Aspek Legal Etik Teknik Teknologi Reproduksi Dengan Inseminasi
Aspek Legal Etik Teknik Teknologi Reproduksi Dengan Inseminasi
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentangteknik inseminasi buatan ?
2. Bagaimana aspek moral mengenai teknik inseminasi buatan ?
3. Bagaimana aspek hukum mengenai teknik inseminasi buatan ?
4. Bagaimana aspek budaya mengenai teknik inseminasi buatan ?
5. Bagaimana aspek etik mengenai teknik inseminasi buatan ?
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Dengan keberhasilan kelahiran bayi dari program FIV tersebut
ternyata memacu kemajuan yang sangat pest dalam bidang FIV. Paling
tidak semenjak tahun 1982 hingga 1994 banyak sekali ditemukan
metode dan cara yang ditujukan untuk meningkatkan keberhasilan
program FIV, diantaranya adalah penggunaan ultrasonografi untuk
memandu pengambilan oosit, pembekuan embrio manusia, teknik
damette intravallopian transfer (GIFT), teknik zygot Intravallopian
Transfer (ZIFT), proses Vitrifikasi sel telur manusia, diagnosis genetik
praimplansi, assisted hatchaing, dan yang cukup spektakuler adalah
temuan teknik intra-itoplasmic spem injection (ICSI). ICSI dianggap
sebagai terobosan yang fenomenal karena dianggap dapat mengatasi
permasalahan infertilitas yang diakibatkan oleh faktor pria. Teknik ini
tidak bergantung lagi pada parameter dasar dari sperma, yaitu
konsentrasi, morfologi, motilitas.
4
tentang inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian
semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat
buatan manusia dan bukan secara alami.
1. Persiapan
2. Stimulasi ovarium
3. Pengambilan sel telur
4. Pengambilan sel sperma
5. Insiminasi
6. Kultur embrio
7. Transfer embrio
5
1. Inseminasi Heterolog, yang disebut juga artificial insemination
donor (AID) yaitu iseminasi buatan yang selnya bukan berasal dari
air mani suami isteri yang sah. Inseminasi ini dilakukan jika suami
tidak bisa memproduksi sperma atau azoospermia atau pihak suami
mengidap penyakit kongenital yang dapat diwariskan kepada
keturunannya.
6
2.2 Aspek Moral atau Aspek Agama dari Teknik Inseminasi Buatan
Dalam hukum Islam tidak menerima cara pengobatan ini dan tidak
boleh menerima anak yang dilahirkan sebagai anak yang sah, apalagi jika
anak yang dilakukan perempuan karena nantinya akan mempersoalkan siapa
walinya jika anak tersebut menikah. Bolehkah “ayah” yaitu suami yang
memiliki gangguan reproduksi dapat diterima sebagai walinya?Selain
masalah agama juga muncul soal hukum dalam pembagian harat.Bolehkah
anak yang dilahirkan AID mewarisi harta “ayah” juga dalam hal lain-lain
yang berkaitan dengan pewarisan.Di negara barat, yang mana inseminasi
benih penderma dilakukan dengan giatnya, mereka atasi masalah Undang-
Undang dengan menjalani proses “adopsi” secara sah.Tetapi kedudukan di
negara Indonesia masih belum jelas.
7
Jika benihnya berasal dari suami istri, dilakukan proses fertilisasi-in-
vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim istri maka anak
tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak
sah (keturunan genetik)dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya. Jika embrio
diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara
yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan
ps. 250 KUHPer.Dalam hal ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal
anak tersebut sebagai anak sahnya melalui tes golongan darah atau dengan
jalan tes DNA.
b. Jika salah satu benihnya berasal dari donor
Jika suami mandul dan istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-
in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur istri
akan dibuahi dengan sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah
terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim istri. Jika embrio
diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang
dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar
hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
c. Jika semua benihnya dari donor
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak
terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim
seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir
mempunyai status anak sah dari pasangan suami istri tersebut karena
dilahirkan oleh seorang perempuan terikat dalam perkawinan yang sah.
Undang-Undang Inseminasi Buatan/Bayi Tabung
Salah satu aturan tentang bayi tabung terdapat dalam UU RI Nomor
36 Tahun 2009 pasal 127 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1 : Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan: a. hasil
pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal; b. dilakukan
8
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu; dan c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Ayat 2 : Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara
alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Aspek budaya bayi Inseminasi Buatan adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Program Inseminasi Buatan pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan
tradisi ketimuran kita.Pelaksanaan Inseminasi Buatan masih sangat
bertolakbelakang dengan kehidupan sosial dan budaya di Indonesia. Status
anak adalah hal yang sangat penting dan akan berpengaruh pada kehidupannya
kelak. Sedangkan pada inseminasi buatan, akan memiliki status seperti anak
pada umumnya, jika pelaksanaan Inseminasi Buatan mengikuti peraturan-
peraturan yang berlaku. Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika,
pembuatan Inseminasi Buatan tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan
ovum berasal dari pasangan yang sah.Jangan sampai sperma berasal dari bank
sperma, atau ovum dari pendonor.Banyak negara- negara yang menggunakan
teknik Inseminasi Buatan seperti negara Inggris untuk mengatasi terjadinya
kemandulan Namun di Indonesia jarang sekali adanya teknik tersebut. Hal ini
kemungkinan besar banyaknya biaya yang akan dikeluarkan maupun
sesuksesan dalam praktek Inseminasi Buatan akan berjalan lancar. Baik dari
perspektif sosial maupun budaya akan merusak keestetikan suatu agama.
Dalam perspektif budaya, dengan adanya teknik reproduksi buatan akan
menimbulkan adanya kebiasan budaya dalam suatu daerah. Hal ini hanya
semata- mata untuk kepentingan manusia saja dan merupakan
9
pelanggarandalam budaya apabila hal ini masih dilakukan. Hal ini disebabkan
karena jika ini dilakukan dan dilegalkan maka akan terjadi perdagangan bayi
secara ilegal, para wanita tidak membutuhkan seorang laki- laki sebagai
pasangan hidupnya, akan menguntungkan sebagian pihak saja. Apabila
seorang manusia melanggar hal tersebut, maka manusia tersebut dapat
dikatakan sebagai manusia yang tidak beretika dan melanggar norma- norma
batasan agama yang telah ditetapkan. Baik dari perspektif sosial maupun
budaya akan merusak keestetikan suatu agama
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11
MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
PRODI S1 KEPERAWATAN
12