Nama Kelompok
Pada proses fotosintesa, energi terpusat secara perlahan-lahan, sedangkan ada proses
pembakaran energi yang berupa panas dilepaskan dengan cepat. Selain panas, proses
pembakaran juga menghasilkan bebera pa jenis gas dan partikel-partikel. Dapat dilihat
bahwa terjadinya proses pembakaran/kebakaran. Apabila ada tiga unsur yang bersatu yaitu
bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen) dan panas (heat). Bila salah satu dari ketiganya tidak
ada maka kebakaran tidakakan terjadi. Prinsip inidikenal dengan istilah prinsip segitiga api.
Yang merupakan kunci uatam dalam mempelajari kebakaran hutan dan lahan yang termasuk
dalam upaya pengendalian kebakaran. Bahan bakar dan oksigen tersedia di hutan dalam
jumlah yang berlimpah, sedangkan sumber panas penyalaan sangat tergantung kepada
kondisi alami suatu daerah dan kegiatan manusia (Sormin dan Hartono, 1986).
D.3. Konsep Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan
Dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 32 tahun 2016
pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang disebut dalkarhutla meliputi
usaha/kegiatan/tindakan pengorganisasian, pengelolaan sumberdaya manusia dan sarana
prasarana serta operasional pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran,
dukungan evakuasi dan penyelamatan, dandukungan manajemen pengendalian kebakaran
hutan atau lahan. Sesuai dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan nomor
32 tahun 2016 pasal 71 penyelenggaraan penanggulangan kebakaran hutan atau lahan
(karhutla), meliputi: Deteksi dini, Pemadaman awal, Koordinasi pemadaman, Mobilisasi
pemadaman, Pemadaman lanjutan, Demobilisasi pemadaman, evakuasi dan penyelamatan.
Kegiatan pengendalian kebakaran hutan atau lahan (Dalkarhutla), dalam peraturan
Menteri Lingkkungan Hidup dan Kehutanan nomor 32 tahun 2016 pasal 65 sekurang-
kurangnya terdiri atas: perencanaan, penyelenggaraan pencegahan, penyelenggaraan
penanggulangan, penyelenggaraan penanganan pasca kebakaran, koordinasi kerja dan status
kesiagaan.
D.4. Tipe-tipe Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dan lahan dapat dibedakan berdasarkan letak menjalarnya api. Tipe-
tipe kebakaran hutan dan lahan tersebut adalah:
a. Kebakaran Tajuk (Crown Fire)
Pada kebakaran tajuk, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon lainnya.
Tajuk menurut istilah biologi adalah seluruh sistem dedaunan pada pohon, kecuali
batang. Laju penyebaran api pada kebakaran tajuk tergantung pada faktor bahan bakar,
angin, topografi, dan iklim/cuaca. Semakin kering bahan bakar dan semakin panas
cuaca ditambah dengan kondisi angin yang kencang, maka laju kebakaran menjadi
semakin cepat dan api semakin sulit untuk dikendalikan.
Pemadaman kebakaran dalam mengatasi kebakaran tajuk dapat dilakukan dengan
cara langsung maupun tidak langsung atau bahkan keduanya secara bersamaan.
Pemadaman secara langsung dilakukan dengan menyerang api langsung dengan air dan
dengan peralatan pemadaman lainnya. Sedangkan pemadaman secara tidak langsung
dilakukan dengan pembuatan sekat bakar, bakar balik terkendali.
b. Kebakaran Permukaan (Surface Fire)
Kebakaran permukaan terjadi di permukaan tanah dimana api menjalar dengan
membakar bahan bakar seperti semak belukar hingga hutan sekunder. Faktor yang
memengaruhi kebakaran permukaan pun serupa dengan yang memengaruhi kebakaran
tajuk, yaitu bahan bakar, angin, topografi, dan iklim/cuiaca. Cara pemadamannya pun
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung seperti halnya kebakaran
tajuk.
c. Kebakaran Bawah atau Gambut (Ground Fire)
Kebakaran gambut terjadi di bawah serasah (bahan organik mati seperti ranting
atau daun) atau kebakaran yang membakar bahan-bahan organik pada lapisan tanah
(gambut) yang strukturnya terdiri dari kumpulan bahan organik mudah terbakar bila
dalam kondisi kering.
D.5. Penyebab Kebakaran Hutan
Menurut Darwiati dan Tuheteru (2010) di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan
hampir 99% diakibatkan oleh kegiatan manusia baik disengaja maupun tidak (unsur
kelalaian). Diantara angka persentase tersebut, kegiatan konversi lahan menyumbang
34%, peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan sosial 14%, proyek
transmigrasi 8%; sedangkan hanya 1% yang disebabkan oleh alam. Faktor lain yang
menjadi penyebab semakin hebatnya kebakaran hutan dan lahan sehingga menjadi pemicu
kebakaran adalah iklim yang ekstrim, sumber energi berupa kayu, deposit batubara dan
gambut.Setiap tahun kebakaran hutan terjadi di Indonesia. Kebakaran hutan yang sering
terjadi sebagian besar diakibatkan oleh faktor kelalaian ataupunkesengajaan manusia
dalam rangka pembukaan lahan secara besar besaran yang dilakukan oleh perusahaan
perkebunan dan kehutanan secara ilegal, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun
perkebunan dan hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh alam (petir atau lava
gunung berapi) (Qodriyatun, 2014).
Faktor cuaca juga merupakan faktor penting yang menyebabkan kebakaran hutan,
meliputi: angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembaban relatif. Waktu
juga mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan, karena waktu sangat terkait dengan
kondisi cuaca yang menyertainya. Waktu dipisahkan atas waktu siang dan malam hari.
Terdapat hubungan antara waktu dengan kondisi kebakaran hutan dan lahan. Faktor
topografi yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan mencakup tiga hal yaitu
kemiringan, arah lereng dan medan. Masing-masing faktor tersebut sangat
mempengaruhi perilaku api kebakaran hutan dan lahan (Hatta, 2008).
D.6. Dampak Kebakaran Hutan
Departemen Kehutanan (2007) menyatakan beberapa dampak kebakaran hutan dan
lahan diantaranya :
a. Dampak Terhadap Bio-fisik
Dampak buruk dari kebakaran hutan dan lahan sangat banyak. Kerusakan dapat
berkisar dari gangguan luka-luka bakar pada pangkal batang pohon/tanaman sampai
dengan hancurnya pepohonan/tanaman secara keseluruhan berikut vegetasi lainnya.
Dengan hancurnya vegetasi, yang paling dikhawatirkan adalah hilangnya plasma
nutfah (sumber daya genetik pembawa sifat keturunan) seiring dengan hancurnya
vegetasi tersebut. Selain itu, kebakaran dapat melemahkan daya tahan tegakan terhadap
serangan hama dan penyakit. Batang pohon yang menderita luka bakar meskipun tidak
mati, seringkali pada akhirnya terkena serangan penyakit/pembusukan. Kebakaran
hutan juga dapat mengurangi kepadatan tegakan dan merusak hijauan yang bermanfaat
bagi hewan serta menggangu habitat satwa liar. Rusaknya suatu generasi tegakan hutan
oleh kebakaran, berarti hila ngnya pengorbanan dan waktu yang diperlukan untuk
mencapai taraf pembentukan tegakan tersebut. Kebakaran hutan dan lahan dapat
merusak sifat fisik tanah akibat hilangnya humus dan bahan-bahan organik tanah, dan
pada gilirannya tanah menjadi terbuka terhadap pengaruh panas matahari dan aliran air
permukaan. Tanah menjadi mudah tererosi, perkolasi dan tingkat air tanah menurun.
Kebakaran yang berulang-ulang dikawasan yang sama dapat menghabiskan lapisan
serasah dan mematikan mikroorganisme/jasad renik yang sangat berguna bagi
kesuburan tanah.
Dampak lainnya dari kebakaran hutan adalah rusaknya permukaan tanah dan
meningkatnya erosi. Kawasan yang terbakar di lereng-lereng di daerah hulu DAS
cenderung menurukan kapasitas penyimpanan air di daerah-daerah dibawahnya. Dari
hasil pengamatan menunjukkan bahwa penurunan mutu kawasan karena kebakaran
yang berulang-ulang menyebabkan erosi tanah dan banjir, yang menimbulkan dampak
lanjutan berupa pendangkalan terhadap saluran air, sungai, danau dan bendungan.
b. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Perubahan bio-fisik terhadap sumber daya dan lingkungan akibat kebakaran hutan
dan lahan, mengakibatkan penurunan daya dukung dan produktivitas hutan dan lahan.
Pada keadaan serupa ini akan menurunkan pendapatan masyarakat dan negara dari
sektor kehutanan, pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa wisata dan lainnya yang
terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungannya.
c. Dampak Terhadap Lingkungan
Selain dapat menimbulkan kerugian material, kebakaran hutan dan lahan juga
menimbulkan akumulasi asap yang besar. Kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1994
dan tahun 1997 telah menarik perhatian dunia, karena adanya suatu kondisi cuaca
tertentu yaitu asap dari kebakaran hutan dan lahan yang terperangkap di bawah suatu
lapisan udara dingin atmosfir di atas wilayah Indonesia dan negara tetangga,
menyebabkan penurunan visibilitas (daya tembus pandang) sehingga mengganggu
kelancaran transportasi darat, laut dan udara.
Kebakaran hutan telah menjadi masalah tahunan yang serius di Indonesia, terutama
pada musim kemarau. Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada
daerah kejadian saja, tetapi juga berdampak kepada negara tetangga (Nasution et al.,
2013). Penyebaran konsentrasi asap akibat kebakaran hutan dan lahan sangat luas hingga
menutupi beberapa wilayah di negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai
Darrusalam. Akibat yang ditimbulkan adalah berkurangnya jarak pandang (visibility),
transportasi udara dan darat yang terganggu, meningkatnya penderita infeksi saluran
pernapasan atas, dan masalah- masalah sosial ekonomi di masyarakat. Dampak asap
akibat kebakaran menimbulkan gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA), asma bronkial, bronkitis, pneumonia (radang paru), iritasi mata dan kulit.
Hal ini akibat tingginya kadar debu di udara yang telah melampaui ambang batas (Perwitasari
dan Sukana, 2012).
Selain asap akibat kebakaran yang mengganggu kesehatan masyarakat serta sarana
transportasi baik darat, perairan, maupun udara, yaitu dampak negative yang ditimbulkan
oleh kebakaran hutan juga cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya
keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah,
perubahan iklim mikro maupun global (Saharjo dan Gago, 2011).
D.7. Teknik Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan pada fase sebelum kejadian berlangsung.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan meliputi pembuatan
peta rawan kebakaran, memantau gejala rawan kebakaran, penyiapan regu pemadam
kebakaran, membangun menara pengawas, membuat jalur sekat bakar, dan penyuluhan
(Purbowaseso, 2004).
a. Peta Rawan Kebakaran
Peta rawan kebakaran hutan dan lahan dapat dibuat dengan menumpang susunkan
peta dari parameter-perameter yang dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan
lahan dengan menggunakan metode skoring. Selain itu, peta rawan kebakaran hutan
dan lahan dapat dibuat dengan bantuan citra satelit yang memanfaatkan saluran
thermal, seperti citra NOAA.
b. Memantau Cuaca, Akumulasi Bahan Bakar dan Gejala Rawan Kebakaran
Kegiatan yang dimaksud adalah yang dikaitkan untuk memantau tingkat
kerawanan api. Api ditentukan oleh kondisi bahan bakar (kandungan air, struktur dan
susunannya), angin dan topografi. Oleh karena kandungan air bahan bakar tergantung
hujan, suhu dan kelembaban, maka sebenarnya kerawanan api akan juga tergantung
pada factor hujan, suhu, kelembaban, struktur bahan bakar, susunan bahan bakar, angin
dan topografi (Purbowaseso, 2004).
c. Penyiapan Regu Pemadam Kebakaran
Satu regu pemadam kebakaran hutan terdiri dari 20 orang dan dipimpin seorang
ketua regu. Ketua regu harus dipilih yang sudah berpengalaman. Kebutuhan regu
pemadam dapat dihitung dengan kriteria yaitu apabila satu regu pemadam berjajar
sepanjang tepi api yang menyala, dan satu orang pemadam dengan membawa peralatan
pemukul api memerlukan ruang gerak 5 meter, maka untuk satu regu wilayah yang bisa
dijangkau adalah sepanjang 5 x 20 = 100 meter (Purbowaseso, 2004).
d. Membangun Menara Pengawas
Perlengkapan yang diperlukan dalam pengawasan ini adalah alat komunikasi dan
lokasi pengawasan. Bahan yang digunakan untuk membuat menara api dapat berasal
dari besi ataupun kayu. Sesuai SK Dirjen PHPA nomor 248/Kpts/DJ-VI/1994
mensyaratkan bahwa tinggi menara pengawas api berkisar antara 12-18 m. Lokasi
penempatan menara pengawas api harus diletakkan pada tempat yang strategis artinya
pada tempat yang paling tinggi di wilayah tersebut dan mudah didatangi. Menara
pengawas api dengan tinggi 13 m yang diletakkan di puncak bukit kecil mampu
mengawasi wilayah 3-5 km
e. Membuat Jalur Sekat Bakar
Biasanya sekat bakar dipisahkan atas 2 yakni jalur kuning dan jalur hijau. Jalur
kuning adalah sekat yang dibuat dengan lebar tertentu (umumnya 12-20 m) dan
mengelilingi areal sampai ketemu gelang serta sekat dalam kondisi bersih dari bahan
bakar. Jalur hijau dibedakan dengan jalur kuning terletak pada penanaman pohon yang
tahan api pada jalur hijau. Pembuatan jalur kuning biasanya juga dikombinasikan
dengan jalan, baik jalan utama maupun jalan cabang. Hal yang perlu diperhatikan untuk
membuat lebar jalur kuning adalah kecepatan angin. Angin yang kencang akan
membawa materi bisa terbang jauh, sebaliknya angin sepoi-sepoi tidak dapat membawa
materi terbang jauh. Oleh karena itu, lebar jalur sangat ditentukanoleh besar-kecilnya
kecepatan angin. Jalur hijau lebih tepat dibuat pada areal yang menghubungkan antara
kegiatan sebagai sumber penyebab kebakaran hutan seperti pemukiman, ladang,
kegiatan HTI, PIR, transmigrasi dengan kawasan yang dilindungi yang berada di
sekitarnya. Jalur hijau dicirikan dengan penanaman pohon-pohonan yang tahan api
artinya jenis pohon yang survival setelah terbakar
f. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan kegiatan penting dalam rangka menyadarkan seluruh pihak
yang terkait dengan pembakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, agar penyuluhan
dapat efektif, maka orang yang disuluh sebagai obyek harus tepat. Materi yang
disampaikan harus dalam bahasa yang mudah diterima oleh peserta penyuluhan.
F. Khalayak Sasaran
Sasaran dalam kegiatan penyuluhan ini adalah masyarakat desa sakatiga seberang.
Masyarakat sakatiga seberang memiliki mata pencariaan sebagai petani di lading sawah.
dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan masyarakat yang datang banyak berasal dari para
petani.
G. Metode Kegiatan
Penyuluhan dilakukan oleh kelompok yang berisi 10 orang dilaksanakan di Balai Desa,
Desa Sakatiga Seberang. Dan dilaksanakan pada hari selasa tanggal 29 oktober 2019.
Kegiatan dilakukan dengan materi penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan. Proses dilakukan dengan pemaparan materi dalam bentuk
ceramah, tanya jawab dan pemutaran video.
Metode pelaksanaan kegiatan
1. Metode 1 (presentasi)
Presentasi dilakukan dengan pemaparan materi oleh pemateri dengan menampilkan
materi dengan media power point. Materi disampaikan kepada para undangan yaitu,
warga dan kader-kader kesehatan yang ada di desa sakatiga seberang.
2. Metode 2 (peragaan)
Peragaan dilakukan dengan menampilkan power point dan penampilan video mengenai
kebakaran hutan dan lahan kepada peserta penyuluhan.
3. Metode 3 (peragaan dan pembagian bahan)
Dilakukan pemaparan dan penampilan video serta dengan pembagian alat peraga dan
masker kepada peserta penyuluhan.
4. Metode 4 (Pembuatan Percontohan)
Dilakuakan simulasi sederhana kepada peserta penyuluhan, ketika terjadi kebakaran
dan kegiatan apa yang harus dilakuakn jika terjadinya kebakaran.
H. Rancangan Evaluasi
H.1. Penilaian Proses
a. Indikator Penilaian
1. Dukungan dari pihak Puskesmas dan perangkat desa di Desa Sakatiga Sebrang
dalam bentuk penyediaan waktu dan tempat penyuluhan.
2. Ketepatan durasi waktu pelaksanaan yaitu selama 2 jam.
3. Kelengkapan sarana yang dipergunakan untuk penyuluhan berupa LCD, laptop,
sound system, materi penyuluhan, dan pelengkapan administrasi.
4. Jumlah cakupan peserta yang datang 50% dari estimasi jumlah yang diharapkan
b. Waktu Penilaian
Penilaian dilakukan selama dan sesudah pelaksanaan.
c. Cara Penilaian
Pelaksanaan dinilai dengan mengamati pelaksanaan, serta pemberian feedback oleh
peserta penyuluhan.
d. Penilai
Penilaian dilakukan oleh pelaksana kegiatan dalam hal ini mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
H.2. Penilaian Hasil
a. Indikator Penilaian
1. Pertanyaan dari peserta yang diajukan selama tanya jawab berlangsung.
2. Peningkatan pengetahuan tentang pencegahan dan pengendalian serta dampak dari
kebakaran hutan dan lahan yang dinilai berdasarkan ketepatan dalam menjawab
pertanyaan yang diberikan, dimana diharapkan setelah dilakukan pemberian materi
peserta penyuluhan dapat menjawab pertanyaan dengan lebih tepat dibandingkan
sebelum dilakukan pemberian materi.
b. Waktu Penilaian
Waktu penilaian dilakukan sebelum dan sesudah penyuluhan.
c. Cara Penilaian
Menggunakan pemberian pertanyaan dan pemberian kesempatan masyarakat untuk
bertanya secara lisan.
d. Penilai
Penilaian dilakukan oleh pelaksana kegiatan dalam hal ini mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat
I. Waktu dan Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan selama 3 minggu terhitung dari minggu ke-3 Oktober sampai
dengan minggu ke-1 November 2019. Kegiatan penyuluhan dilakukan pada tanggal 29
Oktober 2019.
Tabel 1. Recana Kegiatan Penyuluhan
Waktu
No Kegiatan Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
- Survei Desa
- Ketemu Kades
- Susun Materi
2 Pelaksanaan
- Persiapan pelaksanaan
- Pelaksanaan kegiatan
3 Evaluasi
- Presentasi
- Revisi Laporan
Menurut data BNPB (2017) sejak tahun 1997 hingga sekarang, kebakaran hutan dan
lahan (karhutla) di Indonesia terjadi hampir setiap tahun. Pada tahun 2015, kejadian karhutla
diduga telah membakar sekitar 2,61 juta hutan dan lahan. Menurut KLHK (2016) 2016 lalu,
walaupun Indonesia dilanda La Nina. Karhutla tetap terjadi dan berimbas pada 14.604,84
hektar hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak dan kerugian bagi
lingkungan, ekonomi dan sosial. Bahkan persoalan kebakaran di Indonesia telah
menimbulkan dampak asap tidak hanya kepada Indonesia sendiri, tetapi juga terhadap
negara-negara tetanggan khususnya di Wilayah Asia Tenggara (Budiningsih, 2017).
Persepsi masyarakat terhadap kejadian karhutla menjadi landasan sikap dan
partisipasi masyarakat terhadap upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut.
Adanya persepsi positif dari masyarakat bisa dijadikan indikator bahwa kegiatan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan gambut yang dijalankan mendapatkan dukungan dari masyarakat
berupa partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kegiatannya, karena upaya
pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut tidak akan tercapai tanpa adanya partisipasi
dari masyarakat (Johan, dkk. 2018).
Respon masyarakat terhadap kegiatan penyuluhan ini cukup baik dan antusias, begitu
juga dengan umpan balik yang diberikan. Masyarakat mendengarkan dengan baik dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari presentator dengan antusias. Presentator awalnya
menanyakan kondisi desa, dampak yang masyarakat rasakan dan keluhan masyarakat
terhadap kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi baru-baru ini. Bidan Desa juga
dilibatkan dengan pertanyaan mengenai kesehatan masyarakat desa sebelum dan sesudah
terjadinya karhutla, dan ternyata meskipun dampak kabut asap sempat dirasakan oleh warga
sekitar, tapi tidak sampai menaikkan angka kejadian ISPA dan lainnya. Tidak ada penyakit
yang signifikan terjadi akibat dari terjadinya karhutla ini. Kegiatan kemudian dilanjutkan
dengan pemberian materi dari presentator kemudian ditutup dengan sesi tanya jawab oleh
masyarakat. Hadiah juga diberikan kepada masyarakat yang aktif dalam kegiatan ini.
Gambar 1. Pemberian Materi Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan
Gambar 2. Pemberian Sertifikat oleh ketua pelaksana kepada Kepala Desa Sakatiga
Seberang
Hasil evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan yang telah dilaksanakan adalah bahwa
masyarakat cukup antusias menghadiri dan mendengarkan penyuluhan ini, walaupun
dibeberapa waktu ibu-ibu dan bapak-bapak terlihat mengobrol dalam kelompok masing-
masing. Namun kondisi tersebut dapat secepatnya dikontrol oleh presentator dengan
melakukan interaksi terhadap masyarakat berupa tanya jawab kondisi desa dan dampak yang
masyarakat rasakan selama terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang melanda Sumatera
Selatan baru-baru ini. Perangkat Desa dan Karang Taruna juga menyambut kami dengan baik
dan sangat membantu dalam mempersiapkan segala kebutuhan mulai dari ruangan,
proyektor, microphone, meja, kursi dan kipas angin.
Hambatan dalam kegiatan penyuluhan Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
Hutan dan Lahan ini ialah waktu dimulainya acara yang harus diundur karena masyarakat
tidak datang tepat waktu sesuai jam yang tertera di undangan. Seharusnya, kegiatan
penyuluhan dimulai pada jam 13.00 WIB, namun peserta penyuluhan baru mulai hadir satu
jam setelahnya yaitu jam 14.00 WIB. Penyuluhan baru mulai dilaksanakan setelah jumlah
peserta dianggap cukup.
Selain itu, masalah lainnya adalah kesalahan teknis pada sambungan proyektor untuk
menampilkan materi dan video. Padahal sebelum acara dimulai, tidak ada masalah sama
sekali dengan semua perangkat laptop, proyektor, dll, namun ketika acara akan dimulai,
proyektor malah tidak bekerja. Untungnya, proyektor kemudian bekerja di pertengahan acara
sehingga video yang dimaksudkan tetap bisa disampaikan kepada masyarakat yang hadir.
Saran perbaikan untuk kegiatan di masa yang akan datang adalah diharapkan agar penyuluh
mempersiapkan segala persiapan peralatan dan tenaga teknis agar meminimalisir kesalahan
teknis serta diharapkan kepada masyarakat agar meningkatkan semangat partisipasi saat ada
kegiatan penyuluhan.
L. Daftar Pustaka
Booklet Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah
Sumatera 2017. kbbi.kemdikbud.go.id
Darwiati, W. dan F.D. Tuheteru. 2010. Dampak kebakaran hutan terhadap
pertumbuhan vegetasi. Jurnal Mitra Hutan Tanaman. 3(1): 27-32.
Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Hatta, M. 2008. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat-sifat tanah di kecamatan besitang
kabupaten langkat. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumateta Utara.
LAPAN, 2016. Panduan Teknis (V.01) Informasi Titik Panas (Hotspot) Kebakaran
Hutan/Lahan. Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.32/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan Dan
Lahan.
Perwitasari, D. dan B. Sukana. 2012. Gambaran kebakaran hutan dengan kejadian penyakit
ispa dan pneumonia di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi tahun 2008. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 11(2): 148-158.
Purbowaseso, B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta:Rineka Cipta.
Qodriyatun, S. N. 2014. Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan. Prosiding
Info Singkat Kesejahteraan Sosial. Peneliti Madya bidang Kebijakan
Lingkungan pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Setjen DPR RI. 6(6): 9-12
Saharjo, B.H dan C. Gago.2011. Suksesi alami paska kebakaran pada hutan sekunder
di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera-Timor Leste. Jurnal
Silvikultur Tropika. 2(1): 40-45.
Sormin, B.H. dan Hartono. 1986. Metode dan teknik Penanggulangan kebakaran Hutan.
Kerjasama Proyek Diklat dalam rangka Pengindonesian Tenaga Kerja. Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelesatarian Alam. Departemen Kehutanan.
Bogor.
Johan T., Cik Aluya dan Erta.H. 2018. Persepsi masyarakat desa rinding kabupaten ogan
komering ilir terhadap upaya pencegahan kebakaran di lahan gambut. Palembang
Budiningsih, K. 2017. Implementasi Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di
Provinsi Sumatera Selatan. JAKK.
Lampiran 1. Materi Penyuluhan