Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan steril volume kecil yaitu
sediaan injeksi steril furosemid yang di masukkan ke dalam ampul. Teknik
pembuatan yang digunakana adalah teknik sterilisasi akhir dengan metode sterilisasi
panas basah dimana pada prinsipnya, sterilisasi dengan metode ini didasarkan pada
pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada
suatu objek. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi laten uap
yang berakibat pada proses pembunuhan mikroorganisme secara irreversibel akibat
denaturasi dan koagulasi protein. Teknik sterilisasi akhir di pilih karena keadaan lab
yang tidak memungkinkan untuk melakukan teknik aseptik dimana pada teknik
aseptik mulai dari awal kegiatan produksi semua bahan maupun alat harus steril
sehingga tidak memerlukan sterilisasi di akhir proses pembuatan. Kemudian untuk
metode sterilisasi panas basah dipilih karena dilihat dari sifat furosemide yang
memiliki titik leleh 203-210oC, tidak stabil terhadap cahaya dan dapat terdekomposisi
oleh cahaya UV, sehingga furosemid cocok di sterilisasi dengan uap panas
bertekanan karena memiliki ketahanan terhadap suhu panas namun tidak cocok
dengan pemanasan dengan radiasi terutama radiasi UV. Dalam proses pembuatan
injeksi furosemid ini melalui beberapa tahap yaitu: preformulasi zat aktif, perhitungan
tonisitas dan osmolaritas sediaan, preformulasi bahan tambahan (eksipien),
pendekatan formula, kemudian persiapan alat/wadah/ bahan penimbangan bahan dan
terakhir yaitu prosedur pembuatan.
Pada proses preformulasi zat aktif, tiap keterangan sifat zat aktif yaitu
furosemide dikumpulkan yang kemudian menjadi dasar pemilihan metode dan bahan
tambahan yang digunakan. Lalu pada perhitungan tonisitas dan osmolaritas sediaan
tonisitas dari furosemide Na dan NaOH di jumlah yang kemudian 0,9 (larutan dikatan
isotonis jika memiliki tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotic cairan tubuh
yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl 0,9% b/v) di kurangi hasil
penjumlahan sebelumnya sehingga di dapatkan jumlah NaCl yang perlu ditambahkan
untuk membuat injeksi furosemid menjadi isotonis. Injeksi perlu di buat agar isotonis
karena jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik
keluar dari sel, sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara
dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut. Jika larutan injeksi yang
hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk ke dalam sel,
akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini
bersifat tetap. Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, jika terpaksa dapat sedikit
hipertonis, tetapi jangan sampi hipotonis.
Pada preformulasi bahan tambahan (eksipien) diperhitungkan sifat dan jumlah
dari masing masing bahan tambahan dimana pemilihan dan jumlahnya disesuaikan
dengan sifat zat aktif. Adapun zat tambahan yang digunakan adalah NaOH sebagai
agen pembasah, dapar, NaCl sebagai pengatur tonisitas dan aqua pro injection
sebagai pelarut. Penambahan NaOH sangan penting karena injeksi furosemid tidak
stabil dalam larutan asam (misal pH 5,5) karena mengalami praesipitasi/pengendapat
sehingga dengan penambahan NaOH akan menaikkan pH dari larutan menjadi basa
dan membentuk senyawa garamnya yaitu Na-Furosemid yang lebih stabil. Kemudian
pada pendekatan formula yang di usulkan adalah Furosemid 1%, NaOH 0,12%, NaCl
0,624% dan aqua pro injection ad 100 ml.
Persiapan alat/wadah/ bahan di lakukan dengan metode sterilisasi
menggunakan uap panas bertekanan menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC
selama 15 menit dan tekanan 1 atm. Metode ini di pilih karena bahan dan alat yang
digunakan tahan terhadap proses pemanasan. Penimbangan bahan dilakukan
menggunakan arloji glass yang sudah di sterilisasi untuk mengurangi tingkat
pencemaran oleh mikroorganisme, bahan di timbang sesuai dengan formula yang
telah di buat. Dan terakhir yaitu prosedur pembuatan, hal yang pertama dilakukan
adalah membuat air bebas pirogen dimana 100 ml air ditambahkan arang jerap
sebanyak 0,1 gram (0,1%) kemudian di panaskan pada suhu 60 – 70oC selama 15
menit kemudain di saring dengan kertas saring rangkap 2. Pembuatan air bebas
pirogen dilakukan untuk mencegah adanya zat pirogen yang dapat menimbulkan
reaksi demam ketika sediaan diinjeksikan ke dalam tubuh. Arang jerap berfungsi
menyerap zat pirogen yang terdapat dalam air dengan bantuan pemanasan yang
kemudian zat pirogen akan terserap oleh arang jerap sehingga kadar zat pirogen
dalam air berkurang dan terakhir air di pisahkan dari arang dengan metode
penyaringan sehinggan dihasilkan air bebas pirogen. Setelah air bebas pirogen
tersedia bahan bahan di campur sehingga didapatkan injeksi furosemid memiliki
volume akhir 100 ml, larutan kemudian disaring menggunakan memberan berpori
0,45 µm untuk meminimalkan jumlah kontaminan partikulat. Proses memasukan
larutan injeksi ke dalam ampul dilakukan pada alat Laminar Air Flow (LAF) untuk
mengurangi kontaminasi. Tiap ampul diisi dengan 3 ml larutan furosemid kemudian
ampul di tutup dengan bantuan panas dan dilakukan sterilisasi akhir.
Sterilisasi akhir berfungsi untuk menghilangkan mikroorganisme yang masih
tersisa ketika proses pembuatan sehingga dihasilkan sediaan akhir berupa injeksi
steril menggunakan autoklaf suhu 121oC selama 15 menit dan tekanan 1 atm.
Setelah proses produksi selesai di dapatkan 20 buah ampul yang berisi injeksi
furosemid steril dan dilakukan evaluasi sediaan. Adapun evaluasi sediaan yang
dilakukan adalah uji kebocoran dengan cara mencelupkan 17 ampul ke dalam larutan
metilen blue. Dari hasil yang di dapat ada 1 ampul yang mengalami kebocoran
dimana warnanya menjadi berbeda dengan warna larutan di ampul lainnya.
Kebocoran ini disebabkan kesalahan ketika proses penutupan ampul menggunakan
api dimana ampul tidak tertutup dengan sempurna sehingga sediaan tidak memenuhi
syarat dimana seharunya tidak ada satu ampul pun yang bocor.
Uji yang kedua adalah uji kejernihan larutan didapatkan hasil pada latar
belakang hitam maupun putih tidak ditemukan adanya serat atau pengotor pada ke 20
ampul yang di uji, yang menandakan sediaan sudah memenuhi syarat uji kejernihan.
Yang ketiga uji pH, dimana pH larutan yang di dapat setelah pengujian adalah
9,2 dan syarat pH untuk injeksi intravena adalah sama dengan pH darah dan cairan
tubuh lain yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan jika diinjeksi tubuh tidak merasa sakit
dan penyerapan obat dapat maksimal (Sulistiyaningsih. 2007), sehingga untuk
sediaan injeksi yang di dapat pH nya masih tidak sesuai dengan pH cairan tubuh.
Dan yang terakhir adalah uji sterilitas dengan cara mencampur 1 ml injeksi
furosemid dengan media NB (Nutrient Broth) dan di amati selama 24 jam dan 3 x 24
jam dan di dapatkan hasil sediaan masih tetap jernih ketika pengamatan selama 24
jam maupun 3 x 24 jam yang menandakan sediaan steril, tidak ada ada pertumbuhan
mikroba.

Sulistiyaningsih. 2007. Pengujian Potensi Sediaan Injeksi Kering Amoksisilin Dalam


Aqua Pro Injeksi Pada Variasi Suhu Penyimpanan Dan Konsentrasi. Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai