Anda di halaman 1dari 35

RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN PADA PASIEN

TN.AS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KOPING INDIVIDU TIDAK


EFEKTIF PADA DIAGNOSIS BIPOLAR DISSORDER RUANG BANGAU
RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR PALEMBANG

OLEH :
DODI PRAYOGO
NIM: 04021381821031
MATA KULIAH: MANAJEMEN KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING: MUTIA NADRA MAULIDA, S,Kep., Ns.,M.Kep

ALIH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019
RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN PADA PASIEN
TN.AS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI
PADA DIAGNOSIS BIPOLAR DISSORDER RUANG BANGAU RUMAH
SAKIT DR. ERNALDI BAHAR PALEMBANG

Topik : Asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan resiko

bunuh diri pada diagnosis Bipolar Dissorder.

Sasaran : Pasien Tn.AS (29 Tahun).

Hari/tanggal : Senin/ 9 Desember 2019.

Waktu : 60 menit ( pukul 09.00 WIB sd 10.00 WIB)

Tujuan :

A. Tujuan umum
menyelesaikan masalah keperawatan yang belum teratasi yaitu resiko bunuh
diri
Tujuan Khusus
1. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi
2. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawatan primer, tim
kesehatan lain
3. Menemukan alasan ilmiah terhadao masalah pasien

Sasaran : Klien Tn. AS umur 29 tahun dirawat di ruang Bangau Rumah Sakit

Dr. Ernaldi Bahar Palembang


Materi :

1. Teori asuhan keperawatan pasien dengan Bipolar Dissorder


2. Masalah-masalah keperawatan pada pasien dengan Bipolar Dissorder
3. Intervensi keperawatan pada pasien Bipolar Dissorder dengan masalah
keperawatan resiko bunuh diri

Metode : Diskusi

Media :

1. Dokumen / status pasien


2. Sarana diskusi
3. Materi yang disampaikan

KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN

Waktu Taha Kegiatan pelaksana Kegiatan Tempat


p Pasien
1 hari Pra Pra ronde: Penanggung Ruang
sebelu Rond 1. Menentukan kasus jawab: bangau
m e dan topik Rumah
ronde 2. Menentukan tim sakit
ronde Dr.Ernald
3. Menentukan i Bahar
literalur Palemban
4. Membuat proposal g
5. Mempersiapkan
pasien
6. Diskusi
pelaksanaan
5 menit ronde Pembukaan Kepala Nurse
1. Salam ruangan station
pembukaan
2. Memperkenalk
an tim ronde
3. Menyampaikan
identitas dan
masalah
4. Menjelaskan
tujuan ronde

30 Rond Penyajian masalah


menit e 1. Memberikan salam PP, Nurse
dan Station
memperkenalkan
pasien dan keluarga
pada tim ronde
2. Menjelaskan riwayat
penyakit dan
keperawatan pasien
3. Menjelaskan
masalah pasien dan
rencana tindakan
yang telah
dilaksanakan dan
serta menetapkan
prioritas yang perlu
didiskusikan
Validasi data Karu, PP, Memberik Ruang
4. Mencocokkan dan Perawat, an respon Perawata
menjelaskan Konselor dan n
kembali data yang menjawab
telah disampaikan pertanyaan
5. Diskusi antar Karu, PP,
anggota tim dan Perawat,
pasien tentang Konselor
masalah
keperawatan
tersebut
6. Pemberian Karu
justifikasi oleh
perawat primer atau
konselor atau kepala
ruangan tentang
masalah pasien serta
rencana tindakan
yang akan dilakukan
7. Menentukan
tindakan
keperawatan pada
masalah prioritas
yang telah
ditetapkan
10 Pasca 1. Evaluasi dan Karu, Nurse
menit ronde rekomendasi Supervisor, Station
intervensi Perawat
keperawatan
2. Penutup Konselor,
Pembimbing

KRITERIA EVALUASI

1. Struktur

a. Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Paru RS X

b. Peserta ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan

c. Persiapan dilakukan sebelumnya

2. Proses

a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir

b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan

3. Hasil

1. Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan

2. Masalah pasien dapat teratasi

3. Perawat dapat ;

a. Menumbuhkan cara berpikir kritis

b. Meningkatkan cara berpikir yang sistematis

c. Meningkatkan kemampuan validitas data pasien

d. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan

e. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang


berorientasi pada masalah pasien
f. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan

g. Meningkatkan kemampuan justifikasi

h. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

PENGORGANISASIAN

1. Kepala Ruangan : Kevin Sanjaya Sukamuljo

2. PP I : Aurin Zanovia

PP II : Chelsea Islan

3. PA I : Anggika Davina

PA II : Senja Lovania

4. Konselor : Dodi Prayogo

5. Pembimbing : Marcus Fernaldi Gideon

6. Supervisor : Isyana Sarasvati


SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN
RONDE KEPERAWATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Warsida

Umur : 47 tahun

Alamat : Jalan Nusantara Gang Buntu, Indralaya Ogan Ilir

Adalah suami/istriorang tua/anak dari pasien :

Nama : Tn. AS

Umur : 29 tahun

Alamat : Jalan Nusantara Gang Buntu, Indralaya Ogan Ilir

Ruang : Bangau

No. Rm : 1414143

Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan ronde keperawatan

Palembang,

Perawat yang menerangkan Penanggung Jawab

………………………… …………………

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ……………….. …………..

2. ……………….. …………..
LAPORAN PENDAHULUAN BIPOLAR DISSORDER

A. Pengertian Bipolar Dissorder


Gangguan bipolar I merupakan nama yang digunakan untuk perubahan
mood siklik yang diperlihatkan oleh individu yang mengalami episode manik
(kutub pertama), periode depresi yang berat (kutub kedua), dan periode perilaku
normalantara keduanya (DSMIV-TR;2000 dikutip Videback;2008).
Videback (2008) juga mengatakan Gangguan bipolar sebelumnya
dikenal sebagai gangguan manik-depresif. Selama episode mania, individu
mengalami euforia, grandiositas, energik, dan tidak dapat tidur serta memiliki
penilaian yang buruk dan pikiran, tindakan, serta bicara yang cepat.
Individu dengan depresi unipolar mengalami perburukan yang lambat
sampai menjadi depresi yang dapat berlangsung selama enam bulan sampai dua
tahun, sedangkan individu dengan gangguan bipolar mengalami siklus antara
keadaan depresi dan perilaku normal (depresi bipolar) atau mania dan perilaku
normal (manik bipolar), atau dapat mengalami rentang dari mania menjadi
perilaku normal sampai depresi dan kembali lagi dalam siklus yang berulang
(episode gabungan bipolar).
Depresi bipolar memiliki gejala yang sama dengan depresi unipolar,
kecuali bahwa episode depresif bersiklus selama periode beberapa bulan dan
berganti dengan perilaku normal atau perilaku normal dan rnanik. Individu
dengan episode. gabungan bipolar mengalami pergantian antara episode
depresif mayor dan episode manik, tetapi diselingi periode perilaku normal.
Setiap mood berlangsung selama beberapa bulan sebelum pola tersebut mulai
menurun atau meningkat sekali lagi.
Rusdi (2003) menyatakan gangguan bipolar terbentuk oleh episode
berulang (paling sedikit dua) yang tertuju pada suasana hati pasien (mood) dan
aktivitas yang terganggu, pada waktu tertentu gangguan ini terdiri dari suasana
hati yang berubah-ubah (mood), pada waktu lainnya bisa terjadi penurunan
suasana hati (mood) peningkatan aktivitas, energi dan perilaku (mania atau
hipomania), energi dan pengurangan aktivitas (depresi). Terlihat lebih khas
ketika adanya penyembuhan antar episode. Episode manik biasanya diawali
secara tak terduga berlangsung sekitar dua minggu sampai dengan lima bulan.
Episode ini sangat sering terjadi setelah kehidupan yang penuh beban pikiran
(stres) atau trauma.
Menurut PPDGJ III, pedoman diagnostik untuk gangguan afektif
bipolar, episode manik dengan psikotik, episode saat ini harus memenuhi
kriteria untuk manik dengan gejala psikotik dan harus ada sekurang-kurangnya
satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau.
Keadaan tersebut disertai paling sedikit empat gejala berikut peningkatan
aktivitas atau ketidaktenangan fisik, lebih banyak bicara dari biasanya atau
adanya dorongan untuk bicara terus menerus, rasa harga diri yang melambung,
berkurangnya kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih
dalam aktivitas. Pasien yang memiliki gangguan bipolar sangat membutuhkan
semangat serta dorongan untuk mempertahankan dan melanjutkan pengobatan
dengan segala keterbatasannya lithium yang merupakan salah satu pengobatan
yang telah lama digunakan pada penderita gangguan bipolar (Putra, 2016).
American Psychiatric Association mneyebutkan gangguan bipolar
adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang
ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrem berupa mania dan
depresi, karena itu istilah medis sebelumnya disebut dengan manic depressive.
Suasana hati penderitanya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub
(bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi)
yang berlebihan tanpa pola atau waktu yang pasti.
Bipolar adalah gangguan otak yang menyebabkan perubahan suasana
hati seseorang, energi, dan kemampuan untuk berfungsi. Gangguan bipolar
adalah kategori yang mencakup tiga kondisi berbeda yaitu bipolar I, bipolar II
dan gangguan siklothymic. Orang dengan gangguan bipolar memiliki keadaan
emosional ekstrem dan intens yang terjadi pada waktu yang berbeda, yang
disebut episode suasana hati. Episode mood ini dikategorikan sebagai manic,
hypomanic atau depressive.
Orang dengan gangguan bipolar umumnya juga memiliki periode
mood normal. Gangguan bipolar dapat diobati, dan orang-orang dengan
penyakit ini dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif (Pritchard,
2006).

B. Episode Bipolar Dissorder


Menurut Yatham;2010 dikutip Safira;2015 penderita bipolar akan mengalami
beberapa episode sebagai berikut:
a. Episode depresif berat
a.1. Keputusasaan, perasaan bersalah, sedikit alasan untuk hidup
a.2. Agitasi, episode depresi campuran (tiga atau lebih gejala-gejala
hipomanik di dalam episode depresi)
a.3. Gangguan ansietas berat, insomnia
a.4. Gejala-gejala psikotik
a.5. Diagnosis gangguan bipolar II
a.6. Komorbiditas aksis I (gangguan ansietas, penyalahgunaan zat), aksis II
dan gangguan serius pada aksis III
a.7.Ketidakoptimalan penanganan medis dan dukungan keluarga/sosial
a.8. Beberapa hari pertama terapi, minggu-minggu dan bulan-bulan pertama
setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit
b. Episode campuran (episode manik dan depresif mayor terjadi secara
bersamaan
c. Episode manik (manik dan tiga atau lebih gejala-gejala depresi di dalam
episode manik). Episode manik biasanya terjadi tak terduga dan berlangsung
paling cepat dua minggu sampai dengan lima bulan, lain halnya jika depresi
yang cenderung lebih lama (Rusdi; 2003 dikutip Putra; 2016).
C. Jenis- jenis Bipolar Dissorder
Gangguan bipolar dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Beberapa jenis telah
diidentifikasi, jenis-jenis tersebut terutama terkait dari pola terjadinya
gangguan bipolar menurut Pritchard (2006):
1. Gangguan Bipolar I: Setidaknya terjadi satu kejadian kegembiraan
berlebihan (manik).
2. Gangguan Bipolar II: Tidak ada kejadian kegembiraan berlebihan, tetapi
setidaknya ada satu kejadian Hypomania, dan setidaknya satu kejadian
kesedihan berlebihan (major depressive).
3. Cyclothymia: Seperti halnya gangguan bipolar II, tetapi depresinya tidak
dapat dikategorikan sebagai kesedihan berlebihan.

D. Faktor Penyebab
Menurut Pritchard (2006) berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan
seseorang mengalami bipolar:
1. Genetika bawaan adalah faktor umum penyebab gangguan bipolar.
Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan
pengidap gangguan bipolar memiliki risiko mengidap penyakit yang sama
sebesar 15 % hingga 30%. Bila kedua orangtuanya mengidap gangguan
bipolar, maka berpeluang mengidap gangguan bipolar sebesar 50% -
75%. Kembar identik dari seorang pengidap gangguan bipolar memiliki
risiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang
bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada
gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak
kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% - 15% keluarga
dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu
episode gangguan suasana hati.
2. Fisiologis
a) Sistem Neurokimia
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap
gangguan bipolar adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia
utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan
rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa pesan
atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam menjalankan
tugasnya. Norepinephrin, dopamin, dan serotonin adalah beberapa jenis
neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls saraf. Pada
penderita gangguan bipolar, cairan-cairan kimia tersebut berada dalam
keadaan yang tidak seimbang.
Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar
dengan kadar dopamin yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat
bersemangat, agresif dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase
mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi ketika kadar cairan
kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita
merasa tidak bersemangat, pesimis dan bahkan keinginan untuk bunuh
diri yang besar.
Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan
adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan
behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan
manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian tujuan) dari
lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states,
karakteristik kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka),
peningkatan energi dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara
biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang
melibatkan dopamin dan perilaku untuk memperoleh penghargaan.
Peristiwa kehidupan yang melibatkan penghargan atau keinginan untuk
mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania tetapi tidak
ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif
lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.

b) Sistem Neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan
mempengaruhi hipotalamus yang berfungsi mengontrol kelenjar
endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang
dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituaritas. Kelenjar
ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan
rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa
orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon
adrenocortical) yang tinggi.
Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan
hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari cortisol
pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya
kelenjar adrenal. Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan
kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan
bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak
normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan
dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.

3) Lingkungan
Gangguan bipolar tidak memiliki penyebab tunggal.
Tampaknya orang-orang tertentu secara genetis cenderung untuk
mengidap gangguan bipolar, namun tidak semua orang dengan
kerentanan mewarisi penyakit berkembang yang menunjukkan bahwa
gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi pencitraan otak
menunjukkan perubahan fisik pada otak penderita gangguan bipolar.
Dalam penelitian lain disebutkan, gangguan ini juga disebabkan
oleh poin ketidakseimbangan neurotransmitter, fungsi tiroid yang
abnormal, gangguan ritme sirkadian dan tingkat tinggi hormon stres
kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini
terlibat dalam pengembangan gangguan bipolar. Faktor-faktor eksternal
yang disebut pemicu dapat memulai episode baru mania atau depresi
dan membuat gejala yang ada memburuk, namun banyak episode
gangguan bipolar terjadi tanpa pemicu yang jelas.
Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu
munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antar perseorangan atau
peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (penghargaan) dalam hidup.
Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta,
dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara
lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain
itu, seorang penderita gangguan bipolar yang gejalanya mulai muncul
saat masa remaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil
yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau
depresi. Selain penyebab di atas, alkohol, obat- obatan dan penyakit lain
yang diderita juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar.
Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat
mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan
dengan normal. Faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya
gangguan bipolar antara lain stres dan penyalahgunaan zat. Stres
merupakan peristiwa kehidupan yang dapat memicu gangguan bipolar
pada seseorang dengan kerentanan genetik. Peristiwa ini cenderung
melibatkan perubahan drastis atau tiba-tiba baik atau buruk seperti akan
menikah, akan pergi ke perguruan tinggi, kehilangan orang yang
dicintai, atau dipecat dalam pekerjaan. Sementara penyalahgunaan zat
dapat menyebabkan gangguan bipolar, itu dapat membawa pada sebuah
episode dan memperburuk perjalanan penyakit.
Obat-obatan seperti kokain, ekstasi dan amphetamine dapat
memicu mania, sedangkan alkohol dan obat penenang dapat memicu
depresi. Obat-obat tertentu, terutama obat-obatan antidepresan, bisa
memicu mania. Obat lain yang dapat menyebabkan mania termasuk obat
flu, penekan nafsu makan, kafein, kortikosteroid dan obat tiroid.

E. Pengobatan Bipolar Dissorder


Terapi dan Prognosis Terapi untuk mengatasi gangguan bipolar
mencakup prograin pengobatan bipolar seumur hidup, yang sering disebut obat-
obatan antimanik, dan kepatuhan terhadap program pengobatan. Psikoterapi
bermanfaat untuk menangani siklus bipolar depresif ringan atau siklus bipolar
porsi normal. Psikoterapi tidak bermanfaat selama tahap manik akut karena
rentang perhatian individu singkat dan dapat diperoleh sedikit daya tilik selama
percepatan aktivitas psikomotor berlangsung (Bouchard;1999 dikutip
Videback; 2008).
Psikoterapi dalam kombinasi dengan obat dapat mengurangi risiko
bunuh diri dan cedera, memberi sumber dukungan untuk klien dan keluarga,
serta membantu klien menerima diagnosis dan rencana terapi (Miklowitz; 1996
dikutip Videback;2008).
Ada dua kategori utama obat-obatan yang digunakan dalam gangguan
bipolar, yakni litium dan antikonvulsan. Ini adalah satu-satunya gangguan jiwa
ketika obat-obatan dapat mencegah siklus akut perilaku bipolar. Setelah diduga
hanya dapat membantu mengurangi perilaku manik, litium dan antikonvulsan
ini ternyata juga melindungi individu dari efek siklus depresif bipolar. Apabila
klien dalam tahap akut mania atau depresi memperlihatkan psikosis (gangguan
pikiran, seperti terlihat pada waham, halusinasi, dan ilusi), suatu agens
antipsikotik diberikan sebagai fambahan obat-obatan bipolar. Beberapa klien
tetap meminum baik obatobatan bipolar maupun antipsikotik ( Videback,
2008).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dpaat dilakukan menurut Stuart (2016):
1. Electroconvulsive (ECT)
2. CT Scan
3. MRI

G. Diagnosa Keperawatan yang berhubungan dengan Bipolar Disorder


Menurut Videback (2008) diagnosa yang sering muncul pada klien dengan
bipolar disorder adalah:
1. Koping Individu yang tidak efektif
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Resiko bunuh diri

DAFTAR PUSTAKA

Videback, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC:Jakarta


Putra, HGSA. (2016). Gangguan Afektif Bipolar Mania Dengan Psikotik: Sebuah
Laporan Kasus.
Safira, F. (2014). Hubungan Antara Gangguan Bipolar Dengan Resiko Bunuh Diri
Pasa Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Bangkong
Pontianak Tahun 2014. Naskah Publikasi.
Pritchard, C. (2006). Mental Health Social Work (Evidence- based practice). New
York: Routledge by Taylor & Francis Group.
Struart, GW. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart Edisi
Indonesia. Elsevier: Singapore.
Resume Pasien dalam Pelaksanaan Ronde Keperawatan

1. Identitas

Nama : Tn. AS

Umur : 29 Tahun

Status : belum menikah

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Wirausaha

Alamat : Jalan Nusantara Gang Buntu, Indralaya Ogan Ilir

MRS : 25 November 2019

2. Diagnosis Medis
Bipolar Dissorder

3. Keluhan Utama
Klien dibawa ke IGD rumah sakit Dr. Ernaldi Bahar gara-gara mengamuk dan
marah-marah tanpa sebab yang jelas. Satu minggu yang lalu klien pernah
meminum obat nyamuk gara- gara putus dengan pacarnya. Menurut keluarga
klien, satu hari sebelumnya tepatnya sore hari sekitar pukul 4 sore, klien sangat
senang menjalani harinya. Ia bahagia tanpa sebab yang jelas. Bahkan saking
senangnya, ia mengelilingi rumahnya sambil tertawa sendiri. Kemudian
dimalam hari, Ia mengatakan sedih pada keluarganya. Saat ditanya ia
menghindar dan mengurung diri dikamar. 2 jam setelah itu klien terdengar
menangis, marah marah, dan melempari barang serta mengobrak abrik isi
kamarnya. Mendengar semua itu, keluargapun membawa klien ke rumah sakit
Dr. Ernaldi Bahar Palembang.
Masalah keperawatan: Resiko Bunuh diri, Resiko perilaku kekerasan
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat ini klien menderita Bipolar Dissorder
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya, klien mengatakan pernah menderita cacar air saat ia berusia 17
tahun. Klien hanya berobat ke Bidan desa hingga cacarnya sembuh.

6. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu klien menderita hipertensi sejak berusia 35 tahun. Ibu klien mengatakan
rutin ke puskesmas untuk mendapatkan obat penurun tekanan darah tinggi.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Td : 120/80
N: 80 x/m
S : 36,5 derajat celcius
RR: 24 x/m
b. Pengkajian per system
I. Psikososial
1. genogram
Ket : : laki laki

: perempuan

: pasien

X : sudah meninggal
// : bercerai
: tinggal serumah

Penjelasan :

Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Ia tinggal bersama


ayah,ibu ,dan kedua adiknya. Pengambilan keputusan didalam keluarga akan
diputuskan bersama tanpa ada yang mendominasi dalam penentuan keputusan
tersebut . Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.

2. Konsep diri
a. Gambaran diri:

Pasien mengatakan senang dengan bentuk tubuhnya

b. Identitas

Pasien tahu namanya AS umurnya berapa tahun, pasien mengatakan ia


adalah anak pertama dari 3 bersaudara dan dia adala laki-laki.

c. Peran

Saat ini pasien mengatakan bahwa prannya sebagai seorang anak , dan
kakak bagi adik adiknya
d. Ideal diri
Pasien mengatakan badannya sudah ideal baginya
e. Harga diri

Pasein mengatakan ia sangat percaya diri dengan wajahnya yang ganteng.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti

Pasien mengatakan orang yang berarti bagi hidupnya saat ini adalah kedua
orang tuanya.

b. Peran serta kegiatan kelompok/ masyarakat:

Sebelum masuk RS: pasien mengatakan ia ikut sebagai remaja masjid di


komlpek perumahannya

Setelah masuk RS : Pasien mengatakan malas untuk berinteraksi dengan


orang .

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:

sebelum masuk RS: pasien mengatakan tidak ada hambatan saat


berhubungan dengan orang lain

setelah masuk RS : pasien mengatakan malas bergaul karena ia benci


dengan orang disekitarnya.

Masalah keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan

Pasien percaya kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang ia Imani.

b. Kegiatan ibadah
Sebelum masuk RS: pasien mengatakan sholat 5 waktu

Setelah masuk RS: Pasien jarang beribadah sholat karena malas

Masalah keperawatan :distress spiritual

II. Status Mental


1. Penampilan
Tampak rapi dan bersih, gigi putih, tidak bau mulut
Masalah keperawatan: tidak ada
2. Pembicaraan
Pasien berbicara lambat dan lebih banyak mengatakan ingin mati saja.
Masalah keperawatan: resiko bunuh diri
3. Aktivitas motoric
Pasien mampu mengikuti kegiatan rumah sakit seperti olah raga. Namun
jika ia bersama pasien lain, ia melotot, rahang mengatup, dan mengepalkan
tangan
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
4. Alam perasaan
Pasien mengatakan lebih baik ia mati, pasien juga megatakan telah jenuh
hidup. Klien juga mengatakan pernah mencoba bunuh diri di kamar mandi
ruang bangau tapi kejadian itu digagalkan oleh perawat yang jaga.
Masalah keperawatan: Resiko bunuh diri
5. Afek
Afek pasien berubah- ubah selama pengkajian, sesuai dengan topik
pertanyaan .
Maslaah keperawatan : tidak ada
6. Intraksi selama wawancara
Selama wawancara berlangsung, pasien kooperatif .
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
7. Persepsi: halusinasi
Penjelasan:
Pasien mengatakan ia tidak pernah mendengar suara suara tak berwujud,
maupun bayangan –bayangan selama dirawat di rumah sakit.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
8. Proses pikir
Pasien dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan
perawat.
9. Isi pikir
Tidak ada masalah
10. Tingkat kesadaran
Pasien sadar ia sedang berada di Rumah sakit Ernaldi bahar, dan ia sedang
berada diruang merpati.
11. Memori
a. Gangguan daya ingat jangak panjang
Pasien ingat tanggal kelahirannya pada tanggal 16/12/1990
b. Gangguan jangka pendek
Pasiensadar ia sudah selesai sarapan.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien mampu berhitung sederhana (11+9)
13. Kemampuan penilaian
Pasien mampu membuat keputusan misal ditanya makan dulu atau mandi?
Pasien menjawab mandi dulu baru makan.
14. Daya tilik diri
Pasein ingin mati saja dari pada hidup tapi tidak bersama orang yang
dicintainya.
Masalah keperawatan: Resiko bunuh diri
III. Kebutuhan persiapan pulang
1. Makan
Pasien mampu makan dengan baik, tidak berantakan dan ia merapikan
piring dan meja makan setelah makan. Klien akan meletakkan tempat
makan ke tempat yang sudah disediakan.
2. BAB dan BAK
Pasien mampu BAB dan BAK secara mandiri.
3. Mandi
Pasien mandi secara mandiri 2 kali sehari dengan mandiri.
4. Berpakaian dan berhias
Pasien mampu menyisir rambut dan berpakaian rapi.
5. Istirahat dan tidur
Pasien tidur siang hari pukul 13.00 sampai 15.40 WIB, pada malam
hari ia akan tidur pukul 20.00 sd 05.30 pagi. Pasien mengatakan tidurnya
nyeyak dan tidak ada kegiatan sebelum dan sesudah tidur.
6. Penggunaan obat
Pasien mampu mengambil obat saat pembagian obat dan meminumnya.
7. Pemeliharaan kesehatan
a. Perawatan lanjutan
Tidak ada
b. Perawatan pendukung
Tidak ada
Masalah keperawatan: tidak ada
8. Kegiatan didalam rumah
Pasien mengatakan kegiatan dirumah hanya berdiam diri dikamar
9. Kegiatan diluar rumah
Pasien mengatakan semenjak pengumuman seleksi TNI, ia sungkan untuk
bersosialisasi.
IV. Mekanisme Koping
Pasien memiliki koping maladaptive yaitu ia menghindar, jika ada masalah
Masalah keperawatan : koping tidak efektif

V. Aspek medis: Skizofrenia YTT


Terapi medis
No. Nama obat dosis indikasi kontraindikasi
1. Chlorpromazin 50 mg/ 24 Mengatasi gejala Pasien psikosis
jam psikologis berupa akibat dimensia
perilaku yang karena bisa
membahayakan meningkatkan
diri sendiri atau resiko penyakit
orang lain serta jantung dan
halusinasi infeksi paru
hingga kematian
2. Risperidon 2 mg/ 12 Menangani Diabetes
jam skizofrenia dan
gangue bipolar
3. Trihexypenidil 2 mg/ 12 Mengatasai gejala Hipersensitifitas
jam ekstramidal ( terhexypenidil
tremor, tubuh
kaku, gerakan
tidak normal, serta
gelisah)
ANALISA DATA

No Data Diagnosa keperawatan


1. Ds: Resiko bunuh diri
1. Pasien mengatakan ingin
mati saja
2. Pasien mengatakan pernah
melakukan percobaan
bunuh diri di kamar mandi
ruang bangau
3. Pasien mengatakan pernah
meminum obat nyamuk
Do:
1. Pasien kooperatif
2. Pernah melakukan percobaan
bunuh diri di ruang bangau
3. Tanda-tanda vital
Td : 120/80
N: 80 x/m
S : 36,5 derajat celcius
RR: 24 x/m

2. Ds: Resiko perilaku kekerasan


1. Klien mengatakan benci
orang lain
2. Klien mengatakan sering
mengamuk
3. Klien mengatakan benci
orang disekitarnya
Do:
1. Mata melotot,
2. rahang mengatup,
3. mengepalkan tangan saat
berada disekitar pasien lain

3. Ds: pasien mengatakan lebih suka Koping indiviidu tidak efektif


mengindar saat terjadi konflik
Do: pasien lebih banyak diam diri di
kamarnya

XII, Daftar masalah keperawatan

Resiko Bunuh diri, resiko perilaku kekerasan, koping tidak efektif

XIII. Daftar diagnosis ( sesuai urutan)

1. Resiko Bunuh diri,


2. resiko perilaku kekerasan,
3. koping tidak efektif

XVI. Pohon masalah

Resiko bunuh diri

Resiko perilaku kekerasan

Koping tidak efektif


INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa INTERVENSI TUJUAN DAN KRITERIA
HASIL
1. Resiko Pencegahan bunuh diri Setela dilakkukan tindakan
bunuh diri Observasi: keperawatan diharapkan
1. Identifikasi gejala resiko kemampuan mengendalikan
bunuh diri (missal atau mengatur emosi, pikiran,
gangguan mood , dan perilaku dalam menghadapi
halusinasi, delusi, panik, masalah meningkat dengan
penyalahgunaan zat, kriteria hasil:
kesedihan gangguan 1. Verbalisasi umpatan
kepribadian) menurun
2. Identifikasi keinginan 2. Perilaku melukai diri
dan pikiran rencana sendiri/ orang lain
bunuh diri menurun
3. Monitor lingkungan 3. Perilaku merusak
bebas bahaya secara rutin lingkungan sekitar
(missal barang pribadi, menurun
pisau cukur, jendela) 4. Perilaku agresif atau
4. Monitor adanya amuk menurun
perubahan mood atau 5. Suara keras menurun
perilaku 6. Bicara ketus menurun
7. Verbalisasi keinginan
Terapeutik bunuh diri menurun
1. Libatkan dalam 8. Perilaku merencanakan
perencanaan perawatan bunuh diri menurun
mandiri 9. Euofria menurun
2. Libatkan keluarga dalam 10. Alam perasaan depresi
perencanaan perawatan • menurun.
Lakukan pendekatan
langsung dan tidak
menghakimi saat
membahas bunuh diri
3. Berikan lingkungan
dengan pengamanan ketat
dan mudah dipantau (mis,
tempat tidur de ruang
perawat)
4. Tingkatkan pengawasan
pada kondisi tertentu
(mis, rapat staf,
pergantian shift)
5. Lakukan intervensi
perlindungan (mis.
pembatasan area,
pengekangan fisik), jika
diperlukan
6. Hindari diskusi berulang
tentang bunuh diri
sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa
sekarang dan masa depan
7. Diskusikan rencana
menghadapi ide bunuh
diri di masa depan (mis.
crang yang
dihubungi,kemana
mencari bantuan).
8. Pastikan obat ditelan
Edukasi
1. Anjurkan mendiskusikan
perasaan yang dialami
kepada orang lain
2. Anjurkan menggunakan
sumber pendukung (mis.
layanan spiritual, penyedia
layanan).
3. Jelaskan tindakan
pencegahan bunuh diri
kepada keluarga atau orang
terdekat.
4. Informasikan sumber daya
masyarakat dan program
yang tersedia.
5. Latih pencegahan risiko
bunuh diri (mis. latihan
asertif, relaksasi otot
progresin)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, atau
antipsikotik, sesuai indikasi
2. Kolaborasi tindakan
keselamatan kepada PPA
3. Rujuk ke pelayanan
kesehatan mental, jika perlu
No. Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
tanggal keperawatan
1. Senin/ 9 Resiko bunuh Observasi: S:
Desember diri 1. Pasien mengatakan Ia ingin mati
1. Mengidentifikasi gejala resiko bunuh
2019. saja
diri (missal gangguan mood , 2. Pasien mengatakan tahu akibat
bunuh diri
halusinasi, delusi, panik,
O:
penyalahgunaan zat, kesedihan 1. Pasien kooperatif
2. Pasien tampak sedih
gangguan kepribadian)
3. Pasien tidak bersemangat
2. Mengidentifikasi keinginan dan 4. Ruangan pasien sudah tidak
terdapat benda- benda yang
pikiran rencana bunuh diri
membahayakan
3. Memonitor lingkungan bebas bahaya 5. Pasien minum obat teratur
secara rutin (missal barang pribadi,
A:
pisau cukur, jendela) Masalah teratasi sebagian
4. Memonitor adanya perubahan mood
P : Intervensi dilanjutkan
atau perilaku

Terapeutik
1. Melibatkan dalam perencanaan
perawatan mandiri
2. Melibatkan keluarga dalam
perencanaan perawatan
3. Melakukan pendekatan langsung dan
tidak menghakimi saat membahas
bunuh diri
4. Memberikan lingkungan dengan
pengamanan ketat dan mudah
dipantau (mis, tempat tidur de ruang
perawat)
5. Meningkatkan pengawasan pada
kondisi tertentu (mis, rapat staf,
pergantian shift)
6. Melakukan intervensi perlindungan
(mis. pembatasan area, pengekangan
fisik), jika diperlukan
7. Menghindari diskusi berulang
tentang bunuh diri sebelumnya,
diskusi berorientasi pada masa
sekarang dan masa depan
8. Mendiskusikan rencana menghadapi
ide bunuh diri di masa depan (mis.
orang yang dihubungi,kemana
mencari bantuan).
9. Memastikan obat ditelan

Edukasi
1. Menganjurkan mendiskusikan perasaan
yang dialami kepada orang lain
2. Menganjurkan menggunakan sumber
pendukung (mis. layanan spiritual,
penyedia layanan).
3. Menjelaskan tindakan pencegahan bunuh
diri kepada keluarga atau orang terdekat.
4. Menginformasikan sumber daya
masyarakat dan program yang tersedia.
5. Melatih pencegahan risiko bunuh diri
(mis. latihan asertif, relaksasi otot
progresin)
Kolaborasi
1. Berkolaborasi pemberian obat
antiansietas, atau antipsikotik, sesuai
indikasi
2. Berkollaborasi tindakan keselamatan
kepada PPA
3. Merujuk ke pelayanan kesehatan mental,
jika perlu

Anda mungkin juga menyukai