Anda di halaman 1dari 13

PANCASILA

“PEMERASAN”

DISUSUN OLEH :
1. HAYUNING FANI WULANDARI (P1337420516060)
2. SYAM SAHARA (P1337420516052)
3. FARIDA INTAN (P1337420516055)
4. YUNITA NUR FAJARWATI (P1337420516069)
5. ANISA SEKAR (P1337420516074)
6. LI’ANA FATIMATUL (P1337420516083)

GATOTKACA 2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia tersebut
terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh para manusia itu
sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi dalam suatu tindak pidana
kejahatan di masyarakat.Beberapa contoh kasus tindak pidana dalam masyarakat yaitu tindak
pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan tindak pidana
penganiayaan. Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku dikarenakan lemah
dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku sehingga dapat merugikan orang lain
dan diri sendiri. Selain beberapa tindak pidana tersebut terdapat salah satu contoh tindak
pidana lainnya yaitu tindak pidana pemerasan.
Kata „pemerasan‟ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar „peras‟ yang bisa
bermakna „meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.1 Tindak pidana pemerasan
ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu:
1. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai
Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 855
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang
itu atau orang lain, atau 2
supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu
tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging).Kedua
macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan
yangbertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak
pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu "pemerasan" serta diatur dalam
bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa
kedua tindak pidana tersebut mempunyai sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak
pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP.2
2. Kismadi, pemerasan pengancaman, 29 Januari 2013,
http://kismadi.blogspot.com/2013/01/pemerasanpengancaman.html, 20.00 WIB
Ancaman pidana penjara maksimal sembilan ( 9 ) tahun pada kenyataannya masih belum
mampu mencegah terjadinya tindak pidana pemerasaan dan membuat pelaku tindak pidana
pemerasan menjadi jera. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemerasan yang ada di dalam
masyarakat, contoh kasus tersebut adalah sebagai berikut:
Berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS yang menerangkan bahwa pada hari
Senin, 15 Juli 2013 sekitar pukul 05.00 wib, bertempat di Jalan Raya Lintas Sumatera.
Awalnya saksi Dimas Sepriyanto bin Suyoto bersama saksi Edwin berkandara menggunakan
truck melintas dari arah Menggala ke Tegineneng, truk yang dikendarai kedua saksi tersebut
diberhentikan oleh terdakwa Ripto Anwar 3
yang berkendara menggunakan sepeda motor Honda Supra X 125 bersama Adon dengan cara
memepet truck dari arah kanan lalu saudara Adon mengacungkan jari telunjuk kanan ke arah
saksi Dimas Sepriyanto seraya mengatakan “berhenti! Berhenti kamu!”.
Kemudian saudara Adon meminta uang sebesar Rp 200.000.- kepada saksi Darwis
Sepriyanto namun saksi Darwis Sapriyanto mengatakan kepada Adon “saya tidak ada duit”,
Lalu Adon mengatakan kepada saksi Darwis Sepriyanto “masa tidak ada duit” dan dijawab
saksi “kalau bisa dikurangi”. Lalu Adon memukul kepala saksi Darwis Sepriyanto dan saksi
Edwin menggunakan tangan kosong. Kemudian saksi Darwis Sepriyanto pun menyerahkan
uang sebesar Rp 100.000,- kepada Adon dan terdakwa mengambil 1 buah handphone cross
V5 dari saku baju saksi Darwis Sepriyanto sebagai jaminan agar saksi Darwis Sepriyanto
menebusnya dengan memberikan uang sebesar Rp 100.000,-. Berkaitan dengan kasus
tersebut maka terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan
berdasarkan Pasal 368 Ayat (2). 3
3. Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung, 14 Februari 2014,
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5e80a45bc4deefe9ed722ff5b054a669,
19.30 WIB.
Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP yaitu sebagai berikut:
Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (2) Pasal 368 KUHP :
1. Barang siapa

2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum.

3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.


4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain).

5. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

6. Pada waktu malam dijalan umum.


Berdasarkan kasus tersebut hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 3 tahun dan 6
bulan, Sedangkan ketentuan didalam Pasal 368 KUHP hukuman pidana maksimal 9 tahun,
tetapi dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS terdakwa hanya memeras uang sebesar Rp
200.000.- dan dijatuhkan hukuman 3 tahun dan 6 bulan. Atas dasar hal tersebut putusan yang
dijatuhkan oleh hakim selama 3 tahun dan 6 bulan penjara maka dianggap terlalu berat
dibanding dengan uang yang diperas oleh pelaku sebesar Rp 200.000.-
Berkaitan dengan kasus di atas maka berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) penelitian ini
membahas mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan
terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No.
370/Pid.B/2013/PN.GS dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak
pidana pemerasan berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS. Maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dan menuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasaan Sopir Truk yang Dilakukan oleh
Preman. ( Studi Kasus No. 370/Pid.B/2013/PN.GS )”

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari pemerasan ?
2. Apa jenis-jenis dan hukum yang berlaku pada pemerasan ?
3. Apa saja unsur-unsur dari pemerasan ?
4. Apa klasifikasi dari pemerasan ?
5. Apa empati inti delik pemerasan ?
6. Apa saja yang terkait dengan perbuatan pemerasan pegawai negeri ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian pemerasan.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya pemerasan.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari pemerasan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “pemerasan” berasal dari kata dasar
“peras” yang bermakna leksikal “meminta uang dan sejenisnya dengan ancaman’.
Sementara menurut Black’s Law Dictionary (2004: 180), blackmail : diartikan
sebagai ‘a threatening demand made without justification’. Sinonim dengan extortion,
yaitu suatu perbuatan untuk memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti
tekanan atau paksaan. Pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary lebih
mendekati dari maksud hukum terhadap pemerasan sebagai sebuah kejahatan atau
tindak pidana.
Pemerasan (Belanda: afpersing; Inggris: blackmail), adalah satu jenis tindak
pidana umum yang dikenal dalam hukum pidana Indonesia. Spesifik tindak pidana ini
diatur dalam pasal 368 KUHP. Dalam struktur KUHP, tindak pidana pemerasan diatur
dalam satu bab (Bab XXIII) bersama tindak pidana pengancaman. Karena itu kata
afpersing sering digabung dengan kata afdreiging yang diatur pasal 369 KUHP.
Pemerasan adalah tindakan melawan hukum memaksa seseorang dengan
kekerasan atau pencurian yang didahului disertai kekerasan atau ancaman kekerasan,
baik diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban.(Pasal
368 ayat (2) KUHP ) : ketentuan pasal 365 ayat 2,3 dan 4 berlaku bagi kejahatan ini
(KUHP 35, 89 , 335, 370 dst.).

B. Jenis-Jenis Pemerasan dan Hukumannya


1. Hukuman maksimal 9 tahun penjara
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan
barang atau memberikan hutang maupun menghapus piutang (Pasal 368 (1)
KUHP.
2. Hukuman maksimal 12 tahun penjara
a. Jika perbuatan pemerasan dilakukan pada waktu malam dalamsebuah rumah
ataupekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum atau dalam kereta
api atau trem yang sedang berjalan (KUHP pasal 365 ayat 2).
b. Jika perbuatan pemerasan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu.
c. Jika masuknya ke tempat kejahatan dengan merusak atau memanjat atau
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat (Pasal 356 (2) KUHP).
3. Hukuman maksimal 15 tahun penjara
Dihukum maksimal 15 tahun, jika perbuatan pemerasan mengakibatkan mati.
4. Hukuman maksimal 20 tahun penjara, pidana mati atau penjara seumur hidup.
Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, atau mati dan dilakukan dua orang
atau lebih dengan bersekutu pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan
dalam No. 1 dan 3 (Pasal 365 (3,4) KUHP).

C. Unsur-Unsur Pemerasan
1. Unsur obyektif
a) Dalam pemerasan terdapat unsur kesengajaan yang bersifat tujuan,
yaitumengambil barang orang lain dengan cara kekerasan atau ancaman
kekerasan atau mengambil barang dengan membunuh korban.
b) Unsur memaksa pelaku terhadap korban. Memaksa merupakan tindakan
yang merugikan orang lain.
c) Yang dipaksa yaitu orang (yang menjadi korban)
d) Cara memaksa menggunakan ancaman tertulis, lisan, maupun akan
membuka rahasia korban.
2. Unsur subyektif
a) Maksud yang dituju. Maksud pelaku untuk melakukan pemerasan
merupakan tindakan pidana yang dilarang.
b) Menguntungkan diri atau orang lain.Perbuatan ini dilakukan, untuk
menguntungkan diri atau orang lain, sebagaiman dijelaskan dalam pasal
pemerasan.
c) Melawan hukum. Pemerasan merupakan pidan terhadap benda orang lain,
yang sudah menjadi kekuasaan mereka.

Dalam konteks hukum pidana, suatu perbuatan disebut pemerasan jika


memenuhi sejumlah unsur. Unsur-unsurnya bisa ditelaah dari pasal 368 ayat (1)
KUHP: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun”.

Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut :

a) Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan” (afpersing).


Pemeras itu pekerjaannya: 1) memaksa orang lain; 2) untuk
memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan
orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau
menghapuskan piutang; 3) dengan maksud hendak menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini
bukan syarat).
b) Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang
itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa
orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan;
2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau
bertentangan dengan hukum; 3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal
89, yaitu jika memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka
hal ini dikenakan Pasal 369.
c) Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal 370), tetapi
apabila kekerasan itu demikian rupa sehingga menimbulkan
“penganiayaan”, maka tentang penganiayaannya ini senantiasa dapat
dituntut (tidak perlu ada pangaduan).
d) Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan kekerasan
pada Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal pencurian si
pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri, sedangkan dalam hal
pemerasan si korban setelah dipaksa dengan kekerasan menyerahkan
barangnya kepada si pemeras.
D. Klasifikasi Pemerasan
Berdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi menjadi 2
yaitu :
1. Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain atau kepada
masyarakat. Pemerasan ini dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan
dasar hukum dan definisinya yaitu :
a) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karena mempunyai
kekuasaan dan dengan kekuasaannya itu memaksa orang lain untuk memberi
atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Hal ini sesuai dengan
Pasal 12 huruf e UU PTPK.
b) Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada seseorang atau
masyarakat dengan alasan uang atau pemberian ilegal itu adalah bagian dari
peraturan atau haknya padahal kenyataannya tidak demikian. Pasal yang
mengatur tentang kasus ini adalah Pasal 12 huruf e UU PTPK.
2. Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai negeri yang lain.
Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK (Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi).

E. Korupsi Yang Terkait Dengan Perbuatan Pemerasan Pegawai Negeri


1) Pasal 12 huruf e, “Pegawai Negeri Memeras”
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal
ini, harus memenuhi unsur :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara.
b. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
c. Secara melawan hokum.
d. Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi drinya.
e. Menyalahgunakan kekuasaan.

Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang
dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU
No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan
ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 no. UU No. 20 Tahun 2001 :Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
2) Pasal 12 huruf g, “Pegawai Negeri Memeras”
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal
ini, harus memenuhi unsur :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara.
b. Pada waktu menjalankan tugas.
c. Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang.
d. Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya.
e. Diketahuinya bahwa hal tersebut merupakan utang.

Pasal 12 huruf g UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 2 KUHP
yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana
korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf g UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

3) Pasal 12 huruf f, “Pegawai Negeri Memeras Pegawai Negeri Yang Lain”


Untuk menyimpulkan apakah suatuutangatau termasuk korupsi menurut Pasal
ini, harus memenuhi unsur :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara.
b. Pada waktu menjalankan tugas.
c. Meminta, menerima, atau memotong pembayaran.

Pasal 12 huruf f UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20Tahun 2001 :Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

F. Empat Inti Delik Pemerasan


Berdasarkan rumusan Pasal 368 KUHP, maka terdapat empat inti delik
pemerasan, yakni;
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dalam hal ini
tindakan seseorang melakukan pemerasan tidak saja untuk dirinya sendiri, tetapi
termasuk tindakan pemerasan yang dilakukan untuk kepentingan orang lain.
2. Secara melawan hukum.
3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman. Dalam konteks ini
bagaimana bentuk pemaksaan dan ancaman itu harus pula didalami sedemikian
rupa.
4. Untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan si-kena peras atau kepunyaan orang lain, atau supaya membuat utang
atau menghapus piutang.

G. Contoh
1. Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/7),
dibekuk polisi lantaran diduga kerap memeras di rumah keluarga artis dan
pelawak Nunung Srimulat. Pemuda bernama Andi Rismanto alias Ambon yang
dikenal sebagai preman kampung meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan
alasan iuran keamanan. Saat dimintai keterangan, ia hanya bisa tertunduk lesu.
Pemuda bertato ini ditangkap aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul
laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari keterangan saksi, tersangka sering
memeras di rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti, maka pelaku tidak segan
melakukan kekerasan.
2. Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya keluarga Nunung
Srimulat yangmenjadi korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut. Dari
pengakuan tersangka, uang yang diperoleh digunakan untuk membeli rokok dan
minuman keras. Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang bukti uang
sebesar Rp 20 ribu dan kartu tanda penduduk milik tersangka. Atas
perbuatannya, tersangka dijerat pasal 368 KUHP mengenai pemerasan dengan
ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.
BAB III
PENUTUP

A. Saran.
Sebagai pelengkap dalam penulisan hukum ini maka penulis
akan menyumbangkan beberapa pemikiran-pemukiran yang kemudian penulis
tuangkan dalam bentuk saran yaitu:
a. Putusan pemidanaan dapat tepat sasaran dan sesuai dengan hukum.
b. Mengingat efek jera adalah suatu tujuan dari pemidanaan, maka bagi
hakim yang memutus perkara pemerasan yang berawal alasan iuran keamanan,
hendaknya memberikan hukuman yang cukup berat agar
fenomena iuran keamanan yang berakhir dengan pemerasan yang
meresahakan masyarakat dapat diberantas. Pihak kepolisian sebagai
mitra dari badan peradilan hendaknya mendukung upaya badan peradilan
untuk memberantas berbagai kejahatan dan tindak pidana yang dewasa
ini banyak dilakukan.
B. Kesimpulan
Pada kasus di atas, pelaku, Andi Rismanto telah melakukan tindak pidana
pemerasan kepada keluarga Nunung dengan cara meminta secara paksa uang Rp
150.000,- setiap minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah warga
Negara Indonesia dan terjadi di wilayah Indonesia, maka berlaku hukum pidana
Indonesia , yaitu
1. KUHP (asas teritorialitas). Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan
yang diatur dalam pasal 368 KUHP ayat (1)“ Barang siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk
memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik
orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang,
diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun ”
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak
pidana ini. Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP.
DAFTAR PUSTAKA
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan
Hukum Pidana, Cet Ke II, (Bandung Citra Aditya Bakti, 2005)
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi Cetakan Ke-4,(Jakarta:Sinar Grafika, 2012)
Hamzah Andi, Delik-delik Tertentu di Dalam KUHP, Cet Ke-4,(Jakarta:Sinar
Grafika, 2011)

Anda mungkin juga menyukai