Oleh:
DIAN WULANDARI
0910480046
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi antara tanaman dan serangga terjadi secara komplek dan berlangsung
sangat lama dan terus-menerus. Tanaman mengembangkan sistem pertahanan diri
terhadap serangan serangga, sementara serangga berupaya untuk mengembangkan
sistem adaptasi untuk dapat mengatasi sistem pertahanan tanaman. Fenomena adanya
interaksi antara tanaman dengan serangga herbivor telah lama diketahui, diantaranya
adalah ditemukannya tanaman yang resisten diantara tanaman-tanaman yang
dibudidayakan, sehingga tanaman tersebut memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan tanaman lainnya yang sejenis. Berbagai teori tentang resistensi
tanaman ini kemudian dikembangkan dan dibuktikan dengan penelitian yang
menunjukkan bahwa tanaman mempunyai suatu mekanisme pertahanan. Mekanisme
pertahanan tanaman merupakan sebuah manifestasi respon tanaman terhadap serangan
serangga herbivor untuk menghindari atau mengurangi kerusakan yang
ditimbulkannya.
Ketahanan tanaman inang terhadap hama, dapat bersifat genetik, yaitu sifat
tahan yang diatur oleh sifat-sifat genetik yang dapat diwariskan, morfologi, yaitu sifat
tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak menguntungkan hama,
dan ekologi, yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh pengaruh faktor
lingkungan. Ketahanan morfologi misalnya bentuk fisik dan struktur jaringan tanaman
yang mempengaruhi penggunaannya sebagai inang oleh serangga, seperti ketebalan
dinding sel, adanya lapisan lilin, adanya bulu (trichom) pada permukaan tanaman dan
sebagainya. Untuk mengetahui hubungan factor fisik tanaman, dilakukan percobaan
dengan menggunakan daun dan polong kedelai yang memiliki trichom untuk dilihat
pengaruhnya terhadap serangan penghisap polong kedelai Riptortus linearis.
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum hubungan factor fisik tanaman dengan perkembangan hama
dan preferensinya pada tanaman inang adalah:
- Mengetahui pengaruh factor fisik tanaman (trichom pada daun dan polong kedelai)
terhadap perkembangan hama Riptortus linearis.
- Mengetahui pengaruh factor fisik tanaman (trichom pada daun dan polong kedelai)
sebagai mekanisme pertahanan tanaman terhadap serangan hama Riptortus
linearis.
- Mengetahui pengaruh factor fisik tanaman terhadap tingkat kerusakan yang
ditumbulkan oleh hama Riptortus linearis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hama ini sering dikenal dengan sebutan kepik penghisap polong kedelai karena
hama ini menyerang polong kedelai. Menurut Anonymous (2010) dalam Wahyu
(2010), klasifikasi kepik penghisap polong kedelai ini adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Coreoidea
Genus : Riptortus
Spesies : Riptortus linearis
Siklus hidup R. linearis meliputi stadium telur, nimfa yang terdiri atas lima instar,
dan stadium imago. Imago (Gambar 1a) berbadan panjang dan berwarna kuning
kecokelatan dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya (Tengkano dan
Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005). Imago datang pertama kali di
pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga dengan meletakkan telur satu per
satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor imago betina mampu bertelur
hingga 70 butir selama 4– 47 hari. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari
bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping dengan panjang 11– 13 mm dan betina
agak gemuk dengan panjang 13–14 mm.
Telur R. linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, ratarata
berdiameter 1,20 mm. Telur berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi
cokelat suram (Gambar 1b). Setelah 6–7 hari, telur menetas dan membentuk nimfa
instar I selama 3 hari (Gambar 1c). Pada stadium nimfa, R. linearis berganti kulit
(moulting) lima kali. Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna, ukuran,
dan umur. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II 4,20 mm,
instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali 1976
dalam Prayogo dan Suharsono, 2005). Nimfa maupun imago mampu menyebabkan
kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong
dengan menusukkan stiletnya. Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi,
bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji
dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan Turnipseed 1974
dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
Gambar 1. Hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis; (a) imago, (b) telur, (c)
nimfa instar I, dan (d) nimfa instar V (Prayogo dan Tengkano 2003, tidak diterbitkan
dalam Prayogo dan Suharsono, 2003).
1.3. Gejala Serangan Riptortus linearis
Kepik menyerang dengan cara menghisap polong sehingga menjadi kosong atau
kempis (biji tidak terbentuk) dan polong muda akan gugur. Sedangkan polong tua yg
diserang kepik ini menyebabkan biji keriput dan berbintik-bintik kecil berwarna
hitam, selanjutnya biji tersebut akan membusuk (Puput, 2007).
Hama ini menyerang polong dan menghisap isinya. apabila polong yang
diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka
akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. pemberantasan kepik polong
sama dengan penggerek polong. Oleh karena itu, pemberantasan penggerek polong
berarti juga pemberantasan kepik. Pada polong muda menyebabkan biji kempis dan
kadang-kadang polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong
menyebabkan biji dan polong kempis, kemudian mengering. Serangan yang terjadi
pada fase pengisian biji menyebabkan biji busuk dan menghitam. Serangan polong tua
menyebabkan adanya bintik hitam pada biji. Imago mulai datang di pertanaman sejak
pembentukan bunga, Akibat serangannya menyebahkan biji dan polong kempis,
polong gugur, biji menjadi busuk, berwarna hitam; kulit biji keriput, dan adanya
bercak coklat pada kulit biji. Periode kritis tanaman terhadap serangan pengisap
polong adalah stadia pengisian biji (Anonymous, 2011).
BAB III
METODOLOGI
a. Diagram alir
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan semua alat dan
bahan yang diperlukan. Setelah alat dan bahan siap selanjutnya memberikan
perlakuan terhadap daun dan polong kedelai, yaitu dengan membersihkan trichom
atau bulu-bulu halus yang ada pada permukaan daun dan polong kedelai. Perlakuan
ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat serangan hama pada daun dan
polong yang mengandung trichom dengan polong dan daun yang tidak
mengandung trichom.
Setelah daun dan polong siap, kemudian daun dan polong dimasukkan ke
dalam gelas plastic sesuai dengan perlakuan masing-masing, kemudian Rr.linearis
dimasukkan ke dalam gelas dan ditutup dengan kain kassa. Selanjutnya dibiarkan
selama 24 jam untuk membiarkan hama melakukan serangan terhadap daun dan
polong kedelai.
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat dilihat bahwa terdapat
hubungan antara factor fisik tanaman (dalam hal ini ada dan tidaknya trichom pada
daun dan polong kedelai) terhadap tingkat serangan hama Riptortus linearis. Hal ini
dapat dilihat bahwa pada daun dan polong yang bertrichom, jumlah tusukan yang
dihasilkan oleh R.linearis lebih sedikit jika dibandingkan dengan daun dan polong
yang telah dihilangkan trichomnya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya trichom baik
pada daun maupun pada polong dapat membantu mengurangi kerusakan akibat
serangan R.linearis. Dengan kata lain, ada suatu mekanisme ketahanan secara
morfologi oleh tanaman dengan adanya trichom atau bulu-bulu halus pada permukaan
daun dan polong, dan ketika trichom tersebut hilang, maka kerusakan yang
ditimbulkan oleh R.linearis menjadi lebih besar karena hilangnya mekanisme
ketahanan tanaman secara morfologi atau secara fisik.
Sodiq (2009) dalam Setiyawati (2011) menyatakan bahwa terdapat kolerasi
antara serangga hama dengan jumlah bulu (trichome) pada permukaan daun, luas
daun, kandungan cairan pada daun dan diameter batang. Disamping itu, jumlah bulu
pada daun mempengaruhi populasi telur yang diletakkan, semakin jarang atau sedikit
trichom, maka populasi telur semakin tinggi (Marwoto, 1983 dalam Setiyawati, 2011).
Dari hasil praktikum hubungan factor fisik tanaman dengan perkembangan hama dan
preferensinya terhadap tanaman inang dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
- Terdapat hubungan antara factor fisik tanaman dengan tingkat kerusakan yang
ditimbulkan akibat serangan hama.
- Factor fisik tanaman (dalam hal ini trichom pada daun dan polong kedelai) dapat
menjadi suatu mekanisme ketahanan secara morfologi atau secara fisik untuk
mengurangi kerusakan akibat serangan hama Riptortus linearis.
- Dari hasil praktikum didapatkan hasil jumlah tusukan Riptortus linearis pada daun dan
polong yang bertrichom lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah tusukan
Riptortus linearis pada daun dan polong yang sudah dihilangkan trichomnya. Hal ini
menunjukkan bahwa trichom merupakan salah satu mekanisme ketahanan yang
dimiliki oleh tanaman kedelai.
DAFTAR PUSTAKA
Setiyawati, Anggraini Dian. 2011. Kepekaan Tanaman Kedelai (Glycine max L, Merr)
Terhadap Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn). Skripsi. Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan teknologi, UIN Maliki Malik Ibrahim, Malang.