Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTAN : STUDI KASUS

SUAP TERHADAP AUDITOR BPK JAWA BARAT OLEH PEJABAT


PEMERINTAH KOTA BEKASI

(Nur Holisa)

17520023

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor jasa akuntansi berhubungan erat dengan semua sektor
usaha, karena lembaga ini berhak memberikan pendapat
terhadap laporan keuanga suatu entitas setelah mereka
memeriksa (mengaudit) laporan keuangan tersebut. Penilaian
terbaik atas laporan keuangan adalah dengan opini “wajar tanpa
pengecualian” sehingga setiap entitas mendorong diri mereka
untuk membangun opini tersebut. Ketika entitas memeperoleh
opini yang baik tentu akan memudahkan mereka seperti
memperoleh pinjaman dana dan masuknya investasi dari investor.
Namun dalam pelaksanaan di lapangan, seringkali beberapa
oknum auditor melakukan kecurangan terhadap kode etik
profesinya. Berdasarkan data pada databoks.co.id pada periode
maret 2004-2007 Komisi Pemberantasan Korupsi menghimpun
kasus yang berasal dari penyuapan mencapai 319 kasus. Hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap kepercayaan dan penilaian
masyarakat terhadap profesi auditor.
Etika Profesional Akuntan mengharuskan auditor bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia
1
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (kecuali
auditor intern). Dengan demikian, auditor tidak dibenarkan
memihak kepentingan siapapun. Kepercayaan masyarakat umum
kepada auditor independen sangat penting bagi kepentingan
profesi akuntan publik. Untuk diakui independen, auditor harus
bebas dari kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai
suatu kepentingan terhadap kliennya, apakah managemen atau
pemilik perusahaan.
Paper ini dibuat untuk mengetahui prisip etika profesi seorang
akuntan dan kasus pelanggaran etika itu sendiri, sebagai bahan
tambahan pengetuan mengenai etika profesi akuntan. Studi kasus
yang penulis ambil adalah pelanggaran etika profesi akuntan pada
kasus suap terhadap auditor BPK oleh pemerintah Kota Bekasi
pada Tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan paper ini akan
difokuskan pada :
1.2.1 Bagaimana cara mengidentifikasi bahwa kasus suap
terhadap auditor BPK oleh pejabat pemerintah Kota Bekasi
tergolong fraud?
1.2.2 Pelanggaran etika profesi akuntan apa saja yang
dilanggarar oleh kedua auditor : Enang Hernawan dan
Suharto?
1.2.3 Bagaimana solusi untuk mencegah dan menangani
pelanggaran etika profesi akuntansi tersebut?

II. TEORI
2.1 Audit
Definisi audit menurut Mulyadi (2002), suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif
2
mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Arens et al (2000:9), proses audit
merupakan proses yang ditempuh seseorang yang kompeten dan
independen agar dapat mengumpulkan serta mengevaluasi bukti-
bukti mengenai informasi dari suatu Entitas untuk
mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari
informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Untuk sektor publik, proses audit dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-
undang nomor 15 tahun 2014 mengenai Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang
memberikan wewenang terhadap BPK RI, BPK dapat melakukan
pemeriksaan dengan lingkup sebagai berikut :
2.1.1 Pemeriksaan keuangan, pemeriksaaan atas laporan
keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK RI dalam
rangka memberikan opini tentang tingkat kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah memuat opini.
2.1.2 Pemeriksaan kinerja, yaitu pemeriksaan atas aspek
ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan atas aspek
efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan
manajemen. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mengidenrifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian
3
lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah,
pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang
dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan
secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasaran
secara efektif. Laporan hasil pemeriksaan kinerja memuat
temuan, simpulan dan rekomendasi.
2.1.3 Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan
yang dilakukan dengan tujuan khusus, diluar pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam
pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah
pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan
dan pemeriksaan investigatif. Laporan hasil pemeriksaan
dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.
2.2 Etika Profesi Akuntan
Akuntan merupakan profesi yang keberadaanya sangat
tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah
profesi, seorang akuntan dalam menjalankan tugasnya harus
menjunjung tinggi etikanya. Dalam hal etika, sebuah profesi
akuntan harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang
dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan
aturan main dalam melaksanakan atau mengemban profesi
tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus
dipatuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa
pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan
bagi masyarakat (Lubis, 2011)
Dengan demikian bahwa etika merupakan suatu tindakan
yang dianggap benar tentang hak dan kewajiban moral. Seorang
akuntan adalah salah satu professional yang harus menaati etika
profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila
4
menyangkut kepentingan masyarakat luas. Kode etik merupakan
aturan yang wajib dipatuhi oleh semua akuntan.
2.3 Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik IAI
Mulyadi (2002) menjelaskan bahwa dalam kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia memiliki delapan prinsip etika profesi sebagai
berikut :
2.3.1 Tanggung Jawab Profesional
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan
profesional dan moral dalam seluruh keluarga
2.3.2 Kepentingan Publik
Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak
dalam suatu cara yang akan melayani kepentingan publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen pada profesionalisme.
2.3.3 Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan
publik, anggota harus melaksanakan seluruh tanggung
jawab profesional dengan perasaan integritas tinggi
2.3.4 Objektifitas
Anggota harus mempertahankan objektivitas dan
bebas dari konflik penugasan dalam pelaksanaan
tanggung jawab profesional.
2.3.5 Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Agar dapat memberikan layanan yang berkualitas,
professional harus memiliki dan mempertahankan
kompetensi dan ketekunan.
2.3.6 Kerahasiaan
Professional harus mampu menjaga kerahasiaan atas
informasi yang diperolehnya dalam melakukan tugas,
walaupun keseluruhan proses mungkin harus dilakukan
secara terbuka dan transparansi.
5
2.3.7 Perilaku Professional
Profesional harus melakukan tugas sesuai dengan
yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional
yang relevan.
2.3.8 Standar Teknis
Harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang telah
ditetapkan.

III. BAHASAN MASALAH


Kasus Suap Auditor Bpk Jawa Barat oleh Pejabat Pemerintah
Kota Bekasi Tahun 2010
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis dua
auditor BPK Jawa Barat : Enang Hernawan dan Suharto dengan
hukuman empat tahun penjara. Demikian putusan hakim yang
dibacakan di persidangan, Senin (8/11).
Selain hukuman penjara, urai Ketua Majelis Hakim Jupriadi,
kedua terdakwa juga wajib membayar denda Rp200 juta. Bila tidak
membayar, maka hukuman diganti dengan tiga bulan kurungan.
Hukuman dijatuhkan karena kedua terdakwa dinilai terbukti menerima
suap dari Pemerintah Kota Bekasi.
Hakim anggota Tjokorda Rae Suamba mengatakan, dari fakta
persidangan yang terungkap, kedua terdakwa terbukti menerima uang
sebesar Rp400 juta dari pejabat Pemerintah Kota Bekasi dengan
maksud memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi tahun 2009.
Jumlah tersebut diberikan dua kali yang besarannya masing-masing
Rp200 juta.
Kedua terdakwa, urai Tjokorda, terbukti menerima suap dan
telah membantu untuk memberikan arahan pembukuan LKPD Bekasi

6
agar menjadi WTP. Padahal, sebelumnya opini laporan keuangan
Kota Bekasi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Hakim Dudu Duswara menuturkan, pemberian uang Rp400
juta dilakuan dua kali. Pertama, sebesar Rp200 juta di lapangan parkir
sebuah rumah makan bernama Sindang Reret Bandung yang
dilakukan Herry Suparjan kepada Suharto. Dari jumlah tersebut,
kemudian terdakwa Suharto membagi-bagikannya. Terdakwa Suharto
sendiri mendapat Rp150 juta, sedangkan terdakwa Enang mendapat
jatah Rp50 juta. "Karena KPK telah menyita uang dari perkara ini,
kedua terdakwa tak wajib mengganti kerugian negara," katanya.
Tahap kedua, lanjut Hakim Hugo, diberikan oleh Kepala
Inspektorat Kota Bekasi Herry Lukmantohari dan Herry Suparjan
sebagai Kabid Aset dan Akuntansi Dinas PPKAD (Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kota Bekasi di rumah dinas
terdakwa Suharto sebesar Rp200 juta. Akibat perbuatannya, majelis
menilai keduanya terbukti melanggar dakwaan primair Pasal 12 huruf
a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
"Pada saat Herry Lukmantohari dan Herry Suparjan hendak
meninggalkan rumah Suharto, petugas KPK melakukan penangkapan
terhadap keduanya serta Suharto berikut barang bukti uang sebesar
Rp200 juta dalam tas warna hitam," kata Hugo.

3.1 Menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa


Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan Ditjen
Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang fraud. Kasus suap
terhadap auditor BPK oleh pejabat pemerintah Kota Bekasi
Tergolong Fraud, karena memenuhi klasifikasi berikut :
3.1.1 Adanya tidakan yang disengaja (niat)

7
Auditor sebagai profesi, memiliki standar dan kode
etik profesi, dan setiap auditor telah dibekali dengan
pemahaman dan kewajiban untuk menjalankan kode etik
sebagai auditor. Dalam hal ini auditor BPK telah melanggar
Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Badan Pemeriksa Keuangan. Bahwa dalam Peraturan BPK
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa
Keuangan, dalam pasal 2 disebutkan bahwa “Kode Etik
bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati
oleh Anggota BPK, Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen
dan professional demi kepentingan Negara”. Pasal 9 (2)
“….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku
Aparatur Negara dilarang: meminta dan/atau menerima
uang, barang, dan/ atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan
pemeriksaan”.
3.1.2 Perbuatan yang tidak jujur atau terdapat kecurangan
Masih (merujuk) pada Peraturan BPK Nomor 2 Tahun
2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Pasal
9 (2) “….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku
Aparatur Negara dilarang: mengubah temuan atau
memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan,
opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan
yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang
diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan
rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan

8
mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil
pemeriksaan.”
3.1.3 Menimbulkan keuntungan pribadi atau kelompok dan
merugikan pihak lain
Dengan menerima suap adalah tindakan yang
menguntungkan sendiri, untuk memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan
keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010, yang tentunya
memberikan keuntungan pada pihak lain.
3.2 Pelanggaran etika profesi akuntan yang dilanggarar oleh
kedua auditor : Enang Hernawan dan Suharto.
Berdasarkan kasus di atas, berikut beberapa pelangaran yang
dilanggar oleh kedua auditor tersebut berdasarkan pada Prinsip
Etika Profesi Ikatan Akuntansi Indonesia yang diputuskan dalam
Kongres VIII Tahun 1998 :
3.2.1 Prinsip Kesatu : Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksankan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya.
Pada prinsip kesatu nomor 01 disebutkan bahwa
“anggota harus bertanggung jawab untuk memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri”.
Kasus suap yang melibatkan auditor BPK Jabar tidak
mematuhi prinsip tanggung jawab profesi. Mereka
menerima uang suap dari Pemkot Bekasi untuk memberi
opini “Wajar Tanpa Pengecualian” dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi tahun 2009
yang sebelumnya “Wajar Dengan Pengecualian”.
9
3.2.2 Prinsip Ketiga : Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Pada prinsip ketiga nomor 02 disebutkan bahwa
“integritas mengharuskan untuk bersikap jujur dan berterus
terang, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh kepentingan pribadi”.
Tindakan menerima suap merupakan salah satu
indikasi bahwa Suharto dan Enang Hermawan sebagai
auditor pemerintah tidak bisa menjaga integritasnya,
mereka memilih kepentingan pribadi dan menyampingkan
integritas profesi
3.2.3 Prinsip Keempat : Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitas dan beas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
Pada prinsip keempat nomor 02 disebutkan bahwa
“prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, serta bebas dari
benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh
pihak lain”.
Pemberian uang suap oleh pemkot Bekasi kepada
auditor BPK Jabar mengindikasikan bahwa mereka
memiliki kepentingan lain, yaitu agar LKPD Bekasi tahun
2009 diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Sebagai
Auditor BPK Jabar, semestinya Suharto dan Enang
Hermawan bisa bersikap lebih objektif dan tidak tergiur
dengan imbalan yang diberikan. Dengan mererima suap

10
sama saja auditor berada di bawag pengaruh pihak lain
dan bersikap memihak.
3.2.4 Prinsip Ketujuh : Prilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi.
Pada prinsip ketujuh nomor 01 disebutkan bahwa
“kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendikreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai wujud tanggung jawab kepada penerima jasa,
pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum”
Tindakan menerima suap seperti yang dilakukan
Suharto dan Enang Hermawan sebagai seorang auditor
BPK Jabar adalah salah satu contoh perilaku yang dapat
merusak reputasi auditor BPK lainnya secara umum.
Suharto dan Enang Hermawan melanggar prinsip perilaku
profesional akuntan, atas tindakan yang dilakukannya
reputasi rekan sesama auditor BPK akan jelek di mata
masyarakat yang dampaknya akan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadapan profesi auditor BPK
lainnya.
3.2.5 Prinsip Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggotas mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari pemberi jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas

11
Suharto dan Enang Hermawan seharusnya dapat
melakukan tugasnya sebagai auditor sesuai dengan
standar teknis yang telah ditetapkan dan tidak terpengaruh
dengan suap atau imbalan dari pihak-pihak yang memiliki
kepentingan tertentu. Atas perintah pemberi jasa kedua
auditor tersebut memberi opini “Wajar Tanpa
Pengecualian”, jika auditor berpegangan padan prinsip
etikan profesi akuntan, mereka bisa saja menolak
permintaan pemberi jasa karena sudah tidak sejalan
dengan dengan prinsip integritas dan bjektivitas.
3.3 Solusi untuk mencegah dan menangani pelanggaran etika
profesi akuntansi
3.3.1 Atas kasus penyuapan terhadap auditor BPK oleh
Pemerintah Kota Bekasi, seharusnya BPK dapat membuat
suatu sistem sehingga perencanaan dari dimulainya audit
dapat dipantau dengan detail. Untuk mencegah kasus
penyuapan serupa terjadi kembali, BPK harus mambatasi
komunikasi antara auditor dengan pihak kementrian dan
lembaga pemerintah karena hal tersebut dapat menjadi
penyebab terjadinya transaksi yang berujung suap untuk
memperoleh laporan keuangan wajar tanpa pengeculian.
3.3.2 Pada Jumat (19/1/2018) Kepala Biro Humas dan Kerja
Sama Internasional BPK Yudi Ramdan Budiman kepada
Kompas.com menyatakan bahwa BPK sudah memiliki
sistem pencegahan berupa quality control system dan
quality assurance dalam proses pemeriksaan untuk
memastikan kualitas proses dan hasil audi yang dapat
diandalkan. Juga memanfaatkan teknologi dalam proses
12
audit untuk memastikan dokumentasi terjaga secara sitem
tanpa manual. Dari peryataan tersebut BPK telah
meningkatkan pengawasan intern terhadap auditornya
dengan harapan dapan menanggulangi kasus-kasus
pelanggran profesi khususnya penyuapan terhadap auditor.
3.3.3 Untuk auditor, etika profesi harus selalu dijunjung,
memegang teguh amanah, serta menjalankan semuanya
dengan tanggung jawab, karena jika tidak hal ini akan
selalu terjadi. Auditor BPK dilarang menerima gratifikasi,
suap, atau apapun itu yang bersifat menyenangkan diri
sendiri sehingga mempengaruhi penilaian hasil laporan
audit yang dikerjakan. Auditor BPK harus melaporkan
tindak upaya penyuapan kepada diri mereka dan harus
mendapat reward karena telah berhasil mencegah
penyuapan.

13
IV. DAFTAR PUTAKA
Arfan, Lubis Ikhsan. 2011. Akuntansi Keperilakuan, cetakan kedua.
Jakarta: Salemba Empat.
Arens, Loebbecke. 2009. Auditing Pendekatan Terbaru, edisi kedua.
Jakarta : Salemba Empat.
HukumOnline Pro. 2017. Dua Auditor BPK Jabar Divonis Empat
Tahun Penjara. Diakses pada 20 Oktober 2019 .
www.hukumonline.com/berita/baca//dua-auditor-bpk-jabar-
divonis-empat-tlt4cd784ca11ac3ahun-penjara
Ikatan Akuntansi Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. 2001.
Standar Proesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Kompasiana. 2017. Fraud dalam Audit-Tinjauan atas Dugaan Suap
Auditor BPK atas Proyek E-KTP. Diaksese pada 20 Oktober
2019.
https://www.kompasiana.com/athsense/58c70be98423bd75487fb
c8a/fraud-dalam-audit-tinjauan-atas-dugaan-suap-auditor-bpk-
atas-proyek-ektp?page=all
Mulyadi. 2002. Auditing Buku 1 Edisi Keenam. Jakarta: Salemba
Empat.

14

Anda mungkin juga menyukai