Anda di halaman 1dari 16

1.

Apa itu inflamasi


2. Proses terjadinya inflamasi
3. Antiinflamasi
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai
rangsangan yang mencakup lukaluka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi
(Houglum et al, 2005). Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua
golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid.
Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja
menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan, 2007).
4. Golongan obat antiinflamasi
5. Antiinflamasi steroid
5.1. Steroid
5.2. Golongan kartikosteroid
5.3. Mekanisme kerja obat golongan AIS
5.4. Obat obat kartikosteroid
5.4.1. Bentuk sediaan
5.4.2. Indikasi
5.4.3. Kontraindikasi
5.5. Ketepatan mengindikasi tanaman berkhasiat AIS

Pengujian aktivitas antiinflamasi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode
paw edema, metode pleurisy test, metode kantung granuloma, metode permeabilitas vaskuler.
Obat anti inflamasi steroid merupakan jenis obat yang sangat kuat karena obat-obat ini
menghambat enzim phospholipase A2 sehingga asam arakidonat dan prostaglandin yang menjadi
salah satu penyebab nyeri kepala primer dan menimbulkan edema (pembengkakan) tidak akan
terbentuk. Meski sangat efektif, obat jenis ini memiliki efek samping yang besar pula seperti
hipertensi dan osteoporosis. Contoh obat anti inflamasi steroid adalah hidrokortison,
deksametason, prednisone, betametason, metilprednisolon.
inflamasi/radang timbul karena adanya mediator inflamasi. Contoh mediator inflamasi
adalah prostaglandin dan NO menyababkan pembesaran pada pembuluh darah, histamin,
serotonin, anafilaktoksin, bradikin, leukotrien C, D, dan E meningkatkan permeabilitas vaskuler,
leukotrien B dan kemokin menyebabkan kemotaksis, IL-1, IL-6, dan prostaglandin yang
menyebabkan demam, bradikin dan prostaglandin menyebabkan rasa nyeri, dan enzim lisosom
neutrofil dan makrofag, NO, dan metabolit oksigen menyebabkan kerusakan jaringan.
Prostaglandin merupakan salah satu mediator inflamasi yang mengatur relaksasi dan
kontraksi pada otot polos jaringan. Bagaimana mediator inflamasi ini dapat dihasilkan? Terdapat
Phosphatidylcholine dan Phosphatidylinositol di dalam membran sel. Saat terjadi luka, maka sel
akan terkena dampaknya, begitu pula dengan membran sel. Kedua zat tersebut diubah menjadi
asam arakidonat yang nantinya bercabang menjadi jalur siklooksigenasi (COX) dan
lipooksigenase. Pada jalur COX terbentuk prostaglandin dan thromboxane, sedangkan pada jalur
lipooksigenase terbentuk leukotrin.
Obat anti inflamasi steroid bekerja dengan cara menghambat tumbuhnya enzim
phospholipase A2. Dengan terhambatnya pertumbuhan enzim ini, tidak akan terbentuk asam
arakidonat sehingga otomatis, prostaglandin yang berperan dalam perbaikan otot juga tidak
terbentuk. Dengan kata lain, penggunaan obat anti inflamasi steroid hanya akan menghilangkan
rasa nyeri yang dihasilkan ketika tubuh melakukan perbaikan pada sel-sel otot yang mengalami
kerusakan. Pengguna hanya akan merasa bahwa dirinya sudah kembali normal. Ia tidak lagi
merasakan nyeri dan beranggapan bahwa sel-sel otot juga sudah diperbaiki. Padahal bila kita
melihat lagi pada perbaikan otot, tanpa adanya prostaglandin yang menyebabkan rasa nyeri, otak
tidak akan mendapat sinyal bahwa sebenarnya sebagian kecil dari tubuh mengalami kerusakan.
Karena tidak mendapatkan sinyal, maka sel-sel otot yang rusak akan tetap rusak, karena otak
mengira tubuh baik-baik saja dengan tidak adanya nyeri tersebut. Maka dari itu, terbukti bahwa
penggunaan obat anti inflamasi steroid dapat menghambat pertumbuhan otot.
Sebenarnya, boleh-boleh saja menggunakan obat ini. Banyak juga atlet-atlet olahraga
yang mengonsumsi obat pereda nyeri setelah berlatih/bertanding. Namun penggunaan yang
berlebihan juga akan berakibat buruk. Dan untuk para binaragawan, obat ini tidak dianjurkan
karena dengan hilangnya rasa nyeri, otot tidak akan terbentuk.
Hydrocortisone
Hydrocortisone adalah salah satu obat kortikosteroid yang berfungsi untuk meredakan
peradangan (inflamasi). Obat ini dapat digunakan untuk mengatasi alergi, kelainan kulit, kolitis
ulseratif, artritis, lupus, psoriasis, dan gangguan pernapasan.
Karena hydrocortisone termasuk golongan kortikosteroid, obat ini dapat melemahkan
sistem imun sehingga penggunanya lebih mudah terkena infeksi baru atau memperburuk infeksi
yang sudah terjadi. Untuk menghindari hal tersebut, pengguna hydrocortisone dianjurkan untuk
menghindari kontak dengan orang sakit atau penderita infeksi.
Merk dagang: Calacort, Dermacoid, Fartison, Berlicort, Cortigra, Enkacort, Lexacorton, atau
Steroderm.
Tentang Hydrocortisone
Golongan : kortikosteroid
Kategori : obat resep
Manfaat : Meredakan peradangan ringan pada kulit akibat eksim dan dermatitis,
serta mengatasi gigitan serangga
Penggunaan : Dewasa dan anak-anak
Indikasi : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap
janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh
digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko
terhadap janin.
Sediaan : oral, topical dan suntik
Peringatan:
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah menggunakan hydrocortisone, segera
temui dokter
 Jangan menerima vaksin hidup selama menggunakan hydrocortisone karena
dikhawatirkan vaksinasi tidak bekerja dengan baik.
 Hindari mengonsumsi alkohol selama menjalani pengobatan dengan hydrocortisone.
 Harap berhati-hati jika Anda menderita infeksi virus atau bakteri, mengalami lesi
akibat TBC atau sifilis, serta menderita infeksi fungi.
Dosis Hydrocortisone
Berikut adalah dosis dan tujuan penggunaan hydrocortisone:
Bentuk: Obat topical
 Mengobati dermatosis
Dewasa: Gunakan krim 0,1-2,5 % pada daerah yang terkena dermatosis
Bentuk: Obat suntik
 Penanganan peradangan jaringan lunak
Dewasa: Suntik intravena, 100-200 mg dilarutkan di dalam larutan natrium fosfat atau
natrium suksinat.
 Mengobati radang sendi
Dewasa: Injeksi intra-artikular, 5-50 mg tergantung ukuran sendi yang mengalami
peradangan, kemudian dilarutkan dalam larutan asam asetat.
 Suplemen kelenjar adrenal selama pembedahan minor pada anestesi general
Dewasa: Suntik intravena, dosis awal 25-50 mg, kemudian dilanjutkan dengan
kortikosteroid oral setelah pembedahan
 Suplemen kelenjar adrenal selama pembedahan sedang atau mayor pada anestesi general
Dewasa: Suntik intravena, dosis awal 25-50 mg, kemudian dilanjutkan dengan
hydrocortisone sesuai dosis sebelumnya sebanyak tiga kali sehari selama 24 jam untuk
pembedahan sedang, dan selama 48-72 jam untuk pembedahan mayor. Pengobatan
dengan kortikosteroid oral dilanjutkan setelah dosis hydrocortisone injeksi selesai
diberikan
 Mengatasi kekurangan hormon adrenal korteks akut
Dewasa: Suntik intravena 100-500 mg 3-4 kali sehari, selama 24 jam tergantung kepada
tingkat keparahan penyakit
Anak usia < 1 tahun: Suntik intravena, dosis 25 mg
Anak usia 1-5 tahun: Suntik intravena, dosis 50 mg
Anak usia 6-12 tahun: Suntik intravena, dosis 100 mg
Bentuk: Obat oral
 Terapi pengganti kekurangan hormon adrenal korteks
Dewasa: 20-30 mg/hari dibagi menjadi 2 dosis.
Anak-anak: 400-800 mkg/hari dibagi menjadi 2-3 dosis.

Cara Menggunakan Hydrocortisone dengan Benar


 Gunakanlah hydrocortisone sesuai anjuran dokter dan jangan lupa untuk membaca
keterangan pada kemasan. Untuk Hydrocortisone topikal, oleskan obat secukupnya
sampai merata dengan kulit. Jangan lupa untuk selalu mencuci tangan dengan air dan
sabun sebelum dan sesudah menggunakan obat ini.
 Hindari menutup bagian yang sudah diolesi hydrocortisone topikal dengan kain, plester,
atau kain kasa. Hal ini dapat meningkatkan penyerapan obat oleh kulit sehingga dapat
mempertinggi potensi efek samping.
 Bagi Anda yang mengalami dermatitis atau eksim, pastikan untuk menggunakan amolien
tiap hari setelah selesai menggunakan hydrocortisone.
 Jangan menggunakan hydrocortisone melebihi jangka waktu yang direkomendasikan oleh
dokter.
 Hydrocortisone dapat memengaruhi beberapa hasil pemeriksaan diagnostik. Beri tahu
dokter atau petugas terkait pada saat akan menjalani pemeriksaan diagnostik jika sedang
menjalani pengobatan dengan hydrocortisone.
 Jangan menghentikan penggunaan hydrocortisone secara tiba-tiba dikarenakan dapat
menyebabkan gejala putus obat.
Interaksi Obat dengan Hydrocortisone
Beberapa obat yang dapat berinteraksi jika digunakan bersama hydrocortisone, antara lain
adalah:
 Thiazide; dapat meningkatkan efek hiperglikemia dan hipokalemia.
 Obat antiinflamasi nonsteroid; dapat meningkatkan risiko ulkus peptis dan perdarahan
saluran pencernaan.
 Antimuskarinik dan salisilat; dapat menurunkan serum plasma baik antimuskarinik
maupun salisilat.
 Carbamazepine, phenytoin, pirimidone, barbiturat, atau rifampicin; dapat
menurunkan kinerja hydrocortisone.
 Estrogen dan obat kontrasepsi oral; dapat meningkatkan efek dari hydrocortisone.
 Ciclosporin dan kortikosteroid; dapat saling menghambat dan meningkatkan kosentrasi
plasma.

Efek Samping dan Bahaya Hydrocortisone


Beberapa efek samping yang mungkin saja dapat muncul setelah menggunakan hydrocortisone
antara lain adalah:
 Gangguan penglihatan.
 Pembengkakan dan peningkatan berat badan.
 Gangguan pernapasan.
 Depresi dan gangguan perilaku, diikuti dengan kejang-kejang.
 Muntah darah atau feses disertai darah.
 Pankreatitis.
 Hipokalemia.
 Tekanan darah tinggi.
Pada beberapa kasus, hydrocortisone dapat menyebabkan alergi yang ditandai dengan gejala
berupa gatal-gatal dan bercak pada kulit, gangguan pernapasan, atau pembengkakan pada wajah,
bibir, lidah, dan tenggorokan.

Hydrocortisone adalah obat golongan kortikosteroid yang digunakan untuk meredakan


peradangan. Obat ini bekerja dengan cara menekan kerja zat-zat yang memicu reaksi
peradangan dan alergi. Hydrocortisone tersedia dalam bentuk oral, injeksi, dan juga topikal.
Tapi yang akan dibahas dalam artikel ini adalah Hydrocortisone topikal atau salep
Hydrocortisone.

Manfaat Hydrocortisone
Berdasarkan cara kerjanya, manfaat Hydrocortisone adalah mengatasi peradangan dan
manfaat salep Hydrocortisone tentunya adalah mengatasi peradangan di kulit. Berikut
adalah beberapa kondisi yang bisa diatasi oleh Hydrocortisone:

 Gigitan serangga
 Infeksi kulit akibat getah tanaman tertentu
 Eksim
 Dermatitis
 Psoriasis
 Infeksi kulit akibat alergi
 Gatal-gatal di area kewanitaan
 Gatal-gatal di anus

Obat ini meredakan infeksi kulit yang biasanya ditandai dengan ruam merah, gatal, hingga
pembengkakan pada kulit. Meskipun ampuh untuk mengatasi berbagai peradangan pada
kulit, tetapi Hydrocortisone tidak dapat digunakan untuk mengatasi infeksi kukit yang
diakibatkan oleh jamur, bakteri, maupun virus.

Dosis Hydrocortisone
Salep Hydrocortisone tersedia dalam kemasan tube 5 mg. Terdapat dua komposisi yang
berbeda yaitu Hydrocortisone acetate 1% dan 2.5%. Dosis Hydrocortisone ditentukan
berdasarkan seberapa berat infeksi yang dialami. Sedangkan untuk pengaplikasiannya,
dosis Hydrocortisone yang disarankan adalah dioleskan sebanyak 3 hingga 4 kali per hari.
Gunakanlah obat ini sesuai dengan dosis yang disarankan. Jangan mengganti dosis obat ini
tanpa berdiskusi dengan dokter atau apoteker sebelumnya.

Petunjuk Penggunaan
Berikut adalah langkah-langkah penggunaan salep Hydrocortisone yang harus Anda
perhatikan:

 Bersihkan dan keringkan bagian kulit yang terinfeksi dan tangan yang akan
digunakan untuk mengaplikasikan obat ini.
 Oleskan salep Hydrocortisone tipis-tipis ke seluruh bagian kulit yang terinfeksi.
 Jangan tutup bagian yang terinfeksi dengan kasa perban karena akan
mengganggu kerja obat pada kulit.
 Cuci tangan setelah mengaplikasikan obat ini, kecuali tangan Anda yang
terinfeksi.
 Hindari kontak dengan bagian kulit yang sensitif seperti mata, hidung, dan mulut.
Jika tidak sengaja terkena, segera bersihkan dengan air bersih.
Efek Samping Hydrocortisone
Sama seperti obat-obatan lain pada umumnya, Hydrocortisone juga berpotensi
menimbulkan efek samping. Berikut adalah efek samping Hydrocortisone yang mungkin
terjadi:

 Rasa perih
 Sensasi terbakar
 Iritasi kulit ringan
 Kulit kering
 Kulit kemerahan
 Timbul jerawat
 Folikulitis
 Pertumbuhan rambut di kulit yang berlebihan
 Penipisan kulit
 Perubahan warna kulit
 Stretch mark
 Reaksi alergi seperti ruam merah gatal, pembengkakan, hingga kesulitan
bernapas.

Jika Anda mengalami salah satu efek samping di atas maupun efek samping lainnya, segera
hentikan penggunaan obat. Jika gejala efek samping tidak membaik atau bahkan
memburuk, segera hubungi dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Interaksi Obat
Penggunaan Hydrocortisone bersamaan dengan obat lainnya baik itu obat resep, non-resep,
maupun obat herbal, dapat menimbulkan interaksi obat yang bisa menurunkan kinerja obat
atau menngkatkan kemungkinan timbulnya efek samping. Beberapa jenis obat yang tidak
boleh digunakan bersamaan dengan Hydrocortisone adalah obat golongan NSAIDs,
Ciclosporin, Salisilat dan Antimuskarinik, Phenytoin, Barbiturat, Pirimidone, Carbamazepine,
dan Rifampicin.

Daftar obat yang sudah disebutkan di atas bukan merupakan daftar lengkap. Selalu
konsultasikan dengan dokter tentang kondisi kesehatan dan pengobatan lain yang sedang
Anda jalani sebelum menggunakan Hydrocortisone.
Perhatian dan Peringatan
Hydrocortisone masuk ke dalam golongan obat keras yang artinya hanya bisa didapatkan
melalui resep dokter. Agar keamanan dari penggunaan obat ini terjaga, berikut adalah
beberapa hal yang harus menjadi perhatian dan peringatan bagi Anda:

 Jangan gunakan obat ini pada pasien yang alergi terhadap Hydrocortisone dan
memiliki riwayat alergi terhadap obat jenis obat kortikosteroid lainnya.
 Jangan gunakan obat ini pada pasien dengan kondisi tertentu seperti menderita
infeksi akibat jamur, virus atau bakteri, dan sedang menerima vaksin hidup.
 Obat ini masuk kategori C penggunaannya untuk ibu hamil yang artinya hanya
boleh dipergunakan jika memang manfaatnya lebih besar dari[ada risiko yang
mungkin terjadi.
 Penggunaan pada wanita yang sedang program hamil, ibu menyusui, dan juga
anak-anak sebaiknya juga berhati-hati dan harus di bawah pengawasan dokter.
 Sebaiknya tidak menggunakan obat ini pada kulit bagian wajah dan juga ketiak
karena merupakan bagian kulit yang sensitif. Gunakan obat ini hanya jika
disarankan oleh dokter.
 Hydrocortisone bisa menurunkan imunitas penggunanya sehingga pasien mudah
terinfeksi. Jaga jarak dengan penderita infeksi atau orang yang sedang sakit
selama penggunaan obat ini.
 Hati-hati penggunaan obat ini pada infeksi yang cukup luas dan penggunaan
jangka panjang.
Tramadol

Obat Tramadol adalah salah satu obat pereda sakit kuat untuk meredakan rasa sakit atau
nyeri akut yang dirasakan oleh seseorang, baik nyeri ringan atau berat (contohnya nyeri setelah
operasi). Obat ini mirip dengan alagestik narkotika, sehingga obat Tramadol memungkinkan
Anda memiliki rasa kecanduaan, terutama jika sudah digunakan dengan rutin dalam jangka
waktu panjang dan tanpa pengawasan dari dokter.

Fungsi Tramadol, Manfaat Tramadol & Komposisi Tramadol

Manfaat Tramadol adalah meredakan nyeri sedang hingga berat. Sedangkan Fungsi
Tramadol adalah memengaruhi reaksi kimia pada dalam otak dan sistem saraf yang pada
akhirnya mengurangi sensasi rasa sakit atau nyeri. Lalu komposisi obat Tramadol adalah
Tramadol Hidroklorida 50 mg.

Penggunaan obat tidak boleh melebihi dosis yang telah diberikan oleh dokter, karena
kemungkinan menyebabkan ketergantungan. Penggunaan obat Tramadol pun harus dilakukan
secara teratur. Begitu pula jika Anda ingin menghentikan penggunaan obat. Penghentian
penggunaan obat Tramadol harus dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan petunjuk yang
dianjurkan oleh dokter.

Jika rasa sakit yang Anda alami berkepanjangan, dokter mungkin akan menyarankan
Anda untuk menggunakan obat-obat narkotika yang diresepkan bersamaan dengan obat ini. Hal
tersebut diperlukan untuk membantu meringankan rasa nyeri berkepanjangan yang dialami.
Karena obat ini tidak cukup membantu rasa nyeri berkepanjangan tanpa dibantu dengan obat
narkotika lain.

Perlu diperhatikan, penggunaan obat analgesik narkotik pun harus sesuai dengan resep
yang dokter berikan. Obat tidak boleh dikonsumsi dalam jumlah yang lebih dari anjuran untuk
menghindari rasa ketergantungan dari penggunaan obat tersebut.

Perlu diperhatikan pula penggunaan obat bagi ibu hamil dan menyusui. Penggunaan obat
Tramadol untuk ibu hamil harap dilakukan secara hati-hati, sesuai dengan anjuran yang telah
dokter berikan. Penggunaan obat memungkinkan memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan
bayi Anda. Begitu pula dengan ibu menyusui. Harap gunakan obat setelah melakukan konsultasi
yang lebih mendalam mengenai manfaat dan risiko yang mungkin terjadi.
Setelah Anda mengetahui fungsi, manfaat dan komposisi Tramadol, Anda juga perlu tahu
tentang sedian, dosis dan indikasi dari obat tersebut. Informasi di bawah ini akan membantu
Anda untuk memahami penggunaan obat secara tepat, sebelum berniat mengkonsumsinya.

Nama Dagang: Ultram, Ultram ER, ConZip


Kelas: Anestesi opioid

Sediaan Obat Tramadol

Tablet
 50mg
Suspensi
 10 mg/mL
Kapsul, rilis diperpanjang

 100mg (ConZip, Ultram ER)


 150mg (ConZip)
 200mg (ConZip, Ultram ER)
 300mg (ConZip, Ultram ER)

Obat lain yang termasuk kelas anestesi opioid: Buprenorfin, Butorfanol, Kodein, Fentanil,
Hidrokodon, Hidromorfon, Levorfanol, Meperidin, Methadon, Morfin, Nalbufin, Oksikodon,
Pentazocin, Oksimorfon, Oksikodon, Petidin, Remifentanil, Sulfentanil, Tapentadol

Obat ini merupakan jenis obat opioid pereda rasa sakit yang digunakan untuk meredakan rasa
sakit sedang sampai cukup berat. Ketika diminum obat ini bereaksi dalam waktu 1 jam.

Dosis Tramadol dan Indikasi Dewasa

Untuk Nyeri Sedang hingga berat

 Rilis cepat
o Nyeri Kronis: 25 mg PO setiap pagi awalnya; meningkat sebesar 25-50
mg/hari setiap 3 hari sampai dengan 50-100 mg PO setiap 4-6 jam PRN
(pro re nata, bila diperlukan); tidak melebihi 400 mg/hari
o Nyeri Akut: 50-100 mg PO setiap 4-6 jam PRN; tidak melebihi 400 mg/hari
 Rilis diperpanjang
o 100 mg PO sekali sehari awalnya; meningkat sebesar 100 mg / hari setiap 5
hari; tidak melebihi 300 mg/hari
o Konversi dari rilis segera ke rilis diperpanjang: buat dosis total harian
sekitar 100 mg
o Jangan dikunyah, dihancurkan atau dilarutkan

Pertimbangan Dosis Tramadol

 Kapsul/tablet rilis diperpanjang jangan dikunyah, dihancurkan, atau dilarutkan


 Juga diberikan dalam kombinasi dengan acetaminophen

Modifikasi dosis

 Gangguan ginjal berat (CrCl <30 mL/min): rilis Segera, 50-100 mg PO setiap 12 jam;
rilis diperpanjang tidak dianjurkan
 Gangguan hati berat: rilis Segera, 50 mg PO setiap 12 jam; rilis diperpanjang tidak
dianjurkan

Dosis Tramadol dan Indikasi Anak

Untuk Nyeri Sedang hingga berat

 Rilis cepat
o Usia <17 tahun: Keamanan dan efektivitas tidak diketahui
o Usia >17 tahun (akut): 50-100 mg PO setiap 4-6 jam PRN; tidak melebihi
400 mg/hari
o Usia >17 tahun (kronis): 25 mg PO setiap pagi awalnya; meningkat sebesar
25-50 mg/hari setiap 3 hari sebagai dosis terpisah hingga 50-100 mg PO
setiap 4-6 jam PRN; tidak melebihi 400 mg/hari
 Rilis diperpanjang
o Usia <18 tahun: Keamanan dan efektivitas tidak didirikan.

Efek Samping
Frekuensi >10%

 Sembelit (24-46%)
 Mual (24-40%)
 Pusing (10-33%)
 Vertigo (26-33%)
 Sakit kepala (18-32%)
 Mengantuk (25/07%)
 Muntah (17/09%)
 Agitasi (7-14%)
 Kecemasan (7-14%)
 Emosi labil (7-14%)
 Euphoria (7-14%)
 Halusinasi (7-14%)
 Gugup (7-14%)
 Spastisitas (7-14%)
 Dispepsia (5-13%)
 Asthenia (6-12%)
 Pruritus (8-11%)

Frekuensi 1-10%

 Diare (5-10%)
 Mulut kering (5-10%)
 Berkeringat (6-9%)
 Hypertonia (1-5%)
 Malaise (1-5%)
 Gejala menopause (1-5%)
 Ruam (1-5%)
 Frekuensi kencing (1-5%)
 Retensi urin (1-5%)
 Vasodilatasi (1-5%)
 Gangguan visual (1-5%)

Frekuensi <1%

 Kiprah Abnormal
 Amnesia
 Disfungsi kognitif
 Depresi
 Kesulitan dalam konsentrasi
 Dysphoria
 Disuria
 Kelelahan
 Gangguan menstruasi
 Kelemahan sistem motorik
 Hipotensi ortostatik
 Paresthesia
 Kejang
 Kecenderungan bunuh diri
 Sinkop/pingsan
 Takikardia
 Tremor

Frekuensi Tidak Diketahui

 Elektrokardiogram (EKG) yang Abnormal


 Angioedema
 Bronkospasme
 Flushing/rasa terbakar pada tubuh
 Hipertensi
 Hipotensi
 Iskemia miokard
 Jantung berdebar/palpitasi
 Urtikaria
 Sindrom putus obat

Peringatan
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap tramadol atau opioid

Formulasi tablet rilis diperpanjang

 Intoksikasi akut dengan alkohol


 Penggunaan Concomitatn dengan bekerja sentral analgesik, obat psikotropika,
opioid, hipnotik
 gangguan ginjal atau hati berat
Formulasi kapsul rilis diperpanjang

 Asma bronkial parah/akut, depresi pernafasan signifikan, hiperkarpnia


 Gangguan ginjal atau hati berat

Perhatian

 Gangguan ginjal (kurangi dosis)


 Anafilaktoid/reaksi yang fatal termasuk pruritus, gatal-gatal, angioedema,
epidermal toksik, dan sindrom Stevens-Johnson dilaporkan dengan penggunaan;
risiko lebih tinggi pada pasien dengan reaksi anafilaktoid sebelumnya untuk opioid
 Gunakan hati saat pemberian dengan depresan pernapasan lain dan inhibitor
monoamine oxidase (MAOIs); risiko depresi pernapasan atau tekanan intrakranial
yang meningkat
 Peningkatan risiko depresi pernapasan pada pasien dengan gangguan pernapasan
termasuk PPOK, hiperkapnia, cor pulmonale, atau hipoksia
 Risiko kejang bahkan pada dosis yang dianjurkan, pasien epilepsi, atau risiko lain
yang ada (kepala trauma, gangguan metabolisme, alkohol dan penghentian obat,
infeksi sistem saraf pusat), pemberian bersamaan dengan opioid lainnya, SSRI,
antidepresan trisiklik, cyclobenzaprine, prometazin, neuroleptik , MAO inhibitor,
atau obat-obatan yang mengganggu metabolisme tramadol (CYP2D6, 3A4)
 Tidak dianjurkan untuk pengobatan pra operasi obstetri atau untuk analgesia
setelah melahirkan pada ibu menyusui
 Dapat mengganggu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang terampil
atau berbahaya
 Sindrom serotonin (berpotensi mengancam jiwa) dapat terjadi
 Peningkatan risiko sindrom serotonin jika diberikan bersamaan dengan obat
serotonergik (misalnya, selective serotonin reuptake inhibitor [SSRI], serotonin-
norepinefrin reuptake inhibitor [SNRIs], antidepresan trisiklik [TCA], MAOIs,
triptans) atau obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme tramadol
(CYP2D6 dan CYP3A4 inhibitor) dapat meningkatkan risiko sindrom serotonin
 Dapat mengganggu kemampuan untuk mendiagnosa atau menentukan perjalanan
klinis pasien dengan kondisi perut akut
 Gunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat ketergantungan obat
 Hindari penggunaan pada pasien yang bunuh diri; gunakan hati-hati pada pasien
yang memakai obat penenang dan/atau antidepresan
penggunaan pada anak-anak

 Depresi pernafasan berat dilaporkan dengan penggunaan pada anak-anak


 Tramadol mengalami metabolisme hepatik yang luas; dimetabolisme oleh CYP2D6
untuk metabolit aktif O-desmethyltramadol (M1), yang memiliki 200 kali lipat
afinitas yang lebih besar untuk reseptor opioid daripada tramadol
 Metabolisme CYP2D6 yag buruk telah menunjukkan peningkatan 20% kadar
tramadol dan penurunan 40% di O-desmethyltramadol (M1)

Kehamilan dan Menyusui


Keamanan untuk kehamilan: Kategori C

Jenis kategori obat untuk kehamilan:

 Kategori A: Secara umum dapat diterima, telah melalui penelitian pada wanita-
wanita hamil, dan menunjukkan tidak ada bukti kerusakan janin
 Kategori B: Mungkin dapat diterima oleh wanita hamil, telah melalui penelitian
pada hewan coba namun belum ada bukti penelitian langsung pada manusia.
 Kategori C: Digunakan dengan hati-hati. Penelitian pada hewan coba
menunjukkan risiko dan belum ada penelitian langsung pada manusia
 Kategori D: Digunakan jika memang tidak ada obat lain yang dapat digunakan,
dan dalam kondisi mengancam jiwa.
 Kategori X: Jangan digunakan pada kehamilan.
 Kategori NA: Tidak ada informasi

Pada ibu menyusui, obat dapat diekskresikan melalui ASI dalam konsentrasi yang tinggi,
tidak direkomendasikan untuk digunakan.

Anda mungkin juga menyukai