Anda di halaman 1dari 12

CELANA CINGKRANG MENURUT PANDANGAN SYARIAT DAN

BUDAYA
Makalah diajukan guna memenuhi tugas
Matakuliah:

IAD,IBD,&ISD

Dosen Pengampu:
Amzad Sihab, S.Ag, M.Pd

I AGAMA IS
GG L

A
N

M
KOLAH TI

SERDANG
SE

Disusun Oleh :

Ade Mas Suwita

Jurusan:
Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SERDANG
LUBUK PAKAM
2019
KATA PENGANTAR

A’uudzubillaahi minassyaithaa nirrajiim, Bismillaahirrahmaanirrahiim...


Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ‘alaa rasuulillaah, wa’alaa alihi washahbihi,
wamawwalah.

Puji dan syukur marilah kita ucapkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan
berbagai nikmat dan pertolongan-Nya kepada kita, serta telah mensyariatkan hukum islam
kepada seluruh umat manusia. Shalawat berserta salam marilah kita hadiahkan kepada junjungan
alam, yakni Baginda Rasullah Muhammad SAW. sebagai pembawa syariat islam untuk di imani
dan di amalkan di dalam setiap sendi kehidupan kita.
Berkat rahmat, hidayah serta pertolongan Allah SWT. Penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan agar mempermudah pembaca dalam memahami
“Celana Cingkrang Menurut Pandangan Syariat Dan Budaya”.
Pemakalah mengucapkan terimakasih kepada :
 Bapak Amzad Sihab, S.Ag, M.Pd selaku Dosen Mata kuliah IAD,IBD,&ISD, serta
seluruh pihak yang setia membimbing hingga penyelesaian makalah ini.
Setiap manusia tiada yang sempurna, begitu pula halnya dengan makalah ini, yang
mungkin terdapat ketidaksempurnaan baik dalam metode maupun substansinya. Oleh sebab itu
semua kritik dan sumbangsih saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah ini selanjutnya.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi Agama, Bangsa dan Negara, di
kehidupan sekarang mapun yang akan datang, guna membangun peradaban islam, Amiin.

Lubuk Pakam, 13 November 2019

Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................1-3
B. Rumusan Masalah…………………………………………… 3
C. Tujuan Pembahasan…………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN
A.Penanman Nilai Pancasila Terhadap Diri Seseorang................... 4-6
B.Dampak Globalisasi Terhadap Pancasila..................................... 6-7
C.Nilai Pancasila Terhadap Ruang Lingkup.................................. 7-8
D.Bentuk Bentuk Nilai Nasionalisme Pancasila............................ 8-9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................ 11
B. Saran...................................................................................... 11

DAFTAR PUSATAKA.............................................................................. 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Celana Cingkrang adalah celana yang mempunyai ciri – ciri lebar / gombrong (tidak sempit)
dan memiliki panjang antara betis sampai diatas mata kaki. Dipakai oleh laki – laki di Indonesia
untuk berbagai aktifitas baik acara resmi maupun non resmi. Celana Gombrong ini memiliki
banyak model mulai cingkrang biasa sampai sirwal kantor.

Sebagai informasi yang sangat pentin untuk diketahui jika celana diatas mata kaki atau
celana cingkrang merupakan sunnah dan ajaran yang diberikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ini lebih dikhususkan bagi anak laki laki, sementara untuk wanita diberikan perintah
untuk menutup seluruh bagian telapak kaki. Hal ini bisa terlihat dari pakaian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang selalu mengenakan celana diatas mata kaki seperti keseharian yang
dilakukan beliau.

Al Asy’ats bin Sulaim berkata jika ia pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya
yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di
belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang
berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang
kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku
melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”

Hudzaifah bin Al Yaman berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang
salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Di sinilah letak
ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih
rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor
Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)

iv
Dari dua hadits diatas membuktikan jika celana yang dikenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam selalu berada diatas mata kaki sampai ke bagian tengah betis. Diperbolehkan untuk
seseorang menurunkan celananya akan tetapi dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki
sebab Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik untuk umat muslim.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari isi makalah ini, pemakalah ingin menyampaikan perumusan
masalah nya antara lain;
1. Pandangan Syariat Terhadap Celana Cingkrang
2. Pandangan Budaya Terhadap Celana Cingkrang

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan yang diharapkan penulis agar tersampaikan kepada para pembaca tentang isi
makalah ini adalah ;
1) Celana Cingkrang Menurut Agama
2) Celana Cingkrang Menurut Kehidupan Sehari Hari

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Syariat Terhadap Celana Cingkrang

Menjauhi isbal (berbusana melebihi mata kaki), bagi sebagian kalangan dipahami
sebagai perintah yang wajib dilakukan. Ini memunculkan beberapa fenomana baru
tentang tatacara berbusana, terutama bagi kaum Adam, seperti gambaran celana, jubah,
atau apapun di atas mata kaki alias celana cingkrang? Benarkah larangan isbal itu mutlak
tanpa ada pengecualian sama sekali?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Lembaga Fatwa Dar al-Ifta Mesir membeberkan
pandangan dari sejumlah literatur ulama empat mazhab fikih.
Sejumlah hadis memang menunjukkan larangan berisbal bagi laki-laki. Di antaranya
hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda, ”Busana yang
melebihi dua mata kaki maka (pemakainya) di dalam neraka.”
Akan tetapi, menurut Dar al-Ifta’, larangan berisbal tersebut tidaklah mutlak
karena dibatasi dengan hadis lain yang memberikan pembatasan, yaitu berisbal yang
dilarang apabila disertai dengan rasa angkuh, sombong, dan membanggakan diri dengan
busana dan apapun yang dimiliki.
Dalam tradisi sejumlah lapisan masyarakat, pada masa itu, panjang busana
dijadikan sebagai tolok ukur bagi kualitas dan strata sosial yang bersangkutan. Hadis
riwayat Bukhari dari Abdullah bin Umar RA menyebutkan demikian, yaitu barang siapa
yang memanjangkan pakaiannya karena sombong (khuyala’), Allah tidak akan
melihatnya kelak pada hari kiamat.
Abu Bakar lantas berkata,”Seseorang memanjangkan bajuku agar rileks, apakah
ini termasuk?” Rasulullah menjawab,”Engkau (Abu Bakar) tidak melakukannya karena
kesombongan.”
Pembatasan tersebut juga telah menjadi kesepakatan para ulama. Isbal yang diharamkan
adalah isbal yang memang mengandung unsur kesombongan, keangkuhan, dan
glamoritas.
Dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyyah, yang bercorak Hanafi, disebutkan bahwa isbal
busana bagi laki-laki selama tidak dimaksudkan untuk kesombongan, hukumnya adalah

vi
makruh tanzih (makruh yang dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang bisa merusak
kehormatan).
Menurut Imam Abu al-Walid al-Baji al-Maliki, dalam kitab al-Muntaqa, sabda
Rasul “Barang siapa yang memanjangkan busananya karena sombong”, itu sangat
berkaitan dengan unsur sombong.
Sedangkan memanjangkan busana karena memang busananya panjang, atau tidak
menemukan baju lain, atau kerena alasan tertentu, maka tidak termasuk isbal yang
diperingatkan.
Syekh Zakariya al-Anshari dalam kitab Asna al-Mathalib yang bercorak Syafi’I
menjelaskan memanjangkan busana melebihi mata kedua mata kaki karena sombong,
hukumnya memang haram. Dan jika dilakukan karena selain kesombongan hukumnya
adalah makruh. Imam Ibnu Quddamah al-Hanbali dalam kitabnya al-Mughni,
mengatakan memanjangkan busana berupa jubah atau celana hingga mata kaki,
hukumnya makruh. Jika hal itu dilakukan karena keangkuhan maka hukumnya adalah
haram.
Pembatasan isbal yang dilarang dengan unsur kesombongan ini juga disampaikan
oleh Ibnu Taimiyyah dalam kitab Syarh ‘Umdat al-Fiqh.
Pada pengujung pemaparan, Dar al-Ifta’ menegaskan isbal yang dilarang adalah yang
mengandung unsur kesombongan, keangkuhan, dan glamoritas.
Jika tidak terdapat unsur tersebut maka tidaklah haram, apalagi adat atau tradisi pada era
sekarang tidak selalu busana di bawah mata kaki memiliki keterkaitan dengan
kesombongan. Berbeda dengan tradisi yang berlaku pada masa itu.

B. Pandangan Budaya Terhadap Celana Cingkrang

Saya melihat ada ragam manusia di kota. Cara beragama yang unik, santai,
keras, hingga ekstrem senantiasa mewarnai hari-hari saya. Di Kota Bekasi, tempat
saya tinggal saat ini, ada warna-warni cara umat Islam beragama. Namun, ada satu
yang menarik perhatian. Saya seringkali melihat orang-orang bercelana cingkrang.
Di kota-kota besar, sangat jarang ada orang yang memakai sarung. Sangat kontras

vii
dengan kehidupan di Buntet, Cirebon. Perbedaan itu, saya anggap sebagai bagian
dari sunnatullah. Sebuah keniscayaan yang tidak akan pernah bisa diberangus.
Semua punya cara masing-masing untuk menjalani kehidupan yang dianggapnya
baik. Begitu pun dengan saya, dengan memakai sarung, saya merasa lebih dekat
dengan guru-guru saya di sana. Dengan begitu, saya jadi merasa terawasi dan
memiliki keinginan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Sebab, tak ada orang
yang punya cita-cita buruk. Celana cingkrang, berdasarkan informasi yang saya
dapat, merupakan bagian dari kebudayaan yang lekat kaitannya dengan Rasulullah
Muhammad SAW. Karenanya, tak jarang, orang-orang berbondong untuk
mengenakannya dengan tujuan agar menjadi lebih dekat dengan kekasih Allah itu.
Saya mengapresiasi hal itu. Memberi penghormatan kepada saudara, teman,
kerabat, dan sahabat saya yang gemar menggunakan celana cingkrang.
Muhammad Ainun Najib, atau yang akrab disapa Cak Nun pernah menyampaikan
pernyataan dan keterangan mengenai celana cingkrang.
Hal itu diutarakan di hadapan Majelis Masyarakat Maiyah, beberapa waktu
lalu. Ia mengatakan bahwa kain atau pakaian yang berumbai-rumbai sampai
menyentuh tanah sebagai lambang budaya orang-orang kaya. Sementara rakyat
miskin seperti Nabi Muhammad, tidak mungkin mengenakan seperti itu. "Dulu itu
kan, di Arab, lambang budaya orang-orang kaya mengenakan pakaian yang
berumbai-rumbai, yang panjang, sampai menyentuh tanah. Seperti pakaian raja
atau kaisar, begitu. Abu Jahal sering memakai pakaian seperti itu. Tapi kalau orang
miskin seperti Nabi Muhammad ya seadanya lah. Karena biar praktis lah. Kan gak
mungkin, ngangon kambing dengan memakai pakaian yang besar-besar seperti itu.
Sangat tidak efektif," tandas suami Novia Kolopaking itu. Maka itu, lanjut Cak Nun,
Nabi Muhammad memberi pernyataan bahwa jangan memanjangkan kain untuk
kesombongan. Poin pentingnya ada dua. Memanjangkan kain dan sifat sombong.
Namun, titik fokus atau penekanannya ada pada kesombongan. Artinya, silakan
mengenakan celana cingkrang untuk menjauhkan diri dari kesombongan. "Tapi
sekarang kan tidak (berbeda dengan pada zaman Nabi), yang dilihat hanya pada
kainnya. Sombong tidak apa-apa asal kainnya di atas mata kaki (cingkrang)," kata
Cak Nun disambut gemuruh tawa jamaah Maiyah. Dari situ, kita mendapat pelajaran
berharga. Bahwa dewasa ini, di kota-kota besar banyak cara beragama yang diliputi
kesombongan.
viii
Merasa dekat dengan Rasulullah sehingga memberi jarak kepada orang-
orang yang tidak mengenakan celana cingkrang. Sekali lagi, saya menaruh hormat
dan mengapresiasi kepada siapa pun yang memakai celana cingkrang karena
kecintaannya terhadap Nabi Muhammad. Tetapi, saya sangat menyayangkan sikap
kita yang Hujjatul Islam Imam Ghozali dalam Kitab Ihya Ulumuddin menulis tentang
godaan iblis yang disebut talbis. Yakni, godaan yang ditujukan kepada orang-orang
yang telah merasa baik beragama, tetapi sebenarnya tidak. Hal itu karena hatinya
diliputi sifat sombong. Talbis merupakan suatu godaan yang seolah-olah baik,
secara sampul dan cover seperti dekat dengan agama, padahal isi hati diliputi oleh
sifat yang sangat tidak disukai oleh Allah dan Rasulullah. Sebagaimana ilmu
marketing, mengemas segala sesuatu dengan kebaikan agar mendapat perhatian
lebih dari konsumen atau khalayak umum. Dengan demikian, sangat cara beragama
model ilmu marketing itu sangat jauh dari nilai-nilai luhur agama. Karenanya, kita
mesti berhati-hati agar tidak terjerumus pada godaan iblis yang dapat
menjerumuskan ke dalam lembah kenistaan. Begitu juga halnya dengan orang-
orang yang gemar mengenakan kain sarung. Saya berpesan, agar tidak sombong
dalam beragama. Tidak merasa suci dan merasa dekat dengan Allah. Sebab,
kemuliaan tidak diukur dari sampul, melainkan dari ketakwaan. Berpakaian yang
menyimbolkan keagamaan, memang perlu, tetapi meningkatkan kualitas takwa
kepada Allah jauh lebih penting. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Demikian pesan
Al-Quran kepada seluruh umat manusia, khususnya umat Islam. Sementara
menyombongkan diri merupakan sikap yang jauh dari kebaikan. Lalu, bagaimana
kita seharusnya? Kita sendiri yang berhak menentukan.

Wallahua'lam.

ix
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, pemakalah menyimpulkankan bahwa dari
pemaparan makalah di atas, pemakalah menyimpulkan bahwasannya celana cingkrang itu
sendiri tidak harus menjadi bahan perdebatan dan tidak seharusnya di persilisihkan,
karena menurut pemakalah sendiri memandang celana cingkrang itu hukum nya
“makruh” . Maka dari itu pemakalah mengajak semua para audiens beserta pembaca
makalah ini untuk meningkat kan ketakwaan kepada Allah SWT.

Wallahua'lam.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan kita semua,
khususnya kami sebagai pemakalah sendiri, mudah-mudahan dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan tentang “Pandangan Budaya Dan Syariat Terhadap Celana
Cingkrang”, Sehingga dikemudian hari dapat dijadikan sebagai pedoman dan motivasi
dalam bidang pendidikan, termasuk menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan
proses kegiatan belajar .

x
DAFTAR PUSTAKA

https://khazanah.republika.co.id/berita/pm7liz320/celana-cingkrang-dan-larangan-isbal-menurut-4-
mazhab-fikih

https://www.nu.or.id/post/read/85022/celana-cingkrang-dan-kesombongan-beragama

https://www.google.com/search?safe=strict&rlz=1C1CHBF_enID870ID870&sxsrf=ACYBGNS6ad6FGZ0pQ
x7LUWNzmFWBBN94ig%3A1573631385544&ei=mbXLXbfqINa_9QPay5TgCA&q=celana+cingkrang+men
urut&oq=celana+cingkrang+menurut&gs_l=psy-
ab.3..35i39j0i203l2j0j0i22i30l6.13702.15488..16221...0.0..1.341.903.6j1j0j1......0....1..gws-
wiz.......0i131j0i67.quotMKnauGo&ved=0ahUKEwj3mvjd2eblAhXWX30KHdolBYwQ4dUDCAo&uact=5

xi

Anda mungkin juga menyukai