Anda di halaman 1dari 22

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kimia Analitik I dengan judul “Gravimetri”


disusun oleh:
nama : Hartati
NIM : 1813041001
kelas : Pendidikan Kimia A
telah diperiksa oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan dinyatakan diterima.

Makassar, Oktober 2019


Koordinator Asisten, Asisten,

Dita Rizky Amalia, S.Pd Dita Rizky Amalia, S.Pd

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Muhammad Syahrir, S.Pd,M.Si.


NIP. 19740907 200501 1 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Gravimetri

B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan memahami dan terampil
dalam :
1. Mengetahui penentuan air Kristal terusi (CuSO4 xH2O)
2. Mengetahui penentuan besi sebagai besi (III) oksida.

C. LANDASAN TEORI
Secara tradisional, dalam analisis kuantitatif diadakan pembagian yang
terdiri atas analisis secara klasik dan secara instrumental. Yang dimaksud analisis
secara klasik yakni terdiri atas analisis dengan teknik gravimetri dan volumetri
karena pada tahun 1920-an, hampir semua analisis kuantitatif menggunakan
metode ini. Analisis instrumental adalah analisis yang menggunakan alat modern.
Kedua macam analisis ini berdasarkan sifat-sifat fisis (Mursyidi, 2008 : 2).
Tujuan utama analisis kuantitatif adalah untuk mengetahui kuantitas dari
setiap komponen yang menyusun analit. Analisis kuantitatif menghasilkan data
numeric yang memiliki satuan tertentu. Data hasil analisis kuantitatif umumnya
dinyatakan dalam satuan volume, satuan berat maupun satuan konsentrasi dengan
menggunakan metode analisis tertentu. Metoda analisis kuantitatif umumnya
melibatkan proses kimia dan proses fisika. Analisis kuantitatif yang melibatkan
proses kimia seperti gravimetri dan volumetri. Analisis kuantitatif yang
melibatkan proses fisika umumnya menggunakan prinsip interaksi materi dengan
energi pada proses pengukurannya. Metode ini umumnya menggunakan peralatan
modern, seperti polarimeter, spectrometer, sehingga sering dikenal sebagai
analisis instrumen ( Ibnu, 2004 : 1-2).
Dalam setiap analisis, pemilihan metode merupakan masalah yang
terpenting. Oleh karena itu, metode yang dipilih merupakan pencerminan dari
beberapa faktor. Faktor-faktor antara lain :
 Tujuan analisis
 Macam bahan yang akan dianalisis
 Jumlah bahan yang dianalisis
 Kecepatan dan ketelitian yang diinginkan
 Lamanya waktu yang diperlukan untuk analisis
 Peralatan yang tersedia
Berdasarkan pada factor-faktor inilah, maka perlu diperhatikan segi-segi
kelebihan dan kekurangan metode analisis klasik dan instrumental. Secara umum
tidak dapat dikatakan metode mana yang lebih unggul (Mursyidi, 2008 : 4).
Analisis gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot, adalah
proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari
unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Unsur atau senyawa itu
dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah ditimbang.
Sebagian besar penetapan penetapan pada analisis gravimetri menyangkut
pengubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan menjadi sebuah senyawaan
yang murni dan stabil, yang dapat dengan mudah diubah menjadi satu bentuk
yang sesuai untuk ditimbang. Lalu bobot unsur atau radikal itu dengan mudah
dapat dihitung dari pengetahuan kita tentang rumus senyawanya serta bobot atom
unsur-unsur penyusunnya (konstituennya) (Basset, 1994 : 472).
Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap
(konstan)nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan
dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri
menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi
senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat
tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus
senyawa serta berat atom penyusunnya (Mursyidi, 2008 : 310).
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur
atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat
segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur
dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur-unsur yang
menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan
dengan beberapa cara, seperti: metode penguapan, metode elektroanalisis, atau
berbagai macam metode lainnya (Khopkar, 2008:27).
Prinsip analisis gravimetri adalah sampel dilarutkan dengan pelarut yang
sesuai, kemudian ditambahkan zat pengendap dan endapan yang dihasilkan
kemudian ditimbang hingga diperoleh bobot konstan. Langkah-langkah dalam
analisis gravimetri adalah pelarutan sampel, menambahkan pereaksi, digest,
penyaringan endapan, pencucian endapan, pengeringan atau pemijaran endapan,
penimbangan endapn, dan perhitungan (Puspitasari, 2014 : 90).
Perhitungan dalam analisis gravimetri, yaitu endapan yang dihasilkan
ditimbang dan dibandingkan dengan berat sampel. Persentase berat analit A
terhadap sampel dinyatakan dengan persamaan:

Berat A
%A= x 100%
Berat sampel
Untuk menetapkan berat analit dari berat endapan sering dihitung melalui faktor
gravimetri. Faktor gravimetri didefinisikan sebagai jumlah berat analit dalam 1
gram berat endapan. Hasil kali dari berat endapan P dengan faktor gravimetri
sama dengan berat analit (berat analit A = berat endapan P x faktor gravimetri),
sehingga:
Berat endapan P x faktor gravimetri
%A= x 100%
Berat sampel
Faktor gravimetri dapat dihitung bila rumus kimia analit dari endapan diketahui
dengan tepat. (Ibnu, 2004: 135-136).
Metode-metode gravimetri berani bersaing dengan teknik-teknik analitis
lain dalam hal ketepatan yang dicapai. Jika analitnya merupakan penyusun utama
(> 1% dari sampel), dapatlah diharapkan ketetapan beberapa bagian tiap ribu, jika
sampel itu tidak terlalu rumit. Jika analitnya berada dalam jumlah yang kecil atau
runutan (kurang dari 1%), biasanya tidak digunakan metode gravimetri. Pada
umumnya, metode-metode gravimetri tidaklah sangat khas (spesifik) . Ahli-ahli
kimia tertentu pernah memikirkan bahwa kita akhirnya harus mempunyai suatu
pengendap spesifik untuk tiap kation. Sementara hal ini tidak lagi diharapkan,
reagensia gravimetri bersifat selektif dalam arti mereka membentuk endapan
hanya dengan kelompok-kelompok ion tertentu. Keselektifan zat pengendap itu
pun sering masih dapat ditingkatkan dengan mengendalikan factor-faktor
semacam pH dan konsentrasi zat-zat penopang tertentu (Day, 1986 : 97-98).
Metode Gravimetri untuk analisis kuantitatif didasarkan pada stoikiometri
reaksi pengendapan, yang secara umum dinyatakan dengan persamaan:
aA + pP → Aa Pp
“a” adalah koefisien reaksi setara dari reaktan analit (A), “p” adalah koefisien
reaksi setara dari reaktan pengendap (P) dan AaPp adalah rumus molekul dari zat
kimia hasil reaksi yang tergolong sulit larut (mengendap) yang dapat ditentukan
beratnya dengan tepat setelah proses pencucian dan pengeringan. Penambahan
reaktan pengandap P umumnya dilakukan secara berlebih agar dicapai
pengendapan yang sempurna (Ibnu, 2004 : 135).
Menurut Puspitasari (2014 : 72), secara umum tahapan yang dilakukan
dalam analisis gravimetri dengan cara pengendapan adalah :
1. Pembentukan endapan. Endapan dibentuk dengan menambahkan pereaksi
pengendap secara berlebih agar semua unsur /senyawa dapat terendapkan
dengan sempurna. Pengendapan dilakukan pada temperatur dan pH tertentu
yang merupakan kondisi optimum reaksi pengendapan. Tahap ini merupakan
tahap paling penting.
2. Digest. (menumbuhkan kristal-kristal endapan). Setelah terbentuk endapan,
maka perlu dilakukan penyempurnaan endapan. Cara yang dapat dilakukan
adalah membiarkan larutan yang berisi endapan selama beberapa saat dalam
penangas air atau waterbath.
3. Penyaringan, pencucian, pengeringan/pemijaran endapan sampai diperoleh
berat konstan.
4. Penimbangan endapan yang dilanjutkan dengan perhitungan kuantitas analit
sampel.
Pemisahan unsur atau senyawaan yang mengandungnya dapat dicapai
dengan beberapa metode, yang terpenting darinya adalah : (a) pengendapan, (b)
metode penguapan atau pembebasan (gas) (c) metode elektroanalis dan (d)
metode ekstraksi dan kromatografi. Pada tahap ini dapatlah disebutkan , bahwa
kelebihan yang penting dari analisis gravimetri, dibandingkan analisis trimetri
adalah bahan penyusun zat telah diisolasi, dan jika perlu dapat diselidiki terhadap
ada tidaknya zat pengotor, dan diadakan koreksi; kekurangan metode gravimetri
adalah metode ini umumnya lebih memakan waktu (Basset, 1994 : 472).
Pengendapan dilakukan sedemikian rupa sehingga memudahkan proses
pemisahannya, misal : Ag diendapkan sebagai AgCl, dikeringkan pada 130 0C
kemudian ditimbang sebagai AgCl atau Zn diendapkan sebagai Zn(NH 4)PO4
6H2O, selanjutya dibakar dan ditimbang sebagai Zn2P2O7. Aspek yang penting dan
perlu diperhatikan pada metode tersebut adalah endapannya mempunyai kelarutan
yang kecil sekali dan dapat dipisahkan secara filtrasi. Kedua, sifat fisik endapan
sedemikian rupa, sehingga mudah dipisahkan dari larutannya dengan filtrasi,
dapat dicuci untuk menghilangkan pengotor, ukuran partikelnya cukup besar serta
endapan dapat diubah menjadi zat murni dengan komposisi kimia tertentu
(Khopkar, 2008 : 27).
Menurut Basset (1994 : 473), faktor-faktor yang menentukan analisis
dengan pengendapan yang berhasil, adalah :
1. Endapan harus begitu tak dapat-larut, sehingga tak akan terjadi kehilangan
yang berarti, bila endapan dikumpulkan dengan menyaringnya. Dalam
praktek, ini biasanya berarti bahwa jumlah zat itu, yang tetap tertinggal dalam
larutan, tak melampaui jumlhah minimum yang terdeteksi oleh neraca analitik
biasa, yaitu 0,1 mg.
2. Sifat fisika endapan harus sedemikian, sehingga endapan dapat dengan
mudah dipisahkan dari larutan dengan penyaringan, dan dapat dicuci sampai
bebas dari zat pengotor yang larut. Kondisi ini menuntut bahwa partikelnya
berukuran sedemikian, sehingga tak lolos melalui medium penyaring , dan
bahwa ukuran partikel tak dipengaruhi (atau, sedikitnya, tak berkurang oleh
proses pencucian).
3. Endapan harus dapat diubah menjadi suatu zat yang murni dengan komposisi
kimia yang tertentu. Ini dapat dicapai dengan pemijaran, atau dengan operasi-
operasi kimia yang sederhana, seperti penguapan bersama cairan yang sesuai.
Penetapan gravimetri besi melibatkan pengendapan besi (III) hidroksida
[sebenarnya Fe2O3. xH2O yang disebut oksida berair, (hydrous oxide)], disusul
dengan pemanggangan pada temperatur tinggi menjadi Fe2O3. Metode itu
digunakan dalam analisis batuan, dimana besi dipisahkan dari unsur-unsur seperti
kalsium dan magnesium dengan pengendapan. Bijih besi biasanya dilarutkan
dalam asam klorida dan asam nitrat atau brom digunakan untuk mengoksidasi besi
ke keadaan oksidasi +3. Oksida berair (dari) besi merupakan endapan mirip
gelatin yang sangat tak dapat larut dalam air (K sp = 1 x 10-36). Koagulasi bahan
koloid itu dibantu dengan mengendapkan dari dalam larutan panas. Endapan
dicuci dengan air yang mengandung sedikit ammonium nitrat untuk mencegah
peptisasi. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring (filter) cepat.
Kertas itu dibakar habis dan endapan dipanggang pada temperature yang cukup
tinggi untuk menyingkirkan semua air (Day, 1986 : 99)
Besi diendapkan sebagai besi (III) hidroksida, kemudian dipijarkan pada
temperatur tinggi menjadi Fe2O3. Pada analisis batuan, besi dipisahkan dahulu dari
unsur-unsur yang mengganggu. Bijih besi biasanya dilarutkan dalam asam klorida
dan asam nitrat yang berfungsi untuk mengoksidasi besi (II) menjadi besi (III).
Selanjutnya besi(III) ditambahkan larutan ammonia sedikit demi sedikit hingga
membentuk endapan besi (III) hidroksida/ Fe(OH) 3 . Endapan dicuci dengan air
yang mengandung sedikit ammonium nitrat untuk mencegah peptisasi.
Penyaringan biasanya dilakukan dengan menggunakan kertas saring, kemudian
kertas dan endapan dibakar pada temperatur yang cukup tinggi untuk membentuk
Fe2O3 (Puspitasari, 2014 : 85-86).
Disamping mengawasi kondisi selama proses pengendapan yang
sebenarnya, analisis mempunyai satu penolong lain setelah endapan terbentuk,
yakni pencernaan (digest) atau penuaan (age) endapan itu, artinya membiarkan
endapan bersentuhan dengan larutan induk (mother liquor), seringkali pada
temperature yang ditinggikan, selama beberapa saat sebelum penyaringan.
Partikel-partikel kecil dari zat kristalin seperti barium sulfat, yang lebih dapat
larut dibandingkan partikel besar, lebih mudah melarut, dengan menyebabkan
larutan itu lewat jenuh terhadap partikel-partikel besar. Agar tercapai
kesetimbangan terhadap partikel besar itu, harus ada bahan yang meninggalkan
larutan dan memasuki fase padat (Day, 1986 : 85).
Analisa kadar air menggunakan prinsip gravimetri, yang didasarkan
dengan penimbangan berat jumlah molekul air yang tidak terikat pada suatu bahan
pangan. Prosedur dilakukan dengan menghilangkan molekul air melalui
pemanasan dengan oven vakum pada suhu 950C-1000C selama 5 jam atau dengan
oven tidak vakum paa suhu 1050C selama 16-24 jam. Penentuan berat air dihitung
berdasarkan gravimetri dengan selisih berat contoh sebelum dan setelah
dikeringkan. Kadar abu, dilakukan berdasarkan metode gravimetri yaitu selisih
berat sebelum dan setelah diabukan, untuk mengetahui jumlah residu anorganik
yang dihasilkan dari pengabuan (Swastawati, 2013 : 127).
Pada penelitian lain, keasaman diukur menggunakan metode titrasi asam
basa, kadar air diukur secara gravimetri, dan kadar gula pereduksi diukur dengan
metode luff Schrool. Kadar air madu suhu dingin rata-rata 27,112%. Sampel
ditimbang sebanyak 1-2 gram dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105-
1100C selama dua jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam eksikator selama 10
menit kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven kembali selama 1
jam. Sampel didinginkan dalam eksikator selama 10 menit kemudian
didinginkan kembali. Diulangi pemanasan dalam oven dan penimbangan sampai
berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut ≤ 0,2 mg) dan selanjutnya
dihitung kadar air sampel (Wulandari, 2017 :16,18).
Penentuan kadar besi diawali dengan melakukan preparasi dan destruksi
pada sampel padi, tanah, dan air. Sampel gabah didestruksi menggunakan HCl
pekat 37% dimana 1 gram sampel dicampur dengan beberapa mL HCl. Pada awal
penambahan HCl, larutan memiliki warna yang sesuai dengan warna bubuk gabah
padi yaitu coklat krem namun pada satu jam kemudianwarna larutan berubah
menjadi hitam. Hal tersebut menandakan bahwa matriks sudah terlepas dari
sampel dan efek wana hitam tersebut adalah warna selulosa padi yang menjadi
karbon. Proses destruksi ini bertujuan untuk menghancurkan matriks sampel
sehingga logam besi dapat terlepas dan berikatan dengan ion Cl-. Persamaan
reaksi yangterjadi yaitu :
Fe3+(s) + 3HCl(aq)⟶FeCl3(aq) + 3H+(aq)
(Dianawati, 2015: 37).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Kaca arloji 1 buah
b. Labu erlenmeyer 250 mL 1 buah
c. Cawan porselin 2 buah
d. Gelas ukur 10 mL 1 buah
e. Gelas ukur 250 mL 1 buah
f. Gelas kimia 100 mL 1 buah
g. Corong biasa 1 buah
h. Batang pengaduk 1 buah
i. Spatula 1 buah
j. Gelas kimia 600 mL 1 buah
k. Oven 1 buah
l. Eksikator 1 buah
m. Corong Buchner 1 buah
n. Neraca analitik 1 buah
o. Pipet tetes 3 buah
p. Lap kasar 1 buah
q. Lap halus 1 buah
r. Botol semprot 1 buah
2. Bahan
a. Kristal terusi (CuSO4.xH2O)
b. Besi (II) amonium sulfat [(NH4)Fe(SO4)2]
c. Asam klorida 1:1 (HCl)
d. Asam nitrat pekat (HNO3)
e. Amonia 1:1 (NH3)
f. Amonium nitrat pekat (NH4NO3)
g. Aquades (H₂O)
h. Aluminium foil (AI2O3)
i. Kertas saring watman

E. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan Kandungan Air Kristal Terusi (CuSO4 x H2O)
a. Krus porselin kosong ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.
b. Kristal terusi digerus hingga halus sesuai dengan takaran yang dibutuhkan.
c. Sebanyak 0,5 gram Kristal terusi halus ditimbang.
d. Kristal terusi yang telah ditimbang beratnya dimasukkan kedalam krus
porselin dan dipanaskan dengan menggunakan oven selama 15 menit
hingga kristal berubah warna menjadi putih.
e. Krus porselin yang berisi Kristal terusi yang telah dipanaskan dimasukkan
kedalam eksikator selama 7 menit.
f. Krus porselin yang berisi Kristal terusi yang telah didinginkan dalam
eksikator ditimbang kemudian dicatat sebagai W₁.
g. Kristal terusi dipanaskan kembali didalam oven selama 15 menit.
h. Kristal terusi dimasukkan kembali ke dalam eksikator selama 7 menit.
i. Krus porselin berisi kristal terusi ditimbang kembali dan dicatat sebagai W₂
j. Langkah tersebut diulangi selama 9 kali, hingga dua selisih penimbangan
hanya dalam beberapa mg saja.
k. Berat terakhir dicatat sebagai Wn
2. Penentuan Kadar BesiSebagaiBesi (III) Oksida
a. Kaca arloji kosong ditimbang beratnya.
b. Sebanyak 0,8 gram Kristal besi (II) ammonium sulfat ditimbang.
c. Kristal dilarutkan dalam 100 mL H2O di dalam gelas kimia.
d. Larutan ditambahkan 10 mL HCl 1:1 sambil diaduk dan ditutup dengan
kaca arloji.
e. Larutan ditambahkan dengan HNO₃ sebanyak 4 mL lalu dipanaskan hingga
warnanya menjadi kuning kehijauan.
f. Ditambahkan 100 mL H₂O kedalam larutan lalu dipanaskan kembali.
g. Sambil dipanaskan, ditambahkan ammonia sebanyak 65 mL hingga
terbentuk endapan dan tercium bau ammonia.
h. Larutan dipanaskan hingga endapannya turun kepermukaan gelas kimia.
i. Larutan dan endapan disaring menggunakan kertas saring whatmann dimana
kertas saring tersebut ditimbang dulu beratnya menggunakan neraca analitik
sebelum digunakan.
j. Endapan dicuci dengan NH4NO3 1% sebanyak 1mL dan H2O sebanyak 200
mL
k. Endapan dan kertas saring dipindahkan kedalam krus porselin kemudian
dipijarkan hingga kering.
l. Endapan ditimbang menggunakan neraca analitik.
m. Kadar besi dalam Fe2O3dihitung.

F. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan Air Kristal Terusi (CuSO4.xH2O)
No. Aktivitas Hasil Pengamatan
1. Ditimbang krus kosong 23,100 gram
2. Ditimbang CuSO4 yang telah
0,5 gram, berwarna biru terang
digerus
3. Dipanaskan selama 15 menit di
dalam oven dan didinginkan selama Berwarna biru muda
7 menit dalam eksikator
4. CuSO4 ditimbang 23,533 gram
5. Dipanaskan selama 15 menit dalam
oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator
6. CuSO4 ditimbang 23,499 gram
7. Dipanaskan selama 15 menit di
oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator
8. CuSO4 ditimbang 23,485 gram
9. Dipanaskan selama 15 menit di
oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator
10. CuSO4 ditimbang 23,465 gram
111. Dipanaskan selama 15 menit di
oven dan didinginkan selama 7 Berwarna biru muda
menit dalam eksikator
12. CuSO4 ditimbang 23, 464 gram
13. Dipanaskan selama 15 menit di
oven dan didinginkan selama 7 Berwarna putih
menit dalam eksikator
14. CuSO4 ditimbang 23,461 gram
15. Dipanaskan selama 15 menit di
oven dan didinginkan selama 7 Berwarnaputih
menit dalam eksikator
16. CuSO4 ditimbang 23,458 gram
17. Dipanaskan selama 15 menit di
oven dan didinginkan selama 7 Berwarnaputih
menit dalam eksikator
18. CuSO4 ditimbang 23,458 gram

2. Penentuan Kadar Besi sebagai Besi (III) Oksida


No. Aktivitas Hasil Pengamatan
1. (NH4)Fe(SO)4 ditimbang Wo= 0,8 gram
2. (NH4)Fe(SO)4 dilarutkan dengan Larutan berwarna kuning
100 ml air + 10 ml HCl pekat kejinggaan
3. 4 ml HNO3 pekat ditutup dengan Larutan berwarna kuning
kaca arloji, lalu dipanaskan kehijauan
4. Diencerkan dengan 100 ml air + Larutan berwarna kuning
dididihkan kehijauan
5. + 65 ml NH31 : 1 Larutan berwarna merah
kecoklatan
6. Didinginkan Larutan tidak berwarna dan tidak
terdapate ndapan
7. Disaring dengan corong Buchner Filtrat kekuningan dan residu
berupa endapan cokelat
8. + NH4NO3 + 200 ml aquades Filtrat kuning dan residu berupa
mendidih endapan cokelat.
9. Endapan dipindahkan kedalam krus
Filtrat kuning
dan dipijarkan
10. Hasil dari pijaran ditimbang Wi = 20,752 gram

G. ANALISIS DATA
1. Penentuan kandungan air kristal terusi (CuSO4∙xH2O)
Dik: Mr CuSO4∙5H2O = 249,5 g/mol
Mr H2O = 18 g/mol
Berat krus kosong = 23,100 g
W0 CuSO4∙5H2O = 0,500 g
W1 + krus = 23,553 g
W2 + krus = 23,499 g
W3 + krus = 23,485 g
W4 + krus = 23,465 g
W5 + krus = 23,464 g
W6 + krus = 23,461 g
W7 + krus = 23,458 g
W8 + krus = 23,458 g
W9 + krus = 23,458 g

W1 = 0,433g
W2 = 0,399g
W3 = 0,385 g
W4 = 0,365 g
W5 = 0,364 g
W6 = 0,361 g
W7 = 0,358 g
W8 = 0,358 g
W9 = 0,358 g

Karena W9 mendekati 0,0002 g, maka


Wn = (W9 + krus) – W krus kosong
= 23,458 g – 23,100 g
= 0,358 g
Dit: x = .....?
Penyelesaian :
(W0 - Wn ) (0,509 - 1,594) g
Mr H 2O 18 g/mol
x   6,8
Wn 1,594 g
Mr Kristal Terusi 179,37 g/mol
0,500 g−0,358 g
−1
18 g mol
x=
0,358 g
249 ,5 g mol−1
x = 5,49
Menurut teori:
CuSO4∙5H2O → CuSO4 + 5 H2O
0,5 g - -
0,5g
=0,002 mol
Mol CuSO4.5H2O = g
249 ,5
mol
1
Mol CuSO4 = x 0,002 mol
1
= 0,002 mol
Massa CuSO4 = mol x Mr CuSO4
= 0,002 mol x 160,3 g/mol
= 0,32 g
5
Mol H2O = x 0,002
1
= 0,01 mol
Massa H2O = mol x Mr H2O
= 0,01 mol x 18 g/mol
= 0,18 g
m H2O 0 , 18 g
Mr H 2 O 18 g/mol 0 , 01
x= = = =5
mCuSO 4 . 5 H 2O 0,5g 0,002
Mr kristal terusi 249 , 5 g /mol
x praktek 5 ,49
% rendeman = × 100% = ×100%=109 , 8 %
x teori 5
2. Penentuan Besi Sebagai Besi (III) Oksida
Dik: Mr Fe2O3 = 160 g/mol = 160 mg/mmol
Ar Fe = 56 g/mol = 56 mg/mmol
W0 = 0,800 g = 800 mg
W1 = 0,15 g = 150 mg
Dit: % Fe = ....?
Penyelesaian:
2 x Ar Fe
x Wn (mg)
Mr Fe 2 O 3
% Fe  x 100%
W0 (mg)
2 ×56 mg /mmol
×150 mg
= 160 mg/mmol ×100%
800 mg
105 mg
= 800 mg ×100%
= 13%
Menurutteori
2 x Ar Fe
% Fe  x 100 %
Mr Fe 2 O 3
2 x 56 g/mol
 x 100 %
160 g/mol
= 70 %
Sehingga
% Fe (praktek)
%remendemen  x 100 %
% Fe (teori)
13 %
= × 100 %
70 %
= 18,6 %

H. PEMBAHASAN
Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap
(konsta) nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan
dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri
menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi
senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat
tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus
senyawa serta berat atom penyusunnya (Mursyidi, 2008 : 310).
Secara umum, Prinsip dasar gravimetric adalah stoikiometri reaksi
pengendapan. Sedangkan prinsip kerjanya adalah sampel dilarutkan dengan
pelarut yang sesuai, kemudian ditambahkan zat pengendap dan endapan yang
dihasilkan kemudian ditimbang hingga diperoleh bobot konstan. Langkah-langkah
dalam analisis gravimetri adalah pelarutan sampel, menambahkan pereaksi, digest,
penyaringan endapan, pencucian endapan, pengeringan atau pemijaran endapan,
penimbangan endapan, dan perhitungan (Puspitasari, 2014 : 90).
1. Penentuan Air Kristal Terusi ( CuSO4. xH2O)
Tujuan dari percobaan ini adalah Tujuan untuk mengetahui kandungan air
dalam kristal terusi dengan menggunakan metode gravimetri. Adapun prinsip
dasar gravimetri yaitu stoikiometri reaksi pengendapan. Sedangkan Prinsip kerja
percobaan ini adalah pemanasan, pendinginan dan penimbangan. Bahan yang
digunakan berupa senyawa hidrat yaitu CuSO4. xH2O yang merupakan Kristal
berwarna biru yang mengikat molekul air. Kristal terusi yang mengikat air
berwarna biru, sedangkan tanpa air Kristal berwarna putih (Tim Dosen, 2019 : 9).
Perlakuan pertama adalah menimbang krus kosong untuk mengetahui
beratnya yang digunakan untuk keperluan analisis data. Setelah itu kristal digerus
untuk memecah/memperkecil ukuran partikel. Setelah itu Kristal dimasukkan ke
krus porselin dan dipanaskan selama 15 menit. Fungsi dari pemanasan yaitu
untuk menghilangkan kandungan air pada kristal tersebut karena air yang
terkandung dalam kristal akan menguap pada suhu yang tinggi. Kemudian Kristal
tersebut dimasukkan ke dalam eksikator untuk didinginkan. Eksikator dapat
mempercepat proses pendinginan karena di dalam eksikator, pada bagian
bawahnya ditempatkan kristal silika yang dapat menyerap panas. Dengan ini
Kristal tidak menyerap lagi uap air yang terdapat di udara bebas. Hasil yang
diperoleh setelah proses pemanasan dan pendinginan yang pertama adalah kristal
yang sebelumnya berwarna biru terang berubah menjadi warna yang lebih muda
(pudar). Kristal yang diperoleh kemudian ditimbang dan diacatat beratnya.
Perlakuan ini dilakukan berulang untuk didapatkan hasil yang konstan. Dengan
kata lain, pemanasan dan pendinginan dilakukan berkali-kali agar diperoleh berat
konstan atau bobot tetap dari kristal tersebut, dimana bobot dikatakan tetap jika
selisih antara dua penimbangan hanya 0,0002 gram saja. Perlakuan ini dilakukan
berulang 9 kali hingga diperoleh kristal berwarna putih. Pudarnya warna kristal
menandakan berkurangnya bobot Kristal karena terlepasnya air dalam kristal
tersebut hingga diperoleh warna putih yang menandakan bahwa dalam berat
kristal yang sebenarnya.
Berdasarkan analisis data, diperoleh rendemen sebesar 109,8% dan
kandungan air 5,57 yang dapat diartikan bahwa koefisien H 2O dalam kristal terusi
adalah 5,57. Sehingga rumus kristal terusi yang diperoleh adalah CuSO 4. 5,57
H2O. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya rumus kristal terusi yang
digunakan adalah CuSO2.5H2O. Diperolehnya koefisien ini disebabkan karena
praktikan kurang teliti dalam penimbangan. Saat menimbang kristal terusi,
praktikan tidak menggunakan penutup timbangan sehingga berat kristal tidak bisa
konstan akibat pengaruh udara lingkungan luar. Adapun Selama pemanasan
berlangsung air menguap sesuai persamaan reaksi:

CuSO4. 5H2O(s) CuSO4(s) + 5H2O(g)


(biru) (putih)
2. Penentuan besi sebagai Besi (III) Oksida
Tujuan percobaan kedua ini yaitu untuk menentukan kadar besi dalam besi
(III) oksida dengan metode gravimetri. Prinsip dasar sama dengan prinsip umum
gravimetri yaitu stoikiometri reaksi pengendapan. Sedangkan prinsip kerja dari
percobaan ini adalah pelarutan, pengendapan, pencucian, penyaringan, pemijaran,
dan penimbangan.

Sampel yang digunakan adalah kristal besi (II) ammonium sulfat yang
dilarutkan dengan aquades. Digunakan aquades sebagai pelarut karena merupakan
pelarut yang sesuai dan kristal (NH4)Fe(SO)4 mudah larut dalam air. Setelah itu
ditambahkan HCl pekat dan warna larutan menjadi kuning kejinggaan. Fungsi
penambahan HCl pekat ini untuk memberikan suasana asam yang mendukung
terjadinya proses oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ . Selanjutnya ditambahkan HNO3
pekat untuk mengoksidasi Fe2+ yang terkandung dalam larutan menjadi Fe 3+.
Selain itu, HNO3 akan bertindak sebagai penyumbang ion NO3 yang akan
berikatan dengan Fe3+ . Setelah pencampuran maka gelas ditutupi dengan kaca
arloji untuk menghindari proses penguapan senyawa yang pekat dan kemudian
dipanaskan untuk mempercepat terjadinya pengendapan. Hasilnya berupa
perubahan warna kuning larutan mejadi kuning kehijauan. Selanjutnya
ditambahkan amonia 1:1 dilakukan agar terbentuk endapan Fe(OH) 3 dan
penambahan dihentikan setelah penetesan tidak menimbulkan warna merah
(endapan) lagi. Hasilnya diperoleh larutan berwarna cokelat pekat. Adapun
Endapan yang diperoleh adalah endapan Fe 3+ yang terjadi sebagai hasil dari reaksi
antara larutan dengan amonia sesuai dengan reaksi:
Fe3+ + 3NO3- + NH4OH+ H2O  Fe(OH)3NH4 + 3NO3-
Bau menyengat yang timbul berasal dari senyawa NH3 dalam larutan. Saat
larutan didinginkan dan didiamkan perlahan-lahan endapan turun ke permukaan
sehingga diperoleh larutan tak berwarna dengan endapan cokat di permukaan
gelas. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan corong Buchner
lengkap dengan kertas saring yang bebas abu. Hal ini dilakukan karena
penyaringan lebih cepat dilakukan dengan corong Buchner dibanding dengan
corong biasa. Selanjutnya larutan didiamkan beberapa saat agar Fe(OH) 3 dapat
mengendap dengan sempurna. Kemudian endapan tersebut di dicuci dengan
amonium nitrat dan air yang telah dididihkan yang menghasilkan filtrat berwarna
kuning dan residu berupa endapan coklat. Fungsi dari pencucian tersebut agar
endapan terbebas dari ion-ion pengganggu seperti: klorida dari HCl, NH 4OH, dan
NH4NO3, sehingga pada akhir percobaan akan diperolah Fe 3+ dalam keadaan
murni. Adapun reaksi yang terjadi:
Fe(OH)3(s) + NH4 + 3NO3 Fe2O3.xH2O
Endapan Fe2O3.xH2O yang diperoleh dipindahkan ke dalam krus porselin
dan dipanaskan dengan suhu tinggi yaitu pada 800ºC-900ºC selama 2jam. Untuk
mendapatkan Fe2O3, pemanasan dilakukan dengan menggunakan tanur dan
melepas air yang masih terkandung dalam endapan dan juga Fe 2O3 akan stabil
pada suhu tersebut, sesuai reaksi:
2Fe(OH)3 Fe2O3 + H2O
Endapan Fe2O3 yang terbentuk selanjutnya digunakan untuk menentukan
kadar Fe dalam sampel. Berdasarkan analisis data diperoleh kadar Fe dalan
sampel sebesar 13% dengan rendemen 18,6 %. Kadar Fe dalam sampel 13%
artinya hanya terdapat 13% dari hasil berat endapan Fe 2O3 yang terbentuk yaitu
0,15 gram. Hasil yang diperoleh berbeda dengan perhitungan secara teoritas,
dimana hasil yang diperoleh adalah 70% dari berat endapan. Perbedaan hasil yang
diperoleh disebabkan beberapa faktor yaitu pada saat pencucian endapan
kemungkinan dilakukan tidak merata, atau terdapat ion lain yang ikut mengendap
karena teradsorbsi pada gel Fe(OH)3. Selain itu dapat pula disebabkan oleh kurang
telitinya dan kurang maksimalnya pemijaran dan pendinginan yang dilakukan
praktikan.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Penentuan air Kristal terusi dilakukan melalui metode gravimetri dengan
prinsip dasar yaitu stoikiometri reaksi pengendapan menghasilkan kandungan
air sebanyak 5,57 molekul air yang terikat pada kompleks Cu 2+ didalam
percobaan.
2. Penentuan besi sebagai besi (III) oksida juga dilakukan dengan metode
gravimetri yang prinsipnya berupa analisis stoikiometri reaksi pengendapan,
hasil praktikum didapatkan yaitu kadar besi dalam Fe2O3 yang diperoleh
adalah 13% dengan rendemen 18,6%.

J. SARAN
Untuk praktikan selanjutnya, diharapkan memahami perosedur kerja yang
akan dipercobakan, menggunakan waktu dengan maksimal, melakukan setiap
tahap dalam proses gravimetri dengan baik dan teliti, dan menjaga kebersihan alat
agar diperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, Denney, Jeffery, dan Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Buku Kedokteran.

Day, dan Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif.. Jakarta: Erlangga.

Dianawati, Novi dan R. Djarot Sugiarso. 2015. Penentuan Kadar Besi Selama
Fase Pematangan Padi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Jurnal
Sains dan Seni Its. Vol. 4. No. 2.

Ibnu, M. Shodiq, Endang Budiasih, Hayuni Retno Widarti, dan Munzil. 2004.
Common Text Book (Edisi Revisi) Kimia Analitik I. Malang: JICA
Universitas Negeri Malang.

Khopkar, S.M. 2014. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia Press.

Mursyidi, Achmad, dan Abdul Rohman. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analisis
Voumetri dan Gravimetri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Pursitasari, Indarini Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem
Solving dan Open-ended Experiment. Bandung: ALFABETA.

Swastawati, Fronthea, Titi Surti, Tro Winarni Agustini, dan Putut Har Riyadi.
2013. Karakteristik Kualitas Ikan Asap yang Diproses Menggunakan
Metode dan Jenis Ikan yang Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
Vol. 2 No. 3.

Wulandari, Devyana Dyah. 2017. Kualitas Madu (Keasaman, Kadar Air, dan
Kadar Gula Pereduksi) Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan.
Jurnal Kimia Riset. ISSN : 2528-0422. Vol. 2. No. 1.

Anda mungkin juga menyukai