i
DESKRIPSI MODUL
1. NAMA MODUL
Hormone Replacement Therapy (HRT) atau Terapi Sulih Hormon.
3. KEGUNAAN MODUL
Modul ini berguna untuk membantu mahasiswa Kebidanan memahami
mengenai Hormone Replacement Therapy (HRT).
4. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa Kebidanan mampu
menjelaskan mengenai Hormone Replacement Therapy (HRT).
1
5. Mahasiswa mampu memahami jenis dan dosis yang dianjurkan untuk
pengguna HRT.
6. Mahasiswa mampu memahami lama penggunaan HRT.
7. Mahasiswa mampu memahami efek samping HRT.
2
MATERI
HORMONE REPLACEMENT THERAPY (HRT)
1.1 Pendahuluan
Wanita merupakan makhluk bio psiko sosio cultural dan spiritual yang
unik. Wanita juga memiliki masa - masa dalam kehidupannya, antara lain;
masa dalam kandungan, masa bayi, masa kanak - kanak, masa pubertas, dan
masa menopause. Menopause didefinisikan WHO sebagai penghentian
menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium.
Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara
retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008). Wanita pada
masa menopause akan mengalami penurunan hormon estrogen dan hormon
progesteron. (Baziad, 2003).
Hal ini dapat menimbulkan beberapa gejala yang umum terjadi yaitu
hot flushes, night sweat, dryness vaginal, penurunan daya ingat, insomnia,
depresi, fatique, penurunan libido, drypareunia, dan incontinence urinary
(Aprillia & Puspitasari, 2007). Walaupun bukan suatu penyakit, peristiwa ini
merupakan dampak dalam kehidupan wanita, sehingga dapat dirasakan
sebagai sebuah gangguan. Oleh karena itu, supaya wanita dapat hidup sehat
dan kreatif meskipun dalam masa menopause, dilakukan Hormone
Replacement Therapy (HRT) atau Terapi Sulih Hormon (TSH) yang
mengkombinasikan estrogen dan progesterone atau hanya estrogen saja.
Hormone Replacement Therapy (HRT) adalah perawatan medis yang
menghilangkan gejala-gejala pada wanita selama dan setelah menopause..
Dengan demikian pemberian terapi sulih hormon, kualitas hidup dapat
ditingkatkan sehingga memberikan kesempatan untuk hidup nyaman secara
fisiologis maupun psikologis (Mulyani, 2013). Maka dari itu, modul ini akan
membahas lebih lanjut mengenai Hormone Replacement Therapy (HRT).
3
1.2 Konten Modul
1.2.1 Menopause
Menopause didefinisikan WHO sebagai penghentian menstruasi
secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah
12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara
retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).
Menopause merupakan kegagalan ovarium, ditandai dengan tidak
adanya estrogen, progesteron, dan androgen ovarium.
Menurut Sastrawinata (2004), klimakterium merupakan masa
peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Bagian
klimakterium sebelum menopause disebut pramenopause dan bagian
sesudah menopause disebut pascamenopause. Klimakterium bukan
suatu keadaan patologik, melainkan suatu masa peralihan yang normal.
Fase Klimakterium terbagi dalam beberapa fase:
a. Pramenopause
Yaitu masa 4-5 tahun sebelum menopause, sekitar usia 40
tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang,
sedikit, atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri.
Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan
sindroma prahaid.
b. Menopause
Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar
FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-
kadang kadar estrogen rendah. Pada wanita gemuk, kadar estrogen
biasanya tinggi. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan
dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol <30 pg/ml,
maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.
c. Pascamenopause
Yaitu masa 3-5 tahun setelah menopause. Pasca menopause
adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah
12 bulan amenorhea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml)
4
dan kadar estradiol yang rendah mengakibatkan endometrium
menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi. Namun,
pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol
yang tinggi. Hampir semua wanita pasca menopause umumnya telah
mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh
rendahnya kadar estrogen.
d. Senium
Yaitu masa sesudah pascamenopause, ketika telah tercapai
keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi
gangguan vegetatif maupun psikis.
5
kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, liang senggama kering
sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, menahan kencing
terutama pada saat batuk, bersin, tertawa dan orgasme.
d. Menurunnya Gairah Seks
Wanita mengalami penurunan dalam kadar testosteron
mereka selama pra menopause ini dapat mengakibatkan hilangnya
hasrat seksual. Tapi bagi sebagian wanita masalah libido terkait
dengan kurangnya hormon estrogen atau menipisnya jaringan vagina.
1.2.2.2 Indikasi
Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh North
American Menopause Society (NAMS), indikasi primer
pemberian terapi sulih hormon adalah adanya keluhan
menopause seperti gejala vasomotor berupa hot flush dan gejala
urogenital. Di Indonesia, terapi sulih hormon diberikan hanya
pada pasien menopause dengan keluhan terkait defisiensi
estrogen yang mengganggu atau adanya ancaman osteoporosis
dengan lama pemberian maksimal 5 tahun.
6
a. Kehamilan
b. Perdarahan genital yang belum diketahui penyebabnya
c. Penyakit hepar akut maupun kronik atau Penyakit trombosis
vaskular
d. Pasien menolak terapi
7
1) Kombinasi sekuensial: estrogen diberikan kontinyu, dengan
progesteron diberikan secara sekuensial hanya untuk 10-14
hari (12-14 hari) setiap siklus dengan tujuan mencegah
terjadinya hiperplasia endometrium. Lebih sesuai diberikan
pada perempuan pada usia pra atau perimenopause yang
masih menginginkan siklus haid.
2) Estrogen dan progesteron diberikan bersamaan secara
kontinyu tanpa terputus. Cara ini akan menimbulkan
amenorrhea. Pada 3-6 bulan pertama dapat saja terjadi
perdarahan bercak. Rejimen ini tepat diberikan pada
perempuan pascamenopause.
8
1.2.2.6 Sediaan Kombinasi Estrogen dan Progesteron
Dalam penelitian Wratsangka (1999), pemberian
estrogen saja dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperplasia
bahkan karsinoma endometrium, maka wanita yang
menggunakan terapi sulih hormon dan tidak menjalani
histerektomi diberi progesteron sebagai tambahan. Untuk
keperluan ini digunakan progestogen sintetik, sebab progesteron
sangat sulit diabsorpsi meskipun diberikan dalam bentuk mikro,
selain itu juga sebuah laporan kasus menyebutkan bahwa
progesteron menimbulkan efek hipnotik sedatif.
Progestogen memiliki aktivitas androgenik, terutama
derivat 19-nortestosteron seperti norgestrel dan norethindron
(noretisteron). Sebaliknya, derivat C-21 pregnane seperti
medroksiprogesteron asetat, didrogesteron, medrogeston dan
megestrol asetat merupakan androgen yang sangat lemah. Tiga
derivat 19-nortestosteron dengan efek androgenik yang dapat
diabaikan yaitu desogestrel, norgestimate dan gestodene
belakangan ini mulai digunakan sebagai kombinasi kontrasepsi
oral dan sulih hormon.
9
Tabel 2. Dosis Anjuran Sulih Progesteron
Jenis Sekuensial Kontinyu
Progesteron 300 mg 100 mg
Medroksiprogesteron 10 mg 2,5-5 mg
asetat (MPA)
Siproteon asetat 1 mg 1 mg
Didrogesteron 10-20 mg 10 mg
Normogestrol asetat 5-10 mg 2,5-5 mg
10
masalah ini. Semua wanita yang akan menggunakan pengobatan
HRT harus memahami dan mengerti bahwa pemberian HRT
bukan untuk memperlambat menopause melainkan untuk
mengurangi atau mencegah keluhan atau penyakit akibat
kekurangan estrogen. Adapun wanita-wanita yang
direkomendasikan untuk diberi HRT menurut Kenemans P
(1996) adalah :
a. Semua wanita klimaterik, tanpa kecuali yang ingin
menggunakan HRT untuk pencegahan (meskipun tanpa
keluhan)
b. Semua wanita yang memiliki risiko penyakit kardiovaskuler
dan osteoporosis
c. Semua wanita dengan keluhan klimaterik
11
c. Keluhan vasomotor, berupa gejolak panas (hot flushes) dan
berkeringat di malam hari.
12
e. Pada tahap awal HRT diberikan 5 tahun dulu dan jika dianggap
perlu pengobatan dapat dilanjutkan.
f. Pemeriksaan rutin setiap 6 bulan, dan setiap 1-2 tahun perlu
dilakukan mamografi serta pap smear setiap 6 bulan.
13
histerektomi, maka terapi diteruskan dengan pemberian
progesteron saja (tanpa estrogen), dan dilakukan mikrokuret
tiap 3 bulan. Bila hasil PA menunjukkan hiperplasia kistik,
terapi sulih hormon dapat diteruskan dengan dosis progesteron
yang lebih tinggi (misalnya estrogen 0,625 mg dan progesteron
10 mg/hari dan pasien dianjurkan untuk mikrokuret tiap 3
bulan.
e. Sakit kepala (migrain) dan leukorea (keputihan). Hal ini
disebabkan oleh estrogen yang terlalu tinggi, sehingga dosis
pemberiannya perlu dikurangi.
f. Pruritus berat. Hal ini disebabkan karena efek estrogen,
sehingga pemberian estrogen sebaiknya dihentikan dan hanya
diberikan progesteron saja.
14
RANGKUMAN
15
EVALUASI MANDIRI
1. Ny. Nini umur 48 tahun datang ke BPM Nur mengatakan menstruasinya tidak
teratur tiap bulannya. Sudah 3 bulan ini Ny. Nini tidak mendapatkan
menstruasi tapi sekarang Ny. Nini mengalami menstruasi, dia juga
mengeluhkan mudah marah dan terutama pada malam hari merasakan
kepanasan serta berkeringat. Dari kasus diatas, tanda – tanda yang dialami Ny.
Ida terjadi karena?
Jawab:
Ny. Nini mengalami penurunan hormon estrogen.
2. Ny. Hana umur 45 tahun datang ke BPM Fathin mengatakan selama 1 tahun
terakhir mengalami menstruasi tidak teratur. Kadang-kadang terasa panas
dimuka menjalar ke kepala ± 5-15 menit, dada terasa berdebar-debar. Dari
kasus tersebut, sebagai bidan saran apa yang dapat diberikan kepada Ny. Hana?
Jawab:
Bidan dapat menyarankan Ny. Hana untuk terapi sulih hormon yang akan
mengurangi gejala-gejala pramenopause tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M., A. Baziad, & R.P. Prabowo. (Ed.). 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Aprillia, N. I., & N. Puspitasari. (2007). Terapi Sulih Hormon Alami untuk
Menopause. The Indonesian Journal of Public Health, 19(1). Bagian
Biostatis Badan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Air Langga. Diakses tanggal 04 Oktober 2019 dari
https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-makalah6_Juli2007.pdf.
Depkes RI. (2016). Profil kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta. Diperoleh
tanggal 04 Oktober 2019 dari
https://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/.../Profil-Kesehatan-
Indonesia-2016.pdf
17
Kuncara, H. (2002). Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen
Edisi 2. Jakarta: EGC.
18
GLOSARIUM
Amenorrhea : tidak mengalami menstruasi bulanan.
Androgenik : istilah generik untuk senyawa alami atau sintesis.
Dilatasi : pengembangan (pemuaian) suatu ruangan, rongga.
Estradiol : hormon seks utama wanita.
Hiperplasia adenomatosa : gangguan yang ditandai dengan penebalan lapisan
dinding rahim (endometrium) karena kelebihan pertumbuhan sel.
Hiperplasia kistik : jenis hiperplasia yang ringan dan tidak mengarah ke
keganasan.
Histerektomi : pengangkatan rahim (uterus) dengan metode pembedahan.
Hipertrigliseridemia : trigliserida tinggi, kondisi dimana salah satu jenis lemak
dalam darah di atas batas wajar.
Hipnotik sedatif : golongan obat pendepresi susunan saraf pusat.
Koroner : pembuluh nadi tajuk jantung.
Kuretase : membuang jaringan abnormal dari dinding suatu organ berongga,
menggunakan suatu alat yang disebut dengan kuret.
Mikrokuret : biopsi endometrium, pemeriksaan untuk menilai ciri, bentuk, dan
besarnya sel selaput lendir rahim.
Oral : segala sesuatu yang berhubungan dengan mulut.
Orgasme : puncak reaksi seksual.
Osteoporosis : kondisi saat kualitas kepadatan tulang menurun.
Pruritus : rasa gatal yang bisa meliputi seluruh atau sebagian tubuh seseorang.
Rejimen : rencana, program diatur seperti olahraga atau perawatan medis, yang
dirancang untuk memberikan hasil positif.
Subkutan : jaringan otot dibawah kulit.
Transdermal : rute pemberian dimana bahan aktif dikirim melintasi kulit untuk
distribusi sistemik.
Tromboemboli : gumpalan darah emboli.
Urogenital : lubang tempat bermuaranya saluran.
Vasomotor : menyangkut saraf yang mengatur pelebaran atau penyempitan
pembuluh darah atau peredaran darah.
19