah
- Leukopenia (Lekosit = 5000 /mm3)
- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm3 )
- Peningkatan hematokrit 5 - 10 %, sebagai akibat dehidrasi.

3) Dan terdapat sekurang-kurangnya satu dari kriteria berikut:


- Pemeriksaan serologi Hemaglutination Inhibition (HI) test sampel
serum tunggal; titer ≥ 1280 atau tes antibodi IgM dan IgG positif, atau
antigen NS1 positif.
- Kasus berlokasi di daerah dan waktu yang bersamaan dimana
terdapat kasus konfirm Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

b. Confirmed / diagnosis pasti


Kasus probable disertai sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:
1) Isolasi virus Dengue dari serum
2) Pemeriksaan HI Test Peningkatan titer antibodi 4 kali pada pasangan
serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM spesifik untuk
virus dengue
3) Positif antigen virus Dengue pada serum atau cairan serebrospinal
(LCS=Liquor Cerebro Spinal) dengan metode immunohistochemistry,
immunofluoressence atau ELISA
4) Positif pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

3. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)

a. Penegakan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya:
- Terdapat kriteria klinis a dan b
- Dua Kriteria laboratorium

1) Klinis
a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.
b) Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan:
- Uji Bendung (Tourniquet Test) positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan/ atau melena
c) Pembesaran hati ( di jelaskan cara pemeriksaan pembesaran hati )
d) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
( ≤ 20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan
pasien tampak gelisah

2) Laboratorium
a) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
b) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
yang ditandai adanya:
Hemokonsentrasi/ Peningkatan hematokrit ≥ 10% dari data baseline
saat pasien belum sakit atau sudah sembuh atau adanya efusi
pleura, asites atau hipoproteinemia (hipoalbuminemia).

b. Derajat Beratnya Penyakit DBD


Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:
Derajat I : Demam dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
Tourniquet positif.

67
Derajat II : Terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit
(petekie), perdarahan gusi, epistaksis atau perdarahan lain.
(mesntruasi berlebihan, perdarahan saluran cerna).
Derajat III : Derajat I atau II disertai kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Seperti derajat III disertai Syok berat (profound shock), nadi
tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Catatan : DBD Derajat III & IV adalah Sindrom Syok Dengue


Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) yang ditandai dengan
hemokonsentrasi membedakan DBD dari DD. Pembagian derajat penyakit
dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.

c. Gejala /tanda utama DBD

Gejala / tanda utama DBD sebagai berikut: 1) Demam, 2) Tanda-tanda


perdarahan, 3) Hepatomegali, 4) Syok

1) Demam
• Demam tinggi mendadak, sepanjang ahri, berlangsung 2-7 hari.
• Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya setelah hari ke
3-6, hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok.

2) Tanda-tanda perdarahan
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan pada pembuluh
darah, trombosit, dan faktor pembekuan. Jenis perdarahan yang
terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif, petekie,
purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva.
• Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang
dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau
dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat
penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada
anak yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan
merupakan tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan
konjungtiva atau hematuria.

• Uji Tourniquet sebagai tanda perdarahan ringan,dapat dinilai sebagai


presumptif test (dugaan keras).
• Pada hari ke-2 demam, uji Tourniquet memiliki sensitivitas 90,6% dan
spesifisitas 77,8%,dan pada hari ke-3 demam nilai sensitivitas 98,7%
dan spesifisitas 74,2%.
• Uji Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie
pada area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian
depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).

68
Gambar 17. A Gambar 17. B
Cara menghitung hasil uji Torniquet Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit

Cara melakukan uji Tourniquet sebagai berikut :


• Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan
dengan umur anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
• Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan tekanan
diastolik
• Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik
dan diastolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama 5 menit.
(Bila telah terlihat adanya bintik-bintik merah ≥ 10 buah,
pembendungan dapat dihentikan).
• Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau
daerah lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah,
tanda perdarahan (petekie)
• Hasil Uji Tourniquet dinyatakan positif (+) bila ditemukan ≥ 10 bintik
perdarahan (petekia), pada luas 1 inci persegi ( 2,8 cm2.)

3) Hepatomegali (pembesaran hati)


• Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus
Xifoideus
• Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium
kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut
lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.

4) Syok
Tanda-tanda syok (renjatan):
• Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
tangan dan kaki
• Capillary refill time memanjang > 2 detik
• Penderita menjadi gelisah
• Sianosis di sekitar mulut
• Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
• Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun ≤ 20 mmHg

d. Jenis-Jenis Pemeriksaan Laboratorium pada penderita DBD

Beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD antara lain:


1) Hematologi
69
a). Hemoglobin
Penurunan Hb disertai dengan penurunan hematokrit diduga adanya
perdarahan internal.
b) Leukosit
• Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrofil.
• Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru
(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit
ketiga sampai hari ke tujuh.

c) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
• Semi kuantitatif (tidak langsung)
• Langsung (Rees-Ecker)
• Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi (Hematology Cell Counter
Automatically)
Jumlah trombosit ≤100.000/µl biasanya ditemukan diantara
hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6
jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
keadaan klinis penderita sudah membaik.

d) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya
kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan
indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% (misalnya
nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat
perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan
atau perdarahan.
Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan
terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut
dan konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain
dengan mikro-hematokrit centrifuge
Nilai normal hematokrit:
• Anak-anak : 33 - 38 vol%
• Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%
• Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.

2) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada
penderita terinfeksi virus Dengue.

a) Uji Serologi Hemaglutinasi inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)


Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku
emas (gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel
darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan
fase konvalensen (penyembuhan), sehinggga tidak dapat memberikan
hasil yang cepat.

70
b) ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau
sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM
terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji
tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel
darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat.
Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip
Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test


Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan
sekunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off
IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang secara
khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan sekunder,
sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi antibodi
kadar tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue
sekunder (biasanya IgG ini mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam)
dan disetarakan dengan titer HI > 1:2560 (tes HI sekunder) sesuai
standar WHO. Hanya respons antibodi IgG infeksi sekunder aktif saja
yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau infeksi masa lalu
tidak dideteksi. Pada infeksi primer IgG muncul pada setelah hari ke-
14, namun pada infeksi sekunder IgG timbul pada hari ke-2

Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM


dan kontrol tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD).

Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG
dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus
dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis
kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya
garis kontrol yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi
apabila gejala klinis kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid
apabila garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM
dan/atau IgG saja.

c) Antigen NS1
Pemeriksaan Laboratorium untuk konfirmasi :
• PCR (Polymerase Chain Reaction)
• Isolasi Virus

3) Radiologi
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mendeteksi adanya kebocoran plasma. Pada foto toraks posisi “Right
Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya efusi pleura minimal pada
paru kanan. Pada pemeriksaan USG dapat mendeteksi adanya asites,
penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura minimal.

C. Tatalaksana

1. Pertolongan Pertama Penderita Demam Berdarah Dengue oleh Masyarakat

Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh karena itu
masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda yang
mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Gejala dan tanda awal

71
DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak, sepanjang
hari, selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah
pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah
kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah itu hilang,
bukan tanda penyakit DBD.

Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas, maka


pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring selama demam
b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/kali
untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat
menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau perdarahan.
c. Kompres hangat
d. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali
cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup merah).
e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak
memberikan apapun lewat mulut selama kejang)

Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya
gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),
muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa berobat/ periksakan
ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan untuk segera mendapat
pemeriksaan dan pertolongan.

2. Langkah - Langkah Pemeriksaan Demam Berdarah Dengue

Penderita yang menunjukan gejala/ tanda klinis DBD maka dilakukan


pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang
keluhan yang dirasakan, sehubungan dengan gejala DBD.
b. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan.
Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut dan paha.
c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan
darah, nadi, dan suhu).
d. Perabaan hati dan Penekanan pada hipokondrium kanan menimbulkan rasa
sakit/nyeri yang disebabkan karena adanya peregangan kapsul hati
e. Uji Tourniquet (Rumple Leede)
f. Pemeriksaan laboratorium darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit).

3. Tatalaksana Rujukan Penderita DBD

Demam Berdarah Dengue termasuk salah satu penyakit menular yang


dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Undang-Undang No. 4 th 1984
tentang Wabah Penyakit Menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560
tahun 1989, maka bila dijumpai kasus DBD wajib dilaporkan dalam kurun waktu
kurang dari 24 jam.
Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan kasus/tersangka DBD
diwajibkan melaporkan ke Puskesmas setempat sesuai dengan domisili (tempat
tinggal) pasien dan membuat surat pengantar untuk disampaikan kepada kepala
desa/kelurahan melalui keluarga pasien. Formulir rujukan pasien DBD dari
Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya menggunakan formulir Sø,
atau surat tersendiri yang memuat data, nama, jenis kelamin, umur, nama kepala
keluarga, alamat, tanggal mulai masuk dan keluar sarana pelayanan kesehatan
( Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit) dan pengobatan yang telah diberikan,
disampaikan kepada RS rujukan.
72
Persiapan rujukan

Sebelum merujuk pasien DBD perlu memperhatikan :


a. Tanda vital pasien harus stabil
b. Disertakan formulir dengan hasil parameter klinis dan laboratorium serta
terapi penting yang sudah diberikan.

Penderita dirujuk ke Rumah Sakit bila ditemukan tanda-tanda berikut :


a. Letargi
b. Penurunan kesadaran,
c. badan dingin dan lembab, terutama pada tangan dan kaki, Capillary refill time
> 2 detik
d. muntah terus menerus
e. kejang.
f. Perdarahan berupa : mimisan, Hematemesis, Melena
g. ada tanda-tanda kebocoran plasma (asistes, efusi pleura)
h. tidak buang air kecil dalam 4-6 jam terakhir
i. nyeri abdomen

4. Tatalaksana

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, yaitu


mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien bermanifestasi ringan dapat berobat
jalan sedangkan pasien dengan tanda bahaya dirawat. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan memberikan
nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda bahaya, merupakan hal yang
penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD
sulit diramalkan.

a. Tatalaksana Infeksi Dengue dengan manifestasi ringan

Pasien dengan manifestasi ringan dapat berobat jalan tetapi jika ada
perburukan harus dirawat. Pasien rawat jalan dianjurkan:
1) Tirah baring, selama masih demam.
2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3) Untuk menurunkan suhu menjadi <39oC, dianjurkan pemberian parase-
tamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena
dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5) Monitor suhu, urin dan tanda-tanda bahaya sampai melewati fase kritis.
6) Monitor pemeriksaan laboratorium darah rutin berkala

Orang tua atau pasien dinasehati bila setelah demam turun didapatkan
nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta
mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat
dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera
dibawa segera ke rumah sakit.

b. Tatalaksana DBD dan SSD

1). Tatalaksana DBD

Patofisilogik utama DBD adalah kebocoran plasma karena adanya


73
peningkatan permeabilitas kapiler. Maka kunci tatalaksana DBD terletak
pada deteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of
defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi,
dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan kebocoran plasma
dan gangguan hemostasis.

Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda-tanda bahaya secara


awal dan pemberian cairan Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai
cairan awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan penyakit.
Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus
menerus dan penurunan jumlah trombosit yang cepat. Secara umum pasien
DBD dapat dirawat di puskesmas perawatan atau rumah sakit.

a) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan
tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri
perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa
antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

b) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat
terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar
hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan
derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila
sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif.

Untuk puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb Sahli dengan estimasi nilai Ht=3x kadar Hb

b.1) Penggantian Volume Plasma


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang
terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok)
maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan
dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung
untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih
sering (setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume
urin. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan
ditambah 5-8%.

74
b.2) Cairan intravena diperlukan, apabila:
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok,
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam
larutan NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.

Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9%


atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam.
Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit
setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.

Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak


nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis
cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali
pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap
stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan
dihentikan setelah 24-48 jam.
b.3) Jenis Cairan
- Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA),
Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA),
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA
tidak boleh larutan yang mengandung dekstosa)
- Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%,
gelafundin

c) Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul pada
daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki
fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular
kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak
dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan
distres pernafasan.

Gambar 18 : Tanda penyembuhan DBD


Ruam petekie yang menyeluruh dengan bercak- bercak putih

75
2). Tatalaksana SSD

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah


pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki kekurangan volume
plasma. Pasien anak cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila
diobati segera dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila
dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin,
bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (≤ 20
mmHg) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit
atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi
cairan intravena. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan
tekanan nadi ≤20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20
ml/kg BB selama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam

a) Penggantian Volume Plasma Segera

Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB


secara intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan
lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur, bila tidak ada
perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-
20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian
koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid
1500ml/hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.

Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok


masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, maka pikirkan
adanya perdarahan internal. Maka dianjurkan pemberian transfusi
darah segar/ komponen sel darah merah. Apabila nilai hematokrit
tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10ml/kgBB/jam)
dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah keadaan klinis
membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan
kadar hematokrit.

b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume


Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital


telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah


turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/jam
atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik.
Pada umumnya, cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.

Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih


pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai
dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan
rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat
edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat
reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,
tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah
normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya
fase reabsorbsi.
76
c) Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien


DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks.
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan
secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan.

d) Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada


semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan
mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak
seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.

e) Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan


pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan
(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk
mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila
disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50%
menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan
yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian
darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup
mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembeku trombosit.
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID (Koagulasi Intravascular Disseminata) dan perdarahan
masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan
perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.

f) Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan


dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada monitoring adalah :
(1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
(2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
keadaan klinis pasien stabil.
(3) setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
(4) Jumlah dan frekuensi diuresis

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa


penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan
baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah
cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload
antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya
furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka
bisa dirujuk ke RS rujukan.
77
g) Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka


pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang
dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan
khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk
memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang
tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting
dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh
orang tua pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum
maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta
mencatat jumlahnya.

h) Kriteria Memulangkan Pasien

Pasien dapat dipulangkan, apabila memenuhi semua keadaan dibawah


ini:
(1) Tampak perbaikan secara klinis
(2) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
(3) Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura
atau asidosis)
(4) Hematokrit stabil
(5) Jumlah trombosit >50.000/µl
(6) Tiga hari setelah syok teratasi.
(7) Nafsu makan membaik

5. Pelaporan Kasus

Laporan kasus/tersangka infeksi dengue dari Puskesmas dan Rumah


Sakit Perawatan menggunakan formulir KD-DBD dikirimkan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan tembusan kepada Puskesmas sesuai
dengan domisili (tempat tinggal) pasien yang bersangkutan. Pelaporan dilakukan
24 jam setelah diagnosis kerja ditegakkan. Pelaporan hasil pemeriksaan
laboratorium DBD dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan/Bagian
Mikrobiologi/bag. laboratorium RS setempat.

IX. KEPUSTAKAAN

1. Departemen Kesehatan, 2006, Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia


2. Departemen Kesehatan, 2005, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia
3. Departemen Kesehatan, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam
Dengue dan Demam Berdarah Dengue
4. WHO SEARO, 1999, Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue
Haemorrhagic Fever in Small Hospitals.
5. WHO, 1997, Dengue Haemorrhagic Fever, Diagnosis treatment, prevention and
control, second edition, World Health Organization,Geneva 1997.
6. Buku Ajar Infeksi Tropik, 2009
7. WHO SEARO, 2010, Comprehensive Guideline for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever

78
MATERI INTI 5
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN
PENANGGULANGAN KLB
(Waktu: T 1 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi akut dan
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan sering menimbulkan wabah/kejadian luar biasa (KLB). Nyamuk Aedes
aegypti tersebar luas di Indonesia, sehingga penularan DBD dapat terjadi di semua
tempat/wilayah yang terdapat nyamuk penular penyakit tersebut.

Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindak lanjuti dengan


kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus (PF), sehingga
penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah.

Dalam melaksanakan kegiatan pengendalian DBD sangat diperlukan peran


serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pengendalian
maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu melaksanakan kegiatan


penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus, dan penanggulangan KLB.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu :


1. Menjelaskan konsep PE , PF dan KLB
2. Melaksanakan PE dan PF.
3. Melaksanakan penanggulangan KLB.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN


PENANGGULANGAN FOKUS (PF)

Sub Pokok Bahasan :


1. Konsep PE
2. Konsep PF

B. POKOK BAHASAN 2 : PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA

Sub Pokok Bahasan :


1. Konsep KLB
2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB
3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)

79
IV. METODE

• Ceramah
• Tanya jawab
• Penugasan : studi kasus

V. BAHAN BELAJAR

• Modul
• Lembar Kasus berikut kunci jawaban
• Format/ ceklist

VI. ALAT BANTU

• Komputer
• LCD
• CD
• Spidol
• Flipchart

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
2. Fasilitator memandu tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus
tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit)

D. Langkah 4
1. M a s i n g - m a s i n g k e l o m p o k m e n d i s k u s i k a n t u g a s y a n g d i b e r i k a n
2. Masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan pembahasan di pandu
oleh fasilitator.
3. Fasilitator melakukan pembulatan materi
4. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam

VIII. URAIAN MATERI

A. KONSEP PENANGGULANGAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN PENANGGULANGAN


FOKUS (PF)

1. Konsep Penyelidikan Epidemiologi (PE)

80
a. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita


DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk
tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.

b. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi

1) Tujuan Umum: Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD


lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di
wilayah sekitar tempat tinggal penderita.

2) Tujuan khusus:
a) Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya
b) Mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD
c) Menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan

c. Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi:


1) Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas
Puskesmas/ Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku catatan
Harian Penderita DBD.
2) Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter,
formulir PE, dan surat tugas.
3) Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat
bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.
4) Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran
pelaksanaan PE.
5) Pelaksanaan PE sebagai berikut:
a) Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan
wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya
penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari rumah sakit atau
unit pelayanan kesehatan lainnya), dan penderita demam saat itu
dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan
pemeriksaan kulit (petekie), dan uji torniquet.
c) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA)
dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun di
luar rumah/bangunan.
d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat
tinggal penderita.
e) Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain
dilakukan di rumah PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja
penderita oleh puskesmas setempat.
f) Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil
pemeriksaan terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan
pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE ( lampiran 15)
g) Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan dengan
Kades/Lurah ( lampiran 16)
h) Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya
dan/atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (≥5%),

81
dilakukan penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan, PSN dan
Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan Penyuluhan,
PSN dan larvasidasi selektif (Lampiran 17).

2. Konsep Penanggulangan Fokus

a. Pengertian Penanggulangan Fokus


Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk
penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang
nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan dan
pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin (ULV)
menggunakan insektisida sesuai dengan kriteria pada bagan PE.

b. Tujuan Penanggulangan Fokus


Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan
mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan
rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber
penularan DBD lebih lanjut.

c. Kriteria PF :
1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3
atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik ≥ 5 % dari
rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan
masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan
dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan
sekitarnya radius 200 meter sebanyak 2 siklus dengan interval 1 minggu
2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN
DBD, larvasidasi dan penyuluhan
3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan tidak
ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.

d. Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan:


1) Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan
rencana koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar
warga membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus
2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas
puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan penanggulangan fokus.
3) Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE:
a) Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi
(1) Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader memberikan
pengarahan langsung kepada warga pada waktu pelaksanaan
PSN DBD
(2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan
larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan
insektisida. (teknis pemberian larvasida agar dicantumkan)

b) Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau
kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan
petugas puskesmas, dengan materi antara lain:
(1) Situasi DBD di wilayahnya

82
(2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh
individu, keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi
setempat.

c) Pengabutan dengan insektisida


(1) Dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama dengan
dinas kesehatan kabupaten/kota. Petugas penyemprot adalah
petugas puskesmas atau petugas harian lepas terlatih.
(2) Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan
pengabutan. (di lapangan tidak hanya mendampingi tapi juga
melakukan penyuluhan)

4) Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh puskesmas


kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada camat
dan kades/lurah setempat.
5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan
formulir K-D

Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Penderita
Demam Dengue

Penyidikan Epidemiologi (PE) :

Pencarian suspek infeksi Dengue lainnya dan Pemeriksaan jentik Di lokasi


tempat tinggal penderita dan rumah bangunan lainnya dengan radius 100 m
(minimal 20 rumah/bangunan secara random)

Positif : Negatif :
• Bila ditemukan 1 atau lebih penderita
DBD, dan/atau • Jika tidak memenuhi 2 kriteria
• ≥ 3 orang suspek infeksi Dengue positif
lainnya dan ditemukan jentik (=5%)

1. PSN DBD 1. PSN DBD


2. Larvasidasi Selektif 2. Larvasidasi Selektif
3. Penyuluhan 3. Penyuluhan
4. Fogging radius 200 m
( 2 siklus interval 1 minggu)

83
Keterangan:

1. Penderita DBD :Penderita positif DBD (hidup/meninggal) yang dinyatakan oleh


dokter rumah sakit melalui test laboratorium dengan hasil haemoglobin dan
hematokrit meningkat > 20% dan penurunan trombosit kurang dari 100.000/ mm3
atau cenderung turun.

2. Suspek Infeksi Dengue : Ditemukan gejala panas yang tidak diketahui penyebabnya
saat dilaksanakan PE.

B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA

1. Definisi KLB

Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya


penanggulangan yang meliputi: pengobatan/perawatan penderita,
pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan
evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang
terjadi KLB.

Sesuai Permenkes Nomor 1501 tahun 2010 disebutkan 7 kriteria KLB,


tetapi untuk pengendalian DBD hanya ada 3 kriteria yang digunakan yaitu :
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Jumlah penderita baru (kasus DBD) dalam periode waktu (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-
rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
c. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi


penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke
wilayah lainnya. (mengatasi KLB di wilayah sendiri dan membatasi kasus
meluas)

2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB

Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus


dengan interval 1 minggu), PSN DBD , larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah
terjangkit, dan kegiatan penanggulangan lainnya yang diperlukan, seperti:
pembentukan posko pengobatan dan posko penangggulangan, penyelidikan
KLB, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta peningkatan kegiatan
surveilans kasus dan vektor, dan lain-lain.

a. Pengobatan dan Perawatan Penderita


Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat puskesmas yang
mempunyai fasilitas perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus
segera dirujuk ke Rumah Sakit.

84
b. Pemberantasan Vektor

1) Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan)


Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota,
puskesmas, dan tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : hot fogger/mesin pengabut atau ULV
Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval
satu minggu (petunjuk fogging terlampir)

2) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah dengue (PSN


DBD)
Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah
sekitarnya yang merupakan satu kesatuan
epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk:
tempat penampungan air,barang bekas ( botol aqua,
pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang
pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas
pot, dispenser, tempat penampungan air di bawah
kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan
dan tempat umum
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus.
Contoh :
• Menguras dan menyikat TPA
• Menutup TPA
• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas
yang dapat menjadi TPA
PLUS :
- Menaburkan bubuk larvasida
- Memelihara ikan pemakan jentik
- Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia,
lavender, geranium)
- Memakai obat anti nyamuk(semprot, bakar maupun
oles),
- Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.
- Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan
lokal.
3) Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan
Tempat-Tempat Umum (TTU)
Larvasida : Sesuai dengan dosis
Cara : larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB

c. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama
Puskesmas.

85
3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)

a. Evaluasi pelaksanaan penanggulangan KLB


Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase
(coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian
ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak dan wilayah-
wilayah yang direncanakan untuk pengabutan, larvasidasi dan penyuluhan.
Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah
dilakukan pengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan.

b. Evaluasi Hasil penanggulangan KLB


Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya
penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD.Penilaian
epidemiologis dilakukan dengan membandingkan data kasus/ kematian DBD
sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut
digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula
dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama dalam bentuk
laporan (Lampiran 18.)

KEPUSTAKAAN

1. WHO.2010. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Jakarta.
2. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis Dit
PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
3. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No. 29). Jakarta.
4. Depkes RI.1990. Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta.
5. Depkes RI.1990. Petunjuk Penggunaan, Pemeliharaan & Perbaikan Mesin ULV, Direktorat
Jenderal PPM & PLP. Jakarta.
6. Depkes RI.1990. Petunjuk Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Fokus Demam
Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Jakarta.
7. Depkes RI.1983. Petunjuk Penilaian Operasional Dalam Rangka Abatisasi massal.Direktorat
Jenderal P3M. Jakarta.
8. Depkes RI.1981.Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Wabah Demam Berdarah.
Direktorat Jenderal P3M. Jakarta.

86
MATERI INTI 6
PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR
(Waktu : T 2 JPL, PL 4 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Berdasarkan Permenkes Nomor : 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian


Vektor, memuat pedoman pengendalian vektor terpadu (PVT), peralatan dan bahan
surveilans vektor serta peralatan dan bahan pengendalian vektor.

Peralatan dan bahan surveilans vektor adalah semua alat dan bahan yang
digunakan dalam kegiatan surveilans vektor dalam rangka mengumpulkan data dan
informasi tentang vektor yang digunakan sebagai dasar dalam tindakan pengendalian
vektor. Peralatan dan bahan pengendalian vektor digunakan dalam rangka menekan
atau menurunkan populasi vektor, sehingga tidak berisiko untuk terjadinya penularan
penyakit tular vektor di suatu wilayah.

Setiap peralatan yang dipakai dalam upaya pengendalian vektor harus


memenuhi persyaratan yang dibuktikan dengan sertifikat Standar Nasional Indonesia
(SNI) atau sertifikat kesesuaian yang dikeluarkan oleh lembaga pengujian independen
yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI atau lembaga pengujian
di negara lain yang ditunjuk, dengan mengacu pada ketentuan spesifikasi WHO;
(WHO/CDS/NTD /WHOPES /GCDPP/2006.5).

Peralatan yang digunakan dalam pengendalian vektor DBD adalah mesin


pengkabut panas (Hot Fogger), mesin pengkabut dingin (Aerosol / ULV) yang
dioperasikan di atas kendaraan pengangkut. Modul ini membahas cara pengoperasian,
perawatan dan perbaikan alat pengendalian vektor tersebut. Bahan yang digunakan
dalam upaya pengendalian vektor DBD berupa insektisida, baik sasaran terhadap
nyamuk vektor dewasa maupun terhadap larva/jentik nyamuk.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Peserta mampu melakukan pengoperasian alat dan menjelaskan bahan
pengendalian vektor DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Peserta mampu :
1. Melakukan pengoperasian mesin hot fogger
2. Melakukan pengoperasian mesin ULV.
3. Mengaplikasikan insektisida.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Mesin hot fogger (pengkabut panas)


Sub pokok Bahasan :
1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin hot fogger

87
2. Petunjuk teknis perbaikan hot fogger
3. Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger

B. Pokok Bahasan 2 : mesin Ultra Low Volume (ULV).


Sub Pokok Bahasan :
1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin ULV
2. Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV
3. Petunjuk teknis perawatan mesin ULV

C. Pokok Bahasan 3: Jenis dan aplikasi insektisida untuk pengendalian vektor


DBD.
Sub Pokok Bahasan :
1. Jenis Insektisida
2. Cara aplikasi Insektisida

IV. METODE

• Ceramah,
• Diskusi dan tanya jawab.
• Praktek lapangan

V. BAHAN BELAJAR

• Modul
• Panduan praktek lapangan
• Insektisida dan bahan bakar

VI. ALAT BANTU

• LCD
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol
• Manual mesin fogg
• Manual mesin ULV.
• Alat Pelindung Diri (APD)

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN)

A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri

B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran.

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan

88
2. Fasilitator melakukan tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan
penugasan (setiap kelompok 6 peserta).

D. Langkah 4
1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan paktek lapangan.
2. Kelompok mempraktekan cara pengioperasian mesin hot fogger dan ULV.
3. Kelompok mempraktekan cara perbaikan mesin hot fogger dan ULV.
4. Kelompok mempraktekan cara perawatan mesin hot fogger dan ULV.
5. Kelompok mempraktekan cara aplikasi insektisida.
6. Fasilitator membimbing kelompok dalam pelaksanaan praktek lapangan.
7. Fasilitator menilai hasil praktek lapangan.

E. Langkah 5
Pembulatan

VIII. URAIAN MATERI

A. MESIN HOT FOGGER

Mesin penyembur insektisida dalam bentuk asap yang terbentuk dari


evaporasi bahan pembawa (minyak tanah/solar) akibat panas yang dihasilkan oleh
tenaga listrik atau pembakaran.

Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin hot fogger yang sudah
beredar di pasaran adalah :
• Portable Electric Fogger
• Handheld Pulsejet
• Truck Mounted

1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin hot fogger

a. Persiapan
• Cek mesin fog serta perlengkapannya sudah terpasang semua atau
belum.
• Masukkan batu batere1,5 volt 4 buah dengan melepas baut yang ada di
bawah tangki larutan. Setelah itu, pasang kotak batere tersebut pada
kedudukannya dan kencangkan.
• Pasang dan kencangkan flow control jet pada mesin sesuai dengan
ukuran yang dikehendaki.
• Isi tangki bahan bakar dengan bensin murni yang bersih dengan
menggunakan corong yang bersih. Kemudian tutup dengan rapat cukup
dengan tangan.
• Isi tangki larutan dengan larutan yang dikehendaki. Gunakan selalu
corong yang bersaring lalu pasang kembali tutup tangki larutan, eratkan
cukup dengan tangan.

b. Cara Menghidupkan Mesin hot fogger


• Periksa apakah bensin/Premium sudah terisi penuh.
• Periksa letak pemasangan batu batebre.
• Isi tangki larutan isektisida sampai penuh.
• Kencangkan tutup tangki bensin dan tangki larutan insektisida
• Pastikan bagian - bagian mesin seperti pipa larutan, air intake, tabung
pengasap, soket pengasap sudah terpasang dengan benar, kencangkan
semua mur dan baut.
89
• Buka buka stop booton/kran bensin secukupnya, kemudian pompa
perlahan-lahan sambil menekam tombol start, apabila mesin dalam
keadaan baik akan segera hidup.
• Tunggu beberapa saat, sampai mesin hidup dengan sempurna.
• Mesin siap dipergunakan.

c. Cara Pengoperasian Mesin hot fogger


• Biarkan mesin hidup selama ± 2 menit dengan maksud untuk mencapai
temperatur yang cukup untuk mengubah larutan menjadi asap secara
penuh.
• Buka solution tap (kran larutan), maka larutan akan mengalir dan segera
tersembur dalam bentuk asap.
• Pengasapan dimulai dari rumah bagian belakang lalu depan.
• Untuk rumah bertingkat mulai dari lantai atas
• Selanjutnya di luar rumah jangan melawan arah angin
• Penyemprotan dilakukan 2 siklus interval 5-7 hari.

d. Cara Mematikan Mesin hot fogger


• Tutup solution tap/kran larutan insektisida dan biarkan beberapa saat
hingga asap benar-benar habis.
• Tutup stop botton/kran bensin dengan memutar tombolnya ke arah stop,
maka mesin akan segera mati.
• Buang tekanan dalam tangki larutan insektisida dengan membuka tutup
tangki insektisida kemudian kencangkan kembali.
• Demikian pula untuk tangki bahan bakar.
• Biarkan mesin dingin kembali.

2. Petunjuk teknis perbaikan hot fogger

a. Mesin tidak mau hidup :


Periksa apakah bensin masuk ke ruang bakar atau tidak. Kalau tidak
biasanya pompa tidak berfungsi dengan baik atau tutup tangki bensin kendor
atau rusak gasketnya atau saluran bensin tersumbat. Perbaiki kerusakannya.
Periksa apakah ada pengapian di busi, kalau tidak ada biasanya karena batu
battery lemah perlu diganti.periksa busi lalu bersihkan kemudian setel
kerenggangannya 2 mm, periksa coil kalau rusak ganti, periksa kabel busi

b. Mesin hidup tapi sering mati mendadak, kemungkinan :


Ujung resonator kotor tersumbat oleh kerak, solusinya adalah dengan
dibersihkan.
Diafragma kotor, terlipat atau sobek, maka bersihkan kalau perlu ganti.
Bila ruang pembakaran kotor, maka dibersihkan.

c. Mesin hidup tapi tidak keluar asap, kemungkinan :


Tidak ada tekanan di dalam tangki larutan, maka periksa tutup tangki, kalau
kurang kencang kencangkan atau gasketnya rusak, maka diganti.
Bila kran larutan tersumbat, maka dibersihkan,bila nozzle tersumbat, maka
dibersihkan.

3. Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger

Perbaikan mesin hot fogger pada umumnya adalah mengganti suku


cadang yang rusak mengeratkan mur atau baut yang kendor serta
mengembalikan komponen kepada bentuk semula, misal solution pipe yang

90
bengkok, guard, jaket dan bagian luar mesin yang penyok serta tangki yang
bocor atau penyok. Jangan perbaiki mesin dalam keadaan masih panas dan
tangki larutan belum dikeringkan.

a. Perawatan setiap selesai digunakan :


• Setelah mesin dingin, keluarkan sisa bensin dalam tengki dan sisa larutan
insektisia dalam tangki insektisida
• bersihkan body bagian luar mesin
• Keringkan dan disimpan untuk segera dapat dipergunakan kembali.
b. Perawatan/pemeliharaan untuk disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Bilamana operasi penyemprotan sudah selesai dan mesin akan disimpan
kembali dalam waktu yang cukup lama, lakukan perawatan/ pemeliharaan
sebagai berikut :
• lakukan tindakan-tindakan sebagaimana pada ad.1 di atas.
• Kuras/kosongkan bensin dari tangkinya
• Keluarkan batu batere
• Biarkan tutup tangki larutan dan tangki bahan bakar terpasang dengan
kendur.
• Simpan mesin di dalam kotaknya atau di tempat yang terlindung dengan
terlebih dahulu diberi alas papan dan ditutup terpal atau plastik.
• Sangat dianjurkan setiap bulan dilakukan pembersihan dan mesin
dihidupkan cukup 5 menit.

Perawatan mesin secara berkala perlu dilakukan, untuk menghindari terjadinya


hambatan-hambatan pada waktu fogging / pengasapan.

c. Bagian mesin yang perlu dibersihkan/dirawat :


• Bagian ujung resonator, bersihkan dari kerak yang melekat.
• Bersihkan solution socket.
• Bersihkan nozzle, solution pipe dan kran larutan.
• Bersihkan air intake, kalau diafragmanya rusak perlu diganti.
• Keringkan tangki larutan kalau perlu bilas dengan solar
• Bersihkan seluruh bagian mesin fogg dan keringkan.

Gambar 26. contoh mesin hot fogger

91
B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV)

Mesin penyembur insektisida dalam bentuk kabut dingin dengan partikel yang
sangat kecil (Ultra Low Volume/ULV) dari pemecahan insektisida (pada Head
NOZZLE) oleh pusaran angin yang dihasilkan dari putaran blower.
Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin ULV yang sudah beredar di pasaran
adalah Portable (gendong) dan Truck Mounted

1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin ULV


a. Persiapan
• Letakkan mesin ULV di kendaraan bak terbuka,
• Cek oli mesin dan oli blower
• Isi tangki bahan bakar
• Isi tangki insektisida
• Periksa semua mur dan baut, bila perlu kencangkan
• Arahkan head nozzle ke arah samping kiri kendaraan pengangkut mesin
ULV dan setel head nozzle (dengan memperhatikan dan
memperhitungkan kecepatan angin) sehingga membentuk sudut :

Kecepatan Angin Sudut Head Nozzle


Rendahkan tidak ada angin 15o
(0-10 km/jam) : ± pukul 07.00-08.30
Sedang (10-15 km/jam) : ± pukul 08.30-10.00 5o

Kencang (15-20 km/jam) : ± pukul 10.00-15.00 0o


Pengoperasian sementara dihentikan

b. Cara menghidupkan mesin ULV :


Hidupkan mesin dengan urutan sebagai berikut :
• Geser switch kontak ke posisi on.
• Tekan kontak starter (bila mesin keadaan baik mesin akan langsung hidup)
c. Cara Pengoperasian Mesin ULV
• Atur tekanan udara dengan cara menggeser tuas gas sampai 3-4,5
(dapat dibaca di Barometer Panel pengontrol). Kemudian geser switch fog
ke posisi on.
• Putar tuas flow meter ke kiri sampai bola flow meter bergerak ke posisi
paling atas. Racun serangga dalam pipa larutan akan mengalir dan asap
pada head nozzle akan keluar.
• Baca temperatur di panel pengontrol dan tentukan posisi penunjuk (bola)
pada flow meter.
• Geser tuas flow control ke kanan (searah jarum jam) sehingga posisi bola
turun pada angka yang ditentukan.
• Setelah semuanya siap operator duduk di samping pengemudi untuk
mengendalikan jalannya mesin ULV
• Selama operasi operator harus memperhatikan, skala flow meter harus
sesuai dengan tabel flow meter.
• Jalankan kendaraan pengangkut ULV dengan kecepatan 5-8 km/jam.
d. Cara Mematikan Mesin
• Putar tuas flow control ke kanan sampai maksimal
• Geser switch fog ke off (tunggu sampai insektisida benar-benar habis)
• Geser switch machine ke off mesin akan langsung mati

92
2. Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV
Perbaikan mesin ULV pada umumnya harus dilakukan oleh montir atau tehnisi
yang sudah berpengalaman, kecuali untuk kerusakan kecil seperti :
• Mengganti busi.
• Mengganti selang larutan insektisida dan selang tekanan.

Jika mesin susah dihidupkan kemungkinannya adalah sebagai berikut :


• Jika bahan bakar belum naik ke karburator, maka tuas karburator perlu
ditarik agar bahan bakar cepat naik.
• Jika sistim pengapian terganggu, maka lakukan pemeriksaan terhadap busi,
bila kotor bersihkan/ganti dengan yang baru.
• Jika bila tetap tidak ada pengapian, maka periksa coil, kemudian atur coilnya,
bila rusak, ganti yang baru.

3. Petunjuk teknis perawatan mesin ULV


• Lepaskan pipa insektisida dari tangkinya celupkan kedalam jerigen berisi
solar/alkohol sebanyak 1 liter.
• Kendurkan tutup tangki insektisida.
• Hidupkan mesin
• Geser swicth fog ke posisi on
• Biarkan solar/alkohol mengalir dan membilas semua pipa larutan.
• Matikan mesin, kemudian periksa semua mur dan baut
• Bersihkan mesin dari kotoran dan isektisida
• Ganti oli mesin setiap 25 jam kerja (1 Minggu)

Untuk mesin ULV yang akan disimpan dalam waktu yang lama, harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
• Sebelum disimpan lumasi komponen blower dan ruang bakar mesin dengan
oli SAE 40.
• Bersihkan mesin dari kotoran dan insektisida serta kosongkan tangki
insektisida dan tangki bensin.
• Simpan diruang tertutup, selimuti dengan kain atau plastik
• Sebulan sekali putar putar as mesin dengan tangan supaya mesin tidak macet.
• Bersihkan mesin dari debu atau kotoran lain.

C. JENIS DAN APLIKASI INSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR DBD.

Insektisida untuk pengendalian vektor DBD adalah insektisida yang


digunakan untuk pengendalian vektor DBD yang dilakukan di daerah endemis serta
daerah lainnya.

1. Jenis Insektisida

Jenis-jenis insektisida untuk pengendalian vektor DBD meliputi :


a. Organofosfat
Insektisida ini bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase. OP
banyak digunakan dalam kegiatan pengendalian vektor, baik untuk space
spraying, IRS, maupun larvasidasi. Contoh : malation, fenitrotion, temefos,
metil-pirimifos, dan lain lain.
b. Karbamat.
Cara kerja insektisida ini identik dengan OP, namun bersifat reversible
(pulih kembali) sehingga relatif lebih aman dibandingkan OP. Contoh:
bendiocarb, propoksur, dan lain lain.

93
c. Piretroid (SP).
Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP) yang
bekerja mengganggu sistem syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam
pengendalian vector untuk serangga dewasa (space spraying dan IRS),
kelambu celup atau Insecticide Treated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal
Net (LLIN), dan berbagai formulasi Pestisida rumah tangga. Contoh:
metoflutrin, transflutrin, d-fenotrin, lamda-sihalotrin, permetrin, sipermetrin,
deltametrin, etofenproks, dan lain-lain.
d. Insect Growth Regulator (IGR).
Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan
dan pertumbuhan serangga. IGR terbagi dalam dua klas yaitu :
1) Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog
(JHA). Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada perpanjangan
stadium larva dan kegagalan menjadi pupa. Contoh JHA adalah
fenoksikarb, metopren, piriproksifen dan lain-lain.
2) Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis Inhibitor (CSI)
mengganggu proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan
kitin. Contoh CSI: diflubensuron, heksaflumuron dan lain-lain.
e. Mikroba
Kelompok Pestisida ini berasal dari mikroorganisme yang berperan
sebagai pestisida. Contoh: Bacillus thuringiensis var israelensis (BTI),
Bacillus sphaericus (BS), abamektin, spinosad, dan lain-lain.

2. Cara aplikasi insektisida


Aplikasi insektida dalam pengendalian vektor DBD, dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Pengendalian Larva

Dalam program pengendalian vektor, kegiatan pengendalian larva


dengan insektisida disebut sebagai larvasidasi. Larvasidasi merupakan
kegiatan pemberian insektisida yang ditujukan untuk membunuh stadium
larva. Larvasiding dimaksudkan untuk menekan kepadatan populasi vektor
untuk jangka waktu yang relatif lama (3 bulan), sehingga transmisi virus
dengue selama waktu itu dapat diturunkan atau dicegah (longterm preventive
measure).

Spesies nyamuk perlu diketahui dan diidentifikasi atau dilakukan


pemetaan tempat perkembangbiakan nyamuk di tiap-tiap musim. Larvaciding
akan efektif bila tempat perkembangbiakan mudah dicapai, tempat
perkembangbiakan di area yang kecil, dan efek larvaciding hanya bertahan
tidak lebih dari 2 bulan. Larvaciding tidak menimbulkan dampak residu,
namun kontrolnya perlu diadakan setiap 2 bulan sehingga keputusan untuk
melakukan intervensi ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam
kenyataan, larvaciding ini sulit dilakukan secara optimal, karena tempat
perkembangbiakan biasanya tersebar dimana-mana dan sulit untuk
menentukan waktu yang tepat. Untuk melakukan larvaciding, dibutuhkan
pengetahuan tentang area tempat perkembangbiakan vektor dan
hubungannya dengan curah hujan. Untuk memperoleh hasil yang baik dan
bersinambungan, pemberantasan sarang nyamuk harus dilakukan secara
rutin dan berkesinambungan.

94
Terdapat tiga jenis pestisida untuk mengendalikan larva Aedes yaitu
butiran temephos, pengatur pertumbuhan serangga (Insect grouth
regulator/IGR) dan Bacillus thuringiensis (Bt H-14)

b. Pengendalian Nyamuk (Adult control)

Mengingat vektor DBD pada umumnya tidak hinggap di dinding, tetapi


pada benda yang tergantung, maka pengendalian nyamuk Aedes dilakukan
dengan space spraying. Space spraying adalah knock down effect, oleh
sebab itu sasarannya adalah vektor yang sedang terbang baik didalam
maupun diliar rumah. Ada 2 macam cara space spraying yaitu : 1) Sistim
panas (Thermal fogging) dan 2) Sistim dingin (Cold spraying).

1). Thermal Fogging


Insektisida yang dipergunakan dalam system thermal biasanya dilarutkan
dalam minyak solar (light diesel oil) atau minyak tanah biasa (kerosene).
Operasional fogging:
- Sasaran fogging; rumah/bangunan dan halaman/pekarangan
sekitarnya
- Waktu operasional: pagi hari atau sore (Ae. aegypti) dan malam hari
(Anopheles atau culex)
- Kecepatan gerak fogging; seperti orang berjalan biasa (2-3 km/jam)
- Temperatur udara ideal: 18oC, maksimal 28oC.
- Fogging di dalam rumah ; dimulai dari ruangan yang paling belakang,
jendela dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk keluar masuk
petugas
- Fogging di luar rumah : tabung pengasap harus searah dengan arah
angin, dan petugas berjalan mundur.
- Penghuni rumah; selama rumah di fog dengan sistem thermal, semua
penghuni supaya berada diluar, Setelah fog dalam ruangan
menghilang baru para penghuni boleh masuk kembali. (15-30 menit
setelah fogging).
- Binatang peliaraan, makanan dan minuman; untuk menghindari hal-
hal yang tidak diinginkan, maka dianjurkan semua makanan, bahan
makanan dan tempat penampungan air minum agar ditutup.
- Berdasarkan pengalaman, lama fogging: dari berbagai studi dan
pengalaman selama ini untuk rumah dan halaman didaerah urban di
indonesia memakan waktu fogging antara 2-3 menit/rumah. Output
petugas: 1 hari kerja +/_ 20-25 rumah /petugas atau disesuaikan
dengan keadaan setempat. Kebutuhan bahan bakar (bahan bakar
untuk mesin fog; setiap 10 liter larutan malathion 4,8% diperlukan 1,2
liter bahan bakar.

2). Pengabutan (ULV)


Space spraying system dingin dikenal juga sebagai system ULV,
Cold aerosols and mists. Ultra Low volume (ULV) dimaksudkan sebagai
space spraying dengan menggunakan racun serangga yang seefisien
mungkin, untuk area yang luas dan tetap efektif terhadap vektor. Oleh
sebab itu pada ULV dipergunakan pestisida dalam konsentrasi yang
biasanya cukup tinggi (lebih dari 20%) dengan jangkauan semburan yang
cukup luas, idealnya 80-100 meter. Vmd dropet size untuk ULV cold
aerosolt dan mists adalah: Vmd aerosols : 15-50u dan Vmd mists : 50-
100u.

95
Sesuai dengan perkembangan teknologi dibidang pembuatan
insektisida kimia dan mesin sprayer, untuk ULV cold spraying digunakan
pestisida golongan organophosphate, carbamat atau syntetic pyrethroid
dalam formulasi konsentrasi yang lebih tinggi dibanding untuk pemakaian
pada thermal fogging. Sasaran fogging adalah serangga yang sedang
terbang, sehingga fogging harus meliputi seluruh target area yang terdiri
dari indoor dan outdoor. Fogging dilakukan dari luar/pinggir jalan semua
pintu dan jendela rumah/bangunan harus dibuka lebar.

Waktu operasi pada pagi atau sore hari dalam keadaan udara
tidak terlalu panas/kurang dari 28oC dan angin cukup tenang, maximum
kecepatan angin 20km/jam. Kecepatan jalan kendaraan pengangkut ULV
sprayer adalah 5-8 km/jam. Beberapa test menunjukkan bahwa jarak
sembur yang paling baik adalah 80-100 meter dangan kecepatan angin
10-15 km/jam. Pada kecepatan angin lebih dari 20 km/jam fogging
supaya dihentikan saja. Jumlah petugas yang melayani 1 unti ULV
ground sprayer mounted adalah 3 orang, terdiri dari 1 petugas penunjuk
arah, 1 petugas operasional dan 1 orang pengemudi. Dengan out put
area 10-15 ha/jam, apabila fogging berjalan selama 3 jam (pk 07.00 s/d
10.00) maka dapat mencakup daerah seluas 30-40 ha. Hal ini jauh lebih
efisien disbanding dengan menggunakan portable thermal machine yang
hanya mampu menyelesaikan daerah seluas 1 ha per petugas.

Dosis maksimum 500ml malathion 96% atau penitrition 95% per


ha, kabut ULV cold aerosols dalam udara bebas selama 15-30 menit
tidak berbahaya bagi manusia, mamalia lain dan burung, kecuali pada
ikan yang berumur muda (benih ikan). Beberapa keuntungan ULV ground
spraying application dibanding thermal fogging yaitu:
- Polusi udara lebih kecil. Untuk target area dan efektifitas yang sama
penggunaan pestisida (dosis) dapat lebih kecil dibanding operasional
thermal foging (dapat sampai 50%nya).
- Mengurangi bahaya terhadap organisme bukan target.
- Tidak ada bahaya kebakaran, karena ULV tidak memerlukan
dorongan gas yang panas
- Tidak memberi dampak gangguan pada kesibukan kota dan
keramaian lalu lintas, karena fog ULV tidak mengganggu pengelihatan
bila dibanding dengan thermal fog
- Biaya operasional dan penggunaan bahan-bahan lebih sedikit
(efisien), namun memberi dampak bila langsung mengenai cat minyak
pada kayu dan cat mobil pada jarak <3 meter.
Berikut merupakan contoh formulasi atau cara pencampuran insektisida
dengan pelarutnya :
PERBANDINGAN
JENIS INSEKTISIDA
INSEKTISIDA SOLAR/
MINYAK TANAH
MALATHION 95% 1L 19,0 L
LAMDA SYHALOTHRINE 25 EC 150 ml 19,85 L
PERMETHRINE 97,5 G/L + S- 150 ml 19,85 L
BIOALETHRINE 15 G/L
SYFLUTHRINE 50 EC 150 ml 19,85 L
CYPERMETHRINE 25 ULV 800 ml 19,20 L

96
Gambar 27. Contoh mesin Ultra Low Volume (ULV)

KEPUSTAKAAN

1. WHO.2010. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Jakarta.
2. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue, Dit PPBB,
Ditjen PP & PL. Jakarta.
3. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis Dit
PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
4. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No. 29). Jakarta.
5. Depkes RI.1990. Petunjuk Penggunaan, Pemeliharaan & Perbaikan Mesin ULV, Direktorat
Jenderal PPM & PLP. Jakarta.
6. Depkes RI.1983. Petunjuk Penilaian Operasional Dalam Rangka Abatisasi massal.Direktorat
Jenderal P3M. Jakarta.

97
MATERI INTI 7

PERENCANAAN DAN SUPERVISI PROGRAM


PENGENDALIAN PENYAKIT DBD
( Waktu: T 2 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Materi ini menjelaskan tentang perencanaan, dan supervisi program


pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue. Materi ini diberikan agar pengelola
program dapat melaksanakan kegiatan pengendalian DBD sesuai dengan yang
direncanakan. Dalam perencanaan akan disampaikan tentang penentuan besarnya
masalah, penentuan kegiatan program, penentuan target kegiatan, kajian sumber daya,
dan Pembuatan Rencana Operasional (POA). Sedangkan supervisi program
pengendalian DBD akan disampaikan tentang pelaksanaan supervisi dan penilaian.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta mampu melakukan perencanaan


dan supervisi pengendalian DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :


1. Menentukan daerah masalah DBD melalui kajian epidemiologi
2. Menentukan kegiatan pengendalian DBD
3. Menyusun rencana operasional
4. Melaksanakan Supervisi dan Bimbingan Teknis
5. Membuat kesimpulan akhir dan laporan umpan balik

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan I : Penentuan Daerah Masalah DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Dasar Penyusunan Rencana
2. Penentuan Daerah Masalah DBD
3. Penentuan besarnya masalah DBD

B. Pokok Bahasan II : Penentuan kegiatan pengendalian DBD


Sub Pokok Bahasan : Jenis Kegiatan

C. Pokok Bahasan III : Penyusunan Rencana Operasional

D. Pokok Bahasan IV : Supervisi dan Bimbingan Teknis


Sub Pokok Bahasan :
1. Konsep Supervisi dan Bimbingan Teknis
2. Pelaksanaan Supervisi dan bimbingan Teknis
3. Penilaian Supervisi dan bimbingan Teknis

98
IV. METODE

1. Penyajian/Presentasi
2. Tanya Jawab
3. Penugasan : Studi kasus, Pengisian ceklist supervise

V. BAHAN BELAJAR

1. Modul
2. Lembar kasus
3. Ceklist
4. Hardcopy materi

VI. ALAT BANTU

1. LCD
2. Laptop atau desktop
3. Flipchart
4. Spidol
5. White board
6. CD

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan dan memfasilitasi
tanya jawab (selama 2 JPL).
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus
tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit)
3. Selesai diskusi masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan
pembahasan di pandu oleh fasilitator (selama 30 menit).
4. Fasilitator melakukan pembulatan materi (20 menit)
5. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam (10 menit)

VIII. URAIAN MATERI

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas proses


penyusunan perencanaan dan supervisi. Namun hingga saat ini kedua proses tersebut
belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai harapan. Permasalahan yang sering
dihadapi adalah :
1. Perencanaan yang tidak realistis sehingga kadang sulit untuk dilaksanakan.

99
2. Pengaruh politis dalam proses perencanaan terlalu besar sehingga pertimbangan-
pertimbangan teknis seringkali diabaikan.
3. Output kegiatan sering tidak tercapai karena penyusunan rencana masih belum
sinergi dan tidak terfokus.
4. P r o s e s p e r e n c a n a a n a n t a r a p u s a t d a n d a e r a h b e l u m s i n k r o n .
5. Kapasitas tenaga perencana masih terbatas.
6. Kurang optimalnya supervise karena hanya dilakukan pada akhir kegiatan.

Untuk menjamin proses perencanaan dan supervisi berjalan efektif, efisien dan
tepat sasaran diperlukan integrasi berdasarkan pada pendekatan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

A. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD

1. DASAR PENYUSUNAN RENCANA

a. Prioritas Pembangunan

Prioritas pembangunan kesehatan adalah peningkatan akses dan


kualitas pelayanan kesehatan yang diimplementasikan oleh Kementerian
Kesehatan menjadi 8 fokus prioritas pembangunan kesehatan yaitu :
1) Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan keluarga berencana
2) Perbaikan status gizi masyarakat
3) Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti
penyehatan lingkungan
4) Pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan
5) Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan,
mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan
6) P e n g e m b a n g a n s i s t e m j a m i n a n k e s e h a t a n m a s y a r a k a t
7) Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis
kesehatan
8) Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier.

b. Pendekatan penyusunan rencana

1) Pendekatan politik
Pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah
adalah proses penyusunan rencana karena rakyat pemilih menentukan
berdasarkan program-program yang ditawarkan saat kampanye. Oleh
karena itu rencana pembangunan merupakan penjabaran dari agenda-
agenda pembangunan Presiden/Kepala Daerah terpilih ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah.
2) Pendekatan teknokratik
Pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah yang didukung dengan evidence based dan
dilakukan oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional
bertugas untuk itu.
3) Pendekatan partisipatif
Pendekatan perencanaan dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Keterlibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dalam menciptakan rasa
memiliki.
4) Pendekatan Atas-Bawah

100
Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil
proses atas bawah diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan
baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.

5) Pendekatan Bawah-Atas
Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil
proses bawah atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan
baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.

2. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD

Untuk mengawali proses perencanaan pengendalian DBD, kita perlu


mengetahui wilayah yang memiliki masalah DBD. Dalam menentukan daerah
masalah DBD di suatu wilayah diperlukan adanya kajian epidemiologi. Unit
terkecil dalam melakukan kajian adalah desa/kelurahan.

Data-data yang diperlukan dalam melakukan kajian adalah sebagai berikut:


a. Data kasus
1) Data kasus penderita/tersangka DBD per desa/kelurahan (wilayah kerja
puskesmas)
2) Data kematian karena DBD
3) Data KLB jika pernah terjadi.
4) Data kasus DBD per golongan umur dan jenis kelamin
5) Data kasus kematian DBD pergolongan umur dan jenis kelamin
6) Data kasus penularan setempat berdasarkan hasil penyelidikan
epidemiologi (PE)
b. Data vektor
1) Jenis vektor
2) Tempat perindukan vektor
3) Angka bebas jentik (ABJ) per desa/kelurahan (data kegiatan Jumantik/kader)
c. Keadaan geografis
1) Daerah kota
2) Daerah desa dengan transportasi cukup lancar
3) Daerah tidak tertata/kumuh

Tabel 13. Kajian daerah masalah DBD


Puskesmas : ..................
Kabupaten/Kota : ..................

Nama Jumlah Jumlah Pernah Vektor ABJ Stratifikasi


Desa penduduk Rumah IR KLB Ada/Tdk Desa/
Ya/Tdk Kelurahan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


?
?
?

Keterangan:
(1) Di isi nama Desa/Kelurahan
(2) Jumlah penduduk pada tahun terakhir
(3) Jumlah rumah pada tahun terakhir
(4) IR tertinggi pada 3 tahun terakhir
(5) CFR tertinggi pada 3 tahun terakhir
101
(6) Pernah ada/ditemukan KLB pada 5 tahun terakhir
(7) Ada/tidaknya vektor penular
(8) Data ABJ terakhir
(9) Stratifikasi : Endemis, Sporadis, Potensial, Bebas (terdapat pada materi Surveilans)

3. PENENTUAN URUTAN BESARNYA MASALAH

Selanjutnya menentukan urutan desa/kelurahan sesuai dengan besarnya


masalah DBD. Besarnya masalah ditentukan oleh:
a. Tingginya kasus DBD
Tingginya kasus DBD diukur apabila setiap minggu di wilayah desa/kelurahan
dilaporkan 5 kasus
b. Endemisitas DBD
Apabila dalam 3 tahun terakhir setiap tahun dilaporkan ada penderita DBD.
c. Adanya kematian karena DBD
Jika terdapat laporan kematian karena DBD berdasarkan diagnosis klinis
rumah sakit /pelayanan kesehatan.
d. Jenis dan banyaknya tempat perindukkan
Terdapat tempat perindukan yang positif jentik Aedes aegypti/albopictus
dan luasnya dapat diperkirakan.
e. ABJ <95%
Persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik terhadap jumlah
rumah/bangunan yang diperiksa
f. Mobilitas penduduk
Pergerakan penduduk dari satu daerah ke daerah lain atau sebaliknya.
g. Keresahan masyarakat dan dukungan politik
h. Adanya prioritas atau pernyataan politik bahwa wilayah tersebut merupakan
wilayah yang perlu dilindungi, terdapat keresahan masyarakat akibat adanya
penyakit DBD di wilayah tersebut.

Besarnya masalah masing-masing desa/kelurahan diukur dengan


membuat skoring dari masing-masing item dalam tabel 2 sebagaimana berikut :
1) Situasi kasus: (Bobot=3)
a. Kasus tinggi dan atau ada peningkatan = 3
b. Kasus rendah tidak ada peningkatan = 1
2) Adanya kematian karena DBD: ( bobot =3)
a. Ditemukan adanya kematian karena DBD 1-2 tahun terakhir = 3
b. Adanya kematian >2 tahun terakhir = 2
c. Tidak ada kematian = 1
3) Tempat perindukan(bobot =2)
a. Bila ditemukan = 2
b. Tidak ditemukan = 1
4) ABJ: (bobot=2)
a. <95% = 2
b. >95% = 1
5) Pernah KLB DBD:( bobot=1)
a. Pernah terjadi KLB: 0-1 tahun yang lalu = 3
b. Pernah KLB 1-5 tahun yang lalu = 2
c. Tidak pernah ada KLB = 1
6) Mobilitas penduduk: (bobot =1)
a. Daerah urban = 3
b. Daerah rural = 1

Cara penghitungan jumlah skor adalah :

102
Nilai kolom 2 x bobot + nilai kolom 3 x bobot + nilai kolom 4 x bobot + nilai kolom
5 x bobot + nilai kolom 6 x bobot

Selanjutnya dari hasil skoring diatas, dicantumkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 14. Contoh Penentuan besarnya masalah DBD per desa/kelurahan


Puskesmas : .....................................
Kabupaten/Kota : .....................................

Pernah
Nama Ada Tempat ABJ / Tidak Mobilitas Jumlah
Situasi pernah
Desa/ Kematian Perindukan Penduduk Skor
Kasus KLB
Kel. Karena DBD

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


A 3 3 2 2 1 1 12
B 6 9 4 2 2 3 26
C 9 6 4 4 3 3 29
D 3 3 4 4 1 1 16

Besarnya masalah dari tabel 3 diatas sebagai berikut:


Urutan 1: Kelurahan C
Urutan 2: Kelurahan B
Urutan 3: Kelurahan D
Urutan 4: Kelurahan A

Jika terdapat desa/kelurahan dengan skor yang sama, maka untuk menentukan
desa/ kelurahan yang paling bermasalah ditentukan oleh tingginya skor variabel
dibawah ini:
(1) Situasi kasus
(2) Kematian karena DBD
(3) Tempat perindukan
(4) ABJ
(5) pernah KLB
(6) Mobilitas penduduk

Urutan besarnya masalah penyakit DBD ini digunakan untuk menentukan pemilihan
prioritas wilayah dan alternatif intervensi kegiatan yang akan dilakukan.

B. PENENTUAN KEGIATAN PENGENDALIAN DBD

Setelah diketahui urutan besarnya masalah per wilayah, selanjutnya kita akan
menentukan jenis kegiatan apa saja yang akan dilakukan masing-masing
desa/kelurahan tersebut.

Pemilihan kegiatan pengendalian harus didasarkan pada prinsip (REESA):


Rasional, Efektif, Efisien, Sustainabel , Acceptable

Kegiatan pokok dalam program pengendalian DBD adalah:


1. Penemuan penderita
a. Penemuan penderita secara aktif dilakukan pada saat penyelidikan
epidemiologi (PE) dengan mencari penderita DBD lainnya.

103
b. Penemuan penderita secara pasif dilakukan oleh puskesmas atau unit
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Pengendalian vektor
Pengendalian vektor DBD dilaksanakan berdasarkan REESA, dengan pengertian:
• Rasional: wilayah kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang
terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria
yang ditetapkan, yaitu wilayah endemis dengan IR sesuai target nasional dan
CFR >1%.
• Efektif: dipilih salah satu metode/jenis kegiatan pengendalian vektor atau
kombinasi dua metode yang saling menunjang, dan metode tersebut
dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan. Pemilihan
metode yang efektif perlu didukung data epidemiologi, entomologi dan
pengetahuan sikap perilaku (PSP) masyarakat.
• Efisien: diantara beberapa metode kegiatan pengendalian vektor yang efektif
harus dipilih metode yang biayanya paling murah.
• Sustainable: kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan
secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat yang diharapkan, dan
hasil yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang
biayanya lebih murah.
• Acceptable: kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh
masyarakat setempat.

Jenis kegiatan pengendalian vektor, antara lain:

a. Terhadap nyamuk dewasa

Dilakukan kegiatan Fogging Fokus, bertujuan mencegah terjadinya


KLB dengan memutuskan rantai penularan di lokasi terjadinya kasus DBD.
Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan FF ini adalah :
1) Sasaran lokasi:
- Di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang
diperkirakan menjadi sumber penularan.
- Fogging dilakukan dalam radius 200 meter dan dilakukan 2 siklus
dengan interval ± 1 minggu.
2) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Melakukan evaluasi dan bimbingan kegiatan pengendalian vektor
Petugas kabupaten/kota
- Membuat perencanaan kegiatan
- Melakukan pengawasan
- Melakukan pelatihan
Petugas puskesmas
- Melakukan pengawasan selama pelaksanaan
- Menyelenggarakan pelatihan
- Melaksanakan kegiatan

b. Terhadap larva (jentik)

1) Biological control
Penebaran ikan pemakan jentik dilakukan di desa/kelurahan yang
terdapat tempat perindukan Aedes, airnya permanen dan cocok untuk
perkembangbiakan ikan pemakan jentik.
a) Sasaran

104
Tempat penampungan air (seperti kolam, bak mandi, drum, dll) dengan
luas tempat perindukan jentik yang ada.
b) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Penentuan jumlah lokasi
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
2) Larvasidasi.
Penaburan bubuk larvasida atau pembunuh jentik guna memberantas
jentik di tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,
sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-
rendahnya.
a) Sasaran lokasi:
- Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di
desa/kelurahan endemis dan sporadis
- Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan menaburkan
larvasida pada TPA yang ditemukan jentik.
b) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Kegiatan PJB dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M baik di pemukiman
maupun di tempat-tempat umum/industri (TTU/I).
a) Sasaran lokasi:
- Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di
desa/kelurahan endemis dan sporadis pada tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel yang
dipilih secara acak
- Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali)
b) Pembagian tugas :
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
4) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau Bulan Bakti Gerakan 3M
Pembagian tugas :
Petugas provinsi
- Penentuan kegiatan
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan

c. Evaluasi PSN
105
Evaluasi PSN dilakukan dengan Survai yang bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam kaitannya
dengan efektifitas pengendalian vektor (fogging, larvasidasi, dan PSN) yang
akan dilakukan di wilayah tersebut atau melalui kegiatan PJB.
Petugas provinsi :
- Penentuan kegiatan
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas :
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan

d. Optimalisasi LS/LP untuk mendukung pengendalian DBD

1) Supervisi Terpadu Pokjanal


Tujuan: memantau dan membina Pokjanal dalam pelaksanaan
penggerakan PSN-DBD yang dilaksanakan oleh masyarakat.
Pelaksana: Tim Pokjanal masing-masing tingkatan
2) Pertemuan/koordinasi lintas sektor (PWS PSN-DBD)
Tujuan: memantau hasil kegiatan PSN-DBD (ABJ) dari tiap-tiap wilayah
untuk ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan penggerakan PSN-DBD
oleh Kepala Wilayah setempat.
Pelaksanaan: dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat
desa/kelurahan, kecamatan dan kab/kota dengan menyajikan ABJ dari
masing-masing wilayah.
3) Pemantapan dan peningkatan penggerakan PSN-DBD.
Pertemuan evaluasi tahunan Pokjanal DBD secara berjenjang di berbagai
tingkatan:
a) Evaluasi di tingkat provinsi, dihadiri oleh peserta Pokjanal tingkat
kabupaten/ kota, dan dilaksanakan di provinsi
b) Evaluasi di tingkat kab/kota, dihadiri oleh Pokjanal tingkat kecamatan,
dan dilaksanakan di kabupaten/kota
c) Evaluasi di tingkat kecamatan, dihadiri oleh Pokja desa/kelurahan,
dilaksanakan di kecamatan.

e. Peningkatan kemampuan petugas (pelatihan) dan Orientasi

Tujuan: menyiapkan petugas di masing-masing tingkatan dalam manajemen


pengendalian DBD, penatalaksanaan kasus dan penggerakan PSN-DBD.
1) Pelatihan petugas/pengelola program
- Pelatihan petugas kabupaten/kota tentang komunikasi perubahan
perilaku dalam pencegahan DBD
- Pelatihan manajemen program P2DBD bagi petugas teknis
kabupaten/kota
- Dilaksanakan oleh: provinsi
- Pelatihan Kader/Jumantik dalam pencegahan dan pengendalian DBD
- Dilaksanakan oleh kabupaten/kota atau puskesmas
2) Pelatihan dokter anak/dokter penyakit dalam dan paramedis Rumah Sakit
kabupaten/kota dalam penatalaksanaan kasus DBD
Pelaksana: dinas kesehatan provinsi
3) Pelatihan dokter dan paramedis puskesmas dalam tatalaksana kasus
DBD
Dilaksanakan oleh kabupaten/kota

106
4) Ceramah klinik bagi dokter dan paramedis Rumah Sakit dan Puskesmas
Pelaksana: kabupaten/kota
5) Orientasi/pengembangan sistem survailans DBD bagi petugas
kabupaten/kota
Tujuan: Membangun jaringan surveilens DBD yang cepat dan tepat dalam
rangka sistem kewaspadaan dini dan estimasi kejadian luar biasa (KLB).
Pelaksana: Provinsi

C. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL

Penyusunan rencana operasional dengan menggunakan Bagan Gantt (Gantt


Chart). Kegiatan pada kolom bagan Gantt biasanya disusun ke bawah secara
berurutan.

Bagan Gantt terdiri dari 2 komponen, yaitu :


1. Komponen kegiatan
Komponen kegiatan diisi dan disusun kebawah dimana semua kegiatan ini
merupakan penjabaran aktifitas yang harus dilaksanakan demi pencapaian
tujuan program.
2. Komponen waktu
Komponen waktu diisi ke arah absis merupakan penjabaran dari waktu yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang dapat dinyatakan dalam
hari, minggu, bulan maupun tahun.

Contoh membuat bagan Gantt


Dari bagan Gantt dibawah, dapat diperoleh beberapa keterangan sebagai
berikut:
a. Bahwa program P2DBD di Kota Y pada kurun waktu Pebruari 2005
melaksanakan 4 kegiatan, yaitu; pelatihan Kader/Jumantik, Surveilans kasus/PE
terhadap penderita/tersangka DBD, supervisi di 5 puskesmas, dan penyuluhan di
2 puskesmas.
b. Bahwa kegiatan pelatihan Jumantik dilakukan di 5 puskesmas
dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan Juli.
c. Bahwa kegiatan surveilans kasus/penyelidikan epidemiologi dilaksanakan
sepanjang tahun di seluruh puskesmas di Kota Y.
d. Bahwa dari kota Y dilakukan supervisi di 5 puskesmas, kegiatan ini diadakan
setiap 3 bulan sekali.
e. Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat di 2 puskesmas dilakukan pada bulan
Maret dan April selama 2 bulan berturut-turut.

Tabel 15. contoh penggunaan bagan Gantt pada program


Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Kegiatan

1. Pelatihan Jumantik
di 5 puskesmas

2. Surveilans kasus/
PE terhadap
Penderita/
tersangka DBD

107
3. Supervisi ke 5 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Puskesmas

4. Penyuluhan pence-
gahan DBD di 2
Puskesmas

D. SUPERVISI DAN BIMBINGAN TEKNIS

1. Konsep supervisi dan Bimbingan Teknis

a. Definisi operasional
1) Supervisi DBD merupakan suatu upaya pengawasan, pemantauan atau
penilaian dalam rangka pembinaan dalam pelaksanaan program
pengendalian demam berdarah dengue (DBD) yang dilakukan secara
berjenjang di berbagai tingkatan baik Provinsi, kabupatan Puskesmas
maupun lapangan.
2) Bimbingan teknis DBD adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pengelola program terhadap pelaksana yang terdiri dari pengumpulan
data kinerja program dan penilaian kinerja di lapangan, penyampaian
kebijakan program, bantuan untuk menemukan permasalahan dan
penyebabnya serta bimbingan dan meningkatkan kemampuan pelaksana
untuk mengatasi masalah dan membuat rencana tindak lanjut untuk
perbaikannya.
3) Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan istilah supervisi atau monitoring,
tetapi supervisi dalam istilah sebenarnya lebih bersifat pengawasan
disertai upaya-upaya pembinaan. Sedangkan monitoring lebih berarti
pemantauan atau pengumpulan data tanpa membantu atau membimbing
pelaksana meningkatkan kemampuan.

b. Tujuan
1) Bimbingan teknis bertujuan untuk mengarahkan, membimbing serta
memecahkan masalah yang dihadapi pelaksana agar dapat menghasilkan
kinerja sesuai yang direncanakan
2) Menilai pelaksanaan Program Pengendalian DBD

c. Ruang Lingkup
1) Seluruh kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
pelaksanaan dan evaluasi mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota
sampai Puskesmas.
2) Kegiatan pengendalian DBD meliputi: surveillans kasus, penanggulangan
kasus, penatalaksanaan penderita, surveillans vektor, penanggulangan
dan penyelidikan KLB, pemberdayaan masyarakat, promosi kesehatan,
peningkatan profesionalisme sumber daya.
3) Kerjasama lintas program dan lintas sektor yang dilakukan meliputi:
a) Kewaspadaan dini DBD
b) Penanggulangan Kasus
c) Pengendalian Vektor
d) Penanggulangan dan Penyelidikan KLB
e) Peningkatan Profesionalsme SDM
f) Pemberdayaan masyarakat dan kemitraan

108
2. Pelaksanaan Supervisi dan Bimbingan Teknis

a. Persiapan
1) Penyiapan alat bantu supervisi dan bimbingan teknis berupa format atau
cheklist untuk mengukur kinerja pelaksana sesuai kebutuhan
2) Pengumpulan informasi kinerja pelaksana (dalam harian, mingguan,
bulanan, triwulan atau tahunan) berdasarkan arsip data informasi yang
ada sesuai format atau cheklist
3) Melakukan analisis awal (membandingkan kinerja sesuai arsip data
dengan standar kinerja sesuai pedoman) dan kesimpulan awal
4) Pemberitahuan rencana supervisi dan bimbingan teknis serta informasi
yang akan dikumpulkan
5) Penyiapan surat tugas

b. Pelaksanaan
1) Perkenalan diri dan penyampaian informasi tujuan supervisi dan
bimbingan teknis
2) Pengumpulan data dan informasi tentang kinerja pelaksana dengan
menggunakan format atau cheklist
3) Pencocokan data dan informasi pada sarana pelayanan (dengan
mengunjungi sampel sarana di lapangan)
4) Diskusi bersama pelaksana melakukan analisis (membandingkan kinerja
sesuai arsip data dengan standar kinerja sesuai program) dan membuat
kesimpulan sementara
5) Diskusi bersama pelaksana mencari pemecahan masalah dan
menjadwalkan kegiatannya
6) Diskusi bersama îpimpinan pelaksanaî menyepakati Rencana Tindak
Lanjut untuk pemecahan masalah
7) Memberi motivasi dan ketrampilan tertentu secara lisan dan tertulis
kepada pelaksana sesuai kebutuhan untuk meningkatkan Kinerja
Program

c. Alat
Alat utama adalah format atau cheklist berisi tentang:
1) Daftar indikator penilaian kinerja program yang terdiri dari: indikator input,
indikator proses dan indikator output
2) Kesimpulan Kinerja: penilaian kualitatif (memuaskan, baik, sedang,
kurang) dan Permasalahan
3) Rencana Tindak Lanjut: Daftar kegiatan perbaikan kinerja dan peran
berbagai pihak dan penjadualan serta pembiayaan dalam rencana tindak
lanjut

3. Penilaian Supervisi dan Bimbingan Teknis

a. Membuat Kesimpulan akhir kinerja pelaksana dan saran pemecahan


b. Membuat laporan Supervisi dan Bimbingan Teknis, yang meliputi:
1) Latar belakang
2) Tujuan dan sasaran
3) Waktu dan Tempat
4) Cara Pembinaan
5) Hasil yang dicapai
6) Masalah yang ditemui
7) Rencana Tindak Lanjut Pemecahan
8) Kesimpulan

109
c. Memberi umpan balik hasil supervisi dan bimbingan teknis kepada pelaksana
dan pihak terkait
d. Membandingkan hasil tindak lanjut dengan rencana yang dibuat
e. Bentuk tindak lanjut dalam bimbingan teknis dapat berupa:
1) Pemberitahuan tambahan informasi atau ketrampilan tentang kebijakan,
peraturan, standar dan prosedur yang dibutuhkan pelaksana
2) Perubahan alokasi sarana atau sumber daya pendukung program
(penambahan atau pengurangan)
3) Merujuk pemecahan masalah tertentu kepada pembuat keputusan yang
lebih berwenang.

VIII. KEPUSTAKAAN

1. UU No. 25 Tahun 2004. tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.


2. UU No. 17 Tahun 2003 (Pasal 14) tentang Sistem Penganggaran Yang Baru
Bagi Kementerian Negara/Lembaga.
3. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPKMN) Tahun 2004-2009.
4. Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2007.
5. Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009, Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 331/Menkes/SK/V/2006,
Departemen Kesehatan RI, Mei 2006.
6. Rencana Strategi/Master Plan PP-PL Tahun 2007-2009.
7. Indikator Program PP-PL Bersumber RPJMN, Rentra Depkes (IS-2010), KW-
SPM dan MGDS-2015.
8. Rencana Strategis 2005-2009 Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Demam Berdarah Dengue, Ditjen PP-PL, Depkes 2005.
9. Petunjuk Perencanaan Program P2DBD 1989, Subdit Arbovorosis, Ditjen PPM-
PLP, Depkes 1989.
10. Petunjuk Pelaksanaan Program P2DBD 1989, Subdit Arbovorosis, Ditjen PPM-
PLP, Depkes 1989.
11. Modul Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Bagi Koordinator (Paramedis)
Di Puskesmas, Ditjen PP-PL, Depkes, 1997.
12. Modul Manajemen Pemberantasan Penyakit Malaria (Modul 6), Ditjen PPM & PL,
Depkes, 1999.
13. Aplikasi Penyusunan Rencana dan Anggaran Terpadu Program PP-PL,
Departemen Kesehatan, Modul 08, 2006.
14. Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL 2007, Direktorat Jenderal
Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan, 2006
15. Pedoman Penyusunan Rencana dan Anggaran Kementerian Kesehatan,
Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1454/MENKES/SK/X/2010. Kemenkes RI
16. Buku Pedoman Pembinaan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
17. Standar Pengawasan Program Bidang Kesehatan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue, tahun 2003
18. Pedoman Supervisi Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue menggunakan cheklist, 1992

110
MATERI INTI 8

PROMOSI KESEHATAN
DALAM PROGRAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu : T 2 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Promosi kesehatan merupakan proses penyampaian informasi agar masyarakat


tahu, mau dan mampu merubah perilaku untuk mencapai derajat kesehatan yang tinggi,
dengan cara advokasi, bina suasana, gerakan masyarakat dan Kemitraan.
Untuk mendukung dan menanggulangi masalah kesehatan diperlukan kemitraan
dengan melibatkan berbagai sektor yaitu lembaga pemerintah, dunia usaha, media
massa dan organisasi masyarakat lainnya dalam upaya menanggulangi masalah
kesehatan khususnya Demam Berdarah Dengue ( DBD ).

Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD,


karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar luas diseluruh propinsi dan
kabupaten/ kota. Oleh karena itu untuk mengendalikan penyakit ini diperlukan gerakan
untuk memberdayakan masyarakat dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
( PSN ) DBD.

Guna membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN) DBD agar lebih
efektif maka kegiatannya perlu dikoordinasikan dalam Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL). Pengendalian penyakit DBD ini merupakan forum kerjasama lintas sektor
di tiap jenjang administrasi pemerintahan.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit DBD adalah
dengan pendekatan metode Communication for behavioral impact (COMBI), yang
merupakan suatu proses intervensi perubahan perilaku untuk mencapai tujuan dengan
memperhatikan aspek sosial budaya setempat yang spesifik, untuk merubah masyarakat
dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu
untuk menanggulangi penyakit DBD.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu melaksanakan promosi kesehatan
dalam program pengendalian DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu :
1. Menjelaskan tentang Promosi Kesehatan
2. Menjelaskan tentang Kemitraan melalui POKJANAL DBD
3. Melakukan Penyuluhan Kesehatan

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1: Strategi dasar promosi kesehatan


Sub Pokok Bahasan:

111
1. Strategi advokasi
2. Strategi bina suasana
3. Strategi gerakan pemberdayaan

B. Pokok Bahasan 2 : Kemitraan melalui POKJANAL DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Konsep kemitraan
2. POKJANAL DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Penyuluhan Kesehatan

IV. METODE

• Ceramah
• Tanya jawab
• Bermain peran

V. BAHAN BELAJAR

• Modul
• Buku Panduan
• handout (copy materi)
• Skenario

VI. ALAT BANTU BELAJAR

• LCD,
• Laptop atau desktop
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana kesiapan belajar
2. Pekenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
1. Pelatih menjelaskan tujuan umum dan khusus pembelajaran.
2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasikan tujuan tersebut.

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang materi
2. Fasilitator membagi peserta sesuai dengan skenario

112
VIII. URAIAN MATERI

A. STRATEGI DASAR PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk
dan bersama masyarakat, agar mereka dapat mendorong dirinya sendiri,serta
mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat


paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi
kesehatan, yaitu: Advokasi, Bina suasana, dan Gerakan pemberdayaan yang
diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Ketiga
strategi ini harus dilaksanakan secara lengkap dan berkesinambungan dalam setiap
perilaku baru masyarakat yang diperlukan oleh program kesehatan.

Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus


dilakukan adalah (1) pemberdayaan masyarakat, (2) pembinaan susana lingkungan
sosialnya, dan (3) advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung
terlaksananya program pengendalian DBD.

Melalui penerapan ketiga strategi tersebut diharapkan dapat:


(1) Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik
melalui pendekatan individu dan keluarga dalam pengerakan masyarakat untuk
dapat melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian DBD.
(2) Membangun suasana/lingkungan yang kondusif bagi terciptanya budaya
perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat dalam pengendalian DBD.
(3) Mendapat dukungan dari para pengambil keputusan, penentu kebijakan dan
stakeholders lain, dalam bentuk kebijakan Pengendalian DBD, sumberdaya integrasi
promkes, terjalinnya kemitraan sinergis pusat ñ daerah ñ swasta ñ LSM, serta
berbagai investasi dalam program pengendalian DBD

1. Strategi Advokasi

Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi


pimpinan, pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan penyandang dana dan
pimpinan media massa agar proaktif dan mendukung berbagai kegiatan promosi
penanggulangan Penanggulangan DBD sesuai dengan bidang dan keahlian masing-
masing. Sementara itu ada pendapat populer bahwa advokasi adalah melakukan
kampanye pada media massa atau melakukan upaya komunikasi, informasi dan
edukasi.

Tujuan advokasi untuk mempengaruhi pimpinan/pengambil keputusan dan


penyandang dana dalam penyelengaraan program Pengendalian DBD, sedangkan
sasaran advokasi adalah:
- Pimpinan legislative (Komisi DPRD)
- Pimpinan eksekutif (Gubernur, Bupati, Bappeda)
- Penyandang dana
- Pimpinan media massa
- Pimpinan institusi lintas sektoral
- Tokoh Agama/Masyarakat/PKK, organisasi profesi

113
a. Metode Advokasi:

- Lobby
- Pendekatan Informal
- Penggunaan media massa

b. Materi Pesan
- Harus diketahui jumlah kasus DBD di wilayahnya
- Program cara pencegahan dan pengendalian DBD
- Kebijakan dalam pengendalian DBD (menyiapkan tenaga kesehatan, dan
lintas sektor lain untuk melaksanakan program bebas DBD.

c. Hasil yang diharapkan


- Adanya dukungan politis, kebijakan/keputusan dan sumber daya (SDM, dana
dan sumber daya lainnya) dalam penanggulangan DBD.
- Terbentuknya forum komunikasi/komite/pokjanal yang beranggotakan
lembaga pemerintah, swasta, LSM, Dunia Usaha, untuk membahas dan
memberi masukan dalam penanggulangan BDB

2. Strategi Bina Suasana

Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial


yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan penanggulangan
DBD. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan
sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi
panutan/ idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan
masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Oleh
karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya dalam
upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau dalam
Penanggulangan DBD, perlu dilakukan Bina Suasana

Tujuan dilakukan bina suasana adalah terciptanya suasana yang mendukung


terselenggaranya program pengendalian DBD, adapun sasaran dari kegiatan ini
adalah sebagai berikut:
- Kader dan Tokoh masyarakat
- Lintas program (Intern Dep. Kesehatan)
- Lintas sektor (Sektor terkait)
- Organisasi pemuda (Karang Taruna, Saka Bakti Husada, dll)
- Organisasi Profesi (misalnya IBI, IDI, dll)
- Organisasi Wanita (Dharma Wanita, IWAPI, KOWANI, dll)
- Organisasi keagamaan (Pengajian, Majelis Taklim, Ibadah Rumah Tangga)
- Organisasi Kesenian
- Lembaga Swadaya Masyarakat.

a. Metode Bina Suasana


- Orientasi
- Pelatihan
- Kunjungan lapangan
- Jumpa pers
- Dialog terbuka/interaktif diberbagai media
- Lokakarya/seminar
- Penulisan artikel di media massa
- Khotbah di tempat peribadatan

114
b. Materi pesan
- Waspada Nyamuk Demam Berdarah
- Gejala demam berdarah
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di
rumah
- 3 M Plus

Dengan menggunakan media antara lain:


- Media massa cetak & elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs internet,
dan lain-lain)
- Media tradisional

c. Hasil yang ingin dicapai


- Adanya opini positif berkembang di masyarakat tentang pentingnya
pengendalian DBD
- Semua kelompok potensial di masyarakat ikut menyuarakan dan mendukung
pengendalian DBD
- Adanya dukungan sumber daya (SDM, Dana, Sumber daya lain) dari
kelompok potensial di masyarakat

3. Strategi Gerakan Pemberdayaan

Gerakan pemberdayaan (empowerment) adalah proses pemberian informasi


secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran,
serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude),
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice).

Gerakan pemberdayaan masyarakat juga merupakan cara untuk


menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu
untuk pengendalian DBD secara mandiri. Strategi ini tepatnya ditujukan pada
sasaran primer agar berperan serta secara aktif dalam pengendalian DBD

Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam


peningkatan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan
derajat kesehatannya. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan
dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat
sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan.

Tujuan dari strategi pemberdayaan adalah meningkatkan peran serta


Individu, keluarga dan masyarakat agar tahu, mampu dan mau, berperan serta
dalam pengendalian DBD. Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat umum.

a. Metode
- Promosi Individu
- Promosi Kelompok
- Promosi Massa

b. Materi Pesan
- Tanda dan gejala DBD
- Cara pencegahan dan pengendalian DBD
- 3 M Plus

115
c. Hasil yang diharapkan
- Tumbuhnya kepedulian masyarakat dalam pengendalian DBD
- Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pengendalian DBD

Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta


menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai
Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan
atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di
antara mereka maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya
pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan berhasil guna. Setelah itu,
sesuai dengan ciri-ciri sasaran serta situasi dan kondisi, lalu ditetapkan, diadakan
dan digunakanlah metode dan sarana komunikasi yang tepat.

Kunci keberhasilan gerakan pemberdayaan adalah membuat orang tersebut


memahami bahwa penyakit DBD adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya.
Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa
sesuatu itu merupakan masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima
informasi apa pun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang
dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang
masalah yang bersangkutan.

Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan


fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan
harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat
dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan

Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan,


boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang
bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan
adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat
(community organization) atau pembangunan masyarakat (community development).
Untuk itu, sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk
bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun
masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari
dermawan). Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program
kesehatan sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan
sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan
masyarakat.

B. KEMITRAAN MELALUI POKJANAL DBD

1. Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih,


berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan
manfaat). Unsur kemitraan adalah :
(a) adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih
(b) adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut
(c) adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship) antara pihak-pihak
tersebut
(d) adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi
manfaat.

116
Kemitraan di bidang kesehatan adalah kemitraan yang dikembangkan
dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

a. Tujuan Kemitraan dan Hasil yang Diharapkan

Tujuan Khusus :
Adalah Peningkatan 7 Saling :
1. Saling Pengertian
2. Saling Percaya
3. Saling Memerlukan
4. Saling Kedekatan
5. Saling Bantu
6. Saling Mengharagai
7. Saling Dorong Kemampuan Hasil yang
Diharapkan :
Percepatan, Efektivitas
dan Efisiensi Ber-
bagai Upaya Ter-
masuk Kesehatan

1). Tujuan umum :


Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan
upaya pembangunan pada umumnya.
2). Tujuan khusus :
a) Meningkatkan saling pengertian;
b) Meningkatkan saling percaya;
c) Meningkatkan saling memerlukan;
d) Meningkatkan rasa kedekatan;
e) Membuka peluang untuk saling membantu;
f) Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan;
g) Meningkatkan rasa saling menghargai;
3). Hasil yang diharapkan :
Adanya percepatan, efektivitas dan efisiensi berbagai upaya termasuk
kesehatan.

b. Pelaku Kemitraan :

117
Unit/Program Sektor-sektor
Sektor Internal
Swasta Kesehatan Pemerintah
Organisasi Lembaga
Lembaga Organisasi Berbasis Perwakilan
Swadaya Berbasis Masyarakat Rakyat
Masyarakat Agama

Organisasi Organisasi
Organisasi Perguruan Profesi Pemuda
Wanita Tinggi

Lembaga Komponen Penyandang


Adat Tradi- Media Masyarakat Dana
Massa Lainnya
sional

Adalah semua pihak, semua komponen masyarakat dan unsur


pemerintah, Lembaga Perwakilan Rakyat, perguruan tinggi, media massa,
penyandang dana, dan lain-lain, khususnya swasta.

Contoh pelaku kemitraan :


1) Pokjanal : Merupakan wadah koordinasi pengelolaan suatu program yang
memerlukan pembinaan dari unsur pemerintah dan peran serta
masyarakat terkait DBD. POKJANAL saat ini adalah suatu kelompok kerja
Operasional yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur
dinas/instansi pemerintah, LSM, swasta atau dunia usaha yang secara
fungsional mempunyai tugas meningkatkan peran serta masyarakat
dalam PSN-DBD.
2) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tingkat SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA :
Telah melaksanakan program bebas jentik disekolah Oleh dokter
Kecil/jumantik dan telah masuk dalam salah satu indikator promosi
kesehatan disekolah dan telah dimasukkan dalam instrumen lomba
sekolah sehat tingkat nasional yang diadakan setiap tahun.
3) Penggerakan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan dasawisma
membantu penanggulangan DBD menjadi jumantik sukarela ini sudah
masuk dalam indikator rumah tangga sehat
4) Organisasi Profesi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia ( IAKMI), PPPKMI (Perkumpulan
Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Indonesia), PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia)
5) Dunia usaha
- Perusahaan Obat anti nyamuk,(PT. Unilever brand Domestos Nomos)
Produsen Insektisida, Produsen Larvasida,
- Perusahaan Obat (PT. Kalbe Farma Brand Minuman Fatigon dan
Proris)
- Perusahaan Perminyakan

2. POKJANAL DBD

Gerakan PSN DBD adalah keseluruhan kegiatan masyarakat dan


pemerintah untuk mencegah penyakit DBD, yang disertai pemantauan secara
terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD.

118
Pendekatan penggerakan Peran Serta Masyarakat pada dasarnya tidak
dapat dilakukan secara parsial agar lebih optimal, peran serta masyarakat harus
dibina dan di organisasikan karena peran serta masyrakat itu melibatkan banyak
pihak namun perlu satu sistem melalui POKJANAL.

Konsepsi Dasar POKJANAL :


Merupakan wadah koordinasi pengelolaan suatu program yang
memerlukan pembinaan dari unsur pemerintah dan peran serta
masyarakat.

Hakekat POKJANAL saat ini adalah suatu kelompok kerja Operasional


yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur dinas/instansi pemerintah, LSM,
swasta atau dunia usaha yang secara fungsional mempunyai tugas
meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD.
a. Dasar Pembentukan:

1) Acuan Dasar pembentukan POKJANAL Demam Berdarah Dengue :


KEPMENKES 581/VII/1992 : Tentang Pemberantasan Penyakit DBD
2) Disain Pengorganisasiannya : Dibawah dan bertanggung jawab kepada
Tim Pembina LKMD di setiap tingkatan.
3) Saat masih ada TP. LKMD ketua TP.LKMD Tingkat Pusat adalah
Mendagri, demikian seterusnya di daerah, sehingga ada rentang kendali
Pusat - Daerah yang jelas.
4) Disain pengorganisasian berdasarkan UU Nomor : 32 tahun 2004
dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Camat
dan POKJA DBD Desa/Kel Kepada kepala Desa/Lurah.
5) Peran DEPDAGRI dan Pemda:
a) Pasal 217 UU 32/2004 : PEMBINAAN
(1) Koordinasi pemerintahan antar susunan
(2) Pemberian pedoman dan standar
(3) Pemberian bimbingan dan supervisi
(4) Diklat
(5) Manajemen pemerintahan
b) Pasal 218 UU 32/2004 : PENGAWASAN
Atas penyelenggaraan Pemerintah daerah.
c) Pasal 222 UU 32/2004 :
(1) Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah nasional di koordinasikan Mendagri
(2) Pembinaan & Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah
Kab/Kota oleh Gubernur
d) PERPRES No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009.
e) Bab 28 Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

b. Organisasi POKJANAL DBD .


1). Pengorganisasian
a) Penggerakan PSN DBD di desa/kelurahan di koordinasikan oleh
POKJA DBD, yaitu forum koordinasi kegiatan pemberantasan penyakit
DBD di Desa/kelurahan dalam wadah lembaga ketahanan Masyarakat
b) Pembinaan Pokja DBD desa/kelurahan dilaksanakan oleh POKJANAL
DBD Tingkat kecamatan, Kabupaten/Kodya, provinsi dan tingkat
Pusat, secara berjenjang. POKJANAL DBD merupakan forum
koordinasi lintas program/sektoral dalam pembinaan upaya

119
pengendalian penyakit DBD, dan berada di bawah serta bertanggung jawab
kepada Ketua harian Tim Pembina LKMD.

2). Tugas pokok dan Fungsi POKJANAL


a) Menggerakkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD.
b) Menyiapkan data dan informasi
c) Menganalisa masalah & membuat (MUSRENBANG desa - Pusat)
d) Melakukan bimbingan, pembinaan, fasilitasi, advokasi, pemantauan
dan evaluasi rutin.
e) Menyampaikan berbagai data, informasi dan masalah kepada
instansi/lembaga terkait
f) Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan program kepada Menteri atau
Ketua badan/Lembaga di Pusat dan kepada Gubernur dan Bupati/
Walikota di daerah.

Tabel 16. IKHTISAR KEGIATAN PSN


TINGKAT ORGANISASI KEGIATAN
PELAKSANA
Pusat POKJANAL DBD Pusat 1. Menganalisa laporan
2. Pertemuan berkala membahas kemajuan
pelaksanaan PSN di setiap Provinsi
3. Pembinaan
Provinsi POKJANAL DBD Provinsi 1. Menganalisa laporan
2. Pertemuan berkala membahas kemajuan
pelaksanaan PSN di tiap KabKota
3. Pembinaan
Kab/Kota POKJANAL DBD Kab/Kota 1. Menganalisa laporan
2. Pertemuan berkala mambahas kemajuan
pelaksanaan PSN & PJB di tiap
Kecamatan
3. Pembinaan
Kecamatan POKJANAL DBD 1. Menganalisa laporan hasil Pokjanal DBD
Kecamatan tiap 3 bulan
2. Pertemuan berkala membahas kemajuan
pelaksanaan PSN & PJB di tiap
Desa/Kelurahan
3. Pembinaan
Kelurahan/ POKJA/DBD (Desa/Kel.) 1. Jumantik memeriksa pada 30 rumah
Desa sample di tiap RW/Dusun/Lingkungan
RW/Desa/ RW/Dusun/Lingkungan 1. Kader/Tenaga lain mengunjungi rumah
Linkungan secara berkala untuk pemeriksaan jentik &
melakukan penyuluhan serta memotivasi
masyarakat dalam upaya pemberantasan
penyakit DBD.

C. PENYULUHAN KESEHATAN

Tujuan akhir penyuluhan kesehatan masyarakat adalah terjadinya perubahan


perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa pengetahuan, sikap
maupun tindakan atau kombinasi dari ketiga komponen tersebut. Agar kegiatan
penyuluhan dapat mencapai hasil maksimal, maka metode dan teknik penyuluhan
perlu mendapat perhatian yang besar pula.

CATATAN : MATERI PENYULUHAN, POKJANAL DBD, COMBI, DAN MATERI MEDIA


PROMOSI KESEHATAN DIMASUKKAN DALAM BENTUK CD

120

Anda mungkin juga menyukai