Anda di halaman 1dari 23

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN DI DESA SAKATIGA SEBERANG

Nama Kelompok

Debby Amanda Putri NIM:10011381621106


Nila Afifah NIM: 10011181621020
Rersya Salvenola Putri NIM: 10011181621012
Ana Satria NIM:10011381621107
Siti Choirunissa A. NIM: 10011381621104
Aizah Tri Yuliani NIM: 10011181621015
Wahyuni Annisya NIM:10011181621004
M. Akbar Azmi NIM: 10011381621098
Mirti Julianti NIM: 10011181621207
Deah Agesti NIM: 10011381621181

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019
A. Analisis Situasi
Kabupaten Ogan Ilir memiliki luas wilayah 2.666,07 km2, secara geografis terletak
diantara 30 02' sampai 30 48' LS dan diantara 1040 20' BT sampai 1040 48' BT. Kabupaten
Ogan Ilir dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : dengan Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin, Kecamatan
Kertapati, Gandus dan Seberang Ulu I Kota Palembang
b. Sebelah Selatan : dengan Kecamatan Peninjauan Kab. Ogan Komering Ulu
c. Sebelah Timur : dengan Kecamatan Jejawi, SP Padang, Kayuagung, Pedamaran, dan
Tanjung Lubuk Kabupaten OKI dan Kecamatan Cempaka Kabupaten OKU Timur
d. Sebelah Barat : dengan Kecamatan Lubai, Gelumbang, dan Muara Belida Kabupaten
Muara Enim dan Kecamatan Rambang Kapak Tengah Kota Prabumulih
Kabupaten Ogan Ilir memiliki 16 kecamatan, 227 desa dan 14 kelurahan. Kecamatan
terluas adalah Kecamatan Rambang Kuang dengan luas 528,82 km2 diikuti Kecamatan
Indralaya Utara seluas 502,47 km2, Kecamatan Muara Kuang seluas 300,75 km2, sedangkan
kecamatan terkecil adalah Kecamatan Rantau Panjang yang luasnya 40,85 km2. Jumlah desa
terbanyak adalah Kecamatan Pemulutandengan 25 desa, Kecamatan Tanjung Batu dengan 19
desa, serta Kecamatan Indralaya Utara dengan 15 desa dan 1 kelurahan.
Kabupaten Ogan Ilir merupakan daerah beriklim Tropis Basah (Type B) dengan musim
kemarau berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim -hujan
berkisar antara bulan November sampai dengan April. Kawasan Kota Indralaya sebagai
Pusat ibu kota Kabupaten Ogan Ilir meliputi 13 desa/kelurahan, terdiri dari 4 kelurahan yakni
Kelurahan Indralaya Mulya, Kelurahan Indralaya Raya, Kelurahan Indralaya Indah,
Kelurahan Timbangan, dan 9 desa yakni Desa Tanjung Seteko, Sakatiga, Desa Sakatiga
Seberang, Desa Tanjung Sejaro, Desa Sejaro Sakti, Desa Tanjung Pering, Desa Permata
Baru, Desa Tanjung Baru, dan Desa Palem Raya.
Pada praktikum lapangan tentang manajemen kebakaran ini dilaksanakan di Desa
Sakatiga Seberang Kabupaten Ogan Ilir. Desa Sakatiga Seberang ini memiliki karakteristik
yang sama dengan beberapa desa di kabupaten Ogan Ilir. Desa sakatiga juga sangat dekat dan
bersebelahan dengan rawa-rawa. Potensi yang ada di desa ini seperti sawah, sungai, dan
beberapa lahan yang dimanfaatkan untuk berkebun atau bercocok tanam.
Lahan dan sawah yang ada bisa saja berpotensi untuk terjadi kebakaran di lahan
tersebut. Ketika lahan sawah sudah terbakar dan merambat ke rawa-rawa yang ada maka api
akan semakin besar dan menyebabkan banyak dampak bukan hanya untuk kesehatan, tetapi
juga ada banyak sekali dampak dan bahaya yang terjadi. Sehingga hal yang dilakukan dalam
praktikum kali ini adalah untuk memberikan pencerdasan terkait pengurangan dampak dan
memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait lahan yang berpotensi untuk kebakaran.
Selain itu pada praktikum ini juga memberikan pemahaman terkait dampak bagi
kesehatan diri, peraturan apa saja, dan sanksi apa saja yang bisa dikenakan karena
pembakaran lahan secara sembarang. Sehingga nantinyaa tidak ada lagi kebakaran lahan
yang terjadi disekitaran wilayah kabupaten Ogan Ilir.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah


B.1. Identifikasi Masalah
Terjadinya kebakaran hutan sebagian besar diakibatkan oleh kelalaian manusia seperti
kegiatan buka lahan untuk berladang, berkebun, penyiapan lahan untuk ternak sapi, dan
sebagainya dengan cara membakar hutan. Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak
yang cukup besar bagi kerugian manusia baik materil maupun imateril. Pemerintah telah
berupaya keras menyelesaikan permasalahan ini baik melalui dukungan kebijakan, dukungan
kelembagaan, maupun dukungan pendanaan. Namun realitanya kejadian ini masih berulang
sepanjang tahun. Kebakaran hutan dan lahan seringkali tidak terkendali dan bila ini terjadi
maka api akan membakar apa saja di dekatnya dan menjalar mengikuti arah angin.
Dampak Kebakaran hutan dan lahan dirasakan langsung seluruh elemen masyarakat
yang terpapar bencana kabut asap. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan
cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya
nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan
asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat,
sungai, danau, laut dan udara. Mengingat dampak kebakaran hutan tersebut, maka upaya
pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan itu sangatlah penting.
B.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah di atas maka kelompok kami
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu kebakaran hutan dan lahan?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan?
3. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan?
4. Apa saja upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan?
C. Kerangka Pemecahan Masalah

Dampak Kebakaran Hutan


dan Lahan
Upaya Pencegahan dan
1. Dampak Langsung Pengendalian
- Kerusakan infrastruktur Kebakaran Hutan dan
- Kerusakan aset pertanian, Lahan
perkebunan, dan
perhutanan 1. Deteksi dini jika terjadi
2. Dampak Ekologis kebakaran
- Hilangnya flora dan fauna 2. Bekali diri dengan ilmu
- Rusaknya vegetasi dan pemahaman dalam
- Banyaknya emisi gas memadamkan api
karbon dan gas rumah kaca 3. Segera laporkan kepada
ke atmosfir pihak berwenang jika
- Memperburuk perubahan terjadi kebakaran
iklim 4. Tidak membuang punting
3. Dampak ekonomi rokok dan membakar
- Kerugian langsung dan sampah sembarangan
tidak langsung bagi 5. Lakukan pembakaran
masyarakat sekitar terkendali
4. Dampak kesehatan
- Gangguan pernapasan
(ISPA, asma, penyakit paru
obstruktif kronik, penyakit
jantung, iritasi, gangguan
pertumbuhan janin, dll)
Kebakaran
Hutan dan Upaya Pencegahan dari
Lahan Bahaya Kabut Asap

1. Kurangi aktivitas di luar


Penyebab Kebakaran rumah
Hutan dan Lahan 2. Gunakan masker jika
ingin keluar rumah
1. Faktor Manusia 3. Minum air putih lebih
- Membakar dengan banyak
sengaja karena tujuan 4. Lakukan PHBS di rumah
tertentu 5. Upayakan agar polusi
- Membakar dengan tidak tidak masuk ke dalam
sengaja akibat ruangan
membuang sesuatu yang 6. Penampungan air minum
dapat menimbulkan api dan makanan harus
2. Faktor Alam terjaga dengan baik
- Bencana alam seperti 7. Mencucui sauran dan
gunung meletus dan uahan dengan bersih
lainnya yang dapat sebelum dikonsumsi
menimbulkan api
kebakaran

Diagram 1. Kerangka Pemecahan Masalah


D. Tinjauan Pustaka
D.1. Konsep Tentang Kebakaran Hutan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nomor 32 tahun 2016
kebakaran hutan atau lahan yang selanjud nya disebut (Karhutla) adalah suatu peristiwa
terbakarnya hutan dan atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia,
sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekologi,
ekonomi, sosial budaya dan politik. Titik panas atau hotspot adalah istilah untuk sebuah pixel
yang memiliki nilai temperatur diatas ambang batas (threshold) tertentu dengan hasil
interpretasi citra satelit, yang dapat digunakan sebagai indikasi kejadian kebakaran
hutan/lahan.
Giglio L. dalam Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (2016). Hotspot secara definisi dapat diartikan sebagai daerah yang
memiliki suhu permukaan relatif lebih tinggi dibandingkan daerah di sekitarnya berdasarkan
ambang batas suhu tertentu yang terpantau oleh satelit penginderaan jauh. Hotspot adalah
hasil deteksi kebakaran hutan/lahan pada ukuran pikseltertentu yang kemungkinan terbakar
pada saat satelit melintas pada kondisi relatif bebas awan dan biasanya digunakan sebagai
indikator atau kebakaranlahan dan hutan di suatu wilayah, sehingga semakin banyak titik
hotspot, semakin banyak pula potensi kejadian kebakaran lahan di suatu wilayah.
D.2. Proses Kebakaran
Proses pembakaran/kebakaran adalah proses kimia-fisika yang merupakan kebalikan
dari reaksi fotosintesa yaitu :

Pada proses fotosintesa, energi terpusat secara perlahan-lahan, sedangkan ada proses
pembakaran energi yang berupa panas dilepaskan dengan cepat. Selain panas, proses
pembakaran juga menghasilkan bebera pa jenis gas dan partikel-partikel. Dapat dilihat
bahwa terjadinya proses pembakaran/kebakaran. Apabila ada tiga unsur yang bersatu yaitu
bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen) dan panas (heat). Bila salah satu dari ketiganya tidak
ada maka kebakaran tidakakan terjadi. Prinsip inidikenal dengan istilah prinsip segitiga api.
Yang merupakan kunci uatam dalam mempelajari kebakaran hutan dan lahan yang termasuk
dalam upaya pengendalian kebakaran. Bahan bakar dan oksigen tersedia di hutan dalam
jumlah yang berlimpah, sedangkan sumber panas penyalaan sangat tergantung kepada
kondisi alami suatu daerah dan kegiatan manusia (Sormin dan Hartono, 1986).
D.3. Konsep Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan
Dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 32 tahun 2016
pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang disebut dalkarhutla meliputi
usaha/kegiatan/tindakan pengorganisasian, pengelolaan sumberdaya manusia dan sarana
prasarana serta operasional pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran,
dukungan evakuasi dan penyelamatan, dandukungan manajemen pengendalian kebakaran
hutan atau lahan. Sesuai dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan nomor
32 tahun 2016 pasal 71 penyelenggaraan penanggulangan kebakaran hutan atau lahan
(karhutla), meliputi: Deteksi dini, Pemadaman awal, Koordinasi pemadaman, Mobilisasi
pemadaman, Pemadaman lanjutan, Demobilisasi pemadaman, evakuasi dan penyelamatan.
Kegiatan pengendalian kebakaran hutan atau lahan (Dalkarhutla), dalam peraturan
Menteri Lingkkungan Hidup dan Kehutanan nomor 32 tahun 2016 pasal 65 sekurang-
kurangnya terdiri atas: perencanaan, penyelenggaraan pencegahan, penyelenggaraan
penanggulangan, penyelenggaraan penanganan pasca kebakaran, koordinasi kerja dan status
kesiagaan.
D.4. Tipe-tipe Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dan lahan dapat dibedakan berdasarkan letak menjalarnya api. Tipe-
tipe kebakaran hutan dan lahan tersebut adalah:
a. Kebakaran Tajuk (Crown Fire)
Pada kebakaran tajuk, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon lainnya.
Tajuk menurut istilah biologi adalah seluruh sistem dedaunan pada pohon, kecuali
batang. Laju penyebaran api pada kebakaran tajuk tergantung pada faktor bahan bakar,
angin, topografi, dan iklim/cuaca. Semakin kering bahan bakar dan semakin panas
cuaca ditambah dengan kondisi angin yang kencang, maka laju kebakaran menjadi
semakin cepat dan api semakin sulit untuk dikendalikan.
Pemadaman kebakaran dalam mengatasi kebakaran tajuk dapat dilakukan dengan
cara langsung maupun tidak langsung atau bahkan keduanya secara bersamaan.
Pemadaman secara langsung dilakukan dengan menyerang api langsung dengan air dan
dengan peralatan pemadaman lainnya. Sedangkan pemadaman secara tidak langsung
dilakukan dengan pembuatan sekat bakar, bakar balik terkendali.
b. Kebakaran Permukaan (Surface Fire)
Kebakaran permukaan terjadi di permukaan tanah dimana api menjalar dengan
membakar bahan bakar seperti semak belukar hingga hutan sekunder. Faktor yang
memengaruhi kebakaran permukaan pun serupa dengan yang memengaruhi kebakaran
tajuk, yaitu bahan bakar, angin, topografi, dan iklim/cuiaca. Cara pemadamannya pun
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung seperti halnya kebakaran
tajuk.
c. Kebakaran Bawah atau Gambut (Ground Fire)
Kebakaran gambut terjadi di bawah serasah (bahan organik mati seperti ranting
atau daun) atau kebakaran yang membakar bahan-bahan organik pada lapisan tanah
(gambut) yang strukturnya terdiri dari kumpulan bahan organik mudah terbakar bila
dalam kondisi kering.
D.5. Penyebab Kebakaran Hutan
Menurut Darwiati dan Tuheteru (2010) di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan
hampir 99% diakibatkan oleh kegiatan manusia baik disengaja maupun tidak (unsur
kelalaian). Diantara angka persentase tersebut, kegiatan konversi lahan menyumbang
34%, peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan sosial 14%, proyek
transmigrasi 8%; sedangkan hanya 1% yang disebabkan oleh alam. Faktor lain yang
menjadi penyebab semakin hebatnya kebakaran hutan dan lahan sehingga menjadi pemicu
kebakaran adalah iklim yang ekstrim, sumber energi berupa kayu, deposit batubara dan
gambut.Setiap tahun kebakaran hutan terjadi di Indonesia. Kebakaran hutan yang sering
terjadi sebagian besar diakibatkan oleh faktor kelalaian ataupunkesengajaan manusia
dalam rangka pembukaan lahan secara besar besaran yang dilakukan oleh perusahaan
perkebunan dan kehutanan secara ilegal, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun
perkebunan dan hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh alam (petir atau lava
gunung berapi) (Qodriyatun, 2014).
Faktor cuaca juga merupakan faktor penting yang menyebabkan kebakaran hutan,
meliputi: angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembaban relatif. Waktu
juga mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan, karena waktu sangat terkait dengan
kondisi cuaca yang menyertainya. Waktu dipisahkan atas waktu siang dan malam hari.
Terdapat hubungan antara waktu dengan kondisi kebakaran hutan dan lahan. Faktor
topografi yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan mencakup tiga hal yaitu
kemiringan, arah lereng dan medan. Masing-masing faktor tersebut sangat
mempengaruhi perilaku api kebakaran hutan dan lahan (Hatta, 2008).
D.6. Dampak Kebakaran Hutan
Departemen Kehutanan (2007) menyatakan beberapa dampak kebakaran hutan dan
lahan diantaranya :
a. Dampak Terhadap Bio-fisik
Dampak buruk dari kebakaran hutan dan lahan sangat banyak. Kerusakan dapat
berkisar dari gangguan luka-luka bakar pada pangkal batang pohon/tanaman sampai
dengan hancurnya pepohonan/tanaman secara keseluruhan berikut vegetasi lainnya.
Dengan hancurnya vegetasi, yang paling dikhawatirkan adalah hilangnya plasma
nutfah (sumber daya genetik pembawa sifat keturunan) seiring dengan hancurnya
vegetasi tersebut. Selain itu, kebakaran dapat melemahkan daya tahan tegakan terhadap
serangan hama dan penyakit. Batang pohon yang menderita luka bakar meskipun tidak
mati, seringkali pada akhirnya terkena serangan penyakit/pembusukan. Kebakaran
hutan juga dapat mengurangi kepadatan tegakan dan merusak hijauan yang bermanfaat
bagi hewan serta menggangu habitat satwa liar. Rusaknya suatu generasi tegakan hutan
oleh kebakaran, berarti hila ngnya pengorbanan dan waktu yang diperlukan untuk
mencapai taraf pembentukan tegakan tersebut. Kebakaran hutan dan lahan dapat
merusak sifat fisik tanah akibat hilangnya humus dan bahan-bahan organik tanah, dan
pada gilirannya tanah menjadi terbuka terhadap pengaruh panas matahari dan aliran air
permukaan. Tanah menjadi mudah tererosi, perkolasi dan tingkat air tanah menurun.
Kebakaran yang berulang-ulang dikawasan yang sama dapat menghabiskan lapisan
serasah dan mematikan mikroorganisme/jasad renik yang sangat berguna bagi
kesuburan tanah.
Dampak lainnya dari kebakaran hutan adalah rusaknya permukaan tanah dan
meningkatnya erosi. Kawasan yang terbakar di lereng-lereng di daerah hulu DAS
cenderung menurukan kapasitas penyimpanan air di daerah-daerah dibawahnya. Dari
hasil pengamatan menunjukkan bahwa penurunan mutu kawasan karena kebakaran
yang berulang-ulang menyebabkan erosi tanah dan banjir, yang menimbulkan dampak
lanjutan berupa pendangkalan terhadap saluran air, sungai, danau dan bendungan.
b. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Perubahan bio-fisik terhadap sumber daya dan lingkungan akibat kebakaran hutan
dan lahan, mengakibatkan penurunan daya dukung dan produktivitas hutan dan lahan.
Pada keadaan serupa ini akan menurunkan pendapatan masyarakat dan negara dari
sektor kehutanan, pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa wisata dan lainnya yang
terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungannya.
c. Dampak Terhadap Lingkungan
Selain dapat menimbulkan kerugian material, kebakaran hutan dan lahan juga
menimbulkan akumulasi asap yang besar. Kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1994
dan tahun 1997 telah menarik perhatian dunia, karena adanya suatu kondisi cuaca
tertentu yaitu asap dari kebakaran hutan dan lahan yang terperangkap di bawah suatu
lapisan udara dingin atmosfir di atas wilayah Indonesia dan negara tetangga,
menyebabkan penurunan visibilitas (daya tembus pandang) sehingga mengganggu
kelancaran transportasi darat, laut dan udara.
Kebakaran hutan telah menjadi masalah tahunan yang serius di Indonesia, terutama
pada musim kemarau. Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada
daerah kejadian saja, tetapi juga berdampak kepada negara tetangga (Nasution et al.,
2013). Penyebaran konsentrasi asap akibat kebakaran hutan dan lahan sangat luas hingga
menutupi beberapa wilayah di negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai
Darrusalam. Akibat yang ditimbulkan adalah berkurangnya jarak pandang (visibility),
transportasi udara dan darat yang terganggu, meningkatnya penderita infeksi saluran
pernapasan atas, dan masalah- masalah sosial ekonomi di masyarakat. Dampak asap
akibat kebakaran menimbulkan gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA), asma bronkial, bronkitis, pneumonia (radang paru), iritasi mata dan kulit.
Hal ini akibat tingginya kadar debu di udara yang telah melampaui ambang batas (Perwitasari
dan Sukana, 2012).
Selain asap akibat kebakaran yang mengganggu kesehatan masyarakat serta sarana
transportasi baik darat, perairan, maupun udara, yaitu dampak negative yang ditimbulkan
oleh kebakaran hutan juga cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya
keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah,
perubahan iklim mikro maupun global (Saharjo dan Gago, 2011).
D.7. Teknik Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan pada fase sebelum kejadian berlangsung.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan meliputi pembuatan
peta rawan kebakaran, memantau gejala rawan kebakaran, penyiapan regu pemadam
kebakaran, membangun menara pengawas, membuat jalur sekat bakar, dan penyuluhan
(Purbowaseso, 2004).
a. Peta Rawan Kebakaran
Peta rawan kebakaran hutan dan lahan dapat dibuat dengan menumpang susunkan
peta dari parameter-perameter yang dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan
lahan dengan menggunakan metode skoring. Selain itu, peta rawan kebakaran hutan
dan lahan dapat dibuat dengan bantuan citra satelit yang memanfaatkan saluran
thermal, seperti citra NOAA.
b. Memantau Cuaca, Akumulasi Bahan Bakar dan Gejala Rawan Kebakaran
Kegiatan yang dimaksud adalah yang dikaitkan untuk memantau tingkat
kerawanan api. Api ditentukan oleh kondisi bahan bakar (kandungan air, struktur dan
susunannya), angin dan topografi. Oleh karena kandungan air bahan bakar tergantung
hujan, suhu dan kelembaban, maka sebenarnya kerawanan api akan juga tergantung
pada factor hujan, suhu, kelembaban, struktur bahan bakar, susunan bahan bakar, angin
dan topografi (Purbowaseso, 2004).
c. Penyiapan Regu Pemadam Kebakaran
Satu regu pemadam kebakaran hutan terdiri dari 20 orang dan dipimpin seorang
ketua regu. Ketua regu harus dipilih yang sudah berpengalaman. Kebutuhan regu
pemadam dapat dihitung dengan kriteria yaitu apabila satu regu pemadam berjajar
sepanjang tepi api yang menyala, dan satu orang pemadam dengan membawa peralatan
pemukul api memerlukan ruang gerak 5 meter, maka untuk satu regu wilayah yang bisa
dijangkau adalah sepanjang 5 x 20 = 100 meter (Purbowaseso, 2004).
d. Membangun Menara Pengawas
Perlengkapan yang diperlukan dalam pengawasan ini adalah alat komunikasi dan
lokasi pengawasan. Bahan yang digunakan untuk membuat menara api dapat berasal
dari besi ataupun kayu. Sesuai SK Dirjen PHPA nomor 248/Kpts/DJ-VI/1994
mensyaratkan bahwa tinggi menara pengawas api berkisar antara 12-18 m. Lokasi
penempatan menara pengawas api harus diletakkan pada tempat yang strategis artinya
pada tempat yang paling tinggi di wilayah tersebut dan mudah didatangi. Menara
pengawas api dengan tinggi 13 m yang diletakkan di puncak bukit kecil mampu
mengawasi wilayah 3-5 km
e. Membuat Jalur Sekat Bakar
Biasanya sekat bakar dipisahkan atas 2 yakni jalur kuning dan jalur hijau. Jalur
kuning adalah sekat yang dibuat dengan lebar tertentu (umumnya 12-20 m) dan
mengelilingi areal sampai ketemu gelang serta sekat dalam kondisi bersih dari bahan
bakar. Jalur hijau dibedakan dengan jalur kuning terletak pada penanaman pohon yang
tahan api pada jalur hijau. Pembuatan jalur kuning biasanya juga dikombinasikan
dengan jalan, baik jalan utama maupun jalan cabang. Hal yang perlu diperhatikan untuk
membuat lebar jalur kuning adalah kecepatan angin. Angin yang kencang akan
membawa materi bisa terbang jauh, sebaliknya angin sepoi-sepoi tidak dapat membawa
materi terbang jauh. Oleh karena itu, lebar jalur sangat ditentukanoleh besar-kecilnya
kecepatan angin. Jalur hijau lebih tepat dibuat pada areal yang menghubungkan antara
kegiatan sebagai sumber penyebab kebakaran hutan seperti pemukiman, ladang,
kegiatan HTI, PIR, transmigrasi dengan kawasan yang dilindungi yang berada di
sekitarnya. Jalur hijau dicirikan dengan penanaman pohon-pohonan yang tahan api
artinya jenis pohon yang survival setelah terbakar
f. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan kegiatan penting dalam rangka menyadarkan seluruh pihak
yang terkait dengan pembakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, agar penyuluhan
dapat efektif, maka orang yang disuluh sebagai obyek harus tepat. Materi yang
disampaikan harus dalam bahasa yang mudah diterima oleh peserta penyuluhan.

E. Tujuan dan Manfaat Kegiatan


E.1. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan Praktikum Lapangan Manajemen Kebakaran di
Sakatiga Seberang, antara lain :
a. Tujuan Umum
Memberikan informasi kepada warga tentang dampak buruk serta pencegahan dan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
b. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman warga mengenai dampak buruk
kebakaran hutan dan lahan basah.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman warga mengenai cara pencegahan
kebakaran hutan dan lahan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman warga mengenai cara pengendalian
kebakaran hutan dan lahan.
E.2. Manfaat Kegiatan
Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan Praktikum Lapangan Manajemen
Kebakaran di Sakatiga Seberang, antara lain :
a. Mendapatkan pengalaman, pemahaman serta menambah kemampuan dan pengetahuan
mahasiswa dalam mengaplikasikan teori–teori yang telah didapatkan diperkuliahan
khususnya dalam memanajemen kebakaran hutan dan lahan.
b. Peserta penyuluhan (warga Sakatiga Seberang) mendapatkan informasi tentang dampak
buruk serta pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, menerapkan pada
kegiatan sehari-hari serta menyebarkan kepada orang-orang di sekitar lingkungannya.
c. Sebagai sumber saran dan masukan yang bermanfaat bagi Pemegang kebijakan
khususnya pemerintah Ogan Ilir mengenai pelaksanaan manajemen kebakaran hutan
dan lahan.

F. Khalayak Sasaran
Sasaran dalam kegiatan penyuluhan ini adalah masyarakat desa sakatiga seberang.
Masyarakat sakatiga seberang memiliki mata pencariaan sebagai petani di lading sawah.
dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan masyarakat yang datang banyak berasal dari para
petani.

G. Metode Kegiatan
Penyuluhan dilakukan oleh kelompok yang berisi 10 orang dilaksanakan di Balai Desa,
Desa Sakatiga Seberang. Dan dilaksanakan pada hari selasa tanggal 29 oktober 2019.
Kegiatan dilakukan dengan materi penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan. Proses dilakukan dengan pemaparan materi dalam bentuk
ceramah, tanya jawab dan pemutaran video.
Metode pelaksanaan kegiatan
1. Metode 1 (presentasi)
Presentasi dilakukan dengan pemaparan materi oleh pemateri dengan menampilkan
materi dengan media power point. Materi disampaikan kepada para undangan yaitu,
warga dan kader-kader kesehatan yang ada di desa sakatiga seberang.
2. Metode 2 (peragaan)
Peragaan dilakukan dengan menampilkan power point dan penampilan video mengenai
kebakaran hutan dan lahan kepada peserta penyuluhan.
3. Metode 3 (peragaan dan pembagian bahan)
Dilakukan pemaparan dan penampilan video serta dengan pembagian alat peraga dan
masker kepada peserta penyuluhan.
4. Metode 4 (Pembuatan Percontohan)
Dilakuakan simulasi sederhana kepada peserta penyuluhan, ketika terjadi kebakaran
dan kegiatan apa yang harus dilakuakn jika terjadinya kebakaran.
H. Rancangan Evaluasi
H.1. Penilaian Proses
a. Indikator Penilaian
1. Dukungan dari pihak Puskesmas dan perangkat desa di Desa Sakatiga Sebrang
dalam bentuk penyediaan waktu dan tempat penyuluhan.
2. Ketepatan durasi waktu pelaksanaan yaitu selama 2 jam.
3. Kelengkapan sarana yang dipergunakan untuk penyuluhan berupa LCD, laptop,
sound system, materi penyuluhan, dan pelengkapan administrasi.
4. Jumlah cakupan peserta yang datang 50% dari estimasi jumlah yang diharapkan
b. Waktu Penilaian
Penilaian dilakukan selama dan sesudah pelaksanaan.
c. Cara Penilaian
Pelaksanaan dinilai dengan mengamati pelaksanaan, serta pemberian feedback oleh
peserta penyuluhan.
d. Penilai
Penilaian dilakukan oleh pelaksana kegiatan dalam hal ini mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
H.2. Penilaian Hasil
a. Indikator Penilaian
1. Pertanyaan dari peserta yang diajukan selama tanya jawab berlangsung.
2. Peningkatan pengetahuan tentang pencegahan dan pengendalian serta dampak dari
kebakaran hutan dan lahan yang dinilai berdasarkan ketepatan dalam menjawab
pertanyaan yang diberikan, dimana diharapkan setelah dilakukan pemberian materi
peserta penyuluhan dapat menjawab pertanyaan dengan lebih tepat dibandingkan
sebelum dilakukan pemberian materi.
b. Waktu Penilaian
Waktu penilaian dilakukan sebelum dan sesudah penyuluhan.
c. Cara Penilaian
Menggunakan pemberian pertanyaan dan pemberian kesempatan masyarakat untuk
bertanya secara lisan.
d. Penilai
Penilaian dilakukan oleh pelaksana kegiatan dalam hal ini mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat
I. Waktu dan Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan selama 3 minggu terhitung dari minggu ke-3 Oktober sampai
dengan minggu ke-1 November 2019. Kegiatan penyuluhan dilakukan pada tanggal 29
Oktober 2019.
Tabel 1. Recana Kegiatan Penyuluhan
Waktu
No Kegiatan Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
- Survei Desa
- Ketemu Kades
- Susun Materi
2 Pelaksanaan
- Persiapan pelaksanaan
- Pelaksanaan kegiatan
3 Evaluasi
- Presentasi
- Revisi Laporan

J. Hasil Dan Pembahasan


Penyuluhan mengenai Pencegahan Kebakaran Hutan & Lahan serta Dampak Kabut
Asap ini diadakan pada hari selasa, tanggal 29 Oktober 2019, Pukul 14.30, di Desa Sakatiga
Seberang Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Peserta penyuluhan yang hadir adalah
sebanyak 33 peserta dari berbagai kalangan, termasuk Perangkat Desa Sakatiga Seberang,
Bidan Desa Sakatiga Seberang, Pemuda Karang Taruna, masyarakat sekitar serta mahasiswa
KKN dari Universitas PGRI Palembang.
Tabel 2. Daftar Hadir Peserta Penyuluhan
No. Nama Peserta Jenis Kelamin
1. PC Lk
2. CH Pr
3. JW Pr
4. MRD Lk
5. AA Pr
6. BW Pr
7. PF Pr
8. NA Pr
9. MRS Lk
10. MAF Lk
11. TP Pr
12. N Lk
13. KO Pr
14. FI Pr
15. DL Pr
16. WDA Pr
17. G Lk
18. M Pr
19. SS Pr
20. P Lk
21. L Pr
22. PIS Pr
23. WP Lk
24. LNM Pr
25. VK Pr
26. JKW Lk
27. MF Lk
28. NP Pr
29. AAN Lk
30. RT Pr
31. DO Lk
32. S Pr
33. L Lk

Dari permasalahan mengenai kebakaran di Desa Sakatiga Seberang dapat dibuat


pemecahan masalah berupa:
c. Deteksi dini jika terjadi kebakaran, yaitu dengan mengadakan edukasi dan pelatihan
secara berkala mengenai pencegahan kebakaran, membentuk kebiasaan agar tidak
membuang puntung rokok dan tidak membakar secara sembarangan, membentuk tim
pemadam api agar warga desa mengetahui teknik-teknik pemadaman segera sejak api
pertama kali muncul, serta segera melapor ke pihak berwajib jika terjadi kebakaran
d. Pihak pemerintah melakukan pengawasan dan melakukan kemitraan dengan warga
desa dan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat Desa Sakatiga Seberang agar
lebih produktif dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga lahan
tidak terbakar
e. Walaupun di Desa Sakatiga sudah lama tidak terjadi kebakaran namun saat kebakaran
bukan berarti masyarakat Desa Sakitiga Seberang tidak berisiko terkena dampak
kebakaran, untuk itu bagi masyarakat Desa Sakatiga Seberang saat terjadi kebakaran
selalu gunakan masker saat keluar rumah, sebisa mungkin kurangi aktivitas di rumah,
banyak minum air putih, selalu lakukan PHBS di rumah, menjaga balita dan anak-
anak agar tidak terkena asap.
f. Setiap rumah dapat difungsikan sebagai rumah bebas asap. Cara pertama gunakan
exhaust-fan untuk sirkulasi udara, lalu gunakan dakron yang disemprotkan air untum
menutup ventilasi, lalu tugul jendela dan pintu menggunakan vitrase, terakhir jika
ruangan menggunakan AC jauh lebih baik

Menurut data BNPB (2017) sejak tahun 1997 hingga sekarang, kebakaran hutan dan
lahan (karhutla) di Indonesia terjadi hampir setiap tahun. Pada tahun 2015, kejadian karhutla
diduga telah membakar sekitar 2,61 juta hutan dan lahan. Menurut KLHK (2016) 2016 lalu,
walaupun Indonesia dilanda La Nina. Karhutla tetap terjadi dan berimbas pada 14.604,84
hektar hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak dan kerugian bagi
lingkungan, ekonomi dan sosial. Bahkan persoalan kebakaran di Indonesia telah
menimbulkan dampak asap tidak hanya kepada Indonesia sendiri, tetapi juga terhadap
negara-negara tetanggan khususnya di Wilayah Asia Tenggara (Budiningsih, 2017).
Persepsi masyarakat terhadap kejadian karhutla menjadi landasan sikap dan
partisipasi masyarakat terhadap upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut.
Adanya persepsi positif dari masyarakat bisa dijadikan indikator bahwa kegiatan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan gambut yang dijalankan mendapatkan dukungan dari masyarakat
berupa partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kegiatannya, karena upaya
pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut tidak akan tercapai tanpa adanya partisipasi
dari masyarakat (Johan, dkk. 2018).
Respon masyarakat terhadap kegiatan penyuluhan ini cukup baik dan antusias, begitu
juga dengan umpan balik yang diberikan. Masyarakat mendengarkan dengan baik dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari presentator dengan antusias. Presentator awalnya
menanyakan kondisi desa, dampak yang masyarakat rasakan dan keluhan masyarakat
terhadap kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi baru-baru ini. Bidan Desa juga
dilibatkan dengan pertanyaan mengenai kesehatan masyarakat desa sebelum dan sesudah
terjadinya karhutla, dan ternyata meskipun dampak kabut asap sempat dirasakan oleh warga
sekitar, tapi tidak sampai menaikkan angka kejadian ISPA dan lainnya. Tidak ada penyakit
yang signifikan terjadi akibat dari terjadinya karhutla ini. Kegiatan kemudian dilanjutkan
dengan pemberian materi dari presentator kemudian ditutup dengan sesi tanya jawab oleh
masyarakat. Hadiah juga diberikan kepada masyarakat yang aktif dalam kegiatan ini.
Gambar 1. Pemberian Materi Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan

Gambar 2. Pemberian Sertifikat oleh ketua pelaksana kepada Kepala Desa Sakatiga
Seberang

Gambar 3. Pemberian Sertifikat kepada Kepala Desa Sakatiga Seberang


Gambar 4. Pemberian doorprize kepada peserta yang aktif

Gambar 5. Foto bersama peserta penyuluhan di Desa Sakatiga Seberang

Hasil evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan yang telah dilaksanakan adalah bahwa
masyarakat cukup antusias menghadiri dan mendengarkan penyuluhan ini, walaupun
dibeberapa waktu ibu-ibu dan bapak-bapak terlihat mengobrol dalam kelompok masing-
masing. Namun kondisi tersebut dapat secepatnya dikontrol oleh presentator dengan
melakukan interaksi terhadap masyarakat berupa tanya jawab kondisi desa dan dampak yang
masyarakat rasakan selama terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang melanda Sumatera
Selatan baru-baru ini. Perangkat Desa dan Karang Taruna juga menyambut kami dengan baik
dan sangat membantu dalam mempersiapkan segala kebutuhan mulai dari ruangan,
proyektor, microphone, meja, kursi dan kipas angin.
Hambatan dalam kegiatan penyuluhan Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
Hutan dan Lahan ini ialah waktu dimulainya acara yang harus diundur karena masyarakat
tidak datang tepat waktu sesuai jam yang tertera di undangan. Seharusnya, kegiatan
penyuluhan dimulai pada jam 13.00 WIB, namun peserta penyuluhan baru mulai hadir satu
jam setelahnya yaitu jam 14.00 WIB. Penyuluhan baru mulai dilaksanakan setelah jumlah
peserta dianggap cukup.
Selain itu, masalah lainnya adalah kesalahan teknis pada sambungan proyektor untuk
menampilkan materi dan video. Padahal sebelum acara dimulai, tidak ada masalah sama
sekali dengan semua perangkat laptop, proyektor, dll, namun ketika acara akan dimulai,
proyektor malah tidak bekerja. Untungnya, proyektor kemudian bekerja di pertengahan acara
sehingga video yang dimaksudkan tetap bisa disampaikan kepada masyarakat yang hadir.
Saran perbaikan untuk kegiatan di masa yang akan datang adalah diharapkan agar penyuluh
mempersiapkan segala persiapan peralatan dan tenaga teknis agar meminimalisir kesalahan
teknis serta diharapkan kepada masyarakat agar meningkatkan semangat partisipasi saat ada
kegiatan penyuluhan.

K. Kesimpulan dan Saran


K.1. Kesimpulan
Kebakaran hutan dan lahan merupakan terbakarnya kawasan hutan atau lahan baik
dalam skala yang besar atau kecil. Kebakaran hutan mulanya dianggap secara alami
dikarenakan iklim, namun ada juga pembakaran yang dilakukan secara sengaja. Kebakaran
hutan dan lahan dapat merusak sifat fisik tanah akibat hilangnya humus dan bahan-bahan
organik tanah, dan pada gilirannya tanah menjadi terbuka terhadap pengaruh panas matahari
dan aliran air permukaan. Tanah menjadi mudah tererosi, perkolasi dan tingkat air tanah
menurun. Kebakaran yang berulang-ulang dikawasan yang sama dapat menghabiskan
lapisan serasah dan mematikan mikroorganisme/jasad renik yang sangat berguna bagi
kesuburan tanah
Hasil evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan yang telah dilaksanakan adalah bahwa
masyarakat cukup antusias menghadiri dan mendengarkan penyuluhan ini, walaupun
dibeberapa waktu ibu-ibu dan bapak-bapak terlihat mengobrol dalam kelompok masing-
masing. Namun kondisi tersebut dapat secepatnya dikontrol oleh presentator dengan
melakukan interaksi terhadap masyarakat berupa tanya jawab kondisi desa dan dampak yang
masyarakat rasakan selama terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang melanda Sumatera
Selatan baru-baru ini
K.2. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan:
1. Melakukan control melalui kader-kader yang ada di desa untuk tetap megendalikan
pembakaran.
2. Melakukan pelatihan berkala kepada kader-kader tanggap bencana dan masyarakat
sekitar.
3. Meningkatkan peran akademisi dan pemerintah setempat dalam menanggapi
pencegahan kebaran hutan dan lahan serta penanggulangan dampak, seperti gerakan
menanam pohoh kembali.

L. Daftar Pustaka

Booklet Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah
Sumatera 2017. kbbi.kemdikbud.go.id
Darwiati, W. dan F.D. Tuheteru. 2010. Dampak kebakaran hutan terhadap
pertumbuhan vegetasi. Jurnal Mitra Hutan Tanaman. 3(1): 27-32.
Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Hatta, M. 2008. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat-sifat tanah di kecamatan besitang
kabupaten langkat. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumateta Utara.
LAPAN, 2016. Panduan Teknis (V.01) Informasi Titik Panas (Hotspot) Kebakaran
Hutan/Lahan. Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.32/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan Dan
Lahan.
Perwitasari, D. dan B. Sukana. 2012. Gambaran kebakaran hutan dengan kejadian penyakit
ispa dan pneumonia di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi tahun 2008. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 11(2): 148-158.
Purbowaseso, B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta:Rineka Cipta.
Qodriyatun, S. N. 2014. Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan. Prosiding
Info Singkat Kesejahteraan Sosial. Peneliti Madya bidang Kebijakan
Lingkungan pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Setjen DPR RI. 6(6): 9-12
Saharjo, B.H dan C. Gago.2011. Suksesi alami paska kebakaran pada hutan sekunder
di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera-Timor Leste. Jurnal
Silvikultur Tropika. 2(1): 40-45.
Sormin, B.H. dan Hartono. 1986. Metode dan teknik Penanggulangan kebakaran Hutan.
Kerjasama Proyek Diklat dalam rangka Pengindonesian Tenaga Kerja. Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelesatarian Alam. Departemen Kehutanan.
Bogor.
Johan T., Cik Aluya dan Erta.H. 2018. Persepsi masyarakat desa rinding kabupaten ogan
komering ilir terhadap upaya pencegahan kebakaran di lahan gambut. Palembang
Budiningsih, K. 2017. Implementasi Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di
Provinsi Sumatera Selatan. JAKK.
Lampiran 1. Materi Penyuluhan

Anda mungkin juga menyukai