Anda di halaman 1dari 2

Hari suka menjadi duka

Hari berbagi canda tawa, hari yang seharusnya menjadi sangat menyenangkan

berubah menjadi hari yang menyedihkan. Hari dimana sebuah keluarga besar seharusnya

menghabiskan waktu bersama tanpa rasa sedih sedikitpun. Tetapi tepat hari itu pun nenekku

meninggalkanku. Tangisan, jeritan, kemarahan dan kepasrahan menyelimuti keluargaku. Aku

tak mengerti apa sebenarnya yang terjadi dan mengapa orang-orang mulai ramai datang ke

rumahku. Akupun bertanya kepada Ayahku,” Ayah kenapa di rumah kita ramai? Dan kenapa

semua orang menangis?”

Tak sepatah katapun yang terucap dari mulut Ayahku. Keluargaku terus menangis dan

menjerit memanggil-manggil nenekku. Bibiku berkata, Buk kenapa dengan Ibuk, bagaimana

ini bisa terjadi?” Lalu akupun mulai ingin tahu dari awal dan ketika aku teringat sesuatu di

kamar nenek dan akhirnya terjawablah semuanya.

Aku keluar kamar dan mulai memberanikan diri untuk bertanya lagi kepada

keluargaku. ‘ Kemana nenek apakah dia sudah bisa berjalan lagi seperti biasa?Apakah dia

sudah sembuh?”

Hanya Ayah yang memelukku dan berkata “ Nak, nenek sudah meninggalkan kita

semua. Kita harus mengikhlaskan nenek pergi dan tenang ya di alam sana,”kata Ayakhu.

Akupun tak percaya dengan semua ini. Tiba-tiba dadaku serasa sesak dan entah

mengapa air mataku sudah mengalir dengan derasnya. Ayah memelukku dengan erat aku

terdiam sejenak dan mulai lunglai.

Aku mulai menangis dengan sangat keras dan bertanya lagi pada semua keluargaku.

“Dimana nenek sekarang? Mengapa dia tidak disini?”. Bibiku pun menjelaskan kepada aku
bahwa nenek sempat dilarikan ke rumah sakit karena dadanya sesak. Ketika siangnya

keluarga keluargaku mendapatkan kabar bahwa nenekku sudah tiada.

Aku tak dapat menahan air mataku untuk berhenti menangis. Bagaimana tidak hari

yang seharusnya berbagi suka malah menjadi hari yang penuh duka. Singkatnya hari

pemakaman nenekku sudah tiba kami semua menuntunnya di belakang isak tangis masih

terdengar hingga akhir pemakaman.

Setelah 2 hari berlalu aku masih belum bisa untuk melupakan semuanya. Rasa rindu

kian mendalam kepada nenekku. Mataku sudah seperti mata panda karena menangis pagi,

siang, sore. Ayah terus membujukku agar aku tidak bersedih terlalu lama. Tetapi aku tetap

tidak bisa dan belum bisa menerima keadaan.

Setelah hari berganti hari aku pun mulai mengerti akan semuanya. Bahwa manusia

memang di ciptakan untuk merasakan suka dan duka dan pada akhirnya aku akan sama

seperti nenek. Menyatu dengan alam.

Karya : Lia Pradewi (X IPB 1)

Anda mungkin juga menyukai