Nekara dan Moko merupakan hasil budaya yang biasa digunakan sebagai alat
upacara, bentuknya menyerupai genderang dengan penyempitan dibagian
pinggangnya. Pada umumnya nekara berbentuk besar dan moko yang berbentuk
mirip nekara memiliki ukuran yang lebih kecil. Nekara memiliki bentuk yang
bermacam-macam, ada yang polos tetapi ada juga yang memiliki banyak hiasan.
Nekara lain banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Pulau Rote, Pulau Selayar,
dan Kepulauan Kei.
Temuan nekara dan moko merupakan bukti kuat telah adanya sistem
kepercayaan yang di anut masyarakat saat itu, sebab nekara dibuat untuk
memenuhi kebutuhan alat dalam upacara ritual seperti pengiring upacara
kematian, upacara memanggil hujan, dan sebagai genderang perang.
Sementara itu, moko yang bentuknya lebih kecil banyak ditemukan di Pulau
Alor dan Manggarai (pulau Flores). Moko digunakan sebagai benda pusaka dari
seorang kepala suku, dan biasanya di wariskan kepada anak laki-lakinya.
2. Bejana Perunggu
Karena mirip sepatu, kapak corong juga di sebut kapak sepatu. Hasil budaya
logam dari jenis ini biasanya digunakan sebagai alat upacara atau tanda
kebesaran dari kepala suku dan para pemimpin masyarakat pada masa itu.
Kapak corong banyak ditemukan di Sulawesi Selatan (pulau Selayar), Sulawesi
Tengah, Sumatra Selatan, Jawa, dan Papua (Danau Sentani).
4. Candrasa
Seperti halnya kapak corong, hasil budaya zaman logam yang disebut candrasa
ini juga digunakan sebagai alat upacara. Sejenis kapak dengan ragam rias yang
sangat halus buatannya ini menunjukan tingginya kemampuan membuat benda-
benda dengan bahan dasar perunggu dengan detail yang lebih halus.
Moko pada tradisi alor
Pulau Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai Negeri Nusa
Kenari karena di pulau ini banyak ditumbuhi pohon kenari sehingga buah kenari
dijadikan sebagai komoditas unggulan pulau ini. Selain dikenal sebagai Negeri
Nusa Kenari, pulau Alor juga dikenal sebagai Negeri Seribu Moko karena
dalam Tradisi masayarakat Alor, Moko memiliki peranan yang penting. Bagi
masyarakat Alor, kepemilikan terhadap jumlah dan jenis moko tertentu dapat
menunjukkan status sosial seseorang.
Moko atau disebut nekara perunggu merupakan benda budaya zaman pra-
sejarah. Menurut para ahli Arkeologi dan sejarah, teknologi pembuatan Moko
Alor berasal dari teknologi perunggu di Dongson, Vietnam bagian Utara.
Pada umumnya Moko berbentuk lonjong seperti gendang kecil, namun ada pula
yang berbentuk gendang besar. Pola hiasannyapun bermacam-macam
tergantung jaman pembuatannya dan sangat mirip dengan benda-benda
perunggu di Jawa pada jaman Majapahit.
Moko dapat ditukar dengan barang tertentu secara barter. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan inflasi pada zaman pemerintahan kolonial Belanda
sehingga Belanda membuat sistem baru dengan membatasi peredaran Moko di
pulau Alor.
Seiring perjalanan waktu, Moko mengalami perubahan fungsi. Saat ini, Moko
berfungsi sebagai peralatan belis atau mas kawin serta sebagai simbol status
sosial. Dalam adat- istiadat pernikahan masyarakat Alor, Moko digunakan
sebagai alat pembayaran belis atau mas kawin seorang laki-laki kepada calon
isterinya.
Jika pihak keluarga pria tidak memiliki Moko, maka mereka harus meminjam
moko kepada Tetua Adat. Peminjaman ini tidaklah gratis, karena pihak keluarga
pria harus menggantinya dengan sejumlah uang yang cukup besar.
Memang harga satu buah Moko sangatlah bervariasi, bergantung dengan ukuran
besar kecilnya Moko, tahun pembuatannya serta pola hiasnya. Namun bagi
masyarakat Alor, moko tak bisa diukur dengan uang berapapun jumlahnya
karena Moko mempunyai kedudukan dan nilai tersendiri dalam pergaulan sosial
masyarakat Alor.
Bagi anda yang berkunjung ke Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, janganlah
lupa untuk melihat benda peninggalan pra-sejarah ini. Anda dapat melihat
beragam jenis Moko di Museum Seribu Moko atau di perkampungan adat
tradisional di Takpala atau Monbang. Untuk mengunjungi kedua lokasi ini, anda
bisa mengunakan transportasi laut maupun udara. Jika anda memilih
menggunakan transportasi Laut, anda bisa menggunakan kapal Sirimau dari
Jakarta.
Sedangkan jika menggunakan transportasi udara, anda harus transit di Bandara
El Tari, Kupang, kemudian melanjutkan penerbangan ke Bandara Mali Alor.
Sesampainya di pulau Alor anda bisa menggunakan transportasi darat menuju
Museum Alor maupun perkampungan adat tradisional di Takpala atau Monbang
Carapembuatan
Suatu kemahiran baru pada masa perundagian adalah kemampuan menuang
logam. Teknik melebur logam merupakan teknik yang tinggi, karena
pengetahuan semacam itu belum dikenal dalam masa sebelumnya. Logam harus
dipanaskan hingga mencapai titik lebur, kemudian baru dicetak menjadi
bermacam-macam jenis perkakas atau benda lain yang diperlukan. Teknik
pembuatan benda perunggu ada dua macam yaitu dengan cetak setangkup
(bivalve) dan cetak lilin (a cire perdue).
Cetakan setangkup, yaitu cara menuangkan dengan kita membuat, cetakan dari
batu misalnya, yang terdiri dari dua bagian yang dapat di tangkupkan
(dikatupkan) seperti kulit tiram. Teknik ini dilakukan untuk benda-benda yang
tidak memiliki bagian-bagian yang menonjol. Tuangan untuk semacam ini dapat
dipergunakan untuk beberapa kali.
Secara tipologi, kapak perunggu dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu
kapak corong dan kapak upaca. Umumnya kapak perunggu yang terdapat di
Indonesia mempunyai semacam corong untuk memasukan kayu tangkai. Oleh
karena bentunya menyerupai kaki yang bersepatu, maka dinamakan “kapak
sepatu”.Namun lebih tepatnya disebut kapak corong.
Berdasarkan hasil temuan, kapak perunggu ternyata ada yang memiliki hiasan
dan ada yang tidak memiliki hiasan. Adapun daerah penemuan dari kapak
perunggu adalah Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, Pulau Roti, dan Papua dekat
danau Sentani.