Anda di halaman 1dari 12

PERUBAHAN MAKNA

Dosen Pengampu: Moch. Sony Fauzi, M.Pd

Penulis:

Ade Fitria Darlyanti (17310132)

Ali Fikry (16310178)

Falanka Zainul fikri (17310136)

Sri Wahyuni Lestari (17310167)

Witri Rafi'atunnisa (17310139)

Zaujah Rodliyah Dzikrunastiti (17310165)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak abad ke-19 para ilmuwan semantic awal atau para ahli bahasa mencoba
membatasi perubahan yang terjadi pada makna, dan mengkategorikannya berdasarkan alasan
yang logis. Salah satu keprihatinan yang paling penting dari ahli bahasa adalah subjek yang
mengubah makna, gambar atau bentuk-bentuk perubahan makna ini, alasan terjdinya
perubahan makna, dan faktor-faktor yang mengganggu kehidupan atau kematian kata-kata.
Cohen mempertanyakan dalam bukunya The diversity of Meaning: Apakah yang mebuat
makna menjadi berubah? Lalu ia menjawab: kata-kata yang sama - karena perkembangan
bahasa melalui waktu (perubahan zaman) – memperoleh makna lain, dan menjelaskan ide
lain, oleh karna itu yang dimaksud dengan perubahan makna yaitu mengubah kata-kata
menjadi maknanya itu sendiri. Dengan demikian, perubahan makna terjadi setiap kali ada
perubahan dalam hubungan antara makna lama dengan makna baru.1

Sampai awal 1930-an, karya di bidang perkembangan makna memusat hampir secara
eklusif pada dua masalah, yaitu: penggolongan perubahan makna, dan penemuan hukum-
hukum makna. Selama 50 tahun terakhir (sampai akhir 1970-an), ada suatu perubahan
penting dalam hal titik berat penelitian: minat sebagian besar ahli semantic berubah pada
problem-problem deskriptif dan structural, dan pada perubahan makna menjadi terdorong ke
belakang.2

Para ahli bahasa merumpamakan perubahan bahasa seperti halnya pohon yang
bercabang. Cabang-cabang ini, pada gilirannya, menumbuhkan cabang yang lebih kecil.
Cabang baru mungkin menyembunyikan cabang yang lama, dan menghilangkannya, tetapi itu
tidak selalu terjadi. Ada banyak makna sebelumnya yang telah berkembang dan menyebar
selama berabad-abad meskipun ada pertumbuhan makna baru.3

1 Ahmad Mukhtar Umar, Ilm Ad-Dalalah, (Kairo: Alam al-Kutub, 2006), 235.

2 Ulman Stephen, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), 250-251.

3 Umar, Op.Cit., 236.


Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan makna.
Tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu, selalu saja ada hubungan, ada
asosiasi, antara makna lama dan makna baru. Dalam beberapa hal asosiasi itu bisa begitu kuat
untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana
untuk suatu perubahan yang di tentukan oleh sebab-sebab lain; tetapi bagaimana pun, suatu
jenis asosiasi itu dapat dianggap sebagai suatu syarat mutlak bagi perubahan makna. Maka
hakikat perubahan makna adalah bahwasanya perubahan makna sebagai hasil asosiasi
(hubungan) antara kata-kata yang berdiri sendiri (yang mempunyai makna lama dan makna
baru).4

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sebab-sebab perubahan makna ?


3. Apa saja bentuk-bentuk perubahan makna ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sebab-sebab perubahan makna.
3. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk perubahan makna.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sebab Perubahan Makna

4 Stephen, Op. Cit., 263-264.


Secara garis besar perubahan makna menurut Antoine Meillet dilatarbelakangi oleh tiga
sudut pandang dasar, yakni aspek kebahasaan, sejarah, dan sosial. 5 Adapun penjelasan lebih
rinci atas sebab-sebab terjadinya perubahan makna tersebut adalah sebagai berikut:

1. Adanya kebutuhan

Berbagai penemuan dalam kehidupan manusia baik itu bersifat materi atau non-
materi memerlukan nama yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk menunjukan
penemuan tersebut. Dalam proses ini, ahli bahasa merujuk pada pembendaharaan
bahasa yang sudah ada sebelumnya. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh
Waldron bahwa dalam beragam penemuan modern, masyarakat menggunakan medium
bahasa yang sudah ada sebelumnya untuk menunjukkan makna yang modern, sehingga
terjadilah perubahan makna.6

Contohnya dalam bahasa Arab seperti kata "‫ "مططذياع‬,"‫ "سططيارة‬,"‫"قطططار‬, dan lain-lain.
Sebelum diartikan sebagai kereta api, mobil, dan radio, ketiga kalimat tersebut
memiliki pemaknaan masing-masing yang benar-benar berbeda dari pemaknaan saat
ini. Sebab dahulu belum ada benda-benda modern tersebut. Oleh karena kebutuhan
manusia yang terus berkembang, kemudian muncul penemuan-penemuan baru, maka
terjadilah perubahan makna.

2. Perkembangan sosial dan budaya

Revolusi sosial, terutama perkembangan intelektual dan sosial yang disebabkan oleh
perubahan dalam kehidupan interaktif manusia sehari-hari sering mengarah pada
pengembangan linguistik. Hal ini berimplikasi pada matinya suatu kata dan hidupnya
kata lain. Atau juga bisa berdampak pada pengubahan makna beberapa kata, yang
memiliki makna asli dan digunakan untuk pemaknaan baru. Penyebaran agama atau
doktrin sosial baru sering dikaitkan dengan kemunculan kosa kata baru dalam
perumusannya, yang disertai perubaha dalam maknanya untuk menunjukkan konsep-
konsep baru.7

Sebenarnya sebab ini masuk dalam kategori sebab sebelumnya. Tapi karena
pentingnya pembahasan ini, maka para linguis banyak yang memisah dan

5 Umar, Op. Cit., 237.

6 Ibid., 238

7 Muhammad Al-Mubarak, Fiqh al-Lughah wa Khashais al-‘Arabiyyah, (Bairut: Dar al-Fikr), 214.
menyendirikan penjelasan tentang perkembangan sosial dan budaya dalam kaitannya
dengan perubahan makna. Terdapat tiga fenomena besar dalam perkembangan sosial
budaya yang berdampak pada perubahan makna. Berikut adalah penjelasan secara rinci
atas ketiga fenomena tersebut

a. Adanya transisi dari konotasi sensorik ke konotasi abstrak sebagai hasil dari
evolusi pikiran manusia dan kecanggihannya. Transfer signifikansi dari konotasi
materi dan non-materi ini terjadi biasanya dalam bentuk bertahap.
b. Adanya konvensi dalam suatu kelompok budaya untuk menggunakan kata-
kata tertentu dalam istilah yang mereka definisikan sesuai dengan objek, konsep,
dan pengalaman hidup mereka. Hal ini dapat menyebabkan munculnya jargon
bahasa khusus. Jika terjadi kesulitan memahami komunikasi sebab berurusan
dengan makna baru maka solusinya adalah meningkatkan intensitas komunikasi
antara anggota kelompok ini dan anggota masyarakat yang lebih besar. Contoh
nyata atas fenomena ini adalah terjadi dalam kasus munculnya kata-kata religius
seperti "‫ "زكططاة‬,"‫ "صططلة‬,"‫"الدعاء‬, dan kata lain yang menjadi istilah khusus pada
pembendaharaan bahasa suatu kelompok, yang dalam hal ini adalah islam.
c. Adanya penggunaan berkelanjutan terhadap bahasa-bahasa lampau yang
kemudian juga ditujukan pada pemaknaan modern dengan fungsi pemaknaan
yang sama namun beda dalam bentuknya. Ini terjadi pada kata seperti "‫"سفينة‬.
Kata tersebut sejak dulu hingga sekarang pemaknaannya tetap, yakni kapal atau
perahu. Namun objek yang dituju oleh kata tersebut di masa lalu berbeda dengan
objek yang dituju di masa sekarang. Perbedaannya terjadi dalam segi bentuk,
ketika dahulu kapal atau perahu masih menggunakan bahan utama kayu, saat ini
sudah berbeda wujudnya.
3. Perasaan emosional dan personal

Perasaan emosional dan personal tak pernah lepas dari masalah kejiwaan, perubahan
makna bisa terjadi karena adanya masalah pada kejiwaan, dan terdapat 3 faktor
kejiwaan:8

(1). Faktor kesopanan, mengubah makna karena terdapat nilai dengan rasa yang
berbeda. Contohnya, panjang tangan untuk mengganti kata pencuri

Umar, Op.Cit., 238-239.

8 Yayat Sudaryat, “Makna dalam Wacana Prinsip-prinsip Semantik dan Pragmantik”. Jurnal Pendidikan
Bahasa Daerah. 2005, 58.
(2). Faktor kepercayaan dapat mengubah suatu makna kedalam kepercayaan
masyarakat. Contohnya, keramat diganti dengan kata ibu dengan maksud agar bakti
kita sebagai anak kepada ibu tak pernah usai

(3). Faktor anggapan masyarakat. Contohnya, kata kulit bundar untuk menggantikan
kata bola

4. Penyimpangan bahasa

Pengguna bahasa tak jarang yang melakukan penyimpangan dalam berbahasa,


bermaksud agar lebih dimengerti oleh lawan bicara. Penyimpangan bahasa sama
dengan Pencampuran kata yang disebabkan kata oleh adanya kesalahpahaman,
keraguan, dan ketidakjelasan. Contohnya pengunaan kata pujangga yang tidak hanya
memiliki arti penulis puisi tetapi bisa juga diartikan sebagai novelis atau cerpenis.
Anak-anak pun juga bisa melakukan penyimpangan bahasa tetapi mereka lebih kepada
bentuk daripada fungsi, mereka menggunakan kata ‫ الحمامة‬untuk ‫ العصفور‬dan kata ‫الححدأة‬
‘burung rajawali’ untuk ‫الغراب‬.9

5. Perpindahan majaz

Perubahan makna juga bisa terjadi karena adanya penggunaan kata dengan makna
metafora(majaz). Menurut muktar umar biasanya hal ini terjadi tanpa ada unsur
kesengajaan. Penggunaan dengan kata majazi dapat dibedakan untuk dengan makna
haqiqi ,yaitu dilihat dari unsur penafiantitas pada tiap tiap majaz , misalnya ungkapan
‫ عين البإرة‬mata jarum , unsur penafiaan bisa diungkpan kan dalam beberapa pertanyaan
berikut:

Sesuatu yang memiliki mata tapi tidak dapat melihat

6. Inovasi dan kreativitas

Adanya inovasi dan kreativitas juga termasuk hal yang menjadi penyebab perubahan
makna. Menurut mukhtar umar, yang biasa melakukan inovasi dan kreativitas tersebut
ada dua golongan.

9 Admin dikmut, “faktor penyebab perubahan makna”. http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/03/faktor-


penyebab-perubahan-makna.html, (diakses pada tanggal 24 November 2019, pukul 19.25)
1. para ahli retorika, sepeerti penyair dan sastrawan . seorang sastrawan misalnya, ia
butuh menjelaskan signifikan atau menguatkan pengaruh karya sastranya agar
merasuk di benak para pembaca atau pendengar, maka ia harus mengkreasi kata-
kata tersebut.

2. lembaga lembaga bahasa dan lemba lemba keilmuan ketika membutuhkan suatu
lafad untuk mengungkap kan konsep tertentu, dengan ini kemudian sesuatu kata
diberi makna baru sebagai satu istilah, lalu istilah ini disebarluaskan ke
masyarakat, misalnya kata root dalam bahasa kata inggris, yang maknanya berbeda
beda , sesuai dengan profesi penutunya, apakah itu petani , ahli matematika, atau
ahli bahasa.

B. Bentuk-Bentuk Perubahan Makna

1. Pembatasan atau penyempitan makna (Takhsis al- ma’na)

Pembatasan Makna atau yang juga biasa disebut penyempitan makna adalah gejala
yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas,
kemudian menjadi terbatas pada satu makna saja. Ibrahim Anis memberikan contoh
kata ‫ الشجرة‬yang acuannya tak terbatas, yaitu pohon yang ada di dunia ini. Akan tetapi
kata ini akan menyampit jika penggunaannya dibatasi, misalnya ‫( شططجرة المططوز‬pohon
pisang).

Kosekuensi dari pembatasan makna adalah kata itu dapat diterapkan ke dalam
makna acuan yang makin sedikit dan spesifik.

2. Perluasan makna (Tausi’ al-ma’na)

Perluasan makna sebagai suatu gejala yang terjadi pada suatu kata atau leksem yang
pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor
menjadi memiliki makna-makna lain. Perluasan makna ini jarang digunakan dan
dampaknya tidak signifikan.

Contoh :

Kata ‫( تفاحة‬oval) berasal dari kata ‫( تفاح‬apel) yang memiliki bentuk oval dan memiliki
persamaan dengan buah apel.
3. Perubahan makna total (Naqlu al-ma’na)

Perubahan makna secara total ialah perubahan suatu makna dari makna asalnya ke
makna baru, walaupun masih memiliki unsur keterkaitan antara makna asal dengan
makna baru. Contohnya, dalam bahasa Indonesia saat ini kata ’gapura’ sudah berubah
artinya menjadi ’pintu gerbang’. Kata ini memiliki bentuk asal adjektiva nama Allah
SWT, yaitu ‫ غغففوورْر‬yang berarti “Maha Pengampun”. Asal-usulnya berawal pada zaman
Walisongo, saat itu Sunan Kalijaga berdakwah dengan mengharapkan islamisasi budaya
lewat simbol-simbol keislaman, seperti ‘pintu gerbang’ yang dimaknai dengan
‘gapura’.10

4. Ameliorasi (al-mubalaghah)
Ameliorasi adalah perubahan makna dimana arti yang baru memiliki makna yang
lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari arti yang asalnya. Contohnya, asal makna kata
ْ‫‘ غزووغجةر‬istri’ lebih rendah daripada makna kata ْ‫‘ احومغرأغةر‬perempuan’. Saat ini, kata ْ‫غزووغجةر‬
memiliki makna yang lebih tinggi daripada kata ْ‫ احومططغرأغةر‬secara etimologi yang berarti
‘perempuan’. Secara leksikal ْ‫ غزووج‬bisa bermakna ‘istri atau suami’ dan ْ‫ احومغرأغةر‬bermakna
‘perempuan atau istri’. Kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda dalam
penggunaannya di Al-Qur’an, karena kata ْ‫ غزوورْج‬lebih berkonotasi positif dengan makna
perempuan yang taat dan dapat memberikan kasih sayang dan ketentraman, seperti
dalam QS ar-Rum: 21
‫ق لغفكوم حمون أغونففحسفكوم أوززوواَججاً لحتغوسفكفنوا إحلغويغها غوغجغعغل بإغوينغفكوم غمغوددةة غوغروحغمةة‬
‫غوحمن آغغياتححه أغون غخلغ غ‬
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Berbeda lagi dengan halnya kata ْ‫ احومططغرأغةر‬yang selalu dikonotasikan negative dalam
makna istri yang durhaka, seperti dalam QS Yusuf: 30
‫غوغقال نحوسغوةرْ حفيِ اولغمحدينغحة اَزمورأوةة اولغعحزيحز تفغراحوفد فغغتاغها غعون نغوفحسحه قغود غشغغفغغها فحةببا إحدنا لغنغغراغها حفيِ غ‬
‫ضغللل‬
:30)‫فمحبين( يوسف‬
“Dan wanita-wanita di kota berkata, "Isteri al-Aziz menggoda bujangnya untuk
menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu
adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang
nyata."

10 Muhandis Azzuhri, ‘Perubahan Makna Nomina Bahasa Arab dalam Al-Qur’an: Analisis Sosiosemantik’.
Jurnal Penelitian. Vol.9 No. 1, Mei 2012, 139.
Kata ْ‫ احومططغرأغةر‬dalam ayat ini ditunjukan kepada istri pembesar Mesir yang bernama
Zulaikha. Sosok perempuan pada diri Zulaikha adalah sosok seorang penggoda nabi
Yusuf as. Makna kata itu menunjukan konotasi negatif. Kata ‫ امرأة‬dalam ayat ini juga
menunjukan istri yang durhaka kepada Allah dan suaminya, walaupun suaminya
merupakan seorang Nabi dan Rasul, yaitu istri Nabi Nuh dan Luth as.
‫ح غواومغرأغةغ فلولط غآانغغتا تغوح غ‬
‫ت غعوبغدويحن حمون حعغباحدغنا غ‬
‫صالحغحويحن‬ ‫اف غمثغةل لحلدحذيغن آغفغفروا احومغرأغةغ فنو ل‬‫ضغرب د‬ ‫غ‬
:10)‫اح غشويةئا غوحقيغل اودفخغل الدناغر غمغع الدداحخحليغن( التحريم‬ ‫فغغخانغغتاهفغما فغلغوم يفوغنحغيا غعونهفغما حمغن د‬
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang
kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-
masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa)
Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), "Masuklah ke dalam jahannam bersama
orang-orang yang masuk (jahannam)".11

Dalam literasi lain juga disebutkan tiga macam jenis perubahan bentuk makna yang
lain, yaitu penurunan (peyorasi), pertukaran (sinestesia), persamaan (asosiasi), dan
metafora.12 Penurunan makna atau peyorasi adalah perubahan makna yang menjadikan makna
baru dirasa lebih rendah, kurang menyenangkan, dan kurang halus nilainya daripada makna
asal. Sehingga peyorasi adalah kebalikan dari ameliorasi. Pertukaran atau sinestesia adalah
perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera (dari indera penglihatan ke indera
pendengaran; dari indera perasaan ke indera pendengaran; dan lain sebagainya). Indera yang
melekat pada diri manusia, mengakibatkan kemunculan makna baru dari pertukaran tersebut,
dengan rujukan kata yang sama.
Asosiasi atau peramaan adalah perubahan makna sebagai akibat dari persamaan sifat.
Persamaan sifat ini mengakibatkan kata baru memiliki makna yang berbeda dari kata asal.
Metafora adalah pemakaian kata tertentu untuk suatu objek dan konsep lain yang berdasarkan
kias atau persamaan. Bahasa kias ini mempunyai maksud makna yang berbeda terhadap kata
asal.13

11 Ibid., hal. 139-140.

12 Ewan Kustriyono, ‘Perubahan Makna dan Faktor Penyebab Perubahan Makna dalam Media Cetak (Kajian
Semantik Jurnalistik)’. Bahastra. Vol. 35 No. 2, Maret 2016, 18.

13 Ibid., hal. 20-21.


BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan perubahan makna
yaitu mengubah kata-kata menjadi maknanya itu sendiri dan hakikat perubahan makna adalah
bahwasanya perubahan makna sebagai hasil asosiasi (hubungan) antara kata-kata yang berdiri
sendiri (yang mempunyai makna lama dan makna baru).
Adapun sebab dari perubahan makna adalah:
1. Adanya kebutuhan
2. Perkembangan sosial dan budaya
3. Perasaan emosional dan personal
4. Penyimpangan bahasa
5. Perpindahan majaz
6. Inovasi dan kreativitas

Dan yang terakhir ada bentuk-bentuk perubahan makna kata, diantaranya:

1. Pembatasan atau penyempitan makna (Takhsis al – Ma’na)


2. Perluasan makna (Tausi’ al-Ma’na)
3. Perubahan makna total (Naqlu al-ma’na)
4. Ameliorasi (al-mubalaghah)
Dan dalam literasi lain juga disebutkan bentuk perubahan makna yang lain, yaitu penurunan
(peyorasi), pertukaran (sinestesia), persamaan (asosiasi), dan metafora.

B. Saran
Saran ini ditujukan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan untuk seluruh
mahasiswa, hendaklah di zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus
melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita
cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarak, M. (n.d.). Fiqh al-Lughah wa Khashais al-'Arabiyyah. Bairut: Dar al-Fikr.

Anis, I. (1992). Dilalah al-Alfaz. Kairo: Maktabah Anjelo.

Azzuhri, M. (2012, Vol. 9 No. 1). Perubahan Makna Nomina Bahasa Arab dalam Al-Qur'an:
Analisis Sosiosemantik. Jurnal Penelitian, 139-140.

Dikmut, A. (2019). Faktor Penyebab Perubahan Makna. http://kabar-


pendidikan.blogspot.com/2011/03/faktor-penyebab-perubahan-makna.html.

Kustriyono, E. (2016, Vol. 35 No. 2). Perubahan Makna dan Faktor Penyebab Perubahan
Makna dalam Media Cetak: Kajian Semantik Jurnalistik. Bahastra, 18-21.

Mohammad, K. (n.d.). Semantik Bahasa Arab. Malang: Lisan Arabi.


Sudaryat, Y. (2005). Makna dalam Wacana Prinsip-prinsip Semantik dan Pragmantik. Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab, 58.

Ulman, S. (2007). Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Umar, A. M. (2006). Ilm ad-Dalalah. Kairo: Alam al-Kutub

Anda mungkin juga menyukai