Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan dan Gizi Hasil Ternak (PGHT) merupakan materi kuliah yang
mempelajari berbagai jenis pangan hasil ternak yang dapat dikonsumsi oleh
manusia dan bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia itu sendiri
serta mempelajari masalah makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Praktikum
merupakan bagian dari pengajaran, yang bertujuan agar mahasiswa mendapat
kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang
diperoleh dalam teori. Praktikum Pangan dan Gizi Hasil Ternak merupakan media
pengajaran, pelaksanaan, pengujian dan pengkajian berbagai jenis pangan hasil
ternak yang dapat dikonsumsi oleh manusia dan bermanfaat bagi pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan
vitamin. Daging merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna dibanding
dengan protein nabati. Karakteristik konsumsi protein asal ternak, kemudian
membandingkannya dengan data produksi, masyarakat memiliki kecenderungan
untuk memilih produk daging, dalam hal ini daging ayam broiler, dari pada telur
dan susu. Kondisi ini terjadi, mungkin karena perbedaan harga antara daging
ayam broiler dan telur ayam tidak terlampau berbeda. Dengan demikian, ketika
kondisi ekonomi sudah mulai sedikit membaik, masyarakat berusaha melakukan
variasi penyediaan sumber protein hewani asal ternak dalam menu makanan
sehari-harinya dengan beralih ke daging ayam broiler(Setiawan, 2006). Konsumsi
daging sapi oleh masyarakat cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan
pendapatan.
Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan
protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh manusia.

1
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan
zat gizi makanan. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai status gizi,
yaitu : penilaian konsumsi pangan, antromometri, biokimia dan klinis. Indeks
masa tubuh atau body mass indeks merupakan indikator yang paling sensitif untuk
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑩𝒂𝒅𝒂𝒏 (𝒌𝒈)
menentukan defisiensi energy kronik. Rumus IMT adalah : IMT=𝑻𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 𝑩𝒂𝒅𝒂𝒏 (𝒎)𝟐

Konsumsi pangan dapat digunakan sebagai indikator pola pangan yang


baik atau kurang baik. Penilaian konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai
salah satu teknik untuk menunjukkan tingkat keadaan gizi dari pada sebagai
pengukur. Penilaian konsumsi pangan ini dapat digunakan untuk menentukan
jumlah dan sumber zat-zat gizi yang dimakan. Hal ini dapat membantu
menunjukkan persediaan zat gizi dalam tubuh cukup atau kurang.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya praktikum Protein yaitu untuk mengetahui

pengaruh proses pengolahan terhadap kadar protein suatu bahan pangan.

Tujuan dilaksanakannya praktikum Lemak yaitu untuk mengetahui tingkat


kerusakan lemak/minyak.
Tujuan dari praktikum penilaian status gizi yaitu menentukan status gizi
orang dewasa secaran antropometri dan biokimia.
Tujuan dari praktikum penilaian status pangan yaitu melakukan penilaian
konsumsi pangan dengan Metode Recall.

1.3 Manfaat

Manfaat dari praktikum ini yaitu Protein yaitu dapat mengetahui pengaruh
proses pengolahan terhadap kadar protein suatu bahan pangan.
Manfaat yang diperoleh dari praktikum Lemak yaitu dapat mengetahui
tingkat kerusakan lemak/minyak.
Manfaat yang diperoleh dari praktikum Penilaian Status Gizi dan penilaian
konsumsi pangan mahasiswa dapat menentukan status gizi orang dewasa secaran

2
antropometri dan biokimia dan dapat melakukan penilaian konsumsi pangan
dengan Metode Recall

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Protein

Aloysia Tenny Damayanti Indriastuti (2015) Hasil analis statistik


menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dagingfilet ayam.
Kadar protein yang diperoleh berturut-turut adalah 27,03; 27,04; 27,51; dan
27,69.Hasil ini berkaitan erat dengan komposisi kadar air yang dihasilkan yaitu
akan salingmelengkapi secara proposional seperti diketahui bahwa kadar air
daging yang mengalamiproses pemanasan atau perebusan akan mengalami
penurunan kadar air yang diikuti kenaikankadar protein secara proposional.
Anjelia Martina Dewi (2016) Kadar protein otot aktif lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kadar protein pada otot pasif selama masa penyimpanan.
Penurunan kadar protein selama masa penyimpanan dapat dipengaruhi oleh
terjadinya penurunan pH pada saat pembentukan asam laktat sehingga terjadi
penurunan daya ikat air dan banyak air yang bergabung dengan protein otot bebas
keluar dari serabut otot .
Dian Novita Sari (2016) Hasil uji BNJ berbagai suhu awal perebusan
daging terhadap kadar protein daging sapi has dalam diperoleh bahwa perlakuan
D4 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D3, D2 dan D1. Perlakuan D3
berbeda nyata dengan perlakuan D2, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan
D1 dan perlakuan D2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1. Kadar
protein tertinggi terdapat pada perlakuan D4 (suhu awal perebusan 100⁰C)
dengan nilai rata-rata 14,54% dan kadar protein terendah pada perlakuan D1
(suhu awal perebusan 40⁰C) dengan nilai rata-rata 14,07%.
Dian Novita Sari (2016) Hasil uji BNJ berbagai suhu awal perebusan
daging terhadap kehilangan kadar protein daging sapi has dalam diperoleh bahwa
perlakuan D1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D2, D3 dan D4.
Perlakuan D2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan D3, tetapi berbeda sangat
nyata dengan perlakuan D4 dan perlakuan D3 berbeda sangat nyata dengan
perlakuan D4. Kehilangan kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan D1
(suhu awal perebusan 40⁰C) dengan nilai rata-rata 22,08% dan kehilangan

4
kadar protein terendah pada perlakuan D4 (suhu awal perebusan 100⁰C) dengan
nilai rata-rata 19,50%.
Dian Sundari (2015) Pada daging ayam yang digoreng susut masaknya
mencapai 20% sedangkan yang direbus hanya 18.18%.
Dian Sundari (2015) Protein adalah zat makanan yang penting bagi tubuh
kerena mempunyai fungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur tubuh. Protein
merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi
manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Selain membuat
makanan terasa lebih enak, penggunaan panas pada pengolahan bahan pangan
seperti merebus/mengukus dan menggoreng juga dapat mempengaruhi nilai gizi
bahan pangan tersebut.
Dian Sundari (2015) Proses perebusan dapat menurunkan nilai gizi karena
bahan pangan yang langsung terkena air rebusan akan menurunkan zat gizi
terutama vitamin-vitamin larut air (seperti vitamin B kompleks dan vitamin C)
dan juga protein. Sedangkan proses penggorengan merupakan pengolahan pangan
dengan menggunakan suhu tinggi diatas 160⁰ C yang dapat menurunkan
kandungan lemak dan merusak vitamin dan mineral. Berat bahan pangan setelah
pengolahan umumnya menurun. Semua penurunan nilai berat ini dikarenakan
proses pemberian panas menyebabkan berkurangnya komponen yang mudah
menguap (volatil).
Dian Sundari (2015) Tinggi atau rendahnya penurunan kandungan gizi
suatu bahan pangan pangan akibat pemasakan tergantung dari jenis bahan pangan,
suhu yang digunakan. Proses penggorengan merupakan proses pengolahan bahan
pangan yang dapat mengakibatkan penurunan kandungan gizi yang sangat
signifikan karena menggunakan suhu lebih dari 1600 C, sehingga protein
mengalami kerusakan.
Komariah (2009) Susut masak merupakan persentase berat daging yang
hilang akibat pemasakan dan merupakan fungsi dari waktu dan suhu pemasakan.
Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih
baik daripada daging dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini karena
kehilangan nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit.

5
Romi Ponco Prasetyo (2013) Hasil penelitian menujukan penggunaan
pakan fungsional pada ransum broiler sampai level 20% tidak mempengaruhi
kadar lemak daging, sedangkan level optimal pakan fungsional 11,21 %
menghasilkan protein daging sebesar 21,24%.
Setiawan (2006) Karakteristik konsumsi protein asal ternak, kemudian
membandingkannya dengan data produksi, agaknya masyarakat memiliki
kecenderungan untuk memilih produk daging, dalam hal ini daging ayam broiler,
dari pada telur dan susu. Kondidi ini terjadi, mungkin karena perbedaan harga
antara daging ayam broiler dan telur ayam tidak terlampau berbeda. Dengan
demikian, ketika kondisi ekonomi sudah mulai sedikit membaik, masyarakat
berusaha melakukan variasi penyediaan sumber protein hewani asal ternak dalam
menu makanan sehari-harinya dengan beralih ke daging ayam broiler.
Widodo Cipto Subagyo (2015) Secara umum perebusan menyebabkan
penurunan konsentrasi asam amino, semakin lama perebusan terjadi penurunan
konsentrasi asam amino yang lebih besar.
Widodo Cipto Subagyo (2015) Protein merupakan salah satu komponen
penyusun daging. Keberadaan protein dan asam amino akan menentukan
karakteristik dan kualitas daging.
Widodo Cipto Subagyo (2015) Daging sapi bali dan wagyu segar dan
direbus selama 15 menit muncul lima pita protein, sedangkan pada perebusan 30
menit pada daging sapi bali muncul empat pita protein dan daging wagyu muncul
tiga pita protein. Hasil HPLC menunjukkan pada daging sapi bali dan wagyu
mengandung masing-masing sembilan jenis asam amino esensial dan enam jenis
asam amino non-esensial. Setelah perebusan 30 menit, konsentrasi asam amino
esensial daging sapi bali menurun sebanyak 56,65% dan daging wagyu sebesar
27,37%, sedangkan konsentrasi asam amino non-esensial daging sapi bali
menurun sebanyak 63,05% dan daging wagyu sebanyak 67,17%.
Widodo Cipto Subagyo (2015) Proses pengolahan yang berbeda
mempengaruhi pemisahan pita-pita protein dan menghasilkan pita-pita protein
dengan berat molekul tertentu.Setelah direbus 15 menit terjadi penurunan
konsentrasi asam amino (esensial dan non-esensial) pada daging sapi bali maupun
sapi wagyu(Widodo Cipto Subagyo, 2015).

6
2.2. Lemak

Uji kimia yang dilakukan adalah uji kadar air, protein dan lemak. Hasil uji
yang sudah dilakukan dapat dilihat pada Tabel
Tabel Pengaruh perlakuan penyimpanan daging terhadap kualitas kimia
Perlakuan Kualitas Kimia Daging
Kadar Air (%) Protein (%) Lemak (%)
1 (Daging Segar) 75,01 20,93 1,16
2 (Thwing Suhu 74,6 21,10 0,36
Kamar 27-30)
3 (Thwing Suhu 72,97 21,13 0,95
Refrigerator 8-10)
4 (Thwing Air 71,77 21,82 0,79
Keran 25-28
5 (Thwing Suhu 71,01 23,36 0,6
Mendidih 100)
6 (thwing suhu < 72,28 24,02 1,36
100)
Sumber: Hasil Penelitian (C Diana, 2011)
Dian Sundari, (2015) Berdasarkan berat kering per 100 gr bahan pangan,
nilai kadar lemak pada semua bahan pangan yang direbus mengalami penurunan,
sedangkan bahan pangan yang digoreng mengalami kenaikan kadar lemak yang
cukup besar. Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan akan terjadi
kerusakan lemak. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung pada suhu
yang digunakan danlamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang
digunakan, maka semakin intens kerusakan lemak.
Novia Mehra Erfiza, (2018) Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kandungan lemak daging setelah diolah menjadi sie
reuboh yaitu dari rerata umum 13,06% pada kondisi segar (Tabel 1) menjadi
rerata umum 14,67% setelah diolah menjadi sie reuboh. Peningkatan kandungan
lemak diduga disebabkan karena selama proses pemanasan sie reuboh, marbling
(lemak intramaskular) yang terdapat diantara serabutserabut otot mencair.

7
Sandra Hermanto, (2008) Hasil analisa sifat fisik kimia yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan untuk
masing-masing sampel lemak kecuali untuk titik leleh, bilangan iod dan bilangan
penyabunannya. Hasil analisa FTIR menunjukkan adanya perbedaan pola serapan
yang khas pada daerah 3010, 1110-1095 dan 975-965 cm-1 yang
merepresentasikan tingkat perbedaan komposisi asamlemak pada masing-masing
sampel.
Astuti, (2012) Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perbedaan lama
penyimpanan daging beku mengakibatkan perbedaan yang tidak nyata (P<0,05)
pada kadar lemak daging. Hal ini diakibatkan karena kandungan air yang juga
berbeda tidak nyata pada daging yang disimpan beku.

2.3. Penilaian Status Gizi

Arsad Rahim Ali, (2005) ditinjau dari sudut pandang gizi, maka
antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari beberapa tingkat umur dan tingkat gizi.
Fox and Hillsdon (2007) di mana gaya hidup sedentary yang sebagian
besar aktivitas fisik yang dilakukan adalah ringan maka hal ini berhubungan
dengan obesitas. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi kurang,baik, dan
lebih. Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung
dan tidak langsung.
Grummer-Strawn LM et al., (2002), yang menyatakan bahwa nilai IMT
yang berhubungan dengan kesehatan mendorong usaha untuk menentukan IMT
secara langsung menggunakan mikrokontroler dan sensoroptokoupler untuk
mengukur berat serta sensor ultrasonik PING untuk mengukur tinggi badan.
Halls (2008), menyatakan Indeks Broca dikembangkan oleh Paul Broca,
ahli bedah Perancis yang hidup diantara tahun 1824 dan 1880.Indeks Broca adalah
hanya perkiraan kasar dan digunakan juga untuk mengetahui berat badan ideal.
Perhitungan ini menggunakan rumus BB dan TB yaitu: BB = [TB(cm)-100]
x100% . Bilahasilnya : 90-110% termasuk Berat badan normal ;110-120%

8
termasuk Kelebihan berat badan (Overweight) dan jika hasilnya> 120% termasuk
Kegemukan (Obesitas).
Rahayu et al.,(2007) Untuk orang Indonesia standar IMT menggunakan
standar Asia bukan internasional sebab untuk ukuran tubuh orang Indonesia
memiliki perbedaan dengan orang Barat seperti pada tinggi badannya. Cara
menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus: IMT = Berat Badan (kg) /
(Tinggi Badan (cm)/100)2.
Sediaoetama, (2010) karbohidrat merupakan salah satu penyumbang
energy terbesar dalam tubuh dan nasi merupakan sumber karbohidrat yang paling
banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia.
Situmorang (2015)Indeks massa tubuh (IMT) merupakan parameter yang
penting pada bidang ilmu kesehatan karena berbagai problem penyakit dan
kondisi kejiwaan pada manusia banyak dihubungkan dengan nilai IMT tersebut.
Penentuan IMT umumnya dilakukan secara manual dengan cara mengukur berat
dan tinggi kemudian melakukan pembagian.
Thomas et al(2008) Nilai IMT yang berhubungan dengan kesehatan
mendorong usaha untuk menentukan IMT secara langsung menggunakan
mikrokontroler dan sensoroptokoupler untuk mengukur berat serta sensor
ultrasonik PING untuk mengukur tinggi badan.
Wijayahadi (2010) aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu
pemicu obesitas di mana faktor dominan dari masyarakat yang menjadi penyebab
gizi lebih adalah kurangnya aktivitas gerak yang meliputi aktivitas olah raga dan
aktivitas pekerjaan.

2.4. Penilaian Konsumsi Pangan

Asmawati dkk. (2015)Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis


dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang pada waktu
tertentu kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk
pada kesehatan.
Bohari dkk (2017) Makanan yang mengandung zat gizi yang seimbang
sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan khususnya anak anak dan
remaja.

9
Hardinsyah (2007), keragaman konsumsi pangan dapat menggambarkan
mutu gizi konsumsi pangan.Kurangnya konsumsi pangan dari kelompok umbi-
umbian, sayuran, dan buah-buahan dapat berimput pada tingkat kecukupan zat
gizi lainnya seperti serat, vitamin, dan mineral penting lainnya.
Hardinsyah dkk, (2013)Jumlah zat gizi yang di peroleh melalui konsumsi
pangan harus mencukupi kebutuhan internal dan eksternal aktivitas dan
memperhatikan daya tahan tubuh.
Sediaoetama, (2008)Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan
seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak
pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan
jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi.
Supariasa (2012)24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode
yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta responden
untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam sebelumnya.
Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh
cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data
kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti
dengan menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas,
piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.
Wirakusumah, (2008)gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik
akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik diperlukan
untuk membakar energi dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang akan memudahkan seseorang
untuk menjadi gemuk. Lebih lanjut, dikemukakan pula bahwa modernisasi yang
terjadi saat ini menyebabkan segalanya dimudahkan dengan fasilitas-fasilitas
teknologi yang berakibat pada terbatasnya gerak dan aktivitas, hidup terasa lebih
santai.

10
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1. Waktu Dan Tempat

Praktikum pangan dan gizi hasil ternak ini dilaksanakan pada setiap hari
Kamis tanggal 31 Oktober 2019 pada pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai.
Bertempat di Gedung C Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

3.2 Materi

Materi yang digunakan pada praktikum Protein, untuk bahan yaitu, daging
ayam mentah, daging ayam rebus, daging sapi mentah, daging sapi rebus, larutan
𝐻2 𝑆𝑂4 pekat, larutan 𝐻2 𝑆𝑂4 0,3 N, larutan NaOH 40% , larutan NaOH 0,3 N,
katalis, methyl red 0,1%, aquades. Alat yang digunakan yaitu kertas rokok,
neraca analitik, spatula, labu destruksi, labudestilasi, destilator, lemari asam, hot
plate, batu didih, labu Erlenmeyer 250 ml, biuret, pipet ukur, pipet tets, gelas
ukur, gelas piala.
Materi yang digunakan pada praktikum Lemak, yaituuntuk bahan daging
sapi mentah, daging sapi rebus, dan pelarut lemak (kloroform). Alat yang
digunakan yaitu penjepit, oven 105⁰C, eksikator/desikator, neraca analitik, hot
plate, Erlenmeyer 250 ml, biuret, soxhlet, dan kertas saring bebas lemak.
Materi yang digunakan pada praktikum ini yaitu timbangan badan,
meteran, kit uriscan glukose, skinfold caliper, dan urine.

3.3 Metode

Metoda pada Praktikum Pangan Dan Gizi Hasil Ternakyang berjudul Protein
untuk penentuan protein kasar, pertama timbang sampel denga teliti sejumlah 0,3
gram dan masukkan ke dalam destruksi. Tambahkan kira-kira 0,2 gram katalis
campur dan 5 ml H2 SO4 pekat. Kedua, panaskan campuran tersebut dalam lemari
asam.perhatikan proses destruksi selama pemanasan agar tidak meluap. Ketiga,
destruksi dihentikan bila larutan sudah menjadi hijau terang atau jernih, lalu
didinginkan dalam lemari asam. Keempat larutan dimasukkan kedalam labu

11
destilasi dan diencerkan dengan 90 ml aquades. Masukkan beberapa batu
didih.Kelima siapkan labu Erlenmeyer yang berisi 25 ml H2 SO4 0,3 N dan 2 tetes
methyl red sebagai indicator dan hubungkan ke system destilasi yakni bagian
ujung pipa ke dalam larutan Erlenmeyer (fungsi larutan ini adalah untuk
menangkap hasil sulingan yang mengandung 𝑁𝐻3 ). Keenam tuangkan perlahan-
lahan (melalui dinding labu) 20 ml NaOH 40% dan segera hubungkan dengan
destilator. Ketujuh penyulingan dilakukan hingga N dari cairan tersebut
tertangkap oleh H2 SO4 yang ada di dalam Erlenmeyer (2/3 cairan yang ada pada
labu destilasi menguap atau terjadi letupan-letupan kecil atau Erlenmeyer
mencapai volume 100 ml). Kedelapan labu Erlenmeyer berisi sulingan diambil
dan dititer kembali dengan NaOH 0,3 N. Perubahan warna dari warna merah
muda ke biru muda menandakan titik akhir titrasi. Kesembilan bandingkan
dengan titar blanko.
Metoda pada Praktikum Pangan Dan Gizi Hasil Ternakyang berjudul
Penilaian Status Gizi yaitu, pertama timbang sampel dengan teliti sebanyak 1
gram (L) dan bungkus dengan kertas saring bebas lemak, lalu keringkan dengan
oven 105⁰C selama 5 jam. Dinginkan sampel dalam eksikator dan timbang (M).
Sampel dimasukkan kedalam tabung ekstraksi Soxhlet. Kedua, sampel
dimasukkan kedalam tabung ekstraksi soxhlet. Ketiga, alat soxhlet diisi dengan
pelarut lewat kondensor dengan corong. Alat pendingin dialirkan dan pemanas
dihidupkan. Keempat, lakukan ekstraksi selama 10 jam sampai pelarut pada alat
soxhlet terlihat jernih. Kelima, sampel dikeluarkan dari alat soxhlet dan
dikeringkan dalam oven 105⁰C selama 5 jam, kemudian didinginkan dalam
eksikator dan timbang (N). Terakhir, lakukan perhitungan persentase lemak kasar
𝑀−𝑁
dengan rumus: × 100%.
𝐿

Metode yang digunakan untuk penilaian status gizi untuk pengukuran


antromometri yang pengukuran IMT yaitu pertama timbang BB anda dalam
satuan kg serta ukurlah TB anda dalam satuan m. Selanjutnya hitung IMT anda
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑩𝒂𝒅𝒂𝒏 (𝒌𝒈)
dengan rumus : IMT=𝑻𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 𝑩𝒂𝒅𝒂𝒏 (𝒎)𝟐 .

Metode yang digunakan untuk penilaian konsumsi pangan yaitu yang


pertama catatlah semua bahan makanan yang telah anda konsumsi pada masa

12
yang lalu (hari kemarin dan 2 hari lalu). Selanjutnya untuk pencatatan gunakan
daftar isian seperti contoh formulir metode recall.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Protein

Berdasarkan Praktikum Pangan Dan Gizi Hasil Ternak yang berjudul


Protein, yang telah dilakukan analisis maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Protein
No. Sampel I J K PK % Literatur
A1. Daging Ayam Mentah 0,3 21,2 24,4 28
A.2 Daging Ayam Mentah 0,3 21,3 24,4 27,125
A.3 Daging Ayam Mentah 0,3 21,2 24,4 28
A.4 Daging Sapi Mentah 0,3 21,9 24,4 21,875
A.5 Daging Sapi Mentah 0,3 21,9 24,4 21,875
A.6 Daging Ayam Rebus 0,3 21,8 24,4 22,75
A.7 Daging Ayam Rebus 0,3 21,1 24,4 20,125
A.8 Daging Ayam Rebus 0,3 21,5 24,4 25,375
A.9 Daging Sapi Rebus 0,3 21,8 24,4 22,75
A10 Daging Sapi Rebus 0,3 21,3 24,4 27,175
Sumber : Hasil Analisis Proksimat Protein Kasar Kelas A 2018

Keterangan :
I = Berat Awal Sampel
J = larutan tittrasi NaOH 0,3 N
K = titar Blangko
{(𝐾−𝐽)𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚. 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 0,014 𝑥6,25}
Rumus Perhitungan Protein Kasar : 𝑋 100%
𝐼

Berdasarkan hasil yang diperoleh daging ayam dan daging sapi yang
mentah memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan daging ayam
dan daging sapi yang direbus. Hasil ini sesuai pendapat Widodo Cipto Subagyo
(2015), yang menyatakan bahwa secara umum perebusan menyebabkan
penurunan konsentrasi asam amino, semakin lama perebusan terjadi penurunan
konsentrasi asam amino yang lebih besar.

14
Lama waktu perebusan bahan pangan yaitu daging, sangat mempengaruhi
kualitas daging dan juga kandungann nutrisinya terutama protein. Pernyataan ini
didasarkan pendapat Widodo Cipto Subagyo (2015), yang menyatakan bahwa
protein merupakan salah satu komponen penyusun daging. Keberadaan protein
dan asam amino akan menentukan karakteristik dan kualitas daging. Setelah
direbus 15 menit terjadi penurunan konsentrasi asam amino (esensial dan non-
esensial) pada daging sapi bali maupun sapi wagyu.
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan kadar protein daging ayam
mentah sebesar 27,125% sampai 28% sedangkan kadar protein daging ayam rebus
sebesar20,125% - 25,375%. Kadar protein daging ayam mentah yang diperoleh
sesuai dengan hasil analis statistik Aloysia Tenny Damayanti Indriastuti(2015),
yang menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dagingfilet ayam.
Kadar protein yang diperoleh berturut-turut adalah 27,03; 27,04; 27,51; dan
27,69.Hasil ini berkaitan erat dengan komposisi kadar air yang dihasilkan yaitu
akan salingmelengkapi secara proposional seperti diketahui bahwa kadar air
daging yang mengalamiproses pemanasan atau perebusan akan mengalami
penurunan kadar air yang diikuti kenaikankadar protein secara proposional.
Namun kadar protein daging ayam mentah yang diperoleh dalam
praktikum berbeda jauh dengan hasilpenelitian Romi Ponco Prasetyo(2013), yang
menujukan penggunaan pakan fungsional pada ransum broiler sampai level 20%
tidak mempengaruhi kadar lemak daging, sedangkan level optimal pakan
fungsional 11,21 % menghasilkan protein daging sebesar 21,24%. Dalam hal ini
perbedaan penggunaan sampel maupun penanganan sampel dapat mempengaruhi
terjadinya perbedaan kadar protein daging ayam mentah.
Pada daging ayam rebus kadar proteinnya cenderung lebih rendah
dibandingkan kadar protein daging ayam mentah. Pernyataan tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Dian Sundari(2015),pada daging ayam yang digoreng
susut masaknya mencapai 20% sedangkan yang direbus hanya 18.18%.
Daging sapi mentah kadar proteinnya sebesar 21,875%, sedangkan daging
sapi rebus kadar proteinnya sebesar 22,75- 27,175. Hasil yang diperoleh pada
daging sapi rebus jauh lebih besar dari hasil penelitian Dian Novita Sari (2016),
yang menyatakan bahwa hasil uji BNJ berbagai suhu awal perebusan daging

15
terhadap kadar protein daging sapi has dalam diperoleh bahwa perlakuan D4
berbeda sangat nyata dengan perlakuan D3, D2 dan D1. Perlakuan D3 berbeda
nyata dengan perlakuan D2, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 dan
perlakuan D2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1. Kadar protein
tertinggi terdapat pada perlakuan D4 (suhu awal perebusan 1000C) dengan
nilai rata-rata 14,54% dan kadar protein terendah pada perlakuan D1 (suhu awal
perebusan 400C) dengan nilai rata-rata 14,07%.
Perbedaan kadar protein pada daging sapi yang direbus pasti dapat terjadi,
dikarenakan adanya perbedaan proses pengolahan baik dipengaruhi suhu awal
perebusan maupun waktu lama perebusan serta kualitas awal daging sapi sebelum
dilakukan proses perebusan.
Pengaruh suhu awal perebusan, sebelum air yang digunakan untuk
perebusan daging mendidih, maka akan semakin lama waktu yang diperlukan
untuk membuat daging tersebut matang, sehingga semakin banyak protein yang
akan larut dalam proses perebusan yaitu pada suhu 40oC lebih banyak kehilangan
kadar protein dibandingkan suhu 100oC. Hal ini didasarkan atas hasil penelitian
Dian Novita Sari(2016), yang menyatakan bahwa hasil uji BNJ berbagai suhu
awal perebusan daging terhadap kehilangan kadar protein daging sapi has dalam
diperoleh bahwa perlakuan D1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D2, D3
dan D4. Perlakuan D2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan D3, tetapi berbeda
sangat nyata dengan perlakuan D4 dan perlakuan D3 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan D4. Kehilangan kadar protein tertinggi terdapat pada
perlakuan D1 (suhu awal perebusan 400C) dengan nilai rata-rata 22,08% dan
kehilangan kadar protein terendah pada perlakuan D4 (suhu awal perebusan
1000C) dengan nilai rata-rata 19,50%.
Pengaruh lama waktu perebusan, semakin lama daging direbus maka akan
semakin menurunkan kadar protein sebagai sumber asam amino. Hal ini sesuai
hasil penelitian Widodo Cipto Subagyo (2015), bahwa daging sapi bali dan wagyu
segar dan direbus selama 15 menit muncul lima pita protein, sedangkan pada
perebusan 30 menit pada daging sapi bali muncul empat pita protein dan daging
wagyu muncul tiga pita protein. Hasil HPLC menunjukkan pada daging sapi bali
dan wagyu mengandung masing-masing sembilan jenis asam amino esensial dan

16
enam jenis asam amino non-esensial. Setelah perebusan 30 menit, konsentrasi
asam amino esensial daging sapi bali menurun sebanyak 56,65% dan daging
wagyu sebesar 27,37%, sedangkan konsentrasi asam amino non-esensial daging
sapi bali menurun sebanyak 63,05% dan daging wagyu sebanyak 67,17%.
Kualitas daging yang baik erat kaitannya dengan susut masak. Hal ini
sesuai pendapat Komariah (2009), yang menyatakan bahwa susut masak
merupakan persentase berat daging yang hilang akibat pemasakan dan merupakan
fungsi dari waktu dan suhu pemasakan. Daging dengan susut masak yang rendah
mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan persentase
susut masak yang tinggi, hal ini karena kehilangan nutrisi selama proses
pemasakan akan lebih sedikit.
Pada daging sapi rebus kadar proteinnya cenderung lebih tinggi
dibandingkan kadar protein daging sapi mentah. Hal ini dapat saja terjadi akibat
lama penyimpanan terutama pada daging mentah yang kemungkinan masih
mengalami proses metabolisme, berbeda halnya dengan daging mentah yang
segara direbus, maka akan segera menghentikan proses metabolisme pada daging
sehingga kualitas daging terutama kadar protein dapat terjaga asalkan proses
pengolahannya juga tepat. Pernyataan ini sesuai hasil penelitian Anjelia Martina
Dewi(2016), yang menyatakan bahwa kadar protein otot aktif lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kadar protein pada otot pasif selama masa penyimpanan.
Penurunan kadar protein selama masa penyimpanan dapat dipengaruhi oleh
terjadinya penurunan pH pada saat pembentukan asam laktat sehingga terjadi
penurunan daya ikat air dan banyak air yang bergabung dengan protein otot bebas
keluar dari serabut otot.
Proses pengolahan suatu bahan pangan dalam penggunaan panas sangat
mempengaruhi kandungan zat gizi. Namun banyak sedikitnya zat gizi yang hilang
juga tergantung jenis bahan pangan dan suhu yang digunakan. Hal ini sesuai
pendapat Dian Sundari(2015), yang menyatakan bahwa penggunaan panas dalam
proses pemasakan bahan pangan sangat berpengaruh pada nilai gizi bahan pangan.
Proses perebusan dapat menurunkan nilai gizi karena bahan pangan yang
langsung terkena air rebusan akan menurunkan zat gizi terutama vitamin-vitamin
larut air (seperti vitamin B kompleks dan vitamin C) dan juga protein. Sedangkan

17
proses penggorengan merupakan pengolahan pangan dengan menggunakan suhu
tinggi diatas 160⁰ C yang dapat menurunkan kandungan lemak dan merusak
vitamin dan mineral. Berat bahan pangan setelah pengolahan umumnya menurun.
Semua penurunan nilai berat ini dikarenakan proses pemberian panas
menyebabkan berkurangnya komponen yang mudah menguap (volatil).Tinggi
atau rendahnya penurunan kandungan gizi suatu bahan pangan pangan akibat
pemasakan tergantung dari jenis bahan pangan, suhu yang digunakan. Proses
penggorengan merupakan proses pengolahan bahan pangan yang dapat
mengakibatkan penurunan kandungan gizi yang sangat signifikan karena
menggunakan suhu lebih dari 1600 C, sehingga protein mengalami kerusakan.
Banyaknya jenis proses pengolahan dalam penggunaan panas juga
mempengaruhi kadar protein. Sesuai pendapat Widodo Cipto Subagyo (2015),
yang menyatakan bahwa proses pengolahan yang berbeda mempengaruhi
pemisahan pita-pita protein dan menghasilkan pita-pita protein dengan berat
molekul tertentu.
Kadar protein suatu bahan pangan harus dijaga keutuhannya, mengingat
pentingnya fungsi protein di dalam tubuh. Hal ini didasarkan pernyataan Dian
Sundari(2015), yang menyatakan bahwa protein adalah zat makanan yang penting
bagi tubuh kerena mempunyai fungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur
tubuh. Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-
unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein dalam bahan makanan
yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino.
Selain membuat makanan terasa lebih enak, penggunaan panas pada pengolahan
bahan pangan seperti merebus/mengukus dan menggoreng juga dapat
mempengaruhi nilai gizi bahan pangan tersebut.

18
4.2. Lemak

Berdasarkan Praktikum Pangan Dan Gizi Hasil Ternak yang berjudul


Protein, yang telah dilakukan analisis maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Analisis Lemak
Kode Sampel M N LK
A1M1 Daging Sapi Mentah 0,63 0,61 2%
A1M2 Daging Sapi Mentah 0,7 0,68 2%
A1M3 Daging Sapi Mentah 0,66 0,65 1%
A1R1 Daging Sapi Rebus 0,85 0,81 4%
A1R2 Daging Sapi Rebus 0,85 0,81 4%
A1R3 Daging Sapi Rebus 0,8 0,77 3%
Sumber : Hasil Analisis Proksimat Lemak Kasar Kelas A 2018
Keterangan :M = berat sampel oven pertama
N = berat sampel oven kedua
Berdasarkan analisis proksimat lemak kasar yang telah dilakukan, lemak
kasar pada daging sapi yang mentah sebesar 1%-2% sedangkan pada lemak kasar
daging sapi yang telah direbus sebesar 3%-4%. Hasil analisis daging mentah
sesuai dengan hasil analisis Diana (2011), Uji kimia daging sapi mentah dengan
berbagai perlakuan thwingyang dilakukan menghasilkan kadar lemak berkisar
0,36-1,36 %. Pada daging segar kandungan lemaknya sebesar 1,16 %.
Lama waktu perebusan bahan pangan yaitu daging, sangat mempengaruhi
kualitas daging dan juga kandungann nutrisinya terutama lemak. Pada analisis
yang telah dilakukan proses perebusan dapat meningkatkan kadar lemak daging
sapi dibandingkan daging sapi mentah. Hasil analisis ini berlawanan dengan
pernyataan Dian Sundari(2015), yang menyatakan bahwa berdasarkan berat
kering per 100 gr bahan pangan, nilai kadar lemak pada semua bahan pangan yang
direbus mengalami penurunan, sedangkan bahan pangan yang digoreng
mengalami kenaikan kadar lemak yang cukup besar. Pada umumnya setelah
proses pengolahan bahan pangan akan terjadi kerusakan lemak. Tingkat
kerusakannya sangat bervariasi tergantung pada suhu yang digunakan danlamanya
waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin
intens kerusakan lemak.

19
Proses pengolahan daging juga sangat mempengaruhi kandungan lemak,
terlebih pengolahan dilakukan dengan menambahkan minyak. Factor peningkatan
lemak secara alami juga dapat terjadi akibat pemanasan marbling (lemak
intramaskular) yang terdapat diantara serabut-serabut otot mencair. Hal ini sesuai
pernyataan Novia Mehra Erfiza(2018), berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kandungan lemak daging setelah diolah menjadi sie
reuboh yaitu dari rerata umum 13,06% pada kondisi segar menjadi rerata umum
14,67% setelah diolah menjadi sie reuboh. Peningkatan kandungan lemak diduga
disebabkan karena selama proses pemanasan sie reuboh, marbling (lemak
intramaskular) yang terdapat diantara serabut-serabut otot mencair.
Tiap bagian tubuh dari daging memiliki kadar lemak yang berbeda-beda.
Namun kadar lemak tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan untuk
masing-masing bagian tubuh kecuali untuk titik leleh, bilangan iod dan bilangan
penyabunannya. Hal ini sesuai hasilanalisasifatfisikokimia Sandra
Hermanto(2008),yangdiperolehmenunjukkanbahwatidak terdapat perbedaan yang
cukup signifikan untuk masing-masing sampel lemak kecuali untuk titik leleh,
bilangan iod dan bilangan penyabunannya. Hasil analisa FTIR menunjukkan
adanya perbedaan pola serapan yang khas pada daerah 3010, 1110-1095 dan 975-
965 cm-1 yang merepresentasikan tingkat perbedaan komposisi asamlemak pada
masing-masing sampel.
Daging yang dalam kondisi segar dan biak apabila disimpan dalam waktu
lama tidak akan mengalami perubahan kadar lemak. Hal ini sesuai penelitian
Astuti(2012), Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perbedaan lama
penyimpanan daging beku mengakibatkan perbedaan yang tidak nyata (P<0,05)
pada kadar lemak daging. Hal ini diakibatkan karena kandungan air yang juga
berbeda tidak nyata pada daging yang disimpan beku.

20
4.3. Penilaian Status Gizi

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan parameter yang penting pada bidang
ilmu kesehatan karena berbagai problem penyakit dan kondisi kejiwaan pada
manusia banyak dihubungkan dengan nilai IMT tersebut. Penentuan IMT
umumnya dilakukan secara manual dengan cara mengukur berat dan tinggi
kemudian melakukan pembagian. (Situmorang, 2015).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih. Pada
dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak
langsung.
Misalnya, anda ingin mencari tahu apakah anda normal atau obesitas.
Anda memiliki BB 80 kg dan TB 1,75 m (175 cm). Pertama, kalikan tinggi badan
dalam kuadrat: 1,75 x 1,75 = 3,06. Selanjutnya, bagi angkat BB dengan hasil
kuadrat TB : 80/3,06 = 26,1. Terakhir, bandingkan angka BMI Anda (26,1)
dengan kategori berat badan yang tercantum di bawah ini:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
RumusIMT = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2

Tabel.3. KlasifikasiIMT(IndeksMasaTubuh)
IndeksMasaTubuh Katagori
>30 Obesitas
26 – 30 Overweight
21 – 25 Normal
18 – 20 Kurus
<18 Sangatkurus
16 – 17 DEK
<16 DEKLanjut
Inilahtable dari kelasifikasi indeks masa tubuh. Seseorang dikatakan
gemuk atau kurusnya dapat dilihat dari jumlah hasil yang didapat dari
perhitungan.

21
Inilah data dari hasil kelompok saya yang saya praktikumkan
bersamateman-teman satu kelompok kami.

Tabel 4. HasilPengukuranIMT
No Nama BB (kg) TB (cm) IMT Kategori
1 Dicky 50 164 18,5 Kurus
2 Bella 71 161 27,3 Overweigh
3 Yunus 66 161 25,4 Overweigh
4 Imam 130 177 42 Sangat Gemuk
5 Ifandi 67 157 26,8 Overweigh
6 Rofiqi 62 173 20,7 Normal
7 Ewilma 45 142 22,5 Normal
8 Rendi 69 164 25,6 Overweigh

Imam dikatakan obesitasdisebabkan karenaberatbadandengan tingginya


tidak sebanding. Fox and Hillsdon (2007) di mana gaya hidup sedentary yang
sebagian besar aktivitas fisik yang dilakukan adalah ringan maka hal ini
berhubungan dengan obesitas. Hal ini disebabkan karena aktivitas fisik yang
kurang merupakan salah satu pemicu obesitas. Hal ini didukung pula oleh hasil
penelitian Wijayahadi (2010) di mana faktor dominan dari masyarakat yang
menjadi penyebab gizi lebih adalah kurangnya aktivitas gerak yang meliputi
aktivitas olah raga dan aktivitas pekerjaan. Dalam peningkatan terjadinya
overweight pada kaum laki-laki dapat terjadi karena peningkatan tekanan darah
yang tinggi akibat overweight. Obesitas tidak hanya dialami oleh pria saja tetap
iobesitas juga dapat dialami seorang wanita. Karena hal ini IMT juga diyakini
mempunyai hubungan erat terhadap penyakit karena obesitas ataupun kekurangan
energy pada remaja putri.
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi secara
langsung yang sering digunakan. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
beberapa tingkat umur dan tingkat gizi Arsad Rahim Ali (2005). Penentuan indeks

22
masa tubuh juga dapat menyebabkan depresi atau imt disebabkan
olehdepresi.Mengenai pola makan responden, diketahui bahwa terdapat hubungan
antara frekuensi konsumsinasi dengan status gizi (p = 0,015). Hal ini karena
karbohidrat merupakan salah satu penyumbang energy terbesar dalam tubuh
(Sediaoetama, 2010) dan nasi merupakan sumber karbohidrat yang paling banyak
dikonsumsi oleh sebagian besarmasyarakat di Indonesia.
Dalam penilaian pada indeks masa tubuh yang menggunakan antropometri
juga dapat memiliki hasil yang akurat tapi bukan dengan cara itu saja karena
dalam penentuan IMT juga dapat menggunakan mikrokontroler dan sensor
optokoupler. Seperti yang dinyatakanoleh Thomas et al(2008), yang menyatakan
bahwa nilai IMT yang berhubungan dengan kesehatan mendorong usaha untuk
menentukan IMT secara langsung menggunakan mikrokontroler dan
sensoroptokoupler untuk mengukur berat serta sensor ultrasonik PING untuk
mengukur tinggi badan.

4.4. Penilaian konsumsi pangan


Konsumsi pangan dapat digunakan sebagai indicator pola pangan yang
baik atau kurang baik.Penilaian konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai
salah satu teknik untuk menunjukkan keadaan gizi dari pada sebagai
pengukur.Penilaian konsumsi ini dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan
sumber zat gizi yang di makan.Hal ini dapat membantu menunjukkan persediaan
zat gizi dalam tubuh cukup atau kurang. Sediaoetama, (2008)Pengetahuan gizi
yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk
dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi.

23
Tabel 5.Konsumsi Pangan
No Nama Makanan Yang Dimakan Banyaknya Satuan (URT)
1 Dicky - Nasi 5 Piring
- Mie Goreng 2 Piring
- Telur Dadar 6 Butir
- Udang 1 Mangkok
- Air Putih 10 Gelas
2 Imam - Nasi 3 Piring
- Ayam 3 Potong
- Siomay 1 Piring
- Sate 1 Piring
- Mie Rebus 2 Mangkok
- Telur 2 Butir
- Pempek 5 Butir
- Air Putih 20 Gelas
3 Rendi - Nasi 4 Piring
- Ayam 4 Potong
- Perkedel 2 Potong
- Air Putih 8 Gelas
4 Ewilma - Nasi 2 Piring
- Telur 1 Butir
- Energen/Susu 3 Gelas
- Mie Goreng 1 Piring
- Buah-Buahan 1 Piring
- Air Putih 16 Gelas
5 Yunus - Nasi 6 Piring
- Ayam 6 Potong
- Telur 1 Butir
- Mie goreng 1 Piring
- Air putih 10 Gelas

24
6 Rofiqi - Nasi 6 Piring
- Ikan 6 Potong
- Air Putih 10 Gelas
7 Ifandi - Nasi 2 Piring
- Ayam 2 Potong
- Air Putih 12 Gelas
- Kopi 1 Gelas
8 Bella - Nasi 2 Piring
- Ayam 2 Potong
- Tahu 1 Potong
- Tekwan 2 Mangkok
- Seblak 1 Piring
- Air Putih 12 Gelas

Metode food recall memiliki keterbatasan dimana keberhasilan metode


ingatan 60 hari tergantung pada daya ingat seseorang. Dari tabel diatas dapat
dilihat bahwa penyebab dari kekurangan konsumsi pangan adalah disebabkan
kurangnya selera makan maupun nafsu makan yang membuat konsumsi pangan
berkurang, sedangkan pada konsumsi pangan yang berlebih itu saat saya sangat
doyan makan sehingga saya tidak memikirkan efek samping dari hal tersebut yang
bisa membuat asupan kita berlebih sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan kita
sehari hari, dan pada tabel diatas rata-dari konsumsi pangan saya banyak yang
berlebih dimana saya tidak mengatur pola makan saya dengan baik. Sesuai
pendapat Sediaoetama, (2008). Hardinsyah dkk, (2013)Jumlah zat gizi yang di
peroleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan internal dan
eksternal aktivitas dan memperhatikan daya tahan tubuh.Pengetahuan gizi yang
baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk
dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi.Bohari dkk (2017) Makanan yang mengandung zat gizi yang
seimbang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan khususnya anak
anak dan remaja.

25
Asmawati dkk. (2015)Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis
dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang pada waktu
tertentu kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk
pada kesehatan.
Hardinsyah (2007), keragaman konsumsi pangan dapat menggambarkan
mutu gizi konsumsi pangan.Kurangnya konsumsi pangan dari kelompok umbi-
umbian, sayuran, dan buah-buahan dapat berimput pada tingkat kecukupan zat
gizi lainnya seperti serat, vitamin, dan mineral penting lainnya.
Supariasa (2012)24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode
yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta responden
untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam sebelumnya.
Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh
cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data
kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti
dengan menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas,
piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.
Wirakusumah, (2008) gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas
fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik
diperlukan untuk membakar energi dalam tubuh. Bila pemasukan energi
berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang akan
memudahkan seseorang untuk menjadi gemuk. Lebih lanjut, dikemukakan pula
bahwa modernisasi yang terjadi saat ini menyebabkan segalanya dimudahkan
dengan fasilitas-fasilitas teknologi yang berakibat pada terbatasnya gerak dan
aktivitas, hidup terasa lebih santai.

26
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum Pangan Dan Gizi Hasil Ternak, pada protein
yaitu proses pengolahan dapat menurunkan kadar protein suatu bahan pangan.
Proses pengolahan dengan penggunaan panas dipengaruhi suhu awal perebusan,
waktu lama perebusan dan kualitas awal daging sapi sebelum dilakukan proses
perebusan. Kadar protein daging ayam mentah sebesar 27,125% sampai 28%
sedangkan kadar protein daging ayam rebus sebesar 20,125% - 25,375%. Kadar
protein daging sapi mentah sebesar 21,875 sedangkan kadar protein daging sapi
rebus sebesar 22,75% - 27,175%.
Pada lemak, yaitu proses perebusan dapat menurunkan kadar lemak kasar,
dan penggorengan dapat meningkatkan kadar lemak. Kadar lemak pada daging
sapi mentah sebesar 1%-2% sedangkan pada lemak kasar daging sapi yang telah
direbus sebesar 3%-4%.
Pada Penentuan Status Gizi yaitu status gizi orang dewasa secara
antropometri bervariasi, secara pengukuran IMT terdapat status overweight 1
orang, normal 4 orang, kurus 4 orang, dan sangat kurus 1 orang. Sedangkan secara
penentuan berat badan ideal berdasarkan standar brocca terdapat status berat
badan tercapai 1 orang, tidak tercapai 8 orang dan berlebih1 orang. Status gizi
dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Pada Penilaian Konsumsi Pangan yaitu konsumsi pangan selama dua
bulan terakhir seimbang antara keterangan tercukupi, kekurangan, dan kelebihan.

5.2 Saran

Saran pada praktikum Pangan Dan Gizi Hasil Ternak yaitu hendaknya
praktikum dapat dilakukan dengan sungguh-sungguh dan pentingnya menjaga
ketelitian saat melaksanakan pengukuran dan perhitungan agar didapatkan hasil
yang akurat, serta pentingnya mengkondisikan status gizi dalam keadaan normal
agar terhindarkan dari berbagai macam penyakit dikemudian hari.

27

Anda mungkin juga menyukai