Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar


adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon
inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki efek penting
pada metabolisme karbohidrat dan fungsi imun, sedangkan
mineralokortikoid memiliki efek kuat terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolit (Katzung,2012;Gilman,2012;Johan,2015).

Kortikosteroid ditemukan pada tahun 1950, pertama kali digunakan


untuk
terapi irritable bowel disease (IBD). Pasien IBD merasakan efek
pengobatan
gejala penyakit mereka sejak hari pertama menggunakan kortikosteroid
(Crohn &
Colitis Foundation of America, 2015). Kortikosteroid banyak digunakan
dalam pengobatan karena efek yang kuat dan reaksi antiinflamasi yang
cepat. Kortikosteroid banyak digunakan untuk tatalaksana penyakit
inflamasi seperti reumathoid arthritis (RA) dan systemic lupus
erythematosus (SLE) (Arthritis Australia, 2008). Kortikosteroid juga
diresepkan dalam berbagai pengobatan seperti replacement therapy pada
penderita insufisiensi adrenal, supresor sekresi androgen pada congenital
adrenal hyperplasia (CAH), dan terapi kelainan-kelainan non endokrin
seperti penyakit ginjal, infeksi, reaksi transplantasi, alergi, dan lain-lain
(Azis, 2006). Kortikosteroid juga banyak diresepkan untuk penyakit kulit,
baik itu penggunaan topikal maupun sistemik (Johan, 2015).
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah kelompok obat yang mengandung hormon steroid


sintesis. Obat ini dapat menghambat produksi zat yang menimbulkan
peradangan dalam tubuh, serta bisa bekerja sebagai imunosupresan
dalam menurunkan aktivits dan kerja sistem imun.

Kortikosteroid sering digunakan untuk meredakan peradangan pada


beberapa kondisi, seperti alergi, lupus, reumathoid arthritis, dan pemfigus
vulgaris. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati
penyakit autouimun dan mencegah reaksi penolakan tubuh pasien setelah
menjalani operasi tranplantasi organ.

2. 1. 1 Peringatan Sebelum Menggunakan Kortikosteroid

Kortikosteroid tidak boleh digunakan sembarangan. Ada beberapa hal


yang harus Anda perhatikan sebelum menggunakannya, antara lain:

 Jangan menggunakan kortikosteroid jika Anda alergi terhadap obat


ini. Beri tahu dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau sedang
merencanakan kehamilan.
 Konsultasikan dengan dokter sebelum menggunakan kortikosteroid
oles jika Anda sedang mengalami infeksi kulit, jerawat, rosacea,
atau luka terbuka di kulit.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang menderita penyakit infeksi,
termasuk infeksi jamur, infeksi bakteri, atau infeksi virus, seperti
herpes.
 Beri tahu dokter jika Anda menderita glaukoma, hipertensi yang
tidak terkontrol, diabetes, atau osteoporosis.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita tukak
lambung, ulkus duodenum, gagal jantung kongestif, katarak,
penyakit liver, atau gangguan mental, seperti depresi.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana melakukan vaksinasi dalam
waktu dekat, karena kortikosteroid dapat memengaruhi efektivitas
vaksin, terutama vaksin hidup.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat lain,
suplemen, atau produk herbal.
 Segera temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat atau
efek samping yang serius setelah menggunakan kortikosteroid.

2.1.2 Efek Samping dan Bahaya Kortikosteroid

Secara umum, efek samping yang bisa terjadi setelah menggunakan


kortikosteroid adalah:

 Kenaikan berat badan


 Kaki bengkak
 Tekanan darah tinggi
 Hipokalemia
 Sakit kepala
 Lemah otot
 Buffalo hump, yaitu pembengkakan seperti punuk di punggung atas
 Moon face, yaitu pembengkakan di wajah sehingga wajah tampak
lebih bulat
 Muncul rambut di wajah
 Penipisan kulit
 Mudah memar
 Luka sulit sembuh
 Glaukoma
 Katarak
 Tukak lambung atau ulkus duodenum
 Siklus menstruasi tidak teratur
Konsultasikan diri ke dokter jika efek samping tersebut tidak kunjung
membaik atau semakin parah. Segera temui dokter jika Anda mengalami
reaksi alergi obat setelah menggunakan kortikosteroid.

Perlu Anda ketahui juga bahwa penggunaan kortikosteroid dalam jangka


panjang bisa menimbulkan efek samping berupa obesitas, gangguan
tumbuh kembang, kejang, osteoporosis, atau gangguan mental, termasuk
depresi, atau insomnia.

2.1.3 Jenis, Merek Dagang, dan Dosis Kortikosteroid

Berikut adalah jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan


kortikosteroid beserta bentuk sediaan dan merek dagang:

1. Betamethasone

Betametason atau betamethasone topikal adalah obat untuk mengatasi


peradangan pada kulit yang disebabkan oleh sejumlah kondisi, seperti
eksim, reaksi alergi, atau psoriasis.

Betametasone topikal merupakan obat kortikosteroid yang bekerja dengan


cara mengaktifkan zat alami di tubuh untuk meredakan peradangan dan
gejala yang menyertainya, termasuk bengkak, kemerahan, atau rasa gatal
pada kulit.

Selain dalam bentuk sediaan obat tunggal, betametason topikal juga bisa
ditemukan dalam produk kombinasi dengan antibiotik tertentu,
seperti neomycin atau gentamicin.

Merek dagang betametason topikal: Bevalex, Bertason, Betasin,


Betamethasone Valerate, Biocort, Canedrylskin, Daivobet, Diprogenta,
Diprosone OV, Diprosta, Erladerm, Korason, Metonate, Metaskin-N,
Nisagon, Orsaderm, Oviskin-N, Phi Kang Yang, Scanderma, Valbeson,
Zensoderm
a. Apa Itu Betametason Topikal

Golongan Obat resep


Kategori Kortikosteroid topikal
Mengobati peradangan pada kulit akibat beberapa
Manfaat
kondisi, seperti alergi, eksim, atau psoriasis
Digunakan oleh Dewasa dan anak usia 12 tahun ke atas
Kategori C: Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin,
tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat
Betametason hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang
Topikal untuk ibu diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.
hamil dan
menyusui Betametason topikal belum diketahui apakah dapat
terserap ke dalam ASI atau tidak. Bila Anda sedang
menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa
berkonsultasi dulu dengan dokter.
Bentuk obat Krim, gel, dan salep

b. Peringatan Sebelum Menggunakan Betametason Topikal

Betametason topikal tidak boleh digunakan sembarangan dan harus


sesuai dengan resep dokter. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu
Anda perhatikan sebelum menggunakan betametason topikal:

 Jangan menggunakan betametason topikal jika Anda alergi


terhadap obat ini. Beri tahu dokter jika Anda pernah mengalami
reaksi alergi setelah menggunakan obat golongan kortikosteroid.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita diabetes,
penyakit hati, infeksi kulit, gangguan sirkulasi darah, sindrom
Cushing, gangguan sistem kekebalan tubuh, glaukoma,
atau katarak.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat, suplemen,
atau produk herbal tertentu.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang merencanakan operasi,
termasuk operasi gigi.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau
merencanakan kehamilan.
 Segera temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat atau
overdosis setelah menggunakan betametason topikal.

c. Dosis dan Aturan Pakai Betametason Topikal

Dosis pemakaian betametason topikal tergantung pada lokasi dan area


kulit yang mengalami peradangan. Untuk mengobati eksim dan dermatitis
yang tidak disebabkan oleh infeksi kulit, oleskan betametason topikal
0,1% secukupnya ke area kulit yang bermasalah, 1–3 kali sehari selama 4
minggu atau hingga gejala yang mereda.

d. Cara Menggunakan Betametason Topikal dengan Benar

Baca petunjuk pada kemasan obat dan ikuti anjuran dokter saat
menggunakan betametason topikal. Jangan menambah atau mengurangi
dosis tanpa seizin dokter. Jangan menggunakan obat ini pada wajah,
ketiak, atau selangkangan, kecuali dianjurkan oleh dokter.

Sebelum mengoleskan betametason topikal, bersihkan dan keringkan


area kulit yang mengalami peradangan, lalu oleskan betametason topikal
tipis-tipis pada area tersebut. Jangan menutupnya dengan perban, plester,
atau kain, kecuali dokter menyarankan demikian.
Hindari mengoleskan betametason topikal pada daerah sekitar mata,
hidung, dan mulut. Jika obat mengenai daerah-daerah ini, segera bilas
dengan air mengalir.

Jika ingin menggunakan produk pelembap kulit, sebaiknya gunakan


sebelum mengoleskan betametason topikal. Setelah menggunakan
pelembap kulit, tunggu sekitar 10–15 menit agar zat pelembap diserap
oleh kulit. Pastikan area kulit yang meradang tidak licin atau berminyak
saat akan diolesi betametason topikal.

Apabila Anda lupa menggunakan obat ini, disarankan untuk segera


menggunakannya jika jeda dengan jadwal berikutnya belum terlalu dekat.
Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis.

Simpan betametason topikal dalam suhu ruangan. Jangan menyimpan


krim ini di tempat yang lembap atau terpapar sinar matahari langsung.
Jauhkan betametason topikal dari jangkauan anak-anak.

e. Interaksi Betametason Topikal dengan Obat Lain

Betametason topikal bisa menimbulkan efek interaksi jika digunakan


bersama dengan obat lain. Berikut ini adalah beberapa efek interaksi yang
bisa terjadi:

 Penurunan efektivitas insulin atau obat antidiabetes lain, termasuk


metformin
 Peningkatan efektivitas betametason topikal jika digunakan dengan
ritonavir atau itraconazole

f. Efek Samping dan Bahaya Betametason Topikal

Efek samping yang mungkin muncul setelah menggunakan betametason


topikal adalah:
 Kulit terasa gatal
 Kemerahan di kulit
 Kulit kering
 Rasa terbakar pada kulit
 Kulit melepuh

2. Dexamethasone

Dexamethasone adalah obat antiradang yang digunakan pada berbagai


kondisi peradangan, seperti reaksi alergi, penyakit autoimun, atau radang
sendi. Selain itu, obat ini bisa dikombinasikan dengan obat lain untuk
menangani multiple myeloma.

Dexamethasone merupakan obat kortikosteroid yang bekerja dengan


menghambat pengeluaran zat kimia tertentu di dalam tubuh yang bisa
memicu peradangan. Obat ini juga memiliki efek imunosupresan atau
penekan sistem kekebalan tubuh.

Merek dagang dexamethasone:Cendo Xitrol, Cortidex, Dexaharsen,


Dexamethasone, Dexaton, Dextaco, Dextamine, Dextaf, Exitrol, Tobroson

a. Apa Itu Dexamethasone

Golongan Obat resep


Kategori Kortikosteroid
Menangani berbagai kondisi peradangan, reaksi
Manfaat alergi, penyakit autoimun, multiple myeloma, dan
menangani COVID-19 yang bergejala berat
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak
Kategori C: Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin,
tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita
Dexamethasone hamil.Obat hanya boleh digunakan jika besarnya
untuk ibu hamil dan manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko
menyusui terhadap janin.Dexamethasone dapat terserap ke
dalam ASI. Bila Anda sedang menyusui, jangan
menggunakan obat ini tanpa berkonsultasi dulu
dengan dokter.
Bentuk obat Tablet, sirop, salep mata, tetes mata, suntik

b. Peringatan Sebelum Menggunakan Dexamethasone

Sebelum menggunakan dexamethasone Anda perlu memperhatikan


beberapa hal berikut:
 Jangan menggunakan dexamethasone jika Anda alergi dengan
obat ini atau obat golongan kortikosteroid lain.Beri tahu dokter
tentang riwayat alergi yang Anda miliki.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang menderita infeksi jamur.
Dexamethasone sebaiknya tidak digunakan pada kondisi tersebut.
 Beri tahu dokter jika Anda menderita diabetes, hipertensi,
osteoporosis, glaukoma, atau katarak.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita gagal
jantung kongestif, penyakit hati, penyakit tiroid, gangguan
pembekuan darah, gangguan pada sistem pencernaan, atau
penyakit infeksi tertentu, seperti TBC atau herpes.
 Beri tahu dokter bila Anda akan melakukan vaksinasi selama
menjalani pengobatan dengan dexamethasone, karena bisa
menurunkan efektivitas vaksinasi.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi suplemen, produk
herbal, atau obat apa pun, terutama obat antinyeri golongan
NSAID.
 Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama menjalani
pengobatan dengan dexamethasone, karena dapat meningkatkan
risiko terjadinya perdarahan lambung.
 Beri tahu dokter bahwa Anda sedang menggunakan
dexamethasone jika akan menjalani tindakan operasi, termasuk
operasi gigi.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau
merencanakan kehamilan.
 Segera temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat, efek
samping yang serius, atau overdosis setelah menggunakan
dexamethasone.

c. Dosis dan Aturan Pakai Dexamethasone

Dosis dexamethasone yang diberikan oleh dokter akan ditentukan sesuai


bentuk sediaan obat, tujuan penggunaan, dan usia pasien. Secara umum
dosis dexamethasone adalah sebagai berikut:

Bentuk obat: tablet, sirop (oral)

 Kondisi: Peradangan dan penyakit autoimun


Dewasa: Dosis awal 0,5–9 mg per hari yang dibagi ke dalam
beberapa kali pemberian.
Anak-anak: Dosis awal 0,02–0,3 mg/kgBB per hari, dibagi ke dalam
3–4 konsumsi. Dosis akan disesuaikan dengan tingkat keparahan
dan respons pasien.
 Kondisi:Multiplesclerosis
Dewasa: Dosis awal 30 mg per hari selama 1 minggu, dilanjutkan
dengan dosis 4–12 mg per hari selama 1 bulan.
 Kondisi: Tes penyaring (skrining) untuk sindrom Cushing
Dewasa: 2 mg pada jam 11 malam, diikuti dengan tes darah pada
jam 8 pagi keesokan harinya.
 Kondisi:Multiplemyeloma
Dewasa: 20–40 mg, sekali sehari.

Bentuk obat: Tetes mata

 Kondisi:Radangmata
Dewasa: 1 tetes, 4–6 kali per hari.

Dosis dexamethasone dalam bentuk injeksi atau suntik ditentukan oleh


dokter. Dexamethasone dapat diberikan melalui suntikan ke dalam
pembuluh darah. Khusus untuk radang sendi, dexamethasone dapat
disuntikan langsung ke sendi (intraarticular).

3. Budesonide

Budesonide adalah obat kortikosteroid yang digunakan untuk mengatasi


berbagai kondisi peradangan, seperti asma, rhinitis alergi, croup, atau
penyakit Crohn. Obat ini tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, yaitu
inhaler, cairan nebulizer, semprotan hidung, dan kapsul.

Budesonide inhaler dan cairan nebulizer bekerja dengan cara meredakan


peradangan pada saluran pernapasan, sehingga sering digunakan pada
asma dan croup.

sedangkan budesonide semprotan hidung bekerja dengan menghambat


pelepasan senyawa alami yang memicu munculnya gejala alergi. Obat ini
bisa digunakan untuk meredakan gejala rinitis alergi akibat paparan
alergen, seperti serbuk sari (hay fever), debu, jamur, atau bulu hewan
peliharaan.

Selain itu, budesonide dalam bentuk kapsul digunakan dalam pengobatan


penyakit Crohn, kolitis ulseratif, atau hepatitis autoimun.

Merek dagang budesonide: Budesonide, Budesma, Budenofalk,


Cortiment, Sonide, Symbicort

a. Apa Itu Budesonide

Golongan Obat resep


Kategori Kortikosteroid
Menangani dan meredakan gejala asma, croup,
Manfaat
rinitis alergi, atau penyakit Crohn
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak
Budesonide untuk ibu Kategori B (bentuk inhaler, cairan nebulizer, dan
semprotan hidung): Studi pada binatang
percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko
terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol
pada wanita hamil.

Kategori C (bentuk kapsul): Studi pada binatang


percobaan memperlihatkan adanya efek samping
terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol
pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan
hamil dan menyusui
jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi
besarnya risiko terhadap janin.

Budesonide bentuk Inhaler, cairan nebulizer, dan


semprotan hidung dapat terserap ke dalam ASI.
Sedangkan budesonide kapsul belum diketahui
dapat terserap ke dalam ASI atau tidak. Bila Anda
sedang menyusui, jangan menggunakan obat ini
tanpa berkonsultasi dulu dengan dokter.
Bentuk obat Inhaler, cairan nebulizer, semprotan hidung, kapsul

b. Peringatan Sebelum Menggunakan Budesonide

Budesonide hanya boleh digunakan sesuai resep dokter. Berikut adalah


beberapa hal yang perlu Anda perhatikan sebelum menggunakan
budesonide:

 Beri tahu dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki.


Budesonide tidak boleh digunakan pada pasien yang alergi
terhadap obat ini.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang mengalami tekanan
darah tinggi, divertikulitis, osteoporosis, penyakit tiroid, epilepsi,
katarak, atau myasthenia gravis.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita
tuberkulosis, penyakit infeksi, penyakit jantung, serangan jantung,
tukak lambung, atau gangguan mental, seperti depresi.
 Bila ingin menggunakan budesonide semprotan hidung, beri tahu
dokter jika Anda baru saja menjalani operasi pada hidung atau
mengalami cedera dan luka pada hidung.
 Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama Anda menjalani
pengobatan dengan budesonide, karena akan meningkatkan risiko
terjadinya efek samping.
 Sebisa mungkin hindari kontak erat dengan penderita penyakit
infeksi yang mudah menular, seperti cacar air atau campak, karena
obat ini dapat mempermudah Anda terkena infeksi.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana untuk melakukan vaksinasi
selama menjalani pengobatan dengan budesonide, karena obat ini
bisa mengurangi efektivitas vaksin.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau
merencanakan kehamilan.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi obat, suplemen,
atau produk herbal tertentu.
 Segera temui dokter jika terjadi reaksi alergi obat, efek samping
yang serius, atau overdosis setelah menggunakan budesonide.

c. Dosis dan Aturan Pakai Budesonide

Dosis budesonide yang diberikan oleh dokter tergantung pada kondisi


kesehatan pasien dan bentuk sediaan obat. Berikut adalah penjelasannya:

Kondisi: Asma

 Bentuk:Inhaler
Dewasa: 0,2–0,8 mg per hari, yang dibagi ke dalam 1–2 jadwal
penggunaan. Dosis maksimal 0,8 mg per hari.

 Bentuk:Cairannebulizer
Dewasa: 1–2 mg, 2 kali sehari. Dosis pemeliharaan 0,5–1 mg, 2
kali sehari.

Kondisi: Croup

 Bentuk:Cairannebulizer
Anak-anak: 2 mg sebagai dosis tunggal. Jika diperlukan, obat dapat
digunakan tiap 12 atau 36 jam.

Kondisi: Rinitis alergi dan polip hidung

 Bentuk:Semprotanhidung
Dewasa dan anak-anak usia ≥6 tahun: 1–2 semprotan ke tiap
lubang hidung, 2 kali sehari.

Kondisi: Penyakit Crohn

 Bentuk:Kapsul
Dewasa: 9 mg, 1 kali sehari, sebelum sarapan pagi. Obat bisa
dikonsumsi selama 8 minggu.

d. Cara Menggunakan Budesonide dengan Benar

Ikuti anjuran dari dokter dan baca informasi yang tertera pada kemasan
obat sebelum menggunakan budesonide. Jangan menambah atau
mengurangi dosis tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
Jika Anda mengonsumsi budesonide kapsul, telan secara utuh dengan
bantuan air putih. Jangan mengunyah, membelah, atau menghancurkan
obat karena dapat meningkatkan risiko efek samping.

e. Interaksi Budesonide dengan Obat Lain

Ada beberapa efek interaksi antarobat yang mungkin terjadi jika


budesonide digunakan dengan obat-obatan tertentu, di antaranya:

 Menurunnya penyerapan budesonide jika digunakan dengan


cholestyramine atau antasida
 Penurunan efektivitas vaksin
 Peningkatan risiko terjadinya hipokalemia jika digunakan dengan
obat diuretik
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping dari budesonide jika
digunakan dengan ketoconazole, itraconazole, clarithromycin, atau
cobicistat
 Penurunan efektivitas budesonide jika digunakan dengan
carbamazepine atau rifampicin

f. Efek Samping dan Bahaya Budesonide

Beberapa efek samping yang dapat terjadi setelah menggunakan


budesonide kapsul adalah:

 Pusing
 Sakit kepala
 Merasa lelah
 Kulit menipis dan mudah memar
 Sakit perut, mual, muntah, kembung, atau konstipasi
 Sakit saat buang air kecil
 Menstruasi tidak teratur
 Hidung tersumbat, bersin, atau sakit tenggorokan
 Hilangnya gairah seksual pada pria

1). Efek samping yang dapat terjadi setelah menggunakan budesonide


inhaler adalah:

 Suara serak
 Batuk atau bersin
 Rasa kering di tenggorokan
 Sakit kepala
 Nyeri sendi atau nyeri otot
 Mual atau muntah
 Nafsu makan berkurang

2). Efek samping yang dapat terjadi setelah menggunakan budesonide


semprotan hidung adalah:
 Hidung terasa kering atau terbakar
 Lemas
 Mual atau muntah
 Nyeri otot dan persendian
 Mimisan

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika keluhan yang disebutkan di atas tidak


kunjung reda atau semakin parah. Segera hentikan penggunaan
budesonide dan lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami
reaksi alergi obat setelah menggunakan budenoside.

4. Methylprednisolone

Methylprednisolone adalah obat untuk meredakan peradangan pada


berbagai kondisi, termasuk radang sendi, radang usus, asma, psoriasis,
lupus, hingga multiple sclerosis. Obat ini juga bisa digunakan dalam
pengobatan reaksi alergi yang parah.

Metilprednisolon atau methylprednisolone bekerja dengan cara mencegah


tubuh melepaskan senyawa kimia yang memicu peradangan. Dengan
begitu, gejala peradangan, seperti nyeri dan pembengkakan, akan
berangsur mereda.

Merek dagang methylprednisolone: Carmeson, Comedrol, Cormetison,


Cortesa, Depo Medrol, Hexilon, Intidrol, Lameson, Lexcomet, Medixon,
Methylprednisolone, Methylon, Metrison, Meticon, Novestrol, Phadilon,
Prednox, Thimelon, Urbason, Vadrol, Yalon

a. Apa Itu Methylprednisolone

Golongan Obat resep


Kategori Kortikosteroid
Meredakan peradangan, mencegah reaksi penolakan tubuh
Manfaat terhadap organ yang baru di transplantasi, dan digunakan
dalam pengobatan reaksi alergi yang berat.
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak
Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan
adanya efek samping terhadap janin, tetapi belum ada studi
terkontrol pada wanita hamil.Obat hanya boleh digunakan jika
Methylprednisolone besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko
untuk ibu hamil dan terhadap janin.
menyusui
Methylprednisolone dapat terserap ke dalam ASI. Bila Anda
sedang menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa
memberi tahu dokter.
Bentuk obat Tablet dan suntik
b. Peringatan Sebelum Menggunakan Methylprednisolone

Methylprednisolone hanya boleh digunakan sesuai resep dokter. Ada


beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan obat ini,
antara lain:

 Jangan menggunakan methylprednisolone jika Anda alergi


terhadap obat ini atau obat prednison. Selalu beri tahu dokter
tentang riwayat alergi yang Anda miliki.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang mengalami infeksi jamur.
Methylprednisolone sebaiknya tidak digunakan pada kondisi ini.
 Beri tahu dokter jika Anda menderita diabetes, hipertensi, penyakit
ginjal, penyakit hati, herpes, penyakit jantung, osteoporosis,
katarak, glaukoma, penyakit tiroid, atau TBC.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang atau pernah menderita radang
usus, tukak lambung, multiple sclerosis, gangguan pembekuan
darah, myasthenia gravis, depresi, psikosis, atau kejang.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana melakukan vaksinasi selama
menjalani pengobatan dengan methylprednisolone.
 Jangan mengonsumsi minuman beralkohol setelah menggunakan
methylprednisolone karena dapat meningkatkan risiko perdarahan
di saluran cerna.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau
merencanakan kehamilan.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi obat, suplemen,
atau produk herbal tertentu.
 Segera laporkan ke dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat,
efek samping serius, atau overdosis setelah menggunakan
methylprednisolone.

c. Dosis dan Aturan Pakai Methylprednisolone

Methylprednisolone tersedia dalam bentuk tablet 4 mg, 8 mg, dan 16 mg.


Selain itu, obat ini juga tersedia dalam bentuk suntik. Methylprednisolone
suntik terdiri dari methylprednisolone sodium succinate dan
methylprednisolone acetate.

Dosis methylprednisolon akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi,


bentuk sediaan obat, dan usia pasien. Secara umum, berikut ini adalah
dosis methylprednisolone yang dikelompokkan berdasarkan bentuk obat
dan tujuan penggunaannya:

1). Bentuk tablet

Tujuan: Mengatasi peradangan pada kondisi tertentu, seperti lupus atau


multiple sclerosis
 Dewasa: 2–60 mg per hari, yang dibagi menjadi 1–4 kali
pemberian, tergantung jenis penyakit yang sedang diobati.
 Anak-anak: Methylprednisolone sodium succinate 0,5–1,7 mg/kgBB
per hari. Pemberian obat dilakukan tiap 6–12 jam.

Tujuan: Meredakan reaksi alergi

 Dewasa: 4–24 mg per hari yang dibagi menjadi 1–4 kali jadwal
konsumsi.

2). Bentuk suntikan melalui pembuluh darah vena (IV/intravena)

Tujuan: Meredakan peradangan

 Dewasa: Methylprednisolone sodium succinate 10–500 mg per


hari. Dosis <250 mg diberikan dengan suntikan selama minimal 5
menit. Sementara, dosis >250 mg diberikan dengan suntikan
perlahan selama minimal 30 menit.
 Anak-anak: 0,5–1,7 mg/kgBB per hari.

Tujuan: Meredakan asma berat atau status asmatikus

 Dewasa: Methylprednisolone sodium succinate 40 mg. Dosis dapat


diulang tergantung respons tubuh pasien.
 Anak-anak: Methylprednisolone sodium succinate 1–4 mg/kgBB per
hari, selama 1–3 hari.

Tujuan: Mencegah reaksi penolakan tubuh setelah transplantasi organ

 Dewasa: Methylprednisolone sodium succinate 500–1000 mg per


hari. Dosis dapat diulang sampai kondisi pasien stabil, biasanya
tidak lebih dari 3 hari.
 Anak-anak: Methylprednisolone sodium succinate 10–20 mg/kgBB
per hari, selama 1–3 hari. Dosis maksimal 1000 mg per hari.

3). Bentuk suntikan melalui otot (IM/intramuskular)

Tujuan: Meredakan peradangan

 Dewasa: Methylprednisolone sodium succinate 10–80 mg per hari,


atau methylprednisolone acetate 10–80 mg, tiap 1–2 minggu sekali.
 Anak-anak: Methylprednisolone sodium succinate 0,5–1,7/kgBB per
hari.

4). Bentuk suntikan langsung pada sendi (intraartikular)

Tujuan: Meredakan peradangan


 Dewasa: Methylprednisolone acetate 4–80 mg. Dosis dapat diulang
tiap 1–5 minggu tergantung respons pasien terhadap pengobatan.

5). Bentuk suntikan langsung pada lesi atau lokasi yang sakit (intralesi)

Tujuan: Mengatasi peradangan

 Dewasa: Methylprednisolone acetate 20–60 mg, tiap 1–5 minggu


sekali tergantung respons pasien terhadap pengobatan.

Tujuan: Mengatasi dermatosis (peradangan pada kulit) yang respons


terhadap kortikosteroid

 Dewasa: Methylprednisolone acetate 20–60 mg, sebanyak 1–4 kali.


Jarak pemberian antardosis tergantung pada jenis lesi dan durasi
kesembuhan dari suntikan pertama.

d. Cara Menggunakan Methylprednisolone dengan Benar

Ikuti anjuran dokter dan baca petunjuk penggunaan yang tertera pada
kemasan sebelum menggunakan methylprednisolone.

Methylprednisolone jenis suntik akan diberikan langsung oleh dokter atau


petugas medis di bawah pengawasan dokter. Obat ini dapat diberikan
melalui suntikan ke pembuluh darah, sendi, otot, atau langsung ke area
kulit yang sakit.

5. Prednisolone

Prednisolone adalah obat untuk mengatasi berbagai kondisi peradangan,


termasuk radang sendi, radang pada konjungtiva (konjungtivitis), atau
asma. Obat ini tidak boleh digunakan sembarangan dan harus sesuai
resep dokter.

Prednisolone termasuk dalam kelompok obat kortikosteroid. Obat ini


merupakan replika dari hormon steroid yang secara alami dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Prednisolone bekerja dengan menekan reaksi sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif, sehingga mengurangi peradangan dan
gejala akibat reaksi alergi.

Merek dagang prednisolone: Borraginol-S, Cendo Cetapred,


Chloramfecort-H, Colipred, Klorfeson, Lupred 5, P-Pred, Polypred
a. Apa Itu Prednisolone

Golongan Obat resep


Kategori Kortikosteroid
Membantu meredakan peradangan pada beberapa
Manfaat kondisi, seperti radang sendi, alergi, kelainan darah,
kelainan kulit, atau kanker tertentu
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak
Kategori C: Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin,
tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.Obat
hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang
diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap
Prednisolone janin.Kategori D: Pada trimester pertama kehamilan ada
untuk ibu hamil bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia.
dan menyusui Namun, besarnya manfaat yang diperoleh mungkin lebih
besar dari risikonya, misalnya untuk mengatasi situasi
yang mengancam jiwa.Prednisolone dapat terserap ke
dalam ASI. Bila Anda sedang menyusui, jangan
menggunakan obat ini tanpa berkonsultasi dengan
dokter.
Tablet, krim, salep, tetes mata, tetes telinga, salep mata,
Bentuk obat
dan suppositoria

b. Peringatan Sebelum Menggunakan Prednisolone

Prednisolone tidak boleh digunakan sembarangan. Sebelum


menggunakan prednisolone, Anda perlu memperhatikan beberapa hal
berikut:

 Jangan menggunakan obat ini jika Anda alergi terhadap


prednisolone.
 Beri tahu dokter riwayat kesehatan Anda, terutama jika menderita
diabetes, hipertensi, glaukoma, katarak, osteoporosis, epilepsi,
tukak lambung, infeksi, penggumpalan darah, myasthenia gravis,
hipotiroid, gangguan ginjal, penyakit hati, penyakit jantung, atau
gangguan kesehatan mental, seperti depresi atau psikosis.
 Beri tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat-obatan lainnya,
termasuk suplemen dan produk herbal.
 Beri tahu dokter jika anak Anda mengalami keterlambatan
pertumbuhan setelah menggunakan obat ini. Penggunaan
prednisolone dalam jangka panjang bisa menghambat
pertumbuhan anak dan menyebabkan pengeroposan tulang.
 Jangan mengemudikan kendaraan, mengoperasikan alat berat,
atau melakukan hal yang membutuhkan kewaspadaan selama
menjalani pengobatan dengan prednisolone.
 Jangan mengonsumsi minuman keras ketika menjalani pengobatan
dengan prednisolone, karena bisa meningkatkan risiko pendarahan
pada saluran pencernaan.
 Hindari berada di sekitar orang yang sedang sakit atau terinfeksi
bakteri atau virus, seperti cacar air, campak, atau flu selama
menggunakan obat ini. Prednisolone bisa melemahkan sistem
kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko Anda terserang infeksi.
 Jangan melakukan imunisasi atau vaksinasi saat menggunakan
prednisolone tanpa persetujuan dokter, karena prednisolone bisa
mengurangi efektivitas vaksin.
 Periksa kadar gula darah secara teratur karena obat ini bisa
memengaruhi kadar glukosa, terutama bagi orang yang
menggunakan prednisolone dalam jangka panjang dan penderita
diabetes.
 Segera temui dokter jika terjadi reaksi alergi obat atau overdosis
setelah menggunakan prednisolone.

c. Dosis dan Aturan Pakai Prednisolone

Dosis prednisolone berbeda-beda pada tiap pasien. Prednisolone dalam


bentuk suntik akan diberikan oleh dokter atau petugas medis atas
petunjuk dokter. Berikut adalah dosis prednisolone berdasarkan kondisi
dan sediaan obat:

Kondisi: Penyakit radang sendi

 Sediaan: Suntikan ke sendi (intraartikular atau periartikular)


Dewasa: 5–25 mg tergantung ukuran sendi. Jumlah sendi
maksimal yang boleh disuntik dalam 1 hari adalah 3 sendi.

Kondisi: Alergi dan peradangan akibat gangguan sistem imun, rheumatoid


arthritis, penyakit asam urat, kolitis ulseratif, atau dermatitis seboroik

 Sediaan:Suntikankeotot(intramuskular)
Dewasa: 25–100 mg 1–2 kali seminggu. Dosis maksimal 100 mg 2
kali seminggu.
 Sediaan:Obatminum
Dewasa: 5–60 mg per hari, dibagi dalam beberapa dosis atau dosis
tunggal.
Anak-anak: 0,14–2 mg/kgBB per hari.

Kondisi: Radang pada mata (konjungtivitis)

 Sediaan:Tetesmata
Dewasa dan anak-anak: 1–2 tetes pada bagian dalam kelopak
mata yang sakit, 2–4 kali sehari.
Kondisi: Asma akut

 Sediaan:Obatminum
Dewasa: 40-80 mg per hari dibagi dalam beberapa dosis atau dosis
tunggal, hingga pernapasan membaik
Anak-anak: 1–2 mg/kgBB per hari, dibagi dalam beberapa dosis
atau dosis tunggal, selama 3-10 hari atau lebih.

Kondisi: Kelainan darah dan limfoma

 Sediaan:Obatminum
Dewasa: Dosis awal 15-60 mg per hari.

Kondisi: Multiple sclerosis

 Sediaan:Obatminum
Dewasa: Dosis awal 200 mg per hari, selama 1 minggu. Dosis
lanjutan 80 mg setiap 2 hari sekali, selama 1 bulan.

Kondisi: Sindrom nefrotik

 Sediaan:Obatminum
Anak-anak: 2 mg/kgBB per hari atau 60 mg/m 2 luas permukaan
tubuh (LPT) per hari yang dibagi dalam 3 dosis, selama 4 minggu.
Dilanjutkan dengan pemberian dosis tuggal 40 mg/m 2 LPT setiap 2
hari sekali, selama 4 minggu.

Kondisi: Penyakit Crohn atau kolitis ulseratif

 Sediaan:Suppositoria
Dewasa: 1 obat suppositoria, pada pagi dan malam hari.

Kondisi: Alergi dan peradangan pada telinga

 Sediaan:Obattetestelinga
Dewasa: 2–3 tetes setiap 2–3 jam sekali hingga kondisi telinga
membaik.

d. Cara Menggunakan Prednisolone dengan Benar

Pastikan untuk membaca petunjuk pada kemasan obat dan mengikuti


anjuran dokter dalam menggunakan prednisolone. Jangan menambah
atau mengurangi dosis tanpa berkonsultasi dengan dokter.

Prednisolone dalam bentuk obat minum sebaiknya dikonsumsi setelah


makan untuk mencegah iritasi lambung. Telan obat secara utuh agar
efektivitas obat tidak menurun.
Jangan menghentikan penggunaan obat ini secara tiba-tiba jika telah
menjalani pengobatan selama lebih dari 3 minggu. Dokter akan
menurunkan dosis secara bertahap untuk mencegah gejala putus obat.
BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai