Anda di halaman 1dari 22

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kimia Analitik I dengan judul


“Gravimetri”, oleh:
nama : Wiffi Inky Aisyah
NIM : 1813041019
kelas : Pendidikan Kimia A
kelompok : II (Dua)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten atau Koordinator Asisten mak laporan
ini dinyatakan diterima.

Makassar, Oktober 2019


Koordinator Asisten, Asisten,

Dita Rizky Amalia, S.Pd. Risdah Damayanti, S.Pd.

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Muhammad Syahrir, S.Pd., M.Si


NIP. 19740907 200501 1 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Gravimetri

B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan
terampil dalam :
1. Menentukan Kadar air Kristal terusi (CuSO4 x 5H2O).
2. Menentukan Kadar Besi sebagai Besi (III) Oksida.

C. LANDASAN TEORI
Kimia analitik berhubungan dengan teori dan praktek dari metode-metode
yang dipakai untuk menetapkan komposisi bahan. Dalam mengembangkan
metode-metode analisisnya, seorang kimiawan analitik dibebaskan untuk
mencomot prinsip-prinsip dari berbagai bidang ilmu-entah itu kimia, fisika,
biologi, teknik, ilmu komputer dan lain-lain. Sebagai contoh, peralatan yang
dikembangkan oleh para fisikawan, misalnya spektrometer massa, spektrometer
dipersi sinar-X dan spektrometer inframerah, telah digunakan secara luas dalam
menyelesaikan masalah-masalah analitik. Kimia analitik bisa dibagi menjadi
bidang-bidang yang disebut analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis
kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia: mengenali unsur atau
senyawa apa yang ada dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif berkaitan dengan
penetapan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel.
Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali dinyatakan sebagai konstituen atau
analit, menyususun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang
dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyusun lebih dari
sekitar 1% dari sampel, maka analit ini akan dianggap sebagai konstituen
utama (Day, 2002: 1-2).
Tujuan utama analisis kuantitatif adalah untuk mengetahui kuantitas dari
setiap komponen yang menyusun analit. Analisis kuantitatif menghasilkan data
numerik yang memiliki satuan tertentu. Data hasil analisis kuantitatif umunya
dinyatakan dalam satuan volume, satuan berat maupun satuan konsentrasi dengan
menggunakan metode analisis tertentu. Metode analisis kuantitatif umumnya
melibatkan proses kimia dan proses fisika. Analisis kuantitatif yang melibatkan
proses kimia seperti gravimetri dan volumetri. Analisis kuantitatif yang
melibatkan proses fisika umumnya menggunakan prinsip interaksi materi dengan
energi pada proses pengukurannya. Metode ini umumnya menggunakan peralatan
modern, seperti polarimetri, pektrometer, sehingga dikenal analisis
instrumen (Ibnu, 2004: 1-2).
Analisis gravimetri merupakan salah satu divisi dari kimia analitik. Tahap
pengukuran dalam metode gravimetri adalah penimbangan. Analitnya secara fisik
dipisahkan dari semua komponen teknik yang paling meluas penggunaannya
untuk memisahkan analit dari pengganggu–penggangu; elektrolisis, ekstraksi
pelarut, kromatografi, dan pengatsirian (volatilisasi) merupakan metode paling
lain dari pemisahan (Day, 2002: 67).
Analisis gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk
menentukan jumlah zat berdasarkan penimbangan. Dari hasil reaksi setelah
bahan/analit yang dianalisis diperlukan terhadap pereaksi tertentu. Hasil reaksi
dapat berupa gas, atau suatu endapan yang dibentuk dari endapan dari bahan yang
dianalisis, dan residu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang, metode
gravimetri dibedakan dalam dua metode yaitu metode evolusi gas dan metode
pengendapan (Widodo,2009: 121).
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur
atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat
segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur
dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur-unsur yang
menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan
dengan beberapa cara, seperti: metode penguapan, metode elektroanalisis, atau
berbagai macam metode lainnya (Khopkar, 2008: 27).
Analisis gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk
menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbanga dari hasil reaksi setelah
bahan/analit yangdianalisis diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. Hasil reaksi
dapat berupa: gas atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis,
dan residu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang, metode gravimetri
dibedakan dalam kelompok metode evolusi gas dan metode pengendapan. Pada
cara evolusi bahan direaksikan dengan cara pemanasan atau ditambahkan pereaksi
tertentu sehingga timbul / menghasilkan gas. Pada umumnya yang dicari adalah
banyaknya gas yang dihasilkan dari reaksi tersebut (Widodo, 2009: 120).
Menurut Ibnu (2004: 135), metode gravimetri untuk analisis kuantitatif
didasarkan pada stokiometri reaksi pengendapan, yang secara umum dinyatakan
dengan persamaan :
aA+pP AaPp
“a” adalah koefesien reaksi setara dari reaktan analit (A), “p” adalah koefisien
reaksi setara dari reaktan pengendap (p) dan AaPp adalah rumus molekul dari zat
kimia hasil reaksi yang tergolong sulit larut (mengendapkan) yang dapat
ditentukan beratnya dengan tepat setelah proses pencucian dan pengeringan.
Penambahan reaktan pengendap P umumnya dilakukan secara berlebihan agar
diperoleh proses pengendapan yang sempurna. Agar penetapan kuantitas analit
dalam metode gravimetri mencapai hasil yang mendekati nilai sebenarnya, harus
dipenuhi dua kriteria berikut:
1. Proses pemisahan atau pengendapan analit dari komponen lainnya berlangsung
sempurna
2. Endapan analit yang dihasilkan diketahui dengan tepat komposisinya dan
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, tidak bercampur dengan zat pengotor.
Sedangkan, menurut Day (2002: 68, 74), persyaratan yang harus dipenuhi
agar metode gravimetri berhasil:
1. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang
tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau
kurang dalam menetapkan penyusunan utama dari suatu makro)
2. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan
hendaknya murni atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil
yang galat.
Salah satu masalah yang paling sulit yang dihadapi para analis adalah
menggunakan pengendapan sebagai cara pemisahan dan penentuan gravimetrik
adalah memperoleh endapan itu dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat
yang normalnya mudah larut dapat diturunkan selama pengendapan zat yang
diinginkan dengan suatu proses yang disebut kopresipitasi. Misalnya, bila asam
sulfat ditambahkan ke larutan barium klorida yang mengandung sejumlah kecil
ion nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung barium
nitrat. Maka dikatakan bahwa nitrat tersebut terkopresipitasi dengan
sulfat.
Menurut Widodo (2009: 127-128), pemisahan dengan pengendapan satu
atau lebih ion-ion anorganik dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi
organik. Pereaksi organik memiliki struktur yang berukuran besar (berat molekul
besar) maka penentuan sejumlah kecil ion dapat ditentukan dengan pembentukan
endapan dalam jumlah besar. Endapan ini dipersyaratkan memiliki sifat spesifik,
kemudian dikeringkan atau dibakar dan ditimbang sebagai oksidanya. Pereaksi-
pereaksi organik yang digunakan adalah pereaksi yang mampu membentuk kelat.
Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemilihan pereaksi organik yaitu:
1. Pereaksi organik harus bersifat selektif.
2. Endapan organik tidak mengandung pengotor kopresipitasi dan endapan ionik
lain.
3. Ion logam dalam jumlah sedikit harus dapat diendapkan dalam jumlah (berat)
yang besar.
4. Pereaksi organik dimodifikasi dengan penambahan rantai atau gugus lain.
Menurut Khopkar (1990: 31), tujuan mencuci endapan adalah untuk
menghilangkan kontaminasi pada permukaan. Larutan pencuci dapat dibedakan
menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Larutan yang mencegah terbentuknya koloid yang mengakibatkan dapat lewat
kertas saring, misalnya penggunaan amonium nitrat untuk mencuci endapan
ferihidroksida.
2. Larutan yang mengurangi kelarutan dari endapan, misalnya alkohol.
3. Larutan yang dapat mencegah hidrolisis garam dari asam lemah atau basa
lemah.
Endapan murni ialah endapan yang bersih, tidak mengandung molekul-
molekul lain atau zat-zat lain sebagai pengotor atau kontaminan. Pengotoran
(kontaminasi) oleh zat-zat lain mudah terjadi karena endapan timbul dari larutan
yang berisi berbagai zat. Kontaminasi dapat terjadi karena zat-zat lain teradsorpsi
atau terokulasi (terkurung diantara butir-butir endapan yang menggumpal menjadi
satu) oleh endapan utama. Endapan yang kotor akan lebih berat dari semestinya,
maka akan mempengaruhi dalam perhitungan (kesalahan ini merupakan kesalahan
positif). Untuk itu harus diusahakan kemurnian endapan mendekati 100%. Usaha-
usaha dilakukan baik sewaktu pembentukan endapan (proses pengendapan)
maupun sesudah pengendapan (Widodo, 2009: 123).
Analisis gravimetri endapan yang dihasilkan ditimbang dan dibandingkan
dengan berat sampel. Persentase berat analit A terhadap sampel dinyatakan
dengan persamaan
Berat A
%A= × 100%
Berat sampel

Untuk menetapkan berat analit dari berat endapan sering dihitung melalui faktor
gravimetri. Faktor gravimetri didefinisikan sebagai jumlah berat analit dalam 1
gram berat endapan. Hasil kali dari berat endapan P dengan faktor gravimetri
sama dengan berat analit.
Berat analit A = berat endapan P × faktor gravimetri, sehingga:
berat endapan P × faktor gravimetri
%A= × 100%
berat sampel

Faktor gravimetri dapat dihitung bila rumus kimia analit dari endapan diketahui
dengan tepat (Ibnu, 2004: 135-136).
Menurut Tim Dosen (2018: 9-10), pada percobaan ini akan dilakukan :
1. Penentuan Air Kristal Terusi (CuSO4 x H2O)
Kristal terusi yang mengikat air kristal berwarna biru, sedangkan yang
tanpa air kristal berwarna putih. Untuk menghitung kandungan air kristal terusi
dapat menggunakan persamaan:
(W0 – Wn)
BM air
X =
Wn
BM terusi

2. Penentuan Besi sebagai Besi (III) Oksida


Besi (III) diendapkan dengan amonia sebagai besi (III) hidroksida.
Endapan ini setelah dipisahkan dan dibersihkan sertanya dipijarkan, kemudian
ditimbang sebagai besi (III) oksida. Untuk menghitung kadar besi dalam Fe2O3
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
2 x BM Fe
× W1 (mg)
BM Fe2O3
% Fe = × 100%
W0 (mg)
Proses pengambilan kembali aluminium dengan metode gravimetri.
Setelah pelarutan ditambahkan ammonium hidroksida (NH4OH) ke dalam hasil
pelarutan dan menambahkan pereaksi-pereaksi lain yang sudah dilarutkan ke
dalam aquades 250 ml (seperti asam suksinat 5%, 2 gram urea dan 5 gram
NH4Cl). Setelah itu, dilakukan pendidihan menggunakan hot plate pada
temperatur sekitar 90 oC selama 1,5 jam sebagai proses penuaan endapan
(digestion). Pengendapan terjadi selama proses pendinginan berlangsung (sekitar
3 jam), kemudian endapan disaring dengan menggunakan kertas saring
whatman no. 40, karena diharapkan hasil akhirnya tidak dipengaruhi oleh berat
kertas saring sisa pembakaran. Pembakaran endapan dilakukan pada
o
suhu 750 C dengan menggunakan furnace selama 2 jam, kemudian
didinginkan sampai suhu ruang dan ditimbang dengan menggunakan
neraca analitis (Widyabudiningsih, 2015: 42).
Analisis kadar air pada bijih mangan dilakukan dengan metode gravimetri.
Ditimbang dan dicatat berat cawan porselin yang digunakan, dimasukkan contoh
uji sebanyak 5 g ke dalam cawan porselin yang telah ditimbang, lalu dipanaskan
pada oven dengan suhu 105oC selama 2 jam. Kemudian didinginkan dan
dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin. Selanjutnya ditimbang dan dicatat
berat cawan porselin. Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan
air yang terkandung dalam bijih mangan. Kandungan air yang besar dalam bijih
akan mengurangi kualitas dari bijih tersebut, karena dapat menyebabkan
kelembaban yang tinggi sehingga mempengaruhi berat sampel yang akan
dianalisis (Wahyudi, 2013: 35).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Kaca arloji (1 buah)
b. Labu erlenmeyer 250 mL (1 buah)
c. Krus porselin (2 buah)
d. Gelas ukur 10 mL (1 buah)
e. Gelas ukur 250 mL (1 buah)
f. Gelas kimia 100 mL (1 buah)
g. Corong biasa (1 buah)
h. Batang pengaduk (1 buah)
i. Spatula (1 buah)
j. Gelas kimia 600 mL (1 buah)
k. Oven (1 buah)
l. Eksikator (1 buah)
m. Neraca analitik (1 buah)
n. Tanur (1 buah)
o. Pipet tetes (3 buah)
p. Lap kasar (1 buah)
q. Lap halus (1 buah)
r. Botol semprot (1 buah)
s. Penjepit tabung (1 buah)
t. Kompor (1 buah)
u. Stopwatch (1 buah)
2. Bahan
a. Kristal terusi (CuSO₄ x H₂O)
b. Besi (II) amonium sulfat ((NH₄)Fe(SO₄)₂)
c. Asam klorida 1:1 (HCl)
d. Asam nitrat pekat (HNO3)
e. Amonia 1:1 (NH3)
f. Amonium nitrat 1% (NH4NO3)
g. Aquades (H₂O)
h. Kertas saring Whatman
i. Tisu

E. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan Kandungan Air Kristal Terusi (CuSO4 x H2O)
a. Krus porselin kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit.
b. Krus porselin kosong ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.
c. Kristal terusi digerus hingga halus sesuai dengan takaran yang dibutuhkan.
d. Sebanyak 0,5 gram kristal terusi halus ditimbang.
e. Kristal terusi yang telah ditimbang beratnya dipanaskan dengan
menggunakan oven selama 15 menit.
f. Krus porselin yang berisi kristal terusi yang telah dipanaskan dimasukkan
ke dalam eksikator selama 7 menit.
g. Krus porselin yang berisi kristal terusi yang telah didinginkan dalam
eksikator ditimbang kemudian dicatat sebagai W1.
h. Kristal terusi dipanaskan kembali didalam oven selama 15 menit.
i. Kristal terusi dimasukkan kembali kedalam eksikator selama 7 menit.
j. Krus porselin berisi kristal terusi ditimbang kembali dan dicatat sebagai
W2.
k. Langkah tersebut dilakukan sebanyak 8 kali, hingga dua selisih
penimbangan hanya dalam beberapa mg saja.
l. Berat terakhir dicatat sebagai Wn.
2. Penentuan Kadar Besi sebagai Besi (III) Oksida
a. Kaca arloji kosong ditimbang beratnya.
b. Sebanyak 0,8 gram kristal besi (II) ammonium sulfat ditimbang.
c. Kristal dilarutkan dalam 250 mL H2O didalam gelas kimia.
d. Larutan ditambahkan 10 mL HCl 1:1 sambil diaduk dan ditutup dengan
kaca arloji.
e. Larutan ditambahkan dengan HNO₃ sebanyak 4 mL lalu dipanaskan.
f. Sebanyak 100 mL H₂O ditambahkan kedalam larutan lalu dipanaskan
kembali.
g. Sambil dipanaskan, ditambahkan ammonia sebanyak 40 mL hingga
terbentuk endapan dan tercium bau ammonia.
h. Larutan dipanaskan hingga endapannya turun ke permukaan gelas kimia.
i. Larutan dan endapan disaring menggunakan kertas saring Whatman
dimana kertas saring tersebut ditimbang dulu beratnya menggunakan
neraca analitik sebelum digunakan.
j. Endapan dicuci dengan NH4NO3 1% dan H2O
k. Endapan dan kertas saring dipindahkan ke dalam krus porselin kemudian
dipijarkan hingga kering.
l. Endapan ditimbang menggunakan neraca analitik.
m. Kadar besi dalam Fe2O3dihitung.

F. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan Air Kristal Terusi (CuSO4.xH2O)
No. Aktivitas Hasil Pengamatan

1. Ditimbang krus kosong 20,622 gram

2. Ditimbang CuSO4 yang telah


0,5 gram, berwarna biru terang
digerus

3. Dipanaskan selama 15 menit di


oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator

4. CuSO4 ditimbang 21,064 gram

5. Dipanaskan selama 15 menit di


oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator
6. CuSO4 ditimbang 21,038 gram

7. Dipanaskan selama 15 menit dalam Berwarna biru muda


oven dan didinginkan selama 7
menit dalam eksikator

8. CuSO4 ditimbang 21,012 gram

9. Dipanaskan selama 15 menit di


oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator

10. CuSO4 ditimbang 21,001 gram

11. Dipanaskan selama 15 menit di


oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator

12. CuSO4 ditimbang 20,993 gram

13. Dipanaskan selama 15 menit di


oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator

14. CuSO4 ditimbang 20,991 gram

15. Dipanaskan selama 15 menit di


oven dan didinginkan selama 7 Berwarna putih
menit dalam eksikator

16. CuSO4 ditimbang 20,988 gram

17. Dipanaskan selama 15 menit di


oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru putih
menit dalam eksikator

18. CuSO4 ditimbang 20,988 gram

2. Penentuan besi sebagai besi (III) oksida


No. Aktivitas Hasil Pengamatan

1. (NH4)Fe(SO)4 ditimbang Wo: 0,8 gram

2. (NH4)Fe(SO)4 dilarutkan dengan Berwarna orange jernih


250 ml air + 10 ml HCl 1:1

3. 4 ml HNO3 pekat ditutup dengan Bau tengik dan berwarna kuning


Kaca arloji, lalu dipanaskan Bening

4. Diencerkan dengan 50 ml air + Berwarna kuning


dididihkan

5. Ditambahkan sebanyak 40 ml Terbentuk endapan


NH31 : 1

6. Didinginkan Endapan terbentuk didasar

7. Disaring menggunakan kertas Endapan berwarna merah


saring Whatman

8. Endapan dicuci dengan NH4NO3 + Endapan berwarna merah


H2O

9. Endapan dipindahkan ke dalam Endapan berwarna coklat


krus porselin kehitaman

10. Dipijarkan didalam tanur sebanyak Berwarna coklat


1 jam

11. Dimasukkan dalam eksikator Berwarna coklat

12. Hasil yang diperoleh dari pijaran 0,141 gram


ditimbang

G. ANALISIS DATA
1. Penentuan Kandungan Air Kristal Terusi (CuSO4 x H2O)
Dik: BM CuSO4.5H2O = 249,5 g/mol
BM H2O = 18 g/mol
Berat krus kosong = 30,523 g
W0 = 0,5 g

W1 = 0,442 g
W2 = 0,416 g
W3 = 0,390 g
W4 = 0,379 g
W5 = 0,371 g
W6 = 0,369 g
W7 = 0,366 g
Wn = 0,366 g
Dit : X = ...?

Penyelesaian:

0,500 − 0,366 gram 0,134 gram


W0 − Wn g g
BM H2 O 18 ⁄mol 18 ⁄mol
x= = = = 3,22
Wn 0,366 gram 0,366 gram
BM CuSO4 g g
159,5 ⁄mol 159,5 ⁄mol

Menurut teori

CuSO4.5H2O → CuSO4 + 5 H2O

0,5 gram - -
0,5 gram
mol CuSO4.5H2O = g = 0,002 mol
249,5 ⁄mol

1
mol CuSO4 = 1 × 0,002 mol = 0, 002 mol

5
mol H2O = 1 × 0,002 mol

= 0,01 mol

massa CuSO4 = mol x Mr CuSO4

= 0,002 mol x 159,5 g/mol

= 0,319 gram

massa H2O = mol x Mr H2O

= 0,01 mol x 18 g/mol

= 0,18 gram

m H2 O 0,18 gram
BM H2 O 18 g/mol
x= = =5
m CuSO4 0,319 gram
BM CuSO4 159,5 g/mol
% x praktek
% Rendemen = × 100%
% x teori
3,22
% Rendemen= × 100%
5

% Rendemen = 64,35 %

2. Penentuan Besi Sebagai Besi (III) Oksida


Dik: BM Fe2O3 = 160 g/mol = 160 mg/mmol

BM Fe = 56 g/mol = 56 mg/mmol

W0 = 0,8 gram = 800 mg

W1 = 0,141 gram = 141 mg

Dit: %Fe = ...?

Penyelesaian:
2 x BM Fe
x Wi (mg)
%Fe = BM Fe2O3 x 100 %
Wo (mg)

mg
2 × 56 ⁄mmol
mg × 141 mg
160 ⁄mmol
%Fe = × 100%
800 mg

98,7 mg
%Fe = × 100%
800 mg

%Fe = 12,337 %

Menurut Teori.

2 × Ar Fe
%Fe = × 100%
Mr Fe2O3
g
2 × 56 ⁄mol
%Fe = g × 100%
160 ⁄mol

%Fe = 70%

%Fe praktek
% Rendemen = × 100%
%Fe teori
112,67
% Rendemen = × 100%
70,00
% Rendemen = 17,62%

H. PEMBAHASAN
Analisis gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk
menentukan jumlah zat berdasarkan penimbangan. Dari hasil reaksi setelah
bahab/analit yang dianalisis diperlukan terhadap pereaksi tertentu. Hasil reaksi
dapat berupa gas, atau suatu endapan yang dibentuk dari endapan dari bahan yang
dianalisis, dan residu. Berdasarkan macam hasil yang di timbang, metode
gravimetri dibedakan dalam dua metode yaitu metode evolusi gas dan metode
pengendapan (Widodo, 2009: 121).
Prinsip dasar analisis gravimetri adalah sampel diubah kedalam bentuk
endapan kemudian dilakukan penimbangan. Sedangkan prinsip kerjanya yaitu
penguapan dan penimbangan. Penguapan dilakukan untuk menetapkan
komponen-komponen dari suatu senyawa yang mudah menguap. Metode
penguapan ini dapat dilakukan dengan pemanasan untuk memisahkan senyawa
dari zat lain yang mudah menguap dan dilakukan penimbangan pada senyawa
awal dan senyawa akhir yang lebih murni sehingga dapat diketahui suatu
perbandingan berat senyawa dengan komponennya yang ingin diketahui. Adapun
tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu dapat mengetahui penentuan air kristal
terusi (CuSO4.5H2O) dan dapat mengetahui penentuan besi sebagai besi (III)
oksida.
1. Penentuan air kristal terusi (CuSO4.H2O)
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar air kristal terusi.
Penentuan air Kristal terusi dapat diketahui dengan cara memanaskan Kristal
terusi. Prinsip dasar percobaan ini yaitu pemanasan yang berulang-ulang sampai
kristal berwarna putih. Prinsip kerja percobaan ini yaitu penimbangan, pelarutan,
pencampuran, pemanasan, dan pendinginan. Dalam percobaan ini digunakan
sampel tembaga sulfat penta hidrat (CuSO4.5H2O). Penentuan air kristal terusi
merupakan salah satu analisis gravimetri. Dalam percobaan ini metode yang
digunakan yaitu metode penguapan. Banyaknya air yang terkandung dalam
kristal terusi dapat ditentukan dengan cara memanaskan kristal terusi yang masih
berwarna biru dan berbentuk butiran dalam krus porselin yang telah diketahui
beratnya. Pemanasan dilakukan sampai kristal berubah menjadi warna putih.
Tujuan dari pemanasan yaitu untuk menghilangkan kandungan air pada kristal
tersebut. Berubahnya warna pada kristal dari biru menjadi putih
menandakan kadar air dalam kristal tersebut telah menguap karena
menurut Tim Dosen (2019: 9), bahwa kristal terusi yang mengikat air berwarna
biru sedangkan yang tanpa air kristal berwarna putih.
Kristal yang diperoleh dari hasil penimbangan yang masih berwarna biru.
Warna biru pada Kristal terusi menandakan bahwa Kristal tersebut masih
mengandung beberapa molekul air (H2O) kemudian dimasukkan kedalam krus
porselin dan dipanaskan sampai berwarna putih. Pemanasan dimaksudkan untuk
melepaskan air yang terkandung didalam terusi sehingga diperoleh kadar air
Kristal tersebut. Dalam percobaan ini digunakan senyawa CuSO4 × H2O sebagai
sampel yang akan dibuktikan berat X-nya melalui analisis gravimetri. Senyawa ini
masih mengandung air sehingga untuk menentukan X atau kadar air yang
sesungguhnya maka perlu dilakukan pemanasan.Pemanasan pada suhu tinggi
perlu d ilakukan untuk menghilangkan air secara sempurna. Senyawa CuSO4 dan
Kristal air berikatan secara kovalen sehingga diperlukan energi yang besar untuk
memisahkan ikatannya oleh karena itu diperlukan suhu yang tinggi (1300C) untuk
membebaskan molekul air agar dapat menguap dan bereaksi dengan oksigen
membentuk karbon dioksida (karbon dihasilkan dari pembakaran), sehingga
akhirnya kandungan air akan habis menguap dan yang tersisa endapan murni
CuSO4.
Lalu dilanjutkan dengan pendinginan kristal dan krus kedalam eksikator,
dimana tujuannya yaitu untuk mempercepat pendinginan kristal karena dibawah
eksikator terdapat silika gel yang dapat menyerap panas dengan baik dan
tujuannya yaitu agar kristal terusi tidak menyerap uap air yang terdapat dalam
udara bebas karena sifat eksikator adalah ruang vakum sehingga uap air yang
berada di luar eksikator tidak dapat masuk lagi kedalam eksikator dan zat yang
dapat mengabsorpsi air seperti silika gel yang sifatnya higroskopis dapat
mengurangi kemungkinan kristal terusi mengikat air.
Setelah melakukan proses pemanasan dan pendinginan sebanyak 5 kali,
diperoleh bobot Kristal yaitu W1 = 0,442 gr; W2 = 0,416 gr; W3 = 0,390 gr; W4 =
0,379 gr; W5 = 0,371 gr, W6 = 0,369 gr; W7 = 0,366 gr. Pendinginan dan
penimbangan dilakukan secara berulang-ulang sampai diperoleh Wn agar datanya
lebih akurat dan diperoleh berat Kristal yang sebenarnya dengan ketelitian tinggi.
Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa kristalnya menjadi semakin ringan dari
penimbangan pertama hingga kelima dan menunjukkan bahwa airnya menguap.
Nilai selisi penimbangan ke-1 dan ke-2 yakni 0,26 gr lalu untuk penimbangan ke-
2 dan ke-3 yakni 0,26 gr, kemudian untuk penimbangan ke-3 dan ke-4 yakni 0,11
gr dan untuk penimbangan ke-4 dan ke-5 yakni 0,8 gr, dan untuk penimbangan
ke-5 dan ke-6 yakni 0,2 gr, dan untuk penimbangan ke-6 dan ke-7 yakni 0,3 gr.
Berdasarkan analisis data yang diperoleh kandungan air secara teori sebanyak
3,22 gr, artinya koefisien H2O dalam kristal terusi adalah 3,22 Hal ini tidak sesuai
dengan teori karena pemanasan yang dilakukan kurang maksimal yang seharusnya
diperoleh berat sebanyak 5. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa koefisien air dalam kristal terusi adalah 5 dimana rumus kristal terusi
adalah CuSO2.5H2O. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya rumus
kristal terusi yang digunakan adalah CuSO2.5H2O dimana rumus stukturnya yaitu
. Selama pemanasan berlangsung, air menguap sesuai persamaan reaksi
sebagai berikut :

SO4
H2O H2O
Cu
H2O H2O
H2O

Hal ini terjadi dikarenakan proses pendinginan serta pemanasan


yang dilakukan oleh praktikan kurang maksimal yang menyebabkan
air pada kristal tidak menguap seluruhnya serta kristal yang diperoleh
didiamkan cukup lama sehingga memungkinkan kristal mengikat
udara bebas. Adapun reaksi selama proses pemanasan berlangsung yaitu:
CuSO4.xH2O(s) CuSO4(s) + xH2O(g)
(biru) (putih)

2. Penentuan kadar besi sebagai besi (III) oksida


Percobaan ini Tujuan dari percobaan ini yaitu Mengetahui Penentuan
Besi sebagai Besi (III) Oksida. Analisis gravimetri merupakan analisis dimana
sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam aquades (H2O). Lalu, analit diubah
menjadi bentuk endapan sukar larut yang dapat dipisahkan dan ditimbang. Prinsip
dasar dari percobaan ini yaitu metode gravimetri yang didasarkan pada
stoikiometri reaksi pengendapan. Adapun prinsip kerjanya yaitu adalah pelarutan
analit, pengendapan, penyaringan, pencucian, pemijaran dan penimbangan.
Penentuan kadar besi (III) oksida dilakukan untuk mengetahui berapa banyak
kandungan besi yang ada dalam besi (III) ammonium sulfat dengan cara
mengubahnya menajdi besi (III) oksida.
Percobaan ini dilakukan dengan menimbang senyawa kristal besi (II)
ammonium sulfat. Kemudian kristal yang telah ditimbang tersebut dilarutkan
dengan H2O. hal ini dilakukan karena besi (Fe) sangat mudah teroksidasi yang
ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi orange. Dimana fungsi H2O
yaitu untuk melarutkan kristal besi (II) ammonium sulfat. Setelah itu,
ditambahkan HCl 1:1 bertujuan untuk memberikan suasana asam karena reaksi
hanya dapat berlangsung dalam suasana asam sehingga mendukung terjadinya
proses oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dan menghasilkan larutan berwarna orange
bening. Adapun reaksi yang terjadi:
Fe(SO4)2(NH4) + 2 HCl + H2O → FeCl2 + NH4 + H2SO4

Kemudian, ditambahkan dengan HNO3 pekat yang bertujuan untuk


mengoksidasi Fe2+ yang terkadung didalam larutan menjadi Fe3+. Hal ini
dikarenakan HNO3 menyumbang ion NO3- dan berikatan dengan Fe3+. Pada saat
penambahan HNO3 pekat menghasilkan larutan yang berwarna kuning dan
berbau tengik. Adapun reaksi yang terjadi:
FeCl2(aq) + 3HNO3(l) → Fe(NO3)3(aq) + 3HCl(aq)

Larutan tersebut kemudian dipanasakan, tujuan dari pemanasan itu sendiri


adalah untuk mempercepat proses pengoksidasian dan pengendapan, pada saat
pemanasan larutan tetap berwarna kuning. Dalam percobaan ini, diharapkan agar
yang dapat mengoksidasi Fe adalah HNO3 bukan tereduksi menjadi NH2 atau
dengan kata lain HNO3 adalah zat pengoksidator yang baik. Setelah itu, larutan
diendapkan dengan NH4OH agar terbentuk Fe(OH)3. Penambahan NH4OH sedikit
demi sedikit dilakukan agar endapan yang diperoleh lebih maksimal. Reaksi yang
terjadi :
Fe (NO3)3(aq) + NH3(l) + H2O(l) Fe(OH)3 NH4+ (l) + NO3-(aq)

Adapun endapan yang diperoleh berwarna merah. Endapan tersebut


disaring dan dicuci dengan NH4NO3 1% yang berfungsi untuk menetralkan
larutan dengan cara mengikat sisa-sisa asam dan basa yaitu HCl, NH4OH, dan
NH4NO3. Sehingga pada akhir percobaan akan diperoleh besi (Fe) dalam keadaan
murni. Endapan Fe(OH)3 dicuci dengan air panas yang bertujuan untuk mencegah
terbentuk koloid yang dapat melewati kertas saring dan untuk menetralkan larutan
tersebut karena menurut Setyopratomo (2003: 23), bahwa pengotor pada
permukaan kristal dapat dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan yang
digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor
tetapi tidak melarutkan padatan kristal contohnya seperti amonium nitrat
(NH4NO3). Reaksi yang terjadi :
Fe(OH)3(s) + NH4(l) + 3NO3(1) Fe2O3.xH2O(s)

Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring whatman yang


mempunyai pori-pori lebih rapat dibandingkan dengan kertas saring biasa
sehingga pada saat proses penyaringan kristal yang diperoleh tidak ikut bersama
pelarutnya dan juga agar diperoleh kristal murni dan lebih cepat kering. Setelah
itu, endapan dan kertas saring dipindahkan ke dalam krus kosong dan dilakukan
pemijaran selama 2 jam pada suhu 800-9000C. Hal ini dilakukan untuk
membebaskan endapan dari air dan mengubah Fe(OH)3 menjadi Fe2O3. Selain itu,
hal ini juga dilakukan agar kertas saring akan terbakar habis tanpa abu sehingga
endapan yang melengket pada kertas saring tidak di abaikan pada suhu 800-9000C
merupakan suhu optimal yang diperlukan agar Fe(OH)3 dapat berubah menjadi
oksidanya yaitu Fe2O3. Apabila melewati suhu tersebut, dikhawatirkan terjadi
denaturasi yang menyebabkan bukan lagi Fe2O3 yang diperoleh. Reaksi yang
terjadi :

800-9000C
2Fe(OH)3 Fe2O3 + 3 H2O

Endapan Fe2O3 yang terbentuk selanjutnya digunakan untuk menentukan


kadar Fe dalam sampel. Berdasarkan perhitungan pada analisis data diperoleh
kadar Fe dalam sampel sebesar 12,337 % dengan rendemen 17,62 %. Kadar
sampel 12,337 artinya terdapat 12,337 % dari hasil endapan Fe2O3 yang terbentuk
yaitu 0,141 gram. Hasil yang diperoleh berbeda dengan perhitungan secara
teoritis, dimana hasil teoritis adalah 70 %. Hal ini disebabkan karena masih
terdapat zat–zat pengotor yang masih tersisa saat proses pencucian artinya
endapan yang diperoleh tidaklah murni karena menurut Widodo (2009: 123),
bahwa pengotoran (kontaminasi) oleh zat-zat lain mudah terjadi karena endapan
timbul dari larutan yang berisi berbagai zat. Kontaminasi dapat terjadi karena zat-
zat lain teradsorpsi atau terokulasi (terkurung diantara butir-butir endapan yang
menggumpal menjadi satu) oleh endapan utama. Endapan yang kotor akan lebih
berat dari semestinya, maka akan mempengaruhi dalam perhitungan (kesalahan
ini merupakan kesalahan positif). Adapun struktur dari Fe2O3 yaitu:

Fe Fe
O O O
I. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. Pada penentuan air Kristal terusi (CuSO4 x H2O) dilakukan pemanasan
untuk memisahkan molekul air pada Kristal terusi. Kemudian dilakukan
pendinginan lalu penimbangan untuk mengetahui bobot Kristal terusi
dan untuk mengetahui kadar air dalam Kristal tersebut. Adapun kadar
yang diperoleh yaitu 6,36 %.
b. Pada penentuan Besi sebagai Besi (III) Oksida dilakukan atas 3 prinsip
kerja yaitu pengendapan, pemijaran dan penimbangan. Pada percobaan
ini diperoleh hasil kadar besi yang terdapat dalam Fe2O3 yaitu 17,62%

2. Saran
Untuk praktikan, diharapkan agar lebih teliti dalam melakukan percobaan
terutama dalam melakukan penimbangan, pemanasan/pemijaran, pencucian serta
penyaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A, dan Underwood A.L. 2002 . Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga.

Ibnu, M. Sodiq, dkk. 2003. Kimia Analitik I. Malang: JICA.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Tim Dosen Kimia Analitik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Analitik I.


Makassar : Universitas Negeri Makassar.

Wahyudi, Hendro., Titin Anita Zaharah dan Nelly Wahyuni. 2013. Ekstraksi
Mangan Dengan Proses Leaching Asam Sulfat Menggunakan Tandan
Kosong Sawit Sebagai Reduktor. JKK. Vol. 2. No.1.

Widodo, Didik Setiyo., Rum Hastuti., dan Gunawan. 2009. Buku Ajar Analisis
Kuantitatif. Semarang: Universitas Diponegoro.

Widyabudiningsih, Dewi dan Endang Widiastuti. 2015. Studi Awal Pengambilan


Kembali Aluminium Dari Limbah Kemasan Sebagai Alumina. Jurnal
Fuluida. Vol 11 No 1.

Anda mungkin juga menyukai