PENDAHULUAN
1
BAB II
PENYAJIAN KASUS
2.2. Anamnesis
a. Keluhan utama
Badan terasa lemas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli bedah umum RSUD Sultan Syarif
Muhammad Alkadrie pada tanggal 18 Mei 2018 untuk dilakukan
pemasangan cimino guna keperluan hemodialisa di RSUD DR
Soedarso.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kurang lebih 8 bulan yang lalu pasien dinyatakan mengalami gagal
ginjal kronik dengan fungsi ginjal yang tersisa 15%. Pasien rutin
melakukan hemodialisa di RSUD DR Soedarso setiap hari senin dan
kamis. Pasien juga memliki riwayat hipertensi dan rutin mengonsumsi
obat anti hipertensi.
d. Riwayat sosial ekonomi
Pasien dulunya adalah sales yang sering melakukan perjalanan ke
luar kota, namun sekarang sudah tidak bekerja. Status kepesertaan:
BPJS mandiri
2
e. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien.
3
Palpasi: Vokal fremitus teraba sama di kedua lapang paru
Perkusi sonor (+), nyeri ketok (-)
Auskultasi : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
5. Abdomen :
Inspeksi : datar (+), cembung (-), cekung (-), luka bekas
operasi (-), massa (-), spider nervi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, distensi (-), defense
muscular (-) dan nyeri tekan (-).
Perkusi : Timpani, CVA (+/+)
6. Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”, edema (-)
2.4. Resume
Laki-laki 35 tahun datang untuk dilakukan pemasangan cimino
guna keperluan hemodialisa. Kurang lebih 8 bulan lalu didiagnosa dengan
gagal ginjal kronik dengan fungsi hinjal 15%. Pasien rutin melakukan
hemodialisa di RSUD DR Soedarso setiap hari senin dan kamis. Pasien
juga memiliki riwayat hipertensi dan rutin mengonsumsi obat anti
hipertensi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok costovertebrae
angel (CVA) positif pada kedua ginjal.
4
2.6. Pemeriksaan penunjang
Tanggal 18/5/2018
Parameter Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 5,79 10^3/uL 4.5-11
Eritrosit 2.60 10^6/uL 4.7-6.1
Hemoglobin 7.3 g/dL 13.6-18
Hematokrit 21.7 % 42-52
Trombosit 166 10^3/uL 150-450
GDS 115 mg/dL 70-150
Urea 193,3 mg/dL 18.0-55.0
Creatinine 11.20 mg/dL 0.70-1.30
SGOT 25,7 U/L 0.0-50.0
SGPT 49,6 U/L 0.0-50
Tanggal 25/5/2018
Parameter Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 6.85 10^3/uL 4.5-11
Eritrosit 2.86 10^6/uL 4.7-6.1
Hemoglobin 8.3 g/dL 13.6-18
Hematokrit 23.3 % 42-52
Trombosit 195 10^3/uL 150-450
5
2.7. Follow up
Tanggal Subjective Objective Assesment Planning
23/5/2018 Tidak ada KU: baik ESRD on P.O Amlodipine
keluhan N : 98 x/menit regular HD 1x10 mg
RR : 20 x/menit Anemia berat P.O Valsartan
T : 370 C 1x160mg
TD:200/140 mmHg
Mata: CA (-/-)
SI (-/-)
C/P:
S1S2 reg, g(-) m(-)
Ves (+/+) sama, Wh (-
/-). Rh (-/-)
Abdomen:
datar, soepel,timpani,
BU (+),
Ekstremitas:
Akral hangat, CRT
<2”, edema (-)
24/5/2018 Tidak ada KU: baik Post bypass NaCl 0,9% 20tpm
keluhan N : 98 x/menit arteri vena P.O Cefadroxil 2x4
RR : 20 x/menit ESRD on HD P.O Deksketoprofen
T : 370 C Anemia berat 2x1
TD:150/100 mmHg Transfusi PRC
Mata: CA (-/-) 250cc
SI (-/-) P.O Valsartan
C/P: 1x160mg
S1S2 reg, g(-) m(-)
Ves (+/+) sama, Wh (-
/-). Rh (-/-)
6
Abdomen:
datar, soepel,timpani,
BU (+),
Ekstremitas:
Akral hangat, CRT
<2”, edema (-)
25/5/2018 Tidak ada KU: baik Post bypass P.O Cefadroxil 2x4
keluhan N : 98 x/menit arteri vena P.O Deksketoprofen
RR : 20 x/menit ESRD on HD 2x1
T : 370 C Anemia berat P.O Valsartan
TD:180/100 mmHg 1x160mg
Mata: CA (-/-)
SI (-/-)
C/P:
S1S2 reg, g(-) m(-)
Ves (+/+) sama, Wh (-
/-). Rh (-/-)
Abdomen:
datar, soepel,timpani,
BU (+),
Ekstremitas:
Akral hangat, CRT
<2”, edema (-)
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
End stage renal disease (ESRD) adalah gagal ginjal tahap akhir yang
dibuktikan dengan GFR <15. Angka kematian akibat gagal ginjal kronik atau
end stage renal disease dengan dialisis terus meningkat di banyak negara
termasuk negara berkembang seperti Indonesia, pada tahun 2003 terdapat 210
8
pasien dialisis meninggal dari 1000 pasien. Pasien penyakit gagal ginjal
kronik tahap akhir diindikasikan untuk memperoleh terapi renal replacement
therapy, yaitu dialisis. Dialisis yang dimaksud baik dialisis peritonial maupun
hemodialisis.6
3.2 Hemodialisa
Dialisis adalah metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan
fungsi/kerja ginjal, yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Hemodialisa merupakan salah satu cara dari dialisis. Hemodialisis (HD)
adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai
"ginjal buatan". Pada HD, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk ke dalam
mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu dialirkan kembali ke dalam tubuh. Proses HD dilakukan 1-3 kali
seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4
jam.6,7
Mesin hemodialisis (hemo berarti darah) menghilangkan kotoran dari aliran
darah dan mengatur cairan tubuh serta keseimbangan kimia dalam darah.
Sebuah perangkat akses pembuluh darah menghubungkan aliran darah pasien,
atau sirkulasi darah ke mesin. Darah mengalir dari pasien ke mesin,
dibersihkan, dan dikembalikan. Perangkat akses sementara adalah tabung
plastik (kateter) yang dimasukkan langsung ke pembuluh darah besar.
Perangkat akses yang lebih permanen diperoleh dengan cara membuat koneksi
aliran yang tinggi antara arteri dan vena, biasanya di lengan pasien, yang dapat
dihubungkan dengan cepat dan mudah ke mesin dialisis.6,7
Sirkulasi terdiri dari sebuah pompa (jantung), dan pembuluh darah. Arteri
membawa darah dari jantung ke jaringan-jaringan dengan tekanan tinggi; vena
mengembalikan darah ke jantung dengan tekanan rendah. Aliran pada arteri
dan vena ginjal biasanya dapat mencapai ¼ (satu perempat) dari output
jantung, kira-kira satu liter per menit. Demikian pula dengan mesin dialisis
yang membutuhkan aliran darah tinggi (setidaknya satu sepertiga sampai
9
setengah liter per menit) untuk menggantikan fungsi ginjal. Hemodialisa pada
gagal ginjal akut dan kronik di indikasikan bagi:6
1. Hiperkalemia (>6meq/L)
2. Fluid overload
3. Asidosis berat akibat kegagalan ginjal dalam ekskresi hidrogen dan resobsi
bikarbonat
4. Overdosis obat
5. Gejala uremia
b. Teknik operasi
Fistula radiosefalika atau teknik Brescia-Cimino merupakan
prosedur pilihan pertama. Vena sefalika yang memungkinkan untuk
pemasangan fistula diidentifikasi sebelum operasi.
10
Gambar 2.2 Lokasi pembuatan fistula arter-vena10
11
Gambar 2.3 insisi pada pembuatan fistula arteri-vena radiosefalika10
12
yang berisi darah, vena didistensi lemah lembut dengan lidokain murni 1%
dan diinsisi dengan arah longitudinal dengan mata pisau yang runcing.
Insisi selanjutnya diperlebar hingga 7 sampai 9 mm dengan gunting
tenotomi. Kecukupan aliran keluar dites dengan injeksi larutan garam
bercampur heparin ke dalam vena proksimal. Selanjutnya arteriotomi
dibuat dengan cara serupa. Penderita tidak diberi antikoagulan.10
13
Prosedur alternatif yang juga dapat digunakan adalah end-to-side
anastomoses (anastomosis ujung ke samping) ataupun end-to-end
anastomoses (anatomosis ujung ke ujung) antara vena radialis dan vena
sefalika.7
14
c. Komplikasi6
1. Stenosis
Stenosis dapat terjadi akibat terjadinya hiperplasia intima vena
cephalica distaldari anastomosis pada A-V shunt radiocephalica
sehingga A-V shunt tidak berfungsi.Sedangkan pada penggunaan
bahan sintetis ePTFE terjadi stenosis akibat hiperplasia
pseudointima atau neointima. Stenosis merupakan faktor penyebab
timbulnya trombosis sebesar 85%. Hiperplasis intima timbul karena:
Terjadinya cedera vaskular yang ditimbulkan baik oleh karena
operasinya ataupun kanulasi jarum yang berulang yang kemudian
memicu terjadinya kejadian biologis (proliferasi sel otot polos vaskular
medial sel lalu bermigrasi melalui intima proliferasi sel otot polos
vaskular intima ekskresi matriks ekstraselular intima).
a) Tekanan arteri yang konstan pada anatomosis vena, khususnya jika
terjadi aliran turbulen, dapat menyebabkan cedera yang progesif
terhadap dinding vena tersebut.
b) Compliance mismatch antara vena dengan graft pada lokasi
anastomosis
c) Rusaknya integritas dan fungsi daripada sel endotelial
d) PDGF (platelet derived growth factor), bFGF (basic fibroblast
growth factor), IGF-1 (insulin growth factor-1) turut memicu
terjadi hiperplasiaintima dengan mekanismenya masing-masing
2. Trombosis
Muncul beberapa bulan setelah dilakukannya operasi. Sering
diakibatkan karena faktor anatomi atau faktor teknik seperti rendahnya
aliran keluar vena, tehnik penjahitan yang tidak baik, graft kinking, dan
akhirnya disebabkan oleh stenosis pada lokasi anastomosis.
Penanganan trombosis meliputi trombektomi dan revisi secara
pembedahan. Trombosis yang diakibatkan penggunaan bahan sintetik
dapat diatasi dengan farmakoterapi (heparin, antiplatelet agregasi),
trombektomi, angioplasti dan penanganan secara pembedahan.
15
3. Infeksi
Kejadian infeksi jarang terjadi. Penyebab utama ialah kuman
Staphylococcus aureus. Jika terjadi emboli septik maka fistula harus
direvisi atau dipindahkan. Infeksi pada penggunaan bahan sintetik
merupakan masalah dan sering diperlukan tindakan bedah disertai
penggunaan antibiotik. Pada awal infeksi gunakan antibiotik spektrum
luas dan lakukan kultur kuman untuk memastikan penggunaan
antibiotik yang tepat. Kadang diperlukan eksisi graft.
4. Aneurysma
Umumnya disebabkan karena penusukan jarum berulang pada
graft. Pada A-V fistula jarang terjadi aneurysma akibat penusukan
jarum berulang tetapi oleh karena stenosis aliran keluar vena.
5. Sindrom “steal” arteri
Dikatakan sindrom “steal” arteri jika distal dari ekstremitas yang
dilakukan AV shunt terjadi iskemik. Hal ini disebabkan karena
perubahan aliran darah dari arteri melalui anastomosis menuju ke vena
yang memiliki resistensi yang rendah ditambah aliran darah yang
retrograde dari tangan dan lengan yang memperberat terjadinya
iskemik tersebut. Pasien dengan iskemik ringan akan merasakan
parestesi dan teraba dingan distal dari anastomosis tetapi sensorik dan
motorik tidak terganggu. Hal ini dapat diatasi dengan terapi
simptomatik. Iskemik yang berat membutuhkan tindakan emergensi
pembedahan dan harus segera diatasi untuk menghindari cedera saraf.
6. Hipertensi vena
Gejala yang nampak ialah pembengkakan, perubahan warna kulit
dan hiperpigmentasi. Paling sering disebabkan karena stenosis dan
obstruksi pada vena. Lama kelamaan akan terjadi ulserasi dan nyeri.
Manajemen penanganan terdiri dari koreksi stenosis dan kadang
diperlukan ligasi vena distal dari tempat akses dialisis.
7. Gagal jantung kongestif
16
A-V shunt secara signifikan akan meningkatkan aliran darah balik
ke jantung. Akibatnya akan meningkatkan kerja jantung dan cardiac
output, kardiomegali dan akhirnya terjadi gagal jantung kongestif pada
beberapa pasien. Penanganannya berupa koreksi secara operatif
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoietin, hal
lain yang dapat berperan dalam terjadinya anemia pada pasien gagal ginjal
kronik adalah defisiensi Fe, kehilangan darah, masa hidup eritrosit yang
memendek, defisiensi asam folat, serta proses inflamasi akut dan kronik.
Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah jenis anemia normositik
normokrom, yang khas selalu terjadi pada sindrom uremia.12
17
arteriol dan glomeruli diyakini dapat menyebabkan sklerosis pada pembuluh
darah glomeruli atau yang sering disebut degan glomerulosklerosis. Penurunan
jumlah nefron akan menyebabkan proses adaptif, yaitu meningkatnya aliran
darah, peningkatan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) dan peningkatan keluaran
urin di dalam nefron yang masih bertahan. Proses ini melibatkan hipertrofi dan
vasodilatasi nefron serta perubahan fungsional yang menurunkan tahanan
vaskular dan reabsorbsi tubulus di dalam nefron yang masih bertahan.
Perubahan fungsi ginjal dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan
kerusakan lebih lanjut pada nefron yang ada. Lesi-lesi sklerotik yang terbentuk
semakin banyak sehingga dapat menimbulkan obliterasi glomerulus, yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal lebih lanjut, dan menimbulkan
lingkaran setan yang berkembang secara lambat yang berakhir sebagai
penyakit Gagal Ginjal Terminal.12
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya
tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Semakin tinggi tekanan darah
dalam waktu lama maka semakin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan.12
18
BAB IV
ANALISA KASUS
19
8.3 mg/dL dan eritrosi 2.86juta/uL. Pada pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin
pasien didapati meningkat dengan kadar urea di dalam darah 193.3 mg/dL, dan
kreatinin 11.20 mg/dL hal ini disebabkan kerusakan ginjal pasien secara struktural
dan fungsional sehingga tidak mampu mengeluarkan zat sisa secara normal. Hal
inilah yang juga menjadi acuan perlunya dilakukan hemodialisa pada pasien.
Dari pemeriksaan yang telah dilakukan maka pasien merupakan kandidat
yang sesuai untuk dilakukan pembuatan akses vaskular guna keperluan
hemodialisa. Pembuatan akses vaskular pada pasien dilakukan pada arteri radialis
dan vena sefalika dengan metode end-vein to side-artery anastomoses pada bagian
distal tangan kiri pasien. Pembuatan fistula arteri-vena pada pasien ini dikatakan
berhasil karena setelah dilakukan anastomosis teraba thrill dan terdapat denyutan
halus yang tidak melambung secara mencolok selama oklusi sementara vena
proksimal. Luka operasi ditutup dengan jahitan subkutikular. Proses maturasi
memakan waktu kita-kira 8-12 minggu sebelum akhirnya dapat digunakan untuk
hemodialisa. Pasien juga diedukasi untuk berlatih dengan menggenggam bola
karet untuk membantu proses maturasi.
Penatalaksanaan farmakologi yang didapat oleh pasien adalah obat anti
hipertensi berupa amlodipin dan valsartan, antibiotik yaitu cefadroxil, anti
inflamasi non-steroid yaitu deksketoprofen dan transfusi PRC sebanyak 250cc
untuk mengatasi gejala anemia.
20
BAB IV
KESIMPULAN
Tn. E didiagnosa end stage renal disease atau gagal ginjal terminal kurang
lebih 8 bulan yang lalu dan rutin melakukan hemodialisa 2 kali 1 minggu. Atas
indikasi tersebut dilakukan pembuatan fistula arteri-vena pada arteri radialis dan
vena sefalika di bagian distal tangan kiri pasien. Operasi dinyatakan berhasil
setelah teraba thrill dan terdapat denyutan halus yang tidak melambung secara
mencolok selama oklusi sementara vena proksimal. Akses vaskular tersebut akan
dapat digunakan untuk hemodialisa setelah matur dalam waktu kurang lebih 8-12
minggu.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
12. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, classification and stratification. Am J
Kidney Dis 39: suppl 1, 2012.
23