Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di antara sekian banyak keindahan dan keunikan baik itu yang tersirat
ataupun tersurat di dalam Al-Qur’an, salah satu yang menarik yaitu aspek
keindahan retorika al-Qur’an yakni amtsal (perumpamaan-perumpamaan)-nya.
Al-Qur’an tidak hanya memuat masalah kehidupan dunia yang di indera, tetapi
juga memuat kehidupan akhirat dan hakikat lainnya yang memiliki makna dan
tujuan ideal yang tidak dapat di indera dan berada di luar pemikiran akal
manusia. Pembicaraan yang terakhir ini di tuangkan dalam bentuk kata indah,
mempesona, dan mudah di pahami, yang di rangkai dalam untaian
perumpamaan dengan sesuatu yang telah diketahui secara yakin, yang di namai
tamtsil (perumpamaan) itu.
Tamtsil (perumpamaan) merupakan gaya bahasa yang dapat
menampilkan pesan yang berbekas pada hati sanubari. Muhammad Mahmud
Hujazi menyatakan bahwa bentuk amtsal yang rumit merupakan inti sebuah
kalimat yang sangat berdampak bagi jiwa dan berbekas bagi akal. 1 Oleh karena
itu, Allah membuat perumpamaan bagi manusia bukan binatang atau makhluk
lainnya agar manusia dapat memikirkan dan memahami rahasia serta isyarat
yang terkandung di dalamnya.

1
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka setia, 2005), ct ke-3, h.91 dan
Muhammad Mahmud Hijazi, Tafsir Al-Wadhih, (Beirut: Dar Al-Jil, 1969), h.79

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amtsal Al-Qur’an


Amtsal adalah bentuk jamak dari kata matsal (Perumpamaan) atau mitsil
(serupa) atau matsil, sama halnya dengan kata syabah atau syabih, karena itu
dalam ilmu balaghah, pembahasan yang sama ini lebih dikenal dengan istilah
tasybih, bukan amtsal.2 Dalam pengertian bahasa (etimologi), amtsal
dimaknakan dengan: keadaan, kisah, dan sifat menarik perhatian,
menakjubkan.3
Amtsal menurut pengertian istilah di rumuskan oleh para ulama dengan
redaksi yang berbeda-beda, diantaranya yaitu:
Menurut Rasyid Ridha, Amtsal adalah kalimat yang di gunakan untuk
memberi kesan dan menggerakkan hati nurani. Bila di dengar terus pengaruhnya
akan menyentuh lubuk hati paling dalam.4
Menurut Ibn Al-Qayyim, Amtsal adalah menyerupakan sesuatu dengan
sesuatu yang lain dalam hukumnya; mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan
sesuatu yang konkret atau salah satu dari keduanya dengan yang lainnya.5
Menurut Muhammad Bakar Isma’il, Amtsal Al-Qur’an adalah
mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik dengan jalan isti’arah,
kinayah, atau tasybih.6
Menurut Al-Imam Mahmud bin Ali At-Tirmidzi, beliau mengemukakan
bahwa pembuatan Amtsal sebenarnya di tujukan kepada mereka yang hatinya
merasa tertutup. Kemudian Allah membuat Amtsal untuk mereka, selaras
dengan keinginan mereka, sehingga mereka dapat memperoleh kembali apa
yang mereka rasakan telah hilang itu7

2
Ibid, h.92
3
Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an Media Pokok dalam menafsirkan Al-Qur’an (Jakarta:
Bulan Bintang, 1993), ct ke-3, h.174
4
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar (Beirut: Dar Al-Fikr), h.236
5
Manna Al-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an (Mansyurat Al-Hasr Al-Hadits, 1973), h.282
6
Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi Ulum Al-Qur’an (Kairo: Dar Al-Manar, 1991), h.337
7
Az-Zarkasyi, Al-Imam, Al Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Kairo: Dar Ihya’ Al-Kutub Al-Arabiyyah,
1975), h.483

2
Dari sekian penjabaran ulama-ulama di atas, dapat di tarik secara
benang merah bahwa pengertian amtsal yaitu kalimat-kalimat yang mempesona
dan berkesan dalam Al-Qur’an yang menyentuh lubuk hati, yang
mendekatkan kita dari sesuatu yang abstrak kepada sesuatu yang konkrit baik
itu dengan jalan isti’arah, kinayah atau tasybih, dengan tujuan agar hamba
yang hatinya tertutup dapat memikirkan Tuhannya kembali.
Amtsal dikenal sebagai salah satu aspek sastra Arab. Pengertian amtsal
dalam Al-Qur’an lebih tepat digunakan untuk mengacu pada kesan dan sentuhan
perasaan terhadap apa yang dikandungnya, tanpa mempersoalkan ada atau tidak
adanya kisah yang berhubungan dengan amtsal itu. Kendatipun demikian,
amtsal yang berangkat dari kisah nyata, banyak di sebutkan dalam Al-Qur’an
dan ini lebih tepat dinamakan dengan tamtsil karena disusun menurut bentuk
tamtsil, bukan dalam bentuk berita.8

B. Sejarah Amtsal Al-Qur’an


Orang yang pertama kali menyusun ilmu amtsal Al-Qur’an ialah Syaikh
Abdur Rahman Muhammad bin Husein An-Naisaburi (Wafat 406 H) dan
dilanjutkan oleh Abdul Hasan bin Ali bin Muhammad Al-Mawardi (Wafat 450
H). Kemudian dilanjutkan Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi Bashrin Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah (Wafat 754 H).9

C. Faedah-Faedah Amtsal
Diantara faedah-faedah amtsal , ialah;
a. Melahirkan sesuatu yang dapat dipahami dengan akal dalam bentuk rupa
yang dapat dirasakan dengan panca indera, lalu mudah di terima dengan
akal, lantaran makna-makna yang dapat di pahamkan dengan akal tidaklah

8
Rosihon Anwar, Loc.cit, h.93
9
Imam Jalaluddin As-Suyuti (wafat 991 H) dalam kitabnya “al-itqon fi Ulumil Qur’an” juga
menyediakan bab khusus yang membahas tentang ilmu amtsal Al-Qur’an dengan 5 pasal di
dalamnya. Atau lihat kutipannya di; Ahmad Syadali dan Ahmad Rofii, Ulumul Quran II (Bandung:
Pustaka setia, 2000), ct ke-2 edisi revisi, h.35. atau lihat kutipan: Qawaid At-Tafsir (Yogyakarta:
Aswaja Presssindo, 2014), h.235-236

3
tetap di dalam ingatan hati, terkecuali apabila di tuang dalam bentuk yang
dapat di rasakan yang dekat kepada paham.10
b. Mengungkap hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang jauh dari
pikiran kepada sesuatu yang dekat pada pikiran.11
c. Mengumpulkan makna yang indah dalam suatu ibarat yang pendek12
Allah banyak menyebut amtsal di dalam Al-Qur’an untuk pengajaran dan
peringatan. Allah berfirman:

َ(َ‫وََلَقَدََضَرََبَنَاَلَلنَاَسَفيََهَلذَاَالقُرَآَنَمنَكُلَمث ٍلَلعل ُهمَيتذَك ُرَوَن‬


)َ۳۷ََ:َ‫اَلزَمر‬
“Dan sungguh telah kami buat untuk manusia dalam Al-Qur’an ini
berbagai macam rupa matsal. Mudah-mudahkan dengan mereka mengambil
pengajaran dari padanya.” (Q.S. 39: Az-Zumar, 37)

َ‫وَتلكَاَلََمَثَاَ َُلَنَضَرَََبُهَاَلَنَاَسََوَماَيعقلُهآَإَالَالعاَل ُموَنَ(َاَلعنكبو‬


َ)٤۳َ:‫ت‬
“Itulah Matsal-Matsal yang kami buat untuk manusia dan tiadalah dapat
di pahamkan Matsal-Matsal itu melainkan oleh orang-orang yang berilmu.”
(Q.S. 29: Al-Ankabut, 43)

C. Macam-macam Amtsal Al-Qur’an


Amtsal dalam Al-Qur’an ada 3 macam :
1. Amtsal Musharrahah (Amtsal yang tegas)
Adalah Amtsal yang jelas, yakni yang jelas menggunakan kata-kata
perumpamaan atau kata yang menunjukkan penyerupaan (tasybih)13,
contohnya:
  
  
  
10
Hasbi Ash Shiddieqy, Loc. Cit, h.175
11
Ibid,
12
Ibid,
13
Rosihon Anwar, Loc.cit, h.93

4
  
   
   
    
  
  
  
  
  
   
  
 
  
   
  
    
 
   
   

Artinya:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat
Melihat.
Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan
yang benar),
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai
gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak

5
jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah
meliputi orang-orang yang kafir.
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap
menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia
melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah
berkuasa atas segala sesuatu.” (Al-Baqarah(2): 17-20)
Pada contoh itu terlihat jelas kata-kata yang menunjukkan
perumpamaan dan penyerupaan, yaitu matsaluhun dan aw kasyayyibin.
Contoh di atas juga memperlihatkan dua perumpamaan bagi orang munafik.
Pertama, seperti orang yang menyalakan api (Katsal ladzi istauqad nar)
karena di dalam api terdapat unsur cahaya. Kedua, seperti orang-orang yang
di timpa hujan dari langit (au ka shayyibin min as-sama’i), karena di
dalamnya terkandung unsur kehidupan. Allah telah menurunkan wahyu dari
langit untuk menerangi dan menghidupkan hati hamba-Nya.14
Perumpamaan pertama menyiratkan bahwa orang-orang munafik tak
ubahnya seperti orang yang menyalakan api dengan cara memasuki agama
Islam secara formalitas, tetapi keislamannya tidak berpengaruh apa-apa pada
hatinya sehingga Allah pun menghilangkan cahaya yang telah dinyalakan
mereka (dzahaballah bi nurihim).15
Adapun perumpamaan kedua menyiratkan bahwa orang-orang
munafik laksana orang yang di timpa hujan di iringi dengan gelap gulita,
guruh dan kilat. Mereka menutup kedua telinganya karena takut terkena
sambaran petir. Perintah-perintah dan larangan-larangan Al-Qur’an yang
turun kepada mereka tak ubahnya pula seperti petir bagi kebenaran dan
kebatilan, yang berarti juga merupakan contoh amtsal musharrahah.16 Dalam
Surah Ar-Ra’d(13): 17, dikemukakan:
  
  
14
Ibid, h.95
15
Ibid,
16
ibid

6
 
   
   
 
   
  
  
  
  
    
   
  
 
“Allah Telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di
lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang
mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk
membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang
bathil. adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya;
adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Q.S. Ar-
Ra’d(13): 17)
Wahyu yang diturunkan untuk menghidupkan hati di umpamakan
dengan air yang turun untuk menghidupkan bumi. Hati di umpamakan
sebagai bumi, sedangkan kehidupan di umpamakan sebagai tumbuh-
tumbuhan di bumi. Air yang mengalir di lembah-lembah selalu menimbulkan
buih. Begitulah cahaya di tunjukkan apabila melewati hati yang tercemar. Ini
lah perumpamaan air, adapun perumpamaan api terlihat pada wa mimma
yuqidun. Apabila logam di panaskan, kulitnya akan terkelupas sehingga
terlihatlah permata yang di akibatkan proses pemanasan. Demikian pula lah

7
hati seorang mukmin yang akan membuang jauh-jauh perbuatan yang
tercemar.17
2. Amtsal Kaminah (Amtsal yang tersembunyi)
Yang dimaksud Amtsal Kaminah adalah amtsal yang tidak menyebutkan
dengan jelas kata-kata yang menunjukkan perumpamaan, tetapi kalimat itu
mengandung pengertian yang mempesona, sebagaimana yang terkandung di
dalam ungkapan-ungkapan singkat (Ijaz).18
Al Mawardi menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Ishaq Ibrahim
bin Muhdharib bin Ibrahim mengatakan bahwa bapaknya pernah bertanya
kepada Al-Hasan bin Fhadil.19
1. “Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an ayat yang
menyerupai ungkapan bahwa sebaik-baiknya urusan adalah yang berada di
tengah-tengah?
Al Hasan menjawab, ada, yaitu;
  
  
   
 
Artinya:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan

tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang

demikian.”(Q.S. Al-Furqan(25): 67)

2. “Apakah engkau menemukan ayat yang semakna dengan ungkapan:


siapa yang bodoh dalam suatu hal, ia pasti akan mengulanginya”
Al Hasan menjawab, ada, yaitu;
   
 

17
Ibid, h.96
18
Ibid, h.97
19
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, ter. Rosihon Anwar,
(Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.335

8
Artinya:
“Bahkan yang Sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya
dengan Sempurna ...” (Q.S. Yunus(10): 39)
3. “Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an yang semakna
dengan ungkapan: Bobot sebuah berita berbeda dengan menyaksikan sendiri”
Al Hasan menjawab, ada, yaitu;
   
  
   
    
  
Artinya:

“Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku

bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah


kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku Telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap

mantap (dengan imanku) ...”(Q.S. Al Baqarah(2): 260)

4. “Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an ayat yang semakna


dengan ungkapan: Dalam aktivitas terdapat kebaikan”
Al Hasan menjawab ya. Yaitu;
    
   
   
Artinya:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini
tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak” (Q.S. An Nisa(4): 100)
5. “Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an ayat yang semakna
dengan ungkapan: apa yang kau lakukan pada orang lain, begitulah engkau
diperlakukan oleh orang lain”
Al Hasan menjawab, ya ada.
    
Artinya:

9
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan

kejahatan itu”(Q.S. An-Nisa(4): 123)

6. “Apakah engkau menemukan dalam Al-qur’an yang semakna


dengan ungkapan: Seorang mukmin tidak akan masuk ke lubang yang sama
untuk kedua kalinya”
Al Hasan menjawab, ada.
   
   
    
   
  
Artinya:
“Berkata Ya'qub: "Bagaimana Aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu,
kecuali seperti Aku Telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?".
Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan dia adalah Maha Penyayang diantara para
penyanyang.” (Q.S. Yusuf(12): 64)
7. “Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an, ayat yang semakna
dengan ungkapan: Seekor ular pasti akan melahirkan ular lagi”
Al Hasan menjawab ya, ada.
   
 
Artinya:

“.... dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat

kafir”(Q.S. Nuh(71): 27)

8. “Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an, ayat yang semakna


dengan: Dinding-dinding mempunyai telinga”
Al Hasan menjawab ada.
  
Artinya:

10
“sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan

mereka”(Q.S. At-Taubah (9):47)

3. Amtsal Mursalah (Amtsal yang terlepas)


Yang di maksud Amtsal Mursalah adalah kalimat-kalimat Al-Qur’an
yang di sebut secara lepas tanpa di tegaskan redaksi penyerupaan, tetapi
dapat di gunakan untuk penyerupaan.20 Contohnya sebagai berikut:
    
 
Artinya:
“Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah” (Q.S. An Najm(53):
58)

D. Penggunaan Amtsal Sebagai Media Dakwah


Sebagaimana telah diutarakan bahwa pesan yang disampaikan melalui
Amtsal lebih mengena di hati, lebih mantap dalam menyampaikan nasihat, dan
lebih kuat pengaruhnya. Itulah sebabnya, Nabi SAW banyak menggunakan
Amtsal ketika menyampaikan dakwahnya dan banyak pula juru dakwah dan
pendidik yang menyampaikan pesan-pesannya melalui media Amtsal.21
Berkaitan dengan strategi dakwah, Mustafa Mansyur menyatakan bahwa
setiap pendakwah harus membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan
yang dapat mengetuk dan membuka hati pendengarnya sehingga ia dapat
menyampaikan pesan-pesannya. Salah satu strategi yang dapat digunakan
adalah melalui media amtsal.22
Di sisi lain, banyak aspek ajaran Islam yang bersifat abstrak yang sulit di
terima oleh akal pikiran manusia, di antaranya adalah gambaran tentang
hilangnya pahala sedekah seseorang yang di sertai sifat riya. Gambaran ini
bersifat abstrak sehingga sulit di pahami. Akan tetapi, setelah gambaran ini di
formalisasikan dalam bentuk perumpamaan, yakni sirnanya tanah di atas batu
akibat hujan yang menimpanya, maka gambaran itu menjadi lebih mudah di
pahami. Dengan demikian, agar strategi dakwah dalam bentuk menyampaikan

20
Ibid, h.105
21
Ibid, h.113
22
Mushtafa Mansyur, Thariq Ad-Dakwah, (Beirut: Al Ittihad Al Islami Al Alami, 1980), h.152

11
pesan dapat di terima dengan mudah oleh pendengar, dapat di salurkan melalui
amtsal.23
Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat signifikansi penggunaan
amtsal sebagai salah satu media dakwah.

E. Contoh-contoh Amtsal dalam Al-Qur’an


Berikut ini adalah contoh amtsal Al-Qur’an di samping yang telah di
sebutkan di atas.
1. Perumpamaan orang kafir

َ ُ‫َو َمثَ ُل ا لذ ينَ َكفَ ُر و ا َك َمثَل ا لذ ي يَنع ُق ب َما لَ َيس َم ُع ا ل د‬


‫عآ ء َو ندَ آ ء‬
) ٧١ : ‫عمي فَ ُهم لَ َيعقلُو نَ ( ا لبقر ة‬
ُ ‫صم بُكم‬
ُ
Artinya:
“Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah
seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar
selain panggilan atau seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh
sebab itu) mereka tidak mengerti.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 71)
2. Perumpamaan tentang orang musyrik

‫َمثَ ُل الذ ينَ ا ت َخذ ُ و ا من د ُ و ن ا لل أ َ و ليَآ َء َك َمث َل ا لعَن َكبُو ت ا ت َخذَ ت‬


‫بَيتا َو إ ن أ َ و َهنَ ا لبُيُو ت لَبَيتُ ا لعَن َكبُو ت لَو َكا نُو ا يَع َل ُمو نَ ( ا‬
) ٤١ : ‫لعنكبوت‬
Artinya:
“ Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain
Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya
rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui” (Q.S. Al-Ankabut (29) : 41)
3. Perumpamaan orang mukmin

َ َ ‫َمثَ ُل ا لفَر يقَين َكا ْل َ ع َمى ا َو ا ْل‬


‫صم َو ا لبَصير َو ا لسميع هَل يَستَو يَا‬
) ٢٤:‫ن َمثًَل أ َ فَ ًَل تَذَ ك ُر و نَ ( هو د‬
Artinya:

23
Rosihon Anwar, Op. Cit

12
“Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang
kafir dan orang-orang mukmin) seperti orang buta dan tuli dengan orang
yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu
sama keadaan dan sifatnya? Maka tidak lah kamu mengambil pelajaran
(dari perbandingan itu)?” (Q.S. Hud(11) : 24)
4. Perumpamaan orang yang menafkahkan harta

َ َ‫مَثَ َُلَمَاََيُنَفَ َقُوََنََفَىَهَاذََهََاَلَحَيَوَةََاَلدَََنَيَاَكَمَثَلََرََي‬


ََ‫حٍَفَيهَاَصَرََأََصَاَبَت‬
ََ‫للَُوََلَكَنََأََنَ َفُسَ َُهم‬
َ َ‫حَرََثََقَوََ ٍَمَظَلَ َُموََآََأََنَ َفُسَ َُهمَفأَهلكتهَُوَماَظلم ُه ُمَا‬
)١١۷َ:َ‫يَظَلَ َُموََنََ(َاَلَعمرَاَن‬
Artinya:
“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia
ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang
sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri,
lalu angin merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka lah
yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Q.S. Ali Imran (3): 117)

13
BAB III
PENUTUP
A. Penutup
Salah satu ilmu Al-Qur’an yang tidak kalah menariknya dengan ilmu-
ilmu ulum Al-Qur’an yang lain yaitu Amtsal Al-Qur’an, karena di sini Allah
dalam membimbing, memperingatkan, menasihati, memantapkan, dan
menertibkan kita serta agar kita dapat mengambil pelajaran yaitu dengan
menggunakan perumpamaan. dengan bahasa yang indah dan menarik membuat
kita terdorong untuk berfikir kritis dan mendalam bagaimana Allah
menggambarkan segala sesuatunya.
Ada Sebuah Ungkapan yang mengatakan: َ‫ اَللٌَاَلمثلَُاَالَعل‬... ungkapan ini
di peroleh dari pemahaman mendalam terhadap Al Qur’an. Yang maksudnya
Allah lah sumber Jamal, sumber Jalal dan sumber Kamal yang sesungguh-
sungguhnya.
Seorang ulama bernama Al-Mawardi pernah berpesan:”Ilmu dalam Al-
Qur’an yang salah satunya paling berbobot adalah ilmu Amtsal, ilmu ini
terkadang dilupakan orang karena orang tersebut lupa mempraktikkannya.
Sedang ilmu Amtsal tanpa ada usaha mempraktikkan, seperti onta tanpa kendali,

14
atau seperti kuda binal lepas dari pingitan”. Itu berarti peringatan pada kita, jika
ingin tepat menuju sasaran, terlebih yang berhubungan dengan memahami
perumpamaan, maka harus berjalan dengan sebuah arah dan pedoman yakni
mempelajari Amtsal Al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Kariem
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofii, Ulumul Quran II Bandung: Pustaka setia, 2000,
ct ke-2
Az-Zarkasyi, Al-Imam, Al Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an Kairo: Dar Ihya’ Al-Kutub
Al-Arabiyyah, 1975
Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an Media Pokok dalam menafsirkan Al-
Qur’an Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Imam Jalaluddin As-Suyuti, al-itqon fi Ulumil Qur’an
Manna Al-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an Mansyurat Al-Hasr Al-Hadits,
1973
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, ter.
Rosihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Muhammad Mahmud Hijazi, Tafsir Al-Wadhih, Beirut: Dar Al-Jil, 1969
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar Beirut: Dar Al-Fikr

15
Mushtafa Mansyur, Thariq Ad-Dakwah, Beirut: Al Ittihad Al Islami Al Alami,
1980
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka setia, 2005
Tim, Qawaid At-Tafsir Yogyakarta: Aswaja Presssindo, 2014

16

Anda mungkin juga menyukai