TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Diare adalah bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya atau
lebih dari 3 (tiga) kali dalam sehari, yang disertai dengan perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah, (WHO 1999).
Diare adalah suatu Penyakit dengan adanya tanda-tanda perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
biasanya dan lebih dari tiga kali dalam sehari, (Depkes RI 2005 )
2.1.2 Klasifikasi
11
12
- Kunjungan ulang
dalam waktu 5 hari
jika tidak membaik
2.1.4.2 Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari
tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Adapun mekanisme
yang mendasarinya adalah :
14
a. Mekanisme Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam
usus halus. Hal ini terjadi, bila absorpsi natrium oleh vili gagal
sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat.
Kalau pada diare infeksi prinsip dasarnya adalah kemampuan bakteri
mengeluarkan toksin-toksin yang bertindak sebagai reseptor untuk
melekat pada enterosit, merusak membran enterosit dan kemudian
menghancurkan membran enterosit, mengaktifkan enzim-enzim
intraseluler sehingga terjadi peningkatan sekresi, sehingga terjadi diare
sekresi. Tapi jika ada kerusakan enterosit, maka disamping diare sekresi
juga dapat terjadi diare osmotik tergantung dari derajat kerusakannya.
b. Mekanisme Osmotik
Diare osmotik terjadi karena tidak dicernanya bahan makanan
secara maksimal, akibat dari insufisiensi enzim. Hal ini memicu
pergerakan cairan intravascular ke intraluminal, sehingga terjadi
okumulasi cairan dan sisa makanan. Di kolon sisa makanan tersebut
akan didecomposisi oleh bakteri-bakteri kolon menjadi asam lemak
rantai pendek, gas hydrogen dan lain-lain. Adanya bahan-bahan
makanan yang sudah didecomposisi ini menyebabkan tekanan osmotik
intraluminal kolon akan lebih meningkat lagi, sehingga sejumlah cairan
akan tertarik lagi ke intraluminal kolon sehingga terjadi diare osmotic,
(hatake,2015).
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-
tandanya : berak cair 1 - 2 kali sehari, muntah, haus, nafsu makan tidak berkurang,
masih ingin keinginan untuk bermain. Pada anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi ringan/sedang. Tanda-tandanya : berak cair 4-9 kali sehari, kadang
muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh kadang meningkat, haus, tidak ada nafsu
makan, badan lesu lemas. Sedangkan pada anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi berat. Tanda-tandanya : berak cair terus menerus, muntah terus menerus,
haus, mata cekung, bibir keriung dan biru, tangan dan kaki dingin, sangat lemah,
tidak nafsu makan, tidak ada keinginan untuk bermain, tidak BAK selama 6 jam
atau lebih, kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi.
15
2.1.6 Patofisiologi
Malabsorbsi KH,
Hipersekresi air Hiperperistaltik
lemak, protein
dan elektrolit
Diare
Mual muntah
Hilang cairan dan Kerusakan
elektrolit berlebihan integritas kulit
Nafsu makan
menurun
Gangguan keseimangan Asidosis
cairan dan elektrolit metabolik
Ketidak seimbangan
Dehidrasi Sesak nutrisi kurang dari
kebtuhan tubuh
Gangguan
Kekurangan volume
pertukaran gas
cairan
16
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
kedalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. (lestari
2016)
2.1.7.3 Hipoglikemia
diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu
lama. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
2.1.8.3 Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah
sel darah putih.
2.1.9 Kompliksi
2.1.9.4 Hipoglikemia
2.1.9.5 Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat difisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
2.1.9.7 Malnutrisi enegi, protein karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan, (lestari 2016).
2.1.10 Pencegahan
2.1.11 Penatalaksanaan
a. Pemberian Oralit
b) Cairan Parenteral
(1). Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3-10 kg, 1
jam pertama: 40 ml/kgBB/menit = 3 tetes atau 13
tetes/kgBB/mnt, 7 Jam berikutnya: 12 ml/kgBB/i = 3
tts/kgBB/i, 16 jam berikutnya 125 ml/kgBB/oralit
21
(2). Untuk anak lenih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15
kg 1 jam pertam 30ml/kgBB/jam
(3). Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25
kg: 1 jam pertama 20mi/kgBB/jam, 7 jam berikutnya 10
ml/kgBB/jam, 16 jam berikutnya 105 ml/kgBBoralit per
oaral
(4). Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg kebutuhan
cairan 125ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kgBB/24jam
c. Obat Obatan
2.2.1 Pengertian
2.2.1.1 Balita merupakan istilah yang digunakan untuk anak usia 1-3 tahun
(toodler) dan 4-5 tahun (preschool) (Sutomo & Anggraeni, 2010).
a. pola perkembangan fisik yang terarah terdiri dari dua prinsip yaitu
cephalocaudal dan proximaldistal:
22
2) Masa neonatus
3) Masa bayi
4) Masa anak
Terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat, dan
cara penyesuain dengan lingkungan.
23
5) Masa remaja
a. faktor herediter
b. Faktor lingkungan
4) Kelainan endokrin
6) Kelainan imunologi.
7) Psikologis ibu.
24
b) Faktor Kelahiran
2.4.1.1 Pengkajian
2.4.4.1 Pengkajian
2.4.4.2 Diagnosa
2.4.4.3 Perencanaan
2.4.4.4 Implementasi
2.4.4.5 Evaluasi
Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,
dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah
perlu dilakukan perubahan intervensi (Tarwono, 2010).
31
2.4.4.6 Dokumentasi
Apakah dapat odema setelah terjadi kejang, apakah lengkap kiri dan
kanan
- menyadari gejala
fisiologis
- bloking fikiran konfusi
- penurunan lapang
persepsi
- kesulitan bekonsentrasi
- penurunan kemampuan
belajar
- penurunan kemampuan
untuk memecahkan
masalah
- ketakutan terhadap
konsekuensi yang tidak
spesifik
- lupa, ganguan perhatian
- khawatir, melamun
- cenderung menyalahkan
orang lain
faktor yang berhubungan
- perubahan dalam (status
ekonomi, lingkungan,
status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran,
status peran)
- pemajanan toksin
- terkait keluarga
- herediter
- infeksi/ kontaminan
interpersonal
- krisis maturasi, krisis
situasional
- stres, ancaman kematian
- penyalahgunaan zat
- konflik tidak di sadari
mengenai tujuan
pentingna hidup
- konflik tidak di sadari
mengenai nilai yg esensial
- kebutuhan yang tidak di
penuhi
43
Melakukan
pemeriksaan fisik
secara head to
toe dengan
inspeksi, palpasi,
perkusi, dan
Pengkajian auskultasi
Hubungan Diagnosa
Evaluasi
perawat
dengan klien