Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

Acara I
Mikrobiologi Tanah

Disusun Oleh :
Maria Stares Axl Bone
120801274

LABORATORIUM TEKNOBIO-INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2014
I. PENDAHULUAN
A. Judul
Mikrobiologi Tanah
B. Latar Belakang
Dewasa ini, berbagai persoalan mengenai lingkungan banyak bermunculan
seiring bertambahnya jumlah populasi manusia, seperti halnya penggunaan
pestisida untuk memusnahkan serangga yang dianggap mengganggu. Pestisida
mengandung bahan kimia yang sulit, bahkan tidak bisa terdegradasi secara alami
oleh tanah. Oleh karena itu, bahan-bahan alami sangat dibutuhkan untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan. Salah satu bahan alami
yang bisa digunakan adalah isolat bakteri.
Untuk mengetahui apakah suatu bakteri memiliki kemampuan tertentu yang
menguntungkan, seperti membasmi serangga, perlu dilakukan isolasi terlebih
dahulu sebagai awal dari penelitian lebih lanjut. Dengan mengisolasi bakteri
tertentu, maka peneliti akan lebih mudah mengidentifikasi dan melakukan
berbagai uji, seperti uji morfologi, fisiologi, dan serologi. Dari proses identifikasi
dan berbagai uji itulah manfaat dari bakteri tersebut dapat diketahui dan
dimanfaatkan untuk kehidupan yang lebih baik.
C. Tujuan
1. Mengetahui cara isolasi dan purifikasi Bacillus thuringiensis Linn. dari tanah
2. Mengetahui cara identifikasi Bacillus thuringiensis Linn
II. METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain timbangan digital,
pipet ukur, pro pipet, tabung reaksi, rak tabung reaksi, vortex, waterbath, bunsen,
korek api, inkubator, cawan petri, trigalski, mikro pipet, karet gelang, kertas payung,
Lamina Air Flow, jarum ose, gelas benda, gelas penutup, pipet tetes, hair dryer dan
mikroskop.
Bahan yang digunakan antara lain sampel tanah becek, akuades, alkohol 70%,
kapas, medium NA, medium nutrien agar miring, larutan gram A (kristal violet),
larutan gram B (iodin), larutan gram C (alkohol), dan larutan gram D (safranin).
B. Cara Kerja
1. Isolasi Bacillus thuringiensis
Alat dan bahan yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Sampel tanah
becek ditimbang seberat 1 gram menggunakan timbangan digital dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang sudah ditambahkan 9 ml akuades steril. Kemudian,
larutan tersebut dihomogenisasi menggunakan vortex, lalu dipanaskan dalam
waterbath dengan suhu 80˚C selama 10 menit. Setelah itu, larutan di vortex
kembali dan dilakukan seri pengenceran dengan konsentrasi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4,
dan 10-5. Pengenceran 10 -3 dan 10-4 diinokulasikan ke dalam medium NA
sebanyak 0,1 ml, lalu diinkubasi pada suhu 37˚C selama 48 jam. Morfologi koloni
yang terbentuk diamati dan dicatat.
2. Pengecatan Gram
Jarum ose dan gelas benda disterilisasi menggunakan alkohol 70%,
kemudian difiksasi. Biakan Bacillus thuringiensis diambil menggunakan jarum
ose secara aseptis kemudian dioleskan di atas gelas benda setipis mungkin, lalu
dikeringkan menggunakan hair dryer. Setelah itu, larutan gram A diteteskan di
atas biakan pada gelas benda tersebut, didiamkan selama satu menit, dan dibilas
menggunakan akuades steril. Setelah kering, biakan pada gelas benda tersebut
ditetesi kembali dengan larutan gram B, didiamkan selama satu menit, kemudian
dibilas dengan akuades. Setelah kering kembali, larutan gram C diteteskan di atas
gelas benda dan didiamkan selama 30 detik, lalu dibilas menggunakan akuades
dan dikeringkan. Kemudian, larutan gram D diteteskan di atas gelas benda dan
didiamkan selama 2 menit, lalu dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Setiap
proses pengeringan dalam proses pengecatan gram dipercepat menggunakan hair
dryer. Setelah itu, preparat tersebut diamati menggunakan mikroskop dan hasil
pengamatan dicatat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh antara lain
sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Morfologi Bakteri pada Medium NA
Gambar Karakteristik
Pengenceran 10-3 1. Bentuk koloni: circular
2. Elevasi: effuse
3. Tepi koloni: entire
4. Warna: putih kekuningan
5. Kenampakan permukaan koloni:
mengkilap

Pengenceran 10-4 1. Bentuk koloni: irregular


2. Elevasi: raised
3. Tepi koloni: cremate
4. Warna: pink
5. Kenampakan permukaan koloni:
sedikit kasar
Tabel 2. Hasil Pengamatan Bakteri pada Medium Agar Miring
Gambar Karakteristik
Pengenceran 10-3 1. Pertumbuhan koloni: sedikit
2. Kenampakan: mengkilap

Pengenceran 10-4 1. Pertumbuhan koloni: banyak


2. Kenampakan: mengkilap
Tabel 3. Hasil Pengecatan Gram
Gambar Karakteristik
1. Sifat: Gram positif (+)
2. Warna: biru
3. Bentuk: batang

B. Pembahasan
Populasi mikrobia yang ada di alam sangat besar dan cukup kompleks
(Pelczar dkk., 1988). Untuk mengidentifikasi setiap mikroorganisme yang ada
dibutuhkan teknik isolasi. Teknik isolasi mikrobia adalah suatu usaha untuk
menumbuhkan mikrobia di luar lingkungan alaminya. Populasi mikroba di
lingkungan sangat beraneka ragam sehingga dalam proses isolasi diperlukan beberapa
tahap inokulasi sehingga berhasil diperoleh koloni tunggal. Koloni yang tunggal ini
kemudian yang akan diperbanyak untuk suatu tujuan penelitian (Fardiaz, 1992).
Tujuan mengisolasi bakteri secara umum adalah untuk mendapatkan bakteri
yang diinginkan dengan cara mengambil sampel mikroba dari lingkungan yang ingin
diteliti. Sampel tersebut kemudian dikultur menggunakan media sebagai sumber
nutrisi. Jenis media yang digunakan tergantung tujuan yang ingin dicapai (Priadie,
dkk., 2004). Beberapa bakteri dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua media
kultur, sementara yang lainnya memerlukan media kultur khusus. Untuk tujuan
tersebut diperlukan media yang diperkaya (enrichment culture) untuk memperbanyak
bakteri yang dimaksud (Benson, 2001).
Ada beberapa macam teknik isolasi bakteri yang umum digunakan, antara lain
sebagai berikut.
1. Streak plate
Teknik isolasi ini dilakukan dengan cara menggoreskan ujung jarum ose
yang telah mengandung mikroorganisme dengan hati-hati di atas permukaan agar
secara zig zag. Streak plate tergolong praktis, hemat biaya dan waktu, serta hanya
membutuhkan keterampilan. Kesalahan-kesalahan yang umum dilakukan dalam
metode ini adalah tidak memanfaatkan permukaan medium dengan optimal dan
penggunaan inokulum yang terlalau banyak sehingga menyulitkan pemisahan
koloni tunggal ketika digores.
2. Pour plate
Teknik isolasi ini dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel
campuran bakteri yang telah diencerkan dan sampel tersebut kemudian dituang ke
dalam suatu medium agar cair. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan
waktu yang lama dan bahan yang banyak, tetapi tidak memerlukan keterampilan
tinggi.
3. Spread plate
Teknik isolasi ini dilakukan dengan cara menebarkan bahan yang
mengandung mikroorganisme pada permukaan atas medium agar yang sudah
padat. Bahan yang mengandung bakteri disebarkan menggunakan trigalski yang
steril. Trigalski harus selalu dalam keadaan sterilisasi, caranya dengan
dimasukkan ke dalam alkohol dan dipanaskan. Kelebihan teknik ini adalah
mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata pada bagian permukaan agar.
(Harley dan Prescott, 2002)
Selain isolasi, metode lain yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu
bakteri adalah pengecatan Gram. Pengecatan Gram adalah suatu metode untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni Gram positif dan
Gram negatif (Waluyo, 2010). Prinsip pengecatan Gram adalah kemampuan dinding
sel bakteri menyerap zat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian alkohol 96%.
Dinding sel bakteri Gram positif tersusun dari peptidoglikan (polisakarida) sehingga
mampu mengikat kristal violet lebih kuat, sedangkan dinding sel Gram negatif
mengandung lebih banyak lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan kristal
violet mudah larut saat pencucian alkohol (Pelczar and Chan, 2008).
Pengecatan Gram membutuhkan empat reagen antara lain sebagai berikut.
1. Gram A: mengandung kristal violet sebagai zat warna utama
2. Gram B: merupakan mordan (larutan iodin), yakni senyawa yang digunakan
untuk mengintensifkan warna utama
3. Gram C: merupakan alkohol/aseton, yakni pelarut organik yang digunakan untuk
melunturkan zat warna utama
4. Gram D: safranin, digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah
kehilangan cat utama setelah perlakuan dengan Gram C
(Waluyo, 2010)
Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan bakteri bakteri Gram positif, berbentuk
batang, panjang 3-5 µm dan lebar 1-1,2 µm, memiliki flagela, bersifat aeorob. Bakteri
ini hidup di tanah, pepohonan, debu serealia, pakan ternak, dan serangga yang sudah
mati. Bt termasuk bakteri mesofil dengan kisaran suhu pertumbuhan 15-45 oC dan
o
suhu optimum 26-37 C (Zeigler, 1999). Apabila kondisi lingkungan tidak
menguntungkan, seperti suhu tinggi, kekeringan, asam, radiasi, dan berkontak dengan
desinfektan, bakteri ini akan masuk ke fase sporulasi membentuk endospora (Hidayat,
2006). Saat sporulasi terjadi, selain membentuk endospora, tubuhnya juga akan
membentuk protein Cry (Wainhouse, 2005).
Protein Cry pada Bt bersifat toksik bagi beberapa hewan invertebrata,
terutama serangga dengan ordo Coleoptera (Zeigler, 1999), Diptera (Arrieta, 2004),
dan Lepidoptera (Brown dan Whiteley, 1992). Toksin Cry bersifat sangat spesifik
terhadap serangga yang menjadi target sehingga cukup aman bagi manusia, hewan
vertebrata, dan tumbuhan, serta mudah didegradasi secara alami oleh tanah (IPSC-
WHO, 1999). Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai
pestisida alami (Hayashi, 2002). Protein ini tidak larut dalam air ataupun pelarut
organik, tetapi larut dalam larutan alkali yang terdapat pada sistem pencernaan
serangga. Jika terkena suasana panas, asam lambung, dan enzim protease, protein Cry
akan terdenaturasi dan akan membentuk toksin aktif yang akan tetap aktif meskipun
dipanaskan hingga suhu 80 oC selama 20 menit (Dini, 2005).
Pada praktikum kali ini, tanah yang digunakan adalah tanah becek yang ada di
halaman belakang rumah salah satu praktikan. Tekstur tanah cukup padat dan sangat
lembab. Bakteri yang dimungkinkan terkandung dalam tanah adalah Bacillus
thuringiensis, mengingat habitat alami dari bakteri ini adalah di tanah.
Pada praktikum ini, yang pertama dilakukan adalah menimbang sampel tanah
sebanyak 1 gram untuk kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml
akuades. Agar tercampur sempurna, tabung reaksi yang berisi air dan tanah tersebut
dihomogenisasi menggunakan vortex. Setelah itu, tabung reaksi dipanaskan di
waterbath dengan suhu 80 oC selama 10 menit. Fungsi pemanasan adalah untuk
membunuh bakteri lain selain Bacillus thuringiensis yang tidak mampu hidup pada
suhu 80 oC selama 10 menit. Suhu lingkungan maksimum Bacillus thuringiensis
o
untuk dapat hidup sebenarnya hanya sampai 55 C, namun karena memiliki
kemampuan membentuk endospora di lingkungan ekstrim, bakteri ini mampu
bertahan pada suhu tinggi.
Setelah dipanaskan, larutan tersebut dibuat seri pengenceran dengan
konsentrasi 10-1 – 10-5. Tujuan dari pembuatan seri pengenceran adalah untuk
mengurangi kepadatan jumlah bakteri yang akan diisolasi sehingga tidak terjadi
spreader dan morfologi koloni bakteri dapat teramati dengan mudah. Seri
pengenceran yang digunakan untuk selanjutnya diisolasi adalah 10-3 dan 10-4.
Pemilihan seri pengenceran 10 -3 dan 10-4 didasarkan pada konsentrasi bakteri yang
paling tepat, dimana tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit sehingga setelah
diisolasi diharapkan pertumbuhan bakteri tampak jelas dan tidak mengalami
spreader.
Percobaan dilanjutkan dengan menginokulasikan bakteri dari seri pengenceran
10-3 dan 10-4 ke dalam medium NA yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh
Bt agar dapat tumbuh dengan optimal. Bacillus thuringiensis diinokulasikan
menggunakan teknik spread plate mengingat sifat bakteri ini adalah aerob
(membutuhkan oksigen untuk hidup). Setelah itu, hasil inokulasi diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 48 jam. Tujuan penginkubasian adalah untuk mengoptimalkan
pertumbuhan Bacillus thuringiensis sehingga morfologinya dapat diamati dengan
jelas.
Pengamatan yang dilakukan setelah proses inkubasi selama 48 jam
memberikan hasil yang tercantum pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa
bakteri pada seri pengenceran 10 -3 memiliki bentuk koloni circular, elevasi effuse,
tipe koloni lobate, warna putih kekuningan, dan kenampakan permukaan mengkilap.
Sementara itu, bakteri pada seri pengenceran 10 -4 memiliki bentuk koloni irregular,
elevasi raised, tipe koloni cremate, warna pink, dan kenampakan permukaan sedikit
kasar. Hasil yang ada menunjukkan bahwa ciri-ciri yang ditunjukkan oleh bakteri
pada seri pengenceran 10 -3 diduga merupakan ciri-ciri dari Bacillus thuringiensis
(Zeigler, 1999), sementara pada seri pengenceran 10-4 bukan Bacillus thuringiensis.
Kedua seri pengenceran tersebut seharusnya memiliki bentuk koloni, elevasi, tipe
koloni, warna, dan kenampakan permukaan yang sama karena berasal dari satu
sampel tanah yang sama. Penyimpangan hasil yang terjadi pada seri pengenceran 10 -4
terjadi karena adanya kontaminasi pada alat sehingga hasil yang diperoleh tidak
sesuai harapan.
Setelah diamati, kedua sampel yang sama dengan seri pengenceran berbeda
tersebut diinokulasikan ke agar miring untuk dilihat pertumbuhan koloninya dan
kenampakan permukaannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bakteri pada
seri pengenceran 10-3 memiliki pertumbuhan koloni yang sedikit dengan kenampakan
mengkilat, sementara bakteri pada pengenceran 10-4 memiliki pertumbuhan koloni
yang banyak dengan kenampakan mengkilat. Uji selanjutnya untuk memastikan
bahwa bakteri yang diuji merupakan Bacillus thuringiensis adalah pengecatan Gram.
Namun, yang diuji kali ini hanya bakteri dari seri pengenceran 10 -3 karena memiliki
ciri-ciri yang mendekati Bacillus thuringiensis.
Pada uji pengecatan Gram, bakteri dari agar miring diambil menggunakan
jarum ose secara aseptis. Pertama, jarum ose direndam dalam alkohol 70% dan
dibakar menggunakan api dari bunsen. Tujuannya adalah untuk mengihindari
kontaminasi dari mikroorganisme lain. Selama proses pengambilan bakteri, mulut
tabung reaksi yang berisi bakteri didekatkan pada api bunsen untuk menghindari
kontaminasi dari udara. Bakteri yang sudah menempel pada jarum ose kemudian
dioleskan setipis mungkin di atas gelas benda yang sudah disterilkan.
Sampel yang sudah menempel pada gelas benda kemudian diberi pengecatan
Gram. Pengecatan gram menggunakan 4 larutan yang terdiri dari Gram A yang
merupakan kristal violet dan berfungsi untuk memberi warna utama pada sel, Gram B
yang merupakan larutan iodine dan berfungsi mengintensifkan warna utama dari
Gram A, Gram C yang merupakan aseton alkohol dan berfungsi sebagai pelarut
organik yang digunakan untuk melunturkan zat warna utama dari Gram A, serta
Gram D yang merupakan safranin untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah
kehilangan cat utama setelah perlakuan dengan alkohol. Pada setiap pemberian Gram
yang berbeda, ada selang waktu yang harus diperhatikan agar masing-masing Gram
bisa menyerap ke dalam sel bakteri dengan optimal. Selain itu, gelas benda harus
dibilas terlebih dahulu untuk menghilangkan larutan Gram sebelumnya dan sampel
pada gelas benda harus dikeringkan menggunakan hair dryer sebelum ditetesi larutan
Gram selanjutnya agar tidak ada sisa akuades yang mengganggu proses pengecatan.
Dari hasil pengecatan Gram, dapat diketahui bahwa bakteri pada seri
pengenceran 10-3 merupakan bakteri Gram positif. Hal tersebut ditunjukkan dengan
warna bakteri setelah diwarnai dan diamati menggunakan mikroskop adalah biru
keunguan, yang merupakan salah satu ciri utama dari Bacillus thuringiensis. Satu hal
lagi yang meyakinkan bahwa bakteri pada seri pengenceran 10-3 merupakan Bacillus
thuringiensis adalah bentuk selnya yang berupa batang.
IV. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, kesimpulan yang berhasil diperoleh


antara lain sebagai berikut.

1. Isolasi Bacillus thuringiensis Linn. dilakukan menggunakan metode


pengenceran dengan seri pengenceran 10-3 dan 10-4 untuk kemudian
diinokulasikan ke medium nutrient agar petridish menggunakan teknik spread
plate. Sementara itu, purifikasi dilakukan dengan memindahkan koloni bakteri
dari medium nutrient agar petridish ke medium nutrient agar miring.
2. Cara mengidentifikasi Bacillus thuringiensis Linn. adalah mengamati bentuk
koloni, elevasi, tipe koloni, warna, dan kenampakan permukaan koloni, serta
menggunakan metode pengecatan Gram untuk mengetahui bentuk dan warna
sel tunggal dari Bacillus thuringiensis Linn.
DAFTAR PUSTAKA

Arrieta, G. 2004. Diversity of Bacillus thuringiensis Strains Isolated from Coffee


Plantations Infested with the Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei. J
Biologi Tropikal 52 (3):757-764.

Benson. 2001. Microbial Application Lab Manual 8th ed. The McGraw-Hill
Companies. California.
Brown, K.L. dan Whiteley, H.R. 1992. Molecular Characterization of Two Novel
Crystal Protein Genes from Bacillus thuringiensis Subsp. Thompsoni. J
Bacteriol 174:549-557.
Dini, Y.W. 2005. Profil Protein Kristal dan DNA Genom Total Galur Bakteri
Bacillus thuringiensis. Fakultas MIPA Universitas Pakuan. Bogor.
Environmental Health Criteria of IPCS No. 217. 1999. Microbial Pest Control Agent:
Bacillus thuringiensis. WHO. Geneva.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Harley, J.P. dan Prescott, L.M. 2002. Harley-Prescott: Laboratory Exercises in
Microbiology. The McGraw-Hill. New York.

Hayashi, R. 2002. Trends in High Pressure Bioscience and Biotechnology. J Progress


in Biotechnology 19:303.
Pelczar, M.J., Chan, E.S., dan Krieg, N.R. 1988. Microbiology: Control of
microorganisms, the control of microorganisms by physical agents. McGraw-
Hill International. New York.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.S. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Priadie, B., Rinjani, R.R., dan Arifin, Z.M. 2004. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri
Dari Perairan Tercemar Untuk Menunjang Upaya Bioremediasi Badan Air.
Pusat Litbang Sumber Daya Air. Bandung.
Wainhouse, D. 2005. Ecological methods in forest pest management. Oxford
University Press. Oxford.
Waluyo, I. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Zeigler, D.R. 1999. Bacillus Genetic Stock Center of Strains, Part 2; Bacillus
thuringiensis and Bacillus cereus. The Ohio State University. Ohio.

Anda mungkin juga menyukai