HOLISTIK KOMPREHENSIF
“INFEKSI: GASTROENTERITIS
DENGAN DEHIDRASI SEDANG”
Oleh :
Didi Yudha Trisandya
(201720401011161)
Pembimbing:
dr. Rubayat Indradi, MOH
dr. M. Faiq Sulaifi
1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA
2. Umur : 26 thn
4. Agama : Islam
2. Umur : 31 thn
4. Agama : Islam
2
II. GENOGRAM (minimal 4 generasi, 2 diatas, 1 dibawah)
Ny. H
90 th
Tn. Y
70th
3
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : BAB Cair
Anamnesis :
Pasien datang ke IGD RS Muhammadiyah Babat dengan keluhan BAB cair sejak
8 jam yang lalu, BAB sebanyak 8 kali, berwarna kuning, tidak ada lendir, tidak berdarah,
sedikit ampas, tidak berkilau/berminyak, tidak berbau amis, dan tidak menyerupai cucian
beras. Sebelumnya pasien mengkonsumsi makanan mie ayam di pedagang kaki lima yg
sering keliling di rumah dan minuman es tebu.
Pada saat pasien datang ke IGD, pasien tampak sangat lemas dikarenakan perut
terasa mual sehingga nafsu makan menurun dan tiap kali mengkonsumsi sesenduk
makanan, pasien mengalami muntah. Muntah 2 kali, volume kurang lebih 1 gelas
berukuran sedang, yang dimuntahkan makanan yang dimakan (hancur) dan air, tidak ada
lendir, dan tidak ada darah.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut, terutama bagian tengah, hilang timbul,
nyeri perut terutama saat buang air besar, dan berkurang setelah BAB, nyeri perut tidak
menjalar, dan tidak berpindah.
Pasien tidak mengeluhkan demam, tidak mengeluhkan pusing, tidak mengeluhkan
gliyeng (rasa berputar pada kepala), tidak mengeluhkan batuk pilek, tidak mengeluhkan
nyeri tenggorokan, tidak mengeluhkan sesak, tidak mengeluhkan pegal-pegal pada
persendian, tidak sedang dalam pengobatan kemoterapi, dan tidak sedang mengkonsumsi
obat-obatan.
BAK lancar, tidak panas sat BAK, tidak nyeri saat BAK, dan terakhir BAK
kurang lebih 10 jam yang lalu, pada saat mengalami BAB cair belum BAK sama sekali.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6
Vital sign :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler
RR : 19 X/menit
Temp : 36,8 C
4
BB : 48 kg
TB : 159 cm
IMT : 18,9 (Ideal)
Status Generalisata :
o Kepala/leher : A(-)/I(-)/C(-)/D(-), Pembesaran KGB (-), mukosa bibir
tampak kering
o Thorax : Normochest, pergerakan dinding dada simetris
COR
I : Tidak tampak pulsasi, iktus kordis (-)
P : Iktus kuat angkat (-), thrill (-)
P : Batas jantung normal
A : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
PULMO
I : Tidak ada retraksi, spider nevi (-)
P : Deviasi trachea (-), ekspansi dinding dada simetris, stem
fremitus simetris
P : Sonor/sonor
A : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
o Abdomen
I : Flat, tidak ada penonjolan
A : Bising usus (+) meningkat
P : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar, lien, renal, tidak
teraba,
P : Timpani, meteorismus (-), shifting dullness (-)
o Genitalia
Dalam Batas Normal
o Ekstremitas
Akral hangat, kering, merah pada keempat ekstremitas
CRT < 2 detik
Turgor 1 detik
o Status Neurologis
Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Penunjang:
5
1. Darah lengkap
- Hb : 13,2 g/dl
- Leukosit: 10.340 sel/mm³
- Eritrosit: 5,05 juta sel/mm³
- PCV: 39,4 vol%
- Trombosit : 278.000 sel/mm³
- MCV : 75,5 fL
- MCH: 25,7 PG
- MCHC:35,7 g/dl
- Eosinofil: 0,1 %
- Basofil: 0,0 %
- Neutrofil: 90,8 %
- Limfosit: 3,7%
- Monosit: 4,1 %
Informasi lain yang diperlukan:
a. Riwayat Kehamilan : Teratur di tempat praktek bidan dan puskesmas, penyakit
yang dialami selama kehamilan tidak ada
b. Riwayat Persalinan : Normal/2.900 gram/cukup bulan (38 minggu)/Bidan/Klinik
bersalin
c. Riwayat Imunisasi : Lengkap
d. Riwayat KB : Spiral (IUD)
e. Lain-lain : (-)
6
VI. RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA
1. Aktivitas sehari-hari
Jam 04.30 bangun tidur, mandi, ibadah sholat subuh, membangunkan anak untuk
sholat subuh
Jam 05.15 belanja ke pasar
Jam 06.00 menyiapkan baju suami dan anak, memasak masakan
Jam 06.30 sarapan bersama suami dan anak
Jam 06.15 melakukan kegiatan rumah tangga yaitu membersihkan rumah, mencuci
piring, terkadang mencuci dan menjemur pakaian, terkadang membersihkan kamar
mandi. Bila semua pekerjaan rumah selesai, melanjutkan kegiatan dengan
menonton acara televisi, bercengkrama dengan tetangga, dan terkadang sholat
dhuha
Jam 11.30 sholat dhuhur, masak untuk makan siang
Jam 12.30 menonton acara televisi dan terkadang mengambil jemuram serta
menyetrika pakaian
Jam 13.00 istirahat
Jam 15.00 sholat ashar
Jam 15.15 menyapu rumah dan halaman, menonton tv
Jam 17.30 sholat magrib
Jam 17.45 memasak untuk makan malam
Jam 18.00 makan malam
Jam 18.30 sholat isya
Jam 18.45 menonton tv dan bercengkrama dengan keluarga di ruang tengah
Jam 21.00 istirahat malam
7
2. Kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal
8
3. Jenis pekrjaan dan aktivitas pekerjaan
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
1 Pekerjaan Ibu rumah tangga melakukan pekerjaan rumah dengan perlatan sederhana
• Mandi
• Ibadah (subuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya)
• Belanja ke pasar
• Menyiapkan baju suamidan anak
• Memasak masakan
• Sarapan bersama suami dan anak
2 Aktifitas Pekerjaan • Membersihkan rumah
• Mencuci piring
• Mencuci dan menjemur pakaian
• Membersihkan kamar mandi
• Menonton acara televisi
• Bercengkrama dengan tetangga
• Mengambil jemuran dan menyetrika pakaian
9
- Pasien merupakan pribadi yang terbuka dan mudah bergaul
- Pasien selalu berinteraksi dengan suami saat suami di rumah dan tetangga sekitar rumah
- Hubungan dengan sanak saudara serta tetangga baik dan saling mengenal satu sama lain, saling berkunjung satu sama lain
- Pasien aktif mengikuti kegiatan rutin warga seperti arisan dan pengajian
- Pasien jarang membersihkan tangan terutama sebelum dan sesudah makan dan tidak tahu langkah-langkah mencuci tangan yang benar
dan kapan saja harus mencuci tangan
- Sumber air minum pasien dan tetangga sekitar dari air sumur bor, yang direbus dengan menggunakan kompor gas
10
UPAYA & PERILAKU KESEHATAN
KETERANGAN
NO KOMPONEN URAIAN UPAYA & PERILAKU (RASIONAL ATAU
IRRASIONAL)
1 Promotif Tidak pernah mengikuti penyuluhan mengenai diare Irasional
- Menjaga kebersihan lingkungan rumah
- Lebih memperhatikan hand hygine
2 Preventif Rasional
- Menjaga kebersihan peralatan makanan dan minuman seta mengaja kualitas
makanan yang dimakan dan air yang digunakan untuk minum
- Perut pasien diolesin minyak kayu putih
- Membeli obat diare ke apotek (loperamid)
3 Kuratif - Minum air yang banyak (air putih dan poccari sweat) Rasional
- Dibawa berobat ke RS Muhammadiyah Babat untuk pemeriksaan dan
mendapatkan terapi lebih lanjut
- Pasien di istirahatkan di rumah
4 Rehabilitatif Rasional
- Kontrol bila keluhan masih tetap atau makin parah
6. Upaya atau proses dalam mencari pengobatan
11
VII. ASPEK FUNGSIONAL
Aspek fungsional pasien: skala 2 kondisi kesehatan pasien sedikit berpengaruh
terhadap fungsi aktivitas pasien dimana pasien masih mampu melakukan pekerjaan
ringan sehari-hari didalam dan diluar rumah (sedikit kesulitan)
12
minum dan pasien hanya bisa mendidih) atau menggunakan air minum
berbaring di tempat tidur kemasan untuk minum dan masak sehari-
karena lemas hari
c. Faktor risiko psikis: pasien
cenderung takut Kuratif:
memeriksakan dirinya ke
MRS
dokter ataupun rumah sakit
Infus RL 2.000 cc/24 jam
ketika sakit
1.000 cc 8 jam pertama
3 Diagnosis Sosial
1.000 cc 16 jam berikutnya
a. Faktor risiko sosial: pasien Inj. Ondansetron 2 x 4 mg
tinggal di lingkungan yang Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
padat penduduk dan tetanngga Attapulgite 600 mg 2 tab setelah BAB
sekitar rumah pasien sering
mengalami keluhan yang Rehabilitatif:
sama seperti pasien. Sudah 4
Istirahat yang cukup, saat malam hari
hari saat sakit pasien tidak
tidur yang cukup kurang lebih 8 jam
melakukan pekerjaan rumah
Makan makanan tinggi protein dan
dan merasa rumah berantakan
vitamin untuk meningkatkan daya tahan
b. Faktor risiko budaya:
tubuh
Pasien kurang membiasakan
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cuci tangan sehari-harinya
karena tidak tahu bagaimana Sholat 5 waktu dan senantiasa berdoa
cara cuci tangan yang benar kepada Allah SWT untuk diberikan
13
fungsi aktivitas pasien dimana
pasien masih mampu
melakukan pekerjaan ringan
sehari-hari didalam dan diluar
rumah (sedikit kesulitan)
14
IX. RESUME KASUS
1. Epidemiologi
Penyakit GEA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia karena morbiditas dan mortalitas-nya masih tinggi.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan meningkatnya insidensi. Pada
tahun 2000 incidence rate (IR) penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk.4
Diare juga menjadi masalah kesehatan yang paling umum bagi para pelancong
dari negara-begara industri yang mengunjungi daerah-daerah berkembang, terutama di
daerah tropis. Perkiraan konservatif menempatkan angka kematian global dari
penyakit diare sekitar dua juta kematian pertahun (1,7 juta-2,5 juta kematian),
merupakan peringkat ketiga diantara semua penyebab kematian penyakit menular di
seluruh dunia (WHO, 2009).21
Prevalensi diare klinis berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) adalah
9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI
Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% yaitu
NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua.4
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan
menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9%
pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.4 Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh
dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat
meninggal.22
Prevalensi diare menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar dibawah
ini, yaitu :4
15
(Riset Kesehatan Dasar, 2007)
Gambar 1. Prevalensi diare menurut kelompok umur
16
Berdasarkan laporan unit catatan medik RSUD Dr.Moewardi Surakarta, pada
tahun 2009 penyakit diare akut menempati urutan kesembilan dalam 20 penyakit
terbanyak pada pasien rawat inap.
2. Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10%
karena sebab-sebab yag lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan
sebagainya.3 Diare akut akibat infeksi dapat ditimbulkan oleh :
a. Bakteri
Di negara berkembang, bakteri usus dan parasit lebih sering menjadi
penyebab diare akut dibandingkan virus dan cenderung mencapai puncak pada
bulan-bulan musim panas.5
Escherichia coli : distribusinya bervariasi untuk tiap negara, tetapi
enterohemoragik E. coli (EHEC) lebih sering menyebabkan penyakit di negara
maju.
1) Enterotoksigenik E. coli (ETEC) menyebabkan travelers diarrhea
2) Enteropatogenik E. coli (EPEC) jarang menyebabkan diare pada dewasa
3) Enteroinvasif E. coli (EIEC) menyebabkan diare lendir darah (disentri),
biasanya disertai demam
4) Enterohemorgik E.coli (EHEC) menyebabkan diare darah, kolitis hemoragik
berat, dan hemolytic uremic syndrome pada 6-8% kasus, hewan ternak
merupakan reservoir tersering.5
Campylobacter (Helicobacter) jejuni: infeksi bisanya asimptomatik, sangat
sering terjadi di negara berkembang dan berhubungan dengan adanya hewan ternak
terutama unggas yang dekat dengan rumah tinggal. Diare yang terjadi biasanya
bersifat watery diarrhea.5
Shigella: hipoglikemia sering terjadi pada diare akibat shigella. Hal ini
menyebabkan tingginya angka kematian pada diare jenis ini (43% pada sebuah
penelitian).
1) S. sonei sering didapatkan di negara berkembang dan menyebabkan sakit ringan
dan terkadang menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
2) S. flexneri endemik di banyak negara berkembang dan menyebabkan gejala
disentri dan diare persisten, jarang ditemukan di negara maju.
17
3) S. dysentriae tipe 1 (Sd 1) satu-satunya serotipe yang menghasilkan toksin Shiga
sebagaimana EHEC. Serotipe ini sering menyebabkan KLB dengan angka
kematian dapat melebihi 10% di Asia, Afrika dan Amerika Tengah.5
Vibrio cholera, semua serotipenya (>2000) patogenik untuk manusia. V.
cholera serotipe O1 dan O139 adalah serotipe yang menyebabkan kolera berat dan
KLB. Rehidrasi segera sangat diperlukan untuk mencegah dehidrasi berat yang
dapat menyebabkan syok hipovolemik dan kematian dapat terjadi 12-18 jam dari
onset. Feses berbentuk cair, tak berwarna, dan bercampur mukous, sering
digambarkan seperti “air cucian beras”. Diare sering disertai muntah dan jarang
dijumpai demam.5
Salmonella, serotipe Typhi dan Paratyphi A, B, dan C (demam tifoid)
menyebabkan demam yang berlangsung 3 minggu atau lebih, dan dapat disertai
gangguan gastrointestinal baik konstipasi maupun diare. Pada salmonellosis non
tifoid (Salmonella gastroenteritis) terdapat gejala mual, muntah, dan diare berupa
watery diarrhea atau disentri pada sebagian kecil kasus. Orang-orang tua dengan
imunokompromise (misal: kelainan hati, limfoproliferatif, anemia hemolitik)
memiliki resiko tertinggi untuk terkena penyakit ini.5
b. Virus
Virus merupakan penyebab utama diare akut baik di negara industri maupun
negara berkembang, terutama pada musim-musim dingin.
1) Rotavirus: sepertiga dari kejadian diare yang membutuhkan perawatan rumah
sakit dan 500.000 kematian di dunia tiap tahun diakibatkan oleh rotavirus.
Rotavirus sering menyebabkan diare berat pada anak-anak usia 3-5 tahun, dan
puncak insidensinya pada usia 4-23 bulan.
2) Human calcivirus (HuCVs), termasuk famili calciviridae – norvovirus dan
sapovirus (sebelumnya disebut dengan “Norwalk-like viruses” dan “Sapporo-
like viruses”. Norwalk virus adalah penyebab tersering KLB gastroenteritis pada
semua umur.
3) Adenovirus, sering menyebabkan gastroenteritis terutama pada anak-anak.5
c. Parasit
Cryptosporidium parvum, Giardia intestinalis, Entamoeba histolytica, dan
Cyclospora cayetanensis jarang ditemukan di negara maju dan terbatas pada
wisatawan (traveler’s).5
18
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur,
tempat, dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus,
Helicobacter jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab
paling sering di negara berkembang adalah ETEC, rotavirus dan V. cholerae.3
Nontyphoidal
Salmonellae
Helminths
3. Faktor risiko
a. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
19
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.15
b. Infeksi asimptomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan hal ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu. Apabila orang
dengan infeksi asimtomatik ini tidak menyadari kebersihan, maka tinja penderita
tersebut yang mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius dapat
menyebabkan infeksi pada orang lain. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak
menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat yang lain.7,18
c. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.20
4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan
kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang
fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan
dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.13
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
20
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri. 13
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di
bawah 3 tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga
agen infektif yang secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada
anak penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli
enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab diare akut yang paling sering
diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang.13 Diare dapat
disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu,
makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus
dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa
macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika
akan menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal
antibiotika akan berkembang bebas.7,14 Di samping itu sifat farmakokinetik dari obat
itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare juga berhubungan dengan penyakit
lain misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada infeksi sistemik lainnya
misalnya, pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.4,7
Diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik, sekretorik dan
diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan
yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bahteri usus sehingga
tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik
terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi c AMP dan cGMP yang akan
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas
usus terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik
neuropathi, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.7
21
untuk tatalaksana gastroenteritis akut dan mengurangi kebutuhan perawatan rumah
sakit baik di negara maju maupun negara berkembang.
Oral rehydration salts (ORS) yang digunakan dalam ORT, mengandung
garam-garam penting yang hilang saat diare. ORS yang baru memiliki osmolaritas
yang lebih rendah (direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF) dengan
mengurangi Na dan glukosa, menurunkan kejadian muntah, mengurangi diare,
mengurangi kemungkinan hipernatremi, dan mengurangi kebutuhan terapi cairan
intravena bila dibandingkan dengan ORS standar (tabel 3). Formula tersebut
direkomendasikan untuk semua umur dan jenis diare termasuk kolera.
ORT terdiri atas:
Rehidrasi – meliputi air dan elektrolit – diberikan untuk mengganti yang hilang.
Terapi cairan pemeliharaan ditujukan untuk mencegah kehilangan cairan lebih
lanjut setelah status rehidrasi tercapai (bersamaan dengan pemberiaan nutrisi
yang tepat).
22
isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Nabikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap
satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam.
Jumlah cairan yang diberikan pada prinsipnya sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
memakai cara:
B. J. Plasma dengan memakai rumus kebutuhan cairan:
B. J. Plasma – 1,025 x BB x 4 ml
0,001
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/ skor
sebagai berikut (Tabel 4)
23
b. Zink
Defisiensi Zink sangat banyak ditemukan pada anak-anak di negara
berkembang. Terapi Zink sebagai tambahan untuk ORT bermanfaat untuk
menurunkan keparahan diare dan yang lebih penting lagi mengurangi kejadian
diare di negara berkembang. Rekomendasi untuk anak-anak dengan diare adalah 20
mg per hari selama 10 hari. Bayi usia 2 bulan atau kurang diberikan dosis 10 mg
per hari selama10 hari.5 Meskipun bukti-bukti kuat menunjukan suplementasi zink
mengurangi diare pada anak-anak, pengaruh suplementasi zink terhadap morbiditas
diare pada dewasa masih belum diketahui.7
c. Nutrisi
Kebiasaan untuk menunda pemberian makan melebihi 4 jam tidaklah tepat,
pemberian makan biasa harus segera dimulai bagi mereka yang tidak menunjukan
tanda dehidrasi. Bila terdapat tanda dehidrasi pemberian makan harus segera
dilakukan setelah dehidrasi sedang sampai berat terkoreksi, yang biasanya
memerlukan waktu 2-4 jam menggunakan ORT atau rehidrasi intravena.5
Anjuran puasa dapat diterima bila diare yang terjadi disertai mual dan
muntah. Konsumsi secara oral dapat memberikan stimulus defekasi, dan
menghindari makanan berat dapat mengurangi respon gastrokolik pada usus yang
telah hiperaktif. Di sisi lain, cairan dalam makanan dapat bermanfaat seperti cairan
ORS untuk meningkatkan absorbsi cairan. Pada anak-anak, dengan keadaan
malnutrisi ataupun tidak, pemberian makan dan makanan padat segera telah
dilaporkan dapat mempercepat penyembuhan. Tidak ada bukti bahwa puasa atau
menunda pemberian makan bermanfaat dalam tatalaksana diare akut pada dewasa,
atau bahwa makanan padat akan mempercepat atau memperlambat penyembuhan.
Makanan berlemak, pedas atau yang merangsang (kafein, juga termasuk minuman
cola) sebaiknya dihindari. Tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung
laktosa (seperti susu) dapat bermanfaat pada diare akut yang tak kunjung sembuh.6
d. Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai preparat sel mikrobia atau komponen sel-sel
mikrobia yang bermanfaat untuk kesehatan dan homeostasis penjamu (host).
Probiotik yang dikenal luas berasal dari bakteri asam laktat dan jamur
saccharomyces.8 Probiotik meliputi beberapa jenis Lactobacillus, Bifidobacterium,
dan spesies Streptococcus dan jamur Saccharomyces boulardii. Beberapa efek
farmakologis probiotik meliputi meningkatkan aktivitas disakaridase, hasil
24
substansi antibakterial, berkompetisi dengan ikatan bakteri, merangsang beberapa
mekanisme pertahanan tubuh, dan Saccharomyces memiliki efek
antisekretori/proteaase melawan toksin.6
e. Obat-obat simptomatik (tabel 5)
Tabel 5. Obat-obat simtomatik untuk diare5
Obat-obat antimotilitas Dapat digunakan terutama untuk
Loperamid (4-6 mg/hari) adalah travelers diarrhea (tanpa tanda
obat pilihan untuk dewasa klinis diare invasif)
Menghambat peristaltik usus
dan memiliki efek antisekretorik
ringan
Harus dihindari pada diare
darah atau curiga adanya diare
inflamatori
Nyeri perut yang berat juga
merupakan indikasi diare
inflamatori (kontraindikasi
penggunaan loperamid)
Tidak direkomendasikan untuk
diare pada anak karena
meningkatkan komplikasi dan
keparahan diare, khususnya
pada anak dengan diare invasif
Adsorbents Tidak terdapat cukup bukti
Kaolin-pectin, attapulgite, tentang efektivitasnya pada
charcoal teraktivasi diare akut
f. Terapi definitif
Pada infeksi saluran cerna pencegahan sangat penting. Higiene perorangan,
sanitasi lingkungan dan imunitas melalui vaksinasi memegang peran. Terapi kausal
dapat diberikan pada infeksi:
Kolera eltor: tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, selama tiga hari atau kotrimoksazol,
dosis awal 2 x 3 tablet, kemudian 2 x 2 tablet selama 6 hari atau kloramfenikol 4
x 500 mg/hari selama 7 hari atau golongan fluorokuinolon.
Staphylococcus aureus: kloramfenikol 4 x 500 mg/hari
Salmonellosis: ampisilin 4 x 1 g/hari atau kotrimoksazol 2 x 2 tablet masing-
masing selama 10 hari atau golongan fluoroquinolon seperti siprofloksasin 2 x
500 mg selama 3-5 hari.
25
Shigellosis: ampisilin 4 x 1 g/hari selama 5 hari atau kloramfenikol 4 x 500
mg/hari selama 5 hari. Telah dilaporkan adanya shigella yang resisten terhadap
ampisilin.
Infeksi Helycobacter jejuni: eritromisin 3 x 500 mg atau 4 x 500 mg.hari selama
7 hari.
Amubiasis: Metronidazol 4 x 500 mg/hari selama 3 hari atau tinidazol dosis
tunggal 2 g/hari selama 3 hari atau secnidazol dosis tunggal 2 g.hari selama 3
hari atau tetrasiklin 4 x 500 mg/hari selama 10 hari.
Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hari selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x
100 mg/hari selama 5 hari atau metronodazol 3 x 250 mg selama 7 hari.
Balantidosis: tetrasiklin 3 x 500 mg/hari selama 10 hari
Kandidosis: Nystatin 3 x 500.000 unit selama 10 hari
Virus: simtomatik dan suportif.3
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah dehidrasi berat hingga dapat
terjadi kejang karena ketidak seimbangan elektrolit. Selain itu bisa menyebabkan spsis
jika infeksi tidak diatasi segera. 5
7. Prognosis
Prognosis GEA umumnya baik dan bergantung pada lamanya penyakit, etiologi
diare, imunitas penderita dan penanganan segera.7
26
27
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, LZ. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Vol 42. No. 7. Hal 504-508.
2. Barkin RM Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric Diagnosis
Little Brown and Company 2016;20 – 23.
3. Barnes GL,Uren E, stevens KB dan Bishop RS Etiologi of acute Gastroenteritis in
Hospitalized Children in Melbourne, Australia,from April 2011 to March 2016
Journal of clinical microbiology, Jan 2013,p,133-138
4. Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Managemnt of Acute in Children
Postgraad Doct Asia 2014 : Dec : 268 – 274
5. Coken MB Evaluation of the child with acute diarrhea dalam:Rudolp AM,Hofman
JIE,Ed Rudolp?s pediatrics: edisi ke 20 USA 2015 : prstice Hall international,inc hal
1034-36
6. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002
7. Ditjen PPM dan PLP, 2013, Tatalaksana Kasus Diare Departemen Kesehatan RI hal
24-25
8. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah. Depkes RI 2015 ;
31
9. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut
dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2013
10. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna. dalam Sari
pediatric Vol 2,No. 4 maret 2016
11. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa
dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2013 : Salemba Medika hal
73-103
12. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat dalam
kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2013 hal 29
13. Kementrian Kesehatan RI, 2016. Situasi Diare di Indonesia, Buletin Jendela dan
Data Informasi Kesehatan.
14. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in
gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2015 :McGraw Hill,hal 131-49
29
15. Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1 Jakarta 2017 Selemba
Medika hal 93-103
16. Simadibrata M, Daldiyono. Diare Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publishing; 2013. Hal 548-556.
17. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan
makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2013
18. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi
IDAI. 2014:87-110
19. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen disre pada bayi dan
anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/
20. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu
Kesehatan Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2015
21. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2009.
22. Sudaryat, Suraatmaja. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
30
31
32