Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

DIABETES JUVENILE

OLEH :
KELOMPOK 1

DELLA RELYANA 14220170001


ILMA PERMATASARI 14220170002
ANGRIAWAN 142201
JUWITA PUSPITA 142201

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
penyertaan dantuntunanNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
judul“JUVENILE DIABETES” dapat terselesaikan dengan apa yang kami
harapkan.
Mungkin dalam menyusun makalah ini kami belum menyusunya secara
terstruktur atau tersusun dengan baik, karena kami sadar kami manusia yang
mempunyai keterbatasan dan kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritikan
maupun saran yang membangun dari dosen mata kuliah Keperawatan Anak II
untuk melengkapi makalah ini.
Akhir dari kata ini saya dari penyaji mengucapkan terima kasih
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang
cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga
diikuti dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-
perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang
timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara
lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM)
yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup
signifikan di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan
meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.Deteksi dini pada
Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat
mengakibatkan kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-
anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak
begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis
seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan
deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap
penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan
dan kematian (Pulungan, 2010)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Juvenile Diabetes
2. Apa Epidemiologi Juvenile Diabetes
3. Apa etiologi Juvenile Diabetes
4. Patofisiologi Juvenile Diabetes
5. Manifestasi Klinis
6. Komplikasi Juvenile Diabetes
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Penatalaksaan medis
9. Pathway
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Juvenile Diabetes


Penyakit diabetes melitus atau dikenal dengan singkatan DM
merupakan gangguan metabolik pada fungsi pankreas (organ yang terletak di
belakang lambung). Gangguan tersebut bisa terjadi karena sistem kekebalan
salah dalam melawan ancaman yang membahayakan tubuh yaitu malah
menyerang dan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas sehingga
pankreas tidak mampu menghasilkan insulin dalam jumlah yang memadai
dan mengakibatkan kadar glukosa dapat meningkat tinggi.Hal ini dikenal
dengan diabetes tipe 1 atau penyakit autoimun diabetes. Penyakit DM juga
dapat disebabkan karena sel-sel tubuh kurang sensitif hingga tidak mampu.
Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh kelenjar pankreas.
Berfungsi membantu membantu tubuh menyerap glukosa dari aliran darah ke
sel tubuh agar kadar gula darah tetap terkontrol dan digunakan sebagai energi.
Sel dalam tubuh manusia membutuhkan glukosa agar dapat bekerja dengan
normal.Jika fungsi insulin terganggu, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan
mengolah glukosa. Akibatnya, glukosa menumpuk dalam darah sehingga
kadar gula darah bisa menjadi sangat tinggi.lagi merespon insulin, dikenal
dengan diabetes tipe 2 atau bisa juga terjadi karena keduanya.Diabetes
Melitus bisa terjadi pada orang dewasa dan anak-anak.
Diabetes merupakan kondisi kadar gula darah tubuh yang lebih tinggi
dari seharusnya akibat kekurangan insulin. Diabetes juvenile, atau disebut
juga diabetes melitus tipe I, merupakan diabetes melitus yang terjadi pada
anak-anak akibat pankreas (organ dalam tubuh yang menghasilkan insulin)
tidak menghasilkan insulin sebagaimana mestinya.Diabetes tipe 1 adalah
diabetes yang sering terjadi pada anak.Diabetes tipe satu juga dikenal dengan
diabetes juvenil atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM).
Para ahli juga menduga genetika atau keturunan berperan penting dalam
hal ini. Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah dan siapapun dapat
mengalaminya.Penyakit ini umumnya terjadi pada anak usia 7-12 tahun,
walaupun bisa terjadi pada usia berapapun, dari bayi sampai orang
dewasa.Tak hanya itu, anak dengan diabetes tipe 1 juga sangat bergantung
pada insulin dari luar yang dimasukkan ke dalam tubuh setiap hari untuk
mengontrol kadar gula darahnya.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh
karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan
peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan
pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK)
Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674
data penyandang Diabetes Mellitustipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh
melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter
anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes
Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes MellitusAnak dan
Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga
kerjasama dengan perawat edukator National University HospitalSingapura
untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang
menjalani pengobatannya di Singapura.Data lain dari sebuah penelitian unit
kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruhwilayah Indonesia pada awal
Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitususia anak-
anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu
Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam
beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes
Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh duaanak
diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe 2.(Pulungan, 2010).
B. Epidemiologi
Angka kejadian diabetes di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak
(pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari setiap 350 anak (pada usia 18
tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa
awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan perempuan sama
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark
serta Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000
penduduk. Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun,
di Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100 ribu
penduduk/tahun (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data
registri nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi
Anak PP IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah sekitar 200-an anak dengan
DM pada tahun 2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun 2011. Sangat
dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan
anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis
diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1 yang dilaporkan. Data
anak dengan DM di Subbagian endokrinologi anak IKA FK UNS/RSUD Dr.
Moewardi Surakarta tahun 2008-2010 adalah sebanyak 11 penderita
DM dengan rincian 4 meninggal karena KAD (semuanya DM tipe 1).
Sedangkan 6 anak yang hidup sebagai penderita DM terdiri dari 3 anak DM
tipe 1 serta 4 anak DM tipe 2.

C. Etiologi Juvenile Diabetes


Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar
glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya
penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada
individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan
penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu
insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan).Virus
penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus
B4.Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Adanya respon autoimmuneyang merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jringan tersebutr yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing ,yaitu autoantibody terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.

D. Patofisiologi
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh
darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta
dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak
terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B
merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin
membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam
bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau
agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel
B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula
yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa
yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan
kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan
glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau
langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi
beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi
glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan
reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua
untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat
segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam
hati.
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.Pada Diabetes tipe I terdapat
ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel
beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan
hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen
vaskular yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan
meningkatkan konsentrasi dalam darah.Terjadinya hiperglikemi akan
menyebabkan osmotik diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan
cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke
ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang
hilang melalui urine (polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan
muncul gejala Polydipsia (kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan
potasium dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya
glukosa yang mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation”
(kekurangan makanan atau kelaparan) sehingga menimbulkan gejala
polyphagia,Fentigue dan berat badan menurun. Dengan adanya peningkatan
glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus karena
melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine yang disebut
glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya
berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat
mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang
menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang
dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang
mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas
dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi
virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang
merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets
of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

E. Manifestasi Klinis
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (
diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya
datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas
penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
1. Hiperglikemia( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
2. Poliuria
3. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1
pada anak.
4. Polidipsia
5. Poliphagia
6. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
7. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
8. Ketonemia dan ketonuria
9. Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
10. Mata kabur
11. Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
12. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis.Fase
ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan.Keadaan akut penyakit
ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1.Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak
disesuaikan.Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan
hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan.Pada fase ini perlu
observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau
keadaan penyakitnya.Fase ini berlangsung selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan.Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau
orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
5. Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan.Pada fase ini
terjadi kekurangan insulin endogen.

F. Komplikasi Juvenile Diabetes


Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak
menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi
ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
1. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
a. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa
darah kurang dari 80 mg/dl.Hipoglikemi sering membuat anak
emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan
kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan
proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat
anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita
terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
b. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu
tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang
sering timbul adalah:
1) Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan
yang besar)
2) Minum banyak, kencing banyak
3) Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi
cepat dan dalam, serta berbau aseton
4) Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan
penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
2. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah
tahun ke-5)berupa :
a. Mikroangiopati :retinopati, nefropati, neuropati.Nefropati diabetik
dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
b. Makroangiopati: gangren, infark miokardium, dan angina.
c. Komplikasi lainnya
1) Gangguan pertumbuhan dan pubertas
2) Katarak
3) Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
4) Hepatomegali

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit :
a. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
c. Fosfor : lebih sering menurun
6. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
7. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
9. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe
1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody .( autoantibody)
10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.

H. Penatalaksanaan Medis
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan
jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut
dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin.
Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan
dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90- >160/95
95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang
mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak
insulin.Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki
keseimbangan asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya
secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin
dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status
metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai
dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya,
yaitu diusahakan supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah
serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun
oleh lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk
mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin.Maka seumur hidupnya pasien harus
mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi.
Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
a. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau
mendekati normal.
b. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada
diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan
diet (perencanaan makanan).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.Glukosa terutama
bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa
menaikan glukosa.Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada
saat makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan
membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin
turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke
darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang
normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan
sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya
jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah
kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau
suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv).Ada pula yang dipakai
secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem
tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja
insulin tersebut, yakni :
a. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
b. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
c. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
d. Mixed Insulin
e. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
f. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Insulin yang Tersedia di Indonesia


Tipe Insulin Mulai Puncak Lama
Kerja Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Rapid Acting)Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
Short-Acting (Soluble, Neutral) 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
Intermediate-Acting (Isophane) 1-2 hr 4-8 hr 16-24
Insulatard, Humulin N, NPH hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based) 1-3 hr 4-12 hr 16-24
Monotard, Humulin Lente, Humulin hr
Zn
Very Long Acting Insulin 2-4 hr 4-24hr 24-36
Insulin Glargine (Lantus) (nopeak) hr
Insulin Detemir (Levemir)
Mixed Insulin (Short + 30 min 2-8 hr 24 hr
Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin
30/70
Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien
diabetes.Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe)
yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk
menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan.Insulin dipompakan
melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping
yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan perut
pasien.Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di
Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada
distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat
ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah
ini :
a. Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
b. Kadar glukosa darah sering tidak teratur
c. Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
d. Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
e. Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
f. Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa
insulin, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
a. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum
makan) untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan
untuk mengontrol kadar glukosa darah tubuh
b. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan
tersebut membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
c. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin
untuk meminimalisir kerusakan.
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10
tahun terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa
penggunaan terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan
pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi diabetes secara efektif. Studi
ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
a. Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
b. Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
c. Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling
menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang
dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau
rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis
prandial “bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
a. Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
b. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
c. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
d. Mengurangi variasi kadar glukosa darah
e. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes
Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :
a. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula
secara teratur
b. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
c. Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan
diabetic ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan
pompa dalam jangka waktu yang lama.Di Indonesia sendiri, insiden
diabetes melitus tipe 1 sangat jarang.Walaupun alatnya sudah ada di
Indonesia, akan tetapi harganya relatif mahal.
2. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu :
a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
b. Protein sebanyak 10 – 15 %
c. Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal =
(TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
a. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
b. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
c. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
d. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg
BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk
pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan
kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas
dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
a. Makanan pagi sebanyak 20%
b. Makanan siang sebanyak 30%
c. Makanan sore sebanyak 25%
d. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki
biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit
dan olah raga berat jogging.
4. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih
baik.Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes.

I. Pathway
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitasi
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi
minum dan berkemih Peningkatan nafsu makan, penururan
tingkat kesadaran, perubahan perilaku.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum
obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus
coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang
menderita diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat
kehamilan dapat mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes
melitus.
2) Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes
melitus.
3) Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
4) Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1) Usia
2) Tingkat perkembangan
3) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
4) Koping
5) Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
6) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus
otot menurun.Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya
aktivitas.Letargi / disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia.Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk,
lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan
memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam
(RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah
meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Kenyamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare.
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat).Abdomen keras,
bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
3. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
m osm/l.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan diuresis meningkat, hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi.
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan ditandai dengan anoreksia, mual, muntah, abnominal pain,
gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress,
epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi tentang upaya memepertahankan/melindungi inntegrasi
jaringan adanya luka ( trauma )
e. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang
proses penyakit
3. Intervensi dan luaran
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24jam
Intervensi :
Obsevasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kulitas,
intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
2) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Terapeutik
1) Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2) Kontrol lingkungan yang memeperrberat rasa nyeri(mislanya
suhu, ruangan pencahayaan kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan diuresis meningkat, hiperglikemia, diare, m untah, poliuria,
evaporasi.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Intervensi :
Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2) Monitor intake dan output
Terapeutik
1) Hitung kebutuhahan caiaran
2) Berikan asupan cairan oral
Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
Kolaborasi pemeberian cairan intravena
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
ditandai dengan anoreksia, mual, muntah, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin,
cortisol, GH atau karena proses luka.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Monitor berat badan
4) Monitor asupan makanan
5) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Terapeutik\
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Lakukan oral hygiene sebelum makan
Edukasi
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi tentang upaya memepertahankan/melindungi inntegrasi jaringan
adanya luka ( trauma )
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Intervensi ;
Observasi
Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga kulit
terapeutik
1) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
2) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
3) Hindari produk berbahan dasar pada kuli tkering
Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab (misalnya lotion)
2) Anjurkan air yang cukup
3) Anjurkan mingkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
e. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang proses
penyakit
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi
Observasi
1) Identifikasi saat tingjkatansietasberubah
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
1) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkin
2) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
3) Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh
perhatian
4) Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
5) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
3) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antisietas,jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and
adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing
countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam:
Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).
Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman
B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto
2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada
tanggal 1 Maret 2015)

Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai