Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepanjang hidup kita, tentunya kita selalu melakukan negosiasi. Baik dengan ayah ke
anaknya, teman, maupun rekan bisnis. Negosiasi dapat menjembatani perbedaan yang ada dan
menghasilkan kesepakatan antar pihak yang terlibat

Dalam dunia bisnis, istilah negosiasi bukanlah hal yang baru. Negosiasi digunakan untuk
menjembatani dua kepentingan yang berbeda, misalnya antara produsen dengan konsumen. Oleh
karena itu, agar terjadi suatu kesepakatan di antara kedua belah pihak, diperlukan negosiasi.
Sementara itu, orang yang melakukan negosiasi sering disebut sebagai seorang negosiator.

Dalam komunikasi bisnis bernegosiasi sangat dibutuhkan dalam mencapai suatu


kesepakatan bersama antara dua belah pihak yang bersangkutan. Dalam bernegosiasi ada tata
cara tersendiri sehingga kesepakatan di antara keduanya bisa tercapai.

Dalam makalah ini akan dibahas lebih jelas yang berkaitan dengan permasalahan
negosiasi, seperti pengertian negosiasi, berbagai tahapan atau proses bernegosiasi, ketrampilan
bernegosiasi, peran seorang negosiator, dan tipe negosiator.

1
1.2 Rumusan Masalah

Didalam makalah ini akan dibahas beberapa permasalahan yang sering kali muncul saat
berkomunikasi dalam negosiasi bisnis, diantaranya adalah :

1. Apa yang harus dikomunikasikan dalam negosiasi ?


2. Bagaimana seseorang berkomunikasi dalam negosiasi ?
3. Bagaimana mengembangkan komunikasi dalam negosiasi ?
4. Pertimbangan komunikasi khusus pada penutupan negosiasi ?

1.3 Tujuan penulisan

Di dalam makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami beberapa hal, diantaranya :

1. Pembaca mengerti hal-hal yang harus dikomunikasikan dalam negosiasi bisnis.


2. Pembaca mampu berkomunikasi dengan baik dalam negosiasi bisnis.
3. Pembaca mampu mengembangkan komunikasi dalam negosiasi.
4. Pembanca mampu mengerti pertimbangan khusus pada penutupan negosiasi .

BAB II

PEMBAHASAN

2
2.1 Apa yang harus dikomunikasikan dalam negosiasi .

Salah satu pertanyaan mendasar yang sering di dengar adalah apa saja yang dikomunikasikan
selama negosiasi ? sebagian besar komunikasi selama negosiasi bukanlah preferensi negosiator
,jelas pula bahwa isi dari komunikasi hanya bertanggung jawab sebagian terhadap hasil
negosiasi. Misalnya, satu pihak mungkin memilih untuk tidak mengkomunikasikan hal-hal
tertentu, sehingga lawanya dapat saja tidak menyadari mengapa beberapa hasil muncul. Di
bahasan selanjutnya , akan didiskusikan lima kategori komunikasi yang berbeda yang terjadi
selama negosiasi.

1. Tawaran, Tawaran Balik, dan Motif


Menurut Tutzauer (1992,hlm.67). “Mungkin komunikasi yang paling penting dalam
tawar-menawar adalah komunikasi yang menyampaikan tawaran dan tawaran balik pihak
yang terlibat” . Penawar memiliki preferensi tertentu dan menunjukkan perilaku rasional
dengan bertindak sesuai preferensi mereka, dan bahwa preferensi tersebut dapat
dinyatakan menurut beberapa skala numeric. Preferensi negosiator tercermin dalam
ukuran yang baik terhadap motivasi yang mendasarinya. Negosiator dengan motif afiliasi
cenderung untuk menyampaikan konsensi posistif yang menurunkan ketegangan atau
memfasilitasi kesepakatan. Sebaliknya,negosiator dengan motif kekuatan lebih cenderung
menolak konsesi dan meeningkatkan konflik.
Sebuah kerangka komunikatif untuk negosiasi didasarkan pada asumsi bahwa :
1. Komunikasi penawaran merupakan proses yang dinamis
2. Proses penawaran merupakan proses yang interaktif
3. Berbagai factor internal dan eksternal mengendalikan interkasi dan
“memotifasi” penawar untuk mengubah penawaranya.

Dengan kata laian, prosen penawaran-penawaran balik merupakan hal yang dinamis dan
interaktif.

2. Informasi mengenai Alternatif


Komunikasi dalam negosiasi tidak terbatas pada pertukaeran penawaran dan penawaran
balik, bagaimanapun juga aspek penting lainya adalah bagaimana kegiatan berbagai
informasi dengan pihak lain mempengaruhi prosen negosiasi. Keberadaan BATNA
mengubah beberapa hal dalam sebuah negosiasi:

3
1. Dibandingkan dengan negosiator yang tidak meiliki BATNA yang menarik,
negosiator dengan BATNA yang menarik menetapkan harga harga yang lebih yang
lebih tinggi bagi dirinya sendiri dibandingkan lawanya.
2. Negosiator yang lawanya memiliki BATNA yang menarik menetapkan poin yang
lebih rendah bagi mereka sendiri.
3. Ketika kedua belah pihak menyadari BATNA yang menarik yang dimiliki salah satu
negosiator, negosiator tersebut menerima hasil negosiasi yang lebih positif.

Membuat pihak lain mengetahui alternative baik seseorang dengan sopan dapat
memberikan pengaruh tanpa mengasingkan pihak lain. Di sisi lain memperlihatkan
BATNA yang baik dalam menghadapi pihak lain dengan cara memaksakan atau
merendahkan dapat ditafsirkan sebagai tindakan agresif atau mengancam.

3. Informasi mengenai Hasil


Dalam sebuah studi simulasi negosiasi , Thompson, Valley , dan Kramer (1995) meneliti
efek dari berbagai jenis informasi yang berbeda, bagaimana pihak lain mengevaluasi
keberhasilanya dalam negosiasi, dan bagaimana hal ini mempengaruhi evaluasi
negosiator terhadap keberhasilan mereka sendiri. Thompson dan koleganya menemukan
bahwa pemenang dan yang kalah mengevaluasi sendiri hasil mereka dengan cara yang
sama ketika mereka tidak mengetahui sebaik apa yang telah dilakukan oleh pihak lain,
namun jika mereka menemukan bahwa negosiator yang lainnya telah bekerja dengan
lebih baik, atau cukup puas dengan hasilnya, maka negosiator merasa bahwa hasil mereka
sendiri kurang positif. Meskipun negosiator mengetahui bahwa pihak lain berkeja dengan
kurang baik, mereka akan kurang puas dengan hasilnya dibandingkan jika mereka
memiliki informasi perbandingan. Secara keseluruhan , temuan ini menunjukkan bahwa
negosiator harus berhati-hati mengenai pembagian hasil mereka atau bahkan reaksi
positif mereka terhadap hasil dengan pihak lain, terutama jika mereka akan beregosiasi
lagi dengan pihak tersebut di masa akan datang.

4. Akun Sosial
Tipe lain dari komunikasi yang terjadi selama negosiasi terdiri atas “ akun sosial “ yang
digunakan negosiator untuk menjelaskan sesuatu kepada pihak lain,terutama ketika

4
negosiator perlu untuk menjustifikasi berita buruk. Sebuah tinjauan literatur oleh Sitkin
dan Bies (1993) menunjukkan tiga penjelasan penting :
1. Penjelasan keadaan mitigasu,dimana negosiator menunjukkan bahwa mereka tidak
memiliki pilihan kecuali mengambil posisi mereka ambil.
2. Penjelasan keadaan pembebasan tuduhan, dimana negosiator menjelaskan posisi
mereka dari sudut pandang yang lebih luas, menyatakan bahwa sementara posisi
mereka saat itu terlihat negatif, hal tersebuut berasal dari motif yang positif .
3. Pembingkaian ulang penjelasan, dimana hasil dapat dijelaskan dengan mengubah
konteks (misalnya kerugian jangka pendek dan keuntungan jangka panjang).

5. Komunikasi mengenai Proses


Terakhir , beberapa komunikasi adalah mengenai proses negosiasi itu sendii, seberapa
baik negosiasi tersebut berjalan atau prosedur apa saja yang mungkin diadopsi untuk
memperbaiki situasi. Sebuah studi oleh Brett, shapiro, dan lytle (1998) meneliti strategi
komunikasi dalam negosiasi yang digunakan untuk menghentikan spiral konflik yang
mungkin mengakibatkan kebuntuan atau hasil yang kurang ideal. Salah satu strategi
tersebut termasuk meminta perhatian pada tindakan kontroversial dari pihak lain dan
secara eksplisit mengatakan proses tersebut sebagai kontraproduktif.

2.2 Bagaimana Orang-Orang Berkomunikasi dalam Negosiasi

Bagaimana negosiator berkomunikasi sama pentingnya dengan apa yang perlu meeka
katakana, sementara itu penelitian telah menguji aspek yang berbeda mengenai bagaimana
orang-orang berkomunikasi dalam negosiasi. Terdapat tiga aspek yang berhubungan dengan
“bagaimana” komunikasi: karakteristik bahasa yang digunakan oleh orang yang berkomunikai,
penggunaan komunikasi nonverbal dalam negosiasi, dan pemilihan saluran komunikasi untuk
mengirim dan menerima pesan.

5
Karakteristik Bahasa

Gibbons, Bradac, dan Busch (1992) menyatakan bahwa negosiasi “mempresentasikan


pertukaran informasi melalui bahasa yang mengoordinasikan dan mengelola makna”. Dalam
negosiasi , bahasa beroperasi dalam dua level, yaitu level logika (untuk proposal atau
penawaran) dan level pragmatis (semantic,sintaksis,dan gaya). Makna yang di sampaikan oleh
proposisi atau pernyataan merupakan kombinasi antara sebuah pesan logika yang ada di
permukaan dan beberapa pesa pragmatis (misalnya, diisyaratkan atau di simpulkan). Dengan
kata lain, bukan hanya yang di ucapkan dan bagaimana mengucapkan nya yang menjadi hal
penting, tapi juga informasi tambahan,tersirat,atau tersembunyi yang dimaksud,di sampaikan,
atau di tangkap dalam penerimaan. Sebagai contoh, bayangkan sebuah ancaman. Kita seringkali
bereaksi tidak hanya kepada isi pernyataan yang mengancam, tapi juga (dan sering kali lebih
kuat) kepada pesan-pesan yang tidak diucapkan yang bisa berarti suatu kemungkinan bahwa
ancaman tersebut akan dilaksanakan atau mengenai hubungan kita atau prospek kita untuk
bekerjasama kedepan nya. Mengilustarikan bagaimana ancaman, dimana dilihat dari permukaan
sepertinya cukup langsung sebagai langkah pertama dalam negosiasi yang di masudkan untuk
memaksa pihak lain membuat koneksi, sebetulnya kompleks dan bernuanansa jika dianalisis dari
sudut pandang elemen spesifik bahasa yang digunakan oleh mereka.

Apakah tujuan nya untuk memerintag atau memaksa,menjual,membujuk, atay


mendapatkan komitmen, bagaimana para pihak yang terkibat berkomunikasi dalam negosiasi
akan bergantung pada kemampuan pembicara untuk mengodekan pemikiran dengan tepat, juga
kemampuan pendengar untuk memahami dam mambaca sandi pesan yang di tunjukkan.

Penggunaan Komunikasi Nonverbal

Kebanyakan apa yang di komunikasikan orang satu sama lain di transmisikan oleh
komunikasi nonverbal. Contohnya, termasuk ekpresi wajah , bahasa tubuh, gerakan kepala, dan
nada bicara, hal itu itu hanya sebagian kecil saja. Beberapa tindakan nonverbal, yang disebut
dengan attending behaviors, merupakan hal yang sangat penting dalam berhubungan dengan
orang lain dalam interaksi yanf terkoordinasi seperti organisai, mereka menunjukkan kepada
anda bahwa mereka mendengarkan dan menyiapkan orang tersebut untuk menerima pesan anda.

6
Di bawah ini akan dibahas tiga attending behaviors penting, yaitu kontak mata, posisi tubuh, dan
dorongan.

Membuat Kontak Mata

Orang tidak jujur dan pengecut tidak akan mampu melihat mata orang lain. Pujangga
menyatan bahwa mata adalah cerminan jiwa seseorang. Pernyataan-pernyataan tersebut dan kata-
kata bijak lainnya mengilustarikan pentingnya kontak mata. Pada umumnya, kontak mata
merupakan salah satu cara untuk menunjukkan bahwa Anda memperhatikan dan mendengarkan
bahwa Anda menganggap mereka penting. Jika ada orang yang tidak melihat anda saat berbica,
Anda mungkin bertanya-tanya apakah mereka mendengarkan atau tidak. Tentu saja sangat
mungkin untuk mendengarkan dengan baik tanpa melihat orang yang berbicara, kenyataan nya,
mungkin mungkin lebih mudah melihat kea rah lain karena Anda akan fokus pada kata-kata yang
akan diucapkan dan tidak teralihkan oleh informasi visual. Namun, permasalahannya adalah
dengan tidak membuat kontak mata, Anda tidak memberikan isyarat bahwa Anda terlibat dan
mendengarkan orang lain.

Meskipun demikian, kita tidak boleh boleh memperthankan kontak mata secara terus-
menerus pada orang lain. Jika tidak, kita akan di tuduh memandangi orang tersebut, yang
biasanya mengarah pada kecurigaan bukan kepercayaan. Malah, sebaliknya kita kdang-kadang
tidak melihat orang tersebut . Pada umumnya tempo dalam kontak lebih sedikit dan lebih pendek
saat aktif mendengarkan di bandingkan saat berbicara. Saat berbica, seseorang terkadang meliat
kea rah lain, terutama saat mencari sebuah kata atau frasa atau saat mencoba mengingat-ingat
suatu detail. Menghindari tatapan secara singkat saat berbicara menandakan isyarat penting pada
orang lain bahwa pembicara belum selesai.

Ketika membujuk seseorang, membuat kontak mata merupakan hal yang sangat penting
ketika menyampaikan bagian terpenting sebuah pesan (Beebe, 1980:Burgoon, Coker, dan
Coker,1986;kleinke,1986). Dalam hal iini system pararel verbal dan nonverbalbmenekankan
pada pentingnya pesan dikirimkan. Selain itu, seseorang harus mempertahankan kontak mata
tidak hanya saat berbicara , namun juga saat menerima komunikasi (kellerman,Lewis,dan
Laird,1989).

7
Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa pola yang di jelaskan disini merupakan
karakteristik masyrakat Barat. Di bagian lain dunia, terdapat pola yang berbeda. Di beberapa
masyarakat Asia,misalnya, menundukkan pandaangan saat orang lain berbicara merupakan tanda
hormat ( Ivey dan Simek-Downing,1980).

Menyesuaikan Posisi Tubuh

Para orangtua seringkali menyarankan anak-anaknya bagaimana cara berdiri dan duduk,
terutama saat mereka berada pada situasi formal, seperti sekola,mushola,atau pesta makan
malam. Perintah “duduk tegak” seringkali diiringi dengan “perhatikan!” Disini , orangtua
mengajarkan anaknya nilai yang diyakini secara luas sikap tubuh seseorang mengindikasikan
apakah orang tersebuyt memperhatikan lawan bicara atau tidak. Untuk memastikan bahwa Anda
memperhatikan lawan bicara Anda, tegakkan tubuh Anda, bersandar sedikit ke depan dan hadapi
lawan bicara Anda secara langsung. (Ivey dan Simek-Downing, 1980). JIka Anda menerima dan
menyetujui pesan lawan bicara, perlu diperhatikan untuk tidak menunjukkan sikap tidak hormat
melalui sikap tubuh dengan bungkuk, berbalik, atau mengangkat kaki ke atas meja ( Stack dan
Burgoon, 1981). Sebaliknya, menyilangkan tangan, menganggukkan kepala, mengerutkan dahi,
dan mengerutkan alis semuanya dapat menandakan penolakan atau ketidaksetujuan yang sangat
kuat ( Nierenbreng dan Calero,1971).

Mendukung atau Menolak Apa yang Dibicarakan Orang Lain secara Nonverbal

Seseorang dapat mengindikasikan perhatian dan minat terhadap apa yang dibicarakan
orang lain melalui berbagai perilaku sederhana . Anggukan kepala, isyarat tangan yang sederhan
untuk menunjukkan, atau bisikan “he-eh” semuanya untuk mengindikasikan pemahaman dalam
membeeritahu lawan bicara untuk melanjutkan, bahwa Anda mendengarkan. Bahkan , Anda
dapat membesarkan hati lawan bicara untuk berbicara mengenain banyak hal dengan cukup
menganggukkan kepala saat ia bicara. Kontak mata singkat atau sebuah senyuman dan
menganggukan kepala adalah isyarat untuk membesarkan hati. Sama halnya, kerutan dahi,
pandangan marah, gelengan kepala, atau berpura-pura sakit akan mengisyaratkan penolakan
terhadap pesan lawan bicara.

Komunikasi Nonverbal yang dilakukan dengan benar dapat membantu negosiator


mencapai hasil yang lebih baik melalui kondisi mutual . Drolet dan Morris (2000)

8
membandingkan hubungan antara negosiator yang memiliki dengan yang tidak memiliki akses
visual satu sama lain selama bernegosiasi. Mereka mendefinisikan hubungan sebagi “keadaan
positivitas dan minat satu sama lain yang muncul melalui pertemuan perilaku ekspresif
nonverbal dalam sebuah interaksi. Hasilnya menyatakan bahwa interaksi tatap muka
menstimulasi hubungan melalui komunikasi nonverbal, yang pada giliran nya mengingatkan
koordinasi dan mengarah ke keuntungan bersama yang lebih tinggi. Tentu saja, keuntungan-
keuntungan ini mungkin akan muncul hanya jika pihak-pihak yang terlibat mampu
menginterpretasikan komunikasi nonverbal secara akurat. Hal ini lebih mudah diucapkan
daripada dilakukan. Kemampuan untuk menilai perilaku nonverbal bervariasi sesuai dengan
konteks social dan gender di antara factor-faktor lain nya (Puccinelli,Tickle Degnam, dan
Rosentha, 2003).

Pemilihan Saluran Komunikasi

Komunikasi di alami secara berbeda ketika komunikasi tersebut muncul melalui saluran
yang berbeda. Kita mungkin berpikir bahwa negosiasi biasanya terjadi secara tatap muka asumsi
yang ditekankan oleh metamofora umum “meja negosiasi” . Namun, kenyataan nya adalah
bahwa orang-orang bernegosiasi melalui berbagai jenis media komunikasi, melalui telpon,
tulisan, dan lebih banyak lagi melalui saluran elektronik, seperti e-mail, telekofrensi, pesan
instan dan bahkan SMS . Penggunaan teknologi informasi jaringan dalam negosiasi terkadang di
sebut negosiasi virtual (atau juga “e-negotoation). Penggunaan saluran tertentu membentuk
pandangan tugas komunikasi secara praktis dan norma berdasarkan perilaku yang sesuai,
sehingga variasi saluran memiliki pengaruh potensial yang penting terhadap proses dan hasil
negosiasi (Bazerman,Curhan,Moore,dan Valley,2000.Lewicki Dineen,2002)

Peneliti telah meneliti pengaruh saluran pada umumnya, dan e-mail pada khususnya,
terhadap proses negosiasi dan hasil yang dicapai selama decade terakhir.Sayangnya, hanya
terdapat sedikit temuan yang konsisten yang menunjukkan pada pengaruh yang jelas. Kita
mengetahui bahwa pihak yang beriteraksi dapat lebih mudah mengembangkan hubungan
personal melalui komunikasi tatap muka dibandingkan melalui saluran lai (Drolet dan
Morris,2000) dan bahwa negosiator tatap muka cenderung memberikan informasi dengan benar,
meningkatkan kemampuan mereka untuk mencapai keuntungan bersama (Valley,Moag,dan
bazerman,1998). Penelitian telah menemukan bahwa negosiasi melalui saluran tertulis cenderung

9
berakhir dengan kebuntuan dibandingkan negosiasi tatap muka atay telepon , meskipun upaya
untuk memperluas penelitian ini ke e-mail tertulis tidak tidak menghasilkan temuan yang jelas.

Sejumlah bukti yang terus bertambah menunjukkan kesimpulan bahwa negosiator yang
menggunakan e-mail perlu untuk bekerja lebih keras dalam hal membangun hubungan personal
dengan pihak lain jika mereka ingin mengatasi kekurangan e-mail yang jika tidak di atasi akan
membatasi perjanjian optimal atau mendorong terjadi kebuntuan. Kekurangan e-mail adalah
proses merayu keluar dari tugas atau percakapan yang berfokus pada hubungan yang sering
muncul di negosiasi tatap muka. Merayu merupakan kesempatan penting untik membangun
sebuah hubungan dan mencipatakn rasa percaya dalam hubungan negosiasi.

Dengan begitu banyak perhatian terhadap e-mail, penting untuk diingat bahwa terdapat
mekanisme online lainnya untuk negosiasi virtual. Satu dari sedikit penelitian untuk
membandingkan saluran online yang berbeda adalah eksperimen yang dilakukan oleh
Lowenstein,Morris,Chakravarti,Thompson,dan kopelman (2005) yang membandingkan
negosiasi melalu e-mail dan negosiasi melali instant messaging (IM). Penelitian ini
membandingkan bagaiman kedua saluran ini berbeda saat negosiator memiliki argument yang
rumit dengan argument yang sederhana.

Ringkasannya, negosiasi melalui e-mail dan teknologi jaringan lainnya menciptakan


kesempatan sekaligus tantangan krusial yang akan dipahami dengan baik oleh negosiator sebelim
memilih media tertentu untuk peristiwa penting. Analoginya, kita dapat memperkirakan beberapa
tantangan yang ditimbulkan oleh negosiasi virtual sebagai “bias” yang beresiko terhadap
kelancaran, kesopanan, dan efektivitas negosiasi. Thompson dan Nedler (2002)
mengidentifikasikan empat bias spesifik yang dapat menghambat keberhasilan negosiasi online ,
yaitu:

1. Temporal synchrony bias merupakan kecenderungan negosiator untuk bertingkah seolah-


olah mereka berada dalam situasi yang sinkron padahal sebetulnya tidak. Interaksi tatap
muka seringkali melibatkan tawaran “volley” , dimana kedua pihaj bertemu dalan suatu
jangka tertentu untuk berbicara dan melakukan pertukaran. Namun, selama negosiasi
melalui e-mail pihak-pihak yang terlibat tidak harus bekerja dalam kerangka waktu

10
tertentu dan kurangnya sinkroniasi dapat menggangu salah satu atau kedua pihak ,
sehingga berpengaruh negative terhadap hubungan negosiasi dan hasilnya.
2. Burned Bridge bias adalah kecenderungan individu untuk menerapkan perilaku yang
beresiko selama negosiasi e-mail yang tidak akan selama pertemua tatap muka.
Lingkungan social yang diimprovisasi dari e-mail menciptakan jarak social dan ilusi
anonimitas yang dapat memfasilitasi perilaku yang tidak dapat diterima dalam pertemuan
tatap muka. Misalnya negosiator mungkin lebih berani menantang pihak lain,
memberikan ultimatum atau beraksi negative terhadap penawaran saat tidak bertemu
langsung.
3. Squeaky wheel bias adalah kecenderungan yang dilakukan negosiator melalui e-mail
untuk menggunakan gaya emosional negativ untuk mencapai tujuan. JIka tidak ada atau
kurang terdapat norma social yang mendorong kesopanan, maka negosiator cenderung
menggunakan intimidasi, perilaku kasar dan etika yang tidak baik untuk mencapai hasil
yang di inginkan . Disisi lain jika negosiator yang menggunakan e-mail merupakan dari
kelompk social yang kohesif, norma social konstruktif akan terdorong , yang dapat
melunakkan kecenderungan terhadap ketidaksopanan. Terdapat juga beberapa bukti
bahwa emosi yang muncul ke permukaan lebih diredam dalam negosiasi e-mail
dibandingkan pertemuan tatap muka, karena ekspresi emosi muncul dalam tulisan di
bandingkan melalui perkataan.
4. Sinister attribution bias adalah seseorang yang keliru mengasumsikan perilaku orang lain
disebabkan cacat kepribadian saat menghadapi factor situasional. Bias ini merupakan
kasus berlebihan kesalahan atribusi dasar , di mana atribusi perilaku seseorang tidak
hanya disposional , tetapi juga kejam. Thompson dan Nadler berpendapat bahwa
kurangnya rasa percaya, perbedaan antara pihak-pihak terkain , dan kurangnya hubungan
yang mungil muncul melalui e-mail memicu individu untuk melakukan hal-hal jahat dan
licik kepada pihak lain. Sinister pada giliran nya , mengarah pada hasil yang buruk
(Moore et al.,1999).

Menciptakan hubungan yang positif dengan partner negosiasi, baik secara tatap muka atau
melui telepon , dapat membantu menghilangkan bias-bias tersebut. Sayangnya, merupakan hal
yang tidak mungkin untuk memperpanjang hubungan negosiasi melalui interaksi online. Pada
kasus-kasus tersebut, merupakan hal yang penting untuk menemukan cara untuk menciptakan
konteks akuntabilitas untuk tindakan-tindakan yang dilakukan. Misalnya, melibatkan pihak

11
ketiga yang netral dalam pertukaran e-mail atau meluangkan waktu untuk merayu melalui e-mail
untuk mengembangkan rasa percaya dan persahabatan sebelum negosiasi.

2.3 Bagaimana mengembangkan komunikasi dalam negosiasi

Komunikasi dapat terganggu dan terdistorsi. Kegagalan dan distoris dalam persepsi,
kognisi, dan komunikasi merupakan kontribusi terpenting terhadap kemacetan dan kegagalan
dalam negosiasi. Kegagalan tersebut bisa dikarenakan kesalahpahaman terhadap pihak lain atau
kemacetan dalam proses komunikasi.

Terdapat tiga teknik utama untuk meningkatkan komunikasi dalam negosiasi :

1. Penggunaan pertanyaan
Salah satu teknik yang paling umum untuk mengklarifikasi komunikasi dan
menghilangkan gangguan dan distoris. Nierenberg (1976) menekankan bahwa pertanyaan
merupakan elemen penting dalam negosiasi untuk memperoleh informasi.
Menurut Nierenberg pertanyaan dapat dibagi ke dalam dua kategori dasar :
1) Pertanyaan yang dikelola
Pertanyaan yang dikelola menyebabkan perhatian atau menyiapkan pemikiran
pihak lain untuk pertanyaan selanjutnya. Contoh (“ Boleh Saya mengajukan
pertanyaan?”), mendapatkan informasi (“Berapa harga yang akan harus dibayar
untuk ini?”), dan menghasilkan pemikiran (“Apakah Anda memiliki saran untuk
meningkatkan hal ini?”)
2) Pertanyaan tidak dikelola
Pertanyaan yang tidak dikelola menyebabkan kesulitan, memberikan informasi
(“Apakah Anda tidak mengetahui permasalahan biaya ini?”) dan membawa
diskusi tersebut ke dalam kesimpulan yang salah (“ Tidakkah Anda berfikir kita
telah cukup membicarakan hal ini?”). Pertanyaan tidak dikelola cenderung
menghasilkan kemarahan dan sikap defensif dari pihak lain, pihak lain akan
merasa tidak nyaman dan kurang bersedia memberikan informasi di kemudian
hari.

Pertanyaan juga dapat digunakan secara strategis untuk menguraikan atau


menyelesaikan kemacetan atau jalan buntu yang muncul.

12
2. Mendengarkan
“ Mendengarkan aktif ” dan “ refleksi “ merupakan istilah yang biasa digunakan dalam
proses dibidang bantuan, seperti konseling dan terapi (Rogers, 1957, 1961). Terdapat tiga
bentuk utama mendengarkan :

1) Mendengarkan pasif
Melibatkan menerima pesan saat tidak ada umpan balik bagi pengirim pesan
mengenai keakuratan atau kelengkapan penerimaan. Kadang – kadang
mendengar pasif hanya cukup bagi komunikan untuk mengirimkan pesan.

2) Pengakuan
Merupakan bentuk kedua dari mendengarkan, sedikit lebih aktif dibandingkan
mendengar pasif, Saat mengakui, penerima sesekali menganggukan
kepalanya, mempertahankan kontak mata, atau menyisipkan respon, Respon –
respon tersebut cukup untuk membuat komunikan terus mengirim pesan,
namun pengirim pesan mungkin bisa saja salah mengartikan respon tersebut
sebagai persetujuan penerimaan pesan terhadap posisi mereka.

3) Mendengarkan aktif
Ketika penerima pesan secara aktif mendengarkan, mereka menyatakan
kembali atau memparafrasakan pesan pengirim dalam bahasa mereka sendiri.
Contoh dialog ( Gordon 1977) :
PENGIRIM : Saya tidak tahu bagaimana saya akan menyelesaikan masalah
yang rumit ini.
PENERIMA : Anda sangat kebingungan dalam menyelesaikan masalah ini.
PENGIRIM : Tolong, jangan bertanya padaku tentang masalah tersebut
sekarang.
PENERIMA : Kedengarannya, Anda sangat sibuk sekarang ini.
PENGIRIM : Kupikir rapat kali ini tidak menyelesaikan masalah apapun
PENERIMA : Anda sangat kecewa dengan rapat ini.
Athos dan Gabarro (1978) mencatat bahwa respon refleksi yang berhasil
merupakan bagian penting dari mendengarkan aktif dan memiliki elemen-
elemen :
a) Penekanan yang lebih besar dalam mendengarkan dibandikan
berbicara.
b) Merespon ke personal dan bukan pada poin-poin abstrak.

13
c) Mengikuti pihak lain dan bukan memimpin mereka ke dalam area
yang dipikir pendengar sebaliknya dieksplorasi.
d) Mengklarifikasi apa yang telah diutarakan pembicara mengenai
perasaan dan pemikiran mereka dan bukan menanyakan atau
menyarankan apa yang sebaliknya mereka pikirkan dan rasakan.
e) Merespon perasaan yang telah diutarakan pihak lain

Mendengar aktif sebagai keterampilan yang mendorong pihak lain untuk


lebih terbuka mengutarakan perasaan, prioritas, kerangkaacuan, dan
selanjutnya posisi yang mereka ambil. Ketika pihak lain melakukannya
negosiator akan lebih memahami posisi pihak lain, faktor – faktor dan
informasi yang mendukung dan cara-cara bagaimana posisi tersebut bisa
dikompromikan, diselesaikan, atau dinegosiasikan sesuai dengan pilihan atau
prioritas mereka.

4) Pembalik peran

Menurut Rapoport (1964) mengemukakan bahwa terus menerus


berargumen pada satu posisi tertentu dalam debat mengarah pada “ kebutaan
keterlibatan “, atau sirklus memperkuat diri dari argumentasi yang membatasi
negosiator dalam menyadari kesesuaian yang mungkin terjadi anatara posisi
mereka dengan posisi pihak lain. Teknik pembalikan peran memungkinkan
negosiator untuk memahami lebih lengkap posisi pihak lain dengan secara
aktif mempertahankan posisi tersebut sampai pihak lain yakin bahwa ia
dimengerti.

Peneliti yang meneliti dampak dan keberhasilan teknik pebalikan peran


(seperti) Johnson, 1971 : Walcott, Hopman, dan King (1977) menyimpulkan
beberapa hal berikut :

1. Pembalikan peran efektif untuk menghasilkan perubahan


kognitif (pemahaman yang lebih besar mengenai pihak lain)
dan perubahan sikap ( menerima persamaan – persamaan dari
kedua posisi)

14
2. Ketiak posisi semua pihak pada dasarnya sesuai satu sama lain,
pembalikan peran kemungkinan menghasilkan hasil yang dapat
diterima (perubahan kognitif dan sikap) ketika posisi semua
pihak pada dasarnya tidak sesuai, pembalikan peran dapat
mempertajam persepsi ketidaksesuaian dan membatasi sikap
yang positif.
3. Meskipun pembalikan peran dapat menimbulkan pemahaman
yang lebih besar terhadap posisi pihak laindan menyoroti area
kesamaan yang mungkin terjadi, pembalikan peran tidak
selamanya efektif dalam pencapaian kesepakatan terhadap
pihak – pihak yang terlibat.

Pembalikan peran dapat merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan


komunikasi dan pemahaman yang tepat dan apresiasi terhadap posisi
pihak lain dalam negosiasi. Meskipun demikian meningkatkan
pemahaman tidak selamanya mengarah pada resolusi konflik, terutama
saat komunikasi yang tepat mengungkapkan ketidak sesuaian yang
mendasarkandalam posisi semua pihak.

2.4 Pertimbangan komunikasi khusus pada penutupan negosiasi

Karena negosiasi bergerak menuju perjanjian yang hampir dicapai, negosiasi harus
memenuhi dua aspek kunci komunikasi dan negosiasi secara berkesinambungan, penghindaran
kesalahan fatal dan pencapaian kesepakatan yang memuaskan dengan cara yang konstruktif.

a. Menghindari kesalahan – kesalahan fatal

kesepakatan dalam negosiasi pada umumnya melibatkan pembuatan keputusan


untuk menerima tawaran, mengkompromikan prioritas, untuk bertukar masalah dengan
pihak lain, atau untuk mengkombinasikan tahapan – tahapan tersebut.

15
Proses pengembalian keputusan dapat dibagi ke dalam empat elemen kunci
( Russo dan Schoemaker, 1989 ) :

1. Pembingkaian
2. Mengumpulkan inteligensi
3. Membuat keputusan
4. Belajar dari umpan balik

Elemen ke empat ini adalah belajar (atau gagal untuk belajar) dari umpan balik, sebagian
besar merupakan masalah komunikasi.

b. Mencapai penutupan
Gary Karras (1985), Karras menganjurkan negosiator untuk “ mengetahui kapan
untuk tutup mulut”, untuk menghindari penyerahan informasi yang tidak perlu, dan untuk
menghindari kata – kata yang dapat menjauh dari kesepakatan yang hampir dibuat.
Karras juga mengingatkan para negosiator perlu memperhatikan masalah – masalah di
menit terakhir, seperti nit-picking atau “tebakan kedua” oleh pihak yang tidak
berpartisipasi dalam proses tawar – menawar, tetapi memiliki hak atau tanggung jawab
untuk meninjaunya, negosiator harus memperhatikan tantangan tersebut dan siap untuk
menanganinnya dengan percaya diri. Terakhir, Karras mencatat pentingnya menurunkan
perjanjian tersebut kedalam bentuk tertulis,menyadari bahwa pihak yang menulis kontrak
berada dalam posisi untuk mencapai kejelasan tujuan dan pelaksanaan perjanjian

16
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Menurut Oliver, negosiasi adalah sebuah transaksi dimana kedua belah pihak mempunyai hak
atas hasil akhir. Hal ini memerlukan persetujuan kedua belah pihak sehingga terjadi proses yang
saling memberi dan menerima sesuatu untuk mencapai kesepakatan bersama. Sementara itu
Casse, negosiasi adalah proses dimana paling sedikit ada dua pihak dengan persepsi,
kebutuhan, dan motivasi yang berbeda mencoba untuk bersepakat tentang suatu hal demi
kepentingan bersama.

proses negosiasi selalu melibatkan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi, mencari suatu
kesepakatan kedua belah pihak, dan mencapai tujuan yang dikehendaki bersama kedua belah
pihak yang terlibat dalam negosiasi.

menurut Casse, ada tiga tahapan penting dalam bernegosiasi, yaitu tahap perencanaan (sebelum
negosiasi), tahap implementasi (selama negosiasi), dan tahap peninjauan (setelah negosiasi).
Menurut Casse dalam proses negoasiasi ada enam tahapan penting yang perlu diperhatikan,
antara lain : (1) persiapan, (2) kontak pertama, (3) konfrontasi, (4) Kompromi, (5) Solusi, (6)
konsolidasi.

17
Seorang negosiator dapat melakukan berbagai peran penting dalam bernegosiasi, antara lain :
Berperan sebagai seorang pemimpin, faktual, analitis, reliasional, intuitif.

Ada empat tipe negosiator, yaitu negosiator curang, negosiator professional, negosiator bodoh
dan negosiator naïf.

3.2 Saran
- Dalam melakukan negosiasi diperlukan seseorang yang mampu melihat peluang, sabar, dan
memiliki daya sensitifitas social yang tinggi

- Sebelum melakukan negosiasi sehendaknya seorang negosiator mempelajari situasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Lewicki, j, Roy. Barry, Bruce. Saunders, M, David. Negosiasi Bisnis Salemba. Jakarta. 2012

18

Anda mungkin juga menyukai