MAKALAH KONSEP RECOVERY DARI GANGGUAN JIWA Modul 2
MAKALAH KONSEP RECOVERY DARI GANGGUAN JIWA Modul 2
DISUSUN OLEH :
SRI MULIANA
70300116063
KEPERAWATAN B
DOSEN PENGAMPUH :
Ns. Sysnawati Syarif S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTEAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Sri Muliana
Daftar Isi
Halaman Sampul…………………………............………………….……….......
Kata Pengatar…………………………………………………...........................
Daftar Isi…………………………………………………….………..……...…….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………….........….………..
B. Rumusan Masalah………………………………………………….………
C. Tujuan Penulisan……………………………………………….….……….
D. Manfaat Penulisan…………………………………………………..……..
A. Definisi Recovery.………..………………………..…………….………..
B. Konsep Recovery………………………………………….……..…….....
C. Model Pemulihan Kesehatan Mental dan Model Pemulihan dalam
Perawatan Psikiatri……………………………………………………….
D. Manfaat & Peran Perawat dalam Pemberian Terapi pada Proses
Penyembuhan……………………………………..................................
E. Terapi Generalis……………………………………………………….....
F. Terapi Spesialis……………………………………………………….....
A. Kesimpulan……………….…………………….……….…..…………..
B. Saran…………………….…………………….………….…..…..……..
DAFTAR PUSTAKA………………………………..………….……..………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apa perbedaan antara gangguan jiwa dengan gangguan mental? Kedua
istilah ini sering dipakai secara bergantian. Penelusuran istilah gangguan jiwa
justru akan memunculkan mental illness atau mental disorder. Mental illness
atau sakit jiwa merupakan kondisi gangguan secara medis berkaitan dengan
proses berpikir, suasana hati, kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, dan fungsi sehari-hari sebagai individu (National Alliance on Mental
Illness, 2012). Sedangkan mental disorder atau gangguan mental menekankan
pada permasalahan yang lebih kompleks dari gangguan individu yakni
gangguan dari luar individu yang mempengaruhi individu seperti: keluarga,
budaya, ekonomi, dan masyarakat. Penggunaan istilah gangguan mental saat
ini sering digunakan karena lebih menekankan pada upaya kesehatan mental
(mulai tahun 1600) yang merupakan upaya penyembuhan, perawatan, dan
pemeliharaan pada permasalahan gangguan mental individu yang menyangkut
permasalahan pribadi maupun di luar diri individu termasauk keluarga dan
masyarakat sekitar.
Ketika mendengar kata gangguan mental maka yang terbersit dalam
pikiran adalah penderitaan atau perilaku aneh.Pemikiran tersebut menjadi hal
yang mudah diterima karena penderita gangguan mental cenderung
menampakkan perilaku aneh yang sulit diterima oleh akal sehat. Individu yang
mengalami gangguan mental cenderung sibuk dengan dirinya sendiri dan
terkadang perkataan atau cara berpikirnya sulit dimengerti oleh orang-orang di
sekitarnya. Penggambaran kondisi yang sulit dipahami ini menjadikan upaya
untuk penyembuhan menjadi tidak mudah karena beberapa hal.Dalam sejarah
perkembangan psikologi abnormal, pada zaman demonologi, orang yang
mengalami gangguan mental diyakini dipengaruhi oleh kuasa roh jahat atau
setan.Pemahaman menjadikan adanya stigma dalam masyarakat pula bahwa
keberadaan orang yang mengalami gangguan mental sulit atau bahkan tidak
bisa sembuh.
Stigma masyarakat ini berkaitan dengan upaya penyembuhan terhadap
gangguan mental.Perhatian dari kelompok-kelompok tertentu terhadap upaya
penyembuhan gangguan mental membutuhkan keterlibatan dari beberapa
pihak. Penelitian yang dilakukan di Pusat Pemberdayaan Nasional di Amerika
menunjukkan bahwa orang dapat sepenuhnya pulih dari penyakit mental yang
parah. Bahkan wawancara terhadap pasien skizofrenia menunjukkan bahwa
mereka akhirnya mampu menjalani kehidupan sehari-hari setelah dinyatakan
sembuh dari sakitnya dan tidak lagi tergantung pada obat-obatan. Upaya
lanjutan yang dilakukan setelah proses pengobatan adalah pemulihan
gangguan emosional, dukungan teman sebaya, dan lingkungan (Fisher, 2010).
Di samping itu berdasarkan hasil penelitian lintas budaya ditunjukkan bahwa
tingkat pemulihan penyakit mental parah jauh lebih berhasil di negara-negara
berkembang dibandingkan di negara maju karena adanya pandangan yang
lebih optimis terhadap upaya-upaya pemulihan melalui pendekatan holistik.
Hal inilah yang kemudian menarik perhatian peneliti untuk mengadakan
penelusuran terhadap para penderita gangguan mental yang telah dinyatakan
sembuh dan mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan bekerja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi recovery?
2. Apa konsep recovery?
3. Apa saja model pemulihan kesehatan mental dan model pemulihan dalam
perawatan psikiatri?
4. Apa manfaat & bagaimana peran perawat dalam pemberian terapi pada
proses penyembuhan?
5. Apa saja macam-macam terapi generalis?
6. Apa saja macam-macam terapi spesialis?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian recovery
2. Untuk mengetahui tentang konsep recovery
3. Untuk mengetahui tentang mental health recovery model & the recovery
model in psychiatric nursing
4. Untuk mengetahui apa manfaat & bagaimana peran perawat pada
pemberian terapi pada proses penyembuhan
5. Untuk mengetahui macam-macam terapi generalis
6. Untuk mengetahui macam-macam terapi spesialis
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk memahami konsep recovery dari gangguan jiwa
2. Sebagai bahan referensi dalam proses pembelajaran
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan asuhan keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Recovery
B. Konsep Recovery
E. Terapi Generalis
1. Terapi Psikofarmakologi
Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan
dalam menangani penyakik-penyakit neurobiologis. Namun, obat tidak
dpat berjalan sendiri dalam menangani masalah personal, social atau
komponen lingkungan klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi-
kondisi tersebut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan
komperensif dalam merawat individudan gangguan jiwa.
Peran perawat dalam psikofarmakologi
a. Pengkajian Klien
Pada proses kolaborasi pemberian obat sangat penting melakukan
pengkajian dasar klien termvsuk riwayat, kondisi fisik dan asil
laboratorium , evaluasi kesehatan jiwa, pengkajian social budaya dan
yang paling utama adalah riwayat pengobatan untuk dilengkapi pada
setiap klien sebelum diberikan pengobatan.
b. Kordinasi Tritmen Modalitas
Perawat memiliki peran penting dalam merancang program tritmen
yang komprehensif. Pilihan tritmen yang paling tepat pada setiap
klien bersifat individu dan merupakan gambaran dari rencana tritmen.
Kordinasi dalam melakukan perawatan merupakan tanggung jawab
utama perawat yang bersama-sama dengan klien dalam membina
hubungan terapiutik sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan.
c. Pemberian Obat
Perawat memiliki peran penting terhadap pengealaman klien dalam
mendapatkan pengobatan psikofarmakologi. Pada beberapa pelayanan
perawat bertugas menentukan jadwal dosis berdasarkan dosis
kebutuhan obat seta kebutuhan klien, mengatur pemberian obat dan
selalu waspada terhadap efek serta penanganan efek obat.
d. Monitor Efek Obat
Perawat berperan penting dalam memantau efek obat psikofarmaka.
Peran dalam memantau efek obat seperti membuat standarisasi
pengukuran efek obat terhadap target gejala, mengevaluasi dan
meminimalisasi efek samping, mengatasi reaksi berlawanan dan
mencatat efek obat terhadap konsep diri klien, kepercayaan serta
keyakinannya terhadap perawatan. Obat harus diberikan sesuai
dengan dosis yang direnkomendasikan dan dalam jumlah yang tepat
sebelum menentukan apakah memiliki dampak terapiutik yang
adekuat pada klien.
e. Edukasi Pengobatan
Perawat merupakan pemegan posisi utama dalam memberikan
edukasi pada klien dan keluarga tentang pengobatan. Edukasi meliputi
pemberian informasi lengkap kepada klien dan keluarga sehingga
mereka dapat memahami, mendiskusikan dan menerimanya. Edukasi
tentang obat merupakan kunci penting agar efektif dan aman dalam
mengonsumsi obat-obat psikotropika, kolaborasi klien dalam
merencanakan tritmen dan kepatuhan klien terhadap regimen terapi
obat.
2. Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis)
Terapi kejang listrik (elektroconvulsive therapis / ECT) pertama kali
dilakukan pada tahun 1938 sbagai tritmen untuk klien skizofrenia, ketika
diyakini bahwa klien epilepsy jarang mengalami skizofrenia, dan
dianggap bahwa pemberian kejang biasa menyembuhkan skizofrenia.
Terapi Kejang listrik adalah pengobatan dengan pemberian kejang
yang cukup berat melalui alat yang diindukdi pada klien yang yang dibius
dengan memeberikan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada
klien (Manked et al, 2010).
ECT merupakan tritmen gangguan jiwa yang efektif dan umumnya
dapat ditoleransi dengan baik oleh klien. Dalam beberapa kasus, stelah
program awal tritmen sukses, pemiliharaan ECT ditambah dengan
pemberian obat antridepresan: untuk bulan pertama setelah remisi
program remisi trigmen dilakukan seminggu sekali, kemudian berkurang
secara bertahap menjadi sebulan sekali (perbulan) (APA, 2001). Indikasi
utama ECT adalah depresi berat (Weiner dan Falcone,2011). Beberapa
ahli menganggap terapi ini digunakan sebagai standar emas untuk
mengatasi kodisi depresi yang bertahan (Nahas dan Anderson,2011).
Tingkat respon terhadap ECT 80% atau lebih untuk sebagian besar klien
lebih baik daripada tingkat respon terhadap obat antidepresan, sehingga
terapi dianggap sebai antidepresan yang paling efektif (Keltner dan
Boschini,2009).
Peran perawat
Perawat kesehatan jiwa memiliki peran penting dalam melakukan
ECT. Peran ini meliputi tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi.
Dukungan Emosi dan Pendidikan. Asuhan keperawatan diberikan kepada
klien dan keluarga setelah dijelaskan bahwa ECT merupakan pilihan
program tritmen. Peran paling penting perawat adalah memberikan
kesempatan bagi klien untuk untuk mengespresikan perasaan, termasuk
masalah yang terkait dengan mitos atau yang berkaitan dengan ECT.
Perawat dapat mengajarkan klien dan keluarga, mempertimbangkan
ansietas, kesiapan untuk belajar, dan kemampuan untuk memahami
penjelasan yang diberikan.
Asuhan Keperawatan Sebelum Prosedur Tritmen, pemberian
asuhan keperawatan ini meliputi peninjauan kembali proses konsultasi,
memastikan bahwa setiap kelainan hasil tes laboratorium telah ditangani,
dan memeriksa bahwa peralatan dan perlengkapan yang diperlukan telah
memadai dan berfungsi.
Asuhan keperawatan selama prosedur, klien harus dibawah ke ruan
tritmen, baik dengan berjalan kaki atau dibawah dengan menggunakan
kursi roda, didampingi seorang perwat dan dengan siapapun klien merasa
nyaman. Perawat harus tetap mendapingi klien selama pelaksanaan terapi
untuk memberikan dukungan pada klien.
Asuhan keperawatan setelah prosedur, ruang pemulihan harus
berdekatan dengan dengan ruang tritmen untuk memudahkan akses staf
anastesi keluar masuk dalam keadaan darurat. Setelah klien berada diruan
pemulihan perawat harus harus mengokservasi klien sampai benar-benar
pulih. Perawat harus meyakinkan kodisi klien dan secara periodic
mengorentasikan klien. Pemberian penjelasan yang singkat, sangat
membantu klien dalam proses pemulihan. Perawat harus menjelaskan
bahwa sebagian besar masalah memori akan hilang dalam beberapa
minggu.
1. Guided Imagery
Guided Imagery merupakan program yang mengarahkan pikiran
dengan memandu imajinasi seseorang terhadap situasi santai, fokus pada
kondisi untuk mengurangi stres dan meningkatkan kenyaman serta
suasana hati (Stuart, 2013). Klien yang menerima GI memiliki tingkat
kenyamanan yang lebih tinggi dan tingkat depresi, ansietas dan stres
yang lebih rendah dibandingkan dengan klien yang tidak menerima GI
(Apostolo dan Kolcaba, 2009). Selain itu teknik imagery telah
digunakan dalam berbagai kondisi dan populasi. Nyeri dan kanker
adalah dua kondisi di mana teknik imagery telah membantu baik pada
orang dewasa ataupun anak-anak (Lindquist, 2014).
2. Music Intervention
Terapi musik digunakan dengan menerapkan unsur-unsur
penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan spesifik pada individu. Di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia, terapis musik bekerja di berbagai
fasilitas dan perawatan kesehatan. Meskipun terapis musik secara
khusus dilatih untuk menggunakan musik dalam berbagai cara terapi,
ada banyak situasi di mana perawat dapat menerapkan intervensi musik
ke dalam rencana perawatan pasien (Lindquist, 2014).
Musik dan proses fisiologis (detak jantung, tekanan darah,
gelombang otak, suhu tubuh, pencernaan, dan hormon adrenal)
melibatkan irama dan getaran yang terjadi secara rutin, berkala dan
terdiri dari osilasi (Crowe, 2004 dalam Lindquist, 2014). Intervensi
musik memberikan pasien / klien stimulus menghibur yang dapat
membangkitkan sensasi menyenangkan sambil memfokuskan perhatian
individu ke musik bukan pada pikiran stres, nyeri, ketidaknyamanan,
atau rangsangan lingkungan lainnya (Lindquist, 2014).
3. Humor
Psikoterapis Steven Sultanoff menjelaskan bahwa perbedaan utama
antara komedi-klub humor dan humor terapi. Tujuan dari menggunakan
humor terapi sebagai terapi komplementer harus jelas untuk kepentingan
klien atau pasien, bukan untuk terapis/perawat sebagai kepuasan pribadi
atau hanya untuk kesenangan "(Steven Sultanoff, 2012 dalam Lindquist,
2014). Humor terapi telah didefinisikan sebagai setiap intervensi yang
mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan dengan merangsang
ekspresi. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan, sebagai terapi
komplementer, memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi baik fisik,
emosi, kognitif, sosial, dan spiritual "(AATH, 2000 dalam Lindquist,
2014).
4. Yoga
Yoga merupakan kegiatan yang mengatur tubuh secara fisik dan
emosional dengan menggunakan berbagai posisi tubuh, latihan
peregangan, kontrol nafas dan meditasi. Teknik pernapasan yang
digunakn dalam yoga dapat berhubungan dengan stimulasi saraf vagus
dan menyeimbangkan sistem saraf otonom. Kegiatan yoga dapat ini
dapat mengurangi agitasi dan aktivitas pada beberapa klien depresi saat
berlatih meditasi (Stuart, 2013).
Sebuah studi menunjukkan bahwa yoga dua kali seminggu selama
8 minggu diberikan tritmen standar untuk gangguan makan lebih
bermanfaat dalam mengurangi gejala gangguan makan daripada tritmen
standar saja. Setelah selesai yoga, klien mengalami sedikit rangsangan
terhadap makanan dan cara makan, sehingga hal ini menunjukkan
efektivitas yoga dalam memfokuskan pikiran dan tidak terokupasi pada
pemikiran obsesif patologis (Stuart, 2013).
5. Biofeedback
Biofeedback merupakan suatu tindakan dimana respon fisiologis,
seperti detak jantung, hantaran kulit, suhu kulit, dan aktivasi otot
dipantau dengan tujuan mengajarkan klien untuk secara sadar mengatur
proses tersebut. EEG Biofeedback dikenal juga sebagai neuroterapi/
neurofeedback adalah biofeedback tertentu yang menstransmisikan
sinyal electroencephalogram (EEG) dan memberikan informasi tentang
aktivitas neuron di korteks serebral. Melalui pengkondisian operan atau
belajar, klien diajarkan menggunakan informasi tentang otak untuk
mengubah atau meningkatkan fungsinya (Stuart, 2013).
Perawat profesional ideal untuk memberikan biofeedback karena
pengetahuannya tentang fisiologi, psikologi, kesehatan dan penyakit di
negaranya. Perawat menggunakan biofeedback harus disertifikasi oleh
Sertifikasi Biofeedback International Alliance (BCIA, www.bcia.org),
yang menawarkan sertifikasi dalam biofeedback umum, neurofeedback,
dan biofeedback disfungsi otot panggul (Lindquist, 2014).
6. Meditation
Meditasi kesadaran (Mindfulness meditation) mengajarkan klien
berfokus pada pengalaman mereka. Klien diajarkan untuk menyadari
sensasi, pikiran dan perasaan yang dialami saat ini yang bertujuan untuk
memungkinkan diri mengamati pengalaman membuat tujuan, tidak
menghakimi, serta menerima cara dan menemukan sifat yang lebih
dalam dari pengalaman (Tusaie dan Edds, 2009 dalam Stuart, 2013).
Praktik meditasi harus diawasi pada klien dengan masalah kesehatan
jiwa tertentu karena terapi ini memiliki potensi untuk menginduksi
tingkat kesadaran tertentu. Pendekatan meditasi yang berbeda dapat
menghasilkan efek merangsang yang dapat membangkitkan mania pada
klien bipolar (Stuart, 2013).
7. Prayer
Stabile (2013) mendefinisikan doa sebagai komunikasi antara
manusia dan Tuhan, komunikasi timbal balik yang meliputi berbicara
kepada Tuhan (Lindquist, 2014). Banziger, Van Uden, dan Janssen
(2008) mencatat bahwa orang dapat melihat doa sebagai kerjasama
dengan Tuhan di mana mereka berada dalam kontak dan persekutuan
dengan Tuhan. Doa dapat dilakukan secara individual, dalam suatu
kelompok, atau sebagai bagian dari iman atau komunitas agama
(Lindquist, 2014). Sejumlah penelitian telah mendokumentasikan
efektivitas doa sebagai strategi koping. Dari tinjauan studi tentang doa,
Holywell dan Walker (2009) menyimpulkan bahwa doa adalah strategi
koping yang membantu untuk menengahi antara agama dan
kesejahteraan (Lindquist, 2014).
Perawat dapat menanyakan apakah pasien ingin perawat untuk
bergabung dengan mereka dalam doa. Membaca kitab suci atau
membaca dari kitab suci adalah salah satu cara untuk berdoa dengan
seseorang. Perawat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
berdoa: bermain musik meditasi, mencegah interupsi, dan memperoleh
buku atau perlengkapan yang dibutuhkan bagi orang untuk berdoa
seperti yarmulke untuk seorang Yahudi atau rosario bagi seseorang dari
iman Katolik. Pasien dari iman Yahudi mungkin ingin membaca
Mazmur dan Muslim dapat memilih untuk membaca doa dari Al-Qur'an
(Al-Quran). Perawat perlu menghormati bentuk apapun atau ritual doa
yang dipilih pasien (Lindquist, 2014).
Doa telah digunakan orang yang mempunyai banyak penyakit, dari
semua kelompok usia, dan dari semua budaya. Literatur juga
menunjukkan tentang kemanjuran doa pada individu yang sakit. Dalam
sejumlah survei, doa menjadi yang paling sering digunakan sebagai
pelengkap terapi (Brown, barner, Richards, & Bohman, 2007; King &
Pettigrew, 2004). Penelitian telah dilakukan pada penggunaan doa
dengan pasien yang memiliki kondisi kronis. Dalam sebuah studi dari
orang dewasa yang HIV-1-positif dan yang terlibat dalam kegiatan
spiritual seperti doa, subjek memiliki penurunan risiko kematian
(Fitzpatrick et al., 2007). Demikian juga, orang dengan depresi dan
kecemasan yang telah berpartisipasi dalam enam sesi doa 1 jam
mingguan menunjukkan perbaikan dalam depresi dan kecemasan
dibandingkan dengan subyek pada kelompok kontrol (Boelens, Reeves,
Replogle, & Koenig, 2009).
8. Journaling
Istilah journal, buku harian, menulis reflektif, dan menulis
ekspresif sering digunakan secara bergantian. Diari lebih sering fokus
pada rekaman peristiwa dan pertemuan, sedangkan journal berfungsi
sebagai alat untuk merekam proses kehidupan seseorang (Cortright 2008
dalam Lindquist, 2014). Peristiwa dan pengalaman yang dicatat dalam
jurnal berisi refleksi seseorang tentang peristiwa dan makna pribadi
yang pernah dialami mereka. Dalam penulisan jurnal, interaksi antara
sadar dan tidak sadar sering terjadi. Bentuk penulisan ekspresif seperti
puisi, cerita, dan pesan memo adalah metode individu dapat
menggunakan untuk mengeksplorasi perasaan batin dan pikiran
(Lindquist, 2014).
Pada mereka yang baru didiagnosis dengan penyakit kronis,
journal tentang perspektif mereka tentang bagaimana penyakit dapat
mempengaruhi kehidupan mereka serta dapat membantu mereka
mengungkap kekhawatiran sehingga bisa didiskusikan dengan
profesional kesehatan. Perawat dan keluarga dapat menyiapkan catatan
pasien, Kemudian digunakan dalam program tindak lanjut untuk
membantu subjek memperoleh pemahaman tentang waktu mereka di
unit perawatan intensif, termasuk mimpi dan saat-saat ketika pasien
bingung atau tidak sadar. Program ini terbukti berguna bagi pasien dan
staf. Menulis jurnal juga telah digunakan untuk membantu orang
mengembangkan spiritual. Journal juga dapat membantu dalam berdoa.
Tindakan menulis membantu menjaga seseorang berpusat pada
percakapan dengan Tuhan. Seperti yang disarankan oleh Chittister,
sebuah bagian dari kitab suci dapat menjadi stimulus untuk
menggunakan journal untuk berdoa (Lindquist, 2014).
9. Storytelling
Mendongeng/bercerita didefinisikan sebagai seni atau tindakan
bercerita (Dictionary.com, 2013). Sebuah cerita adalah narasi, baik
benar atau fiktif, dalam bentuk prosa atau ayat yang dirancang untuk
menarik, menghibur, atau menginstruksikan pendengar atau pembaca.
Penggunaan cerita di layanan kesehatan, penelitian kesehatan, dan
pendidikan tidak terbatas. Perawat dapat menggunakan cerita dalam
beberapa situasi di masa hidup untuk berbagai tujuan. Cerita dapat
digunakan dalam terapi keluarga dan dapat membantu anggota dalam
memasuki makna dari masa lalu, sekarang, dan masa depan serta
membantu pasien untuk "membuat makna" dan penyembuhan (Roberts,
1994 dalam Lindquist, 2014).
13. Aromaterapi
Styles (1997) mendefinisikan aromaterapi sebagai penggunaan minyak
esensial untuk tujuan terapi yang mencakup pikiran, tubuh, dan jiwa-luas,
definisi yang konsisten dengan praktik keperawatan holistik. Institute Cancer
Nasional mendefinisikan aromaterapi sebagai "penggunaan terapi
menggunakan minyak dari bunga, tumbuh-tumbuhan, dan pohon-pohon untuk
perbaikan fisik, emosional, dan spiritual kesejahteraan "(National Cancer
Institute [NCI], 2012).
Peran Perawat
Perawat memiliki peran penting dalam membantu pasien untuk
membedakan di antara berbagai produk botani yang mudah tersedia. Pasien
sering bingung dengan pilihan yang dapat digunakan , dan yang terpenting
adalah bahwa perawat memahami perbedaan dari kandungan dari minyak
yang digunakan, pemberian saran pada pasien bertujuan untuk keselamatan
pasien. Perawat harus menyadari pedoman keselamatan umum untuk
pendidikan pasien dan dalam praktek. Ini termasuk:
a. Hindari minyak esensial dari nyala api langsung, minyak tersebut tidak
stabil dan sangat mudah terbakar.
b. Simpan minyak esensial di tempat yang sejuk jauh dari sinar matahari;
menggunakan wadah kaca berwarna biru atau gelap. Tutup wadah segera
setelah digunakan. Minyak atsiri dapat mengoksidasi pada suhu yang
panas, cahaya, dan oksigen dan dapat mengubah kandungan bahan
kimianya
c. Sadarilah bahwa minyak esensial dapat menodai pakaian dan bahan tekstil,
minyak esensial murni juga dapat merusak bahan plastik. Lakukan
tindakan pencegahan yang tepat.
d. Jauhkan minyak esensial dari anak-anak dan hewan peliharaan kecuali kita
yakin bahwa minyak esensial tersebut memang aman untuk anak-anak dan
hewan peliharaan. Pelajari literatur berisi kasus efek samping atau
kematian yang berhubungan dengan penggunaan yang tidak benar atau
tertelan pada anak-anak dan hewan peliharaan (Halicioglu, Astarcioglu,
Yaprak, & Aydinlioglu, 2011).
e. Gunakan minyak esensial dari pemasok terkemuka. Mencari nasihat dari
aromaterapis terlatih atau rekomendasi dari penyedia klinis aromaterapi.
Jika menggunakan minyak esensial dalam percobaan klinis atau penelitian,
hasil tes verifikasi kandungan bahan kimia harus diperoleh.
f. Perawatan khusus diperlukan bila menggunakan minyak esensial pada
orang-orang yang memiliki riwayat asma yang parah atau beberapa alergi.
g. Penggunaan minyak esensial relatif aman bila digunakan dengan benar,
sensitifitas dan iritasi kulit dapat terjadi. Dalam kasus ini, minyak esensial
yang masih tersisa harus dihapus dengan minyak atau susu, dibilas dengan
air, dan penggunaannya harus dihentikan. Kebanyakan reaksi seperti ini
dapat mengatasi masalah tersebut; Namun, penyedia layanan kesehatan
harus berkonsultasi jika terjadi nyeri/gatal parah yang berkelanjutan.
h. Jika minyak esensial masuk ke mata, bilas dengan susu atau pembawa
minyak pertama dan kemudian dengan air.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk
hidup, bekerja, belajar, dan berpartisipasi secara penuh dalam
komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap penurunan atau
pengurangan gejala secara keseluruhan. ( Ware et al, 2008 dalam
Stuart 2013)
Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai
kesembuhan dan transformasi yang memampukan seseorang dengan
gangguan jiwa untuk hidup bermakna di komunitas yang dipilihnya
untuk mencapai potensi yang dimilikinya. Sehingga, di perlukan
beberapa terapi seperti yang sudah di jelaskan.
B. Saran
Semoga makalah mengenai Konsep Recovery dapat bermanfaat
untuk kita semua. Besar harapan saya agar makalah ini dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua terutama
dalam keperawatan jiwa serta menjadi tambahan referensi dalam
penyelesaian tugas dan tinjauan literature.
DAFTAR PUSTAKA
Caldwell, Barbara A., dkk. (2010). Psychiatric nursing practice & the recovery
model of care. Journal of Psychosocial Nursing & Mental Health
Services, 48(7), 42-48. doi:http://dx.doi.org/10.3928/02793695-
20100504-03
O'Connell, M., Tondora, J., Croog, G., Evans, A., & Davidson, L. (2005). from
rhetoric to routine: assessing perceptions of recovery-oriented practices
in a state mental health and addiction system. Psychiatric
Rehabilitation Journal, 28(4), 378-86.