Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

ANALISIS

PERBANDINGAN POLA KEPEMIMPINAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB


DAN USMAN BIN AFFAN

A. Pola Kepemimpinan Umar bin Khattab


Jabatan khalifah bukan sekedar persoalan institusi keagamaan. Istilah Amirul
mukminin (pemimpin orang yang beriman), menyiratkan bahwa sang khalifah
mempunyai otoritas politik terhadap kekuasaannya. Seorang khalifah selain harus
mempunyai ilmu agama yang mumpuni juga diwajibkan mempunyai jiwa
kepemimpinan. 1
Berikut beberapa pola kepemimpinan yang diterapkan oleh Umar.
1. Pola Kharismatik
Sebagai seorang pemimipin, Umar adalah seorang pemimipin yang
kharismatik. 2 Tipe pemimpin ini memiliki daya tarik tersendiri sehingga banyak
diikuti oleh orang lain. Tidak sedikit dari mereka terpesona akan daya pikat yang
ditawarkan pemimpin tersebut dengan tanpa memiliki alasan. 3 Kharisma yang
dimiliki Umar, mampu meminimalisir gerakan separatis yang dilakukan pada masa
sebelumnya.
Umar dikenal sebagai orang yang tegas, keras baik untuk dirinya maupun
bawahannya. Umar berhasil menciptakan stabilitas politik dalam negerinya, sehingga
ia leluasa untuk memperluas wilayah kekuasaannya dan akan berlaku tegas terhadap
para pemberontak.4
Wibawa Umar diakui bukan hanya pada kalangan manusia saja, tetapi semua
mahluk hidup juga menakuti Umar karena kewibawaannya. 5 Umar dengan
konsistensinya dalam beribadah dan karakteristik Umar yang lugas serta tegas

1
Philip K. Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm: 231
2
Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Depok: Rajagrafindo
Persada, 2014), hlm: 222.
3
Laela Sakinah, Pengertian, Teori dan Tipe Kepemimpinan, http://laela-sakinah.blogspot.co.id
diunduh pada tanggal 20 Februari 2018 pukul 13.00 WIB
4
Mustafa Murad, Kisah Hidup Utsman bin Affan, (Jakarta: Zaman, 2009), hlm: 25
5
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Umar bin Khattab, Op. Cit., hlm: 98
membuat siapapun akan merasa hormat dan takdzim kepadanya. Seperti beberapa
perempuan yang sedang berbincang dengan Nabi langsung terdiam ketika mendengar
suara Umar.
2. Pola Otokratik
Dalam kasus yang lain, Umar juga menerapkan sistem otokratik. Sistem ini
membebankan segala bentuk kebijakan pada dirinya tanpa melibatkan bawahannya.
Hal ini dilakukan Umar ketika ia beserta Aslam, budak Umar melakukan patroli pada
malam hari menuju Harrah Waqim. Umar mendapati sebuah keluarga yang
kelaparan, lantas Umar mengambil tindakan spontanitas tanpa bermusyawarah
dengan pejabatnya dan melarang Aslam untuk mencampuri urusan tersebut. Umar
mengambil sekarung gandum dan sekotak lemak dari penyimpanannya, kemudian
diserahkan kepada keluarga tersebut. Menurut Umar, hal tersebut menyangkut
tanggung jawab seorang pemimipin terhadap rakyatnya yang kelak akan
dipertaruhkan di hadapan Allah SWT.6
Kemudian sifat otokratik Umar ditunjukan dengan tindakan beraninya untuk
memakzulkan Khalid bin Walid dari jabatan panglima menjadi penasehat perang.
Khalid bin Walid adalah panglima besar umat Islam yang jasanya tak diragukan lagi.
Namun Umar tetap pada pendiriannya walaupun kontroversi itu ada. Langkah ini
diambil imbas dari kelalaian Khalid bin Walid yang secara sembrono menyerahkan
harta rampasan perang tidak sesuai dengan yang Umar perintahkan. 7
Imam Bukhari meriwayatkan dalam tarikhnya, dan juga ulama lainnya, dari jalur
Ulay bin Ar-Rabah, dari Nasyirah bin Sumai Al-Yadzani, dia berkata, “Aku
mendengar Umar meminta maaf kepada orang-orang yang berada di wilayah Al-
Jabiyah atas kebijakannya memakzulkan Khalid bin Walid. Umar berkata, Aku
memerintahkannya untuk mengirimkan harta rampasan perang kepada kaum fakir
miskin kaum Muhajirin namun dia memberikannya kepada orang yang kuat dan
pintar berbicara, karena itulah aku mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah.”8
Walaupun sudah tidak menjabat sebagai panglima, tetapi tidak merubah
sedikitpun kesetiaan Khalid terhadap pimpinan. Ia tetap ikut bertempur di bawah
pimpinan panglima Amr bin ‘Ash dengan gigih dan tanpa cacat sampai akhir

6
Al-jazari, Op. Cit., hlm: 454-455, lihat Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Umar bin Khattab,
(Jakarta: Ummul Qura, 2017), hlm : 263
7
Abu Ihsan Al –Atsari, Op. Cit., hlm: 240
8
Ibid.,hlm: 240.
hayatnya. Sikap yang ditunjukan oleh Khalid adalah sebuah pembuktian atas tuduhan
yang menimpa dirinya.9
Penyebab utama dari pencopotan Khalid adalah kekhawatiran Umar adanya
pengkultusan umat terhadap Khalid bin Walid. Hal ini yang ditakutkan terjadi fitnah
yang terlalu mengagungkan Khalid sehingga lupa bahwa Allah yang berkuasa atas
segalanya. 10
3. Pola Demokratik
Prinsip-prinsip demokrasi sebenarnya telah tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an,
sebagaimana yang disebutkan dalam Surat Asy-Syura ayat 38 dan Ali Imran ayat 159:
 
 
  
  
 

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan


mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada
mereka.”11
  
   
    
    
 
159. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

9
Pada tahun 17 H/ 638 M, Khalid menyerahkan harta rampasan tidak sesuai dengan yang
diperintahkan oleh Umar. Umar memerintahkan Khalid untuk membagikan harta rampasan untuk orang-orang
miskin, namun Khalid memberikannya kepada orang yang kuat.Lihat Al-Jazari, Al-Kamil fi Al-Tarikh, jilid
II,hlm: 380-381, lihat juga Shaleh A. Nahdi, Lintasan Sejarah Islam, hlm: 29. Lihat juga Ali Muhammad Ash-
Shalabi, Biografi Umar bin Khattab, hlm: 542-544.
10
Abu Ihsan Al –Atsari, Op. Cit., hlm: 253
11
Maulana Muhamad Ali, Early Caliphate (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2007), hlm: 142
Seperti yang tertera dalam ayat tersebut bahwa salah satu pokok dari demokrasi
adalah musyawarah. 12 Di antara kaidah negara Islam adalah keniscayaan musyawarah
di antara para pemimpin negara dengan rakyat dalam melaksanakan undang-undang
pemerintahan dengan jalan syura. 13 Sebagaimana yang dilakukan Nabi ketika
memutuskan hal-hal yang penting tentu dengan bermusyawarah. Kemudian
dilanjutkan oleh para sahabat. Seperti yang dilakukan ketika pemilihan Abu Bakar.
Selanjutnya menjadi bahan acuan oleh Umar untuk menjalankan roda
pemerintahannya. 14
Umar menerapkan sistem demokratik melalui pengangkatan dan
pemberhentian gubernurnya. Umar harus mengangkat gubernur terbaik dan kompeten
untuk memimpin rakyat yang jauh dari jangkauannya. Kemudian Umar melakukan
pengawasan terhadap gubernur tersebut. Umar akan mengapresiasi para gubernur yang
berprestasi dan sebaliknya Umar akan memberi sanksi bahkan memberhentikan
gubernur yang bermasalah. 15
Umar bermusyawarah bersama kaum muslimin, kemudian mengumpulkan para
sahabat, dan para pembuat opini di antara mereka. Umar melontarkan masalah kepada
peserta yang hadir untuk merumuskan solusi terbaik. Umar akan melaksanakan hasil
musyawarah tersebut.16
Prinsip syura pada Umar diterapkan dalam banyak bidang. Umar membentuk
dua lembaga konsultatif. Pertama adalah untuk umum yang membahas masalah-
masalah publik, dan yang kedua adalah khusus yang membahas persoalan pribadi
seperti pengaduan-pengaduan dari rakyatnya. 17
Seperti dalam proses pemilihan Utsman, Umar membentuk majlis syura.
Mereka adalah terdiri dari enam sahabat, yakni: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash dan

12
Makna syura adalah sebuah cara untuk mencapai mufakat dalam mencari jawaban atas persoalan
dengan merundingkannya bersama orang lain (Yusuf Qardhawi, Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an
dan Sunnah (Jakarta: Citra Islami Press: 1997)
13
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op. Cit., hlm: 135
14
Maulana Muhamad Ali, Op. Cit hlm: 142.
15
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op. Cit., hlm:130
16
Ibid., hlm: 135.
17
Maulana Muhamad Ali, Op. Cit., hlm: 143.
Abdurrahman bin ‘Auf. Kemudian Umar mempercayakan urusan pergantian khalifah
terhadap dewan syura tersebut.18
Alasan Umar untuk membuat dewan syuro, diantaranya:
a. Umar tidak melihat satu orang lebih menonjol diantara enam tokoh tersebut.19
b. Konflik kesukuan yang sempat terkubur dikalangan umat Islam, kemudian
muncul kembali setelah Umar wafat. Konflik antara Bani Hasyim dan Bani
Umayah kembali mencuat, mereka berambisi untuk menjadi khalifah
selanjutnya.20
c. Umar tidak menginginkan sebuah perpecahan di kalangan umat Islam sehingga
menimbulkan keraguan dalam dirinya. Oleh karena itu Umar menyerahkan urusan
ini kepada dewan syuro. 21
4. Pola Kemashlahatan Umat
Dalam pemerintahannya, Umar juga menerapkan prinsip pemerintahan yang
berbasis umat. Umar mewujudkan pola tersebut dalam menyejahterakan rakyatnya,
yakni dengan menghindarkan dari kelaparan, menjamin pekerjaan dan memberantas
kefakiran. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang mengatakan: Tasharruful imam
manuthun bimashlahatirra’iyyah. Maksud dari kaidah ini bahwa kebijakan
pemimpin itu harus sesuai dengan kemashlahatan rakyatnya. 22
Dalam pemerintahannya, Umar sangat memperhatikan skala prioritas yang
harus dipenuhi demi kesejahteraan rakyatnya. Di antara skala prioritas dalam
ekonomi Islam adalah sebagai berikut:

a. Hifzu ad-din adalah pemeliharan terhadap agama yang meliputi ideologi, dan
praktik ibadah lainnya.
b. Hifzu an-nafs adalah pemeliharaan terhadap jiwa yang meliputi kebutuhan
sandang, pangan, papan, kesehatan, fasilitas umum, lapangan kerja dan pelayanan
sosial.

18
Abu Ihsan Al –Atsari, Op. Cit., hlm: 437
19
Ibrahim Al-Quraibi, Op. Cit., hlm: 619
20
Murodi, Rekonsiliasi Politik Umat Islam (Jakarta: Kencana Prenada Meia Grup, 2011) hlm: 34
21
Ibid., hlm: 34
22
As-Suyuti, Op. Cit., hlm: 86, lihat Said Aqil Siradj, Islam Kebangsaan Fiqih Demokratik Kaum
Santri, (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999), hlm: 65
c. Hifzu al-aql adalah pemeliharaan terhadap akal yang meliputi pendidikan, riset,
pengalaman dan meditasi.
d. Hifzu an-nasl adalah pemeliharan terhadap keturunan yang meliputi lembaga
perkawinan, pelayanan anak, dan pemeliharaan anak yatim.
e. Hifzu al-mal adalah pemeliharaan terhadap harta meliputi keuangan, regulasi
pekerjaan, transaksi bisnis, penyadaran halal haram dan penegakan hukum yang
berkaitan dengan harta.23
Dari skala prioritas di atas, Umar menjamin rakyatnya melalui beberapa
kebijakan. Sebagai bentuk komitmen dalam mewujudkan pemerintahan yang berbasis
umat, Umar mencurahkan segala kemampuannya untuk perekonomian Islam, sehingga
dalam mengelola pasar, Umar benar-benar meletakkan kemashlahatan rakyat di atas
segalanya. Hal ini diwujudkan dengan dibentuknya lembaga pengawasan pasar (al-
hisbah), yang bertujuan untuk terjalinnya integritas antara pemimpin dan rakyatnya.
Seorang muhtasib (pengawas) bertugas untuk menyelesaikan persoalan publik, tindak
pidana yang membutuhkan penanganan secara cepat, sistem pasar, amar ma’ruf nahi
munkar, menjaga perilaku, sikap dan etika, serta mengawasi pelaksanaan syara’,
pelaksanaan system pasar, mengawasi takaran dan timbangan dari kecurangan dan
menyiksa orang yang bermain-main dengan syari’ah.24
B. Pola Kepemimpinan Utsman bin Affan
Sepeninggal Umar, umat Islam berada dalam keadaan yang makmur. Umar
berhasil menciptakan stabilitas politik dalam negerinya, sehingga ia leluasa untuk
memperluas wilayah kekuasaannya. Setelah itu tampuk kekhalifahan diserahkan kepada
Utsman bin Affan. Ia meneruskan garis politik Umar, seperti melakukan perluasan
wilayah baru dan mempertahankan pejabat peninggalan Umar.25
Berikut beberapa pola kepemimpinan yang diterapkan oleh Utsman.
1. Pola Demokratik
Dalam pelaksanaannya, sistem demokrasi yang Utsman laksanakan persis
seperti yang dulu Umar contohkan. Bentuk kongkrit dari sistem demokrasi yang
Utsman laksanakan tercermin pada beberapa kebijakannya, seperti pembentukan

23
Murodi,Op. Cit.,hlm: 20
24
Ibid., hlm: 6
25
Mustafa Murad, Op. Cit.,hlm: 52
lembaga permusyawaratan untuk mengumpulkan para sahabat Muhajirin dan Anshar.
Adapun dalam kenyataannya, musyawarah dilakukan atas hampir segala hal,
meliputi strategi perang, pengumpulan Al-Qur’an, kebijakan dalam meredam fitnah,
peradilan dan situasi dan kondisi lainnya. 26
Utsman nampaknya tidak mau mengambil banyak resiko pada awal
pemerintahannya, Utsman hanya melanjutkan apa yang telah Umar lakukan pada
masa sebelumnya. Hal ini terlihat dalam pidatonya, Utsman menegaskan akan tetap
mempertahankan apa yang telah ditinggalkan Umar. Sebagai bentuk komitmen dari
ucapan tersebut, ia tetap mempertahankan para pejabat yang menjabat pada masa
Umar. Walau pada akhirnya ia menggantinya dengan beberapa kerabatnya. Utsman
melakukannya ketika ia yakin situasi masyarakat sudah kondusif. 27
Sementara itu dalam mengahadapi beberapa kasus, Utsman menggunakan
ijtihadnya dalam memutuskan keputusan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan
Sunnah, seperti pada proses penyeragaman bacaan Al-Qur’an. Utsman melakukan
hal demikian dengan mempertimbangkan kemashlahatan umat yang lebih besar,
karena bisa saja konflik akan terjadi hanya karena berbeda dalam cara membaca Al-
Qur’an, bahkan akan menimbulkan pertumpahan darah antar sesama muslim, jika
Utsman tidak segera mengatasi permasalahan tersebut.
2. Pola Kendali Bebas ( Laisez Faire)
Pada paruh kedua kekuasaannya, Utsman menerapkan pola kepemimpinan
kendali bebas. Pola kepemimpinan kendali bebas adalah pemimpin yang lebih
memberi kebebasan seluas-luasnya terhadap bawahannya, namun pemimpin seperti
ini adalah pemimpin yang pasif dan lari dari tanggung jawab. Menurutnya biarkan
organisasi berjalan dengan apa adanya.28 Utsman tidak mampu menolak desakan dari
keluarganya, sehingga nampak jelas dominasi keluarga sering mempengaruhi setiap
keputusan yang diambil oleh Utsman. Seperti keputusannya mencopot hampir semua
pejabat pada era Umar, kemudian digantikan dengan pejabat yang terbilang masih

26
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op. Cit., hlm: 126
27
Muhamad Husain Haikal, Op. Cit., hlm: 53
28
Laela Sakinah, Pengertian, Teori dan Tipe Kepemimpinan, http://laela-sakinah.blogspot.co.id
diunduh pada tanggal 20 Februari 2018 pukul 13.00 WIB
kerabat dekatnya. Hal ini menimbulkan kekecewaan, ketidakpuasan dan kemarahan
masyarakat.29
Kebijakan Utsman menyerahkan jabatan terhadap Bani Umayah untuk
menangani hal-hal penting adalah indikasi adanya praktik monarki dalam khilafah
Islam. Cara seperti ini bertolak belakang dengan nilai-nilai Islam dan semakin
memantapkan kebiasaan kesukuan maupun menandai peralihan kekhalifahan secara
turun temurun.30
Kendali yang dijalankan oleh Bani Umayah semakin jelas terlihat ketika
Utsman secara berani merubah kebijakan yang selama ini ia jalankan. Hal ini terjadi
ketika pemerintahan Utsman memasuki paroh waktu yang kedua. Seperti dalam
pengelolaan Bait Al-Mal, pada enam tahun pertamanya, Utsman menjalankan seperti
yang dilakukan Umar, yakni prinsip keutamaan. Namun memasuki enam tahun
berikutnya Utsman merubah sistem pendistribusian Bait Al-Mal kembali kepada
sistem yang diterapkan oleh Abu Bakar, yakni sistem sama rata. Pada akhir
kepemimpinannya tidak terjadi perubahan ekonomi yang signifikan. Justru terjadi
pergolakan politik yang sangat besar yang berakhir dengan terbunuhnya sang
khalifah. Hal ini disebabkan kebijakan-kebijakan Utsman yang dianggap
menguntungkan keluarganya. Banyak dari keluarga khalifah dijadikan pejabat dan
mengambil tanah-tanah untuk kepentingan pribadinya. 31 Akibat dari pola
kepemimpinan kendali bebas tersebut, menimbulkan pola pemerintahan yang
nepotisme32 sehingga Utsman tidak punya kendali terhadap kepemimpinannya,
Utsman layaknya seperti boneka dari keluarganya.
Menurut Nur Khalis Majid, Utsman dalam kepemimpinannya dinilai lemah.
Utsman tidak mampu menolak desakan dari kelompok tertentu dari keluarganya
(Bani Umayah). Oleh karenanya, mulai bermunculan berbagai tuduhan dialamatkan
kepadanya sebagai pihak yang bertindak kurang adil dan nepotisme. Hampir semua

29
Murodi, Op. Cit., hlm: 22.
30
Rasul Ja’fariyah, Op. Cit., hlm: 212
31
M. Sulaiman Jajuli, Op. Cit., hlm: 38
32
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah nepotisme adalah suatu perilaku yang
memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat. www.kbbionline.com diunduh pada tanggal
30 Januari 2018 pukul 23.00 WIB
ahli sejarah memberikan stigma negatif atas enam tahun terakhir masa pemerintahan
Utsman.33
3. Pola Kemashlahatan Umat
Pada hakikatnya, pemerintahan Utsman juga melandaskan kebijakannya
kepada kepentingan umat. Perwujudan dari pola pemerintahan tersebut terlihat dalam
pengelolaan Bait Al-Mal. Utsman mencoba melakukan terobosan baru, yakni dengan
membagikan secara merata terhadap umat Islam. Walau hal ini berbeda dengan yang
dilakukan oleh Umar. Tidak dapat dipungkiri bahwa peninggalan Umar yang berupa
kekayaan dan departemen keuangan sangat makmur serta pendapatan negara
berlimpah ruah itu menimbulkan banyak pihak yang ingin memilikinya. Pendapatan
tersebut bersumber dari ghanimah, jizyaj, usr, zakat, dan pajak bumi.
Salah satu penadapatan terbesar dari subsidi Mesir yakni dari 20 ribu hingga
40 ribu dirham. Melalui kebijakannya, Utsman menggunakan uang tersebut untuk
kepentingan umum, seperti jalan, bendungan, jembatan, wisma tamu, pos militer,
pancuran air, dan masjid. Peternakan kuda dan unta dibuka dalam skala besar. 34
Selanjutnya Utsman menambahkan jumlah santunan bagi masyarakat, Utsman juga
menyediakan makanan di masjid-masjid diperuntukkan bagi orang-orang yang I’tikaf
dan para musafir yang singgah di masjid tersebut.35
4. Pola Psudeo-demokratik
Dalam kasus yang lain, pemerintahan Utsman menerapkan sistem psudeo-
demokratik. Tipe pemimpin seperti ini pandai untuk menutupi sifat otoriternya
dengan musyawarah. Seperti dalam pengambilan keputusan, mereka berpura-pura
untuk bermusyawarah dalam pengambilan keputusan padahal hanya untuk
memuluskan kepentingannya saja. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan
cenderung otoriter. Seperti yang dilakukan Utsman terhadap lembaga syura yang
dibuatnya. Utsman memiliki kuasa tertinggi terhadap lembaga tersebut. Dalam
pengambilan keputusan, Utsman sebagai penentu pendapat tersebut diterima atau
tidak,36 walaupun pendapat Utsman tidak sejalan dengan pendapat mayoritas umat.

33
Rusydi Sulaiman, Op.Cit, hlm: 236
34
Muhamad Ali, Op.Cit., hlm: 208
35
Khalid Muhamad Khalid, Op. Cit., hlm: 71
36
Dedi Supriyadi, Op. Cit.,hlm: 92.
Seperti dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh putera Umar terhadap para
pembunuh Umar. Menurut Ubaidillah putera Umar, pembunuhan Umar bukanlah
pembunuhan perseorangan, tetapi melibatkan kelompok di dalamnya. Abu Lu’luah
tidak sendirian dalam kasus tersebut, di belakangnya melibatkan Hurmuzan orang
Persia dan Jufainah orang Nasrani dari Hirrah. Tuduhan Ubaidilla ini didasari dengan
bukti yang kuat. Dari penuturan Abdurrahman bin Auf bahwaia melihat Hurmuzan
dan Jufainah memegang pisau yang digunakan oleh Abu Lu’lu untuk membunuh
Umar. Pendapat ini kemudian diperkuat oleh persaksian dari Abdurahman bin Abi
Bakr.37 Setelah pemakaman Umar bin Khattab, Ubaidillah putera Umar bergegas
menghunus pedangnya. Ia mendatangi dalang pembunuhan Umar, yang pertama
didatangi adalah Hurmuzan, kemudian Jufainah dan terakhir anak perempuan abu
Lu’lu semuanya dibunuh oleh Ubaidillah. 38
Umat Islam menuntut Ubaidillah untuk dihukum mati. Namun Utsman
mengabaikan permintaan tersebut. Utsman memberi dispensasi kepada Ubaidillah,
dan mengganti qisash dengan diyyat (uang ganti rugi). Utsman memilih berhadapan
dengan orang-orang yang memprotesnya.39

C.Perbandingan Pola Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan

Pada masa Abu Bakar, dasar-dasar kekhalifahan sebenarnya telah dibentuk.


Namun, pelembagaan atau institusionalisasi dibentuk pada masa Umar. Kemudian
dilanjutkan oleh Utsman. Dalam dua tahun masa jabatannya, Abu Bakar mampu
menciptakan kestabilan politik dalam negeri dan melakukan ekspansi ke berbagai
wilayah. Meski demikian, kepemimpinan negara belum mempunyai bentuk yang pasti. 40
Kemudian pada masa Umar, dibentuk administrasi yang baik, dengan meniru
administrasi dari Persia. 41
Negara-negara di sekitar Arab menerapkan sistem autokrasi. Iran (dulu Persia),
tidak pernah menerapkan sistem republik. Asia Kecil, pada zaman Romawi telah

37
Muhamad Husain Haikal, Op. Cit., hlm: 47
38
Az-Zuhri, Op. Cit.,160-170, lihat Ibrahim Al-Quraibi, Op. Cit.,hlm: 626
39
Rasul Ja’fariyah, Op. Cit., hlm:196
40
Maulana Shibli Nu’mani, Best of Umar bin Khattab, (Jakarta: Kaysa Media, 2015), hlm: 236
41
Badri Yatim, Op.Cit , hlm: 37
menganut sistem republik. Akan tetapi, Umar membentuk sebuah kepemimpinan yang
berbasis Umat. Salah satu pola kepemimpinan yang berasas keumatan ini adalah
terbentuknya dewan syura sebagai perwakilan suara rakyat.42
Di bawah ini akan dijelaskan letak persamaan pola pemerintahan yang diterapkan
oleh Umar dan Utsman.
1. Persamaan Pola Pemerintahan Umar bin Khatab dan Utsman bin Affan
Setelah Umar wafat, tampuk kepemimipinan dipegang oleh Utsman. Sama
halnya dengan Umar, Utsman menerapkan sistem musyawarah. Utsman
mengharuskan setiap gubernur untuk menghadiri pertemuan yang diadakan satu tahun
sekali. Pertemuan ini juga dihadiri oleh para rakyat. Mereka berhak menuntut
gubernurnya jika mereka merasa pernah didzalimi olehnya. 43
Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa pemerintahan Umar dan Utsman tidak
jauh berbeda. Persamaan ini terletak pada praktik pemerintahan yang mereka
laksanakan seperti khalifah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan pelaksana
kekuasaan eksekutif. Dalam kerjanya khalifah dibantu oleh para mentri. Untuk setiap
wilayah propinsi dipercayakan kepada seorang gubernur. Sementara itu lembaga
legislatif dipercayakan kepada dewan penasihat atau majelis syura. 44
Kesamaan berikutnya terlihat dari pembentukan Majelis syura pada masa
Utsman yang sebenarnya melanjutkan majelis yang sudah dibentuk pada masa Umar.
Utsman menempatkan beberapa sahabat senior sebagai anggotanya. Utsman
memanfaatkan mereka sebagai tempat untuk memusyawarahkan berbagai persoalan.
Majelis ini sebagai pengejawantahan dari sikap Utsman yang demokratis.
Dari pemaparan di atas, nampak jelas persamaan dari dua khalifah ini. Secara
garis besar, Umar dan Utsman menggunakan sistem pemerintahan yang demokratik,
otokratik dan kepemimpinan yang berlandaskan kemashlahatan umat.45
Selanjutnya selain mempunyai letak kesamaan, pola pemerintahan yang
diterapkan oleh Umar dan Utsman juga mempunyai titik perbedaan. Di bawah ini akan
dijelaskan letak perbedaan pola pemerintahan yang diterapkan oleh Umar dan Utsman

42
Maulana Shibli Nu’mani, Op.Cit, hlm: 238
43
Abu Hasan Al-Atsari, Op. Cit., hlm: 462
44
Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm: 92
45
Untuk lebih jelasnya lihat skema pada lampiran hlm: 80
2. Perbedaan Pola Pemerintahan Umar bin Khatab dan Utsman bin Affan
Perbedaan yang mencolok adalah dalam segi karakter keduanya. Perbedaan
karakter ini mempengaruhi sikap mereka terhadap rakyat. Umar dikenal sebagai orang
yang tegas, keras baik untuk dirinya maupun bawahannya. Berbanding terbalik dengan
Utsman yang memiliki perangai lembut, penyabar dan halus dalam bersikap.
Perbedaan ini kemudian mempengaruhi keputusan-keputusan yang mereka ambil.
Sifat lembut yang dimiliki oleh Utsman dikemudian hari menjadi bumerang dalam
perjalanan politiknya. Utsman memaafkan para pembangkang dengan harapan mereka
sadar. Namun, Utsman wafat di tangan para pemberontak.46
Perbedaan selanjutnya yakni dalam visi politik yang mereka pegang. Umar
dalam beberapa kasus menggunakan sistem demokratik. Seperti pengangkatan
khalifah selanjutnya yang melibatkan dewan syura. Namun Utsman, walaupun
menggunakan pola demokratik juga menggunakan pola pseudo-demokratik, seperti
dalam penanganan kasus pembunuhan yang dilakukan Ubaidillah bin Umar terhadap
para pembunuh Umar.
Selain daripada itu, mereka berbeda mengenai kebijakan penyebaran sahabat.
Pada masa Umar, para sahabat senior dan pemuka Quraisy dilarang keluar dari
Madinah kecuali melalui izin khalifah. Kebijakan ini didasarkan akan kekhawatiran
Umar jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu mereka juga akan sulit
untuk berkomunikasi. Sementara itu Utsman memberikan kebebasan untuk
meninggalkan Madinah. Namun kebijakan ini berakibat pada berkurangnya
kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap khalifah. Sehingga ketika terjadi
pemberontakan, Utsman seolah tidak mendapat dukungan dari sahabat, karena mereka
berada jauh dari Madinah. 47
Konsistensi Umar dalam menerapkan pola kepemimpinannya mampu
membawa Islam pada titik kejayaan. Umat Islam berada dalam keadaan yang makmur.
Umar berhasil menciptakan stabilitas politik dalam negerinya dengan membentuk
diwan-diwan dan perangkat negara, sehingga ia leluasa untuk memperluas wilayah

46
Ibid.,hlm: 52
47
Mustafa Murad, Op. Cit., hlm: 26
kekuasaannya. 48 Syiria, Baitul Maqdis, Mesir, Irak, Etiophia, dan masih banyak
wilayah-wilayah yang dapat ditaklukkan pada masa Umar. Bahkan prestasi ini
melebihi yang dicapai oleh Charlemagne atau juga Julius Cesar. 49 Hal ini
menunjukkan kejayaan Islam yang cemerlang. Selain di bidang militer, salah satu jasa
monumentalnya adalah menciptakan kalender hijriyah yang masih dipakai sampai
sekarang.50
Namun pemerintahan Umar bukan tanpa celah. Umar dibunuh oleh seorang
budak Persia. Hal ini didasarkan rasa sakit hati atas keberhasilan umat Islam dan sifat
keras dari Umar itu sendiri. Bahkan Nabi telah menyuruh umat Islam untuk berhati-
hati dan waspada ketika umat Islam telah berhasil menaklukan Persia dan Romawi. 51
Pembunuhan Umar dilakukan oleh Abu Lu’luah, ia adalah seorang budak dari
Mughirah bin Syu’bah. Ia dipekerjakan sebagai tukang pembuat alat penggilingan.
Setiap hari Mughirah menekankan pajak sebanyak 4 dirham kepadanya. Kemudian ia
melaporkan hal tersebut kepada Umar agar Mughirah meringankan beban tersebut.
Namun Umar menyarankan untuk berbuat baik kepada Mughirah. Abu Lu’luah
mendengar demikian merasa geram atas jawaban Umar. Padahal Umar berniat untuk
menemui Mughirah setelah itu. Abu Lu’luah pulang dengan perasaan marah dan
menganggap Umar telah melakukan tindakan yang tidak adil terhadap dirinya.
Kemudian pada waktu Shubuh, Abu Lu’luah berdiri di belakang Umar, ketika Umar
bertakbir, Abu Lu’luah menikamnya di pundak dan pinggang Umar. Umarpun
tersungkur.52
Sementara itu, pemerintahan Utsman berlangsung selama 12 tahun. Pada paruh
pertama, Utsman benar-benar menjalankan apa yang dilakukan oleh Umar bahkan
persis dengan pola pemerintahan Umar yang otokratik, demokratik, dan melandaskan
keputusannya pada kemashlahatan umat. Hal ini dilihat dari beberapa kebijakan yang
dilakukannya, seperti mempertahankan pejabat-pejabat pada masa Umar, melakukan
ekspansi wilayah, dan melakukan evaluasi setiap akhir tahun. 53

48
Ibid., hlm: 52
49
Michael Hart, Op. Cit., hlm: 266
50
Abu Ihsan Al –Atsari, Op. Cit., hlm: 213.
51
Khalid Muhamad Khalid, Op. Cit., hlm: 89
52
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op. Cit., hlm: 810
53
Abu Hasan Al-Atsari , Op. Cit., hlm: 462
Bukti keberhasilan Utsman tidak diragukan lagi. Karakter kepemimpinan
Utsman tertumpu pada pembangunan infrastruktur namun demikian tidak
menyampingkan perluasan wilayah. Selama menjadi khalifah, Utsman telah
melakukan ekspansi ke berbagai wilayah seperti Armenia, Cyprus, Rhodes, dan sisa-
sisa wilayah Persia, Transoxania dan Tabaristan. Selain itu, Utsman berjasa
membangun bendungan, jalan-jalan, jembatan dan memperluas masjid Nabi di
Madinah,54 penyusunan mushaf, pembentukan armada laut, dan pembangunan
bendungan untuk menangkal banjir.
Dalam perlakuan terhadap keluarganya, Umar dan Utsman memiliki
pandangan yang berbeda. Umar benar-benar mengawasi setiap tindakan yang
dilakukan anak-anak, isteri-isteri dan kerabat karibnya. Seperti dalam penggunaan
fasilitas umum, melarang mengambil manfaat karena kedekatan hubungan keluarga,
lebih mengutamakan Abdullah bin Zaid daripada Abdullah bin Umar dalam
pemberian, dan lain-lain. 55 Sementara itu, Utsman tidak mampu menolak desakan dari
kelompok tertentu dari keluarganya (Bani Umayah). Oleh karenanya, mulai
bermunculan berbagai tuduhan dialamatkan kepadanya sebagai pihak yang bertindak
kurang adil dan nepotisme. Hampir semua ahli sejarah memberikan stigma negatif atas
enam tahun terakhir Utsman.56
Pada paroh terakhir kekuasaannya terjadi pemberontakan terhadapnya.Pada
tahun 35 H/ 656 M, Usman dibunuh oleh golongan pemberontak. 57 Hal ini diakibatkan
oleh pola pemerintahan Utsman yang cenderung pada pola kepemimpinan kendali
bebas. Hematnya pemerintahan Utsman berada di bawah kendali Bani Umayah.
Keputusannya menyerahkan beberapa jabatan penting, dan harta Bait Al-Mal
kepada keluarganya memancing amarah umat Islam. Pada paroh kedua, Utsman
semakin menampakkan keberpihakan terhadap keluarganya, ia berusaha menguatkan
politis dan administrasi Bani Umayah. Ia memanifestasikan kebijakannya yang radikal
melalui merubah struktur politis di berbagai wilayah. Dalam beberapa inisiatifnya
mampu menarik empati Quraisy, untuk mempertahankan kedudukannya di mata

54
Badri yatim, Op.Cit, hlm: 38
55
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op. Cit., hlm: 190-192
56
Rusydi Sulaiman, Op.Cit, hlm: 236
57
Ibid., hlm: 38
Quraisy. Namun pada paroh akhir, tugasnya adalah untuk memperkuat Bani Umayah.
Hal ini membuat marah kaum Quraisy. 58 Seperti Walid bin Uqbah (keponakan
Utsman) yang ditempatkan di Kufah, menempatkan sepupunya, yakni Abdullah bin
Amir di Basrah dengan memecat Abu Musa Al-Asy’ari, memecat Amr bin Ash dan
menyerahkan Mesir kepada Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh, orang yang pernah
diasingkan oleh Nabi. Kemudian menempatkan kembali Muawiyah di Damaskus.
Melihat situasi demikian, Ali bin Abi Thalib menegur Utsman atas kesewenang-
wenangan Bani Umayah terhadap kekuasaannya, “Tidakkah kau ingin menghentikan
apa yang tengah dilakukan Bani Umayah terhadap harga diri dan harta kekayaan umat
Islam? Aku bersumpah jika salah satu pejabatmu menindas penduduk hingga
tenggelamnya matahari, kau akan turut menanggung dosanya.” 59
Konflik Islam pasca Nabi adalah konflik norma-norma Islam dengan kesukuan.
Kemenangan Quraisy dianggap sebagai kemenangan norma kesukuan. Namun pada
dua khalifah yang pertama, kemenangan ini ditengahi norma-norma Islam, tetapi hal
ini tidak bertahan lama, karena Quraisy sebenarnya berkuasa melalui Utsman. 60
Selanjutnya pemberontakan terjadi seiring berkembangnya kelompok
Saba’iyah yang dipelopori oleh Abdullah bin Saba’. Ia adalah seorang Yahudi yang
sangat membenci Islam. Ia memeluk Islam pada masa khalifah Utsman. Kemudian ia
menjelajah ke Hijaz, Kufah, Bashrah dan Syam. Dalam ekspedisinya, ia bertujuan
untuk menyesatkan umat Islam. Meski ia diusir disetiap tempat persinggahannya, ia
mampu menggalang empati masa. Kecuali pada masyarakat Syam. Kemudian ia
berdiam di Mesir untuk beberapa waktu, ia menyebarkan beberapa propaganda, yakni
sebagai berikut.
1. Mengherankan bagi orang yang mempercayai kembalinya Nabi Isa ke muka bumi,
dan orang-orang yang mendustakan kembalinya Nabi Muhamad. Menurutnya Nabi
Muhammad lebih berhak kembali ke muka bumi dari pada Isa.
2. Setiap Nabi mempunyai wasiat, dan Ali adalah wasiat Nabi, dan termasuk orang
yang dzalim jika tidak melaksanakan wasiat tersebut.

58
Rasul Ja’fariyah, Op. Cit., hlm: 199.
59
Ibid., hlm: 204-206
60
Ibid., hlm: 198
3. Utsman telah mengambil wasiat itu tanpa hak, maka dari itu kekhalifahan Utsman
layak untuk ditumbangkan.
4. Menggalakkan gerakan amr ma’ruf nahi munkar.61
Ajaran ini disebarluaskan ke berbagai pelosok negeri Mesir, Bashrah dan
Kufah melalui agen kepercayaannya. Dengan bumbu agama, ajaran ini secara mudah
tersebar dan menarik empati banyak kelompok masyarakat.62
Mereka memulai gerakan tersebut pada tahun 30 H/ 651 M dan pada tahun 35
H/ 656 M, berhasil membunuh Utsman. Tidak berhenti sampai di situ, usaha yang
dilakukan oleh kelompok tersebut berlanjut sampai masa Ali bin Abi Thalib. Menurut
mereka kekacauan berawal dari Kufah.63
Ketika keadaan semakin genting, Utsman menyadari bahwa ada yang tidak
beres dalam pemerintahannya. Ia kemudian mengumpulkan para gubernurnya untuk
bersama-sama mengevaluasi bersama masyarakat. Harapannya, Utsman dapat
mengetahui berbagai keluh kesah dari masyarakatnya secara langsung. Namun tidak
ada satupun keluh kesah itu keluar. Akhirnya dewan beserta para gubernur dan para
tokoh terkemuka bersepakat untuk menindak tegas semua pemimpin terasnya. Utsman
dengan sifat lembutnya, tidak bisa menerima kesepakatan tersebut. Karena ia tidak
mau terjadi pertumpahan darah antar umat Islam. Bahkan pada sebelumnya Muawiyah
telah menawarkan satu detasemen untuk menjadi penjaga pribadi Utsman. Sekali lagi
Utsman menolaknya. 64
Hari-hari berikutnya dipenuhi ketegangan. Para pemberontak bergerak maju ke
Madinah. Mereka berniat mempengaruhi masyarakat Madinah melalui Ali, dengan
iming-iming akan dijadikan khalifah selanjutnya. Namun Ali terlalu mulia untuk
mereka pengaruhi dengan segala bujukannya. Bahkan Ali adalah orang pertama yang
akan angkat senjata jika terjadi peperangan antara pemberontak dan khalifah.
Kemudian orang-orang Bashrah mencalonkan Thalhah, dan Zubair dari Kufah.
Kemudian mereka membujuk keduanya, namun penolakan yang mereka terima.
Akhirnya mereka meminta khalifah untuk menjadikan Muhamad bin Abi Bakar

61
Al-jazari, Op. Cit., hlm: 46
62
Muhammad Ali, Op. Cit., hlm: 178
63
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op. Cit., hlm: 458
64
Muhammad Ali, Op. Cit., hlm: 188
sebagai gubernur Mesir. Khalifahpun menuruti permintaan tersebut. Setelah itu
mereka kembali pulang ke tempat asalnya masing-masing.
Masyarakat Madinah kembali tenang seperti semula. Namun mereka kembali
lagi dengan tuduhan yang baru bahwa Utsman telah memerintahkan gubernur Mesir
untuk menumpas para pemberontak itu ketika telah sampai di Mesir. Mereka
menunjukkan surat tersebut dengan cap kekhalifahan. Namun Utsman tidak pernah
merasa membuat surat tersebut. Pendapat Utsman dibenarkan oleh Ali dan Muhamad
bin Maslamah. Mendengar pengelakan tersebut, mereka menuduh pengakuan Utsman
itu bohong dan menuntut Utsman untuk mundur dari jabatannya, namun Utsman
bergeming. Utsman coba menawarkan perdamaian, dan Utsman akan mengoreksi
segala bentuk kelalainya. Mereka tetap bersikukuh agar Utsman mundur dari jabatanya
bahkan mengancam akan melengserkannya dengan cara apapun. Sekali lagi Utsman
tidak gentar dengan ancaman tersebut.65
Pada bulan Dzulhijah tahun 35 H/ 656 M, Utsman memerintahkan umat Islam
untuk melaksanakan haji. Hadir bersama rombongan adalah Aisyah. Menurutnya
pemberontak tidak akan melakukan pertumpahan darah dibulan haji. Namun Utsman
keliru, ketika Madinah telah lengang, para pemberontak merangsek ke dalam rumah
khalifah dengan melawan hadangan putera-putera sahabat senior, seperti Hasan bin
Ali, Ibnu Zubair, Ibnu Thalhah, Marwan, Sa’id bin Ash, dan putera sahabat yang
lainnya. Utsman kemudian memperintahkan penjaga pintu tersebut untuk membiarkan
mereka masuk. Ketika sampai didalam rumah, didapati khalifah sedang membaca Al-
Qur’an. Seketika Muhammad bin Abu Bakar memegang jenggot Utsman dengan
kasar, namun Utsman dengan lembut mengatakan bahwa andaikan Abu Bakar masih
hidup, ia akan tahu bagaimana memperlakukan jenggotnya. Kemudian putera Abu
Bakar tersebut mundur, namun dari arah belakang, Utsman mendapat tusukan dari
pemberontak. Seketika itu khalifah roboh bersimbah darah pada usia 82 tahun. 66
Utsman dibunuh pada tanggal 18 Dzulhijah 35 H/ 656 M, bertepatan hari
Jum’at. Adapun masa kekhalifahannya 12 tahun kurang 12 hari, ada juga yang
mengatakan kurang 8 hari. Tetapi tentang waktu pembunuhan Utsman ada yang

65
Al-jazari, Op. Cit., hlm: 61
66
Ibid., hlm: 68
mengatakan pada 18 Dzulhijah 36 H/ 657 M, kemudian pendapat lain mengatakan
Utsman dibunuh pada hari tasyriq. Adapun umurnya adalah 82 tahun. Namun dalam
beberapa pendapat mengatakan Utsman berumur 88 tahun, ada juga 90 tahun,
kemudian 75 tahun, dan pendapat terakhir mengatakan Utsman berumur 86 tahun. 67
Terbunuhnya Utsman membuka lagi perpecahan-perpecahan di kalangan umat
Islam. Umat Islam saling menaruh curiga di antara satu sama lain, kemudian
menimbulkan disintegrasi di kalangan umat Islam. Selanjutnya meletus perang Jamal
pada tahun 36 H/ 657 M bulan Jumadil Akhir, yang dimotori oleh Thalhah, Zubair dan
Aisyah. Mereka menuntut Ali agar bertindak cepat dalam pengusutan kasus
pembunuhan Utsman. Ali menyarankan mereka untuk bersabar. Namun perang tidak
dapat terelakan di antara kedua belah pihak. 68 Setelah selesai perang Jamal, menyusul
perang berikutnya adalah perang Shiffin, yang dikomandoi oleh Muawiyah pada
Dzulqaidah tahun 36 H/ 657 M.69 Selanjutnya terjadi perpecahan dan berbagai
kekacauan di masyarakat bahkan sampai sekarang. 70 Hal ini sebenarnya yang
dikhawatirkan oleh Utsman, seperti yang ia katakan kepada para pemberontak:
“sekali kau tarik pedang terhadapku, kalian akan membuka pintu perpecahan
di antara muslim yang tidak bisa ditutup kembali.”71

67
Ibid., hlm: 69
68
Muhammad Ali, Op. Cit., hlm: 234
69
Ibid., hlm: 242
70
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op. Cit., hlm: 561
71
Muhammad Ali, Op. Cit., hlm: 222

Anda mungkin juga menyukai