Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika, moral,dan hukum merupakan beberapa norma yang mengatur
peradaban manusia. Seringkali ketiganya harus berhadapan dengan ilmu
pengetahuan pada posisi berseberangan, padahal ada banyak hal di dunia ini
yang membutuhkan ketiganya agar ilmu pengetahuan memiliki batasan atau
pengendalian.Tujuannya adalah memberikan rambu-rambu kepada manusia
supaya ilmu pengetahuan digunakan hanya untuk kebaikan dan hal-hal yang
bermanfaat bagi kepentingan umum, tidak menyimpang dari nilai-nilai dasar
kemanusiaan serta harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Bereproduksi merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling
awal.Sejak zaman pembentukan manusia, manusia sudah melakukan kegiatan
reproduksi. Bahkan dalam beberapa kitab suci, Allah memerintahkan manusia
untuk berkembang biak (bereproduksi) dan menaklukkan berbagai makhluk
lain demi kebaikan umat manusia. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa
memiliki keturunan (dalam hal ini melalui kegiatan bereproduksi) merupakan
hak setiap umat manusia di bumi.Ilmu pengetahuan dan norma berkembang.
Kombinasi ilmu pengetahuan lama dan modern akhirnya menetapkan
bahwa bereproduksi dan semua aspeknya merupakan hak sepenuhnya
individu bersangkutan.Namun, ilmu pengetahuan dan terutama teknologi
terus berkembang telah menyebabkan hal-hal yang dulu jelas dan mudah
diselesaikan menjadi sulit dan berada pada daerah abu-abu (grey area) atau
kontroversial.Salah satu yang paling kontroversial adalah teknik reproduksi
buatan.Meskipun pelaksanaannya sudah berjalan lama, namun kontroversi di
dalamnya masih terjadi sampai sekarang.Beberapa nilai yang masih perlu
mendapat kajian khusus adalah aspek budaya, etika dan moral, serta hukum.
Pembahasan ini bertujuan memberikan teori mengenai teknik reproduksi
buatan khususnya teknik inseminasi buatan dari segi aspek hukum, aspek
etik, aspek budaya dan aspek moral.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentangteknik inseminasi buatan ?
2. Bagaimana aspek moral mengenai teknik inseminasi buatan ?
3. Bagaimana aspek hukum mengenai teknik inseminasi buatan ?
4. Bagaimana aspek budaya mengenai teknik inseminasi buatan ?
5. Bagaimana aspek etik mengenai teknik inseminasi buatan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan aspek legal etis dari teknik inseminasi buatan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Pengertian teknik inseminasi buatan

2. Mengetahui aspek moral mengenai teknik inseminasi buatan

3. Mengetahui aspek hukum mengenai teknik inseminasi buatan

4. Mengetahui aspek budaya mengenai teknik inseminasi buatan

5. Mengetahui aspek etik mengenai teknik inseminasi buatan

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dalam konsep pembelajaran dapat
mengetahui aspek legal etis mengenai teknik reproduksi inseminasi
buatan.

1.4.2 Bagi Perawat


Perawat diharapkan mampu menerapkan penatalaksanaan yang tepat
dan menanggulangi dilema etik yang ada di masyarakat.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penjelasan Mengenai Teknik Inseminasi Buatan

2.1.1 Sejarah Teknik Inseminasi/FIV

Dasar-dasar dari ilmu FIV sudah berkembang sejak jaman


Aristoteles. Pada tahun 1786 hunter melakukan inseminasi pertama
pada manusia, yang dilanjutkan oleh sims pada tahun 1866 dengan
menggunakan donor. Selanjutnya pengetahuan mengenai fertilisasi
pada hewan dan manusia mulai berkembang pada pertengahan abad ke
20. Thibault pada tahun 1954 melakukan FIV pertama pada hewan
mamalia. Chang selanjutnya sukses menumbuhkan embrio kelinci yang
berasal dari teknik FIV, dan bahkan pada tahun 1959 ia berhasil
mendapatkan bayi kelinci hasil kehamilan dari transfer telur yang
dilakukan FIV. Selanjutnya pada tahun 1965 edward mendapatkan
penemuan bahwa oosit manusia membutuhkan waktu kurang lebih 37
jam untuk mencapai tingkat matur setelah diambil dari ovarium yang
menggunakan teknik biopsi.

Perkembangan dalam teknik FIV semakin terbantu dengan


ditemukannya beberepa obat seperti humen pituitary gonadotropin
(hPG) dan human menopausal gonadotropin (hMG) pada tahun 1958
dan 1960 Gmzel dan Lunenfeld berhasil mendapatkan kehamilan
pertama pascapemberian hPG dan hMG klien dan palmet pada tahun
1961 melakukan aspirasi oosit manusia dari ovarium dengan
menggunakan teknik laparoskopi.

Edward salah satu pionir teknik FIV menyelesaikan program


doctornya dengan meneliti kematangan folikel menggunakan parameter
tahapan Diakenesis dan metafase II. Ia mendapatkan penemuan bahwa
sel telur manusia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai
derajat matur jika dibandingkan dengan sel telur hewan.

3
Dengan keberhasilan kelahiran bayi dari program FIV tersebut
ternyata memacu kemajuan yang sangat pest dalam bidang FIV. Paling
tidak semenjak tahun 1982 hingga 1994 banyak sekali ditemukan
metode dan cara yang ditujukan untuk meningkatkan keberhasilan
program FIV, diantaranya adalah penggunaan ultrasonografi untuk
memandu pengambilan oosit, pembekuan embrio manusia, teknik
damette intravallopian transfer (GIFT), teknik zygot Intravallopian
Transfer (ZIFT), proses Vitrifikasi sel telur manusia, diagnosis genetik
praimplansi, assisted hatchaing, dan yang cukup spektakuler adalah
temuan teknik intra-itoplasmic spem injection (ICSI). ICSI dianggap
sebagai terobosan yang fenomenal karena dianggap dapat mengatasi
permasalahan infertilitas yang diakibatkan oleh faktor pria. Teknik ini
tidak bergantung lagi pada parameter dasar dari sperma, yaitu
konsentrasi, morfologi, motilitas.

Sehingga saat ini dengan berkembangnya teknologi yang pesat


dalam bidang FIV, ternyata hasil program FIV menunjukkan
perkembangan yang konstan atau lambat. Secara umum rata rata angka
kelahiran per transfer embrio pada tahun 1996 adalah 22% dan
mencapai 31% pada tahun 2000. Meski demikian, adapula yang
menyatakan angka keberhasilannya mencapai 40% atau lebih. Masalah-
masalah yang timbul dalam pelaksanaan program FIV masih relatif
tetap, yaitu kegagalan kehamilan (25%) dan peningkatan kejadian
kehamilan ganda (25-40%).

2.1.2 Pengertian Inseminasi

Kata inseminasi berasal dari bahasa inggris “insemination”


yang artinya pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan
secara alamiah. Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari
artificial insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma
semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang
diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau
penampungan semen. Berdasarkan pengertian tersebut, maka definisi

4
tentang inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian
semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat
buatan manusia dan bukan secara alami.

Namun perkembangan lebih lanjut dari inseminasi buatan tidak


hanya mencangkup memasukkan semen ke dalam saluran reproduksi
wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan sperma,
penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan
(pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi,
pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi pada manusia dan hewan.

2.1.3 Syarat Inseminasi

Program FIV ini sangat menegangkan tingkat keberhasilannya belum


tinggi, dan biayanya sangat mahal. Oleh karena itu, pasangan suami
istri yang akan mengikuti program ini harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :

1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya


2. Terdapat indikasi yang sangat jelas
3. Memahami seluk beluk prosedur konsepsi buatan secara umum
4. Mampu memberikan izin atas dasar pengertian (informend consent)
5. Mampu membiayai prosedur ini dan kalau berhasil mampu
membiayai persalinan serta membesarkan bayinya

2.1.4 Prosedur FIV

1. Persiapan
2. Stimulasi ovarium
3. Pengambilan sel telur
4. Pengambilan sel sperma
5. Insiminasi
6. Kultur embrio
7. Transfer embrio

2.1.5Macam-Macam Inseminasi Buatan

5
1. Inseminasi Heterolog, yang disebut juga artificial insemination
donor (AID) yaitu iseminasi buatan yang selnya bukan berasal dari
air mani suami isteri yang sah. Inseminasi ini dilakukan jika suami
tidak bisa memproduksi sperma atau azoospermia atau pihak suami
mengidap penyakit kongenital yang dapat diwariskan kepada
keturunannya.

2. Inseminasi Homolog, disebut juga artificial insemination husband


(AIH) yaitu inseminasi buatan yang berasal dari sel air mani suami-
isteri yang sah. Inseminasi yang menggunakan air mani suami
hanya boleh dilakukan jika jumlah spermanya rendah atau suami
mengidap suatu penyakit.

2.1.6Teknik Inseminasi Buatan

Menurut ilmu kedokteran, inseminasi buatan memiliki dua metode


atau teknik, yaitu :

1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination ), teknik IUI dilakukan


dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke
lubang uterine (rahim).
2. Teknik DIPI ( Direct Intraperitoneal Insemination ), teknik DIPI
telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan
dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga
peritoneum).

2.1.7 Tujuan dilakukannya teknik reproduksi inseminasi buatan

Tujuan dari adanya teknik inseminasi buatan yang terjadi di


Indonesia selama ini adalah untuk mendapatkan keturunan bagi
pasangan suami istri yang sudah menikah, namun tidak memiliki
keturunan.Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala yang
tidak memungkinkan mereka untuk memiliki keturunan. Maka dari itu,
teknologi dimanfaatkan untuk mengatur reproduksi keturunan dengan
cara teknik inseminasi buatan.

6
2.2 Aspek Moral atau Aspek Agama dari Teknik Inseminasi Buatan

Dalam hukum Islam tidak menerima cara pengobatan ini dan tidak
boleh menerima anak yang dilahirkan sebagai anak yang sah, apalagi jika
anak yang dilakukan perempuan karena nantinya akan mempersoalkan siapa
walinya jika anak tersebut menikah. Bolehkah “ayah” yaitu suami yang
memiliki gangguan reproduksi dapat diterima sebagai walinya?Selain
masalah agama juga muncul soal hukum dalam pembagian harat.Bolehkah
anak yang dilahirkan AID mewarisi harta “ayah” juga dalam hal lain-lain
yang berkaitan dengan pewarisan.Di negara barat, yang mana inseminasi
benih penderma dilakukan dengan giatnya, mereka atasi masalah Undang-
Undang dengan menjalani proses “adopsi” secara sah.Tetapi kedudukan di
negara Indonesia masih belum jelas.

Alasan lain dari sekelompok agamawan menolak teknologi reproduksi


ini karena mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya
bertentangan dengan ajaran Tuhan yang merupakan Sang Pencipta. Allah
adalah kreator terbaik.Manusia dapat saja melakukan campur tangan dalam
pekerjaannya termasuk pada awal perkembangan embrio untuk meningkatkan
kesehatan atau untuk meningkatkan ruang terjadinya kehamilan, namun perlu
diingat Allah adalah Sang pemberi hidup.

2.3 Aspek Hukum dari Teknik Inseminasi Buatan

Dalam penatalaksanaan teknik inseminasi buatan telah menjadi


permasalahan dari segi hukum di Negara kita.Permasalahan Hukum Perdata
yang Timbul Dalam Inseminasi Buatan telah ada sampai saat ini.Inseminasi
buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur
datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan.Hal ini
pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut
diambil dari orang yang telah meninggal dunia.

Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap (Inseminasi Buatan):


a. Jika benihnya berasal dari suami istri

7
Jika benihnya berasal dari suami istri, dilakukan proses fertilisasi-in-
vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim istri maka anak
tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak
sah (keturunan genetik)dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya. Jika embrio
diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara
yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan
ps. 250 KUHPer.Dalam hal ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal
anak tersebut sebagai anak sahnya melalui tes golongan darah atau dengan
jalan tes DNA.
b. Jika salah satu benihnya berasal dari donor
Jika suami mandul dan istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-
in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur istri
akan dibuahi dengan sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah
terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim istri. Jika embrio
diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang
dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar
hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
c. Jika semua benihnya dari donor
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak
terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim
seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir
mempunyai status anak sah dari pasangan suami istri tersebut karena
dilahirkan oleh seorang perempuan terikat dalam perkawinan yang sah.
Undang-Undang Inseminasi Buatan/Bayi Tabung
Salah satu aturan tentang bayi tabung terdapat dalam UU RI Nomor
36 Tahun 2009 pasal 127 tentang kesehatan yang berbunyi:
 Ayat 1 : Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan: a. hasil
pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal; b. dilakukan

8
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu; dan c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
 Ayat 2 : Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara
alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

2.4 Aspek Budaya dari Teknik Inseminasi Buatan

Aspek budaya bayi Inseminasi Buatan adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Program Inseminasi Buatan pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan
tradisi ketimuran kita.Pelaksanaan Inseminasi Buatan masih sangat
bertolakbelakang dengan kehidupan sosial dan budaya di Indonesia. Status
anak adalah hal yang sangat penting dan akan berpengaruh pada kehidupannya
kelak. Sedangkan pada inseminasi buatan, akan memiliki status seperti anak
pada umumnya, jika pelaksanaan Inseminasi Buatan mengikuti peraturan-
peraturan yang berlaku. Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika,
pembuatan Inseminasi Buatan tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan
ovum berasal dari pasangan yang sah.Jangan sampai sperma berasal dari bank
sperma, atau ovum dari pendonor.Banyak negara- negara yang menggunakan
teknik Inseminasi Buatan seperti negara Inggris untuk mengatasi terjadinya
kemandulan Namun di Indonesia jarang sekali adanya teknik tersebut. Hal ini
kemungkinan besar banyaknya biaya yang akan dikeluarkan maupun
sesuksesan dalam praktek Inseminasi Buatan akan berjalan lancar. Baik dari
perspektif sosial maupun budaya akan merusak keestetikan suatu agama.
Dalam perspektif budaya, dengan adanya teknik reproduksi buatan akan
menimbulkan adanya kebiasan budaya dalam suatu daerah. Hal ini hanya
semata- mata untuk kepentingan manusia saja dan merupakan

9
pelanggarandalam budaya apabila hal ini masih dilakukan. Hal ini disebabkan
karena jika ini dilakukan dan dilegalkan maka akan terjadi perdagangan bayi
secara ilegal, para wanita tidak membutuhkan seorang laki- laki sebagai
pasangan hidupnya, akan menguntungkan sebagian pihak saja. Apabila
seorang manusia melanggar hal tersebut, maka manusia tersebut dapat
dikatakan sebagai manusia yang tidak beretika dan melanggar norma- norma
batasan agama yang telah ditetapkan. Baik dari perspektif sosial maupun
budaya akan merusak keestetikan suatu agama

2.5 Aspek Etik dari Teknik Inseminasi buatan.

Pada kasus yang sedang dibahas ini tampak sekali ketidaksesuaiannya


dengan budaya dan tradisi ketimuran kita.Sebagian agamawan menolak
Fertilisasi invitro pada manusia, sebab mereka berasumsii bahwa kegiatan
tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”.Dalam artian, mereka
yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam hal penciptaan
yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal
tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui
hubungan sexsual antara suami-istri yang sah menurut moral.

10
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian semen ke


dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan manusia
dan bukan secara alami.Hal ini menimbulkan banyak pertentangan atau
dilemma yang ada pada kita sebagai tenaga kesehatan atau tenaga
medis.Ditinjau dari beberapa aspek seperti aspek moral, aspek hukum, aspek
budaya, dan aspek etik.

Dari segi aspek moral, maka menyangkut segi pembahasan agama


yang menjelaskan bahwa anak yang dihasilkan oleh teknik inseminasi buatan
adalah anak yang berada di luar nikah.Namun, dari segi aspek hukum ada
beberapa aturan yang ada didalamnya seperti KUHP dan hukum perdata
lainnya.Ditinjau dari aspek budaya justru budaya seperti ini sangat tidak
cocok dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang ketimuran.Dan yang
terakhir ditinjau dari segi etik, teknik inseminasi buatan ini menyebutkan
bahwa itu semua melangkahi penciptaan ilahi.Apapun masalah atau dilema
etik yang ada di masyarakat khusunya bidang kesehatan, semoga menjadi
manfaat dan penunjang penelitian yang sebenarnya.

3.2 Saran

Penulis berharap bahwa perawat atau tenaga medis lainnya mampu


melihat atau menempatkan teknik inseminasi buatan ini dan tidak jauh atau
menyimpang dari aspek-aspek yang sudah dijelaskan.

11
MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI

ASPEK LEGAL ETIK TEKNOLOGI REPRODUKSI DENGAN


INSEMINASI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. ERLINA DWI JAYANTI (1410041)


2. EVI KURNIANTI (1410043)
3. FITA FAUZIYYAH (1410047)
4. HARDILANI PRITASARI (1410049)
5. VARINTA PUTRI P. (1410103)

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2015-2016

12

Anda mungkin juga menyukai